Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan Dan Bahan Berbahaya (PDFDrive)
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan Dan Bahan Berbahaya (PDFDrive)
Pengantar
S
ebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, serta mendukung Agenda Prioritas
Pembangunan (Nawa Cita) dan pencapaian program-program prioritas Badan
Pengawas Obat dan Makanan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan
Bahan Berbahaya sesuai kewenangan, tugas dan fungsinya menyusun Rencana Strategis
(Renstra) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program dan kegiatan,
indikator, target, sampai dengan kerangka pendanaan dan kerangka regulasi kedeputian
untuk periode 2015-2019.
Rencana strategis Deputi III tahun 2015-2019 merupakan panduan dalam perencanaan
dan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Deputi III untuk 5 (lima) tahun ke depan dan
menjadi acuan kerja bagi unit-unit kerja di lingkungan Deputi III sesuai dengan tugas
pokok dan fungsinya masing-masing. Renstra ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja
di lingkungan Deputi III sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dan
diharapkan semua unit kerja dapat melaksanakannya dengan akuntabel serta senantiasa
berorientasi pada peningkatan kinerja lembaga, unit kerja dan kinerja pegawai.
Saya mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah
berkonstribusi dalam penyusunan Renstra Deputi III tahun 2015-2019.
i
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
LAMPIRAN
KEPUTUSAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN
KEAMANAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA
NOMOR HK.04.05.04.15.1780 TAHUN 2015
TENTANG
RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENGAWASAN
KEAMANAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA TAHUN
2015-2019
BAB I
PENDAHULUAN
1
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Makanan (BPOM), maka Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan
Berbahaya (Deputi III) sesuai kewenangan, tugas dan fungsinya menyusun Rencana
Strategis (Renstra) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program dan
kegiatan kedeputian untuk periode tahun 2015-2019.
Proses penyusunan Renstra Deputi III tahun 2015-2019 dilakukan sesuai dengan
amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hasil evaluasi pencapaian
kinerja tahun 2010-2014, serta melibatkan pemangku kepentingan yang menjadi mitra
Deputi III. Renstra Deputi III ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja Badan POM
khususnya di Deputi III sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
2
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
d. perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur,
pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di
bidang standardisasi produk pangan;
k. pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai dengan bidang tugasnya.
3
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Kepala
Badan Pengawas Obat dan
Makanan
Sekretariat Utama
1. Biro Perencanaan dan Keuangan
2. Biro Kerjasama Luar Negeri
Inspektorat
3. Biro Hukum dan Hubungan
Masyarakat
4. Biro Umum
4
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
Secara rinci, struktur organisasi Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan
Berbahaya seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
Jumlah SDM yang dimiliki Deputi III untuk melaksanakan tugas dan fungsi
pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya sampai tahun 2014 adalah 184
orang, yang tersebar di lima direktorat sebagai berikut :
5
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
e. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya, sejumlah 23 orang;
Adapun profil pegawai Deputi III berdasarkan tingkat pendidikan pada tahun 2014
dapat dijelaskan pada Tabel 1 di bawah ini:
Non sarjana
S1 Pangan
S1 lainnya
Apoteker
Jumlah
S1 Gizi
No Unit Kerja
S2
Direktorat Penilaian Keamanan 12 18 8 6 4 4 52
1
Pangan
Direktorat Standardisasi Produk
2 8 10 8 - - 4 30
Pangan
Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi
3 6 21 8 2 2 8 47
Pangan
Direktorat Surveilan dan 12 3 11 1 3 2 32
4
Penyuluhan Keamanan Pangan
Direktorat Pengawasan Produk dan 7 8 3 5 23
5 - -
Bahan Berbahaya
TOTAL 45 60 35 9 12 23 184
Tabel 1. Profil pegawai Deputi III berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2014
Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa sebagian besar 33% pegawai di kedeputian III
memiliki latar belakang pendidikan apoteker, 24% sarjana strata 2, 19% sarjana bidang
pangan/teknologi pangan dan 4,89% sarjana bidang gizi. Selain itu terdapat 6,5% sarjana
lainnya dan 13% non sarjana. Komposisi sarjana strata 2 atau apoteker terbanyak
terdapat pada Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya sebesar 65%, dan
komposisi non sarjana terbanyak terdapat pada Direktorat Pengawasan Produk dan
Bahan Berbahaya sebesar 22%.
6
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Selain pendidikan formal, Deputi III memerlukan kompetensi khusus terkait tugas
dan fungsinya, antara lain inspektur pangan, evaluator pangan, tenaga penyuluh
keamanan pangan, district food inspector. Profil kompetensi dapat dilihat pada Tabel 2.
Inspektur Pangan
District Food
Keamanan
Evaluator
Inspector
Penyuluh
Pangan
(DFI)
No Unit Kerja
Dasar Muda Madya
Direktorat Penilaian
1 - - 1 34 - -
Keamanan Pangan
Direktorat Standardisasi
2 - - 1 - - -
Produk Pangan
Direktorat Inspeksi dan
3 11 6 25 - 1 1
Sertifikasi Pangan
Direktorat Surveilan dan
4 - 3 - - 27 20
Penyuluhan Keamanan Pangan
Direktorat Pengawasan
5 - - 2 - - -
Produk dan Bahan Berbahaya
TOTAL 11 9 29 34 28 21
Catatan : seorang pegawai dapat memiliki kompetensi lebih dari satu
Kelompok jabatan fungsional di Deputi III berupa jabatan fungsional tertentu yang
disebut sebagai Pengawas Farmasi dan Makanan, Pranata Komputer, Arsiparis,
Pengadministrasi Umum dan Verifikator Keuangan. Profil kompetensi dapat dilihat pada
Tabel 3.
7
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Pelaksana lanjutan
Pranata Komputer
Pranata Komputer
Pranata Komputer
Pengadministrasi
Pengadministrasi
PFM Terampil
PFM Terampil
PFM Terampil
PFM Pertama
Verifikator
Arsipparis
PFM Muda
Pelaksana
keuangan
keuangan
Terampil
Penyelia
pertama
umum
Ahli
No Unit Kerja
Direktorat
1 Penilaian 10 22 1 2 2 1 3
Keamanan Pangan
Direktorat
2 Standardisasi 1 12 1 2 1 1 1
Produk Pangan
Direktorat
3 Inspeksi dan 16 9 2 2 2 2 3 1
Sertifikasi Pangan
Direktorat
Surveilan dan
4 2 27 1 2
Penyuluhan
Keamanan Pangan
Direktorat
Pengawasan
5 1 6 1 4
Produk dan Bahan
Berbahaya
TOTAL 30 76 2 5 2 2 5 1 2 13 1 2
Tabel 3. Profil pegawai Deputi III berdasarkan jabatan fungsional tahun 2014
Berdasarkan Analisis Beban Kerja (ABK) Tahun 2014, Deputi III membutuhkan tambahan
sumber daya manusia sebanyak 182 orang agar tiap Direktorat di kedeputian III dapat
menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Data kebutuhan pegawai berdasarkan
ABK tiap Direktorat di kedeputian III dapat dilihat pada Tabel 4.
8
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Pegawai yang
Pegawai yang Ada Kekurangan Pegawai
dibutuhkan
13 Verifikator Keuangan 1 1 1 - 1 1 0 - - 0 0 1 - -
14 Pengadministrasi Umum 2 3 4 3 3 0 3 0 2 3 2 0 4 1 0
Analis Penerimaan
15 Negara Bukan Pajak 1 1 - - - 0 0 - - - 1 1 - - -
(PNBP)
9
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Pegawai yang
Pegawai yang Ada Kekurangan Pegawai
dibutuhkan
Pengadministrasi
16 2 1 3 2 - 0 0 1 0 - 2 1 2 2 -
Keuangan
17 Arsiparis Terampil 3 3 1 - - 0 1 0 - - 3 2 1 - -
TOTAL 88 82 37 79 26 37 43 16 20 14 51 39 21 59 12
Strategi Pertama
10
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
c. Pengawasan pengembangan teknologi pangan (PPRG, iradiasi), untuk
perlindungan konsumen dan ketersediaan pangan.
d. Peningkatan pemenuhan Good Manufacturing Practices (GMP) industri
pangan dalam negeri dalam rangka meningkatkan daya saing.
Strategi kedua :
Strategi ketiga:
11
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Strategi keempat :
Strategi kelima :
Dalam rangka menjalankan tugas tersebut, maka sasaran strategis yang dicapai
dalam Renstra BPOM tahun 2010-2014 sebagaimana diuraikan pada Tabel 4.
12
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
TUJUAN SASARAN INDIKATOR TARGET KINERJA
PROGRAM
STRATEGIS KINERJA 2010 2011 2012 2013 2014
Memperku Tersusunnya Jumlah 10 10 10 10 10 Program
at Sistem standar Standar yang standar standar standar standar standar Pengawas
Regulatori makanan Dihasilkan an Obat
Pengawasa yang mampu dalam rangka dan
n Obat dan menjamin Antisipasi Makanan
Makanan pangan Perkembanga
aman, n Isu
bermanfaat Keamanan,
dan bemutu Mutu dan Gizi
Pangan
Jumlah - - 4 4 4
Standar yang standar standar standar
Dihasilkan
dalam rangka
Mendukung
Program
Rencana Aksi
Peningkatan
Keamanan
Pangan
Jajanan Anak
Sekolah
Persentase - - - 50% 60%
UMKM yang
meningkat
daya
saingnya
berdasarkan
hasil grading
(dihitung dari
1800 UMKM)
Meningkatn Meningkatny Persentase 45 55 60 65 70 Program
ya a mutu sarana Pengawas
perlindung sarana produksi an Obat
an produksi dan pangan MD dan
masyarakat distribusi yang Makanan
dari makanan memenuhi
makanan standar GMP
yang yang terkini
beresiko (dihitung dari
terhadap 1000 sarana
kesehatan yang
diperiksa)
Persentase 5 15 35 45 55
sarana
penjualanan
pangan yang
memenuhi
standar
GRP/GDP
13
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
TUJUAN SASARAN INDIKATOR TARGET KINERJA
PROGRAM
STRATEGIS KINERJA 2010 2011 2012 2013 2014
(dihitung dari
6000 sarana
yang diperiksa)
Persentase - - 80 85 90
penyelesaian
tindak lanjut
pengawasan
produk
pangan
(dihitung dari
1000 temuan
ketidaksesuai
an)
Jumlah - - 750 975 1268
sekolah yang
disampling
PJAS
Persentase - - - 50% 55%
sarana UMKM
yang
memenuhi
ketentuan
(dihitung dari
1800 sarana
yang
diperiksa)
Meningkatn Meningkatny Persentase 90% 90% 90% 90% 90%
ya a jumlah keputusan
perlindung produk penilaian
an pangan yang pangan yang
masyarakat memiliki Izin diselesaikan
dari produk Edar. tepat waktu
pangan Persentase - - - 90% 90%
yang keputusan
berisiko penilaian
terhadap pangan
kesehatan industri
UMKM yang
diselesaikan
tepat waktu
Meningkatn Meningkatny Persentase - - - 5 10
ya a Kabupaten/K
Perlindung pemberdaya ota yang
an an Pemda menerbitkan
Masyarakat Kabupaten/K P-IRT sesuai
dari Produk ota melalui ketentuan
Pangan advokasi yang berlaku
yang keamanan Jumlah profil - - - 2 2
Berisiko pangan, serta resiko
14
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
TUJUAN SASARAN INDIKATOR TARGET KINERJA
PROGRAM
STRATEGIS KINERJA 2010 2011 2012 2013 2014
terhadap menguatnya keamanan
Kesehatan rapid alert pangan yang
system dikategorikan
keamanan sebagai early
pangan warning
untuk
merespon
permasalaha
n keamanan
pangan
Persentase - - 70 80 90
Pangan
Jajanan Anak
Sekolah
(PJAS) yang
memenuhi
persyaratan
keamanan
pangan
Jumlah e- - - - 2 2
Learning
tenaga PKP
dan DFI di
Indonesia
Meningkatn Menurunnya Persentase 25 20 17 - -
ya pangan yang pangan yang
efektivitas mengandung mengandung
pengawasa bahan cemaran
n obat dan berbahaya bahan
pangan berbahaya/di
dalam larang*)
rangka Persentase 25 20 17 - -
melindungi temuan
masyarakat kemasan
pangan yang
melepaskan
migran
berbahaya
yang
melampaui
ketentuan ke
dalam pangan
**)
Persentase - - - 40 48
sarana
distribusi
yang
menyalurkan
bahan
dilarang
15
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
TUJUAN SASARAN INDIKATOR TARGET KINERJA
PROGRAM
STRATEGIS KINERJA 2010 2011 2012 2013 2014
untuk pangan
(bahan
berbahaya)
yang sesuai
ketentuan
Persentase - - - 15 14
kemasan
pangan dari
pangan
terdaftar,
yang tidak
memenuhi
syarat
Jumlah - - 15 15 10
advokasi
lintas sektor
yang
dilakukan
terkait bahan
berbahaya
yang
disalahgunak
an pada PJAS
(provinsi)
Jumlah Pasar - - - 62 77
yang di
intervensi
menjadi
pasar bebas
bahan
berbahaya
(kumulatif)
Keterangan:
*) = Indikator sesuai dokumen renstra sebelum revisi dan sudah tidak berlaku
**) = Indikator sesuai dokumen trilateral meeting/ RKP 2012 dan sudah tidak berlaku
Tabel 5. Rencana Strategis Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan
Berbahaya Tahun 2010-2014
16
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Adapun pencapaian keberhasilan pelaksanaan tugas dan kewenangan Deputi III
tersebut dapat dilihat sesuai dengan pencapaian indikator kinerja pada Tabel 6.
17
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Tabel 6. Capaian kinerja Deputi III periode 2010-2014.
TARGET KINERJA
SASARAN INDIKATOR
TAHUN 2010 TAHUN 2011 TAHUN 2012 TAHUN 2013 TAHUN 2014
STRATEGIS KINERJA
T R %C T R %C T R %C T R %C T R %C
Jumlah Standar
yang Dihasilkan
dalam rangka
Antisipasi 10 11 110% 10 14 140% 10 12 120% 10 10 100% 10 10 100%
Perkembangan Isu
Keamanan, Mutu
dan Gizi Pangan
Tersusunnya Jumlah Standar
standar yang Dihasilkan
pangan yang dalam rangka
mampu Mendukung
menjamin Program Rencana 4 4 100% 4 4 100% 4 1 25%
pangan aman, Aksi Peningkatan
bermanfaat Keamanan Pangan
dan bemutu Jajanan Anak
Sekolah
Persentase UMKM
yang meningkat
daya saingnya
50% 33,89% 67,78% 60% 43,67% 72,78%
berdasarkan hasil
grading (dihitung
dari 1800 UMKM)
18
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Persentase sarana
produksi pangan
MD yang
memenuhi standar
45% 44% 97,78% 55% 51,60% 93,82% 60% 54,44% 90,74% 60% 75% 125% 65% 61,19% 94,13%
GMP yang terkini
(dihitung dari
1.000 sarana yang
diperiksa)
Persentase sarana
penjualan pangan
yang memenuhi
Meningkatnya
standar GRP/ GDP 5% 0 0 15% 67,77% 451,80% 35% 68,27% 195,06% 45% 66,06% 132,12% 55% 64,88% 117,97%
mutu sarana
(dihitung dari
produksi dan
6.000 sarana yang
distribusi
diperiksa)
pangan
Persentase
penyelesaian
tindak lanjut
pengawasan
80% 67,50% 84,37% 85% 110% 129,29% 90% 100,51% 111,68%
produk pangan
(dihitung dari
1.000 temuan
ketidaksesuaian)
Jumlah sekolah
yang disampling 750 990 132,00% 975 1.601 164,21% 1.268 1.448 114,20%
PJAS
19
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Persentase sarana
UMKM yang
memenuhi
ketentuan 50% 72,03% 144,07% 55% 69,03% 125,52%
(dihitung dari
1800 sarana yang
diperiksa)
Persentase
keputusan
penilaian pangan 90% 89,74% 99,71% 90% 84,45% 93,83% 90% 87% 96,67% 90% 92,93% 103,25% 90% 73,77% 81,97%
Meningkatnya
yang diselesaikan
jumlah
tepat waktu
produk
Persentase
pangan yang
keputusan
memiliki Izin
penilaian pangan
Edar. 90% 92,30% 102,56% 90% 58,96 65,51%
industri UMKM
yang diselesaikan
tepat waktu
Meningkatnya Persentase
kualitas penyelesaian
tindaklanjut tindak lanjut
informasi informasi jejaring
jejaring nasional, regional
regional dan dan internasional 50% 50% 100% 70% 70,40% 100,57%
internasional terkait dan
dalam post persentase respon
market terhadap
alert/rapid permasalahan
alert Pangan keamanan pangan
20
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Persentase
Kabupaten/Kota
yang menerbitkan
5% 5% 100% 12 10 83%
P-IRT sesuai
ketentuan yang
berlaku
Meningkatnya Jumlah profil
pemberdayaa resiko keamanan
n Pemda pangan yang
Kabupaten/K dikategorikan
ota melalui 2 2
sebagai early 2 paket 100% 2 paket 100%
advokasi paket paket
warning untuk
keamanan merespon
pangan, serta permasalahan
menguatnya keamanan pangan
rapid alert Persentase Pangan
system Jajanan Anak
keamanan Sekolah (PJAS)
pangan 70 76 108,57% 80% 80,79% 100% 90 76,18 84,64%
yang memenuhi
persyaratan
keamanan pangan
Jumlah e-Learning
2 2
tenaga PKP dan 2 paket 100% 2 paket 100%
paket paket
DFI di Indonesia
Menurunnya Persentase pangan
pangan yang yang mengandung
mengandung cemaran bahan 25 20 17
bahan berbahaya/
berbahaya dilarang*)
21
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Persentase temuan
kemasan pangan
yang melepaskan
migran berbahaya 25 20 17
yang melampaui
ketentuan ke
dalam pangan **)
Persentase sarana
distribusi yang
menyalurkan
bahan dilarang
40% 41% 103,66% 48
untuk pangan
(bahan berbahaya)
yang sesuai
ketentuan
Persentase
kemasan pangan
dari pangan
15% 14% 101,04% 14
terdaftar, yang
tidak memenuhi
syarat
Jumlah advokasi
lintas sektor yang
dilakukan terkait
bahan berbahaya
15 15% 13% 86,67% 10
yang
disalahgunakan
pada PJAS
(provinsi)
22
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Jumlah Pasar yang
di intervensi
menjadi pasar
62% 62% 100% 77
bebas bahan
berbahaya
(kumulatif)
Keterangan : T = target, R = realisasi, % C = prosentase capaian
23
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa terdapat beberapa kegiatan yang capaian
melebihi target indikator yang ditetapkan, namun masih ada beberapa kegiatan yang
capaiannya belum memenuhi target yang ditetapkan.
Pencapaian indikator kinerja utama Deputi III yaitu pangan yang memenuhi syarat
selama periode tahun 2010-2014 ditunjukkan pada Gambar 3 di bawah ini.
100.00%
95.00%
90.00%
85.32%
83.94%
85.00% 82.88%
80.00%
76.03% 76.41%
75.00%
2010 2011 2012 2013 2014
Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa persentase pangan yang memenuhi syarat dari tahun
ke tahun cenderung mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2010, meskipun pada
tahun 2013 mengalami sedikit penurunan.
21
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
serta percepatan penyebaran wabah penyakit, mencerminkan rumitnya tantangan yang
harus dihadapi oleh BPOM termasuk Deputi III. Hal ini menuntut peningkatan peran dan
kapasitas Deputi III dalam melakukan fungsi pengawasan pangan.
22
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Memasuki era globalisasi dengan perdagangan bebas tersebut merupakan
persoalan krusial yang perlu segera diantisipasi. Realitas menunjukkan bahwa saat ini
Indonesia telah menjadi pasar bagi pangan dari luar negeri.
Perdagangan bebas juga membawa dampak tidak hanya terkait isu ekonomi saja,
namun juga merambah pada isu kesehatan. Terkait isu kesehatan, masalah yang akan
muncul adalah menurunnya derajat kesehatan yang dipicu oleh perubahan gaya hidup
dan pola konsumsi masyarakat tanpa diimbangi dengan pengetahuan dan kesadaran
masyarakat akan kesehatan.
Dilihat dari sisi ekonomi, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia
memperkirakan bahwa pada tahun 2015 capaian penjualan produk pangan mencapai Rp
1.000 triliun (Gambar 4). Sementara itu, data Bank Indonesia menyatakan bahwa
pertumbuhan rata-rata tahunan indeks penjualan riil makanan, minuman dan tembakau
pada 2014 lebih tinggi daripada 2013. Data BPS menunjukkan, selama 10 tahun terakhir,
rata-rata pengeluaran per kapita sebulan untuk makanan dan minuman sebesar 51% dari
total pengeluaran. Sementara studi AC Nielsen menunjukkan 48% dari total belanja
middle class income di Indonesia adalah untuk fast moving consumer goods (FMCG),
terutama makanan dan minuman. Industri pangan memiliki banyak diferensiasi produk.
Meningkatnya populasi masyarakat middle class income akan memberikan dampak yang
signifikan bagi perkembangan industri pangan olahan di Indonesia. Healthy, convenience
and lifestyle food product diperkirakan akan tumbuh pesat seiring meningkatnya
kesejahteraan masyarakat dan perubahan gaya hidup. Dari sisi produksi, industri pangan
menjadi kontributor terbesar pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor industri
manufaktur nonmigas Indonesia dengan pangsa sekitar 30%.
23
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Gambar 4. Nilai Penjualan Produk Pangan Tahun 2008 – 2015 (GAPMMI:2014)
Industri pangan dilihat dari sisi keamanan dan mutu pangan, berdasarkan data
BPOM tahun 2015, jumlah pelanggaran di bidang Obat dan Makanan yang ditemukan
pada Operasi Gabungan Nasional 2014 sebanyak 166 kasus, temuan produk tidak
memenuhi syarat (TMS) sebanyak 5.640 item dengan nilai ekonomi sebesar Rp10,978
M. Dari Operasi Gabungan Daerah ditemukan produk TMS sebanyak 4.632 item dengan
nilai ekonomi sebesar Rp9,297 M. Hal ini menjadi tantangan yang sangat serius bagi
BPOM.
Sedangkan untuk hasil pengawasan produk rutin di tahun 2014, total temuan
sebesar Rp. 3.163.414.804,- dengan rincian produk Tanpa Izin Edar (TIE) 58759 kemasan
24
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
(22.42%), rusak 10.888 kemasan (4.15%), kedaluwarsa 73.074 kemasan (27.88%), TMK
label 110.338 kemasan (45.54%). Jumlah temuan intensifikasi pengawasan pangan ini
lebih besar daripada temuan rutin dikarenakan tingginya demand di hari besar
keagamaan dan tahun baru, yang dimanfaatkan oleh pelaku usaha yang tidak bertanggung
jawab dengan mengedarkan pangan yang tidak memenuhi ketentuan.
Jika dilihat lebih jauh hasil pengawasan rutin untuk produk MD/ML dan P-IRT,
pada kurun waktu 2010-2014 untuk produk MD/ML produk yang tidak memenuhi
persyaratan mutu dan keamanan mikrobiologi berkisar antara 7,96 % - 14 % dengan
trend menurun (Gambar 5). Sedangkan hasil pengawasan produk P-IRT menunjukkan
bahwa produk yang tidak memenuhi persyaratan berkisar antara 22.09 – 36 % (Gambar
6).
25
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
N:12.740 N: 9.277 N:11.828 N:3.241 N:3.155
Sementara itu, kualitas sarana produksi MD dan IRTP menunjukkan bahwa pada
kurun waktu 2010 -2014 sarana MD yang tidak memenuhi ketentuan (TMK) berkisar
45,25 – 48,46 % dengan tren fluktuatif (Gambar 7). Apabila dibandingkan data tahun 2014
dengan tahun sebelumnya terdapat penurunan TMK sebesar 4,47 %. Sedangkan untuk
hasil pemeriksaan sarana IRTP pada kurun waktu 2010-2014 berkisar antara 33,60 –
55,86% dengan tren menurun (Gambar 8). Hasil pengawasan tahun 2014 apabila
dibandingkan dengan tahun sebelumnya mengalami penurunan sebesar 0,67%.
26
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
N:2.639 N:2.100 N:1.913 N:2.349 N:3.866
Hasil pengawasan sarana distribusi pangan pada periode tahun 2010 -2014 yang
TMK berkisar 29.61% - 36.29 % dengan tren naik (Gambar 9). Apabila dibandingkan data
tahun 2014 dengan tahun sebelumnya terjadi kenaikan sarana TMK sebesar 1,1 %.
27
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
penyesuaian standar dan sertifikasi internasional (Hazard Analysis Critical Control
Point/HACCP, GMP, halal, International Standard Organization/ISO, analisa, sertifikasi),
maupun rendahnya penguasaan teknologi pelaku UMKM pangan perlu mendapat
perhatian BPOM. Perlu ada intervensi pembinaan (regulatory assistance) dan kebijakan
yang berpihak kepada UMKM.
2. Perubahan Iklim
Ancaman perubahan iklim dunia, akan semakin dirasakan oleh sektor pertanian
khususnya produk bahan pangan di Indonesia. Perubahan iklim dapat mengakibatkan
berkurangnya ketersediaan pangan yang berkualitas, sehat, bermanfaat, dengan harga
yang kompetitif. Dari sisi ekonomi makro, industri makanan dan minuman di masa yang
akan datang perannya akan semakin penting sebagai pemasok pangan dunia.
28
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
bahwa jumlah populasi terbesar berada pada kelompok umur remaja 15-19 tahun, namun
menunjukan tren penurunan. Sementara usia produktif antara 30-54 tahun justru
menunjukan tren meningkat dari waktu ke waktu. Sedangkan usia 55-64 tahun dan usia
di atas 65 tahun menunjukan tren yang meningkat tetapi dengan jumlah yang beda.
Semakin meningkat usia harapan hidup, artinya tingkat kesehatan masyarakat juga
semakin meningkat.
25,000
jumlah penduduk (dalam 000)
20,000
15,000
2009
10,000 2010
5,000 2011
2012
0
2013
Kelompok Umur
Indonesia sebagai negara ke-4 dengan populasi lanjut usia tertinggi, yakni 9,079
juta tahun 2010 dan akan naik menjadi 29,047 juta pada tahun 2020, akan mengalami
perubahan pola penyakit yaitu meningkatnya beban kronik untuk kaum lansia. Hal ini
membutuhkan obat dan konsumsi pangan khusus sesuai kondisi kesehatan dan gizi,
untuk penggunaan jangka panjang yang lebih berkualitas.
29
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Gambar 11. Profil Beban Penyakit Berdasarkan Sebab Tahun 1990-2010
Secara umum, bahwa transisi demografi juga akan menimbulkan efek pada transisi
status kesehatan dan gizi masyarakat. Efek ini akan dapat mempengaruhi besarnya beban
kerja Deputi III dalam melakukan pengawasan pangan termasuk menyiapkan standar dan
melakukan penilaian terhadap produk pangan yang diperlukan untuk keperluan medis
khusus dan diet khusus sesuai dengan kondisi kesehatan dan gizi masyarakat tersebut.
Peningkatan jumlah penduduk jika ditata dengan baik akan menjadi potensi
berupa sumber daya manusia bagi pembangunan ekonomi. Kondisi ini menjadi tantangan
dan peluang bagi pemerintah untuk dapat memanfaatkan fase Bonus Demografi di
Indonesia untuk menciptakan aktivitas ekonomi yang sangat besar dan mampu
memberikan kontribusi yang besar juga dalam APBN.
30
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Berdasarkan peta demografi, penduduk Indonesia dalam usia produktif telah
mencapai 80%. Penduduk ini telah memiliki daya beli lebih tinggi ditambah dengan
kenaikan jumlah penduduk kelas menengah (middle class) yang terjadi pada tahun 2040.
Laporan Mc Kinsey (2012) menunjukkan bahwa kelompok middle class atau consuming
class Indonesia naik dari waktu ke waktu, yakni tahun 2010 hanya 45 juta orang, maka
proyeksi tahun 2020 naik menjadi 85 juta orang dan pada tahun 2030 sudah mencapai
135 juta orang. Kelompok ini akan banyak mempengaruhi pola konsumsi pangan serta
gaya hidup masyarakat Indonesia.
Untuk menunjang tugas dan fungsi Deputi III dalam pengawasan diperlukan
komitmen yang tinggi, dukungan dan kerjasama yang baik dari para pemangku
kepentingan antara pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, termasuk swasta dengan
mendayagunakan potensi yang dimiliki masing-masing untuk menghasilkan tata
penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang baik. Pemberlakuan Undang-Undang No
23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah merupakan tantangan bagi Deputi III untuk
menyiapkan Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria bagi Pemerintah Daerah dalam
melaksanakan kegiatan terkait pengawasan pangan.
31
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
6. Perkembangan Teknologi
32
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
industri dan Pemerintah daerah dalam ketersediaan pangan beragam, aman, dan bergizi
diantaranya dengan dukungan fortifikasi mikronutrien penting.
Untuk mengawal program ini, BPOM mendapatkan mandat strategis baik dalam
Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) maupun Rencana Aksi Daerah Pangan
dan Gizi (RAD-PG), utamanya pada Pokja III Bidang Mutu dan Keamanan Pangan. Kegiatan
Intensifikasi pengawasan produk fortifikasi Nasional (tepung terigu dan garam)
merupakan upaya pengawasan pangan baik dalam rangka pemenuhan persyaratan
(compliance) maupun surveilan keamanan pangan. Upaya tersebut dilakukan melalui
verifikasi terhadap pemenuhan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB), baik
penerapan CPPOB pada produsen pangan dan penerapan Cara Ritel Pangan yang Baik di
sarana peredaran. Selain itu juga dilakukan pengawasan terhadap pangan baik di sarana
produksi maupun di sarana peredaran dan penegakan hukum terhadap pelaku
pelanggaran di bidang pangan, pengujian laboratorium terhadap parameter keamanan
dan mutu pangan dan gizi pangan, pengawasan terhadap kesesuaian label, monitoring
iklan serta pengawasan terhadap keamanan kemasan pangan yang beredar melalui
sampling dan pengujian.
33
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
8. Jejaring Kerja
Untuk itu Badan POM dalam hal ini Deputi III mengembangkan kerjasama dan
jejaring dengan lembaga-lembaga, baik di pusat, daerah, maupun internasional.
Pembentukan jejaring dengan cakupan yang luas ini sangat strategis posisinya dalam
mendukung tugas-tugas Deputi III maupun pemangku kepentingan. Beberapa jejaring
kerja yang sudah dimiliki BPOM yang terkait pangan yaitu Jejaring Keamanan Pangan
Nasional/Daerah, Indonesia Rapid Alert System for Food and Feed (INRASFF), Jaringan
Laboratorium Pengujian Pangan Indonesia (JLPPI), Satgas Pemberantasan Obat dan
Makanan Ilegal (Pusat dan Daerah), Indonesia Criminal Justice System (ICJS). Di tingkat
regional maupun internasional terdapat jejaring kerja dengan ASEAN Rapid Alert System
for Food and Feed (ARASFF), World Health Organization (WHO), Codex Alimentarius
Commission, ASEAN Referrences Laboratories (AFL). Peluang kerjasama ini terbuka
tentunya karena citra BPOM yang baik di tingkat internasional.
Jejaring kerjasama ini perlu penguatan karena belum semuanya berjalan efektif.
Sebagai contoh adanya INRASFF akan mendukung pengawasan secara cepat tanggap
terhadap adanya outbreak dan risiko pada pangan. Namun, ada beberapa hal yang masih
menjadi tantangan yaitu: (i) Upstream Notification masih belum optimal, (ii) Asesmen
risiko keamanan pangan impor masih belum optimal, (iii) Tindak lanjut notifikasi di
Competent Contact Point (CCP) belum cepat, dan (iv) Sistem traceability di rantai suplai
pangan masih lemah. Untuk itu, ke depan akan dilakukan pembentukan Local Competent
Contact Point (LCCP) di 5 Propinsi: Medan, Lampung, Surabaya, Denpasar, dan Manado,
serta Pengembangan Pusat Kewaspadaan dan Respon Keamanan Pangan Nasional, yang
mana selain pangan, juga akan dikembangkan untuk Obat, Obat Tradisional, Kosmetik,
dan Suplemen Kesehatan.
34
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Contoh lainnya adalah Indonesia Risk Assessment Centre (INA-RAC), yang mana
sejak pencanangan oleh Menteri Kesehatan pada 20 November 2014, masih menghadapi
beberapa kendala, seperti ketersediaan data nasional kajian risiko keamanan pangan
yang minim dan belum terintegrasi. Tantangan kedepan adalah: (i) Meningkatkan jumlah
kajian risiko keamanan pangan nasional di sepanjang rantai pangan; (ii) Pembentukan
pool of expert database untuk Komite Ilmiah dan Panel Pakar; serta (iii) Melaksanakan
National Capacity Building untuk Risk Assessment.
MENINGKATNYA KAPASITAS
PENGAWASAN INTERNAL
TERWUJUDNYA
PEMERINTAHAN
DAN AKUNTABILITAS
KINERJA BIROKRASI
YANG BERSIH
PELAYANAN PUBLIK
DAN BEBAS
ORGANISASI KORUPSI,
KOLUSI, DAN
NEPOTISME
TATA
SDM
LAKSANA
MENINGKAT-
NYA
AKUNTABILITAS KINERJA KUALITAS
PELAYANAN
PUBLIK
PENATAAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
35
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Sebagai bagaian dari BPOM, Deputi III mendukung pelaksanaan reformasi
Birokrasi oleh Badan POM dalam semua area perubahan dalam rangka Reformasi
Birokrasi yang meliputi : (a) Penataan dan Penguatan Struktur Organisasi; (b) Penataan
Tatalaksana; (c) Penataan Peraturan perundang-undangan dan Penegakan Hukum; (d)
Penguatan Akuntabilitas Kinerja; (e) Penguatan Pengawasan; (f) Penataan Sistem
Manajemen SDM Aparatur; (g) Peningkatan Pelayanan Publik; (h) Manajemen Perubahan.
b. Penataan Tatalaksana
BPOM berkomitmen untuk melindungi masyarakat dari Obat dan Makanan yang
berisiko terhadap kesehatan dan secara terus-menerus meningkatkan pengawasan serta
memberikan pelayanan kepada seluruh pemangku kepentingan. Komitmen BPOM
tersebut dilakukan melalui penerapan sistem mutu secara konsisten dan ditingkatkan
secara berkelanjutan yang dibuktikan dengan pemenuhan atau perolehan Quality
Management System ISO 9001:2008; Akreditasi Laboratorium IEC 17025:2005; PIC/S
Quality System Requirement for Pharmateucal Inspectorate (PI 0023), OHSAS 18001:2007;
ISO 27001:2013 Information Security Management System; WHO Quality System
Requirement for National GMP Inspectorates (TRS 902 Annex 8, 2002); dan Persyaratan
Akreditasi Pranata Penelitian dan Pengembangan untuk sistem riset dan pengembangan
(KNAPPP02:2007).
36
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Upaya untuk meningkatkan kualitas kinerja juga dilakukan melalui penerapan e-
government atau penggunaan teknologi informasi di lingkungan BPOM, di antaranya
pendaftaran produk (pangan, obat, obat tradisional) dan berbagai penyelenggaraan
manajemen pemerintahan lainnya yang dilakukan secara elektronik serta keterbukaan
informasi publik bagi masyarakat. Berbagai sistem mutu dan pengembangan e-
government yang dapat meningkatkan kinerja BPOM tersebut seyogyanya dapat
diintegrasikan sesuai dengan ruang lingkupnya agar pelaksanaannya dapat dilakukan
secara efektif dan efisien.
37
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Pada level operasional, BPOM telah memiliki Pedoman Pengawasan yang jelas
untuk acuan dalam pengawasan Obat dan Makanan, juga menerbitkan standar mutu
lainnya, seperti standar produksi dan distribusi Obat dan Makanan. Ketersediaan
peraturan perundangan sampai dengan pedoman teknis yang dilegalkan dalam bentuk
Peraturan Kepala BPOM tersebut sangat mendukung penegakan hukum.
e. Penguatan Pengawasan
38
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
efektivitas pengelolaan keuangan negara di lingkungan BPOM termasuk Deputi III serta
menghindari tingkat penyalahgunaan wewenang.
Pengawasan yang dilakukan BPOM termasuk Deputi III antara lain melalui
kebijakan penanganan gratifikasi, penerapan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah
(SPIP), pengelolaan pengaduan masyarakat, implementasi whistle-blowing system,
penanganan benturan kepentingan, pembangunan zona integritas menuju Wilayah Bebas
dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM), dan
pendayagunaan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dalam perencanaan dan
penganggaran.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal, upaya pengawasan yang dilakukan
tersebut masih perlu dievaluasi agar dapat ditingkatkan pelaksanaannya. Salah satu hal
yang dapat dilakukan adalah penguatan peran APIP dan unit pengawas fungsional
(Inspektorat) sebagai internal-consultant yang melaksanakan fungsi pembinaan,
penataan, pengawasan, dan pentaatan dengan dukungan SDM yang memadai secara
kualitas dan kuantitas serta berfokus pada pemeriksaan kinerja berbasis risiko untuk
mencegah potensi kesalahan yang mengganggu efektivitas pencapaian sasaran organisasi
dan dapat menimbulkan kerugian negara.
39
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Pengembangan pegawai yang dilakukan BPOM berbasis kompetensi yang
selanjutnya capaian penilaian kinerja individu pegawai akan dijadikan dasar untuk
pemberian tunjangan kinerja. Hal ini diimbangi dengan penegakan aturan disiplin dan
kode etik serta pemberian sanksi. Seluruh aktivitas manajemen SDM tersebut didukung
oleh sistem informasi kepegawaian.
Kualitas SDM Deputi III terus ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan dan tingkat
kompetensinya untuk mendukung capaian kinerja yang telah ditetapkan. Dari sisi
kuantitas SDM Deputi III belum mencukupi kebutuhan untuk menjalankan tugas dan
fungsinya..
40
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
seyogyanya dapat diintegrasikan sesuai dengan ruang lingkupnya agar pelaksanaannya
dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
Secara khusus sasaran yang akan dicapai dari proses reformasi birokrasi pada
aspek pelayanan publik yang akan dilakukan di Badan POM adalah mengedepankan ke
empat belas aspek pelayanan serta mampu memberikan tingkat kepuasan masyarakat
yang tinggi sehingga didapat kepercayaan publik pada Badan POM.
41
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Deputi III berupaya agar terjadi perbaikan terus menerus pada pelayanan publik
yang dilakukan. Upaya yang telah dilakukan bahkan jauh sebelum arus utama reformasi
birokrasi mengemuka adalah melaksanakan sistem pelayanan satu atap, upaya perbaikan
yang akan dilakukan adalah single sign on serta upaya pelayanan registrasi online dan
percepatan pelayanan. Deputi III sebagai salah satu eselon I pemberi pelayanan publik
perlu melakukan pembenahan terus menerus sesuai dengan peluang dan tantangan baik
internal maupun eksternal. Hasil survey integritas sektor publik tahun 2009 oleh KPK,
Evaluasi produk sebelum beredar termasuk lima belas unit layanan dengan skor
integritas tertinggi. Standar minimal integritas yang ditetapkan oleh KPK dalam survey
ini sebesar 6,00 dari skala 0 - 10,00, semakin besar nilai semakin baik integritasnya. Hasil
survey integritas sektor publik tahun 2010 oleh KPK untuk layanan pendaftaran MD/ML
Badan POM termasuk 10 (sepuluh) teratas unit layanan dengan nilai integritas 7,48
sedangkan untuk perizinan ekspor/impor yang termasuk dalam kategori makanan dan
obat-obatan memiliki nilai integritas 7,13.
Pada area perubahan peningkatan kualitas pelayanan publik sasaran yang harus
dicapai oleh Deputi III meliputi:
1. Meningkatnya kualitas pelayanan publik kepada masyarakat (lebih cepat, lebih aman,
lebih mudah dijangkau, lebih murah) dengan indikatornya adalah pelayanan publik
murah, terjangkau, cepat dan aman. Capaian yang telah dilaksanakan antara lain
menerapkan dan mengembangkan pendaftaran pangan secara online (e-registration),
notifikasi dan e-payment serta penerapan SKI paperless sehingga mendukung
efisiensi dan efektivitas sistem NSW dan diharapkan pelayanan akan semakin cepat,
efisien, efektif dan lebih transparan.
2. Meningkatnya Indeks Kepuasan Masyarakat
42
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Kompetisi ini bertujuan untuk lebih mendorong dan mengapresiasi unit layanan publik
yang memiliki keinginan kuat untuk melakukan peningkatan kualitas layanan publik.
Peserta dalam kompetisi ini terdiri dari 62 unit layanan publik yang berasal dari 34
Kementerian/Lembaga. Keikutsertaan dalam Kompetisi Layanan Publik OGI ini sejalan
dengan Reformasi Birokrasi BPOM RI, dimana “Pelayanan Publik” merupakan salah satu
dari 8 area perubahan. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan berhasil mendapat
peringkat ke – 7.
h. Manajemen Perubahan
Secara garis besar, lingkungan strategis yang dihadapi oleh Deputi bidang
pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya diidentifikasi berdasarkan
pengamatan terhadap kondisi internal (strenghts dan weaknesses) dan eksternal
43
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
(opportunities dan threats) organisasi, selanjutnya dilakukan analisa terhadap kekuatan
(strength), kelemahan (weaknesses), kesempatan (opportunities) dan ancaman (threats).
Kekuatan
44
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Kelemahan
Peluang
45
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Peranan industri pangan dalam perkembangan ekonomi nasional
Peningkatan demand pangan
Globalisasi perdagangan MEA, harmonisasi ASEAN dll
Perkembangan teknologi di bidang pangan
Komitmen manajemen untuk bermitra dalam keamanan pangan
Peningkatan tuntutan dan harapan masyarakat terhadap pangan yang aman
Jumlah industri pangan yang berkembang pesat termasuk industri UMKM
Kuatnya dukungan dari stakeholder
Perkembangan regulasi global terkait pangan
Tantangan
46
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Penyakit tidak menular akibat pangan; terkait isu Gula- Garam-Lemak, 1000 Hari
Pertama Kehidupan, Stunting, Kualitas Manula
Masih munculnya Kejadian Luar Biasa (outbreak)
Daya saing IRTP/UMKM masih rendah
Kemampuan telusur produk masih rendah (traceability)
Masih banyaknya pelanggaran di bidang pangan
47
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
BAB II
2.1 VISI
Visi dan Misi Pembangunan Nasional untuk tahun 2105-2019 telah ditetapkan
dalam Peraturan Presiden RI Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Visi pembangunan nasional untuk tahun
2015-2019 adalah “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan
Berkepribadian berlandaskan Gotong Royong”. Upaya untuk mewujudkan visi ini
adalah melalui 7 Misi Pembangunan yaitu:
48
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju dan kuat dan
berbasiskan kepentingan nasional, dan
7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Sejalan dengan visi dan misi pembangunan dalam RPJMN 2015-2019, maka BPOM
telah menetapkan Visi BPOM 2015-2019 yaitu :
Mengingat Deputi III memiliki peran strategis dalam mendukung pencapaian Visi
BPOM, maka Visi Deputi III yang akan dicapai sesuai Renstra periode 2015-2019 adalah
sama dengan Visi BPOM. Diharapkan Deputi III memberikan kontribusi yang signifikan
sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya bagi keberhasilan pencapaian Renstra BPOM
2015-2019 terutama dalam bidang pangan.
Penjelasan Visi:
Proses penjaminan pengawasan Pangan harus melibatkan masyarakat dan
pemangku kepentingan serta dilaksanakan secara akuntabel serta diarahkan untuk
menyelesaikan permasalahan kesehatan yang lebih baik. Sejalan dengan itu, maka
pengertian kata Aman dan Daya Saing adalah sebagai berikut:
Aman : Kemungkinan risiko yang timbul pada penggunaan Pangan telah melalui
analisa dan kajian, sehingga risiko yang mungkin masih timbul adalah
seminimal mungkin/ dapat ditoleransi/tidak membahayakan saat
digunakan pada manusia. Dapat juga diartikan bahwa manfaat pangan
meyakinkan, keamanan memadai, dan mutunya terjamin.
Daya Saing : Kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa yang telah
memenuhi standar, baik standar nasional maupun internasional,
sehingga produk lokal unggul dalam menghadapi pesaing di masa depan.
49
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
2.2 MISI
Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, diperlukan tindakan nyata sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi Deputi III dalam bentuk misi sebagai berikut :
1. Meningkatkan sistem pengawasan pangan berbasis risiko untuk melindungi
masyarakat
Penjelasan Misi :
Deputi III perlu melakukan mitigasi risiko di semua proses bisnis Deputi III,
antara lain pada pengawasan sarana dan produk, Deputi III secara proaktif
50
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
memperkuat pengawasan lebih ke hulu melalui pengawasan importir bahan baku
dan produsen.
Sebagai salah satu pilar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM),
pelaku usaha mempunyai peran yang sangat strategis dalam dalam pengawasan
pangan. Pelaku usaha harus bertanggungjawab memenuhi standar dan persyaratan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku terkait dengan produksi dan distribusi pangan
sehingga menjamin pangan yang diproduksi dan diedarkan aman, bermanfaat dan
bermutu.
Sebagai unit organisasi pengawas, Deputi III harus mampu membina dan
mendorong pelaku usaha untuk dapat memberikan produk pangan yang aman,
bermanfaat dan bermutu. Dengan pembinaan secara berkelanjutan, ke depan
diharapkan pelaku usaha mempunyai kemandirian dalam memberikan jaminan
keamanan pangan.
Era perdagangan bebas telah dihadapi oleh seluruh negara di dunia, termasuk
Indonesia. Sementara itu, kontribusi industri pangan terhadap Pendapatan Nasional
Bruto (PDB) cukup signifikan. Industri pangan, minuman dan tembakau memiliki
kontribusi PDB non migas di tahun 2012 sebesar 36,33 persen, sementara Industri
Kimia dan Farmasi sebesar 12,59 persen (sumber: Laporan Kemenperin 2004-2012).
Perkembangan industri pangan dan minuman dari tahun 2004 sampai dengan 2012
mempunyai tren yang meningkat. Hal ini tentunya merupakan suatu potensi yang
luar biasa untuk industri tersebut berkembang lebih pesat.
51
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Industri dalam negeri harus mampu bersaing baik di pasar dalam maupun luar
negeri. Kemajuan industri pangan secara tidak langsung dipengaruhi dari sistem
serta dukungan regulatory yang mampu diberikan oleh Deputi III. Sehingga Deputi III
berkomitmen untuk mendukung peningkatan daya saing, yaitu melalui jaminan
keamanan, manfaat dan mutu pangan.
Masyarakat sebagai konsumen juga mempunyai peran yang sangat strategis
dalam pengawasan pangan. Sebagai salah satu pilar pengawasan pangan, masyarakat
diharapkan dapat memilih dan menggunakan pangan yang memenuhi standar, dan
diberi kemudahan akses informasi dan komunikasi terkait pangan. Untuk itu, Deputi
III melakukan berbagai upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat dalam mendukung pengawasan melalui kegiatan Pemberdayaan,
Komunikasi, Informasi dan Edukasi kepada masyarakat, serta kemitraan dengan
pemangku kepentingan lainnya sehingga mampu melindungi diri sendiri dan
terhindar dari produk pangan yang mengandung bahan berbahaya dan ilegal.
52
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
regulasi, penanganan emerging issue, diskusi antisipasi Harmonisasi ASEAN, dan
pendampingan UMKM perlu terus ditingkatkan intensitas dan kualitasnya.
Meningkatnya pangan yang memenuhi syarat adalah salah satu target Deputi
III. Direncanakan penerapan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) akan
menjadi persyaratan mendasar yang wajib dilaksanakan dan
dipertanggungjawabkan setiap industri pangan agar tidak ditemukan lagi
penggunaan bahan dan proses produksi yang membahayakan kesehatan dan higiene
sanitasi yang buruk, termasuk dengan pendekatan Hazard Analysis and Critical
Control Point (HACCP) untuk tindakan pencegahan sehingga tingkat kepercayaan
terhadap keamanan dan kualitas pangan di Indonesia meningkat.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Deputi III tidak dapat berjalan sendiri,
sehingga diperlukan kerjasama atau kemitraan dengan pemangku kepentingan
lainnya. Dalam era otonomi daerah, khususnya terkait dengan bidang kesehatan,
peran daerah dalam menyusun perencanaan pembangunan serta kebijakan
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pencapaian tujuan nasional di
bidang kesehatan. Pengawasan Pangan bersifat unik karena tersentralisasi, yaitu
dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Pusat dan diselenggarakan oleh Balai di
seluruh Indonesia. Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri dalam pelaksanaan
tugas pengawasan, karena kebijakan yang diambil harus bersinergi dengan kebijakan
53
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
dari Pemerintah Daerah sehingga pengawasan dapat berjalan dengan efektif dan
efisien.
Untuk mendorong misi pertama dan kedua, diperlukan sumber daya yang
memadai dalam mencapai kapasitas kelembagaan yang kuat. Hal ini membutuhkan
sumber daya yang merupakan modal penggerak organisasi. Sumber daya dalam hal
ini terutama terkait dengan sumber daya manusia dan sarana-prasarana penunjang
kinerja. Ketersediaan sumber daya yang terbatas baik jumlah dan kualitasnya,
menuntut Deputi III harus mampu mengelola sumber daya tersebut seoptimal
mungkin agar dapat mendukung terwujudnya sasaran program dan kegiatan yang
telah ditetapkan. Pada akhirnya, pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien
menjadi sangat penting untuk diperhatikan oleh seluruh elemen organisasi.
Di samping itu, Deputi III untuk melaksanakan tugas tertentu tidak hanya
bersifat teknis semata (techno structure), namun juga melaksanakan fungsi
pengaturan (regulating), pelaksana (executing), dan pemberdayaan (empowering).
Untuk itu, diperlukan penguatan kelembagaan/organisasi. Kelembagaan tersebut
meliputi struktur yang kaya dengan fungsi, proses bisnis yang tertata dan efektif,
serta budaya kerja yang sesuai dengan nilai organisasi.
Misi Deputi III diadaptasi dari misi BPOM yang merupakan langkah utama yang
disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi BPOM. Pengawasan pre- dan post-market
yang berstandar internasional diterapkan dalam rangka memperkuat Deputi III
menghadapi tantangan globalisasi. Dengan penjaminan mutu produk pangan yang
konsisten, yaitu memenuhi standar aman, bermanfaat dan bermutu, diharapkan Deputi
III mampu melindungi masyarakat dengan optimal.
Dari segi organisasi, Deputi III perlu meningkatkan kualitas kinerja dengan tetap
mempertahankan sistem manajemen mutu dan prinsip organisasi pembelajar (learning
organization). Untuk mendukung itu, maka Deputi III perlu untuk memperkuat
54
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
koordinasi internal dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia serta saling
bertukar informasi (knowledge sharing).
Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang diyakini dan harus dihayati
dan diamalkan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan tugasnya. Nilai-nilai
luhur yang hidup dan tumbuh-kembang dalam organisasi menjadi semangat bagi seluruh
anggota organisasi dalam berkarsa dan berkarya, adalah:
1. Profesional
Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan dan
komitmen yang tinggi.
2. Integritas
konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai
luhur dan keyakinan
3. Kredibilitas
Dapat dipercaya, dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional.
4. Kerjasama Tim
Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik.
5. Inovatif
Mampu melakukan pembaruan dan inovasi-inovasi sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi terkini.
6. Responsif/Cepat Tanggap
Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah.
2.4 TUJUAN
Untuk mewujudkan Visi dan melaksanakan Misi di atas, Deputi III menetapkan 2
(dua) tujuan yang akan dicapai Deputi III dalam kurun waktu 2015-2019 adalah sebagai
berikut:
55
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
1. Meningkatnya jaminan produk pangan aman, bermanfaat, dan bermutu dalam rangka
meningkatkan kesehatan masyarakat;
2. Meningkatnya daya saing pangan di pasar lokal dan global dengan menjamin mutu
dan mendukung inovasi.
Tujuan pertama adalah sesuai dengan tugas pokok Deputi III sebagaimana
diamanatkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, Deputi III
diharapkan mampu melakukan tugasnya sehingga dapat memberikan jaminan bagi
masyarakat atas tersedianya pangan olahan yanag memenuhi persyaratan keamanan,
mutu dan gizi dalam rangka meningkatkan status kesehatan masyarakat Indonesia.
Ukuran keberhasilan atau indikator kinerja untuk kedua tujuan tersebut di atas,
dijelaskan dalam bagian Sasaran Strategis.
Sasaran strategis ini disusun berdasarkan visi dan misi yang ingin dicapai Deputi
III, dengan mempertimbangkan perubahan lingkungan strategis, tantangan masa depan
dan sumber daya serta infrastruktur yang dimiliki.
Sasaran strategis Deputi III dalam kurun waktu 5 (lima) tahun ke depan (2015-
2019) adalah sebagai berikut:
56
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
1. Menguatnya Sistem Pengawasan Makanan
Pangan yang menjadi obyek pengawasan Deputi III merupakan komoditi yang
dikonsumsi setiap hari oleh masyarakat baik yang sehat maupun sakit, dengan
berbagai golongan dan strata masyarakat dalam berbagai kesempatan. Oleh karena
itu maka pengawasan terhadap pangan menjadi hal yang mutlak dilakukan oleh
Pemerintah dalam hal ini Deputi III dengan sistem yang menyeluruh dan
komprehensif untuk mengurangi kemungkinan dampak negatif atau merugikan bagi
masyarakat sebagai konsumen. Dalam konteks ini, pengawasan tidak dapat
dilakukan secara parsial hanya pada produk akhir yang beredar di masyarakat. Pada
seluruh mata rantai pengawasan tersebut, harus ada sistem yang dapat mendeteksi
secara dini jika terjadi degradasi mutu, produk sub standar dan hal-hal lain untuk
dilakukan pengamanan sebelum merugikan konsumen/masyarakat.
Sistem pengawasan pangan yang diselenggarakan oleh Deputi III merupakan suatu
proses yang komprehensif, mencakup pengawasan pre-market dan post-market.
Ruang lingkup pengawasan pangan meliputi :
1. Standardisasi
Fungsi standardisasi meliputi penyusunan standar, regulasi, dan kebijakan
terkait dengan pengawasan pangan. Standardisasi pangan dilakukan secara
terpusat dengan maksud untuk menghindari perbedaan standar dan kualitas
produk yang dihasilkan oleh masing-masing daerah apabila setiap provinsi
membuat standar tersendiri.
57
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
2. Penilaian (pre-market evaluation)
Penilaian pangan merupakan proses evaluasi terhadap pangan olahan yang
dilakukan dalam rangka penerbitan izin edar / persetujuan pendaftaran. Izin
edar/persetujuan pendaftaran pangan olahan diterbitkan apabila berdasarkan
hasil penilaian terhadap aspek keamanan, mutu, gizi serta informasi pada label
telah memenuhi persyaratan sesuai ketentuan perundang-undangan. Penilaian
dilakukan terpusat dan terstandar dengan sistem elektonik berbasis web
sehingga memudahkan pelaku usaha untuk menyampaikan permohonan
pendaftaran dan memudahkan petugas untuk melakukan proses penilaian. Izin
edar / persetujuan pendaftaran pangan olahan berlaku secara nasional.
3. Pengawasan setelah beredar (post-market control)
Pengawasan produk di peredaran dilakukan untuk melihat konsistensi mutu
produk, keamanan dan informasi produk yang dilakukan dengan melakukan
sampling produk pangan yang beredar, pemeriksaan sarana produksi dan
distribusi, pengawasan label dan monitoring iklan. Pengawasan post-market
dilakukan secara nasional dan terpadu, konsisten, dan terstandar. Pelaksanaan
pengawasan ini melibatkan petugas Balai Besar/Balai POM di 33 provinsi
termasuk wilayah yang sulit terjangkau dan daerah perbatasan yang dilakukan
oleh Pos Pengawasan Obat dan Makanan (Pos POM).
Sampling produk pangan beredar dilakukan secara terencana berbasis risiko.
Disamping pengawasan yang terencana dan rutin, pengambilan sampel juga
dapat dilakukan sewaktu waktu jika diperlukan misalnya dalam rangka
intensifikasi atau terjadinya kasus akibat pangan di peredaran.
4. Pengujian laboratorium
Produk pangan yang disampling kemudian diuji di laboratorium untuk melihat
konsistensi kesesuaian dan pemenuhan terhadap persyaratan keamanan,
manfaat dan mutu produk di peredaran. Hasil uji laboratorium ini merupakan
dasar ilmiah yang digunakan sebagai alat bukti untuk menetapkan sanksi, jika
58
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
terjadi pelanggaran atau ketidak sesuaian terhadap persyaratan, sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
5. Penegakan hukum
Penegakan hukum di bidang pangan didasarkan pada bukti hasil pengujian,
pemeriksaan, maupun investigasi awal. Sanksi hukum yang dapat diberikan
terhadap pelanggaran di bidang pangan meliputi sanksi administratif (seperti
larangan untuk diedarkan, penarikan dari peredaran, pencabutan izin edar,
pengamanan dan pemusnahan) serta sanksi pidana.
Prinsip ini sudah sejalan dengan kaidah-kaidah dan fungsi-fungsi pengawasan full
spectrum di bidang pangan yang berlaku secara internasional. Diharapkan melalui
pelaksanaan pengawasan pre-market dan post-market yang profesional dan
independen akan dihasilkan produk pangan yang aman, dan bermanfaat dan
bermutu.
Untuk mengukur capaian sasaran strategis ini, ditetapkan indikator dan target
sebagai berikut:
“Persentase makanan yang memenuhi syarat, dengan target 90,1% pada
akhir 2019.”
59
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
lembaga. Peranan masing-masing pilar pengawasan sangat penting dalam
pelaksanaan fungsi pengawasan pangan.
Pengawasan oleh pelaku usaha seyogyanya dilakukan sejak dari hulu sampai hilir,
dimulai dari pemeriksaan bahan baku, proses produksi, distribusi hingga produk
tersebut dikonsumsi oleh masyarakat. Pelaku usaha mempunyai peran dalam
memberikan jaminan produk pangan yang memenuhi syarat (aman, bermanfaat dan
bermutu) melalui proses produksi yang sesuai dengan ketentuan.
Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengawasan pangan, pelaku
usaha perlu memiliki kemampuan teknis dan finansial untuk mengembangkan dan
memelihara sistem manajemen risiko secara mandiri.
Pemerintah dalam hal ini Deputi III Badan POM bertugas dalam menyusun kebijakan
dan regulasi terkait persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha dan industri
pangan didorong untuk menerapkan Risk Management Program. Dengan demikian,
diharapkan kemandirian pelaku usaha tersebut dapat berkontribusi secara nyata
terhadap peningkatan daya saing produk pangan di pasar lokal, regional maupun
global.
Tanpa meninggalkan tugas utama di bidang pengawasan, Deputi III berupaya
memberikan dukungan kepada pelaku usaha dalam upaya pemenuhan persyaratan
yang ditetapkan melalui pemberian insentif, clearing house, dan pendampingan
regulatory.
Terkait dengan subsistem pengawasan pangan oleh masyarakat sebagai konsumen,
perlu diciptakan kondisi masyarakat yang memiliki tingkat kesadaran yang tinggi
terhadap pentingnya pangan yang aman, bermutu dan bergizi. Masyarakat harus
lebih cerdas dalam memilih dan mengkonsumsi pangan yang aman, bermanfaat dan
bermutu. Upaya peningkatan kesadaran masyarakat tersebut dilakukan oleh Deputi
III melalui kegiatan pembinaan dan bimbingan melalui Komunikasi, layanan
Informasi, dan Edukasi (KIE). Apabila masyarakat sudah cerdas dalam memilih dan
menentukan pangan yang sesuai untuk dikonsumsinya, akan berdampak secara
nyata terhadap pelaku usaha untuk memproduksi dan mengedarkan produk pangan
60
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
yang memenuhi ketentuan serta bersaing dengan jujur dan bertanggung jawab
dalam mempromosikan produknya.
Untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategis ini, maka ditetapkan
indikator dan target sebagai berikut:
“Persentase industri pangan olahan yang mandiri dalam rangka menjamin
keamanan pangan, dengan target kumulatif 11% industri pangan olahan
pada tahun 2019”
Ringkasan Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Deputi III
periode 2015-2019 sesuai dengan penjelasan di atas, adalah sebagai berikut :
SASARAN INDIKATOR
VISI MISI TUJUAN
STRATEGIS KINERJA
Makanan Meningkat kan Meningkatnya Menguatnya Persentase
Aman sistem pengawasan jaminan produk Sistem makanan yang
Meningkatkan pangan berbasis pangan aman, Pengawasan memenuhi
Kesehatan risiko untuk bermanfaat, dan Makanan syarat
Masyarakat melindungi bermutu dalam
dan Daya Saing masyarakat rangka
Bangsa meningkatkan
kesehatan
masyarakat
Mendorong Meningkatnya Meningkatnya Persentase
kemandirian pelaku daya saing pangan kemandirian industri
usaha dalam di pasar lokal dan pelaku usaha, pangan olahan
memberikan global dengan kemitraan yang mandiri
jaminan keamanan menjamin mutu dengan dalam rangka
pangan serta dan mendu kung pemangku menjamin
memper kuat inovasi kepentingan, dan keamanan
kemitraan dengan partisipasi pangan;
pemangku masyarakat
kepentingan
Tabel 7. Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Deputi III periode
2015-2019
61
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Dari indikator kinerja tersebut di atas, ditetapkan Indikator Kinerja Utama Deputi III
adalah :
62
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
BAB III
61
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
dijabarkan juga oleh BB/Balai POM di daerah dalam perencanaan pengawasan Obat
dan Makanan di catchment area-nya.
Selain itu, penguatan sistem pengawasan Obat dan Makanan juga didorong untuk
meningkatkan perlindungan kepada kelompok rentan meliputi balita, anak usia
sekolah, dan penduduk miskin. Pada pengawasan Obat, hal ini dilakukan antara lain
melalui pengawasan keamanan, khasiat, dan mutu vaksin serta Obat Program JKN.
Pada pengawasan pangan, kelompok rentan ini bahkan telah diidentifikasi
mencakup bayi, orang sakit, ibu hamil, orang dengan immunocompromised, dan
manula. Pengawasan ini dilakukan antara lain melalui pengawasan pangan berisiko
tinggi (seperti susu formula dan produk kaleng), pengawasan Pangan Jajanan Anak
Sekolah, dan pengawasan pangan fortifikasi.
2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan dalam rangka mendorong kemandirian
pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan dan daya saing produk Obat
dan Makanan
Sejalan dengan Revolusi Mental, diharapkan BPOM dapat meningkatkan
kemandirian ekonomi utamanya daya saing Obat dan Makanan. Pendekatan dalam
kebijakan ini meliputi antara lain penerapan Risk Management Program secara
mandiri dan terus menerus oleh produsen Obat dan Makanan. Ketersediaan tenaga
pengawas merupakan tanggung jawab produsen. Namun BPOM perlu memfasilitasi
pemenuhan kualitas sumber daya pengawas tersebut melalui pembinaan dan
bimbingan, pelatihan, maupun media informasi, serta verifikasi kemandirian
tersebut.
3) Peningkatan Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik melalui
kemitraan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan
Obat dan Makanan
Menyadari keterbatasan BPOM, baik dari sisi kelembagaan maupun sumber daya
yang tersedia (SDM maupun pembiayaan), maka kerjasama kemitraan dan
partisipasi masyarakat adalah elemen kunci yang harus dipastikan oleh BPOM
dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan. Di sisi lain,
62
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
tanggung jawab pengawasan Obat dan Makanan (walau mandat konstitusionalnya
ada di BPOM) ini mestinya tidak hanya melekat dan menjadi monopoli BPOM, tapi
pemerintah daerah dan masyarakat juga dituntut untuk ikut andil dan terlibat aktif
dalam pelaksanaan pengawasan tersebut. Dalam hal ini BPOM mestinya jeli dan
proaktif dalam mendorong kerjasama dan kemitraan dengan melibatkan berbagai
kelompok kepentingan dalam dan luar negeri, baik dari unsur pemerintah, pelaku
usaha (khususnya Obat dan Makanan), asosiasi pihak universitas/akademisi, media
dan organisasi masyarakat sipil terkait lainnya, dalam upaya memastikan bahwa
Obat dan Makanan yang beredar di masyarakat itu aman untuk dikonsumsi.
Bentuk draft dan model kerjasama/kemitraan itu juga harus dirancang dengan
fleksibel, tapi tetap mengikat dan dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat dalam
kerjasama, serta berkelanjutan dengan terpantau.
Kebijakan ini juga dapat difokuskan pada memaksimalkan Komunikasi, Informasi
dan Edukasi publik sebagai upaya strategis dalam pengawasan Obat dan Makanan.
Dalam hal ini, yang harus dipastikan bahwa materi KIE itu harus distandarkan,
memiliki muatan informatif dan jelas menguraikan pesan yang dikampanyekan,
serta mampu menjangkau khalayak yang ingin disapa oleh BPOM tersebut
(misalnya memanfaatkan berbagai media sosial).
4) Penguatan kapasitas kelembagaan pengawasan OM melalui penataan struktur yang
kaya dengan fungsi, proses bisnis yang tertata dan efektif, budaya kerja yang sesuai
dengan nilai organisasi serta pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien.
Kebijakan ini mengarahkan pada pengelolaan sumber daya internal secara efektif
dan efisien, dengan fokus pada 8 (delapan) area reformasi birokrasi untuk
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan
terpercaya. Pengelolaan persediaan, penataan aset, penguatan kapasitas
laboratorium, penguatan sistem informasi teknologi untuk mendukung pelayanan
publik, pengembangan SIPT sebagai aplikasi knowledge base dalam mendukung risk
based control, penguatan sistem perencanaan dan penganggaran, serta
implementasi keuangan berbasis akrual perlu menjadi penekanan/agenda prioritas.
63
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Dalam upaya meraih WTP, selain memelihara komitmen dan integritas pimpinan,
para pengelola keuangan, dan pelaksana kegiatan, perlu juga dilakukan strategi dan
upaya penguatan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), penguatan
perencanaan dan penganggaran, peningkatan kualitas laporan keuangan (LK),
peningkatan kualitas proses pengadaan Barang dan Jasa, pembenahan
penatausahaan BMN (aset tetap dan persediaan), penguatan monitoring dan
evaluasi, peningkatan kualitas pengawasan dan reviu LK, serta percepatan
penyelesaian tindak lanjut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).
Terkait perencanaan dan penganggaran, sesuai tuntutan suprasistem, BPOM perlu
mengubah data elektronisasi menjadi data bentuk peta (spasial) dapat diakses
secara online dan real time yaitu berupa data-data kondisi (misalnya peta
penyebaran sarana produksi & sarana distribusi Obat dan Makanan), peta capaian
hasil kinerja pengawasan (misalnya peta hasil pengujian laboratorium, penyelesaian
kasus, dan sebagainya). Selain itu data-data perlu diolah dan dilakukan analisis
kesenjangan kinerja pengawasan antar wilayah sehingga dapat menjadi input
dalam pelaksanaan program pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko.
Selain memberi arah penguatan ke dalam institusi BPOM, kebijakan ini perlu
disertai dengan strategi dan upaya peningkatan kerjasama dan komunikasi ke pihak
eksternal yang strategis.
64
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Internal:
Strategi eksternal lebih ditekankan pada aspek kerjasama dan kemitraan dengan
lintas sektor dan lembaga (pemerintah, dunia usaha dan kelompok masyarak sipil).
Mengingat begitu kompleksnya tantangan dari lingkungan strategis baik internal
maupun eskternal seperti yang diuraikan pada Bab I tersebut di atas, maka dengan
sendirinya menuntut penyesuaian-penyesuaian dalam mekanisme internal organisasi
dan kelembagaan BPOM sendiri. Sedangkan strategi internal lebih difokuskan pada
pembenahan internal organisasi dan kelembagaan serta sumber daya pegawai BPOM
sendiri. Poin penting yang harus diperhatikan di sini adalah soal SDM pegawai, karena
kunci keberhasilan sebuah lembaga sangat ditentukan dari kualitas SDM-nya.
Agar pembangunan pengawasan Obat dan Makanan menjadi tajam dan terarah,
arah kebijakan dan strategi tersebut harus dijabarkan pada perencanaan tahunan
dengan penekanan sesuai isu nasional terkini (penjabaran tahunan Nawacita) dan atau
mengacu alternatif penekanan sebagai berikut :
– Tahun 2016 :
Mendorong penguatan kelembagaan dan Pengembangan program strategis dalam
pengawasan Obat dan Makanan serta memaksimalkan fungsi pelayanan publik.
(Dalam hal ini Penguatan Laboratorium, Sistem IT dan Dukungan Sarana Prasarana
menjadi pra syarat yang harus dipenuhi)
65
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
– Tahun 2017 :
Penguatan regulasi di bidang pengawasan Obat dan Makanan termasuk Pelaksanaan
Regulatory Impact Analysis, Penguatan sistem data pre dan post terintegrasi antara
pusat dan daerah (sistem pemeriksaan penyidikan dan pengujian), dan Penguatan
Kapasitas dan Kapabilitas Laboratorium Pengawasan Obat dan Makanan untuk
memaksimalkan Fungsi Penegakan Hukum.
– Tahun 2018 :
Penguatan dalam penegakan hukum di bidang pengawasan Obat dan Makanan
didukung dengan analisis dampak efektifitas pengawasan secara ekonomi dan sosial
untuk mendukung pencapaian pembangunan nasional. (Dalam hal ini economic
burden akibat pengawasan Obat dan Makanan yang tidak efektif akan menjadi beban
pemerintah secara nasional).
– Tahun 2019 :
Percepatan pengawasan Obat dan Makanan serta evaluasi program (Renstra 2015-
2019) dalam rangka peningkatan kinerja pengawasan Obat dan Makanan periode
berikutnya.
Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai lembaga pengawasan Obat
dan Makanan tersebut, BPOM menetapkan program-programnya sesuai RPJMN periode
2015-2019, yaitu program utama (teknis) dan program pendukung (generik), sebagai
berikut:
a. Program Teknis
Program Pengawasan Obat dan Makanan
Program ini dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas utama Badan
Pengawasan Obat dan Makanan dalam menghasilkan standardisasi dalam
pemenuhan mutu, keamanan dan manfaat Obat dan Makanan melalui serangkaian
kegiatan penetapan standar pengawasan, penilaian Obat dan Makanan sesuai
standar, pengawasan terhadap sarana produksi, pengawasan terhadap sarana
66
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
distribusi, sampling dan pengujian Obat dan Makanan beredar, penegakan hukum,
serta pembinaan dan bimbingan kepada pemangku kepentingan.
b. Program Generik
1) Program generik 1. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas
Teknis lainnya.
2) Program generik 2. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana BPOM.
67
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
2) Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Badan Pengawas Obat dan
Makanan;
3) Pengadaan, Pemeliharaan dan Pembinaan Pengelolaan, serta Peningkatan Sarana
dan Prasarana Penunjang Aparatur BPOM;
4) Peningkatan Kompetensi Aparatur BPOM;
5) Peningkatan kualitas produk hukum, serta Layanan Pengaduan Konsumen dan
Hubungan Masyarakat.
68
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Nawa Cita 5 : Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia
Program prioritas:
1. Revitalisasi Pengawasan Pangan Fortifikasi
2. Kontribusi Badan POM dalam Perlindungan Kesehatan Anak Sekolah
(PJAS)
Uraian Program Prioritas dan Kegiatan di Deputi III yang terkait dengan masing-masing
Nawacita diuraikan pada Tabel 9.
69
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Nawa Cita Program Prioritas Kegiatan Prioritas
produktivitas pasar aman bahan Implementasi Pasar Aman dari
rakyat dan daya berbahaya (mendukung Bahan Berbahaya
saing di pasar 5000 pasar tradisional)
internasional Intensifikasi Pengawasan Perkuatan pengawasan pangan
Produk Impor Ilegal ilegal
7 Mewujudkan Penguatan UMKM Forum koordinasi dalam
kemandirian Pangan pembinaan dan pemberdayaan
ekonomi dengan UMKM diantara K/L
menggerakan Pendampingan UMKM untuk
sektor-sektor pemenuhan persyaratan mutu dan
strategis keamanan pangan (CPPOB
ekonomi pelabelan pangan dan penggunaan
domestik BTP)
Perkuatan Gerakan Bulan Keamanan Pangan
Keamanan Pangan Desa Perkuatan kapasitas desa
Pemberdayaan komunitas desa
Tabel 9. Program Prioritas dan Kegiatan di Deputi III yang mendukung Nawacita
Dalam Sasaran Pokok RPJMN 2015-2019, Badan POM dalam hal ini Deputi III
termasuk dalam 2 (dua) bidang yaitu :
1) Bidang Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama – Sub bidang Kesehatan dan Gizi
Masyarakat,
Fokus pada pembangunan sub bidang kesehatan dan Sumber Daya Manusia,
tantangan ke depan adalah meningkatkan upaya promotif dan preventif, yang
mencakup:
– peningkatan kesehatan keluarga melalui pangan yang aman,
– perbaikan gizi (spesifik dan sensitif),
– peningkatan pengawasan pangan
– peningkatan akses pangan yang aman, serta
– peningkatan dan pemeliharaan kompetensi SDM di bidang keamanan pangan.
70
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Pada matriks Bidang Pembangunan Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama,
terdapat 3 (tiga) program lintas di bawah koordinasi Menteri Koordinator
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) yang melibatkan Deputi III, yaitu:
a. Program Lintas Percepatan Perbaikan Gizi Masyarakat,
Program ini terdiri atas 12 Program di 11 K/L termasuk Program Pengawasan
Obat dan Makanan yang dilaksanakan melalui 3 (tiga) kegiatan dan diukur
dengan ukuran 1 (satu) indikator kinerja program (IKP) dan 5 (lima) indikator
kinerja kegiatan (IKK), sebagaimana diuraikan dalam Tabel 10.
71
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Kode Program/Kegiatan Indikator
1.2 Program Pengawasan Pangan Persentase pangan yang memenuhi syarat
3.4.2 Inspeksi dan Sertifikasi Jumlah inspeksi sarana produksi dan
Pangan distribusi pangan yang dilakukan dalam
rangka pendalaman mutu dan sertifikasi
Persentase penyelesaian tindak lanjut
pengawasan mutu dan keamanan produk
pangan
Persentase industri pangan olahan yang
mandiri dalam rangka menjamin
keamanan pangan
3.4.7 Penyusunan Standar Pangan Jumlah Standar Pangan yang disusun
1.2.1 Pengawasan Produk dan Persentase sarana distribusi yang
Bahan Berbahaya menyalurkan bahan berbahaya sesuai
ketentuan
Persentase kemasan pangan yang
memenuhi syarat keamanan
Jumlah pasar yang diintervensi menjadi
pasar aman dari bahan berbahaya
72
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Sasaran pokok ini dilaksanakan melalui 4 kegiatan dengan ukuran 1 (satu) IKP dan
5 IKK, sebagaimana diuraikan dalam Tabel 12.
73
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
6. Perkuatan kapasitas dan kapabilitas pengujian pangan.
74
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
3) Peningkatan koordinasi, kerjasama, komunikasi, informasi dan edukasi
publik melalui kemitraan pemangku kepentingan dan partisipasi
masyarakat dalam pengawasan pangan
Dengan keterbatasannya dari sisi kelembagaan dan sumber daya (SDM dan biaya),
Deputi III memerlukan kerjasama kemitraan dan partisipasi masyarakat dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya dalam pengawasan pangan. Dalam hal ini
Deputi III harus proaktif dalam meningkatkan kerjasama dan kemitraan dengan
melibatkan berbagai kelompok kepentingan dalam dan luar negeri, baik dari unsur
pemerintah, pelaku usaha, asosiasi pihak universitas/akademisi, media dan
organisasi masyarakat sipil terkait lainnya, dalam upaya memastikan bahwa
pangan yang beredar di masyarakat itu aman untuk dikonsumsi. Bentuk
kerjasama/kemitraan harus dirancang dengan fleksibel, namun tetap mengikat
dan dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat dalam kerjasama, serta terpantau dan
berkelanjutan.
Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik merupakan salah satu upaya yang
strategis dalam pengawasan pangan. Dalam hal ini, yang harus dipastikan bahwa
materi KIE itu harus distandarkan, memiliki muatan informatif dan jelas
menguraikan pesan yang dikampanyekan, serta mampu menjangkau khalayak
yang ingin dituju. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan berbagai media
sosial yang ada.
75
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
laboratorium, penguatan sistem informasi teknologi untuk mendukung pelayanan
publik, pengembangan SIPT sebagai aplikasi knowledge base dalam mendukung
risk based control, penguatan sistem perencanaan dan penganggaran, serta
implementasi keuangan berbasis akrual perlu menjadi penekanan/agenda
prioritas.
Dalam upaya meraih WTP, selain memelihara komitmen dan integritas pimpinan,
para pengelola keuangan, dan pelaksana kegiatan, perlu juga dilakukan strategi
dan upaya penguatan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), penguatan
perencanaan dan penganggaran, peningkatan kualitas laporan keuangan (LK),
peningkatan kualitas proses pengadaan Barang dan Jasa, pembenahan
penatausahaan BMN (aset tetap dan persediaan), penguatan monitoring dan
evaluasi, peningkatan kualitas pengawasan dan reviu LK, serta percepatan
penyelesaian tindak lanjut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).
Terkait perencanaan dan penganggaran, sesuai tuntutan suprasistem, Deputi III
perlu mengubah data elektronisasi menjadi data bentuk peta (spasial) dapat
diakses secara online dan real time yaitu berupa data-data kondisi (misalnya peta
penyebaran sarana produksi & sarana distribusi pangan), peta capaian hasil
kinerja pengawasan (misalnya peta hasil pengujian laboratorium, penyelesaian
kasus, dan sebagainya). Selain itu data-data perlu diolah dan dilakukan analisis
kesenjangan kinerja pengawasan antar wilayah sehingga dapat menjadi input
dalam pelaksanaan program pengawasan pangan berbasis risiko.
Selain memberi arah penguatan ke dalam institusi Deputi III, kebijakan ini perlu
disertai dengan strategi dan upaya peningkatan kerjasama dan komunikasi ke
pihak eksternal yang strategis.
76
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Sedangkan strategi yang akan dilaksanakan mencakup eksternal dan internal:
Eksternal:
1. Perkuatan kemitraan dengan lintas sektor terkait pengawasan pangan;
2. Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi
(KIE) kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang pangan;
Internal:
1. Perkuatan regulatory system pengawasan pangan berbasis risiko;
2. Membangun manajemen kinerja dari kinerja lembaga hingga kinerja
individu/pegawai;
3. Mengelola anggaran secara lebih efisien, efektif dan akuntabel serta diarahkan untuk
mendorong peningkatan kinerja lembaga dan pegawai;
4. Meningkatkan kapasitas SDM di Deputi III secara lebih proporsional dan akuntabel;
5. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung maupun utama dalam
mendukung tugas pengawasan pangan, termasuk pemanfaatan teknologi informasi.
Strategi eksternal lebih ditekankan pada aspek kerjasama dan kemitraan dengan
lintas sektor dan lembaga (pemerintah, dunia usaha dan kelompok masyarak sipil).
Adapun kerjasama dan kemitraan yang telah dibangun Kedeputian Bidang Pengawasan
Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya dalam rangka penguatan kemitraan dengan
lintas sektor terkait pengawasan pangan, yaitu :
1) Jejaring Keamanan Pangan Nasional (JKPN)
Indonesia telah memiliki Sistem Keamanan Pangan Terpadu yang diwujudkan
melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor 23
tahun 2011 tentang Tim Koordinasi Jejaring Keamanan Pangan Nasional (JKPN).
Subsite JKPN dapat diakses pada http://skpt.pom.go.id.
JKPN membangun kemitraan dan koordinasi di bidang keamanan pangan baik di
pusat maupun di daerah serta mengidentifikasi cara-cara koordinasi yang dapat
membuat instansi di sepanjang rantai suplai pangan dapat melaksanakannya
secara individual, serta bersama-sama, untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.
77
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
JKPN akan memastikan keterlibatan berkelanjutan mitra kerja dari semua
stakeholder di sepanjang rantai suplai pangan termasuk asosiasi industri pangan,
akademi, dan masyarakat untuk memahami dan bertindak atas kemajuan dan
perkembangan sistem pengawasan keamanan pangan nasional dengan pendekatan
pencegahan. Tiga jejaring akan diperkuat pada tingkat pusat yaitu Jaringan
Intelejen Pangan (JIP), Jaringan Pengawasan Pangan (JPP) dan Jaringan Promosi
Keamanan Pangan (JPKN). Pada tingkat daerah, jejaring yang akan diperkuat ialah
JPP dan JPKN, karena JIP akan difokuskan pada tingkat Pusat.
78
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
berbagai pihak dalam rangka melakukan kajian risiko keamanan pangan secara
terintegrasi, dimana hasil kajiannya dikomunikasikan dengan baik kepada para
pengambil kebijakan dan pihak yang berkepentingan. INARAC untuk menjawab
salah satu persyaratan World Trade Organization (WTO) dalam Sanitary Phyto
Sanitary (SPS) Agreement, yaitu sebagai anggota WTO jika komplain atau protes
harus berbasis ilmiah.
79
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
LSP Keamanan Pangan Badan POM RI saat ini telah siap melakukan asesmen
kompetensi untuk tenaga Penyuluh Keamanan Pangan (PKP) dan District Food Inspector
(DFI), sedangkan untuk National Food Inspector (NFI) sedang dalam proses persiapan.
LSP Keamanan Pangan ini didukung dengan sistem pembelajaran keamanan pangan
jarak jauh berbasis kompetensi (E-Learning). Ke depan akan dikembangkan kompetensi
bidang keamanan pangan lainnya, baik yang ada di lingkungan Badan POM RI maupun di
industri pangan.
Agar pembangunan pengawasan pangan menjadi tajam dan terarah, arah
kebijakan dan strategi BPOM sudah dijabarkan pada perencanaan tahunan dengan
penekanan sesuai isu nasional terkini (penjabaran tahunan Nawacita). Mengacu hal
tersebut, Deputi III menetapkan penekanan tahunan sebagai berikut :
– Tahun 2016 :
Mendorong penguatan kelembagaan dan Pengembangan program strategis dalam
pengawasan pangan serta memaksimalkan fungsi pelayanan publik.
– Tahun 2017 :
Penguatan regulasi di bidang pengawasan pangan termasuk pelaksanaan regulatory
impact analysis, penguatan sistem data pre dan post terintegrasi antara pusat dan
daerah (sistem pemeriksaan penyidikan dan pengujian).
– Tahun 2018 :
Penguatan dalam penegakan hukum di bidang pengawasan pangan didukung dengan
analisis dampak efektifitas pengawasan secara ekonomi dan sosial untuk
mendukung pencapaian pembangunan nasional.
– Tahun 2019 :
Percepatan pengawasan pangan serta evaluasi program (Renstra 2015-2019) dalam
rangka peningkatan kinerja pengawasan pangan periode berikutnya.
Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai lembaga pengawasan pangan,
Deputi III menetapkan program-programnya sesuai RPJMN periode 2015-2019, yaitu
program utama (teknis) dan program pendukung (generik), sebagai berikut:
80
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Program Teknis
Program Pengawasan Pangan
Program ini dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas utama Deputi III untuk
menghasilkan standardisasi dalam pemenuhan mutu dan keamanan pangan
melalui serangkaian kegiatan penetapan standar produk pangan, penilaian
keamanan pangan olahan sesuai standar, pengawasan terhadap sarana produksi,
pengawasan terhadap sarana distribusi, sampling dan pengujian pangan yang
beredar, penegakan hukum, serta pembinaan dan bimbingan kepada pemangku
kepentingan, termasuk industri pangan.
Program Generik
1. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis lainnya
2. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana di Kedeputian Bidang
Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
81
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
4) Peningkatan pengawasan sarana produksi dan distribusi pangan, sarana
pelayanan kesehatan, serta sarana produksi dan sarana distribusi pangan dan
bahan berbahaya;
5) Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui kemitraan dengan pemangku
kepentingan, serta meningkatkan partisipasi masyarakat.
82
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Gambar 13. Logframe Kedeputian
Uraian tentang Program, Sasaran Program, Kegiatan, Sasaran Kegiatan, dan Indikator
di Deputi III digambarkan pada Tabel 13 berikut ini.
83
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Sasaran Kegiatan Sasaran
Program Indikator PIC
Program Strategis Kegiatan
pengawasan mutu
dan keamanan
produk pangan
3. Persentase berkas
permohonan
sertifikasi pangan
yang mendapatkan
keputusan tepat
waktu
Pengawasan Menurunnya 1. Persentase sarana Dit.
Produk dan bahan berbahaya distribusi yang Pengawasan
BB yang menyalurkan BB Produk dan
disalahgunakan sesuai ketentuan Bahan
dan migran 2. Persentase Berbahaya
berbahaya dalam kemasan pangan
pangan yang memenuhi
syarat keamanan
3. Jumlah pasar yang
diintervensi menjadi
pasar aman dari BB
84
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Sasaran Kegiatan Sasaran
Program Indikator PIC
Program Strategis Kegiatan
dan
partisipasi
masyarakat
Tabel 13. Program, Sasaran Program, Kegiatan, Sasaran Kegiatan, dan Indikator di
Deputi III
85
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
kehidupan seorang manusia. Pangan tidak dapat dipandang sebelah mata dan dianggap
inferior dibanding faktor-faktor lain yang menentukan derajat kesehatan. Selain di
bidang kesehatan, dari sisi ekonomi, pangan merupakan potensi yang sangat besar bagi
pelaku usaha (produsen dan distributor), sektor industri pangan dapat menyediakan
lapangan pekerjaan yang cukup besar berkontribusi pada pengurangan jumlah
pengangguran.
Untuk dapat menyelenggarakan tugas pengawasan pangan secara optimal, maka
Deputi III perlu ditunjang oleh regulasi atau peraturan perundang-undangan yang kuat
dalam lingkup pengawasan pangan.
Untuk itu, diperlukan beberapa regulasi yang penting dan dibutuhkan oleh
Deputi III dalam rangka memperkuat sistem pengawasan antara lain:
86
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
pada keamanan dan mutu pangan serta pemenuhan gizi dan penyesuaian terhadap
amanat UU pangan itu sendiri, yaitu pangan tidak boleh bertentangan dengan agama
dan keyakinan masyarakat Indonesia.
3. Norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) terkait pelaksanaan UU No. 23 tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintah
konkuren. Diharapkan NSPK ini juga mencakup pola tindak lanjut hasil pengawasan
Pangan antara BPOM dengan daerah terkait, termasuk penetapan sanksi terhadap
sarana produksi dan distribusi pangan serta penetapan kewenangan instansi
pemberi sanksi sebagai acuan daerah dalam menyelenggarakan pengawasan di
daerah. Diharapkan terbentuknya NSPK ini akan dapat menciptakan sinergi antara
Pemerintah Pusat dan Daerah berdasarkan UU No. 23 tahun 2014 pasal 16 dalam
hal: (1) Pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dan (2) Sebagai pedoman
Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pengawasan Obat dan Makanan. Untuk
mendukung upaya ini perlu penguatan koordinasi dengan melibatkan kementerian
terkait (contoh. Kemendagri) dalam penyusunan regulasi dan pelaksanaan kegiatan
di daerah, monitoring efektivitas implementasi NSPK. Hal ini bertujuan agar
pengawasan pangan dapat berjalan lebih lancar, dan hasil pengawasan dapat
ditindaklanjuti oleh pemangku kepentingan terkait. Contoh NSPK yang sudah
diterbitkan dan perlu direvisi adalah Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan
Kepala Badan POM No. 43 dan No.2 tahun 2013 tentang Pengawasan Bahan
Berbahaya yang Disalahgunakan dalam Pangan.
4. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Bidang Keamanan Pangan.
Diharapkan dengan dikembangkannya SKKNI Bidang Keamanan Pangan tersebut,
Kedeputian Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya dapat
meningkatkan pengawalan keamanan dan mutu Pangan terhadap isu terkini (AEC,
Post MDGs, MEA, dll.).
5. Memorandum of Understanding (MoU) Penguatan sistem pengawasan pangan di
wilayah Free Trade Zone (FTZ), daerah perbatasan, terpencil dan gugus pulau. Hal
87
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
ini diperlukan karena belum optimalnya quality surveilance/monitoring mutu untuk
daerah perbatasan, daerah terpencil dan gugus pulau.
6. Regulasi yang mendukung optimalisasi pusat kewaspadaan pangan dan Early
Warning System (EWS) yang informatif, antara lain: Peraturan baru terkait KLB dan
Mekanisme pelaksanaan Sistem Outbreak response dan EWS. Upaya ini dapat
membantu mempeaiki Sistem Outbreak response dan EWS yang belum optimal dan
informatif sehingga didapatkan response yang cepat dan efektif pada saat terjadi
outbreak bencana yang berkaitan dengan bahan pangan.
7. Peraturan Kepala BPOM tentang koordinasi dengan pemerintah daerah serta
Peraturan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota) untuk meningkatkan
efektivitas pengawasan pangan di daerah. Dalam hal ini BPOM perlu meningkatkan
advokasi tentang peranan pemerintah daerah dalam pengawasan pangan.
1. Penyempurnaan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Deputi III sesuai dengan
perubahan lingkungan strategis periode 2015-2019
Penataan dalam kerangka kelembagaan bagi organisasi induk dilakukan dengan
memperhatikan Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001, Tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non Departemen, antara lain melalui penguatan unit kerja di Deputi III
dalam fungsi dan peran sebagai policy center (pengkaji, perumus, dan penetapan
kebijakan) dalam bidang pangan.
88
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
National Regulatory Authority (NRA) yang kuat dan mendapat pengakuan dari
internasional akan meningkatkan kepercayaan negara lain terhadap produk pangan
yang beredar dan diawasi oleh NRA tersebut. Dengan demikian, perkuatan lembaga
BPOM khususnya Deputi III sebagai ujung tombak perlindungan masyarakat
terhadap produk pangan yang tidak memenuhi syarat keamanan, mutu dan gizinya,
secara tidak langsung akan mendorong daya saing produk pangan dalam pasar
nasional dan internasional. Oleh sebab itu penjajakan dan peningkatan kerjasama
Deputi III dalam fora internasional baik pada tingkat bilateral, regional dan
multilateral diarahkan pada aspek :
89
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
2. Diperlukan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait yang memiliki tugas sama
dalam rangka mewujudkan pencapaian prioritas pembangunan kesehatan.
3. Pemeliharaan Sistem Manajemen Mutu yang telah diimplementasikan Deputi III
untuk memastikan bisnis proses dan tata laksana baik dalam hal tata kelola
pembuatan keputusan, implementasi keputusan, tata kelola evaluasi, serta
manajemen kinerja dilaksanakan secara efektif, efisien, dan transparan.
90
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
BAB IV
90
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
a. Kegiatan dalam Sasaran Strategis Menguatnya Sistem Pengawasan Pangan
Untuk mencapai Sasaran Strategis Menguatnya Sistem Pengawasan Pangan
dilaksanakan program pengawasan pangan melalui kegiatan-kegiatan:
Selain itu, dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas rakyat dan daya
saing di pasar internasional, terkait regulasi di bidang pangan, beberapa kegiatan
prioritas yang akan dilakukan diantaranya memberikan dukungan regulasi dan
regulatory assistance kepada pelaku usaha; penyusunan standar di tingkat ASEAN,
Regional, dan Internasional; dan Intensifikasi sosialisasi standar, pedoman, regulasi
produk pangan kepada stakeholder (pelaku usaha, konsumen dan lintas sektor).
Pencapaian kegiatan ini diukur dengan indikator jumlah standar pangan yang
disusun, dengan target 70 standar sampai dengan tahun 2019.
91
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
3. Inspeksi dan Sertifikasi Pangan
a) Jumlah inspeksi sarana produksi dan distribusi pangan yang dilakukan dalam
rangka pendalaman mutu dan sertifikasi, dengan target 700 pada tahun 2019.
b) Persentase penyelesaian tindak lanjut pengawasan mutu dan keamanan produk
pangan, dengan target 94% pada tahun 2019.
c) Persentase berkas permohonan sertifikasi pangan yang mendapatkan keputusan
tepat waktu, dengan target 80% pada tahun 2019.
Dalam melaksanakan pengawasan produk dan bahan berbahaya di era MEA saat
ini, BPOM dihadapkan pada tantangan seperti belum optimalnya pengawasan bahan
berbahaya di sektor hulu oleh instansi terkait, dan masih ditemukannya bahan
berbahaya dan migran berbahaya dalam pangan. Untuk mencapai sasaran menurunnya
bahan berbahaya yang disalahgunakan dan migran berbahaya dalam pangan, BPOM
melaksanakan kegiatan berupa Perkuatan sistem pengawasan produk dan bahan
berbahaya melalui advokasi dalam rangka implementasi peraturan bersama;
pengawasan terpadu mengacu kepada peraturan bersama Menteri Dalam Negeri dan
Kepala Badan POM No. 43 Tahun 2013 dan No. 2 Tahun 2013 tentang Pengawasan
Bahan Berbahaya yang Disalahgunakan dalam Pangan, dan Koordinasi lintas sektor
dalam rangka tindak lanjut hasil pengawasan; Perkuatan sistem pengawasan kemasan
pangan melalui Penyusunan RSNI Uji Migrasi Zat Kontak Pangan, Mapping database
industri kemasan pangan dan Penyusunan dan Implementasi Pedoman Inspeksi Sarana
92
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Produksi Kemasan Pangan; serta Pengembangan pasar aman dari bahan berbahaya
melalui TOT Fasilitator Pasar Aman dari Bahan Berbahaya, Bimtek terhadap petugas
pengawas pasar, dan Monitoring dan Evaluasi Implementasi Program Pasar Aman dari
Bahan Berbahaya.
c) Jumlah pasar yang diintervensi menjadi pasar aman dari bahan berbahaya dengan
target 201 pasar pada tahun 2019.
a) Jumlah hasil kajian profil risiko keamanan pangan, dengan target 25 profil risiko
hingga tahun 2019.
b) Jumlah Kabupaten/kota yang sudah menerapkan Peraturan Kepala BPOM tentang
IRTP, dengan target 100 kabupaten/kota hingga tahun 2019.
c) Jumlah desa pangan aman yang menerima intervensi pengawasan keamanan
pangan, dengan target 500 hingga tahun 2019.
93
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Selain melalui Program Pengawasan Pangan, Sasaran Strategis ini juga didukung
dengan program dukungan manajemen dan pelaksanaan teknis lainnya. Kegiatan teknis
lain yang perlu berkoordinasi dengan unit kerja dan atau instansi lain terkait antara lain
kegiatan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan, bantuan hukum,
layanan pengaduan konsumen, dan hubungan masyarakat.
Untuk itu, pelaku usaha perlu diberikan pembinaan dan pendampingan dalam
menerapkan program manajemen risiko yang dikembangkan oleh Deputi III.
Kemandirian pelaku usaha dibidang pangan dapat dilihat dari indikator Persentase
industri pangan olahan yang mandiri dalam rangka menjamin keamanan pangan,
dengan target 11% sampai dengan tahun 2019. Dengan meningkatnya kemandirian
pelaku usaha dalam menghasilkan produk yang aman dan bermutu, maka masyarakat
Indonesia akan semakin terlindingi dari peredaran pangan yang tidak memenuhi
ketentuan. Selain itu, peningkatan keamanan dan mutu pangan yang diproduksi di
Indonesia dapat meningkatkan daya saing produk tersebut di peredaran dan pada
akhirnya dapat meningkatkan ekonomi masyarakat dan nasional.
94
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
4.2 KERANGKA PENDANAAN
Sesuai target kinerja untuk masing-masing indikator kinerja yang telah
ditetapkan maka telah ditetapkan kerangka pendanaan untuk mendukung pencapaian
tujuan dan sasaran strategis Deputi III periode tahun 2015-2019, sebagaimana
diuraikan pada Tabel 15 dibawah ini.
Matriks kinerja dan pendanaan BPOM per kegiatan sebagaimana diuraikan pada
Lampiran 1.
95
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
BAB V
PENUTUP
Renstra Deputi III tahun 2015-2019 merupakan panduan pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi Deputi III untuk 5 (lima) tahun ke depan. Keberhasilan pelaksanaan Renstra
tahun 2015-2019 sangat ditentukan oleh kesiapan kelembagaan, ketatalaksanaan, SDM
dan sumber pendanaannya, serta komitmen semua pimpinan dan staf Deputi III. Renstra
ini merupakan upaya untuk menggambarkan peta permasalahan, titik-titik lemah,
peluang, tantangan, program yang ditetapkan, dan strategi yang akan dijalankan selama
kurun waktu lima tahun, serta output yang ingin dihasilkan dan outcome yang diharapkan.
Renstra Deputi III Tahun 2015-2019 menjadi acuan kerja bagi unit-unit kerja di
lingkungan Deputi III sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing.
Diharapkan semua unit kerja dapat melaksanakannya dengan akuntabel serta senantiasa
berorientasi pada peningkatan kinerja lembaga, unit kerja dan kinerja pegawai.
Evaluasi Renstra Deputi III merupakan bagian yang penting dalam pelaksanaan
perencanaan strategis Deputi III, sehingga hasil pencapaiannya dapat diukur dan
dipergunakan sebagai acuan dalam penyusunan laporan kinerja tahunan Deputi III. Selain
sebagai bahan evaluasi, Renstra juga menjadi pedoman untuk penyusunan Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) sesuai dengan Peraturan Presiden
tentang SAKIP yang dikoordinasikan oleh Kementerian PAN dan RB.
96
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
mana organisasi akan dibawa (tujuan bersama), bagaimana peran serta setiap anggota
organisasi dalam mencapai tujuan bersama, dan bagaimana kemajuan dan tingkat
keberhasilan nantinya akan diukur. Dengan demikian, seluruh kegiatan Deputi III yang
direncanakan akan terlaksana, terkoordinasi dengan baik dan dilakukan secara
terintegrasi untuk tercapainya tujuan-tujuan strategis.
97
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Anak Lampiran 1. Matriks Kinerja dan Pendanaan Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Update 2 April 2015
Target Alokasi (dalam Miliar rupiah) K/L-N-
Sasaran Program (Outcome)/Sasaran Unit Organisasi B-NS-
Program/Kegiatan Lokasi
Kegiatan (Output)/Indikator 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Pelaksana BS
Program Pengawasan Obat dan Makanan 57.9 88.0 95.0 102.0 94.0 Kedeputian III
1 Menguatnya sistem pengawasan Obat
dan Makanan
1.5. Persentase makanan yang memenuhi 33 Provinsi 88.10 88.60 89.10 89.60 90.10 Kedeputian III dan
syarat 33 BB/BPOM
2 Meningkatnya kemandirian pelaku
usaha, kemitraan dengan pemangku
kepentingan, dan partisipasi
masyarakat
Penyusunan Standar Pangan 9.1 9.0 9.0 9.0 10.0 Dit. Sandardisasi
Tersusunnya standar pangan yang mampu Produk Pangan
menjamin makanan aman, bermanfaat dan
bermutu
1 Jumlah Standar pangan yang disusun Pusat 14 14 14 14 14
Penilaian Pangan Olahan 10.3 8.0 8.0 8.0 9.0 Dit. PKP
Meningkatnya Jumlah Produk pangan olahan
yang memiliki izin edar (memenuhi
persyaratan kemananan, mutu dan gizi )
Target Alokasi (dalam Miliar rupiah) K/L-N-
Sasaran Program (Outcome)/Sasaran Unit Organisasi B-NS-
Program/Kegiatan Lokasi
Kegiatan (Output)/Indikator 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Pelaksana BS
Arah Kerangka Regulasi dan/atau Urgensi Pembentukan Berdasarkan Evaluasi Unit Terkait/
No Unit Penanggungjawab
Kebutuhan regulasi Regulasi Eksisting, Kajian dan Penelitian Institusi
1 Peraturan Perundang-undangan terkait Meningkatkan efektifitas pengawasan pangan 1. Direktorat Standardisasi Produk
pengawasan Pangan Pangan
2. Direktorat Pengawasan Produk dan
Bahan Berbahaya
3. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan
4. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi
Pangan
5. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan
Keamanan Pangan
6. Biro Hukum dan Humas
2 RPP Keamanan Mutu dan Gizi Pangan dan 1. Direktorat Standardisasi Produk
RPP Label dan Iklan Pangan terkait Pangan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 2. Biro Hukum dan Humas
tentang Pangan
3 Norma, standar, prosedur, dan kriteria Terciptanya sinergi antara Pemerintah Pusat dan 1. Biro Hukum dan Humas 1. DPR
(NSPK) terkait pelaksanaan UU No. 23 Daerah berdasarkan UU No. 23 tahun 2014 pasal 2. Direktorat Standardisasi Produk 2. Kemenkumham
tahun 2014 tentang Pemerintahan 16 dalam hal: 1. Pelaksanaan pengawasan pangan Pangan 3. Kementerian
Daerah dalam penyelenggaraan urusan 2. Sebagai pedoman Pemerintah Daerah dalam Kesehatan
pemerintah konkuren penyelenggaraan pengawasan pangan
4 Standar Kompetensi Kerja Nasional Meningkatkan pengawalan keamanan dan mutu 1. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan
Indonesia (SKKNI) Bidang Keamanan Pangan terhadap isu terkini (AEC, Post MDGs, Keamanan Pangan
Pangan MEA, dll.)
5 Memorandum of Understanding (MoU) Belum optimalnya quality surveilance /monitoring 1. Biro Hukum dan Humas
Penguatan sistem pengawasan Obat dan mutu untuk daerah perbatasan, daerah terpencil, 2. Direktorat Insert dan Pengawasan
Makanan di wilayah Free Trade Zone dan gugus pulau Kedeputian 1,2,3
(FTZ), daerah perbatasan, terpencil, dan
gugus pulau
6 Regulasi yang mendukung optimalisasi Sistem Outbreak response dan EWS belum 1. Direktorat Surveilan Penyuluhan
Pusat Kewaspadaan Obat dan Makanan optimal dan informatif. Diperlukan response yang Keamanan Pangan
dan EWS yang informatif, antara lain: cepat dan efektif pada saat terjadi outbreak 2. Biro Hukum dan Humas
- Peraturan baru terkait KLB bencana yang berkaitan dengan pangan
- Mekanisme pelaksanaan Sistem
Outbreak response dan EWS
7 Peraturan Kepala BPOM tentang Pengawasan Obat dan Makanan tidak dapat
koordinasi dengan pemerintah daerah berhasil tanpa adanya kerjasama dan komitmen
serta Peraturan Kepala Daerah dari daerah dalam mendukung BPOM
(Gubernur, Bupati, dan Walikota) untuk
meningkatkan efektivitas pengawasan
Obat dan Makanan di daerah