Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Balai POM


Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan
POM RI) adalah institusi pemerintah yang mempunyai wewenang dalam
pengawasan obat dan makanan di indonesia, ditetapkan sebagai Lembaga
Pemerintah Non Departemen (LPND) dan sekarang Lembaga Pemerintah Non
Kementrian (LPNK) berdasarkan pasal 25 ayat 1 Undang-undang Republik
Indonesia, Nomor 39 Tahun 2008 tenteng Kementrian Negara dan Lembaga
Pemerintah Non Kementrian dilaksanakan secara sinergis sebagai satu sistem
pemerintah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan
peraturan Perundang-undangan. Institusi ini bertanggung jawab secara
langsung kepada Presiden, dikoordinasikan dengan Menteri Kesehatan dan
dikepalai oleh pejabat setingkat Menteri.
Menurut Anonim (2013) Sistem pengawasan Obat dan Makanan yang
diselenggarakan oleh BPOM merupakan suatu proses yang komprehensif,
mencangkup pengawasan pre-market dan post-market. Sistem itu terdiri dari
pertama, standarisasi yang merupakan fungsi penyusunan standar, regulasi dan
kebijakan terkait dengan pengawasan Obat dan Makanan. Standarisasi
dilakukan terpusat, dimaksudkan untuk menghindari perbedaan standar yang
mungkin terjadi akibat setiap provinsi membuat standar tersendiri.
Kedua, penilaian (pre-market evalution) yang merupakan evaluasi
produk sebelum memperoleh nomor izin edar dan akhirnya dapat diproduksi
dan diedarkan kepada konsumen. Penilaian dilakukan terpusat, dimaksudkan
agar produk yang memiliki izin edar berlaku secara nasional.
Ketiga, pengawasan setelah beredar (post-market control) untuk
melihat konsistensi mutu produk, keamanan dan informasi produk yang
dilakukan dengan melakukan sampling produk obat dan makanan yang
beredar, serta pemeriksaan sarana produksi dan distribusi obat dan makanan,
pemantauan dan pengawasan label/penandaan dan iklan. Pengawasan post-

3
4

market dilakukan secara nasional dan terpadu, konsisten, dan terstandar.


Pengawasan ini melibatkan Balai Besar /Balai POM di 33 provinsi dan
wilayah yang sulit terjangkau/perbatasan dilakukan oleh Pos Pengawasan
Obat dan Makanan (Pos POM).
Keempat, pengujian laboratorium. Produk yang disampling
berdasarkan resiko kemudian diuji melalui laboratorium guna mengetahui
apakah Obat dan Makanan tersebut telah memenuhi syarat keamanan,
khasiat/manfaat dan mutu. Hasil uji laboratorium ini merupakan dasar ilmiah
yang digunakan sebagai untuk menetapkan produk tidak memenuhi syarat
yang digunakan untuk ditarik dari peredaran.
Kelima, penegakan hukum di bidang pengawasan Obat dan Makanan.
Penegakan hukum didasarkan pada bukti hasil pengujian, pemeriksaan,
maupun investasi awal. Proses penegakan hukum sampai dengam projusticia
dapat berakhir dalam pemberian sanksi administratif seperti dilarang untuk
diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar, disita untuk dimusnakan.
Jika pelanggaran masuk pada ranah pidana, maka terhadap pelanggaran Obat
dan Makanan dapat di proses secara hukum.
2.2 Tugas BPOM
2.2.1 Tugas utama BPOM
Berdasarkan Pasal 67 Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun
2001, BPOM melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan
Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-
Undangan yang berlaku
2.2.2 Tugas Balai Besar/Balai POM (Unit pelaksanaan Teknis)
Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Kepala BPOM Nomor 14 Tahun
2014, Unit Pelaksana Teknis di lingkungan BPOM mempunyai tugas
melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan,
yang meliputi pengawasan atas produk terapuetik, narkotika,
psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk
komplemen serta pengawasan atas keamanan pangan dan bahan
berbahaya.
5

2.3 Fungsi BPOM


2.3.1 Fungsi Utama BPOM
Berdasarakan Pasal 68 Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun
2001, BPOM mempunyai fungsi :
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang
pengawasan Obat dan Makanan.
b. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan Obat dan
Makanan.
c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas
BPOM.
d. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap
kegiatan instansi pemerintah di bidang pengawasan Obat dan
Makanan.
e. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum
di bindang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan
tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian,
perlengkapan dan rumah tangga.
2.3.2 Fungsi Balai Besar/Balai POM (Unit Pelaksanaan Teknis)
Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Kepala BPOM Nomor 14
Tahun 2014, Unit Pelaksana Teknis di lingkungan BPOM mempunyai
fungsi :
1. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan
makanan.
2. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan
penilaian mutu produk terapuetik, narkotika, psikotropika zat
adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan
dan bahan berbahaya.
3. Pelaksanaan pemeriksaanlaboratorium, pengujian dan
penilaian mutu produk secara mikrobiologi.
4. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan
pemeriksaan sarana produksi dan distribusi
6

5. Investigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum.


6. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi
tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan
7. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen.
8. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan.
9. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.
10. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan
Pengawas obat dan makanan, sesuai dengan bidang tugasnya.
2.4 Budaya Organisasi
Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang diyakini dan harus
dihayati dan diamalkan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan
tugas. Nilai-nilai luhur yang hidup dan tumbuh kembang dalam organisasi
menjadi semangat bagi seluruh anggota organisasi dalam berkarya.
a) Profesional
Menegakan profesionalisme dengan intergritas, objektivitas, ketekunan
dan komitmen yang tinggi.
b) Intergeritas
Konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyakan dalam menjunjung
tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan
c) Kredibilitas
Dapat dipercaya dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan
internasional
d) Kerjasama Tim
Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik
e) Inovatif
Mampu melakukan pembaruan sesuai ilmu pengetahuan dan teknologi
terkini
f) Responsif/Cepat tanggap
Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah.
7

2.5 Prinsip Dasar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan


a. Tindakan pengamanan cepat, tepat, akurat dan profesional.
b. Tindakan dilakukan berdasarkan atas tingkat risiko dan berbasis bukti-
bukti ilmiah.
c. Lingkup pengawasan bersifat menyeluruh, mencakup seluruh siklus
proses.
d. Berskala nasional/lintas propinsi, dengan jaringan kerja internasional.
e. Otoritas yang menunjang penegakan supremasi hukum.
f. Memiliki jaringan laboratorium nasional yang kohesif dan kuat yang
berkolaborasi dengan jaringan global.
g. Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk.
2.6 Kerangka Konsep Sistem Pengawasan Obat dan Makanan
Pengawasan obat dan makanan memiliki aspek permasalahan
berdimensi luas dan kompleks. Oleh karena itu diperlukan sistem pengawasan
yang komprehensip, semenjak awal proses suatu produk hingga produk
tersebut beredar ditengah masyarakat. Untuk menekan sekecil mungkin risiko
yang bisa terjadi, dilakukan SisPOM tiga lapis yakni:
1. Sub-sistem pengawasan Produsen
Sistem pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan
cara-cara produksi yang baik atau good manufacturing practices agar
setiap bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak
awal. Secara hukum produsen bertanggung jawab atas mutu dan
keamanan produk yang dihasilkannya. Apabila terjadi penyimpangan
dan pelanggaran terhadap standar yang telah ditetapkan maka produsen
dikenakan sangsi, baik administratif maupun pro-justisia.
2. Sub-sistem pengawasan Konsumen
Sistem pengawasan oleh masyarakat konsumen sendiri melalui
peningkatan kesadaran dan peningkatan pengetahuan mengenai
kualitas produk yang digunakannya dan cara-cara penggunaan produk
yang rasional. Pengawasan oleh masyarakat sendiri sangat penting
dilakukan karena pada akhirnya masyarakatlah yang mengambil
8

keputusan untuk membeli dan menggunakan suatu produk. Konsumen


dengan kesadaran dan tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mutu
dan kegunaan suatu produk, di satu sisi dapat membentengi dirinya
sendiri terhadap penggunaan produk-produk yang tidak memenuhi
syarat dan tidak dibutuhkan sedang pada sisi lain akan mendorong
produsen untuk ekstra hati-hati dalam menjaga kualitasnya.
3. Sub-sistem pengawasan Pemerintah/BPOM
Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan
standardisasi, penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum
diizinkan beredar di Indonesia, inspeksi, pengambilan sampel dan
pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada
publik yang didukung penegakan hukum. Untuk meningkatkan
kesadaran dan pengetahuan masyarakat konsumen terhadap mutu,
khasiat dan keamanan produk maka pemerintah juga melaksanakan
kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi.
2.7 Struktur Organisasi BPOM RI (Terlampir)
Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103
tahun 2001, tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan
POM terdiri atas Kepala, Inspektorat, Sekretariat Utama, Deputi dan Unit
Pelaksana Teknis Balai Besar/Balai POM. Deputi terdiri dari beberapa
Direktorat yang mempunyai bagiannya masing-masing.
1) Kepala Balai POM
a. Memimpin Balai POM RI sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
b. Menyiapkan kebijakan nasional dan kebijakan umum sesuai dengan
tugas Balai POM RI.
c. Menetapkan kebijakan teknis pelaksanaan tugas Balai POM RI yang
menjadi tanggung jawabnya.
d. Membina dan melaksanakan kerja sama dengan instansi dan organisasi
yang lain.
9

2) Sekretariat Utama Balai POM RI


1. Tugas sekretaris utama
Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indoneisa Nomor
103 tahun 2001 Bagian Ketiga Pasal 83, Sekretariat Utama ditunkukan
sebagai unsur pembantu pimpinan Badan POM yang berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Kepala. Dalam pelaksanaannya,
sekretariat Utama mempunyai tugas mengkoordinasikan perencanaan,
pembinaan, pengendalian terhadap program, administrasi, dan sumber
daya di Badan POM, seperti perencanaan strategis dan organisasi,
pengembangan pegawai, pengelolaan keuangan, bantuan hukum dan
legislasi, hubungan masyarakat dan kerjasama internasional, serta
akses masyarakat terhadap Badan POM melalui Unit Layanan
Pengaduan Konsumen yang menerima dan menindaklanjuti berbagai
pengaduan dari masyarakat di bidang obat dan makanan, serta
dilakukan pembinaan administratif beberapa pusat yang ada di
lingkungan Badan POM dan unit-unit pelaksana teknis yang tersebar
di seluruh Indonesia.
2. Fungsi sekretaris utama
Dalam melaksanakan tugasnya, sekretariat utama
menyelenggarakan fungsi :
1. Pengkoordinasian, sikronisasi, dan integrasi perencanaan,
penganggaran, penyusunan laporan, pengembangan pegawai
termaksuk pendidikan dan pelatihan serta perumusan kebijakan
teknis di lingkungan Badan POM RI
2. Pengkoordinasian, sikronisasi, dan integrasi penyusunan peraturan
perundang-undangan, kerjasama luar negeri, hubungan antar
lembaga, kemasyarakatan dan bantuan hukum yang berkaitan
dengan tugas Badan POM RI
3. Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi
dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, perlengkapan
dan rumah tangga
10

4. Pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan pusat-


pusat dan unit-unit pelaksana teknis di lingkungan Badan POM RI
5. Pengkoordinasian administrasi pelaksanaan tugas Deputi di
lingkungan Badan POM RI
6. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai dengan
tugasnya.
3) Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapuetik dan Narkotika,
Psikotropika dan Zat adiktif
Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapuetik dan Narkotika,
Psikotropika dan Zat aditif mempunyai tugas melaksanakan perumusan
kebijakan di bidang pengawasan produk terapeutik, narkotika,
psikotropika, dan zat aditif. Dalam melaksanakan tugasnya, Deputi Bidang
Pengawasan Produk Terapuetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat
adiktif menyelenggarakan fungsi :
1. Penkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan
umum di bidang pengawasan produk terapeutik dan narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif
2. Penyusunan rencana pengawasan produk terapeutik dan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif.
3. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria
dan prosedur pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis,
pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian
obat dan produk biologi
4. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar,
kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan
teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang
standarisasi produk terapeutik dan pembekalan kesehatan rumah
tangga.
5. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria
dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis,
pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan
11

produksi produk terapeutik dan pembekalan kesehatan rumah


tangga.
6. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria
dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebikalan teknis,
pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan
distribusi produk terapeutik dan perbekalan kesehatan rumah
tangga.
7. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria
dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis,
pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif.
8. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang
pengawasan produk terapeutik dan narkotik, psikotropika dan zat
adiktif.
9. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan produk
terapeutik dan narkotika, psikotropika dan zat adiktif.
10. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai
bidang tugasnya.
4) Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk
Komplemen
Dalam melaksanakan tugasnya, Deputi Bidang Pengawasan Obat
Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen menyelenggarakan fungsi:
1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan
umum dibidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk
komplemen
2. Penyusunan rencana pengawasan obat tradisional, kosmetik dan
produk komplemen
3. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria
dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijkan teknis,
pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penelitian obat
tradisnioal, suplemen makanan dan kosmetik.
12

4. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria,


dan prosedur, penngendalian pelaksanaan kebijakan teknis,
pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengaturan dan
standarisasi obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen.
5. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar kriteria
dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis,
pemantauan, pemeberian bimbinghan dibidang inpeksi dan
sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen
6. Perumusan kebjiakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria
dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis,
pemantauan, pemberian bimbingan dibidang Obat Asli Indonesia
7. Pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen.
8. Koordinasi kegiatan fungsional pelksanaan kebijakan dibidang
pengawasan obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen
9. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan obat tradisional
kosmetik dan produk komplemen.
10. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai dengan
bidang tugasnya
5) Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan
Berbahaya mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di
bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. Dalam
melaksanakan tugasnya, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan
dan Bahan Berbahaya menyelenggarakan fungsi:
1. Pengkajian dan penyususnan kebijakan nasional dan kebijakan
umum di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan
berbahaya.
2. Penyusunan rencana pengawasan keamanan pangan dan bahan
berbahaya.
3. Rumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria
dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis,
13

pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian keamanan


pangan.
4. Rumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria
dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis,
pemantauan, pemberian bimbingan di bidang standarisasi produk
pangan.
5. Rumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria
dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis,
pemantauan, pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan
sertifikasi pangan.
6. Rumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria
dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis,
pemantauan, pemberian bimbingan di bidang surveilan dan
penyuluhan keamanan pangan.
7. Rumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria
dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis,
pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengawasan produk
dan bahan berbahaya
8. Pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya.
9. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan dibidang
pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya
10. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan pangan dan
bahan berbahaya
11. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai dengan
bidang tugasnya.
14

6) Inspektorat
Inspektorat dipimipin oleh inspektur yang berada dibawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM. Dalam pelaksanaan tugas
sehari-hari, inspektorat dibina oleh sekretaris utama.
1. Tugas inspektorat
Inspektorat memiliki tugas melaksanakan pengawasan fungsional
di lingkungan badan POM
2. Fugsi Inspektorat
Dalam melaksanakan tugasnya, inspektorat menyelanggarakan
fungsi sebagai berikut :
1. Penyiapan perumusan kebijakan, rencana dan program
pengawasn fungsional
2. Pelaksanaan pengawasan fungsional sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku
3. Pengusutan mengenai kebenaran laporan atau pengaduan
tentang hambatan, penyimpangan atau penyalahgunaan
dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh unsur atau
unit dilingkungan Badan POM
4. Pelaksanaan urusan tata usaha inspektorat.
7) Pusat pengujian obat dan makanan
1. Tugas
Pusat pengujian oabat dan makanan mempunyai tugas
melaksanakan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan
penilaian mutu produk terapeutik, narkotika, kosmetik, produk
komplemen, pangan dan bahan berbahaya sesuai dengan peraturan
perundang undangan yang berlaku, serta melaksanakan pembinaan
mutu laboraturium pengawasan obat dan makanan
15

2. Fungsi
Dalam melaksankan tugasnya, pusat pengujian obat dan
makanan menyelenggarakan fungsi, yaitu :
1. Penyusunan rencana dan program engujian obat dan makanan.
2. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan
penilaian mutu produk terapeutik, narkotika, psikotropika dan
adiktif lain, dan alat kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk
komplemen, pangan dan bahan berbahaya.
3. Pembinaan mutu laboratorium pusat pengujian obat dan makanan
4. Pelaksanaan sistem rujukan pengawasan obat dan makanan
5. Penyediaan baku pembanding dan pengembangan metode analisa
pengujian.
6. Pelatihan tenaga ahli di bidang pengujian obat dan makanan.
7. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan
8. Pelaksanaan urusan tata usaha kerumahtanggaan
8) Pusat Penyidikan Obat dan Makanan
1. Tugas
Pusat penyidikan obat dan makanan mempunyai tugas
melaksanakan kegiatan penyelidikan dan penyidikan terhadap
perbuatan melawan hukum di bidang produk terpeutik, narkotika,
psikotropika dan zat adiktif, obat tradisonal, kosmetik dan produk
komplemen dan makanan serta produk sejenis lainnya.
2. Fungsi
Dalam melaksanakan penyidikan obat dan makanan
menyelenggarakan fungsi :
1. Penyusunan rencana dan program
2. Penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan
3. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan
4. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan penyelidikan dan
penyidikan obat dan makanan
16

9) Pusat Riset Obat dan Makanan


Pusat Riset Obat dan Makanan adalah unsur pelaksana tugas Badan
POM yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan
POM, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari secara teknis dibina oleh
Deputi dan secara administrasi dibina oleh Sekretariat utama. Pusat
pengujian obat dan makanan dipimin oleh seorang kepala.
1. Tugas
Pusat riset obat dan makanan mempunyai tugas melaksankan
kegiatan dibidang riset toksikologi, keamanan pangan dan produk
terapeutik.
2. Fungsi
Dalam menyelenggarakan tugasnya, pusat riset obat dan
makanan menyelenggarakan fungsi
1. Penyusunan rencana dan program riset obat dan makanan
2. Pelaksanaan riset obat dan makanan
3. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan obat dan
makanan.
10) Pusat Informasi Obat dan Makanan
Pusat informasi obat dan makanan adalah unsur pelaksana tugas
Badan POM yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala
Badan POM, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari secara teknis dibina oleh
Deputi dan secara administrasi dibina oleh sekretariat umum. Pusat
pengujian obat dan makanan dipimpin oleh Kepala.
1. Pusat Informasi Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan
kegiatan dibidang pelayanan informasi obat, informasi keracunan dan
teknologi informasi.
2. Fungsi
Dalam melaksanakan tugasnya, pusat informasi obat dan makanan
menyelenggarakan fungsi yaitu :
1. Penyusunan rencana dan program kegiatan pelayanan informasi
obat dan makanan
17

2. Pelaksanaan pelayanan informasi obat


3. Pelaksanaan informasi keracunan
4. Pelaksanaan kegiatan di bidang teknologi
5. Evaluasi dan penyusunan pelaksanaan informasi obat dan makanan
6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan
2.8 Kegiatan BPOM
Untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsinya, Balai POM
menyelenggarakan berbagai kegiatan yang dikelompokkan sebagai berikut :
1. Kegiatan manajerial
Kegiatan manajerial pada Balai POM meliputi Administrasi (Umum,
kepegawaian, keuangan, dan perlengkapan)
2. Kegaiatan pokok Balai POM mencangkup
a. Kegiatan pemeriksaan terdiri dari :
1) Pemeriksaan sarana produksi, distribusi dan sarana pelayanan,
tenaga dan komoditi
2) Pelaksanaan penanggulangan kasus khusus (keracunan
makanan dll)
3) Pelaksanaan keputusan tindak lanjut
4) Pengambilan sampel Bahan berbahaya
5) Pengawasan periklanan dan bentuk promosi lainnya.
b. Kegiatan pengujian terdiri dari :
1) pengujian obat
2) pengujian Obat Tradisional
3) pengujian Narkotika dan Bahan Berbahaya
4) pengujian makanan dan minuman
5) pengujian kosmetika, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga
2.9 Bahan Tambahan Pangan
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88
dijelaskan bahwa Bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas
18

makanan, mempuyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk
organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan,
pewadahan, pembungkusan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk
menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung)
suatu komponan yang mempengaruhi sifat khas makanan. Penggolongan BTP
yang diizinkan digunakan pada pangan menurut Peraturan Menteri Kesehatan
RI No.722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut.
1) Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada
pangan. Beberapa pewarna alami yang diizinkan digunakan dalam pangan
menurut Peraturan Menteri Kesehatan Rl No. 722/Menkes/Per/IX/88
diantaranya adalah :
1. Karamel, yaitu pewarna alami berwarna coklat yang dapat
digunakan untuk mewarnai jem/jeli (200 mg/kg), acar ketimun
dalam botol (300 mg/kg), dan yoghurt beraroma (150 mg/kg)
2. Beta-karoten, yaitu pewama alami berwarna merah-oranye yang
dapat digunakan untuk mewarnai acar ketimun dalam botol (300
mg/kg), es krim (100 mg/kg), keju (600 mg/kg), lemak dan
minyak makan (secukupnya)
3. klorofil, yaitu pewarna alami berwarna hijau yang dapat
digunakan untuk mewarnai jem/jeli (200 mg/kg) atau keju
(secukupnya)
4. Kurkumin, yaitu pewarna alami berwarna kuning-oranye yang
dapat digunakan untuk mewarnai es krim dan sejenisnya (50
mg/kg), atau lemak dan minyak ikan (secukupnya)
2) Pemanis buatan, yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada
pangan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi (Tabel 1)
3) Pengawet, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi,
pengasaman atau penguraian lain pada makanan yang disebabkan oleh
pertumbuhan mikroba (Tabel 2)
19

4) Antioksidan, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat proses


oksidasi lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan (Tabel 3)
5) Antikempal, yaitu BTP yang dapat mencegah mengempalnya
(menggumpalnya) pangan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk
(Tabel 4)
6) Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, yaitu BTP yang dapat
memberikan inenambah atau mempertegas rasa dan aroma. Salah satu
penyedap rasa dan aroma yang dikenal luas di Indonesia adalah vetsin atau
bumbu masak dan terdapat banyak merek di pasaran. Penyedap rasa
tersebut mengandung senyawa yang disebut monosodium glutamat (MSG).
Peranan asam glutamat sangat penting, diantaranya untuk merangsang dan
menghantar sinyal-sinyal antar sel otak, dan dapat memberikan citarasa
pada makanan. Dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No.
722/Menkes/Per/IX/88, penggunaan MSG dibatasi secukupnya, yang
berarti tidak boleh berlebihan.
7) Pengatur keasaman (pengasam, penetral, dan pendapar), yaitu BTP yang
dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman
pangan (Tabel 5)
8) Perlakuan tepung, adalah bahan tambahan pangan yang ditambahkan pada
tepung untuk memperbaiki warna, mutu adonan dan atau pemanggangan
(Tabel 6)
9) Pengemulsi, yaitu BTP yang dapat membantu terbentuknya dan
memantapkan sistem dispersi yang homogen pada pangan Pengeras,
yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya pangan
(Tabel 7)
10) Pengeras, yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya
makanan (Tabel 8)
11) Sekuestran, yaitu BTP yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam
pangan, sehingga memantapkan warna. aroma dan tekstur (Tabel 9)
20

2.9.1 Peraturan-peraturan Mengenai Penggunaan BTP


1. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.239/Menkes /Per/v/85 tentang Zat
Warna tertentu yang Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya.
Dalam Peraturan Menteri ini dicantumkan pewarna yang
dinyatakan sebagai bahan berbahaya bagi kesehatan manusia, oleh
karena itu dilarang digunakan dalam pangan. Beberapa bahan pewarna
dalam daftar tersebut (yang diberi tanda bintang pada daftar dibawah
ini) telah dilarang penggunaannya sejak tahun 1979 melalui Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 235/Menkes/Per/VI/79 tentang Zat Warna
Yang Dilarang Digunakan dalam Pangan. Pewarna yang dinyatakan
berbahaya bagi kesehatan adalah sebagai berikut :
No Nama Pewarna berbahaya
1 Auiramine*
2 Fast Yellow AB
3 Orange GGN
4 Alkanet
5 Guinea Green B*
6 Orange RN
7 Butter Yellow*
8 Indanthrene Blue RS
9 Orchis and Orcein
10 Black 7984
11 Magenta*
12 Ponceau 3R*
13 Bum Umber
14 Metanil Yellow*
15 Ponceau SX*
16 Chrysoindine*
17 Oil Orange SS*
18 Ponceau 6R
21

19 Crysoine
20 Oil Orange XO*
21 Rhodamin B*
22 Citrus Red No. 2*
23 Oil Yellow AB*
24 Sudan I*
25 Chocolate Brown FB
26 Oil Yellow OB*
27 Scarlet GN
28 Fat Red E
29 Orange G
30 Violet

2. Peraturan Menteri Kesehatan No.772/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan


Tambahan Pangan.
1. Jenis dan jumlah maksimum berbagai macam BTP yang
diizinkan digunakan di dalam pangan serta jenis pangan yang
dapat ditambahkan BTP tersebut.
2. Jenis bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam pangan,
yaitu :
1 Asam borat dan senyawanya
2 Asam salisilat dan garamnya
3 Diatilpirokarbonat
4 Dulsin
5 Kalium klorat
6 Kloramfenikol
7 Minyak nabati yang dibrominasi
8 Nitrofurazon
9 Formalin (formaldehida)
22

3. Pangan yang mengandung BTP, pada labelnya harus


dicantumkan nama golongan BTP dan pada label pangan yang
mengandung BTP golongan antioksidan, pemanis buatan,
pengawet, pewarna dan penguat rasa harus dicantumkan pula
nama BTP dan nomor indeks khusus untuk pewarna
4. Pada wadah BTP harus dicantumkan label yang memenuhi
ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan RI tentang label dan
periklanan Pangan. Selain itu pada lebel BTP harus
dicantumkan pula :
1) Tulisan “Bahan Tambahan Pangan’’ atau “Food
Additive”
2) Nama BTP, khusus untuk pewarna dicantumkan pula
nomor indeksnya
3) Nama golongan BTP
4) Nama pendaftaran produsen
5) Nomor pendaftaran produk, untuk BTP yang harus
didaftarkan pada label BTP dalam kemasan eceran harus
dicantumkan pula takaran pengunaannya.
2.10 Kosmetika
Dalam peraturan Menteri Kesehatan No. 1176/Menkes/Per/VII/2010
Tahun 2010 tentang Notifikasi Kosmetika perlu menetapkan Peraturan
kepada Badan POM tentang persyaratan Teknis Bahan Kosmetika bahwa
Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan
pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ
genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki
bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.
Bahan Kosmetika yang diperbolehkan digunakan dengan pembatasan dan
persyaratan penggunaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran, bahan yang
diperbolehkan sebagai Bahan Pewarna sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II, bahan yang diperbolehkan sebagai Bahan Pengawet
23

sebagaimana tercantum dalam Lampiran III, bahan yang diperbolehkan


sebagai Bahan Tabir Surya sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV.
2.11 Obat Tradisonal
Menurut PERMENKES NOMOR 007 Tahun 2012 tentang Registrasi
Obat Tradisional, obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang
berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan
untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku
dimasyarakat.
Obat tradisional dilarang mengandung:
1. Etil alkohol lebih dari 1 % kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yang
pemakaiannya dengan pengenceran
2. Bahan kimia obat yang merupakan hasil isolasi atau sintetik berkhasiat
obat.
3. Narkotika atau psikotropika dan atau bahan lain yang berdasarkan
pertimbagan kesehatan dan atau berdasarkan penelitian
membahayakan kesehatan.
2.12 Kode registrasi produk
2.12.1 Nomor registrasi obat yang didapatkan setelah selesai registrasi
terdiri dari 12 digit
 Digit ke 1 dan 2 :menunjukan kode kosmetika dalam atau luar
negeri
CD : kode kosmetika dalam negeri
CL : kode kosmetika luar negeri
 Digit ke 3 dan 4 menunjukan jenis sediaan
01 : sediaan bayi
02 : sediaan mandi
03 : sediaan kebersihan badan
04 : sediaan cukur
05 : sediaan wangi-wangian
06 : sediaan rambut
24

07 : sediaan pewarna rambut


08 : sediaan rias mata
09 : sediaan rias wajah
10 : sediaan pewarnaan kulit
11 : sediaan mandi surya dan tabir surya
12 : sediaan kuku
13 : sediaan higiene mulut
 Digit ke 5 dan 6 menunjukan sub bagian dari 2 angka
sebelumnya
Contoh 0905 (09 meruapakan sediaan rias wajah dan 05
merupakan lipsglos)
 Digit ke 7 dan 8 merupakan tahun dibuat namun dengan
terbalik
Contoh : tahun 2009, menjadi 90
 Digit ke 9 samapi 12 menunjukan nomor urut produk yang
diproduksi oleh perusahaan
I : obat jadi imfor
L : obat jadi produksi lokal
E : obat jadi untuk keperluan ekspor
X : obat jadi untuk keperluan khusus (misalnya untu keperluan
program)
2.12.2 Nomor Registrasi makanan
Untuk nomor registrasi makanan, terdiri dari 14 digit
 Digit ke 1 dan 2 menunjukan asal produksi
MD : makanan produk dalam negeri
ML : makanan produk luar negeri
 Digit ke 3 menunjukan jenis kemasan
 Digit ke 4 samapi 6 menunjukan jenis makanan
 Digit ke dan 8 menunjukan provinsi/negara pabrik
 Digit ke 9 samp 11 menunjukan nomor makanan yang
terdaftar di pabrik
25

 Digit ke 12 sampai 14 menunjukan nomor unit pabrik yang


produknya terdaftar
2.12.3 Nomor Registrasi Obat
Nomor registrasi obat yang didapatkan setelah selesai registrasi terdiri
dari 15 digit
 Digit ke 1 :
D : menunjukkan nama dagang
G : menunujkan nama generik
 Digit ke 2 :
K : golongan obat keras
T : golongan obat bebas terbatas
B : golongan obat bebas
P : golongan obat psikotropika
N : golongan obat narkotika
 Digit ke 3 :
I : obat jadi imfor
L : obat jadi produksi lokal
E : obat jadi untuk keperluan ekspor
X : obat jadi untuk keperluan khusus (misalnya untu keperluan
program)
 Digit ke 4 dan 5 membedakan priode pendaftaran obat jadi
misal 90 : obat jadi yang telah disetujui pada prode 90
 Digit ke 6 samapi 8 menunjukan nomor urut pabrik (jumlah
abrik yang ada lebih dari 100 dan kurang dari 1000)
 Digit ke 9 sampai 11 menunjukan nomor urut obat jadi yang
disetujui untuk masing-masing pabrik (jumlah obat jadi untuk
masing-masing pabrik ada yang lebih dari 100 dan diperkirakan
tidak lebih dari 1000)
 Digit ke 12 dan 13 menunjukan bentuk sediaan obat jadi
(macam bentuk sediaan yang ada lebih dari 26 macam)
 Digit ke 14 menunjukan kekuatan sediaan obat jadi
26

A :menunjukan kekuatan sediaan obat jadi yang pertama


B :menunjukan kekuatan sediaan obat jadi yang kedua
disetujui
C :menunjukan kekuatan sediaan obat jadi yang ketiga
 Digit ke 15 menunjukan kemasan berbeda untuk tiap nama,
kekuatan dan bentuk sediaan obat jadi
2.12.4 Nomor Registrasi Obat Tradisional
Nomor pendaftaran obat tradisional terdiri dari 11 digit, yaitu 2 digit
pertama huruf dan 9 digit berupa angka
 Digit ke 1 menunjukan obat tradisional
 Digit ke 2 menunjukan lokasi obat tradisional tersebut
diproduksi
TR : obat tradisional produksi dalam negeri
TL : obat tradisional produksi dalam negeri dengan lisensi
TI : obat tradisional produksi luar negeri
BTR : obat tradisional yang berbatasan dengan obat produksi
dalam negeri
BTL : obat tradisional yang berbatasan dengan obat produksi
dalam negeri lisensi
BTI : obat tradisional yang berbatasan dengan obat produksi
dalam negeri atau impor
SD : suplemen makanan produksi dalam negeri
SL : suplemen makanan produksi dalam negeri dengan lisensi
SI : suplemen makanan produksi luar negeri atau impor
 Digit ke 3 dan 4 tahun mulai didaftarkan pada Depkes RI
misalnya 1976 ditulis 76,1978 ditulis 78, 2000 ditulis 00
 Digit ke 5 menunjukan perusahaan
1. : pabrik farmasi
2. : pabrik jamu
3. : perusahaan jamu
 Digit ke 6 menunjukan bentuk sediaan
27

1. : bentuk rajangan
2. : bentuk serbuk
3. : bentuk kapsul
4. : bentuk pil,granul, boli, pastiles, jenang, tablet, kapelt
5. :bentuk dodol
6. : bentuk cairan
7. : bentuk salep, krim
8. : bentuk plester/koyo
9. : bentuk lain seperti dupa, ratus, magir, permen
 Digit ke 7 samapi 10 menunjukan nomor urut jernis produk
yang terdaftar
 Digit ke 11 menunjukan jenis atau macam kemasan (volume)
1 : 15 ml
2 : 30 ml
3 : 45 ml

Anda mungkin juga menyukai