Anda di halaman 1dari 18

II.

1 Tinjauan Umum Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)


Badan Pengawas Obat dan Makanan (disingkat BPOM) dibentuk berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen. Dalam melaksanakan tugasnya, BPOM dikoordinasikan oleh Menteri
Kesehatan. Kepala BPOM menyampaikan laporan, saran dan pertimbangan di bidang
tugas dan tanggung jawabnya kepada Presiden melalui Menteri Kesehatan.(1)
Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2017 Tentang
Badan Pengawas Obat dan Makanan atau disingkat Badan POM adalah sebuah
lembaga yang bertugas mengawasi peredaran obat-obatan dan makanan di Indonesia.
(2)

II.1.1 Visi dan Misi BPOM


Visi Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI)
yaitu “Obat dan Makanan aman, bermutu, dan berdaya saing untuk mewujudkan
indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong
royong”. Adapun misi dari BPOM RI, yaitu:(3)
1) Membangun SDM unggul terkait Obat dan Makanan dengan mengembangkan
kemitraan bersama seluruh komponen bangsa dalam rangka peningkatan kualitas
manusia Indonesia;
2) Memfasilitasi percepatan pengembangan dunia usaha Obat dan Makanan dengan
keberpihakan terhadap UMKM dalam rangka membangun struktur ekonomi
yang produktif dan berdaya saing untuk kemandirian bangsa;
3) Meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan serta penindakan
kejahatan Obat dan Makanan melalui sinergi pemerintah pusat dan daerah dalam
kerangka Negara Kesatuan guna perlindungan bagi segenap bangsa dan
memberikan rasa aman pada seluruh warga;
4) Pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan terpercaya untuk
memberikan pelayanan publik yang prima di bidang Obat dan Makanan.
II.1.2 Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan BPOM
1) Kedudukan BPOM
Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang selanjutnya disingkat BPOM
adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan. BPOM berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kesehatan. BPOM dipimpin oleh Kepala.(2)
2) Tugas BPOM
Berdasarkan pasal 2 pada Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 Tentang
Badan Pengawas Obat dan Makanan, tugas utama BPOM yaitu antara lain:(2)
a. BPOM mempunyai tugas menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang
pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-Undangan.
b. Obat dan Makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas obat,
bahan obat, narkotika, psikotropika, prekursor, zat adiktif, obat tradisional,
suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan.
3) Fungsi BPOM
Berdasarkan pasal 3 pada Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang
Badan Pengawas Obat dan Makanan, BPOM mempunyai fungsi:(2)
1. Dalam melaksanakan tugas pengawasan Obat dan Makanan, BPOM
menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan
Makanan.
b. Pelaksanaan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan
Makanan.
c. Penyusunan dan penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di
bidang pengawasan sebelum beredar dan pengawasan selama beredar.
d. Pelaksanaan pengawasan sebelum beredar dan pengawasan selama
beredar.
e. Koordinasi pelaksanaan POM dengan Instansi Pemerintah Pusat dan
Daerah.
f. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengawasan Obat
dan Makanan.
g. Pelaksanaan penindakan terhadap pelanggaran ketentuan Peraturan
Perundang-Undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan.
h. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan BPOM.
i. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawab BPOM.
j. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BPOM.
k. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur
organisasi di lingkungan BPOM.
2. Pengawasan Sebelum Beredar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pengawasan Obat dan Makanan sebelum beredar sebagai tindakan
pencegahan untuk menjamin Obat dan Makanan yang beredar memenuhi
standar dan persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu produk yang
ditetapkan.
3. Pengawasan Selama Beredar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pengawasan Obat dan Makanan selama beredar untuk memastikan Obat dan
Makanan yang beredar memenuhi standar dan persyaratan keamanan,
khasiat/ manfaat, dan mutu produk yang ditetapkan serta tindakan penegakan
hukum
4) Kewenangan BPOM
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengawas Obat dan Makanan,
BPOM mempunyai kewenangan, yaitu:(2)
1. Menerbitkan izin edar produk dan sertifikat sesuai dengan standar dan
persyaratan keamanan, khasiat atau manfaat dan mutu, serta pengujian obat
dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Melakukan intelijen dan penyidikan di bidang pengawasan Obat dan
Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Pemberian sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

II.1.3 Susunan Organisasi BPOM


Berdasarkan Peraturan Presiden No 80 tahun 2017, BPOM terdiri atas:(2)
1) Kepala
2) Sekretariat Utama
3) Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika Psikotropika, Prekursor, dan Zat
Adiktif
4) Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan
Kosmetik
5) Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan
6) Deputi Bidang Penindakan
7) Inspektorat Utama

Tugas dan fungsi masing-masing bagian tersebut yaitu:(2)


1) Kepala mempunyai tugas memimpin dan bertanggung jawab atas pelaksanaan
tugas, fungsi, dan kewenangan BPOM.
2) Sekretariat Utama mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi pelaksanaan
tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit
organisasi di lingkungan BPOM. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8, Sekretariat Utama menyelenggarakan fungsi:
a. koordinasi kegiatan BPOM;
b. koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran di lingkungan
BPOM;
c. pembinaan dan pemberian dukungan administrasi yang meliputi
ketatausahaan, kepegawaian, keuangan, kerumahtanggaan, kerja sama,
hubungan masyarakat, arsip, dan dokumentasi;
d. pembinaan dan penataan organisasi dan tata laksana;
e. koordinasi dan penyusunan peraturan perundang-undangan serta
pelaksanaan advokasi hukum;
f. penyelenggaraan pengelolaan barang milik/kekayaan negara dan layanan
pengadaan barang/jasa; dan
g. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala.
3) Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat
Adiktif mempunyai tugas menyelenggarakan penyusunan dan pelaksanaan
kebijakan di bidang pengawasan obat, bahan obat, narkotika, psikotropika,
prekursor, dan zat adiktif. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12, Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika,
Prekursor, dan Zat Adiktif menyelenggarakan fungsi:
a. penyusunan kebijakan di bidang Pengawasan Sebelum Beredar dan
Pengawasan Selama Beredar meliputi standardisasi, registrasi, dan
pengawasan produksi dan distribusi obat, bahan obat, narkotika,
psikotropika, prekursor, dan zat adiktif;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang Pengawasan Sebelum Beredar dan
Pengawasan Selama Beredar meliputi standardisasi, registrasi, pengawasan
produksi dan pengawasan distribusi obat, bahan obat, narkotika,
psikotropika, prekursor, dan zat adiktif;
c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang Pengawasan
Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama Beredar meliputi standardisasi,
registrasi, pengawasan produksi dan pengawasan distribusi obat, bahan
obat, narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif;
d. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang Pengawasan
Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama Beredar meliputi standardisasi,
registrasi, pengawasan produksi dan pengawasan distribusi obat, bahan
obat, narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif; obat, narkotika,
psikotropika, prekursor, dan zat adiktif;
e. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang Pengawasan Sebelum
Beredar dan Pengawasan Selama Beredar meliputi standardisasi, registrasi,
pengawasan produksi dan pengawasan distribusi obat, bahan obat,
narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif; dan
f. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala.
4) Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan
Kosmetik mempunyai tugas menyelenggarakan penyusunan dan pelaksanaan
kebijakan di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik, dan suplemen
kesehatan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16,
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan
Kosmetik menyelenggarakan fungsi:
a. penyusunan kebijakan di bidang Pengawasan Sebelum Beredar dan
Pengawasan Selama Beredar meliputi standardisasi, registrasi, pengawasan
produksi dan pengawasan distribusi obat tradisional, suplemen kesehatan,
dan kosmetik;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang Pengawasan Sebelum Beredar dan
Pengawasan Selama Beredar meliputi standardisasi, registrasi, pengawasan
produksi dan pengawasan distribusi obat tradisional, suplemen kesehatan,
dan kosmetik;
c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang Pengawasan
Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama Beredar meliputi standardisasi,
registrasi, pengawasan produksi dan pengawasan distribusi obat tradisional,
suplemen kesehatan, dan kosmetik;
d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi dalam rangka Pengawasan
Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama Beredar meliputi standardisasi,
registrasi, pengawasan produksi dan pengawasan distribusi obat tradisional,
suplemen kesehatan, dan kosmetik;
e. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang Pengawasan Sebelum
Beredar dan Pengawasan Selama Beredar meliputi standardisasi, registrasi,
pengawasan produksi dan pengawasan distribusi obat tradisional, suplemen
kesehatan, dan kosmetik; dan
f. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala.
5) Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan mempunyai tugas
menyelenggarakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di bidang
pengawasan pangan olahan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20, Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan menyelenggarakan
fungsi:
a. penyusunan kebijakan di bidang Pengawasan Sebelum Beredar dan
Pengawasan Selama Beredar meliputi standardisasi, registrasi, pengawasan
produksi, dan pengawasan distribusi pangan olahan;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang Pengawasan Sebelum Beredar dan
Pengawasan Selama Beredar meliputi standardisasi, registrasi, pengawasan
produksi, dan pengawasan distribusi pangan olahan;
c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang Pengawasan
Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama Beredar meliputi standardisasi,
registrasi, pengawasan produksi, dan pengawasan distribusi pangan olahan;
d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi dalam rangka Pengawasan
Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama Beredar meliputi standardisasi,
registrasi, pengawasan produksi dan pengawasan distribusi pangan olahan;
e. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang Pengawasan Sebelum
Beredar dan Pengawasan Selama Beredar meliputi standardisasi, registrasi,
pengawasan produksi dan pengawasan distribusi pangan olahan; dan
f. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala.
6) Deputi Bidang Penindakan mempunyai tugas menyelenggarakan penyusunan
dan pelaksanaan kebijakan penindakan terhadap pelanggaran ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Deputi
Bidang Penindakan menyelenggarakan fungsi:
a. penyusunan kebijakan penindakan meliputi cegah tangkal, intelijen, dan
penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
b. pelaksanaan kebijakan penindakan meliputi cegah tangkal, intelijen, dan
penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria penindakan meliputi
cegah tangkal, intelijen, dan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
d. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan penindakan meliputi cegah tangkal,
intelijen, dan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan; dan
e. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala.
7) Inspektorat Utama mempunyai tugas menyelenggarakan pengawasan intern di
lingkungan BPOM. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28, Inspektorat Utama menyelenggarakan fungsi:
a. penyusunan kebijakan teknis pengawasan intern;
b. pelaksanaan pengawasan intern terhadap kinerja dan keuangan melalui
audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya;
c. pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Kepala;
d. penyusunan laporan hasil pengawasan; dan
e. pelaksanaan administrasi Inspektorat Utama.

Susunan organisasi BPOM dapat dilihat dari gambar seperti yang tertera pada
Gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1. Struktur Organisasi BPOM RI(4)

II.1.4 Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Pontianak


Sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 tahun 2017 Tentang
Badan Pengawas Obat dan Makanan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
adalah lembaga pemerintah non kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang Pengawasan Obat dan Makanan yang bertanggung jawab
kepada Presiden. Setelah disahkannya Peraturan Kepala Badan POM Nomor 22 tahun
2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan
Pengawas Obat dan Makanan, Balai Besar POM di Pontianak mempunyai tugas
melaksanakan kebijakan teknis operasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di wilayah Provinsi
Kalimantan Barat.(5)
1) Nilai-Nilai Luhur Insan BBPOM di Pontianak (TANJAK)
Tanjak merupakan salah satu bentuk budaya adat Melayu khas Pontianak
dan Kalimantan Barat yang berfungsi sebagai penutup kepala atau mahkota yang
mempunyai berbagai macam bentuk dan kreasi namun mempunyai keseragaman
dalam makna dan filosofi. Tanjak adalah sebuah lambang kehormatan yang harus
dijaga karena bertaut maruah dan harga diri. Tanjak simbol sebuah amanah
sekaligus kekuatan untuk melaksanakannya, di dalamnya terdapat nasehat dan
anjuran agar kita dapat memanfaatkan segala kemampuan dan pengetahuan yang
dimiliki untuk kepentingan diri dan masyarakat serta bangsa dan negara.(5)
Tanjak juga sebagai simbol sebuah peradaban, arah tanjak yang selalu
mengarah keatas melambangkan prinsip hidup yang selalu berpegang teguh pada
nilai-nilai luhur Ketuhanan. Nilai-nilai luhur dari kata TANJAK menjadi
landasan insan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan dalam bekerja dan
mengabdi kepada negara dengan makna sebagai berikut:(5)
a. Tangguh
Kuat karakter dan pendirian, tidak mudah menyerah, tabah, dan tahan
menghadapi segala tantangan dalam menjalankan tugas dan kewajiban.
b. Amanah
Bertanggung jawab serta mampu melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
c. Nasionalis
Cinta tanah air, bangsa dan negara serta menempatkan kepentingan bangsa
dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
d. Jujur
Tulus, sesuai antara ucapan perkataan dan perbuatan.
e. Adaptif
Cepat belajar, lincah bergerak dan mampu menyesuaikan diri dengan
perkembangan jaman yang semakin cepat.
f. Kreatif
Mampu berpikir, menciptakan suatu ide serta bertindak dengan cerdas dan
berbeda dalam menyelesaikan masalah untuk membawa hasil yang tepat dan
bermanfaat.
2) Struktur Organisasi BBPOM di Pontianak
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor 22 tahun 2020 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan
Pengawas Obat dan Makanan, struktur organisasi Balai Besar POM di Pontianak
terdiri dari:
a. Kepala;
b. Bagian Tata Usaha;
c. Kelompok Jabatan Fungsional.

Gambar 2. Struktur Organisasi BBPOM di Pontianak(5)


Balai Besar POM di Pontianak tahun 2019 memperoleh predikat Wilayah
Bebas dari Korupsi (WBK) dari Kementerian PANRB, telah tersertifikasi Sistem
Manajemen Mutu ISO 9001 : 2008 sejak tahun 2011 dan telah diupgrade menjadi
ISO 9001 : 2015. Selain itu, laboratorium Balai Besar POM di Pontianak telah
terakreditasi SNI ISO/IEC 17025 : 2017 dari Komite Akreditasi Nasional
(KAN).(5)

III.7 Regulasi Makanan dan Kosmetik


III.7.1 Regulasi Makanan
Regulasi yang berkaitan dengan makanan yang ada di Indonesia, antara lain
tertuang dalam:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomo 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan Mutu dan Gizi
Pangan.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 701 Tahun 2009
tentang Pangan Iradiasi.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2012 tentang
Batas Maksimum Melamin dalam Pangan.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang
Bahan Tambahan Pangan.
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 tentang
Kejadian Luas Biasa Keracunan Pangan.
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 tentang
Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam dan Lemak serta Pesan
Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji.
11. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 27 Tahun 2017
tentang Pendaftaran Pangan Olahan.
12. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 6 Tahun 2018
tentang Pengawasan Pangan Produk Rekayasan Genetik.
13. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 7 Tahun 2018
tentang Bahan Baku yang Dilarang dalam Pangan Olahan.
14. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 11 Tahun 2019
tentang Bahan Tambahan Pangan.
15. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 13 Tahun 2019
tentang Batas Maksimal Cemaran Mikroba dalam Pangan Olahan.
16. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 20 Tahun 2019
tentang Kemasan Pangan.
17. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 22 Tahun 2019
tentang Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan Olahan.
18. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 34 Tahun 2019
tentang Kategori Pangan.
19. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 16 Tahun 2020
tentang Pencantuman Informasi Nilai Gizi untuk Pangan Olahan yang
Diproduksi oleh usaha Mikro dan Usaha Kecil.
20. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 20 Tahun 2020
tentang Bahan Penolong dalam Pengolahan Pangan.
21. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 28 tahun 2020
tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik untuk Makanan
Pendamping Air Susu Ibu. 22. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor 11 Tahun 2021 tentang Bahan Tambahan Pangan Perisa.
22. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 7 Tahun 2021
tentang Pendaftaran Pangan Olahan.

III.7.2 Regulasi Kosmetika


Regulasi yang berkaitan dengan kosmetika yang ada di Indonesia, antara lain
tertuang dalam:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1175 Tahun 2010
tentang Izin Produksi Kosmetik.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1176 Tahun 2010
tentang Notifikasi Kosmetika.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 445 Tahun 1998
tentang Bahan, Zat Warna, Substratum, Zat Pengawet dan Tabir Surya pada
Kosmetika.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 1977 tentang
Wadah, Pembungkus, Penandaan, serta Periklanan Kosmetika dan Alat
Kesehatan.
6. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 17 Tahun 2014
tentang Persyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat dalam Kosmetik.
7. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 18 Tahun 2016
tentang Pedoman Teknis Pengawasan Iklan Kosmetika.
8. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 11 Tahun 2016
tentang Pedoman Penerapan Higiene Sanitasi dan Dokumentasi pada Industri
Kosmetika Golongan B.
9. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 27 Tahun 2016
tentang Tata Cara dan Prosedur Pemberian Rekomendasi untuk Mendapatkan
Persetujuan Impor Obat, Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan/atau
Kosmetika sebagai barang Komplementer.
10. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 11 Tahun 2017
tentang Kriteria dan Tata Cara Penarikan dan Pemusnahan Kosmetika.
11. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 12 Tahun 2019
tentang Cemaran dalam Kosmetika.
12. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 26 Tahun 2019
tentang Mekanisme Monitoring Efek Samping Kosmetika.
13. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 23 Tahun 2019
tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika.
14. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 2 Tahun 2020
tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika.
15. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 12 Tahun 2020
tentang Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika.
16. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 30 Tahun 2020
tentang Persyaratan Teknis Penandaan Kosmetika.
17. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2020
tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik.
18. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 8 Tahun 2021
tentang Bentuk dan Jenis Sediaan Kosmetika Tertentu yang dapat Diproduksi
oleh Industri Kosmetika yang Memiliki Sertifikat Produksi Kosmetik Golongan
B.

III.8.3 Izin Produk Kosmetik


Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1175/Men.Kes/Per/VIII/2010 tentang Izin
Produksi Kosmetika Industri Kosmetika yang akan membuat kosmetika harus
memiliki memiliki izin produksi produksi. Izin produksi industri kosmetika
dibedakan menjadi 2 golongan yaitu golongan A dapat membuat semua jenis
kosmetika. Golongan B dapat membuat jenis dan sedian kosmetika tertentu dengan
menggunakan teknologi sederhana Izin berlaku 5 tahun. Golongan A yang dimaksud
adalah:
1) Memiliki Apoteker sebagai penanggung jawab.
2) Memiliki fasilitas produksi sesuai dengan produk yang akan dibuat.
3) Memproduksi semua bentuk dan jenis sediaan.
4) Memiliki fasilitas laboratorium wajib menerapkan CPKB.
Golongan B yang dimaksud adalah:
1) Memiliki sekurang-kurangnya Tenaga Teknis Kefarmasian sebagai
penanggungjawab.
2) Memiliki fasilitas produksi dengan teknologi sederhana sesuai produk yang akan
dibuat.
3) Dilarang memproduksi kosmetika sediaan bayi, mengandung bahan antiseptik,
anti ketombe, pencerah kulit dan tabir surya, bentuk dan jenis sediaan kosmetika
dengan teknologi sederhana.
4) Menerapkan higiene sanitasi dan dokumentasi.

Sistem Notifikasi
PRE MARKET

Notifikasi Kosmetik
ke BPOM
POST
MARKET
Nomor Notifikasi

SKI (untuk
kosmetika impor)

Gambar 3. Skema Sistem Pengawasan Kosmetik


Adapun alur perizinan Izin Produksi Kosmetik menurut PerMenKes RI No.
1175/MENKES/Per/VIII/2010 ialah seperti pada gambar dibawah ini. Pengajuan
perizinan diajukan kepada BPOM. Kemudian Kepala Badan akan memberikan
rekomendasi izin produksi kepada industri kosmetika berdasarkan laporan hasil
pemenuhan CPKB dari Balai setempat.
Pengajuan Pemeriksaan Lengkap
Permohonan Izin Direktur Jenderal Dinkes : Syarat Administratif
Tembusan: Kepala
Badan, Kepala Dinas,
Balai : Pemenuhan CPKB
Kepala Balai setempat
K

Rekomendasi Sampaikan analisis hasil


Dir. Jenderal ke Dir. Jenderal pemeriksaan ke Kepala Badan Rekomendasi
menyetujui, ke Dir. Jenderal
menunda, Tembusan: Kepala Dinas,
atau meolak Direktur Jenderal Tembusan: Kepala
izin produksi Badan

Gambar 4. Alur Perizinan Produksi Kosmetik


Untuk produk kosmetik impor yang akan diedarkan serta diperjual belikan di
Indonesia harus memenuhi syarat salah satunya ialah memiliki izin edar. Hal ini
untuk menjamin bahwa kosmetik impor tersebut aman dan legal. Kosmetik impor
dapat masuk ke Indonesia jika telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Memiliki Izin Edar Memenuhi ketentuan Perundang -Undangan di bidang impor.
2) Mendapat persetujuan KBPOM (SKI).
3) Memiliki masa simpan paling sedikit 1/3 dari masa simpan.

Daftar Pustaka

1. BPOM RI. Tentang Badan POM. https://www.pom.go.id/new/view/direct/solid.


Diakses Tanggal 29 Mei 2022.
2. Presiden Republik Indonesia. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 80
Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia; 2017.
3. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Peraturan Badan
Pengawas Obat dan Makanan No. 9 Tahun 2020 Tentang Rencana Strategis Badan
Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2020-2024. Jakarta: BPOM RI; 2020.
4. BPOM RI. Struktur Organisasi. https://www.pom.go.id/new/view/direct/structure.
Diakses Tanggal 30 Mei 2022.
5. BBPOM di Pontianak. Laporan Tahunan 2020 Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan di Pontianak.
https://www.pom.go.id/new/files/2021/LAPTAH2020/BALAI/Laporan%20Tahunan
%202020%20Balai%20Besar%20POM%20di%20Pontianak.pdf. Diakses Tanggal
30 Mei 2022.

Anda mungkin juga menyukai