Anda di halaman 1dari 4

“KONDISI POSTMODERN KESUSASTRAAN INDONESIA”: SEBUAH

LAPORAN SEJARAH SASTRA INDONESIA

Indra Tjahyadi

Program Studi Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Filsafat, Universitas Panca Marga
Probolinggo, Jalan Yos Sudarso Pabean Dringu, Probolinggo 67271, Telepon 0335- 422715,
427923, Faks. (0335) 427923), Pos-al: indra_tjahjadi@yahoo.com

Judul Buku : Kondisi Postmodern Kesusastraan Indonesia.


Penulis : Ribut Wijoto.
Penerbit : Dewan Kesenian Jawa Timur.
Tahun Terbit : November, 2009.
Jumlah Halaman : 278 halaman.

Di antara cabang-cabang studi sastra adaan sarana pendukung untuk melaku-


yang lain, studi sejarah sastralah yang kan studi sejarah sastra sudah dileng-
paling kurang diminati oleh para pene- kapi, maka kita bisa dengan mudah
liti, akademisi, dan intelektual publik menyematkan kesalahan pada para pene-
sastra Indonesia. Persoalan kurang me- liti, akademisi, dan intelektual publik
madainya pendokumentasian data-data sastra Indonesia atas kelangkaan studi
sastra yang dimiliki oleh bank-bank data sejarah sastra. Sebab, dalam kasus ini,
sastra yang ada di Indonesia, dapat dika- bukan sarana pendukungnya yang tidak
takan, merupakan penyebab utama dari kompeten melainkan integritas mereka-
kurang diminatinya cabang studi sastra lah yang kurang memiliki kompetensi
yang satu ini. Akibatnya mereka yang dan kapabilitas dalam melakukan studi
tertarik untuk melakukan studi ini kerap sejarah sejarah.
kali menuai kesulitan. Oleh karena itu, Studi sastra, menurut Darma
tak heran apabila banyak dari mereka (2004:2), terdiri atas tiga cabang, yaitu
yang tadinya berminat untuk melakukan teori sastra, kritik sastra, dan sejarah
studi ini tiba-tiba putus asa di tengah sastra. Teori sastra adalah cabang studi
jalan dan memilih berbalik arah untuk sastra yang berupa kaidah-kaidah untuk
memilih bentuk studi dari cabang studi diterapkan dalam analisis karya sastra
sastra yang lain. (Darma. 2004:2). Ia merupakan studi
Memang kita bisa saja menyalah- prinsip-prinsip, kategori-kategori, dan
kan, bahwa peneliti tersebut, akademisi kriteria-kriteria (Wellek, 1990:38), atau
tersebut, atau intelektual publik sastra studi sastra yang berusaha menjelaskan
Indonesia tersebut tidak memiliki integ- konsep-konsep, kriteria-kriteria, dan kai-
ritas yang cukup. Akan tetapi, pernyata- dah-kaidah sastra (Suroso, 2009:13).
an ini akan lebih sahih apabila sarana- Kritik sastra disebut juga studi karya-
sarana untuk melakukan studi sejarah karya konkret (Wellek, 1990:38). Ia
sastra sudah dilengkapi. Apabila peng- merupakan cabang studi sastra yang ber-

127
konsentrasi pada penerapan kaidah- paradigma yang ada, seperti yang
kaidah tertentu dalam analisis karya sas- diinsyafi oleh modernisme, tidak lagi
tra (2004:2—3). Di dalam cabang studi diyakini. Ini disebabkan karena menurut
sastra ini dilakukan analisis, penafsiran, kaum posmodernis, model logika moder-
serta penilaian terhadap sebuah teks nisme tidak lagi mampu untuk menjawab
(wacana) sastra (Suroso, 2009:13). Seja- masalah-masalah yang berkembang pe-
rah sastra adalah cabang studi sastra sat saat ini. Selain itu, merujuk pada
yang bersifat diakronis (dari zaman ke Muhadjir (2001:199), penolakan posmo-
zaman) (Hartoko, 1986:126). Dalam ca- dernis terhadang logika modernisme
bang studi ini sastra dibicarakan dari karena modernisme telah mengendalikan
satu periode ke periode lainnya (Suroso, manusia secara teknis dengan membuat
2009:13). Bagi Wellek (1990:38), ketiga manusia menggunakan prinsip-prinsip,
cabang studi sastra tersebut memiliki sistem pembuktian, model logika, serta
kedudukan yang sama pentingnya dalam cara tertentu dalam berfikir rasional yang
studi sastra: justru membuat manusia bukan menjadi
dirinya sendiri, tetapi membuat manusia
“… adalah kenyataan bahwa ketiga lebih menjadi objek dari sistem yang
bidang tadi tidak dapat dipisahkan satu diajukan oleh modernisme Meskipun
sama lain. Tak mungkin kita demikian, penolakan posmodenisme ter-
menyusun: teori sastra tanpa kritik hadap pemikiran modernisme bukan ber-
sastra atau sejarah sastra, sejarah sastra
arti bahwa ia tidak rasional. Posmoder-
tanpa kritik sastra dan teori sastra, dan
kritik sastra tanpa teori sastra dan
nisme tetap mengakui rasionalitas, tetapi
sejarah sastra.” ia memberi kebebasan kepada manusia
untuk menempuh jalan kritis-kreatif-di-
Baru-baru ini, tepatnya pada bulan vergen dalam mencari kebenaran terse-
November 2009, Dewan Kesenian Jawa but. Kondisi ini muncul sebab posmo-
Timur (DKJT) menerbitkan sebuah buku dernisme tidak bertujuan untuk mem-
yang berjudul Kondisi Postmodern Ke- buktikan kebenaran, melain hendak men-
susastraan Indonesia (KPKI). Menurut cari kebenaran (Muhadjir, 2001:199).
penulisnya, Ribut Wijoto, buku ini sebe- Di dalam era posmodernisme, kebe-
narnya lebih merupakan kumpulan esai- basan tampil dalam ujud manusia selaku
esai sastra yang pernah ia tulis dan subjek pencari kebenaran. Manusia bu-
dipublikasikan di berbagai media, baik kan objek yang dikendalikan oleh struk-
cetak maupun internet, di Indonesia, dan tur dan sistem tertentu untuk mencari
dinyatakan dalam pengantarnya: “Buku kebenaran, melainkan adalah subjek pen-
ini berisi 25 esai sastra saya” (2009:7). cari kebenaran, dan bukannya pembukti
Meskipun demikian, ini tidak berarti kebenaran. Penempatan kembali manu-
bahwa buku KPKI ini adalah benar- sia sebagai subjek yang bebas ini, mem-
benar sebuah buku kumpulan esai. Tidak buat gaya tulis kaum posmodernis hadir
adanya label kumpulan esai atau anto- dengan gaya yang lebih santai, tidak ter-
logi esai pada sampul membuat KPKI ikat dengan kaidah-kaidah gaya penulis-
seakan-akan hadir dengan citra sebagai an ilmiah yang baku dan kaku.
bukan sebuah kumpulan esai. Apalagi Seluruh pembahasan dalam buku
hal ini didukung dengan sistematika KPKI ditulis Wijoto dengan gaya penulis
penyajian di dalamnya yang lebih esai. Menurut Budiman (1982:15), esai
menyerupai buku nonkumpulan esai. merupakan tulisan yang bersifat pribadi
Posmodernisme tumbuh dengan lo- sekali. Pada suatu esai, yang utama
gika nonstandard. Pemikiran yang linier, bukanlah pokok persoalannya, melain-
terpola, atau mengikuti konstruksi atau kan cara pengarang mengemukakan per-

128
soalannya. Dengan kata lain, apa yang dan perpektif puitika merupakan hal
utama dalam esai adalah bayangan kepri- yang buruk, sebab hanya dengan kebera-
badian pengaranya. Ini karena seorang gaman gaya dan perspektif puitikalah se-
esais adalah orang yang terpikat. Orang buah lapangan perpuisian dapat hidup
yang jatuh cinta pada persoalan atau secara dinamis.
fenomena, sehingga dalam menulis se- Modernisme muncul dengan utopia
orang esais akan bersikap seakan-akan ia akan kemajuan. Bagi modernisme kema-
menulis kepada dan untuk dirinya saja, juan hanya bisa diraih dengan kemut-
seperti seseorang yang merenungkan ke- lakan-kemutlakan. Kemutlakan-kemut-
indahan percintaannya. lakan tersebut mengandaikan adanya
Pernyataan Budiman tersebut, kira- kepastian-kepastian kebenaran. Kepasti-
nya, memiliki pertalian dengan pernyata- an-kepastian tersebut mengandaikan ada-
an Wijoto (2009:9) yang diungkapkan nya ketunggalan-ketunggalan kebenaran
secara eksplisit dalam kata pengantar dan masyarakat mereka (masyarakat
untuk buku tersebut: modernisme) disatukan oleh hal tersebut,
utopia kemajuan yang disadarkan pada
“Ada kisah aneh dalam penciptaan esai kemutalakan-kemutlakan, kepastian-ke-
ini. Ialah, saat itu, saya sedang jatuh pastian, dan ketunggalan-ketunggalan
cinta. Akibatnya, bahasa dan perspektif tersebut. Dalam perkembangannya, apa
saya salam melihat puisi menjadi amat yang diajukan oleh modernisme ini
melanko-feminis … Saat itu saya
menuai kegagalannya. Akibatnya, tata-
mengalami keterpengaruhan pikir yang
lucu. Ada terjadi gumpalan saling
nan kehidupan masyarakat mengalami
mempengaruhi antara perempuan goncangan. Oleh karena itu, bagi posmo-
tempat saya jatuh cinta, simulakra dernis, kehidupan manusia saat ini tidak
Baudrillard, dan puisi Sitok.” disatukan oleh utopia kemajuan sebagai-
mana yang terjadi di zaman modern,
Motif yang berakar dan bersumber melainkan oleh khayalan katastropi
dari keberadaan manusia sebagai indivi- (Baudrillard, 2001:50).
du yang mempribadi dan menyub-jek Kiranya, ini pula yang menjadi
merupakan titik berangkat Wijoto tatkala penyebab mengapa Wijoto menempat-
menuliskan esai-esainya. Tidak ada ob- kan esainya yang berjudul Krisis
jektivitas yang membangun berjarak an- Kepenyairan Kita menjadi esai pembuka
tara fenomena dan subjek tatkala Wijoto bagi bukunya tersebut. Ini adalah sebuah
menuliskan esai-esainya. Semua feno- metafora. Sebuah metafora akan kondisi
mena ia renggut, sehingga ia sehingga katastorpik yang ada di dalam kesastraan
semua fenomena menjadi hal yang sa- kita kini yang disebabkan oleh kegagalan
ngat pribadi baginya. utopia sastra Indonesia modern. Kiranya,
Kentalnya pemikiran posmodernis- inilah yang ingin disampaikan oleh
me pada Wijoto juga dapat dilihat dari Wijoto melalui bukunya tersebut bahwa
pilihan esai pembuka dari buku KPKI zaman telah berubah adalah kenyataan
ini. Buku ini dibuka dengan sebuah esai yang tak dapat dielakkan. Hal itu harus
yang berjudul Krisis Kepenyairan Kita pula disikapi dengan perubahan cara
(2009:17—23). Di dalam esai ini Wijoto pandang atasnya sebab hanya hal terse-
memaparkan bahwa telah terjadi krisis but yang dapat manusia, bukan dari ka-
dalam dunia perpuisian Indonesia. Sebu- tastropik, tetapi dalam kenyataan bahwa
ah krisis yang diakibatkan oleh muncul kebenaran manusia adalah kebenaran
dan menguatnya ketunggalan gaya dan kebebasan manusia, sebagaimana yang
perspektif puitika dalam puisi Indonesia. diperlihat-kan oleh Wachowski bersau-
Wijoto melihat bahwa ketunggalan gaya dara dalam filmnya The Matrix.

129
DAFTAR PUSTAKA Muhadjor, Noeng. 2001. Filsafat Ilmu:
Positivisme, PostPositivisme, dan
Baudrillard, Jean. 2001. Galaksi PostModernisme. Jogjakarta: Rake-
Simulacra. Diterjemahkan oleh M. sarasin.
Imam Aziz. Jogjakarta: LKIS. Suroso, Puji Santosa, dan Pardi Suratno.
Budiman, Arief. 1982. Esai Tentang 2009. Kritik Sastra: Teori, Metodo-
Esai. Dalam, Satyagraha Hoerip logi, dan Aplikasi. Jogjakarta: Al-
(ed.), Sejumlah Masalah Sastra. matera.
Jakarta: Sinar Harapan. Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990.
Darma, Budi. 2004. Pengantar Teori Teori Kesusastraan. Diterjemahkan
Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa oleh Melani Budianta. Jakarta: Gra-
Departemen Pendidikan Nasional. media.
Hartoko, Dick dan B. Rahmanto. 1986. Wijoto, Ribut. 2009. Kondisi Postm-
Pemandu di Dunia Sastra. Jogja- odern Kesusastraan Indonesia. Su-
karta: Kanisius. rabaya: Dewan Kesenian Jawa Ti-
mur.

130

Anda mungkin juga menyukai