Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGELOLAAN AIR UNTUK PERTANIAN


ACARA I
PENGUKURAN LAJU INFILTRASI

Disusun oleh :
Nama : Deva Milenia Safitri
NIM : 18/424412/PN/15452
Kelompok/Golongan : 1/A3
Asisten Koreksi : Nabila Alfi Rosyida

LABORATORIUM AGROHIDROLOGI
DEPARTEMEN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tingginya penurunan biodiversitas vegetasi sebagai akibat adanya alih
fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian menjadi perhatian serius untuk upaya
pelestarian dan perlindungan agroekosistem. Biodiversitas tanah di penggunaan
lahan yang berbeda mempengaruhi kandungan bahan organic dan struktur tanah
melalui kegiatan organisme di dalam tanah. Hal tersebut berpengaruh terhadap
kapasitas tanah yang memiliki sifat yang berbeda-berbeda untuk melakukan
masing-masing fungsi tanah, karena sangat tergantung dari biodiversitas tanah
sebagai akibat penggunaan lahan yang berbeda dan infiltrasi merupakan indikator
yang baik hidrologi tanah (Endarwati et al, 2017 cit Thurow et al., 1986). Infiltrasi
merupakan proses masuknya air ke dalam tanah (Puspitasari,2017). Banyak hal
yang mempengaruhi infiltrasi diantaranya intensitas hujan, porositas tanah,
kerapatan massa tanah, kadar air tanah, tekstur tanah, struktur tanah, kepadatan
tanah, kemiringan lahan, kandungan bahan organik tanah, dan keadaan vegetasi
permukaan tanah (Puspitasari,2017).

Proses infiltrasi berawal ketika air hujan menyentuh permukaan tanah,


air masuk ke dalm tanah melalui pori-pori tanah karena adanya gaya gravitasi dan
kapiler. Laju infiltasi maksimum pada suatu saat disebut kapasitas infiltrasi.
Pengukuran infiltrasi dapat dilakukan dengan menggunakan alat ukur infiltrasi
yaitu dengan menggunakan metode Double Ring Infiltrometer. Metode ini pada
prinsipnya adalah mengukur penurunan permukaan air dalam ring yang
merupakan cara langsung yang dapat dengan mudah mengukur infiltrasi pada
satuan luas lahan dengan biaya yang relatif murah. Berdasarkan uraian tersebut,
perlu dilakukan praktikum pengukuran laju infiltrasi dengan metode Double Ring
Infiltrometer.
b. Tujuan

Berdasarkan latar belakang yang ada maka dapat diketahui tujuan kegiatan
pengukuran laju infiltrasi yaitu:

Menghitung laju infiltrasi pada suatu lahan dan mempelajari faktor-faktor yang
mempengaruhi laju infiltrasi
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Berikut hasil dari data sekunder dari pengukuran menggunakan Double
Ring Infiltromete.

Tabel 1.1. Laju Infiltrasi pada Lahan Vegetasi dan Non Vegetasi

Pengaruh laju infiltrasi

Tinggi air (cm) Infiltrasi (∆H) Laju Infiltrasi


No. Waktu Waktu Vegetasi Non Vegetasi Tanpa Vegetasi Tanpa
(mm/j (mm/
Interv Kumul Vegetasi (cm) (cm) am) jam)
al atif
H1 H2 H1 H2
1 1’ 1’ 8,5 8,4 14 13,8 0,1 0,2 60 120
2 1’ 2’ 8,4 8,2 13,8 13,5 0,2 0,3 60 90
3 1’ 3’ 8,2 7,9 13,5 13,3 0,3 0,2 60 40

4 2’ 5’ 7,9 7,6 13,3 12,9 0,3 0,4 36 48


5 2’ 7’ 7,6 7,1 12,9 12,5 0,5 0,4 42,86 34,29
6 2’ 9’ 7,1 6,7 12,5 12 0,4 0,5 26,67 33,33
7 4’ 13’ 6,7 6,4 12 11,5 0,3 0,5 13,85 23,08

8 4’ 17’ 6,4 5,9 11,5 10,7 0,5 0,8 17,65 28,24


9 4’ 21’ 5,9 5,4 10,7 10,2 0,5 0,5 14,29 14,29
10 8’ 29’ 10,5 9,3 10,2 9 1,2 1,2 24,83 24,83
11 8’ 37’ 9,3 8,3 9 7,9 1 1,1 16,22 17,84
12 8’ 45’ 8,3 7 7,9 6,8 1,3 1,1 17,33 14,67
13 10’ 55’ 7 5,7 6,8 5,6 1,3 1,2 14,18 13,09
14 10’ 65’ 5,7 4,9 5,6 4,5 0,8 1,1 7,38 10,15

15 10’ 75’ 4,9 3,5 4,5 3,4 1,4 1,1 11,20 8,80
Tabel 1.2. Laju Infiltrasi dengan Interval Waktu Lima Menit

Laju infiltrasi
Waktu Kumulatif Vegetasi Tanpa

(mm/jam) (mm/jam)

5’ 36 48
10’ 23,46 30,77
15’ 15,75 25,66
20’ 15,13 17,79
25’ 22,72 19,56
30’ 23,75 23,96
35’ 18,37 19,59
40’ 16,64 16,65
45’ 17,33 14,67
50’ 15,76 13,88
55’ 14,18 13,09
60’ 10,78 11,62
65’ 7,38 10,15
70’ 9,29 9,48
75’ 11,2 8,8

B. Pembahasan
Infiltrasi adalah suatu proses dimana terjadinya aliran air ke dalam tanah
dan menyebabkan peningkatan kadar air total yang dapat berkontribusi terhadap
variasi dalam partisi air dan respon hidrologi (Juwita & Santoso, 2019). Infiltrasi
penting dalam hidrologi karena berpengaruh dalam proses mengatur cadangan air
yang tersedia untuk mengisi air tanah ,mengendalikan limpasan air dan erosi
tanah. Selain itu, proses ini berperan besar dalam siklus air, yaitu sebagai sumber
air tanah dan air akifer. Proses infiltrasi dipengaruhi oleh dua gaya, yaitu gaya
grafitasi dan gaya kapiler. Sitem kerja gaya kapiler dalam infiltrasi yaitu
menyebarkan air ke arah lateral atau ke arah samping (horizontal). Sedangkan
untuk gaya gravitasi mengakibatkan bergeraknya air kea rah bawah. Air yang
dipermukaan tanah tidak semuanya mengalir ke dalam tanah, melainkan ada
sebagian air yang tetap tinggal di lapisan tanah bagian atas (top soil) untuk
kemudian diuapkan kembali ke atmosfer melalui permukaan tanah atau soil
evaporation (Asdak, 2004). Proses ini berkaitan erat dengan laju pemberian air
irigasi, agar air irigasi dapat diberikan secara efektif dan efisien.
Laju infiltrasi merupakan fluk aliran, atau disebut juga kecepatan infiltrasi.
Pada saat intensitas hujan atau irigasi melebihi laju infiltrasi, laju infiltrasinya
mencapai maksimum, yang biasa disebut kapasitas infiltrasi. Laju infiltrasi sangat
berhubungan dengan karakteristik fisik tanah meliputi tekstur, bahan organik,
total ruang pori dan kadar air. Laju infiltrasi (infiltrabilitas) menyatakan fluk
dimana profil tanah menyerap air melalui permukaan butir tanah dan menjaga
agar hubungan tersebut tetap berada dalam kondisi tekanan atmosfirnya.
Sepanjang laju pemberian air irigasi masih lebih kecil dari infiltrabilitas tanah, air
akan berinfiltrasi dengan laju yang sama dengan laju pemberian airnya. Pada
kondisi ini laju infiltrasinya ditentukan oleh fluk. Akan tetapi pada saat laju
pemberian air telah melebihi harga infiltrabilitas tanahnya, maka proses
infiltrasinya mulai ditentukan oleh profil tanah yang bersangkutan (Hillel, 1980).
Dalam kegiatan pertanian aspek mengenai infiltrasi sangat penting untuk
dipelajari, khususnya di lahan rawa pasang surut. Banyaknya air yang masuk ke
dalam tanah melalui proses infiltrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
tekstur dan struktur tanah, kelembaban tanah awal, kegiatan biologi dan unsur
organik, jenis dan tebal serasah, tipe vegetasi dan tumbuhan bawah Infiltrasi
banyak mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor penyebabnya.
Menurut Irawan (2016), infiltrasi dipengaruhi oleh:
1. Sifat Fisik Tanah
Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah menjadi faktor penting dalam
mempengaruhi laju infiltrasi. Adapun faktor-faktor yang termasuk ke
dalam sifat fisik tanah yaitu tekstur dan struktur tanah, kerapatan massa,
permeabilitas, porositas, kandungan bahan organik dan kadar air tanah.
Struktur tanah mempengaruhi kapasitas infiltrasi tanah, dimana struktur
tanah granuler memiliki kerapatan tanah yang rendah sehingga tingkat
porositas tanah yang tinggi, maka akan meningkatkan kapasitas infiltrasi
tanah. permeabilitas memberikan pengaruh pada kemampuan tanah dalam
meloloskan air.
2. Vegetasi
Vegetasi dan lapisan serasah melindungi permukaan tanah dari
pukulan langsung tetesan air hujan yang dapat menghancurkan agregat
tanah yang dapat menyebabkan pemadatan tanah. Hancuran partikel tanah
akan menyebabkan penyumbatan pori tanah makro sehingga menghambat
infiltrasi air tanah. Dengan adanya vegetasi maka mendukung tebukanya
runag dalam tanah karena adanya akar tanaman. Hal tersebut dapat
mempercepat proses infiktrasi dalam tanah.
3. Sifat Hujan

Sifat hujan dapat memberikan pengaruh terhadap laju infiltrasi,


dimana terkait dengan suhu, kualitas air, dan intensitas hujan. Butir-butir
hujan yang jatuh dengan intensitas tinggi dapat menghambat aliran air di
atas permukaan tanah sehingga mengalir dengan lambat.

Laju infiltrasi dapat dengan cepat terjadi maupun dapat berjalan secara
lambat. Laju infiltrasi berpengaruh terhadap kelengasan yang ada di dalam
tanah. Laju infiltrasi bisa mempengaruhi laju erosi. Semakin cepat laju infiltrasi
maka semakin lambat laju erosi. Hal tersebut dikarenakan pada saat laju
infiltrasi cepat, maka air yang masuk ke dalam tanah semakin banyak sehingga
mengurangi jumlah air yang mengalir di permukaan. Berkurangnya jumlah air
yang mengalir di permukaan akan mengurangi erosi karena partikel-partikel
tanah tidak hilang terbawa oleh partikel-partikel tanah. Apabila laju infiltrasi
semakin lambat, maka laju erosi semakin cepat. Hal tersebut dikarenakan
apabila laju infiltrasi lambat, air secara lambat masuk ke dalam tanah sehingga
air mengalir di permukaan tanah. Air yang mengalir di permukaan tanah
tersebut mengakibatkan terbawanya partikel-partikel tanah atas sehingga tanah
menjadi terkikis (erosi) (Nugroho et al., 2006).

Kecepatan laju infiltrasi dapat berpengaruh terhadap intensitas air


dalam tanah yang berfungsi untuk mahkluk hidup untuk keberlangsungan
hidupnya. Jika laju infiltrasi terlalu cepat dapat berdampak negatif terhadap
struktur tanah, sehingga infiltrasi yang terlalu cepat perlu segera ditangani agar
tidak memberikan dampak yang lebih buruk terhadap lingkungan. Perbaikan
struktur dan tektur tanah merupakan cara yang paling efektif dalam mengatasi
laju infiltrasi yang terlalu cepat, perbaikan struktur dan tekstur tanah didukung
dengan melakukan pengolahan tanah secara efisien. Dengan melakukan
pengolahan tanah yang tidak berlebihan akan memperbaiki struktur dan tektur
tanah, seperti jika sebelumnya tanah mengandung banyak bongkahan sehingga
memperbesar pori tanah maka dengan dilakukan pengolahan tanah bongkahan
tersebut akan berubah menjadi partikel yang lebih kecil sehingga dapat
mengecilkan pori pada tanah. Dengan hal tersebut maka laju infiltrasi akan
melambat.

Laju infiltrasi juga dapat melambat, hal tersebut juga memberi


dampak yang buruk bagi lingkungan karena dapat menimbulkan kurangnya
kapasitas air di dalam tanah sehingga menyebabkan terjadinya kekeringan. Laju
infiltrasi yang lambat disebabkan karena tanah yang mudah terdispersi akan
tertutup pori-porinya sehingga kapasitas infiltrasi cepat menurun. Sehingga
untuk mengatasi hal tersebut juga perlu adanya perbaikan struktur tanah seperti
penambahan bahan organik dan pemberdayaan vegetasi. Dengan adanya upaya
tersebut maka akan meningkatkan stabilitas agregat pada tanah karena dapat
mengurangi tingkat kepadatan tanah sehingga laju infiltrasi dapat berlangsung
lebih cepat. Selain itu, penambahan vegetasi di lingkungan akan mendukung
peningkatan kecepatan infiltrasi air karena adanya akar tanaman akan membuka
pori-pori tanah sehingga tanah menjadi lebih gembur. Peningkatan laju infiltrasi
juga dapat dilakukan dengan menjaga ekosistem fauna dalam tanah karena
lubang atau celah-celah pada tanah yang ditimbulkan oleh binatang-binatang
tanah, seperti cacing dan serangga dapat memperbesar jumlah air yang
meresap ke dalam tanah.
Pengukuran infiltrasi dapat dilakukan dengan menggunakan alat ukur
infiltrasi yaitu dengan menggunakan metode Double Ring Infiltrometer. Alat ini
terdiri dari dua buah tabung baja silindris berukuran diameter dalam 35 cm dan
diameter luar adalah 50 cm. Panjang ring penyangga adalah 30 cm dengan
ketebalan ring 3mm, dan pada bagian bawah dibuat tajam. Penggunaan double-
ring infiltrometer ditujukan untuk mengurangi pengaruh rembesan lateral
dengan melalui proses penjenuhan. Fungsi dan kegunaan dari perlakuan
penjenuhan pada double ring infiltrometer adalah untuk mengurangi pengaruh
rembesan lateral. Adanya rembesan lateral sering menyebabkan hasil
pengukuran dari alat ini menjadi tidak mudah untuk diekstrapolasikan ke dalam
skala lapangan.
Prosedur dalam pengukuran menggunakan Double Ring Infiltrometer
(Asdak, 2010) sebagai berikut:

- Pengukurannya hanya dilakukan terhadap slinder yang kecil. Slinder yang


lebih besar berfungsi sebagai penyangga yang bersifat menurunkan efek
batas yang timbul oleh adanya slinder.
- Kedua infiltrometer tersebut dibenamkan ke dalam tanah pada kedalaman
antara 5 hingga 50 cm.
- Kemudian air dimasukkan kedalam kedua slinder tersebut dengan kedalaman
1-2 cm dan dipertahankan besarnya kedalaman dengan cara mengalirkan air
ke dalam silinder tersebut (dari suatu kantong air yang dilengkapi skala).
- Laju air yang dimasukkan ke dalam silinder tersebut diukur dicatat. Laju air
tersebut merupakan laju infiltrasi yang diukur.
- Cara pengukuran infiltrasi tersebut di atas relatif mudah pelaksanaannya,
tetapi perlu diingat bahwa dengan cara ini hasil laju infiltrasi yang diperoleh
biasanya lebih besar dari keadaan yang berlansung di lapangan
- Dilakukan pengukuran pada ring dengan interval waktu pengukuran sebagai
berikut.
a. Menit 1-5 pengukuran pada interval 1 menit.

b. Menit 5-7 dilakukan sekali pengukuran (interval 2 menit).


c. Menit 7-25 dilakukan enam kali pengukuran (interval 3 menit).

d. Menit 25-50 dilakukan lima kali (interval 5 menit).

e. Menit 50-140 dilakukan 9 kali (interval 10 menit).

f. Pengukuran terakhir pada menit ke 160 (20 menit kemudian).


Berdasarkan hasil dari data sekunder didapatkan bahwa nilai laju infiltrasi
dengan vegetasi dan tanpa vegetasi memiliki perbedaan. Nilai laju infiltrasi
dengan non vegetasi lebih besar dibandingkan dengan nilai laju infiltrasi dengan
vegetasi. Dalam bentuk rerata laju infiltrasi pada lahan vegetasi bernilai 28,16 mm/jam dan
pada lahan non vegetasi memiliki rata-rata 34,71 mm/jam. Sedangkan pada laju
infiltrasi interval lima menit diperoleh rerata laju infiltrasi pada lahan vegetasi
sebesar 17,18 mm/jam, sedangkan pada lahan non vegetasi sebesar 18,91
mm/jam. Hasil laju infiltrasi tersebut kurang sesuai dengan fungsi utama adanya vegetasi
yang dapat mempercepat laju infiltrasi karena pada dasarnya tumbuh-tumbuhan bukan
hanya melindungi permukaan tanah dari gaya pemampatan curah hujan, tetapi
juga lapisan humus yang terjadi mempercepat penggalian-penggalian serangga.
Pada tanah yang bercampur lempung yang tidak tertutup dengan tumbuhan-
tumbuhan, lapisan teratas akan dimampatkan oleh curah hujan, penyumbatan
dengan bahan-bahan halus. Tetapi jika tanah itu ditutupi dengan lapisan-lapisan
daun-daunan yang jatuh, maka lapisan itu mengembang dan menjadi sangat
permeable.

Ketidaksesuaian hasil dengan teori disebabkan karena sudah terdapat


perubahan biofisik pada tanah sehingga dapat mengganggu karakteristik hidrologi
lahan menjadi kurang sesuai. Hal tersebut merupakan dampak dari maraknya alih
fungsi lahan terbuka yang merusak lingkungan sehingga berdampak pada
hilangnya fungsi vegetasi yang secara efektif yang dapat mengabsorbsi air hujan
dan mempertahankan laju infiltrasi. Pernyataan tersebut didukung dengan
pernyataan menurut Utaya (2008), yang menyatakan bahwa laju infiltrasi pada
lahan rumput dan tegalan yang cenderung rendah disebabkan pada lahan vegetasi
dikarenakan tanaman yang berjenis rumput-rumputan memiliki akar serabut
dengan kedalaman sangat terbatas sehingga kurang mendukung terjadinya proses
infiltrasi. Sedangkan tingginya kapasitas infiltrasi pada lahan semak belukar
disebabkan lahan ini lebih bersifat alami dan memiliki komposisi vegetasi cukup
bervariasi terdiri dari rumput liar, perdu, dan tanaman berbatang kayu yang
mendukung terjadinya proses infiltrasi.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan perbahasan mengenai pengukuran laju infiltrasi dapat
disimpulkan bahwa hasil rerata laju infiltrasi pada lahan vegetasi bernilai 28,16 mm/jam
dan pada lahan non vegetasi memiliki rata-rata 34,71 mm/jam. Pada laju infiltrasi
dari perhitungan interval 5 menit mulai dari menit ke 5 sampai ke 75 pada laju
infiltrasi diperoleh rerata laju infiltrasi pada lahan vegetasi sebesar 17,18 mm/jam,
sedangkan pada lahan non vegetasi sebesar 18,91 mm/jam. Hasil pengukuran laju
infiltrasi pada keduanya memiliki perbedaan, yang diakibatkan oleh adanya
perbedaan tekstur struktur tanah yang diamati, yang menyebabkan perbedaan pori
tanah sehingga hasil laju infiltrasi yang diperoleh pun juga berbeda. Faktor- factor
yang mempengaruhi infiltrasi antara lain tekstur dan struktur tanah, vegetasi, sifat
hujan. Sedangkan factor lainnya yaitu tekstur dan struktur tanah, kelembaban
tanah awal, kegiatan biologi dan unsur organik, jenis dan tebal serasah.
DAFTAR PUSTAKA

Andara, A. 2018. Laju infiltrasi pada tegakan mahoni dan lahan terbuka di
universitas hasanuddin. Skripsi. Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang.
Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai: Cetakan
Ketiga. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Endarwati, M. A., Wicaksono, K. S., & Suprayogo, D. 2017. Biodiversitas
vegetasi dan fungsi ekosistem: hubungan antara kerapatan, keragaman
vegetasi, dan infiltrasi tanah pada inceptisol lereng Gunung Kawi,
Malang. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan, 4(2), 577-588.
Hussain, M., & Raju, Y. K. 2019. Fitting infiltration equations using double ring
infiltrometer to design and evaluate irrigation methods. IJRTE, 8(4): 45-
64.
Hillel, D. 1980. Application of Soil Physics. Academic Press: New York.
Irawan, T., & Yuwono, S. B. 2016. Infiltrasi pada berbagai tegakan hutan di
arboretum universitas lampung. Sylva Lestari 4(3): 21-34.
Juwita, R.,and I.B. Santoso. 2019. Assesment of soil infiltration capability in
Balikpapan city. IPTEK Jurnal of Proseedings Series 5: 2354- 6026.
Puspasari, R. L. 2017. Studi Pengaruh Sifat Fisik Tanah Terhadap Karakteristik
Laju Infiltrasi. Doctoral dissertation, Universitas Brawijaya.
Nugroho, L.H., Purnomo & I. Sumardi. 2006. Struktur dan Perkembangan
Tumbuhan. Penebar Swadaya. Jakarta 81-119.
Sihag, P., Tiwari, N. K., & Ranjan, S. (2017). Estimation and inter-comparison of
infiltration models. Water Science 31(1): 34-43.
Utaya, Sugeng. 2008. Perubahan Tata Guna Lahan dan Resapan Air di
“Optimalisasi Resapan Air Dalam Pengelolaan Lahan Kota Malang”,
Disertasi S-3, Program Pasca Sarjana-Unibraw, Malang.

LAMPIRAN 1. PERHITUNGAN
Lampiran Perhitungan Tabel 1
Menghitung Infiltrasi (ΔH =H1-H2)

Vegetasi

No Dengan Vegetasi Non Vegetasi


1
ΔH =H1-H2 ΔH =H1-H2
= 8,2 – 7,9 = 13,8-13,5
=0,3 cm = 0,3 cm

2 ΔH =H1-H2 ΔH =H1-H2
= 8,2 – 7,9 = 13,5-13,3
=0,3 cm = 0,2 cm

3 ΔH =H1-H2 ΔH =H1-H2
= 7,9 – 7,6 = 13,3-12,9
= 0,3 cm = 0,4cm

4 ΔH =H1-H2 ΔH =H1-H2
= 7,6- 7,1 = 12,9-12,5
= 0,5 cm = 0,4cm

5 ΔH =H1-H2 ΔH =H1-H2
= 6,4- 5,9 = 12,5-12
=0,5 = 0,5 cm

6 ΔH =H1-H2 ΔH =H1-H2
=5,9-5,4 = 12-11,5
=0,5 cm = 0,5 cm

7 ΔH =H1-H2 ΔH =H1-H2
=10,5-9,3 = 11,5-10,7
= 1,2 = 0,8 cm

8 ΔH =H1-H2 ΔH =H1-H2
=9,3-8,3 = 10,7-10,2
=1 = 0,5 cm

ΔH =H1-H2 ΔH =H1-H2
=8,3 – 7 = 10,2- 9
= 1,3 = 1,2 cm

10 ΔH =H1-H2 ΔH =H1-H2
=7- 5,7 = 9- 7,9
= 1,3 = 1,1cm

11 ΔH =H1-H2 ΔH =H1-H2
=5,7- 4,9 = 7,9-6,8
= 0,8 = 1,1 cm

12 ΔH =H1-H2 ΔH =H1-H2
=4,9 – 3,5 = 6,8-5,6
= 1,4 = 1,2 cm

13 ΔH =H1-H2
= 5,6-4,5
= 1,1cm

14 ΔH =H1-H2
= 4,5-3,4 Menghitu
= 1,1 cm ng Laju
Infiltrasi
Dengan Vegetasi

WK 1’ = (0,1) x 10 x 60 = 60 mm/jam
1
WK 2’ = (0,2) x 10 x 60 = 60 mm/jam
2
WK 3’ = (0,3) x 10 x 60 = 60 mm/jam
3
WK 5’ = (0,3) x 10 x 60 = 36 mm/jam
5
WK 7’ = (0,5) x 10 x 60 = 42,86 mm/jam
7
WK 9’ = (0,4) x 10 x 60 = 26,67 mm/jam
9
WK 13’ = (0,3) x 10 x 60 = 13,85 mm/jam
13
WK 17’ = (0,5) x 10 x 60 = 17,65 mm/jam
17
WK 21’ = (0,5) x 10 x 60 = 14,29 mm/jam
21
WK 29’ = (1,2) x 10 x 60 = 24,83 mm/jam
29
WK 37’ = (1) x 10 x 60 = 16,22 mm/jam
37
WK 45’ = (1,3) x 10 x 60 = 17,33 mm/jam
45
WK 55’ = (1,3) x 10 x 60 = 14,18 mm/jam
55
WK 65’ = (0,8) x 10 x 60 = 7,38 mm/jam
65
WK 75’ = (1,4) x 10 x 60 = 11,20 mm/jam
75
Tanpa Vegetasi

WK 1’ = (0,2) x 10 x 60 = 120 mm/jam


1
WK 2’ = (0,3) x 10 x 60 = 90 mm/jam
2
WK 3’ = (0,2) x 10 x 60 = 40 mm/jam
3
WK 5’ = (0,4) x 10 x 60 = 48 mm/jam
5
WK 7’ = (0,4) x 10 x 60 = 34,29 mm/jam
7
WK 9’ = (0,5) x 10 x 60 = 33,33 mm/jam
9
WK 13’ = (0,5) x 10 x 60 = 23,08 mm/jam
13

WK 17’ = (0,8) x 10 x 60 = 28,24 mm/jam


17
WK 21’ = (0,5) x 10 x 60 = 14,29 mm/jam
21
WK 29’ = (1,2) x 10 x 60 = 24,83 mm/jam
29
WK 37’ = (1,1) x 10 x 60 = 17,84 mm/jam
37
WK 45’ = (1,1) x 10 x 60 = 14,67 mm/jam
45
WK 55’ = (1,2) x 10 x 60 = 13,09 mm/jam
55
WK 65’ = (1,1) x 10 x 60 = 10,15 mm/jam
65
WK 75’ = (1,1) x 10 x 60 = 8,80 mm/jam
75

Lampiran Perhitungan Tabel 2


Rumus Interpolasi:

Dengan Vegetasi
1.
2.

1 x (13,85 - 26,67) = 4 (y - 26,67)


Y = 23,47

3.

2 x (17,65 - 13,85) = 4 (y-13,85)


Y = 15,75

4.

Y = 15,13

5.

Y = 22,72
6.

Y = 23,75

7.

Y = 18,37
8.

Y = 16,64
9.
10.

Y = 15,76
11.

12.

Y = 10,78
13.

14.

Y = 9,29
15.
Tanpa Vegetasi
1.
2.

1x( ) = 4 (y – 33,33)
Y = 30,77

3.

2x( ) = 4 (y-23,08)
10,32=4y-92,32
102,64=4y
Y = 25,66
4.

3x ( )= 4( y-28,24)
-41,82= 4y-112,96
4y= 71,14
Y = 17,79

5.

4x =8(
42,16=8y- 114,32
156,48=8y
Y=19,56

6.

1x ( =8 (y-24,83)
-6,99= 8y -198,64
191,65= 8y
Y = 23,96

7.

6x ( = 8(y-24,83)
-41,94=8y- 198,64
156,7= 8y
Y =19,59
8.

3x ( =8 (
-9,51= 8y- 142,72
133,21=8y
Y = 16,65
9.

10.

5x( =10(
-7,9= 10y -146,7
138,8=10 y
Y = 13,88
11.

12.

5x( )=10 (
-14,7= 10 y-130,9
116,2=10y
Y = 11,62
13.

14.

5x( =10 (
-6,75= 10y-101,5
94,75=10y
Y =9,48
15.
LAMPIRAN 2. JURNAL

Anda mungkin juga menyukai