HASIL
Orang tua ZR, MR dan FA berdasarkan hasil wawancara telah memberikan latihan-latihan
kepada anaknya masing-masing dalam upaya meningkatkan kemampuan berkomunikasi secara
oral. Orang tua ZR menerapkan pola asuh selama di rumah seperti mensetting lingkungan
keluarga di dalamnya mencakup seluruh anggota keluarga untuk memberikan kesempatan
kepada ZR untuk menyampaikan ide, pikiran, pendapat dan kemauan, membahasakan semua
aktivitas yang dilakukan selama di rumah, mengulang kosakata-kosakata baru, melibatkan dalam
berbagai aktivitas, seperti kegiatan olahraga dan sebagainya. Setting yang di desain keluarga ZR
dilakukan secara ketat, disiplin dan konsisten dalam mengimplmentasikan berkomunikasi secara
oral.
Begitupun dengan orang tua MR, sama halnya seperti orang tua ZR sudah melakukan pola asuh
sesuai dengan kemampuannya, hasil wawancara memperlihatkan orang tua MR secara konsep
dan teori tidak begitu memahami tentang pola asuh terutama dalam meningkatkan komunikasi
oral pada anak tunarungu namun demikian mereka tetap melakukan pola asuh sebagai bentuk
upaya meningkatkan kemampuan berkomunikasi oral dengan cara mereka sendiri. Jika
dibandingkan dengan orang tua ZR tidak seketat dan sedisiplin ZR, orang tua MR lebih
memberikan kelonggaran seperti tidak mensetting lingkungan keluarga, tidak memaksakan anak
untuk berbicara, dan pengucaana yang terbentuk sesuai dengan kemampuannya. Namun mereka
berupaya membentuk komunikasi oral pada anaknya dengan cara mengulang-ulang kosakata
yang sekiranya tidak jelas, memberikan motivasi, suka mengajak berbincang-bincang dan
memberikan pujian jika melakukan komunikasi secara oral.
Lain halnya dengan orang tua AF, mereka memiliki kemiripan dengan orang tua ZR dimana
mereka secara konsisten melakukan setting lingkungan keluarga untuk berbahasa, segala bentuk
aktivitas selalu dibahasakan, mengulang-ulang kosakata baru, serta memberikan pujian dan
motivasi setiap tindakan yang diharapkan dalam hal ini berkomunikasi secara oral.
Setiap orang tua telah melakukan upaya mengembangkan kemampuan berkomunikasi secara
oral, hal ini disebabkan setiap orang tua secara sadar melakukan perilaku mendidik, melatih,
mengarahkan anak dengan hambatan secara konsisten dan berulang-ulang selama di rumah
dengan waktu yang jelas lebih lama dibandingkan di sekolah. Hal ini sejalan dengan pendapat
menurut Petranto (Suarsini, 2013) pola asuh orang tua merupakan pola perilaku yang diterapkan
pada anak bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu.
Orang tua memiliki harapan terhadap setiap anak-anaknya tidak terkecuali anak berkebutuhan
khusus sekalipun. Harapan yang awalnya tinggi sesuai dengan yang dicita-citakan oleh setiap
orang tua harus mereka turunkan dengan kondisi yang dimiliki anak dalam hal ini anak memiliki
hambatan dalam indera pendengaran, dimana anak dengan hambatan tersebut akan berdampak
kepada seluruh aspek kehidupannya, seperti aspek kognitif, Bahasa, dan lain sebagainya, hal ini
sejalan dengan pendapat menurut Arthur Borthroyd dalam Sadja’ah (2005, hlm.1) berbagai
dampak yang ditimbulkan sebagai akibat ketunarunguan mempengaruhi dalam hal : masalah
persepsi auditif, masalah bahasa dan komunikasi, masalah intelektual dan kognitif, masalah
pendidikan, masalah sosial, masalah emosi, bahkan masalah vokasional.
KESIMPULAN
Berdasarkan data dilaangan orang tua telah melakukan pola asuh sesuai dengan kemampuan
upaya meningkatkan kemampuan berkomunikasi oral pada anak dengan hambatan pendengaran
selama di rumah. Dengan upaya tersebut, ternyata dapat meningkatkan kemampuan ZR, MR dan
AF dengan hambatan pendengaran dalam berkomunikasi secara oral, seperti komunikasi mereka
semakin lebih jelas dan mudah dimengerti, sudah mampu melakukan percakapan. Tidak
dipungkiri adanya hambatan yang dialami para orang tua ketika melakukan upaya tersebut.
Orang tua Zr menggunakan pola asuh demokratis yang mana dapat menumbuhkan rasa disiplin
dan tanggung jawab pada anak, orang tua akan menjelaskan secara rasional dan objektif
Orang tua Mr menggunakan pola asuh jenis permissive yang mana membebaskan anak untuk
melakukan apa yang ingin dilakukan anak. Sedikitnya control dari orang tua dikarenakan kondisi
keadaan orang tua yang memiliki kepentingan yang banyak
Orang tua AF menggunakan pola asuh demokratis sehingga anak dapat memiliki rasa tanggung
jawab untuk dirinya.
DAFTAR PUSTAKA
Alvi Nurdina. 2015. Studi Kasus Tentang Kemampuan Membaca Ujaran Anak Tunarungu di
SLB B Dena Upakara Wonosobo. Skripsi Univeristas Negeri Yogyakarta.
Andi Violetta Nibella.2014. Peran Komunikasi Verbal dan Non Verbal dalam Penanaman
Akhlak pada Anak Usia Dini di Taman Kanak-Kanak Islam Al-Muttaqin. Skripsi
Komunikasi dan Penyiaran Islam. Jakarta
Dewi Ratih Rapisa. 2020. Menemukenali Anak dengan hambatan pendengaran. Penerbit
deepublish. Yogyakarta
Dudi Gunawan. 2013. Optimalisasi Pendengaran dengan Bina Komunikasi Persepsi Bunyi
Irama. Jassi_Anakku »Volume 12:Nomor 2.
Etty Hasmayati. 2016. Model Komunikasi Orang Tua Tunarungu Yang Memiliki Anak
Mendengar. Vol. 1. No 2 Hlm. 175 - 180 Agustus 2016
Rabiatul Adawiah. 2017. Pola Asuh Orang Tua dan Imlikasinya Terhadap Pendidikan Anak
(Studi pada Masyarakat Dayak di Kecamatan Halong Kabupaten Balangan). Jurnal
Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 1, Mei
Ririrn Linawati. 2012. Penerapan Metode Mathernal Reflektif Dalam embelajaran Berbahasa
Pada Anak Tunarungu di Kelas Persiapan SLB Negeri Semarang. Journal of Early
Childhood Education Papers.
Somad Permanarian & Tati Herawati, Ortopedagogik Anak Tunarungu, Bandung: Depdikbud
Dirjen Pendidikan Tinggi. 1996.
Starry Kireida Kusnadi. 2019. Optimalisasi Peran Orang Tua Melalui Edukasi Parental
Emotional Coaching Dalam Upaya Meningkatkan Keterampilan Merespon Emosi
Negatif Anak Tunarungu di SLB X Kecamatan Karangpilang. Universitas Wijaya
Putra. Prosiding PKM-CSR, Vol. 2 (2019)