Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENANGANAN HASIL PERIKANAN

Disusun oleh:
Kelompok 3
NABILA AYU AZMI 26030120140088
SEMPA MASITA BR GINTING 26030120140055
TUBAGUS USAMA ADYA 26030120140041
RASYID WIRA PRADIPTA 267030120140050

DEPARTEMEN PERIKANAN TANGKAP


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2023
Kelompok :3
Tanggal : 18 Maret 2023

MODUL I : RIGOR INDEKS


TOPIK I : TAHAPAN PROSES KEMUNDURAN MUTU KESEGARAN IKAN

Nama : Tubagus Usama Adya NIM : 26030120140041 Ttd :

Pengantar Teori Praktikum


Kesegaran ikan merupakan salah satu tolok ukur mutu ikan apakah layak dikonsumsi atau tidak. Lebih
ekstrim lagi untuk kriteria ikan segar bagi produk khusus ‘sushi’ dan ‘sashimi’ (produk makanan khas Jepang)
maka kesegaran ikan menjadi faktor yang sangat mutlak untuk dijamin. Ikan merupakan bahan pangan yang
mudah sekali mengalami kemunduran mutu ( perishable food) setelah diambil dari tempat hidupnya.
Kandungan nutrisi dan sifat karakteristik daging ikan mendukung kecepatan terjadinya kemunduran mutu,
sehingga ikan sangatlah perlu untuk ditangani segera dengan baik, misalnya dengan melakukan pendinginan
(penurunan suhu) untuk mengurangi kecepatan kemunduran mutunya.
Proses tahapan kemunduran mutu pada ikan dimulai dari perubahan proses enzimatis dan kimia
dalam daging, yakni perombakan senyawa nukleotida oleh enzim dimana senyawa adenosin triphosphat (ATP)
akan berubah menjadi komponen turunannya. Pada proses tersebut mencakup reaksi enzimatis, mikrobiologi
dan kimia. Setelah ikan mati maka proses anaerob akan merombak ATP dan glikogen menjadi asam laktat
sehingga pH daging ikan akan menurun dan ATP berkurang secara bertahap. Turunnya pH daging dan adanya
reaksi enzimatis akan menyebabkan terjadinya rigor mortis (kekakuan). Lama proses rigor mortis tergantung
dari cadangan glikogen yang ada pada daging ikan. Rigor mortis terjadi melalui beberapa tahapan yakni:
- Pre-rigor : Daging ikan lentur, lembut, tekstur kompak dan elastic (tidak berbekas saat ditekan),
glikolisis terjadi, pH daging menurun, aktivitas ATP-ase dan kreatinfosfat meningkat
- Rigor : Daging ikan kaku, tidak fleksibel, keras, terjadi penggabungan protein aktin dan miosin
menjadi aktomiosin
- Post rigor : Daging ikan kembali lentur, bakteri mulai aktif

Tujuan
Mempelajari tahapan proses kemunduran mutu ikan.

Kompetensi
Mampu menjelaskan proses tahapan kemunduran mutu kesegaran pada ikan (fase pre-rigor, rigor dan post
rigor).

Prosedur Kerja
a. Bahan
Ikan nila hidup
b. Alat
Jarum pentul, penggaris panjang 30 cm, penggaris siku timbangan, milimeter blok, meja, dan
styrofoam 30 cm x 15 cm
c. Metode
- Matikan ikan yang masih hidup dengan cara : 1). Dipingsankan ( cold shock) dan 2). Dibiarkan
mati dengan sendirinya.
- Simpan ikan yang mati tersebut dengan perlakuan disimpan pada suhu kamar
- Ukurlah perubahan posisi tubuh ikan dengan penggaris siku pada saat ikan mengalami pre rigor,
rigor dan post rigor setiap 1 jam sekali selama 12 jam. Pada 6 jam pertama pengukuran dilakukan
setiap 0,5 jam sekali.
- Amati perubahan karakteristik ikan mulai dari mata, insang, dan daging. Catat kondisi bagian ikan
setiap 60 menit dan dokumentasikan.
- Hitung lamanya waktu masing-masing fase tersebut sesuai dengan kondisi penanganan yang
diberikan.
Lembar Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengukuran Rigor Indeks pada Ikan Nila (Oreochomis niloticus) dengan Metode
dimatikan atau ditusuk
Jam ke- Waktu Panjang
0 13:29 9 cm
1 13:59 8 cm
2 14:29 6,5 cm
3 14:59 6 cm
4 15:29 5,5 cm
5 16:29 6 cm
6 17:29 7 cm
7 18:29 6,5 cm
8 19:29 6,5 cm
9 20:29 6 cm
10 21:29 6,5 cm
11 22:29 6 cm
12 23:29 5,5 cm
13 24:29 4,5 cm
14 01:29 5 cm
15 02:29 5 cm
16 03:29 5 cm
Sumber: Praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan, 2023.

Tabel 2. Hasil Perhitungan Rigor Indeks (RI) Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang dibiarkan mati
No Waktu Panjang
0 14:20 9 cm
1 14:50 8 cm
2 15:20 8 cm
3 15:50 7.8 cm
4 16:20 7.5 cm
5 16:50 7 cm
6 17:20 8 cm
7 17:50 10 cm
8 18:20 9 cm
9 18:50 9.5 cm
10 19:20 10 cm
11 19:50 10.5 cm
12 20:20 10.8 cm
13 21:20 9.5 cm
14 22:20 8.5 cm
15 23:30 9.5 cm
16 00:20 9 cm
17 01:20 10 cm
18 02:20 10.5 cm
Sumber: Praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan, 2023.

Tabel 3. Hasil Pengamatan Karakteristik Ikan Nila (Oreochomis niloticus) dengan Metode dimatikan
atau ditusuk
Jam ke- Mata Insang Daging

Cembung jernih Merah cerah Elastis

Cembung jernih Merah Cerah Elastis

Cembung jernih Merah Cerah Elastis


sedikti

3
Keruh cekung Merah tua Sedikit kaku
4

Keruh cekung Merah tua Sedikit kaku

Keruh cekung Merah tua Sedikit kaku

Keruh cekung Merah tua Sedikit kaku

Keruh cekung Merah tua Sedikit kaku

Keruh cekung Merah tua Sedikit kaku

Keruh cekung Merah tua Sedikit kaku

10

Keruh cekung Merah tua Sedikit kaku


11

Keruh cekung Merah tua Sedikit kaku

12

Keruh cekung Merah tua Sedikit kaku

13

Keruh cekung Merah tua Sedikit kaku

14

Cekung, Kuning, Merah Tua, Kaku


Kempes Berlendir

15

Cekung, Keruh, Merah Tua, Kaku


Kempes Berlendir

16

Cekung, Keruh, Merah Tua, Berlendir Kaku


Kempes
Sumber: Praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan, 2023.
Tabel 4. Hasil Pengamatan Karakteristik Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan metode Dibiarkan
mati dengan sendirinya
Jam ke- Mata Insang Daging

7
8

10

11

12

13

14
15

16

17

18

19

Sumber: Praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan, 2023.


Pembahasan :
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang termasuk dalam famili
Cicchlidae dan merupakan ikan yang berasal dari afrika. Secara umum karakteristik ikan nila yaitu
memiliki bentuk tubuh agak memanjang dan pipih, memiliki garis vertical berwarna gelap sebanyak
6 buah pada sirip ekor, serta pada bagian tubuh memiliki garis vertikal yang berjumlah 10 buah, dan
pada ekor terdapat 8 buah garis melintang yang ujungnya berwarna kehitaman. Ikan nila termasuk
ikan air tawar yang mudah dibudidayakan serta memiliki kelebihan dari pada ikan tawar lainnya
yaitu kemampuan membentuk gel yang baik untuk ketahanan tubuhnya dan harganya yang relatif
murah. Ikan air tawar ini termasuk ikan dengan nilai ekonomis tinggi dan memiliki kandungan
protein yang cukup banyak serta memiliki keunggulan berkembang dengan cepat. Ikan ini memiliki
daging yang enak dan tebal serta gurih sehingga banyak disukai dan dikonsumsi oleh masyarakat.
Ikan nila juga sudah termasuk kedalam komoditi ikan ekspor, hal ini dikarenakan ikan nila mudah
untuk diolah serta mudah beradaptasi di berbagai kondisi perairan. Alasan tersebut menjadikan ikan
nila sebagai sampel penelitian tahapan kemunduran mutu ikan. Menurut Ramlah et al. (2016), ikan
nila merupakan ikan air tawar yang mudah beradaptasi dengan lingkungan dan mudah dipijahkan
sehingga penyebarannya di alam sangat luas. Ikan nila umumnya hidup di perairan tawar, seperti
sungai, waduk, rawa, sawah, saluran irigasi dan danau. Ikan ini disukai masyarakat karna dagingnya
yang gurih, harganya yang relatif murah dan mudah didapat oleh masyarakat di Indonesia.
Metode yang digunakan untuk mematikan ikan pada praktikum ini yaitu dengan cara
menusuk ikan menggunakan pisau secara langsung. Metode ditusuk secara langsung menggunakan
pisau ini efektif untuk mematikan ikan dalam keadaan segar. Ikan yang mati karna ditusuk akan
memiliki kualitas kesegaran yang baik, karna ikan tidak terlalu lama mengalami stres. Proses
penusukan dilakukan dengan ikan dimasukkan ke wadah yang sudah di bersihkan kemudian ikan
dimatikan dengan cara menusuk bagain opercullum pada ikan. Ikan nilai yang dimatikan dengan
ditusuk pada bagian opercullum pada umumnya akan mengalami waktu stress yang lebih sedikit
hingga pada akhirnya ikan mati. Laju perkembangan fase penurunan ikan segar pada ikan nila dengan
perlakuan dibiarkan mati dengan sendirinya menyebabkan laju perkembangan fase penurunan
kesegaran ikan lebih cepat dibandingkan dengan ikan yang dimatikan dengan cara ditusuk secara
langsung. Efisiensi dalam segi waktu juga menunjukan metode dengancara ikan ditusuk lebih efisien
dibandingkan dengan metode ikan yang dibiarkan mati dengan sendirinya ataupun metode
dipingsankan (cold shock). Menurut Herawati et al. (2014), metode membunuh langsung ikan dengan
ditusuk merupakan salah satu metode yang memberikan waktu lebih lama pada proses rigor ikan.
Ikan yang dibiarkan menggelepar sampai mati waktu rigornya lebih cepat dibandingkan dengan ikan
yang dimatikan langsung. Hal ini dikarnakan ikan yang dibiarkan menggelepar sampai mati banyak
meronta sehingga ikan terluka, terkelupas sisiknya dan kehilangan energi sehingga dapat
menyebabkan pencapaian rigor mortis lebih cepat.
Rigor mortis merupakan suatu proses yang terjadi pada tahapan penurunan mutu ikan. Proses
penurunan kesegaran ikan yang berlangsung pada ikan nila dapat dikelompokan menjadi tiga tahap
yaitu, tahap pre-rigor mortis, rigor mortis, dan post-rigor mortis. Proses tahapan kemunduran mutu
pada ikan Fase pre-rigor mortis dimulai sesaat setelah ikan mati dan terjadinya perubahan proses
enzimatis dan kimia dalam daging ikan, yakni perombakan senyawa nukleotida oleh enzim dimana
senyawa adenosin triphosphat (ATP) akan berubah menjadi komponen turunannya. Proses tersebut
mencakup reaksi enzimatis, mikrobiologi dan kimia. Fase ini ikan ditandai dengan ciri-ciri daging
ikan lentur, lembut, tekstur kompak dan elastic. Keberlangsungan rigor mortis pada ikan terjadi
ketika ikan mati, yang dimana anaerob dan ATP terurai oleh enzim dalam tubuh ikan dengan
terjadinya suatu proses perubahan biokimia yang menyebabkan bagian protein otot (aktin dan
miosin) berkontraksi dan menjadi kaku (rigor). Fase ini ditandai dengan tubuh ikan yang kejang
setelah ikan mati. Fase selanjutnya yaitu post-rigor mortis atau relaksasi yang ditandai dengan
kontraksi aktin dan miosin dengan menggunakan energi sisa dari metabolisme anaerob. Post-rigor
menyebabkan, daging ikan akan mengalami proses pembusukan oleh beragam mikroba dan
menyebabkan daging ikan kembali lentur pada fase post-rigor. Menurut Hong et al. (2017), rigor
mortis merupakan suatu proses di mana ikan kehilangan kelenturannya yang diakibatkan kekakuan
otot. Rigor mortis mengakibatkan terjadinya ketegangan otot yang semakin meningkat yang
disebabkan terjadinya penurunan senyawa terkait ATP. Kemunduran mutu pada ikan yang ditandai
ketegangan otot atau kekauan pada ikan terjadi dalam waktu 6 jam setelah dilakuan penangkapan
ataupun pengolahan.
Faktor yang mempengaruhi kesegaran ikan dapat ditinjau dari berbagai macam faktor.
Parameter tersebut dinataranya yaitu enzimatik, kimiawi dan bakteriologis yang diikuti oleh
penurunan organoleptik pada ikan. Faktor -faktor tersebut berpengaruh terhadap penentuan kualitas
kesegaran ikan dan kemunduran mutu ikan. Mutu kesegaran ikan dapat menjadi buruk dikarenakan
adanya perubahan faktor biokimia dan mikrobiolgis pada ikan. Mutu kesegaran pada ikan hanya
dapat dipertahankan dengan adanya penanganan yang baik pada ikan segar. Penanganan yang baik
diantaranya yaitu melakukan penyimpanan ikan pada suhu rendah, metode mematikan ikan dengan
cara langsung dibunuh serta menjaga kualitas ikan dari kontaminasi sekitar ikan. Kesegaran ikan juga
dapat ditentukan dengan suhu ikan dan lingkungan sektiar. Suhu berperan penting dalam penentuan
waktu cepat atau lambatnya kemunduran mutu yang terjadi pada ikan segar. Suhu juga berperan
dalam penentuan kesegaran ikan bedasarkan rigor indeks melaui penentuan pH. Nilai pH dapat
menentukan posisi daging ikan bedasarkan fase rigor mortis. Penentuan kesegaran ikan bedasarkan
rigor indeks atau fase perubahan keadan mutu ikan sangat bermanfaat dalam kelayakan kesegaran
ikan. Menurut Seifzadeh dan Gashti (2022), faktor kualiats kesegaran ikan dapat ditentukan dengan
proses rigor mortis. Proses ini dimulai setelah kematian ikan terjadi dan cadangan glikogen habis atau
dapat terjadi juga pada saat ikan mengalami stres. Rigor mortis menyebabkan kontraksi yang terjadi
pada otot ikan karena kekurangan ATP (adenosin trifosfat). Seiring waktu kekakuan pada otot ikan
akan menghilang, namun pada fase tersebut kesegaran ikan juga akan ikut menghilang dengan
ditandai pembusukan. Hilangnya kesegaran ikan dipengaruhi oleh adanya suhu. Faktor suhu ikan dan
suhu penyimpanan, kemudian penanganan sebelum penyembelihan serta metode yang digunakan
untuk pemingsanan dan pembunuhan ikan merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya
kemunduran mutu kesegaran ikan
Kemunduran mutu pada ikan segar merupakan suatu proses perubahan yang terjadi pada ikan
nila yang telah mati yang dipengaruhi oleh adanya suatu aktivitas enzim, mikroorganisme maupun
kimiawi. Faktor kecepatan penurunan kesegaran mutu ikan dipengaruhi oleh kerusakan fisik pada
ikan. Rusaknya fisik ikan umumya disebabkan faktor eksternal seperti pada saat proses penangkapan
ataupun pada proses pengolahan. Peristiwa seperti terinjak, terbanting, ataupun terluka dapat juga
menyebabkan faktor kecepatan kemunduran mutu pada ikan. Kecepatan penurunan tingkat kesegaran
ataupun mutu pada ikan ditandai dengan adanya perubahan fisik, kimia, dan organoleptik pada ikan.
Tahapan kecepatan kemunduran mutu ikan, dapat diketahui dengan melihat nilai rigor indeks pada
ikan saat ikan mengalami fase pre-rigor, rigor mortis, dan post rigor. Ikan termasuk komoditas yang
sangat mudah rusak dan membutuhkan penanganan segera setelah dipanen agar bisa menjaga kualitas
kesegaran ikan. Mutu dan kualitas ikan dapat ditentukan dari berbagai hal, diantaranya karakteristik
daging, tekstur, bau, bentuk mata, warna insang, lendir di permukaan kulit, suhu habitat tempat ikan
hidup, jenis ikan, cara penangkapan dan cara penanganan ikan. Penurunan mutu ikan dimulai pada
saat setelah ikan ditangkap atau mati. Ikan yang telah mati mulai mengalami penuruan tingkat
kesegarannya dengan cepat yang ditandai dengan perubahan yang terlihat pada beberapa organ dalam
ikan dan juga organ luar ikan. Kecepatan kemunduran mutu pada ikan juga dapat ditentukan dengan
faktor tinggi atau rendahnya suhu dalam kegiatan penyimpanan ikan maupun kegiatan proses
distribusi ikan serta pengolahan ikan. Menurut Rozi (2018), kecepatan penurunan kesegaran pada
ikan terjadi dengan waktu yang cepat dan singkat dan ditandai dengan adanya fase rigor mortis yang
disebabkan faktor suhu. Faktor ini menyebabkan pembusukan pada ikan yang diakibatkan oleh
aktivitas enzim dan bakteri. Pembusukan yang dibiarkan terlalu lama akan menjadikan faktor ynag
menunjukan bahwa mutu ikan sudah rendah dan tidak layak untuk dikonsumsi. Adapun faktor
lainnya dalam kecepatan kemunduran mutu pada ikan dipengaruhi faktor pH. Tinggi rendahnya pH
awal ikan sangat tergantung pada jumlah glikogen yang ada dan kekuatan ketahanan pada daging
ikan. Kemunduran mutu ikan akan menyebabkan nilai pH daging ikan akan terus naik mendekati
netral.
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Penelitian pada kegiatan praktikum dilakukan dengan ikan dimatikan dengan cara ditusuk pada
bagian opercullum menggunakan pisau. Penggunaan pisau sebagai media dalam mematikan ikan
pada metode tusuk secara langsung sangat berguna dalam proses mematikan ikan. Ikan nila yang
mati ditusuk akan memiliki mutu kesegaran ikan yang lebih baik dan tahan lama dibandingkan
metode lainnya. Tahapan kemunduran pada ikan terjadi pada 3 fase, yaitu fase pre-rigor mortis, rigor
mortis, dan post-rigor mortis. Kesegaran ikan merupakan tolak ukur mutu ikan apakah layak
dikonsumsi atau tidak. Ikan dikatakan memiliki kesegaran yang layak konsumsi dipengaruhi banyak
faktor. Faktor tersebut diantaranya yaitu faktor enzimatik, kimiawi dan bakteriologis yang diikuti
oleh penurunan organoleptik pada ikan. Kualitas kesegaran dan tahap kemunduran mutu ikan dapat
dijaga dan dipertahankan dengan adanya pengelolaan ikan segar dengan baik dan benar. Ikan
merupakan produk yang mudah rusak sehingga faktor pengelolaan seperti proses penangkapan,
penyusunan, pengolahan, serta penyimpanan merupakan proses utama yang harus dikelola dengan
baik guna menjaga kualitas kesegaran ikan dan mempertahankan terjadinya kemunduran mutu pada
ikan

B. Saran
Saran yang didapat dari praktikum modul 1 topik 1 (tahapan proses kemunduran mutu
kesegaran ikan) adalah:
1. Sebaiknya, ikan masih dalam keadaan bagus dan tidak ada cacat.
2. Sebaiknya, saat melakukan pengamatan dilakukan secara tepat waktu.
3. Sebaiknya, saat melakukan pengukuran dilakukan secara teliti.
Daftar Pustaka :

Herawati, D.P., Darmanto, Y. dan Romadhon. 2014. Pengaruh Cara Kematian dan Tahapan
Penurunan Kesegaran Ikan terhadap Kualitas Pasta Ikan Mas (Cyprinus carpio). Jurnal
Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 3(3): 23–31.

Hong, H., J. M. Regenstein dan Y. Luo. 2017. The Importance of ATP-related Compounds for the
Freshness and Flavor of Post-mortem Fish and Shellfish Muscle: A Review. Critical Reviews in
Food Science and Nutrition, 57(9): 1–56.

Ramlah, S. E., Z. Hasyim dan M. S. Hasan. 2016. Perbandingan Kandungan Gizi Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) Asal Danau Mawang Kabupaten Gowa dan Danau Universitas
Hasanuddin Kota Makassar. Jurnal Biologi Makassar, 1(1): 39–46.

Rozi, A. 2018. Laju Kemunduran Mutu Ikan Lele (Clarias sp.) pada Penyimpanan Suhu Chilling.
Jurnal Perikanan Tropis, 5(2): 169–182.

Seifzadeh, M. dan G. Z. Gashti. 2022. Evaluation of the Effect Of Rigor Mortis on Quality,
Nutritional Value, and Fatty Acid Profile Changes of Frozen Farmed Acipenser Persicus Fillet.
Journal of Food Research, 32(3): 141–157.

Nilai : 89

Draft : 10 April 2023

Nama asisten : Dewi Zulfatul Arifah

Paraf asisten :

…………………………………...
Kelompok :3
Tanggal : 18 Maret 2023
MODUL I : RIGOR INDEKS
TOPIK II : PENGHITUNGAN RIGOR INDEKS

Nama : Sempa Masita Br Ginting NIM : 26030120140055 Ttd :

Pengantar Teori Praktikum


Proses tahapan kemunduran mutu pada ikan dimulai dari perubahan proses enzimatis dan kimia
dalam daging, yakni perombakan senyawa nukleotida oleh enzim dimana senyawa adenosin triphosphat (ATP)
akan berubah menjadi komponen turunannya. Pada proses tersebut mencakup reaksi enzimatis, mikrobiologi
dan kimia. Setelah ikan mati maka proses anaerob akan merombak ATP dan glikogen menjadi asam laktat
sehingga pH daging ikan akan menurun dan ATP berkurang secara bertahap. Turunnya pH daging dan adanya
reaksi enzimatis akan menyebabkan terjadinya rigor mortis (kekakuan). Lama proses rigor mortis tergantung
dari cadangan glikogen yang ada pada daging ikan. Rigor mortis terjadi melalui beberapa tahapan yakni: pre-
rigor, rigor dan post rigor. Proses rigor dimulai dari ekor secara berangsur-angsur menuju ke arah kepala
sehingga seluruh tubuh akan menjadi kaku. Untuk memperlambat terjadinya fase rigor pada ikan perlu
diusahkan penanganan yang cepat dan benar setelah ikan ditangkap yakni dengan penerapan rantai dingin
(cold chain system).
Rigor indeks adalah salah satu indeks yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kesegaran ikan
pada tahap awal. Rigor indeks (RI) digunakan sebagai suatu parameter untuk mengetahui tegangan/proses
terjadinya rigor pada ikan. Darmanto (1998) menyatakan bahwa berbagai jenis ikan mempunyai rigor indeks
yang berlainan. Untuk ikan mas, rigor indeks mencapai maksimum pada 16 jam setelah ikan mati. Bahkan
crusian carp dapat mencapai rigor indeks maksimum pada hari kedua (48 jam). Besarnya rigor indeks pada
ikan setelah mati ada kaitannya dengan besarnya aktivitas enzim ATP dalam tubuh ikan.

Tujuan
Mempelajari proses rigor mortis pada ikan dan menghitung rigor indeks.

Kompetensi
Mampu mempraktikkan dan menghitung rigor indeks pada ikan dengan kondisi penanganan yang berbeda.

Prosedur Kerja
a. Bahan
Ikan nila hidup
b. Alat
Penjepit, jarum besar, penggaris, timbangan, milimeter blok, styrofoam 30 cm x 15 cm, dan meja
c. Metoda :
- Matikan ikan yang masih hidup dengan cara : 1). Dipingsankan ( cold shock) dan 2). Dibiarkan
mati dengan sendirinya.
- Simpan ikan yang mati tersebut dengan perlakuan disimpan pada suhu kamar
- Ukurlah perubahan posisi tubuh ikan dengan penggaris siku pada saat ikan mengalami pre rigor,
rigor dan post rigor setiap 1 jam sekali selama 24 jam. Pada 6 jam pertama, pengukuran
dilakukan setiap 0,5 jam sekali.
- Hitung besarnya rigor indeks. Tentukan terjadinya RI maksimum.
- Gambarkan grafik hubungan antara Rigor Indeks (RI) dan waktu (WIB) selama pengamatan
untuk semua kondisi penanganan ikan. Plotkan waktu sebagai absis dan RI sebagai ordinat.
- Jika suhu udara terlalu panas, selama pengukuran RI maka ikan dapat dicelupkan dalam air.
- Rumus untuk menghitung Rigor Indeks (RI):

RI = Lo – L / Lo x 100%

Keterangan:
RI : Rigor Indeks
Lo : Posisi rigor terpanjang/terjauh
L : Posisi rigor pada waktu tertentu

Lembar Hasil Pengamatan


Tabel 5. Hasil Perhitungan Rigor Indeks (RI) Ikan Nila (Oreochomis niloticus) dengan Metode
dimatikan atau ditusuk

No Waktu Lo (cm) L(cm) RI (%)


1 13:29 9 9 0,000000000 0,00%
2 13:59 9 8 0,111111111 11,01%
3 14:29 9 6,5 0,277777778 27,78%
4 14:59 9 6 0,333333333 33,03%
5 15:29 9 5,5 0,388888889 38,89%
6 16:29 9 6 0,333333333 33,03%
7 17:29 9 7 0,222222222 22,02
8 18:29 9 6,5 0,277777778 27,78%
9 19:29 9 6,5 0,277777778 27,78%
10 20:29 9 6 0,333333333 33,03%
11 21:29 9 6,5 0,277777778 27,78%
12 22:29 9 6 0,333333333 33,03%
13 23:29 9 5,5 0,388888889 38,89%
14 24:29 9 4,5 0,5 0,5%
15 01:29 9 5 0,444444444 44,04 %
16 02:29 9 5 0,444444444 44,04%
17 03:29 9 5 0,444444444 44,04%
Sumber: Praktikum Teknologi Penagangan Hasil Perikanan, 2023.

Tabel 6. Hasil Perhitungan Rigor Indeks (RI) Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang dibiarkan mati
No Waktu Lo (cm) L (cm) RI (%)

1 14.20 10.8 9 0.17 17%


2 14.50 10.8 8 0.26 26%
3 15.20 10.8 8 0.26 26%
4 15.50 10.8 7.8 0.28 28%
5 16.20 10.8 7.5 0.31 31%
6 16.50 10.8 7 0.35 35%
7 17.20 10.8 8 0.26 26%
8 17.50 10.8 10 0.07 7%
9 18.20 10.8 9 0.17 17%
10 18.50 10.8 9.5 0.12 12%
11 19.20 10.8 10 0.07 7%
12 19.50 10.8 10.5 0.03 3%
13 20.20 10.8 10.8 0.00 0%
14 21.20 10.8 9.5 0.12 12%
15 22.20 10.8 8.5 0.21 21%
16 23.30 10.8 9.5 0.12 12%
17 00.20 10.8 9 0.17 17%
18 01.20 10.8 10 0.07 7%
19 02.20 10.8 10.5 0.03 3%
Sumber: Praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan, 2023.

Grafik 1. Hasil Pengamatan Rigor Indeks pada Ikan Nila (Oreochomis niloticus) dengan Metode
dimatikan atau ditusuk
Gambar 1. Grafik Hubungan antara Waktu dan Presentase Rigor Indeks.
(Sumber: Praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan, 2023)

Grafik 2. Hasil Pengamatan Rigor Indeks pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang dibiarkan
mati

Gambar 2. Grafik Hubungan antara Waktu dan Presentase Rigor Indeks.


(Sumber: Praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan, 2023)

Kesimpulan Sementara
Pengamatan kemunduran mutu ikan nila dilakukan dengan melihat proses rigor mortis pada
ikan yang sudah dimatikan. Proses rigor mortis dimulai saat ikan mati dengan tahapan awal yaitu fase
pre-rigor. Fase ini terdapat pada awal kegiatan pengamatan yaitu pada pukul 13:29 WIB dengan
panjang 9 cm. Pre rigor mengindikasi bahwasanya suatu kondisi kesegaran ikan yang mati sama
seperti kesegaran ika ketika hidup. Kemudian proses pre rigor menuju rigor pada ikan terjadi selama
kurang lebih 6 jam yang dimulai dari pukul 13:29 – 18:29 WIB dengan hasil pengukuran didapatkan
penurunan hingga 6,5 cm. Saat masuk pada tahapan rigor mortis hasil pengukuran menunjukan tidak
adanya perubahan panjang ikan. Tahapan rigor ini menjadikan ikan mulai kaku dan bagian tubuh
agak sedikit menegang karena air pada ikan sudah berkurang. Tahapan ini berlangsung dari pukul
19:29 – 24:29 WIB. Fase post rigor pada ikan terjadi pada saat memasuki jam 01:29 – 03:29 WIB
dengan ditandai ikan yang mengeluarkan sedikit cairan lendir dan bau tidak sedap serta kondisi ikan
yang melunak. Fase ini yang akan menjadikan panjang ikan naik menjadi 5 cm.
Pembahasan:
Rigor indeks adalah tahap dimana produk perikanan memiliki kesegaran dan mutu seperti
ketika masih hidup, namun kondisi tubuhnya secara bertahap menjadi kaku. Hingga tahap rigor
mortis. Ikan merupakan salah satu sumber bahan pangan hewani yang mempunyai kelebihan antara
lain memiliki kandungan asam amino esensial yang lengkap, kandungan asam-asam lemak
tidak jenuh yang sangat dibutuhkan, kandungan vitamin dan mineral yang cukup serta daya
cernanya yang tinggi. Kualitas produk hasil perikanan identik dengan kesegaran. Mutu ikan harus
dapat dipertahankan apabila ditangani dengan hati-hati, bersih dan disimpan pada ruangan dingin
dan cepat. Fase Rigor Indeks yaitu pada ikan nila segar yang sudah disediakan dibiarkan mati dengan
sendiri pada suhu ruang, karena nila dengan perlakuan dibiarkan menggelepar sampai mati laju
perkembangan fase penurunan kesegaran pada ikan lebih cepat dibandingkan dengan ikan yang
dimatikan dengancara ditusuk. Ada banyak parameter yang dapat digunakan untuk menentukan
kesegaran pada ikan baik secara kimiawi, biologis ataupun organoleptik. Organoleptik yaitu
pengujian terhadap kondisi fisik ikan segar pada jenis bersehati dengan menggunakan penilaian score
sheet ikan segar, dimana pengujian tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat kesegaran ikan
dengan menggunakan indera sensori. Menurut Salma (2014), memahami beragam karakteristik
kemunduran mutu dan kualitas ikan dengan baik dapat menentukan strategi penanganan hasil
perikanan dengan tepat. Karakteristik yang dipahami dengan baik misalnya dapat diterapkan dengan
memperpanjang fase pre-rigor mortis sehingga kualitas dan mutu ikan dapat dipertahankan. Apabila
tidak ada penanganan, maka proses kemunduran mutu ikan akan terus berlangsung.
Faktor yang mempengaruhi kesegaran ikan dapat dilihat dari pengamatan yang dilakukan
pada praktikum kemunduran mutu pada ikan nila yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 18 maret 2023.
Pengamatan kemunduran mutu ikan nila dilakukan dengan melihat proses rigor mortis pada ikan
yang sudah dimatikan. Proses rigor mortis dimulai saat ikan mati dengan tahapan awal yaitu fase pre-
rigor. Fase ini terdapat pada awal kegiatan pengamatan yaitu pada pukul 13:29 WIB dengan panjang
9 cm. Pre rigor mengindikasi bahwasanya suatu kondisi kesegaran ikan yang mati sama seperti
kesegaran ika ketika hidup. Kemudian proses pre rigor menuju rigor pada ikan terjadi selama kurang
lebih 6 jam yang dimulai dari pukul 13:29 – 18:29 WIB dengan hasil pengukuran didapatkan
penurunan hingga 6,5 cm. Saat masuk pada tahapan rigor mortis hasil pengukuran menunjukan tidak
adanya perubahan panjang ikan. Tahapan rigor ini menjadikan ikan mulai kaku dan bagian tubuh
agak sedikit menegang karena air pada ikan sudah berkurang. Tahapan ini berlangsung dari pukul
19:29 – 24:29 WIB. Fase post rigor pada ikan terjadi pada saat memasuki jam 01:29 – 03:29 WIB
dengan ditandai ikan yang mengeluarkan sedikit cairan lendir dan bau tidak sedap serta kondisi ikan
melunak. Fase ini menjadikan panjang ikan naik menjadi 5 cm. Menurut Masengi (2021), ikan nila
pada perlakuan dibiarkan menggelepar sampai mati, mencapai rigor mortis lebih cepat karena
menyebabkan ikan terluka, sisik terlepas dari badan ikan dan energi hilang. Penggunaan
suhu rendah pada produk-produk perikanan mampu menghambat aktivitas enzim dan pertumbuhan
bakteri sehingga kemunduran mutu ikan akan berjalan jauh lebih lambat dan ikan akan tetap segar
dalam jangka waktu yang lama.
Perubahan yang dialami ikan setelah mati berlangsung dalam tiga fase, yaitu fase pre rigor,
rigor mortis, dan post rigor. Tingkat ikan segar menjadi salah satu faktor yang menentukan nilai jual
ikan dan hasil perikanan. Segar identik dengan mutu produk. Proses perubahan fisika, kimiawi, dan
organoleptic setelah ikan mati berjalan dengan cepat. Cara ikan mati mempunyai pengaruh yang
besar terhadap berawal dan berakhirnya rigor mortis sehingga akan memengaruhi mutu dan daya
awet ikan. laju perkembangan fase penurunan ikan segar pada ikan nila dengan perlakuan dibiarkan
menggelepar atau ikan dibiarkan mati dengan sendirinya sampai ikan tersebut mati, laju
perkembangan fase penurunan kesegaran ikan lebih cepat dibandingkan dengan ikan yang dimatikan
menggunakan metode ditusuk. Metode dari kedua perlakuan cara kematian pada ikan tersebut,
perlakuan ikan yang ditusuk mengalami laju perkembangan fase penurunan kesegaran ikan
berlangsung lebih lambat. Menurut Roiha (2017), penyebab kejang pada ikan belum sepenuhnya
dimengerti, masih terus diteliti. Sejauh ini, adanya senyawa glikogen dalam otot ikan diduga sebagai
penyebabnya. Glikogen adalah sejenis karbohidrat majemuk yang berfungsi sebagai cadangan
tenaga. Segera setelah ikan mati, tidak lagi terjadi proses pembentukan senyawa glikogen dalam otot
ikan. Penghancuran otak ikan yang telah ditangkap secara langsung membutuhkan waktu yang
lebih lama untuk mencapai fase rigor mortis, karena tidak ada aktivitas otot selama proses,
di awal kematian ikan yang dibiarkan mati menggelepar dibandingkan dengan ikan yang
langsung mengalami kematian memiliki kandungan glikogen berbeda
Hasil yang diperoleh pada Perhitungan waktu Rigor Indeks tersebut pada perhitungan 2 jam
pertama yaitu berlangsung yaitu pada jam 13:29 dengan Lo(cm) 9, L(cm) 9, (Lo-L)/Lo 0,00 dan
RI(%) 0,00%, lalu dilanjutkan dengan 30 menit kedua yaitu pada jam 13:59 dengan Lo(cm) 9, L(cm)
8, (Lo-L)/Lo 0,11 dan RI(%) 11,01%, begitu seterusnya sampai 30 menit terakhir yaitu di jam 15:29
dengan Lo(cm) 9, L(cm) 5,5, (Lo-L)/Lo 0,38 dan RI(%) 38,89%. Pada perhitungan selanjutnya dari
hasil dari table 1 tersebut melakukan selang waktu satu jam dan seterusnya. Perhitungan dimulai pada
jam 15:29 yaitu dengan Lo(cm) 9, L(cm) 5,5, (Lo-L)/Lo 0,38 dan RI(%) 38,89%, lalu 1 jam
selanjutnya yaitu pada pukul 16:29 yaitu dengan Lo(cm) 9, L(cm) 6, (Lo-L)/Lo 0,33 dan RI(%)
33,03%, begitu seterusnya sampai 1 jam terakhir pada pukul 03:29 dini hari yaitu dengan Lo(cm) 9,
L(cm) 5, (Lo-L)/Lo 0,44 dan RI(%) 44,04%. Pada perhitungan dari table 1 diatas hasil nilai tertinggi
yaitu pada pukul 01: 29 sampai 03:29 dini hari dengan Lo(cm) 9, L(cm) 5, (Lo-L)/Lo 0,44 dan RI
(%) 44,04%. Menurut Rozi (2018), kemuduran mutu ikan berlangsung dalam waktu yang sangat
cepat, sehingga dibutuhkan penanganan tepat yang dapat menghambat proses pembusukan baik yang
terjadi secara kimiawi maupun enzimatis Penggunaan suhu rendah pada produk-produk perikanan
mampu menghambat aktivitas enzim dan pertumbuhan bakteri sehingga kemunduran mutu ikan akan
berjalan jauh lebih lambat dan ikan akan tetap segar dalam jangka waktu yang lama.
Tahapan rigor Indeks ditandai dengan mengejangnya tubuh ikan setelah melakukan masa pre
rigor. Lamanya tingkat rigor dipengaruhi oleh kandungan glikogen dalam tubuh ikan dan suhu
lingkungan, masa rigor dapat berlangsung beberapa jam hingga beberapa hari tergantung dari
beberapa faktor yaitu, spesies ikan, kondisi ikan, dan temperature lingkungan. Lama dan intensitas
rigor berkisar antara 30 hingga 120 jam. Faktor yang mempengaruhi lamanya fase indeks yaitu jenis
ikan, suhu, penanganan sebelum pemanenan, kondisi stress pra kematian, kondisi biologis ikan, dan
suhu. Penyimpanan prerigor adalah dengan cara menjaga ikan agar tetap hidup, namun dalam jangka
waktu yang cukup lama hal tersebut sulit dilakukan tanpa pemberian pakan serta suplai udara dalam
jumlah yang besar. Upaya-upaya tersebut dapat memperpanjang masa rigor mortisikan. Kualitas
produk hasil perikanan yang dipengaruhi oleh kesegaran dari ikan tersebut. Pengolahan merupakan
salah satu cara untuk mempertahankan daya awet dan juga meningkatkannilai ekonomis ikan. Proses
perubahan fisik, kimia dan organoleptik berlangsung dengan cepat setelah ikan mati. Urutan proses
perubahan yang terjadi pada ikan setelah ikan mati yang meliputi pre rigor mortis, rigor mortis, dan
post rigor mortis. Menurut Nurhayati (2013), salah satu cara untuk menghambat kemunduran mutu
ikan adalah dengan menghambat kerja enzim proteolitik menggunakan senyawa inhibitor alami
termasuk yang berasal dari kulit ikan patin. Inhibitor katepsin diekstrak dengan baik pada saat ikan
berada pada awal kematian atau fase pre rigor. Proses perubahan fisik, kimia, dan organoleptik
berlangsung dengan cepat setelah ikan mati. Urutan proses perubahan yang terjadi pada ikan setelah
mati meliputi pre rigor mortis, rigor mortis, dan post rigor mortis. banyak faktor yang menentukan
kecepatan penurunan kesegaran ikan, diantaranya suhu penyimpanan suhu rendah. Penggunaan suhu
rendah 0°C setelah ikan mati dapat memperpanjang masa rigor mortis, menurunkan kegiatan
enzimatis, bakterial, kimiawi dan perubahan fisik ikan. Ikan dalam keadaan mati menggelepar proses
perubahan biokimia akan menjadi lebih cepat, karena ikan berontak yang terus bertahan hidup yang
mengakibatkan kehilangan energi sehingga proses rigor mortis lebih cepat. Perubahan tekstur dimana
daging menjadi lebih lunak terjadi apabila ikan sudah mengalami kemunduran mutu. Hal ini
disebabkan mulai terjadinya perombakan pada jaringan otot daging oleh proses enzimatis.
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Hasil pada fase Rigor Mortis yaitu pada ikan nila segar yang sudah disediakan dibiarkan mati
dengan sendiri pada suhu ruang, karena nila dengan perlakuan dibiarkan menggelepar sampai
mati laju perkembangan fase penurunan kesegaran pada ikan lebih cepat dibandingkan
dengan ikan yang dimatikan dengancara ditusuk. Perhitungan waktu Rigor Indeks tersebut pada
perhitungan 2 jam pertama yaitu berlangsung yaitu pada jam 13:29 – 15:29, %. Rumus Rigor Indeks,
RI = Lo – L / Lo × 100% dengan keterangan, RI= Rigor Indeks, Lo= Posisi rigor terpanjang/terjauh
dan L= Posisi rigor pada waktu tertentu. Cara menghitung Rigor Indeks yaitu, Posisi rigor
terpanjang/ terjauh dikurang posisi rigor pada waktu tertentu dibagi posisi rigor terpanjang dikali
100%. Perhitungan selanjutnya dari hasil dari table 1 tersebut melakukan selang waktu satu jam dan
seterusnya. Perhitungan dimulai pada jam 15:29 – 03:29. Perubahan yang dialami ikan setelah mati
berlangsung dalam tiga fase, yaitu fase pre rigor, rigor mortis, dan post rigor. Tingkat ikan segar
menjadi salah satu faktor yang menentukan nilai jual ikan dan hasil perikanan. Segar identik dengan
mutu produk.

B. Saran
Saran yang didapat dari praktikum modul 1 topik 1 (tahapan proses kemunduran mutu
kesegaran ikan) adalah:
1. Sebaiknya, pada saat praktikum ikan masih dalam keadaan baik tanpa adanya cacat fisik atau
luka,
2. Sebaiknya, pada saat praktikum berlangsung semua praktikan fokus dengan tugasnya masing-
masing,
3. Sebaiknya, pada saat melakukan pengukuran dilakukan dengan serius.
Daftar Pustaka

Nilai : 87

Draft : 11 April 2023

Nama asisten : Dewi Zulfatul Arifah

Paraf asisten :

…………………………………...
Kelompok :3
Tanggal : 25 Maret
2023

MODUL II : MENGHITUNG KEBUTUHAN ES


DAN PENDINGINAN IKAN
TOPIK I : MENGHITUNG KEBUTUHAN ES

Nama : Nabila Ayu Azmi NIM : 260301201400 Ttd :

Pengantar Teori Praktikum


Proses pendinginan ikan hingga 0oC dapat memperpanjang kesegaran ikan antara 12-18 hari sejak
saat ikan ditangkap. Namun demikian, hal ini juga sangat tergantung pada jenis ikan, cara penanganan, serta
teknik pendinginan yang digunakan. Cara yang paling mudah untuk mendinginkan ikan adalah dengan
menggunakan es. Proses pendinginan terjadi apabila es bersinggungan dengan ikan (20 oC) memindahkan
panas kepada es, dan es (0oC) menerima atau menyerap panas tersebut untuk digunakan dalam
pencairannya. Proses pemindahan panas akan terhenti apabila ikan telah mencapai suhu es yaitu 0 oC, jika es
telah habis dan air lelehan es itu telah sama suhunya dengan ikan. Jika es yang diberikan untuk mendinginkan
cukup banyak, maka sisa es yang belum meleleh dapat membantu memelihara suhu campuran es dan ikan
pada 0oC.
Hukum kekekalan energi berlaku dalam menghitung jumlah es yang dibutuhkan untuk mendinginkan
ikan. Apabila tidak ada faktor-faktor lain yang memengaruhi maka panas yang perlu diambil dari ikan setara
dengan panas yang diserap oleh es untuk meleleh. Jumlah panas yang terlibat di dalam proses pemanasan
atau pendinginan dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Q = m x PJ x Δt (untuk proses yang melibatkan perubahan suhu) dan Q = m x L (untuk proses pada suhu
tetap pelelehan dan pembekuan)

Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan kebutuhan es dalam pendinginan ikan dan membandingkan
kebutuhan es pada produk ikan yang berbeda

Kompetensi
Mampu menghitung kebutuhan es untuk pendinginan ikan yang baik.

Prosedur Kerja
a. Bahan
Ikan segar, es curai
b. Alat
Thermocouple, timbangan, wadah ikan (baskom)
c. Metoda
- Siapkan ikan segar dan letakkan di wadah ikan
- Timbang ikan menggunakan timbangan digital lalu catat massa ikan
- Ukur suhu awal tubuh ikan dengan menggunakan thermocouple dengan cara menusukkan ujung
thermocouple ke dalam daging ikan yang paling tebal dan searah tulang belakang.
- Cari Δt dengan suhu akhir 2⁰C
- Hitung jumlah panas ikan menggunakan rumus Q = mikan x PJ x Δt
- Cari massa es yang dibutuhkan dengan rumus Q = mes x L
- Lakukan perhitungan kebutuhan massa es hingga waktu pendinginan selesai

Ket:
Q : (Jumlah panas yang ditambahkan/kkal)
mikan : (Massa ikan/kg)
mes : (Massa es/kg)
PJ : (Panas jenis ikan 0,84 kkal/kg/°C)
ΔT : (Selisih suhu 0C)
L : (Panas laten es 80 kkal/kg)
Perhitungan:

Q = mikan x PJ x Δt Q = mes x L

1. Q₀ = mikan x PJ x Δt Q = mes x L
= 0,11 x 0,84 x (30,5-2) 0,924 = mes x 80
= 2,63 kkal
mes3 =
Q = mes x L
2.63 = mes x 80 = 0,011

mes₀ =
5. Q4 = mikan x PJ x Δt
= 0,033 = 0,11 x 0,84 x (6,2-2)
= 0,38 kkal
2. Q1 = mikan x PJ x Δt Q = mes x L
= 0,11 x 0,84 x (17-2) 0,38 = mes x 80
= 1,386 kkal
mes4 =
Q = mes x L
1,386 = mes x 80 = 0,0048

mes1 =
6. Q5 = mikan x PJ x Δt
= 0,017 = 0,11 x 0,84 x (7,4-2)
= 0,5 kkal
3. Q2 = mikan x PJ x Δt Q = mes x L
= 0,11 x 0,84 x (11,3-2) 0,5 = mes x 80
= 0,86 kkal
mes5 =
Q = mes x L
0,86 = mes x 80 = 0,0063

mes2 =
7. Q6 = mikan x PJ x Δt
= 0,010 = 0,11 x 0,84 x (5,9-2)
= 0,36 kkal
4. Q3 = mikan x PJ x Δt Q = mes x L
= 0,11 x 0,84 x (12-2) 0,36 = mes x 80
= 0,924 kkal
0,027 = mes x 80
mes6 =
mes8 =
= 0,0045
= 0,0034
10. Q9 = mikan x PJ x Δt
= 0,11 x 0,84 x (2-2)
8. Q7 = mikan x PJ x Δt = 0 kkal
= 0,11 x 0,84 x (4,2-2) Q = mes x L
= 0,20 kkal 0 = mes x 80
Q = mes x L
Mes9 =
0,20 = mes x 80

=0
mes7 =

= 0,0025

9. Q8 = mikan x PJ x Δt
= 0,11 x 0,84 x (2,3-2)
= 0,027 kkal
Q = mes x L

Lembar Hasil Pengamatan


Tabel 7. Hasil Pengamatan Kebutuhan Es Selama Penyimpanan
Perhitungan m-ikan
Waktu T1 (0C) T2 (0C) Q (kkal) m-es (kg)
ke- (kg)
0 09.29 0,11 30,5 2 2,63 0,033
1 09.34 0,11 17 2 1,386 0,017
2 09.39 0,11 11,3 2 0,86 0,010
3 09.44 0,11 12 2 0,924 0,011
4 09.49 0,11 6,2 2 0,38 0,0048
5 09.54 0,11 7,4 2 0,5 0,0063
6 09.59 0,11 5,9 2 0,36 0,0045
7 10.04 0,11 4,2 2 0,20 0,0025
8 10.09 0,11 2,3 2 0,027 0,0034
9 10.14 0,11 2 2 0 0
TOTAL KEBUTUHAN ES 0,0925
Sumber: Praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan, 2023.
Tabel 8. Hasil Perhitungan Kebutuhan Es pada Produk Perikanan yang Berbeda
Perhitunga m-ikan T1 T2 Q m-es
Kelompok-produk Waktu
n ke- (kg) (⁰C) (⁰C) (kkal) (kg)

0 1.   Ikan Kembung Segar 09.29 0,11 30,5 2 2,63 0,033


0 4.    Ikan Lele Segar 09.55 0,091 16,6 2 1,116 0,013
0 7.   Ikan Bandeng Segar 09.52 0,265 30,3 2 6,3 0,078
1 1.   Ikan Kembung Segar 09.34 0,11 17 2 1,386 0,017
1 4.    Ikan Lele Segar 10.00 0,091 13,3 2 0,863 0,01
1 7.    Ikan Bandeng Segar 09.57 0,265 31,9 2 6,7 0,083
2 1.   Ikan Kembung Segar 09.39 0,11 11,3 2 0,86 0,01
2 4.    Ikan Lele Segar 10.05 0,091 11,3 2 0,71 0,0088
2 7.    Ikan Bandeng Segar 10.09 0,265 15,4 2 3 0,037
3 1.   Ikan Kembung Segar 09.44 0,11 12 2 0,924 0,011
3 4.    Ikan Lele Segar 10.10 0,091 11,1 2 0,695 0,0086
3 7.    Ikan Bandeng Segar 10.14 0,265 13,3 2 2,5 0,0312
4 1.   Ikan Kembung Segar 09.49 0,11 6,2 2 0,38 0,0048
4 4.   Ikan Lele Segar 10.15 0,091 7,8 2 0,443 0,0055
4 7.   Ikan Bandeng Segar 10.19 0,265 12,5 2 2,3 0,028
5 1.   Ikan Kembung Segar 09.54 0,11 7,4 2 0,5 0,0063
5 4.    Ikan Lele Segar 10.20 0,091 5,8 2 0,29 0,0036
5 7.    Ikan Bandeng Segar 10.24 0,265 10,5 2 1,9 0,023
6 1.   Ikan Kembung Segar 09.59 0,11 5,9 2 0,36 0,0045
6 4.    Ikan Lele Segar 10.25 0,091 4,8 2 0,214 0,0026
6 7.    Ikan Bandeng Segar 10.29 0,265 11,3 2 2 0,025
7 1.   Ikan Kembung Segar 10.04 0,11 4,2 2 0,2 0,0025
7 4.    Ikan Lele Segar 10.30 0,091 4,6 2 0,198 0,0024
7 7.    Ikan Bandeng Segar 10.34 0,265 4,3 2 0,5 0,0062
8 1.    Ikan Kembung Segar 10.09 0,11 2,3 2 0,027 0,0034
8 4.    Ikan Lele Segar 10.35 0,091 2 2 0,076 0,0009
8 7.    Ikan Bandeng Segar 10.39 0,265 5,6 2 0,8 0,01
9 1.   Ikan Kembung Segar 10.14 0,11 2 2 0 0
9 4.   Ikan Lele Segar
9 7.    Ikan Bandeng Segar 10.44 0,265 4,8 2 0,6 0,0075
10 1.   Ikan Kembung Segar            
10 4.    Ikan Lele Segar
10 7.    Ikan Bandeng Segar 10.49 0,265 3,7 2 0,37 0,0046
11 1.   Ikan Kembung Segar            
11 4.   Ikan Lele Segar
11 7.    Ikan Bandeng Segar 10.54 0,265 2,1 2 0,02 0,00025
Sumber: Praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan, 2023.

Kesimpulan Sementara
Dari data yang tersedia maka diperoleh kesimpulan sementara dimana semakin lama waktu
penyimpanan sampel maka semakin banyak pula massa es yang akan di perlukan untuk penyimpanan
ikan. Suhu pada massa es dipengaruhi oleh wadah yang digunakan, sehinggan data menjadi naik
turun atau fluktuasi. Ukuran ikan juga mempengaruhi jumlah es yang dibutuhkan selama dalam
penyimpanan. Kebutuhan es dengan massa ikan 0,11 kg selama 10 kali perhitungan. Total kebutuhan
es pada perhitungan diatas yaitu 0,0925 kg. Pada perhitungan Q dan Mes memiliki nilai tertinggi
yaitu pada kelompok 3 yaitu Q = 2,63 kkal dan Mes =0,033 kg. Nilai perhitungan Q dari waktu ke
waktu nilainya semakin menurun. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin banyak massa ikan
semakin banyak pula massa es yang digunakan untuk proses pendinginan pada ikan.
Pembahasan
Penanganan ikan segar merupakan salah satu bagian penting dari mata rantai industri
Perikanan. Pendinginan tidak dapat mencegah pembusukan secara total, tetapi semakin dingin suhu
ikan, semakin besar penurunan aktivitas bakteri dan enzim. Penggunaan suhu rendah berupa
pendinginan dan pembekuan dapat memperlambat proses-proses biokimia yang berlangsung dalam
tubuh ikan yang mengarah pada kemunduran mutu ikan. Penanganan ikan hasil tangkapan di kapal
merupakan perlakuan terpenting dari seluruh proses perjalanan ikan hingga sampai ke konsumen.
Cara yang paling mudah dalam pengawetkan ikan dengan pendinginan adalah menggunakan es
sebagai bahan pengawet, baik untuk pengawetan di atas kapal maupun setelah di daratkan, yaitu
ketika di tempat pelelangan, selama distribusi dan ketika dipasarkan. perlu diperhatikan di dalam
penyimpanan dingin ikan dengan menggunakan es adalah berapa jumlah es yang tepat digunakan. Es
diperlukan untuk menurunkan suhu ikan, wadah dan udara sampai mendekati atau sama dengan suhu
ikan dan kemudian mempertahankan pada suhu serendah mungkin, biasanya 0˚C. Bahan-bahan yang
dapat digunakan sebagai media pendingin untuk penanganan ikan di antaranya es batu atau es balok,
es kering, air dingin, es ditambah garam, air laut yang didinginkan dengan es, air laut yang
didinginkan secara mekanis, dan udara dingin. Jenis es yang digunakan pada praktikum topik
menghitung kebutuhan es yaitu menggunakan es curai. Es curai adalah es yang biasa digunakan
dalam proses pendinginan ikan. Keuntungan penggunaan es curai dalam pendinginan ikan karena
jenis es ini mudah ditemukan dan dalam penggunaannya tidak perlu dihancurkan terlebih dulu, selain
itu es curai juga memiliki kelemahan yaitu es curai cepat meleleh karena dalam proses pembuatannya
kurang dari titik beku yang seharusnya Menurut Zulaihah et al. (2018), penggunaan es mendinginkan
dengan cepat tanpa banyak mempengaruhi keadaan ikan, dengan biaya yang relatif lebih murah.
Perbandingan es dan ikan yang ideal untuk penyimpanan dingin dengan es adalah 1 : 1. Penyimpanan
ikan segar dengan menggunakan es perlu diperhatikan adalah berapa jumlah es yang tepat digunakan.
Es curai memiliki bentuk yang tidak kasar sehingga tidak akan menyebabkan kerusakan pada ikan.
Es diperlukan untuk menurunkan suhu ikan, wadah dan udara sampai mendekati atau sama dengan
suhu ikan dan kemudian mempertahankan pada suhu serendah mungkin.
Sampel yang digunakan adalah ikan kembung segar. Ikan kembung atau Rastrelliger sp.
merupakan ikan air laut. Ikan kembung termasuk jenis oceanodromus yang hidup di laut tropis pada
rentang kedalaman 20 hingga 90 m. Termasuk ikan yang komersil penting dengan kategori harga
yang cukup tinggi. Tersebar di wilayah Indopasifik barat, yaitu dari Afrika Timur hingga Indonesia,
arah utara ke kepulauan Ryukyu dan China, arah selatan ke Australia, Melanesia dan Samoa.
Penyebaran ikan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu penyebaran secara vertikal dan horizontal.
Penyebaran secara vertikal dipengaruhi oleh suhu dan gerakan harian plankton sedangkan
penyebaran secara horizontal dipengaruhi oleh arus laut. Ikan kembung jantan di laut Jawa
mempunyai dua kali musim pemijahan yaitu pada musim barat dari bulan Oktober sampai Februari
pada musim timur dari bulan Juni sampai September. Morfologi ikan kembung terdiri dari sirip
dorsal total ada 8 – 11, sirip dorsal lunak total ada 12 – 12, tidak ada duri anal, sirip anal lunak ada
12. Kepala lebih panjang dari tinggi tubuh. Maxilla sebagian tidak nampak ditutupi dengan tulang
lachrymal tetapi memanjang hingga batas belakang mata. Bristles pada gill raker terpanjang adalah
105 untuk ukuran panjang fork length 12.7 cm, 140 pada 16 cm, dan 160 pada 19 cm. terdapat titik
hitam pada bagian bawah dekat pectoral fin. Terdapat gelembung renang. Ikan kembung memiliki
karakteristik badan lonjong dan pipih. Ikan kembung jantan memiliki genus yang sama dengan ikan
kembung betina. Ciri yang membedakannya adalah adanya satu bintik atau totol hitam dekat sirip
dada pada ikan kembung jantan. Menurut Susanti et al. (2019), ukuran ikan kembung jantan berkisar
antara 18,4 cm - 30 cm dan ikan kembung jantan memiliki tapis insang yang lebih besar karena
plankton yang dimakannya memiliki ukuran yang besar, sedangkan ikan kembung betina berukuran
19,0 cm - 22,4 cm. Ikan kembung betina memiliki tapis insang yang halus karena plankton yang
dimakannya berukuran kecil. Ikan kembung jantan biasanya ditemukan di perairan yang jernih dan
agak jauh dari pantai dengan kadar garam lebih dari 32%. Ikan kembung hidup bergerombol.
Metode yang digunakan pada praktikum topik menghitung kebutuhan es terdiri dari beberapa
tahap. Tahap pertama siapkan ikan segar dan ikan segar diletakkan dalam wadah. Tahap kedua
timbang ikan menggunakan timbangan digital kemudian catat massa ikan tersebut. Tahap ketiga
melakukan pengukuran suhu tubuh ikan dengan memasukkan ujung thermocouple ke bagian
punggung bagian atas pada ikan, alasan kenapa ujung thermocouple ditusukan pada punggung atas
ikan bukan bagian yang lain karena bagian punggung atas ikan memiliki daging yang tebal sehingga
hasil pengukuran suhu akan lebih sesuai. Thermocouple sendiri merupakan alat sensor suhu yang
mendeteksi dan mengukur suhu melalui dua buah logam konduktor yang berbeda. Tahap keempat
mencari nilai selisih suhu (∆T) dengan suhu akhir yaitu 2˚C. Tahap kelima yaitu menghitung nilai
jumlah panas ikan dan menghitung massa es yang dibutuhkan menggunakan rumus yang sudah
disediakan pada modul. Tahap terakhir adalah melakukan perhitungan kebutuhan massa es hingga
waktu pendinginan selesai. Alasan dilakukannya perhitungan kebutuhan es karena untuk menentukan
seberapa banyak es yang dibutuhkan untuk proses pendinginan sejumlah sampel sehingga
pendinginan pada sampel dapaat terjadi secara maksimal. Menurut Yunanda et al. (2018), jumlah es
yang dibutuhkan dalam proses pendinginan ikan sangat berpengaruh dalam proses penyimpanan
ikan, semakin banyak jumlah es yang disediakan maka akan semakin lama proses mundur mutu ikan,
namun tetap harus diperhatikan aspeknya. Es yang dibawa saat melaut saat berpengaruh terhadap
lama waktu melaut. Semakin lama waktu trip suatu kapal maka es yang dibawa juga disesuaikan
dengan lamanya trip tersebut. Keuntungan yang didapat dengan lamanya melaut berpengaruh
terhadap hasil tangkapan yang diperoleh.
Hasil perhitungan jumlah kebutuhan es yang dilakukan pada sampel ikan kembung segar
dengan massa ikan sebesar 0,11 kg selama 45 menit dan suhu akhir 2°C dilakukan dengan sembilan
kali perhitungan di mana perhitungan kebutuhan es dimulai pada pukul 09.29 dengan suhu awal
30,5°C, jumlah panas yang ditambahkan 2,63 kkal, dan massa es sebesar 0,033 kg. Perhitungan
pertama dilakukan setelah 5 menit dari kondisi awal yaitu pada pukul 09.34 dengan suhu awal 17°C
dan jumlah panas yang ditambahkan 1,386 kkal serta diperlukan tambahan es 0,017 kg. Perhitungan
kedua dilakukan pukul 09.39 dengan suhu awal 11,3°C didapatkan jumlah panas yang ditambahkan
sebesar 0,86 kkal dan massa es yang dibutuhkan 0,010 kg. Perhitungan ketiga dilakukan pada pukul
09.44 dengan suhu awal 12°C didapatkan jumlah panas yang ditambahkan sebesar 0,924 kkal dan
massa es yang dibutuhkan 0,011 kg. Perhitungan keempat dilakukan pukul 09.49 dengan suhu awal
6,2°C didapatkan jumlah panas yang ditambahkan 0,38 kkal dan massa es yang dibutuhkan sebesar
0,0048 kg. Perhitungan kelima dilakukan pada pukul 09.54 dengan suhu awal 7,4°C didapatkan
jumlah panas yang ditambahkan 0,5 kkal dan massa es yang dibutuhkan 0,0063 kg. Perhitungan
keenam dilakukan pada pukul 09.59 dengan suhu awal 5,9°C didapatkan jumlah panas yang
ditambahkan sebesar 0,36 kkal dan massa es yang dibutuhkan sebesar 0,0,0045 kg. Perhitungan
ketujuh dilakukan pada pukul 10.04 dengan suhu awal 4,2°C didapatkan jumlah panas yang
ditambahkan sebesar 0,20 kkal dan massa es yang dibutuhkan sebesar 0,0025 kg. Perhitungan
kedelapan dilakukan pada pukul 10.09 dengan suhu awal 2,3°C didapatkan jumlah panas yang
ditambahkan sebesar 0,027 kkal dan massa es yang dibutuhkan sebesar 0,0034 kg. Perhitungan
terakhir dilakukan pada pukul 10.14 dengan suhu awal 2°C didapatkan jumlah panas yang
ditambahkan sebesar 0 kkal dan massa es yang dibutuhkan sebesar 0 kg. Hasil akhir didapatkan
jumlah es yang dibutuhkan sebesar 0,0925kg. Ikan bandeng segar juga di dapatkan sebanyak 0,265
kg dalam waktu selama 55 menit dengan suhu awal 30,3°C dan suhu akhir 2°C didapatkan jumlah
kebutuhan es sebesar 0,34 kg. Perbedaan hasil yang diperoleh dari pengujian sampel ikan lele segar
dan ikan tersebut adalah pada metode perlakuannya. Menurut Freitas et al. (2021), perbedaan pada
suhu, jumlah es yang digunakan, dan jumlah kalor yang ditambahkan selama proses perhitungan
kebutuhan es. Jumlah es yang digunakan dalam proses pendinginan ikan sangat berpengaruh dalam
proses penanganan ikan, banyaknya es yang digunakan dalam penanganan harus memiliki komposisi
yang lebih banyak di bandingkan dengan banyaknya ikan yang akan ditangani, sehingga didapatkan
ikan yang memiliki kesegaran lebih lama. Ikan termasuk jenis perishable food dimana produk
tersebut mudah mengalami degradasi. Oleh karena itu diperlukan pendinginan untuk menghambat
degradasi pada ikan. Proses tersebut dilakukan dengan menggunakan es, di mana jumlah es sangat
berpengaruh dalam proses pendinginan pada ikan.
Faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil perhitungan rumus dengan hasil praktikum adalah
pada wadah, jumlah es dan ukuran ikan yang digunakan. Perbedaan hasil hitungan rumus dengan
hasil praktikum dapat terlihat bahwa semakin lama waktu penyimpanan sampel maka semakin
banyak pula massa es yang akan di perlukan untuk penyimpanan ikan. Ukuran ikan juga
mempengaruhi jumlah es yang dibutuhkan selama dalam penyimpanan. Dapat terlihat pada
perhitungan Q massa ikan dan Q massa es semakin lama akan semakin kecil hasil perhitungannya,
karena suhu yang digunakan semakin kecil yaitu suhu akhir 2°C. Fungsi perhitungan kebutuhan es
dalam proses pendinginan yaitu untuk mengetahui seberapa banyak es yang digunakan untuk
mendinginkan ikan dalam jumlah tertentu. Menghitung kebutuhan es dilakukan untuk menjaga suhu
di dalam wadah dalam proses pendinginan ikan. Jumlah es yang digunakan dalam pendinginan ikan
bergantung pada jumlah dan massa ikan yang akan didinginkan. Wadah yang digunakan pada
praktikum berupa baskom juga sangat mempengaruhi kualitas ikan dimana suhu ikan menjadi tidak
optimal dan mempercepat pencairan es maka massa es semakin kecil hingga ke suhu akhir sebesar
2˚C. Suhu yang menguap dan mengalami jumlah panas ikan merupakan bentuk dari akibat wadah
yang digunakan. Kebutuhan es yang digunakan dalam proses pendinginan ikan harus sesuai dengan
jumlah ikan yang dilakukan pendinginan agar proses pendinginan berlangsung secara maksimal. Ikan
kembung yang digunakan dengan es yang digunakan tidak sesuai, dimana es yang digunakan terlalu
kecil sehingga kurang mendinginkan ikan. Praktikum yang dilakukan akibat kebutuhan es tidak
sesuai dan menambah es setiap es sudah mencair ini mengakibatkan proses pendinginan ikan kurang
berjalan baik dan menyebabkan suhu menjadi naik turun. Fungsi perhitungan kebutuhan es dalam
proses pendinginan yaitu untuk mengetahui seberapa banyak es yang digunakan untuk mendinginkan
ikan dalam jumlah tertentu. Kebutuhan jumlah es selama proses pendinginan merupakan salah satu
faktor penentu paling penting apakah proses pendinginan pada ikan dapat berjalan dengan baik
menjadi penentu faktor proses pendinginan ikan. Menurut Nugroho et al. (2016), bahwa dalam
proses pendinginan dengan cara penambahan es batu tanpa melalui perhitungan, sehingga bisa terjadi
kelebihan atau kekurangan es batu yang digunakan. Hal tersebut mengakibatkan kerusakan ikan segar
sebelum sampai kepada konsumen. Untuk itu perlu adanya pendampingan dalam menghitung
kebutuhan es batu yang efektif and efisien yang sesuai agar hasil yang didapatkan sesuai pada
perhitungan maupun pada saat di lapangannya.
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan:
Kesimpulan yang dapat diberikan pada praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan
untuk Modul 2 Topik 1 adalah sebagai berikut kebutuhan es dalam proses pendinginan ikan dengan
menggunakan sampel ikan kembung segar selama 45 menit sebanyak 0,11 kg dengan suhu awal
30,5°C dan suhu akhir 2°C dibutuhkan es sebanyak 0,0925 kg dalam proses pendinginan untuk
mempertahankan kesegaran ikan tersebut. Faktor yang memengaruhi perbedaan kebutuhan es adalah
perbedaan jumlah dan massa ikan yang akan didinginkan, besarnya suhu yang digunakan dalam
proses pendinginan, jumlah kalor yang akan digunakan, dan waktu penanganan ikan. Penghitungan
kebutuhan es dilakukan untuk menentukan jumlah es yang dibutuhkan selama proses penanganan
ikan, semakin banyak jumlah es yang disediakan maka akan semakin lama proses melaut dan
semakin banyaknya hasil tangkapan yang didapatkan.

B. Saran:
Saran yang dapat diberikan untuk praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan untuk
Modul 2 Topik 1 adalah sebagai berikut :
1. Sebaiknya, perhitungan dilakukan secara lebih teliti;
2. Sebaiknya, menggunakan jenis es yang berbeda untuk dapat memperhatikan perbedaannya;
3. Sebaiknya, dalam mengamati suhu pada thermometer dapat lebih teliti karena thermometer
masih belum optimal penggunaannya.
Daftar Pustaka

Freitas, J., P. V. Pirez dan J. S. Camara. 2021. Quality Index Method for Fish Quality Control:
Understanding The Applications, The Appointed Limits and The Upcoming Trends. Trends in
Food Science and Technology., 111(1): 333–345.

Nugroho, T. A., Kiryanto dan B. A. Adietya. 2016. Kajian Eksperimen Penggunaan Media Pendingin
Ikan Berupa Es Basah Dan Ice Pack Sebagai Upaya Peningkatan Performance Tempat
Penyimpanan Ikan Hasil Tangkapan Nelayan. Jurnal Teknik Perkapalan., 4(4): 889-898.

Susanti, E., S. Arief, S. Daduk dan J. Irwan. 2019. Studi aspek Reproduksi Ikan Kembung Lelaki
(Rastrelliger Kanagurta, Cuvier 1817) pada Musim Peralihan Di Selat Madura. Jurnal
Bawal., 11(1): 45-58.

Yunanda, M., R. Rizwan dan A. Rahmah. 2018. Kajian Tingkat Kebutuhan dan Penyediaan Es untuk
Operasi Penangkapan Ikan di Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kelautan Perikanan Unsyiah., 3(2): 12-24.

Zulaihah, L., N. Iswadi dan M. Amir. 2018. Program Pendinginan Ikan Pada Kelompok Pedagang
Pasar Pelelangan Muara Baru Jakarta Utara. Jurnal Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan
Pengabdian Pada Masyarakat., 2(1): 261-265 .

Nilai : ……………………………………………….

Draft : ……………………………………………….

Nama asisten : …………………………………..

Paraf asisten : …………………………………...


Kelompok :3
MODUL II : MENGHITUNG KEBUTUHAN ES Tanggal : 25 Maret
DAN PENDINGINAN IKAN
TOPIK II : PENDINGINAN IKAN 2023

Nama : Nabila Ayu Azmi NIM : 26030120140088 Ttd :

Pengantar Teori Praktikum


Proses penanganan ikan segar dengan cara penurunan suhu atau pendinginan adalah yang paling
efektif untuk mencegah kemunduran mutu ikan agar tetap memenuhi kriteria ikan segar. Pada prinsipnya
penurunan suhu akan mempengaruhi penurunan kecepatan reaksi enzimatis, kimia dan mikrobiologi pada
daging ikan sehingga mutu kesegaran ikan dapat dipertahankan. Apabila ikan didinginkan dengan es, maka
panas yang ada didalam tubuh ikan akan diserap es sehingga suhu ikan turun dan sebagian dari es akan
mencair. Air dari es yang mencair tersebut daapt mengalir di atas permukaan ikan dan mengakibatkan
pendinginan berjalan lanjut.
Agar pendinginan berjalan efektif, kontak antara es dan ikan harus lebih dekat dan luas. Oleh karena
itu ukuran partikel es yang digunakan untuk mendinginkan ikan akan mempengaruhi kecepatan pendinginan
ikan. Wadah atau boks yang digunakan untuk pendinginan ikan juga berpengaruh terutama mut insulasinya.
Demikian juga dengan kondisi suhu (tinggi rendahnya suhu pendinginan) yang diberikan selama penanganan
akan berpengaruh terhadap efektifitas penurunan kemunduran mutu kesegaran ikan.

Tujuan
1. Mengetahui pengaruh ukuran partikel es terhadap kecepatan pendinginan ikan atau proses penurunan suhu
ikan
2. Mengetahui perbedaan pengaruh jenis es yang berbeda kepada daging ikan yang telah didinginkan

Kompetensi
Mampu memahami dan mempraproses proses pendinginan ikan yang baik.

Prosedur Kerja
a. Bahan
Ikan segar, es curai
b. Alat
Thermocouple, timbangan, wadah ikan (baskom)
c. Metoda
- Siapkan ikan segar hasil persiapan dari modul sebelumnya (menghitung kebutuhan es) yang telah
diberikan perlakuan es hingga suhu akhir 2 ⁰C
- Catat perubahan suhu ikan setiap 5 menit sekali selama 3 jam
- Catat berat es setiap 60 menit sekali selama 3 jam
- Apabila suhu ikan naik atau melebihi 2 ⁰C , tambahkan es sesuai dengan jumlah es yang mencair
- Catat juga hasil kebutuhan es setiap terjadi kenaikan suhu
- Buatlah grafik dengan mengeplotkan :
a. Plot log T – T0 / T1 – T0 dengan waktu
b. Plot suhu dengan waktu
Keterangan:
T : suhu ikan pada waktu t menit
T0 : suhu es
T1 : suhu ikan awal
Lembar hasil pengamatan
Tabel 9. Hasil Pengamatan Pendinginan Ikan
Log
No. Waktu T (0C) T0 (0C) T1 (0C)

0 09.31 25,8 0 25,8 1 0


1 09.46 13,7 0 25,8 0,531008 -0,2749
2 10.01 8,1 0 25,8 0,313953 -0,50313
3 10.16 5,3 0 25,8 0,205426 -0,68734
4 10.31 3,6 0 25,8 0,139535 -0,85532
5 10.46 3,4 0 25,8 0,131783 -0,88014
6 11.01 3,4 0 25,8 0,131783 -0,88014
7 11.16 3,3 0 25,8 0,127907 -0,89311
8 11.31 3,8 0 25,8 0,147287 -0,83184
9 13.01 2,9 0 25,8 0,112403 -0,94922
10 13.16 2,7 0 25,8 0,104651 -0,98026
11 13.31 2,8 0 25,8 0,108527 -0,96446
12 13.46 3,1 0 25,8 0,120155 -0,92026
13 14.01 2,2 0 25,8 0,085271 -1,0692
14 14.16 1,9 0 25,8 0,073643 -1,13287
15 14.31 2,1 0 25,8 0,081395 -1,0894
16 14.46 2,4 0 25,8 0,093023 -1,03141
Sumber: Praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan, 2023.
Grafik 3. Hasil pengamatan menggunakan ikan Kembung (Rastrelliger) dengan Plot Log T-T0/T1-T2
dengan Waktu

Gambar 3. Grafik Plot Log T-T0/T1-T2 dengan Waktu


(Sumber: Praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan, 2023)

Grafik 4. Hasil pengamatan menggunakan ikan Kembung (Rastrelliger) Hubungan suhu dan waktu

Gambar 3. Grafik Suhu dengan Waktu


(Sumber: Praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan, 2023)

Kesimpulan sementara:
Kesimpulan sementara yang diperoleh terhadap waktu pada praktek pendinginan ikan adalah
suhu ikan terus mengalami penurunan dari waktu ke waktu selama pendinginan dengan rasio ikan

dan es 1:1. Hal ini ditunjukkan dengan nilai log negatif yang menunjukkan perubahan
penurunan suhu. Waktu pengamatan yang semakin lama menunjukkan penurunan suhu (T). T
merupakan suhu ikan kembung yang diukur pada waktu tertentu (t menit). Suhu (T) dimulai dari 5
menit ke 0, yaitu 0°C. Pada 15 menit berikutnya penurunan suhu ikan semakin rendah. Pengamatan
terakhir, yaitu pada 15 menit ke-16 sampai pada suhu sebesar -1,031 °C. Grafik ini menunjukkan
bahwa hubungan suhu ikan (T) dengan waktu adalah berbanding terbalik.
Pembahasan
Pendinginan dan pembekuan mempunyai prinsip yang sama, yaitu dapat mengurangi bahkan
menghentikan banyaknya aktivitas penyebab kebusukan pada ikan. Ikan yang telah didinginkan atau
dibekukan mempunyai daya awet yang sementara, artinya ikan tersebut akan tetap segar selama
disimpan di tempat yang bersuhu rendah. Pendinginan tidak dapat mencegah pembusukan secara
total, tetapi semakin dingin suhu ikan, semakin besar penurunan aktivitas bakteri dan enzim.
Pendinginan dapat memproses bakteriologi dan biokimia pada ikan hanya tertunda, tidak dihentikan.
Cara yang paling mudah dalam pengawetkan ikan yaitu dengan cara pendinginan adalah
menggunakan es sebagai bahan pengawet, dimana hal tersebut baik untuk pengawetan di atas kapal
maupun setelah di daratkan, yaitu ketika di tempat pelelangan, selama distribusi dan ketika
dipasarkan. Penyimpanan dingin ikan dapat dilakukan dengan menggunakan es adalah berapa jumlah
es yang tepat digunakan. Es diperlukan untuk menurunkan suhu ikan, wadah dan udara sampai
mendekati atau sama dengan suhu ikan dan kemudian mempertahankan pada suhu serendah
mungkin, biasanya 0°. Perbandingan es dan ikan yang ideal untuk penyimpanan dingin dengan es
adalah 1 : 1. Menurut Ufie dan Lekatompessy (2019), proses pendinginan dengan perbandingan
massa ikan dan es 1:1 terjadi penurunan suhu ikan yang lebih cepat dan juga dapat dicapai suhu akhir
pendinginan yang lebih rendah dibanding proses pendinginan dengan perbandingan massa ikan dan
es sebesar 2:1 maupun 3:1. Suhu penyimpanan terendah ini pun terlihat dapat dipertahankan lebih
lama sebelum suhu ikan kembali bergerak naik. Para proses pendinginan dengan perbandingan ikan
dan es sebesar 1:1 ini, suhu akhir penyimpanan juga terlihat lebih rendah.
Sampel yang digunakan dalam praktikum teknologi penanganan hasil perikanan pada
kelompok 3 adalah ikan kembung. Ikan kembung merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang
sangat memiliki potensial yang tinggi di perairan Indonesia dan di-temukan hampir di seluruh
perairan Indonesia. Ikan kembung merupakan ikan yang memiliki nilai ekonomis penting. Ikan ini
sangat mudah ditangkap dalam jumlah yang banyak karena memiliki sifat hidup yang bergerombol
(schooling). Ikan kembung merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang banyak ditangkap oleh
nelayan dengan menggunakan alat tangkap pancing ulur, jaring insang, dan pukat cincin. Ikan
kembung dikelompokan dalam dua jenis yaitu ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) dan ikan
kembung perempuan (Rastrelliger neglatus). Ikan kembung memiliki karakteristik badan lonjong dan
pipih. Menurut Cheypanya et al. (2021), ikan kembung jantan memiliki genus yang sama dengan
ikan kembung bentina. Ciri yang membedakannya adalah adanya satu bintik atau totol hitam dekat
sirip dada pada ikan kembung jantan. Ukuran ikan kembung jantan berkisar antara 18,4 cm - 30 cm
dan ikan kembung jantan memiliki tapis insang yang lebih besar karena plankton yang dimakannya
memiliki ukuran yang besar, sedangkan ikan kembung betina berukuran 19,0 cm - 22,4 cm. Ikan
kembung betina memiliki tapis insang yang halus karena plankton yang dimakannya berukuran kecil.
Ikan kembung jantan biasanya ditemukan di perairan yang jernih dan agak jauh dari pantai dengan
kadar garam lebih dari 32%.
Metode pendinginan ikan dengan menggunakan es batu, terjadi perpindahan panas dari tubuh
ikan ke kristal es batu. Metode pendinginan ini memiliki kelebihan antara lain ikan tidak mengalami
perubahan yang berarti pada sifat tekstur, rasa, dan bau ikan. Tingkat efektivitas  pengawetan dengan
pendinginan sangat ditentukan oleh tingkat kesegaran ikan sebelum didinginkan. Proses pendinginan
akan efektif jika dilakukan sebelum fase rigor mortis lewat dan penanganan dengan teknik yang
benar. Pendinginan dilakukan setelah proses autolisis terjadi, maka proses pendinginan tidak berarti.
Pendinginan diatas kapal biasanya akan segera dilakukan pendinginan sesaat setelah ditangkap.
Pendinginan ikan di kapal nelayan dapat menggunakan antara lain refrigerasi (RSW atau freezer), es,
slurry ice (es cair) dan air laut dingin (chilled sea water) atau kombinasi. Ikan dengan suhu tubuh
yang relative lebih tinggi akan melepaskan sejumlah energi panas pada dalam tubuhnya yang
kemudian akan diserap oleh kristal es batu. Suhu tubuh ikan akan menurun dan sebaliknya kristal es
batu akan meleleh karena terjadi peningkatan suhu. Proses pemindahan panas ini akan terhenti
apabila suhu tubuh ikan telah mencapai 0°C, yaitu sama dengan suhu es batu. Jumlah es batu yang
digunakan dalam proses pendinginan ikan masih cukup banyak, maka sisa pada es batu yang belum
meleleh akan digunakan untuk mempertahankan suhu pada wadah pendingin tersebut agar tetap 0°C.
Menurut Zulaihah et al. (2018), kesegaran ikan akan dapat dipertahankan lebih lama. Jumlah es batu
yang digunakan dalam proses pendinginan ikan harus tepat. Proses pendinginan yang sedikit menjadi
kurang baik sebab es batu dalam jumlah kecil tidak dapat terlalu lama mempertahankan suhu tetap
rendah. Penggunaan es batu sebaliknya secara berlebihan berarti suatu pemborosan. Penentuan
jumlah es batu yang dibutuhkan dalam proses pendinginan dapat digunakan suatu perhitungan.
Hasil pada praktikum pendinginan ikan dengan sampel ikan kembung (Rastrelliger)
mendapatkan sebanayak 17 kali pengamatan dengan waktu selama 15 menit. Suhu yang didapatkan
kemudian dilakukan perhitungan menggunakan rumus untuk menentukan perubahan suhu dalam
setiap waktu tertentu. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa semakin lama waktu untuk pendinginan
maka akan semakin tinggi suhu yang didapatkan. Hasil perhitungan menunjukkan log penurunan
suhu ikan kembung yang mengalami perubahan suhu dari suhu awal hingga suhu yang sudah
diberikan perlakuan es setelah 5 menit pertama sampai menit ke 15. Suhu ikan awal adalah 25,8°C
dan terus menurun hingga hasil pengamatan terakhir besuhu 2,4°C. Suhu ikan kembung beberapa kali
mengalami kenaikan suhu karena disebabkan oleh beberapa faktor, baik disebabkan karena suhu
ruangan tempat pengukuran atau tempat yang digunakan pada saat praktikum mempunyai suhu yang
panas. semakin berjalannya waktu, maka suhu ikan akan semakin turun akibat adanya pendinginan
menggunakan es curai. Es yang mendinginkan ikan kembung tersebut pun ikut mencair. Pendinginan
pada ikan kembung segar ini mendapatkan hasil yang cukup baik karena ikan kembung tersebut pada
saat didinginkan dengan suhu mendekati 0°C mengakibatkan terjaganya pada mutu kualitas dari
suatu ikan. Sehingga kemunduran mutu yang terjadi pada ikan tersebut tidak terjadi secara cepat.
Menurut Lestari et al. (2018), ikan dapat bersifat mudah mengalami kebusukan karena kandungan
protein yang ada pada tubuh ikan. Perubahan yang disebabkan oleh mikorganisme walapun berbagai
cara pengujian kimiawi dan mikrobiologis serta pegujian fisikawi dapat dikerjakan untuk mengetahui
kerusakan ikan dan hasil perikanan lainnya.
Faktor yang mempengaruhi pendinginan adalah jumlah dari ikan dan es batu yang dipakai.
Apabila jumlah ikan yang digunakan lebih banyak dari es, maka pendinginan akan tidak sempurna
atau organ dari ikan tidak dingin secara sempurna. Pendinginan akan membuat suhu ikan mencapai
0’C sehingga enzim akan terinaktivasi dan tidak akan terjadi proses enzimatis pada ikan. Reaksi
kimia yang terjadi pada tubuh ikan akan membuat senyawa kompleks terpecah menjadi sederhana
dan membuat tekstur serta bentuk fisik berubah bahkan akan menyebabkan bau yang tidak sedap.
Apabila ikan mengalami mundur mutu, maka akan menurun nilai jual serta tidak dapat dikonsumsi
karena telah terjadi pembusukan pada ikan. Pendinginan merupakan cara efektif untuk menghambat
kemunduran mutu ikan. Menurut Sutrisno et al. (2017), suhu yang mendekati beku atau suhu rendah
akan mengakibatkan perlambatan pertumbuhan bakteri. Suhu rendah digunakan untuk mencegah atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak. Akibatnya enzim akan terinaktivasi dan
membuat proses reaksi kimia terhambat sehingga fase kemunduran mutu ikan akan terhambat
Kesimpulan dan saran:
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari materi pendinginan ikan adalah :
1. Ukuran pada artikel es dapat mempengaruhi faktor pada kecepatan pendinginan ikan. Ikan akan
lebih dingin saat didinginkan menggunakan es yang tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar.
Ikan akan lebih baik didinginkan menggunakan es balok yang telah dihancurkan agar lebih cepat
mengalami pendinginan.
2. Pendinginan ikan menggunakan es memiliki keterpengaruhan jpada suhu tubuh ikan. Ice slurry
memiliki kalor laten yang lebih tinggi dibandingkan dengan media pendingin lainnya.

B. Saran
Saran untuk praktikum teknologi penanganan hasil perikanan pada materi pendinginan ikan
adalah:
1. Sebaiknya pengukuran dan perhitungan dilakukan lebih teliti agar hasil lebih akurat
2. Sebaiknya diberikan perlakuan yang lebih bervariasi denganikan yang lebih beragam sehingga
praktikan dapat mengambil kesimpulan tentang suhu ikan yang berbeda
3. Kestabilan suhu ruangan perlu diperhatikan agar dapat didapatkan perbandingan suhu yang tepat.
Daftar Pustaka

Ufie, R. dan R. R. Lekatompessy. 2019. Kaji Kapasitas Pendinginan Ikan dengan menggunakan Es
dalam Kemasan Plastik. ALE Proceeding, 2: 243-247.

Cheypanya, V., P. Wongsawad., C. Wongsawad dan N. Nantarat. 2021. Morphological Study and
Molecular Epidemiology of Anisakis Larvae in Mackerel Fish. Asian Pacific Journal of
Tropical Medicine, 14(5): 214.

Zulaihah. L., I. Nur., dan A. Marasabessy. 2018. Program Pendinginan Ikan pada Kelompok
Pedagang Pasar Pelelangan Muara Baru Jakarta Utara. Penelitian & Pengabdian pada
Masyarakat UPNVJ. 2(3): 1-5.

Lestari, N. P. I., A. A. Ayu dan P. Putri. 2018. Pengaruh Suhu dan Waktu Simpan Terhadap Populasi
Total Bakteri, Coliform dan Escherichia Coli Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal
Media Sains, 2(2): 96-103.

Sutrisno, D. A., K. Sri dan F. M. Arie. 2017. Studi Stabilitas Mutu Segar Selama Pengangkutan
Menggunakan Suhu Rendah yang Layak Secara Teknis dan Finansial (Kajian Suhu dan Lama
Waktu Pendinginan). Jurnal Teknologi Pertanian, 16 (3): 207 – 212.

Nilai : ……………………………………………….

Draft : ……………………………………………….

Nama asisten : …………………………………..

Paraf asisten : …………………………………...


Kelompok :3
Tanggal : 25 Maret
2023

MODUL III : PENCAIRAN ES

Nama : Rasyid Wira Pradipta NIM : 26030120140050 Ttd :

Pengantar Teori Praktikum


Salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan dalam pendinginan menggunakan es adalah
perbandingan ataupun rasio antara jumlah es yang digunakan dengan besar kecilnya ikan atau produk
perikanan lainnya yang akan diberi es.
Faktor ini mempengaruhi suhu yang akan dicapai. Jika rasionya kecil, suhu yang didapat kurang
rendah untuk tetap mempertahankan kesegaran ikan dalam waktu yang lama, sebaliknya jika rasionya terlalu
besar akan menyebabkan ikan menjadi rusak secara fisik karena himpitan atau tekanan dari bongkahan atau
pecahan es yang digunakan. Es yang ditambahkan harus dapat menurunkan suhu ikan sampai 0C.

Tujuan
1. Mengetahui kecepatan pencairan es dengan menggunakan wadah, isolator dan suhu lingkungan yang
berbeda; dan
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pencairan es.

Kompetensi
1. Mampu menjelaskan beberapa proses pencairan es dengan menggunakan wadah isolator dan suhu
lingkungan yang berbeda; dan
2. Mampu melakukan analisa faktor – faktor yang mempengaruhi pencairan es.

Prosedur Kerja
a. Bahan
Es air garam 5%, es iar gula 10%, dan es air tawar
b. Alat
Termometer, timbangan roti, stopwatch, wadah (blong, box styrofoam, dan box polyethiline), penjepit es,
dan sendok
c. Metoda
- Siapkan jenis wadah isolator yang berbeda untuk es.
- Timbang 300 gram es dan masukan ke dalam wadah.
- Catat suhu dalam wadah, suhu lingkungan dan timbang sisa es setiap 10 menit sekali hingga es mencair
semua
- Catat waktu pada saat es mencair.
- Cocokan dengan perhitungan rumus pencairan es
- Plot grafik hubungan antara lama waktu penyimpanan dan sisa berat es.
Lembar Hasil Pengamatan
Tabel 10. Wadah Baskom Es batu Pencairan Es.
No Waktu Suhu Suhu Es Suhu Wadah Massa es Waktu (WIB)
(Menit) Lingkungan (°C) T2 (°C) (g)
T1 (°C)
1 0 24.9 3.3 24.9 82 11.33
2 10 20 3.2 26 72 11.43
3 10 19.7 5.8 18.8 62 12.53
4 10 24.2 8.2 24.4 49 12.08
5 10 21.15 11.7 21 35 12.18
6 10 27.1 13.5 23.4 24 12.28
7 10 24.5 16.6 24.4 17 12.38
8 10 25.5 17 25 8 12.49
9 10 27 17 26 3 12.59
Sumber: Praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan, 2023.

Tabel 11. Lama Pencairan Es Air Garam dan Wadah Baskom


Suhu Lingkungan Suhu Wadah Suhu Es
Waktu (menit) ( C)
0
(0C) Massa Es (gram)
(0C)
0 30 25,4 2,6 80
10 28,6 17,4 4,6 17
20 24,8 24 0 0
Sumber: Praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan, 2023.

Diketahui :
= 544, 005 = 7.072, 65
t : 10 cm
r : 15 cm Q = Mes × Lf
 : 3,14 = 82 × 80
Ditanya : A (Luas wadah)? = 6.560
Lp = .r (r+2×t)
P=
= 3,14.15 (15+2×10)
= 3,14.15 (35)
7.072,065 =
= 1.648,5

P = KA T= = 0, 927

= 0,33 . 1.648,5
Kesimpulan Sementara:
Hasil pengamatan pencairan es, dilakukan menggunakan jenis es air tawar dan air garam.
Lama waktu mencairkan es air garam dan air tawar berbeda meskipun menggunakan wadah yang
sama, yaitu wadah baskom plastik. Terdapat perbedaan waktu hampir 60 menit lebih lambat untuk
mencairkan Es air tawar. Hal ini disebabkan oleh perbedaan perlakuan dan kondisi wadah itu sendiri.
Es air garam dan Es air tawar dalam menjaga kestabilan suhu es situ sendiri juga memiliki perbedaan,
meskipun Es air garam lebih cepat mencair namun suhu pada es air garam tidak berkurang derastis,
hanya naik sekitar 2°C dibandingkan dengan suhu Es air tawar pada berat yang sama. Hal tersebut
diakibatkan karena air tawar dapat menurunkan suhu es lebih cepat.
Pembahasan:
Praktikum kali ini menggunakan satu jenis es batu yang berbeda, yaitu es batu dengan air
tawar dan air garam. Es batu air tawar diperoleh dari air tanah yang kemudian dibungkus plastik lalu
dibekukan, seperti halnya es air garam. Air tawar membeku pada suhu 3,3°C dikarenakan, air tawar
yang dibekukan lebih cepat mencair pada suhu ruangan, namun air garam membeku hingga suhu di
bawah 0˚C. Titik beku suatu larutan adalah suhu di mana pelarut cair dan zat terlarut berada pada
kesetimbangan, sehingga tekanan uap keduanya sama. Larutan belum membeku pada suhu 0˚C.
Menurut Setiawan et al. (2018), kemampuan pendinginan es yang ditambah garam akan
menghasilkan suhu hingga di bawah 0°C. Rendahnya suhu dan kecepatan penurunan suhu es, dapat
dimanfaatkan untuk menghambat pembusukan pada ikan. Es yang ditambah garam dapat menyerap
panas dari tubuh ikan lebih besar dari pada media es yang menggunakan air biasa.
Wadah sangat berpengaruh pada waktu pencairan es. Jenis wadah baskom plastik yang
dimana bagian atasnya terbuka tidak bisa mempertahankan suhu dingin, hal tersebut berpengaruh
pada kecepatan pencairan es. Pencairan es akan lebih cepat terjadi jika es di dalam wadah terkena
paparan langsung dari suhu luar. Luas permukaan wadah yang digunakan juga berpengaruh pada
kecepatan waktu pencairan es. Diameter wadah yang gunakan yaitu 15 cm dan tinggi 10 cm. Wadah
lain yang digunakan pada praktikum ini adalah wadah Styrofoam. Wadah Styrofoam box tersebut
juga dapat dipergunakan untuk kebutuhan lainnya seperti berjualan makanan dan minuman dingin.
Menurut Wijaya et al. (2021), dibandingkan produk kemasan, bahan makanan dari hasil alam lebih
mudah rusak dan tidak tahan lama. Oleh karena itu dengan memasukan es balok pada styrofoam box
cocok untuk dijadikan tempat penyimpanan sementara agar kualitas bahan makanan tetap terjaga.
Jenis wadah yang baik untuk digunakan sebagai wadah pendinginan adalah wadah yang
dapat mempertahankan suhu es di dalamnya dan melindungi es dan bahan baku yang didinginkan.
Salah satu jenis yang bagus untuk digunakan adalah cool box. Wadah pendingin merupakan kotak
pendingin yang biasanya berbentuk balok dan bisa mempertahankan suhu es hingga waktu yang
lama. Cool box sering digunakan untuk mendinginkan makanan, minuman, bahan baku memiliki
bahan khusus mirip seperti bahan plastik. Cool box yang sering digunakan oleh nelayan ataupun
kapal kapal penangkapan ikan merupakan cool box yang terbuat dari bahan styrofoam. Cool box yang
terbuat dari styrofoam memiliki harga yang lebih murah. Menurut Trebar et al. (2015), wadah untuk
pendingian yang baik adalah wadah yang memiliki ketahanan terhadap pengaruh dari luar kotak
pendingin. Styrofoam sering kali digunakan sebagai kotak pendinginan ikan karena memiliki struktur
yang bervariasi mulai dari ukuran dan kerapatan, namun pengemasan ikan didalam Styrofoam juga
harus diperhatikan agar kualitas ikan tetap terjaga
Metode pencairan es yang digunakan adalah metode yang sangat sederhana. Metode ini
diawali dengan menyiapkan alat dan bahan terlebih dahulu. Bahan atau sampel yang digunakan
adalah es batu air tawar dan es batu air garam. Alat alat yang digunakan pada metode praktikum ini
adalah termometer, timbangan roti, stopwatch, dan wadah untuk pencairan es berupa styrofoam dan
baskom plastik. Wadah styrofoam disiapkan untuk dijadikan tempat es disimpan. Menurut Belema et
al. (2017), styrofoam dapat menjadi salah satu wadah yang baik untuk es dan bahan makanan, karena
dinilai praktis dan efisien. Es batu air tawar dan es batu air asin ditimbang dan diambil sebanyak 80
gram dan dimasukan ke dalam wadah styrofoam. Pengukuran suhu es di dalam wadah styrofoam dan
suhu lingkungan memanfaatkan termometer. Melakukan penimbangan sisa es tiap 10 menit yang ada
di dalam wadah menggunakan timbangan roti dan catat hasilnya hingga es mencair semua. Cocokan
dengan rumus penilaian pencairan es dan dideskripsikan menggunakan grafik hubungan antara lama
waktu penyimpanan dan sisa berat es.
Hasil pengamatan pencairan es kali ini mengunakkan wadah baskom dengan parameter
waktu, massa dan suhu. Pengukuran massa es dilakukan selama 10 menit sekali dalam kurun waktu
selama 90 menit. Pengamatan pencairan es yang pertama yaitu pada es batu dengan air tawar dan air
garam. Es batu air tawar saat dilakukan pengukuran awal, suhu yang dihasilkan 3,3°C, dan es air
garam 2,6°C lebih rendah dari es air tawar. Pengamatan 10 menit pertama suhu es batu mempunya
suhu yang konstan di 3°C, akan tetapi suhu es air garam naik 2°C dari yang semulai 2,6°C menjadi
4,6°C. Mulai pada pengamatan ketiga, es batu dengan air tawar suhunya naik menjadi 5°C. Pada
pengamatan ke 4, terjadi kenaikan suhu pada es batu air garam dan bertambah 3°C , yang pada
awalnya 5°C menjadi 8°C. Pengamatan ke 5, suhu es batu naik derastis menjadi 11°C. Pengamatan
selanjutnya suhu terus naik hingga di pengamatan terakhir diangka 17°C. Es batu yang menggunakan
air tawar sangat cepat mencair, namun bisa mempertahankan pembekuan lebih lama. Penyebab
lainnya adalah penggunaan wadah baskom yang tidak tertutup mengakibatkan udara luar bisa masuk
dan proses pencairan menjadi lebih cepat. Sehingga diperlukan wadah tertutup, dan tentunya dapat
mempertahankan suhu dingin. Penggunaan wadah styrofoam merupakan solusi untuk menghambat
pencairan yang cepat. Menurut Widianto et al. (2014), styrofoam memiliki konduktifitas pada panas
yang rendah. Akibatnya, penyerapan udara panas lebih minim dibandingkan dengan wadah plastik.
Wadah dari Styrofoam lebih direkomendasikan untuk pendinginan pada ikan untuk menekan
aktivitas mikrobilogis pada ikan.
Pencairan es dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor yang mempengaruhi pencairan es yaitu
seperti suhu lingkungan dan suhu wadah pada proses pencairan. Lingkugan yang memiliki suhu lebih
tinggi akan menyebabkan pencairan lebih cepat, begitu juga sebaliknya suhu yang lebih rendah
menyebabkan pencairan lebih lambat. Faktor lainnya yaitu kadar garam pada air es yang dapat
mempengaruhi pencairan es karena garam pada es membuat suhu awal dan suhu akhir pada saat es
mencair lebih rendah dibandingkan dengan es yang dibuat dari air tawar. Wadah juga menjadi faktor
yang mempengaruhi pencairan es. wadah-wadah yang terbuat dari polyethilene proses pencairan es
berlangsung cepat karena polyethilene memiliki sifat menyerap panas. Ukuran wadah juga
mempengaruhi karena wadah yang mempunyai luas permukaan dan volume yang relatif kecil,
pendinginan akan lebih cepat, sedangkan wadah yang mempunyai luas permukaan dan volume yang
lebih besar pendinginan akan lebih lambat. Ketebalan wadah berpengaruh pada semakin tebal wadah
tersebut, maka akan semakin lama menjaga suhu agar tetap dingin. Menurut Husna et al. (2021),
beberapa hal dapat mempengaruhi proses dan lama waktu pencairan. Hal yang dapat mempengaruhi
lama proses pencairan yaitu wadah dan suhu lingkungan. Semakin tinggi suhu udara di sekitar maka
proses pencairan akan lebih cepat terjadi, karena penyerapan panas oleh wadah yang digunakan
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Kesimpilan yang didapat dari praktikum Teknologi Penanganan dan Refigerasi Hasil
Perikanan Modul Pencairan Es adalah sebagai berikut:
1. Es batu merupakan salah satu media yang sering digunakan untuk melakukan pendinginan
bahan baku ataupun produk. Hasil yang didapatkan yakni es air garam 5% lebih cepat mencair
dibandingkan dengan es air tawar. Hal ini disebabkan oleh jenis sampel yang berbeda, dimana
es air garam memiliki titik beku dan titik leleh yang berbeda dengan es air tawar.dan;
2. Faktor yang mempengaruhi pencairan es yaitu suhu lingkungan dan wadah, wadah yang
digunakan. Suhu tentunya selalu mempengaruhi perubahan dan penyaluran kalor. Titik leleh
pada es memiliki tingkat yang berbeda-beda. Lingkungan pendinginan juga berpengaruh
terhadap pencairan es. Faktor faktor eksternal seperti suhu lingkungan dapat diminimalir dengan
penggunaan wadah yang kedap terhadap udara dan suhu lingkungan

B. Saran
Saran yang dapat diberikan pada praktikum Teknologi Penanganan dan Refigerasi Hasil
Perikanan Modul Pencairan Es adalah sebagai berikut:
1. Sebaiknya, alat thermokopel bisa disediakan lebih banyak supaya dapat mempersingkat waktu
pengukuran serta praktikan dapat mengukur media es sesuai waktu yang ditentukan.
2. Sebaiknya, air es lebih bervariasi supaya dapat diketahui perbedaan lama waktu pencairan. dan;
3. Sebaiknya, penggunaan thermometer dalam pengukuran suhu harus lebih baik dan teliti supaya
hasil lebih akurat
Daftar Pustaka

Belema, M., K. O. Idowu., K. D. Aghogho., A. Ndubuisi., A. Oluwakemi., dan U. Stella. 2017.


Handling and Packaging of Ornamental Fishes for Successful Transportation. International
Journal of Fisheries and Aquatic Studies, 5(5), 263-265.

Husna, N., C. Amri dan Haryono. 2021. Penggunaan Tudung Saji Insulator untuk Memperpanjang
Masa Simpan Produk Es Krim. Sanitasi: Jurnal Kesehatan Lingkungan, 13(1): 1-5.

Setiawan, A., F. Faisal dan A. Sulaiman. 2017. Kaji Eksperimental Pengaruh Lapisan Dinding dengan
Material Es dan Garam pada Dinding Cold Box Terhadap Laju Perpindahan Panas. Jurnal
Polimesin, 15(1): 9-21.

Sholihin, A., A. Fatahillah dan T. B. Setiawan. 2019. Pemodelan Matematika pada Proses Pembekuan
Es di Ruang Brine Tank Pabrik Es Balok Talangsari Jember. Kadikma, 10(3): 28-34.

Trebar, M., M.Lotrič., dan I. Fonda. 2015. Use of RFID Temperature Monitoring to Test and Improve
Fish Packing Methods in Styrofoam Box. Journal of Food Engineering, 159(2): 66-75.

Widianto, T. N., W. Hermawan dan B. S. B. Utomo. 2014. Uji Coba Peti Ikan Segar Berpendingin
untuk Pedagang Ikan Keliling. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan,
9(2): 185-191.

Wijaya, E. S., Y. Sari., A. R. Baskara., dan A. Rivaldy. 2021. Penerapan Logika Fuzzy Tsukamoto
Untuk Pemantauan Kestabilan Suhu menggunakan Sensor DS18B2 Pada Styrofoam Box
Pengemasan Ikan. JUSTE (Journal of Science and Technology), 2(1), 59-77.

Nilai : ……………………………………………….

Draft : ……………………………………………….

Nama asisten : …………………………………..

Paraf asisten : …………………………………...

Anda mungkin juga menyukai