___________________________________________________________________
__
Zuhair bin abu Umayyah Al-Makhzumi berkata : “Wahai penduduk mekah,
kita dapat menikmati makanan dan mengenakan pakaian, sementara bani hasyim
binasa, tidak diperkenankan berjual beli. Demi Allah, aku tidak akan duduk kecuali
setelah piagam yang dzalim dan keji itu dirobek.”
Abu jahal yang berada di bagian pojok masjid menimpali: “engkau pendusta!
Demi Allah piagam itu tidak boleh dirobek.”
“engkau lebih pendusta”, kata Zam’ah bin Al-Aswad, “sebenarnya dulu pun
kami tidak rela saat piagam itu ditulis.”
“Benar apa yang dikatakan Zam’ah” kata Abul Bakhtari, “Dulu kami tidak rela
dengan penetapan piagam itu dan kami juga tidak ikut menetapkannya”.
“kalian berdua benar”, kata Al-Muth’im bin Adi, “dan siapa yang berkata
selain itu dusta. Kami menyatakan kepada Allah unuk membebaskan diri dari piagam
itu dan dan apa yang tertulis didalamnya.”
“pasti hal ini sudah diputuskan malam tadi, dan kalian berembug di tempat
terpencil,” kata abu jahal.
Tercatat didalam kitab Ar-Rahiqul Makhtum
___________________________________________________________________
__
Saat itu Abu thalib hanya duduk di pojok masjid. Dia merasa perlu menemui
mereka, karna Allah telah mengisyaratkan kepada Rasul-Nya masalah piagam ini, dan
juga sudah mengutus rayam untuk memakan papan piagam tersebut, lalu Abu Thalib
menemui orang-orang Quraisy dan mengabarkan kepada mereka bahwa anak
saudaranya (Rasulullah) telah berkata demikian, dan mengatakan kepada mereka
bahwa seandainya Muhammad benar maka mereka harus berhenti melakukan
pemboikotan tersebut, maka orang-orang Quraisy pun menyetujuinya. Setelah
mereka bangkit dan melihat kedalam ka’bah, apa yang mereka dapati adalah
benarnya perkataan nabi shallallau ‘alaihi wa sallam, papan piagam itu telah hancur
termakan rayap meninggalkan beberapa penggalan kata berupa “Bismika
Alahumma” dan setiap kata yang terdapat lafadz Allah. Allaahu Akbar….
ِ َكلِ َمةً ُأ َحاجُّ لَكَ بِهَا ِع ْن َد هللا،ُ اَل ِإلَهَ ِإاَّل هللا: ْ قُل،َأيْ َع ِّم
‘Wahai paman, ucapkanlah laa ilaaha illallaah. Dengan kalimat ini, akan aku bela
engkau nanti di sisi Allah.’
‘Demi Allah, akan kumohonkan ampun untukmu selama aku tidak dilarang.’
Kemudian Allah menurunkan firman-Nya,
ََما َكانَ لِلنَّبِ ِّي َوالَّ ِذينَ آ َمنُوا َأ ْن يَ ْستَ ْغفِرُوا لِ ْل ُم ْش ِر ِكين
‘Tidak patutu bagi seorang nabi dan orang-orang yang beriman untuk memohonkan
ampunan kepada orang-orang musyrik.’ (QS. At-Taubah: 113).
Allah mengisahkan ayat ini tentang Abu Thalib. Dan untuk Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, allah Ta’ala berfirman,
ك اَل تَ ْه ِدي َم ْن َأحْ بَبْتَ َولَ ِك َّن هللاَ يَ ْه ِدي َم ْن يَ َشا ُء
َ َِّإن
‘Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak mampu menunjuki orang yang engkau
cintai, akan tetapi Allah-lah yang menunjuki siapa yang Dia kehendaki.’ (QS. Al-
Qashash: 56). (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Kitab Tafsir al-Quran, Suratu al-
Qashash, 4494 dalam Fath al-Bari).
_________________________________________________________________________
Tentu hal ini memberikan duka yang mendalam bagi Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, tidak dapat dibayangkan betapa besarnya jasa Abu Thalib, dia menjadi
pelindung nabi dalam menjalani dakwah islam dari serangan kaum kafir Quraisy,
namun karna keteguhan hatinya untuk untuk tetap memegang agama leluhurnya, ia
tetap berada didalamnya hingga ia wafat.