Anda di halaman 1dari 31

FENOMENA PASAR TRADISIONAL BALERONG DIKOTA BALIGE

(Studi Kasus Pasar Tradisional Balige)

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Arsitektur

Oleh:

Hakim Tampubolon
180160110

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
2023
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat Indonesia sudah lama mengenal pasar khususnya pasar
tradisional. Pasar tradisonal Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, pasar
dimaksud selaku tempat orang berjual belikan. Sedangkan tradisonal dimaksud
kebiasaan dan cara berpikir yang selalu mengikuti norma dan kebiasaan yang
diwariskan secara turun temurun. Pasar tradisioanal memiliki ciri khusus yaitu cara
jual belinya yang masih tradisonal secara tatap muka dengan pembeli dan penjual,
selain itu pasar tradisional juga memiliki cara negosisasi antara penjual dan
pembeli, inilah yang menjadi daya tarik pasar tradisional.

Sejarah terbentuknya pasar itu sendiri berawal dari kebiasaan masyarakat


zaman dahulu yang menggunakan sistem tukar barang – barang yang di perlukan,
tetapi tidak memproduksi sendiri. Tempat akan dipilih untuk pertukaran yang akan
disepakati. Lambat laun, tempat itu menjadi pasar. Menurut (Ii, 2018) Pasar
tradisional yang muncul memiliki perbedaan di setiap tempat dalam aspek ruang
bangun, komoditas, maupun dan cara kebiasaan dalam menggunakan ruang saat
bertransaksi.

Pasar tradisional merupakan salah satu ruang public karena pengunjung bebas
masuk dan keluar pasar. Menurut (Ii, 2018) Peran pasar tradisonal sebagai ruang
publik mencerminkan identitas dan karakter dari konteks yang melingkupinya.
Kehadiran pasar tradisional juga dapat menjadi wadah interaksi sosial budaya bagi
masyarakat. Menurut (Brata, 2019) seperti dikutip dalam (Sibarani & Sinabariba,
2022) Pada umumnya, pasar tradisional menghadapi masalah seperti terbatasnya
ruang pada lahan yang sempit, tidak teratur, tidak sehat, kotor, kurangnya tempat
sampah, terlalu banyaknya pedagang di pinggir jalan, lemahnya pengelolaan, dan
fasilitas penyimpangan, dengan infrastruktur yang tidak memadai. Meningkatnya
aktivitas pasar mengakibatkan pasar terlihat kumuh, kotor, kebersihan tidak
terjamin, tidak ada tempat pembuangan sampah yang layak dan ruang jalan yang
sempit mempersulit barang beredar di pasaran dan kurang nyaman.
Namun, pasar tradisional juga memiliki beberapa keunggulan seperti lokasi
yang strategis, area penjualan yang luas, pilihan barang yang lengkap, harga yang
murah dan tawar – menawar yang menunjukkan kedekatan penjual dan pembeli.
Menurut Mike E Miles (1999:225) seperti dikutip dalam (Rahantoknam et al.,
2015), factor – factor yang mempengaruh dalam pemilihan lokasi pasar adalah 1.
Zoning (peruntukan lahan) 2. Fisik (physical features) 3. Utilitas 4. Transportasi 5.
Parkir 6. Dampak lingkungan social 7. Pelayanan public 8. Penerimaan / respon
masyarakat (termasuk perubahan perilaku) 9. Permintaan dan penawaran
(pertumbuhan penduduk, penyerapan tenaga kerja, distribusi pendapatan).

Pasar tradisional Balairung Balige merupakan pasar tradisional yang berada


dipusat Kota Balige. Pasar tradisional Balerong atau biasa disebut Onan Balige
memiliki 6 (enam) Balerong atau bangsal yang berlanggam arsitek rumah Batak
ikut mengayakan Arsitektur Nusantara kekinian dan menyelamatkan identitas
keragaman budaya nasional. PasarTradisonal Balairung yang dirancang dan
dibangun dan artistic sebagai bangunan public dibangun atas kehendak colonial
Belanda pada Tahun 1936. Pada awalnya Belanda membangunnya untuk dijadikan
sebagai tempat hiburan, panggung rakyat, sekaligus tempat pertemuan terbuka.
Setelah Belanda angkat kaki, Bangunan ini diahli fungsikan menjadi pasar
tradisional. Dalam proses pembangunannya di kepalai oleh Arsitek yang berbeda,
sehingga ada 6 (enam) Arsitek bangunan ini. Itulah sebabnya setiap corak dan pola
ukiran yang terdapat pada bangunan ini tidak sama.

Pertumbuhan pedagang yang cukup pesat, dan meningkatnya aktivitas


pedagang atau orang yang berjualan bebas sehingga menutupi keindahan dan
keunikan bangunan bersejarah. Dan juga dapat mengancam kelestarian Cagar
Budaya di Balige. Hal ini dapat mempengaruhi fungsi dan bentuk perubahan
kawasan bangunan bersejarah akibat aktivitas para pedagang. Hal ini karena
pedagang bersaing memperebutkan posisi yang strategis untuk mendapatkan
keuntungan lebih. Aktivitas yang meningkat membuat pasar tidak teratur, sehingga
sulit dan tidak nyaman untuk mengoperasikan barang yang bergerak dipasar.
(a) (b)
Gambar: (a) Pasar Tradisionnal Balerong (b) Kondisi Pasar Tradisional
Sumber: Penulis 2023
Hal yang melatarbelakangi penelitian ini ialah mengingat pasar tradisional
merupakan bangunan bersejarah dibangun pada Zaman Belanda tahun 1936 yang
pada awalnya difungsikan sebagai tempat hiburan dan juga sebagai tempat
pertemuan terbuka, dan dialih fungsikan sebagai pasar tradisional setelah belanda
angkat kaki. Yang berdiri dibawah bangunan bersejarah yang meiliki keunikan dan
nilai – nilai sejarah dan seni tersendiri. Maka sudah sepantassnya masyarakat
sekarang untuk menegenal dan memahami lebih lanjut terhadap bangunan
bersejarah yang berada dipasar tradisional.

Berdasarkan dari uraian diatas maka penelitian ini dilakukan untuk dapat
mengetahui fenomena pasar tradisional dikota Balige. Hasil dari penelitian ini
diharapkan dapat berguna sebagai data dan pedoman untuk pemerintah serta pihak
lainnya dalam perencanaan dan Pemanfaatan Ruang para pedagang pada bangunan
bersejarah. Agar tidak terjadinya perubahan bentuk dan warna serta nilai – nilai
sejarahnya. Dengan adanya penelitian ini juga diharapkan dapat memperkuat
identitas Kota Balige sebagai salah satu kota di wilayah Indonesia yang kaya akan
nilai sejarahnya dan dapat menjadi media pembelajar untuk generasi sekarang dan
yang akan datang.

1.2 Rumusan Masalah


Pelaku pasar terlihat kurang tepat dalam pemanfaatan ruang karena
menempati ruang bangunan bersejarah. Ruang-ruangnya yang dibentuk oleh para
pelaku pasar sebagai bentuk aktivitas sehari-hari, menggunakan bangunan
bersejarah sebagai tempat bangunan pasar tradisional. Fenomena ini dapat
mempengaruhi fungsi dan bentuk perubahan kawasan bangunan bersejarah yang
menjadi ikon Kota dan bangunan heritage. Oleh sebab itu, perlu diketahui
bagaimana pelaku pasar tradisional memproduksi ruang sehari-harinya dikompleks
bangunan bersejarah.

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana ‘pelaku pasar’ memproduksi ruang sehari-hari mereka dan
hal hal yang mendasari dan mempengaruhi proses produksi.

1.4 Ruang Lingkup Penulisan


Tulisan ini membahas pasar tradisional dan keberadaannya dalam kaitannya
dengan ruang diproduksinya di kompleks bangunan bersejarah. Pembahasan akan
produksi ruang oleh ‘pelaku pasar’ ini dibatasi pada pola spasial berdasarkan
aktivitas pelaku pasar dalam pemanfaaan ruang secara optimal.

1.5 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan arahan atau masukan
pemikiran bagi bidang perencanaan dan perancangan adalah untuk memberi arahan
(masukan) pada penentu kebijakan, dalam penyediaan pasar tradisional sesuai atau
sejalan dengan aturan pasar tradisional dikompleks bangunan bersejarah.

1.6 Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan Metode Kualitatif. Pendekatan menggunakan
teori teori yang nantinya di bawa ke lapangan (wilayah studi) dan akan diteliti lebih
mendalam berdasarkan dengan fenomena yang ada di wilayah Penelitian.
Pendekatan ini menggunakan kualitatif sehingga wawancara dilakukan kepada
sosial budaya masyarakat Kota Balige. Pendekatan studi dengan Kualitatif ini.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan merupakan suatu susunan atau urutan dari penulisan
skripsi untuk memudahkan dan memahami isi skripsi ini, maka dalam sistematika
penulisan, peneliti membagi dalam 5 Bab.

1. Pendahuluan, terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan,


Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan
2. Landasan Teori, dalam penelitian ini Landasan Teori berisi tentang Teori
Fenomena, Teori Ruang, Pasar tradisional, aktivitas, pola ruang, perilaku pasar
3. Metode penelitian, berisi tentang Pendekatan dan Jenis Penelitian, Tempat dan
Waktu Penelitian, Subjek dan Objek Penelitian, Sumber Data Penelitian,
Metode Pengumpulan Data dan Analisis Data.
4. Hasil penelitian, berupa Gambaran Umum Lokasi, Fenomena Pasar
Tradisional di Kota Balige sebagai Bentuk Pemanfaatan Ruang Pasar
Tradisional di Dalam Bangunan Bersejarah.
5. Kesimpulan, berupa kesimpulan, saran – saran dan penutup. Pada bagian akhir
dilampirkan Daftar Pustaka, Daftar Riwayat Hidup, Serta Lampiran-lampiran.

Pendekatan yang di pakai adalah pendekatan kualitatif dengan metode


fenomenologi karena penelian berusaha untuk menggali tindakan dalam
perancangan pemanfaatan ruang pasar tradisional di dalam bangunan bersejarah.
1.8 KERANGKA BERPIKIR

Latar Belakang

Fenomena Pasar tradisional yang menempati bangunan bersejarah Pengguna pasar dalam
sebagai bangunan cagar budaya yang memiliki desain yang unik yang memproduksi bangunan
bersejarah sebagai tempat
dimanfaatkan sebagai tempat beraktivitas oleh pelaku pasar.
beraktivitas Menurut Henry Lefebvre dalam
Pertumbuhan pedagang dan meningkatnya aktivitas yang berjualan di Production of space (1991), Ruang
mengalami perubahan nila
pasar dapat mempengaruhi fungsi dan bentuk perubahan kawasan
bangunan bersejarah akibat aktivitas para pedagang. Pengguna pasar dan ruang

Rumusan masalah
Pengguna pasar dan
Bagaimana pelaku pasar tradisional memproduksi ruang sehari- produksi ruang Menurut Henry Lefebvre dalam
harinya dikompleks bangunan bersejarah?
Production of space (1991),
pembentukan ruang dengan perwujudan
dari relasi produksi yang berakibat pada Bagaimana pasar
praktik kehidupan sosial tradisional dalam
Perilaku dan keseharian
Tujuan penelitian beraktivitas didalam
bangunan pasar tradisional
Untuk mengetahui bagaimana ‘pelaku pasar’ memproduksi ruang
sejalan atau selaras dengan
sehari-hari mereka dan hal hal yang mendasari dan mempengaruhi Produksi ruang pasar tradisional pada aturan pasar tradisional
proses produksi. bangunan sejarah berada dikompleks
Bangunan bersejarah

Pendahuluan Pengumpulan Data Analisis Kesimpulan


BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Fenomenologi
Fenomenologi adalah cara pandang bahwa hasrat yang kuat untuk
mengetahui yang sebenarnya dan keyakinan bahwa pengertian itu dapat dicapai jika
kita mengamati fenomena atau pertemuan kita dengan realitas. Dalam Bahasa
Indonesia fenomenologi bisa dipakai istilah gejala. Istilah fenomena mengacu
kepada segala sesuatu yang dapat di persepsi dan dihadirkan melalui kesadaran.
Struktur kesadaran tersebut meliputi aktivitas maupun pasivitas. Fenomena dapat
dipahami dengan cara di persepsi (perceive) melalui indra, di bayangkan (conceive)
melalui pikiran, yang kemudian melahirkan konsep (concept)
pemahaman.(Hanifati & Harjoko, 2020)
Menurut (Hasbiansyah, 2008) Fenomenologi berasal dari Bahasa Yunani,
phainestai, berarti menunjukkan dirinya sendiri atau menampilkan. Fenomenologi
juga berasal dari Bahasa Yunani, pahainomenon, yang secara harfiah berarti
“gejala”atau”apa yang telah menampakkan diri”. Menurut Fenememonologi berarti
imu (logos), tentang sesuatu yang tampak (phenonenom), atau sama dengan :
fantasi, fantom, fosfor,foto,yang artinya, sinar, cahaya (Mu’ammar2017). Menurut
Bertens,(1982:201) yang di kutip (Hasbiansyah, 2008), fenomenologi berarti
gambaran atau pembahasan tentang suatu fenomena atau sesuatu yang akan
muncul. Dalam menghadapi fenomena itu manusia melibatkan kesadaran, dan
kesadaran selalau berarti kesadaran akan sesuatu (realitas). (Hasbiansyah, 2008)
Fenomena dapat dikategorikan menjadi fenomena alam yang ada tanpa
campur tangan manusia, fenomena sosial yang muncul dari sekelompok orang,
fenomena psikologis yang terjadi pada manusia, dan fenomena visual yang dapat
dicerap oleh citra. Arsitektur dapat dipahami dengan kategori fenomena yang ada
sebagai fenomena fisik tetapi merupakan hasil/produk dari kehadiran manusia
(Hanifati & Harjoko, 2020)
2.2 Fenomenologi teori Edmund Husserl
Fenomenologi adalah aliran filsafat yang dikembangkan oleh seorang filsof
berkembangsaan jerman, Edmunt Husserl, istilah fenomenologi secara etimologi
brasal dari kata fenomena dan logos. Fenomena berasal dari kata kerja Yunani
“phainesthail” yang berarti menampak, dan terbentuk dari akar akar kata fantasi,
fantom, dan fosfor yang artinya sinar atau cahaya.metode (Hasbiansyah, 2008)

Adapun pokok – pokok pikiran Husserl mengenai fenomenologi, adalah


sebagai berikut:

a) Fenomena adalah realitas sendiri yang tampak


b) Tidak ada batas antara subjek dengan realitas
c) Kesadaran bersifat intensional
d) Terdapat interaksi antara tindakan kesadaran (noesis) dengan objek
yang di sadari (noema)

Untuk memahami fenomenologi, terdapat beberapa konsep dasar Husserl


yang perlu dipahami antara lain konsep feonomena, epoche, konstitusi, kesadaran,
dan reduksi. (Hasbiansyah, 2008)

1. Epoche

Epache adalah tentang upaya untuk mengurangi atau menunda penilaian untuk
mengangkat pengetahuan di atas segala kemungkinan keraguan. Husserl
berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari intu. Epoche merupakan Bahasa
yunani, yang artinya menyaring semua keputusan diantara tanda yang terjadi pada
objek realitas yang diamati. Penyaringan segala semua penlaian, seperti teori dan
hipotesis yang ada, yang pada akhirnya membuang setiap tradisi yang mencoba
membahas dan membuat penilaian tentang objek ini.(“Hardiansyah A,” 2013)

2. Konstitusi

Konstitusi adalah proses tampaknya fenomena kedalam kesadaran (bertens,


1981:202). Merupakan aktivitas kesadaran kenyataan real bukan berarti ada karena
diciptakan oleh kesadaran, tetapi kehadiran aktivitas kesadaran ini diperlukan agar
penampakan fenomena itu dapat berlangsung.
3. Reduksi

Reduksi merupakan, berkelanjutan dari epoche. Bagi Husserl, manusia memiliki


sikap alamiah yang mengandaikan bahwa dunia ini sungguh ada sebagimana diamati
dan dijumpai. Setiap pengalaman pribadi dan subjektif diketepikan supaya
pemahaman objek tidak diputarbelitkan oleh anggapan. Kedua, pengirangan eidetic,
sikap mencari intipati tersembunyi yang menghasilkan sifat sebenar dan bukan
sesuatu yang semata-mata aksesori atau imaginaif. Ketiga perbedaan dalam
pengurangan transsedental memberi tumpuan kepada subjek itu sendiri.

4. Kesadaran

Kesadaran adalah pemberian makna yang akrif. Kita selalu mempunyai


pengalaman tentang diri kita sendiri, tentang kesadaran yang identic dengan diri kita
sendiri. Kesadaran, tak lain, adalah keterbukaan dan keberlangsungan hubungan
dengan yang lain, dimana dirinya dengan yang lainnya tidak memiliki pemisahan
yang tegas.

2.3 Teori Henry Leufebvre (The production of space)


Dalam buku the production of space, Lefebvre menjelaskan transformasi
suatu ruang social atau proses ruang sebagai produksi social, berdasar nilai dan
produksi social atas makna yang mempengaruhi praktik ruang dan persepsi atas
ruang (Hendra, 2018). Ruang absolut bisa berganti menjadi ruang abstrak jika
maknanya ditambah yang baru. Dan ruang abstrak akan menjadi ruang kontradiktif
jika makin kuat dan bertentangan maknanya, jika kekontadiktifan berlanjut maka
akan terbentuklah ruang differensial (Damayanti & Redyantanu, 1991).

1. Ruang absolut

Ruang absolut diartikan sebagai ruang yang natural dan organic. Karakter
dari ruang absolut di tentukan oleh keunikan lahannya yang memiliki dimensi
khusus dan kekuatan simbolis yang unik. Ruang absolut ditandai sebagai
ruang yang memiliki factor intrinsik yang kuat, homogeny dalam kefungsian,
sehingga membentuk makna simbolis yang dapat dipahami dengan mudah
oleh masyrakat (makna tunggal). Ruang absolut memiliki makna tunggal
sebelum dimasuki makna –makna yang bersifat kapitalis.

2. Ruang abstrak

Ruang abstrak terjadi jika keindahan ruang dimasuki nilai–nilai


kapitalisme misalnya pantai dijual kepada wisatawan atau sebagai tempat
berjualan, maka ruang absolut itu sudah menjadi abstrak. Sehingga ruang
abstrak memiliki sifat makna yang heterogen, pantai dapat diartikan sebagai
tempat santai yang indah, atau juga sebagai tempat berdagang.

3. Ruang kontradiktif

Ruang kontradiktif terbentuk jika ruang mempunyai lebih dari satu makna
yang kuat dan saling bertentangan atau di pertentangkan. Misalnya ruang
pedagang yang mulai menggeser ruang – ruang di pantai yang dapat
dimanfaatkan gratis oleh semua masyarakat, sehingga semakin kontradiktif
kedua makna tersebut.

4. Ruang diferensial

Ruang diferensial terbentuk jika arti ruang yang berkontradiksi


mengakibatkan perpecahan sehingga terbentuk ruang baru. Menurut
Leuvebre, faktor – faktor yang mempengaruhi terbentuknya perpecahan
adalah kuantitas bertentangan dengan kualitas, kekuatan ekonomi
bertentangan dengan pertumbuhan social, kekuatan bertentangan dengan
pengetahuan, atau abstrak bertentangan dengan diferensial.

2.3.1 Produksi Ruang (Production Space)


Produksi ruang spasial adalah tempat yang berhubungan dengan
perkembangan suatu masyarakat modern, di mana produksi pengetahuan
mengenai ruang merupakan refleksi atas relasi keduanya. Kontruksi atas
ruang merupakan hal untuk mengembangkan diri dan menunjukan ekstensi
diri. Ruang yang digunakan sehingga ruang tersebut memiliki nilai
(Pamungkas, 2016). Ruang sosial dibentuk oleh tindakan sosial (social
acrion), baik secara individual maupun secara kolektif. Tindakan sosisallah
yang memberi makna pada bagaimana suatu ruang spasial dikonsepsikan
oleh mereka yang mengisi dan menghidupkan ruang tersebut. Produksi
ruang spasial berkenaan dengan bagaimana praktik spasial diwujudkan
melalui persepsi atas lingkungan (environment), yang dibangun melalu
jaringan (networks) yang mengaitkan aktivitas-aktivitas sosial seperti
pekerjaan, kehiudupan pribadi (private live), dan waktu luang (leisure).

Menurut Henry Lefebvre dalam Production of space (1991), Ruang


mengalami perubahan nilai di lihat dari use value (nilai gambar) menjadi
exchange value (nilai guna) Menjadi exchange value (nilai tukar) sehingga
ruang dapat dikomersialkan. Levebre menggambarkan tiga konsep triadik
atas ruang, bagaimana suatu ruang social dihasilkan yaitu, ruang sebagai
praktik spasial (spatial practice), ruang representasi ruang (Representation
of space), ruang representasional (representational space) (Sujatini &
Puspita, 2021).

1. Praktik spasial (Spatial practices)

Praktik spasial merupakan interaksi dan komunikasi yang


muncul dalam kehidupan sehari-hari atau dalam proses produksi
ruang. Dalam ruang sosial meliputi masyarakat yang saling
memiliki hubungan terhadap kepemilikan ruang tersebut untuk
membangun suatu ruang dengan makna tertentu. Praktik spasial
merupakan praktik yang disadari atau secara tidak sadar
menciptakan ruang. Praktik sosial memberikan dan menyimpan
makna tertentu di setiap ruangnya serta membuat sebuah ruang
menjadi tempat (Indonesia et al., 2018).

2. Representasi ruang (representations of space)

Representasu ruang menurut (Pamungkas, 2016) berkaitan


dengan gambaran hubungan produksi dan tatanan yang bertujuan
memaksakan suatu pola tertentu atas pemanfaatan sebuah ruang.
Representasi ruang muncul dalam bentuk – bentuk yang sering
diucapkan. Maka, representasi ruang berhubungan dengan
pengetahuan, tanda-tanda, bahasa, dan sikap atau suatu hubungan
yang bersifat frontal. Representasi ruang yang mempunyai beragam
makna dan terkonsepsikan. Representasi ruang membuka peluang
bagi ruang yang tadinya tidak hadir dalam kesadaran menjadi
ditemukan oleh peradaban.

3. Ruang Representasi (represesntasi space)

Ruang representasi, ruang yang secara actual dan langsung


berhubungan dengan berbagai bentuk citra dan symbol-simbol yang
terkait ruang representational adalah ruang yang penuh dengan
dinamika, didalam ruang ini, berbagai objek kenpetingan
diwujudkan dengan keinginan dan tindakan. Bagaimana individu
dan kelompok memanfaatkan dan mengisi ruang dalam interaksi
satu samalain, praktik dan bentuk visual merupakan implikasi dari
ruang pertunjukan, terlepas dari kenyataan bahwa waktu juga
merupakan implikasi dari ruang pertunjukan, karena waktu
membentuk kesejarahan dalam ruang tersebut. Ruang menjadi
tempat persepsi khusus bagi orang-orang di dalamnya. Konsep
ruang didasarkan pada pengalaman nyata yang dimiliki ssetiap
orang sebagai sebab dan akibat dari hubungan mutlak antara praktik
spasial dengan representasi ruang.

Leuvebre memiliki pandangan berpikir secara trikotomis untuk


memahami pembentukan ruang, yang membahas ruang dengan aspek saling
terkait yaitu perwujudan dari relasi produksi yang berakibat pada praktik
kehidupan sosial. Didalam triad tersebut terdapat, conceived space,
perceived space, dan lived space.

1. perceived space

Ruang yang dapat dirasakan atau ruang yang memiliki aspek perspektif
yang dapat ditangkap oleh panca Indra. Ruang ini tersusun dari benda-benda
material yang ada dan dapat ditata menjadi sebuah ruang. Aspek ini
merupakan komponen integral dari setiap praktik sosial, terdiri dari segala
seuatu yang bias di cerap oleh panca indra, tidak hanya didengar tetapi
didengar, dicium, disentuh, dan dirasa.

2. Conceived space

Jika sesuatu hanya merasakan ruang, itu tidak membuatnya lebih jelas
atau lebih pengertian. Tetapi jika kita memahami ruang itu sendiri, itu
menjadi jelas dan lebih memahami.

3. Lived space

Manusia hidup dalam ruang yang memiliki pengalamannya sendiri,


seperti halnya manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dimensi ini lebih
terkait dengan dunia yang kita alami, termasuk hal-hal seperti kehidupan
kita sehari-hari. Pengalaman yang tidak dapat dijelaskan dengan
matematika bersifat teoritis.

2.4 Pasar Tradisional


2.4.1 Pengertian pasar tradisioanl
Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh
pemerintah, pemerintah Daerah, Swasta, Badan usaha milik negara dan
Badan milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat
usaha berupa tolo, kios, ios, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang
kecil, menengah, swadaya masyarakt atau koperasi dengan usaha skala
kecil, modal kecil, dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui
tawar menawar. (Peraturan Presiden RI No. 112, 2007)

Pasar tradisional adalah suatu bentuk pasar dimana dalam


kegiatannya atau proses transaksinya masih dilakukan secara tradisional,
yaitu penjual dan pembeli bertemu untuk melakukan tawar-menawar harga
suatu barang/jasa. (Jeklin, 2016)
2.4.2 Ciri – ciri pasar tradisional
Adapun ciri – ciri pasar tradisional adalah sebagai berikut
(Kementerian Kesehatan RI, 2018)

1) Pasar tradisional dimiliki, dibangun, dan dikelola oleh


pemerintah setempat.
2) Adanya system tawar menawar antara penjual dan pembeli.
Tawar menawar ini merupakan salah satu budaya yang
terbentuk di dalam pasar. Hal ini yang dapat menjalin
hubungan sosial antara pedagang dan pembeli yang lebih
dekat.
3) Barang – barang yang dijual beragam, serta menyatu dalam
lokasi yang sama, para pedagang menjual barang yang
berbeda-beda. Selain itu juga terdapat pengelompokkan
dagangan sesuai dengan jenis dagangannya seperti
kelompok pedagang ikan, sayur, buah, bumbu dan daging
4) Sebagian besar barang-barang serta jasa yang ditawarkan
berabahan local. Barang yang dijual di pasar tradisional ini
adalah hasil pertanian daerah meskipun beberapa
perdagangan hasil pertanian daerah meskipun beberapa
perdagangan hasil pertanian dari daerah lain dilakukakan di
sekitar daerah tersebut.

2.4.3 Kondisi Pasar Tradisional


Kondisi pasar tradisional saat ini, memberikan dampak perubahan
perilaku pada para konsumen. Akan tetapi tidak di ikuti dengan perubahan
perilaku para pengelola pasar tradisional (Dinas Pasar). Pada umumnya
kondisi pasar tradisional identic dengan tempat kumuh, jalan becek dan
sempit, kotor, tidak nyaman harga tidak pasti (tawar menawar) dan fasilitas
minim, seperti parkir, toilet, tempat sampah, listrik, dan air.

Akan tetapi tidak semuanya pasar tradisional itu kondisinya selalu


kumuh dan kotor, apa bila di tata dengan baik dan bersih akan memberi daya
pikat tersendiri bagi konsumen. Tentunya membutuhkan perjuangan yang
tidak mudah untuk mewujudkan kondisi pasar tradisional yang bersih,
nyaman, aman, dan sehat. Tersebut, butuh pengelolaan pasar yang baik dan
berkesinambungan dan adanya berperilaku bersih dari pengelola pasar,
pemasok, penjual dan pekerja pasar.

2.4.4 Faktor terjadinya pasar tradisional


Adi Moersid (1995) yang dikutip (Rahantoknam et al., 2015)
perkembangan pasar secara garis besar diawali dengan adanya dua
kebutuhan yang berbeda sehingga barter muncul pada saat itu. Pasar terus
bertumbuh setelah dikenal nilai tukar barang (uang), pada awalnya, pasar
tradisional ini berlangsung di dalam ruangan atau di lapangan terbuka, di
bawah pohon besar yang sudah ada, di sudut perempatan, atau di tempat lain
yang setidaknya terlihat strategis dari lokasi yang bersangkutan.

Pasar tradisional memiliki sejarah dalam perjalanan perkembangan


ekonomi disuatu kebudayaan, diawali dengan melakukan tukar menukar
(barter) hasil pertanian dan barang. Perkembangan pasar tidak hanya
menggunakan transaksi uang dan barang tetapi juga pertukaran informasi
tentang banyak hal, termasuk politik. Dalam perkembangan kota pasar
menjadi ruang public yang penting. (Kosasih, 2014)

2.5 Tinjauan umum ruang pasar


2.5.1 Defenisi umum ruang
Defenisi umum ruang apa bila ditinjau dari manusianya, maka ada dua
macam kebutuhan ruang, yaitu ruang secara fisik dan ruang secara emosioal.
Secara fisik manusia mencari perlindungan dalam bentuk bangunan
(kebutuhan akan tempat berdimensi tiga untuk melakukan kegiatannya).
Sedangkan secara emosional, manusia menikmati keindahan warna, tekstur,
permainan bidang, tinggi plafond antaralain sebagainya, yang lebih banyak
ditentukan oleh selera dan pengalaman ruang dari masing-masing orang.

Sedangkan itu mnurut (Hakim dan Utomo, 2003: 52) mengatakan


bahwa ruang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia dimanapun
dia berada, baik secara psikologis, dan emosional (persepsi), maupun
dimensional. Manusia selalu berada di dalam ruang, bergerak serta
menghayati, berfikir dan juga menciptakan ruang untuk menyatakan bentuk
dunianya. Ciptakaan yang artistik disebut ruang arsitektur, disebut ruang
asitektur. Ruang arsitektur ini menyangkut interaksi antara ruang dalam dan
ruang luar yang saling mendukung dan memerlukan penataan lebih lajut.

2.5.2 Komponen pembentuk ruang


Adapun unsur-unsur yang dapat mewujudkan terbentuknya suatu
ruang menurut (Hakim dan Utomo, 2003), yaitu:

1. Lantai

Lantai adalah sebagai bidang alas atau the base, pengaruhnya terhadap
pembentukan ruang sangat besar, karena bidang ini erat hubungannya
dengan fungsi ruang permukaan lantai pada ruang dapat dibedakan
menjadi dua yakni keras dan lunak.

2. Dinding

Dinding sebagai pembatas ruang, dinding dapat dibedakan menjadi 3


(tiga) jenis yaitu: massif, transparan, dan semu (dibentuk oleh perasaan
pengamat setelah mengamati obyek atau keadaan)

3. Atap atau penutup

Atap dan penutup disebut the overhead seperti berdiri, seperti halnya
dengan dinding terbagi dalam dua kelompok, yaitu:

a. Penutup atap massif, memberikan kesan “terlindung” dari udara


luar serta membentuk ruang yang tepat.
b. Penutup atap transparan memberikan kesan ruang yang semakin
luas, bebas, dan mendekati suasana alami.

2.5.3 Hubungan ruang dan waktu dalam bentuk aktivitas


Menurut (Hakim dan Utomo, 2003)Terjadinya suatu ruang pusat
kegiatan sangat tergantung pada waktu, bila kegiatan hanya berlangsung
pada saat tertentu dan pada saat lainnya tidak ada kegiataanya, maka ruang
seolah-olah menjadi tidak berfungsi atau dengan kata lain, mati.
Kegiatan sehubungan waktu dapat dibedakan menurut jam kerja,
jam aktivitas siang dan malam serta hari libur. Masing-masing kegiatan
mempunyai ciri waktu yang berbeda. Dengan demikian diperlukan
pengolahan konsep ruang dalam perancangan sesuai dengan kondisi waktu.

Sebagai contoh, pada malam hari apabila kegiatan perbelanjaan


telah tutup, maka kecendurun hilir mudik pemakai jalan menjadi sepi. Hal
ini perlu dihindarkan. Oleh karena itu, perlu dipikirkan pemanfaatan ruang
jalan tersebut untuk kegiatan lain, misalkan pasar kaki lima untuk
menghidupkan suasana malam hari dan sekaligus memberikan pengamatan
yang berbeda bagi pejalan kaki.

2.6 Sejarah pasar tradisional Balige


Pada zaman dahulu Kota Balige merupakan pusat perdagangan, selain pusat
perdagangan, Balige juga menjadi pusat politik pada masa kerajaan Batak Kuno.
Hal ini ditandai dengan adanya bangunan Onan Balige atau yang lebih dikenal
sebagai Balairung Balige. Bangunan Balairung Balige, merupakan peninggalan
Belanda berornamen Batak. Pasar Tradisional Balairung (onan Balairung)
dibangun oleh Belanda pada tahun 1936. Pasar ini terdiri dari enam deret bangunan
yang berbentuk sopo atau rumah Adat Batak. Keenam deretan bangunan yang
bercirikan rumah adat yang disebut balerong ini dihiasi ukiran Gorga, ornamen
desain arsitektur khas Batak.

Dalam proses pembangunannya setiap bangunan di kepalai oleh arsitek yang


berbeda sehingga ada 6 arsitek bangunannya ini dan arsiteknya adalah orang batak
sendiri. Itulah sebabnya, corak dan pola ukiran yang terdapat pada setiap bangunan
tidaksama. Semua dikerjakan dengan manual, seperti memotong besi, memotong
kayu, pengukuran dan membuat lubang lubang pada besi. Sehingga prosesnyanya
agak lambat namun memiliki kualitas bangunan yang cukup tinggi.Pada awalnya,
Belanda membangunnya untuk dijadikan tempat pertemuan, pusat teater atau opera.
Namun, setelah Belanda angkat kaki dari Indonesia, bangunan ini dialih fungsikan,
menjadi pasar tradisional.
BAB 3

METODE PENELITIAN
3.1 Jenis penelitian
Ditinjau dari jenis datanya pendekatan penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Adapun yang dimasksud dengan
penelitian kualitatif adalah penelitian yang dimaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang di alami oleh subjek penelitian secara holistik, dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan Bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Penelitian kualitatif
adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa,
ataukejadian saat sekarang. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan
pemahaman yang mendalam tentang masalah-masalah manusia dan sosial. Maka
dalam penelitian ini data yang dikumpulkan yaitu yang bersifat deskriptif yang
bermaksud untuk menguraikan mengenai fenomena pasar tradisional balairung di
Kota Balige.

3.2 Lokasi penelitian


Lokasi dari penelitian ini yaitu berada di Balige adalah sebuah kecamatan dan
juga merupakan ibukota Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara, Indonesia.

Gambar 3.1. Peta lokasi kecamatan Balige

Sumber: https://id.wikipedia.org/

 Utara : berbatasan langsung dengan Danau Toba


 Timur : Kecamatan Laguboti
 Selatan : Kabupaten Tapanuli Selatan
 Barat : Kecamatan Tampahan

Penelitian dilakukan untuk mengungkap suatu fenomena pasar tradisional


balerong balige pada penggunaan bangunan bersejarah sebagai tempat beraktivitas.

Gambar 3. 1 Peta bangunan pasar Tradisional Balige


Sumber Google Maps, Data Peta (2023)
3.3 Variabel Penelitian
. Variabel yang digunakan berdasarkan teori henry leuvefre the production of
space untuk mengetahui pasar tradisional dalam beraktivitas didalam bangunan
pasar tradisional sejalan atau selaras dengan aturan pasar tradisional berada
dikompleks Bangunan bersejarah

Tabel 3.1 Variabel Penelitian


Teori Indikator Variabel Peneliti Tinjauan Peneliti
(pamungkas, 2016) Produksi ruang Lingkungan  Pedagang
berkenaan dengan (environment)  Area parker
 Organisasi
bagaimana praktik
Ruang
spasial
diwujudkan
melalui persepsi
Jaringan  sirkulasi
(networks)
Kehidupan  Aktivitas
pribadi (Private
live)
Waktu Luang  Pengunjung
(leisure) dan pembeli

(Hakim dan Pembentukan secara fisik  Dinding


Utomo, 2003) Ruang  bentuk
 Lantai
 Atap
(sujatini & Puspita, secara  Warna
2021) emosional  Dimensi
 Fasad
Sumber: Analisa Penulis 2023

3.4 Populasi dan Sampel penelitian


3.4.1 Populasi
Menurut sugiyono (2011:80), populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri dari objek atau subjek yang memiliki sifat dan karakteristik
ditentukan oleh peneliti (Jasmalinda, 2021). Pendapat diatas menjadi salah
satu acuan bagai penulis untuk menentukan populasi. Populasi yang
digunakan sebagai penelitian adalah masyarakat atau warga yang ada
kemungkinan berdagang berbelanja untuk memenuhi kebutuhan atau
keinginannya diwilayah pasar tardisional.
3.4.2 Sampel penelitian
Sampel merupakan bagian dari populasi, sugiyono (2011: 81)
mengatakan bahwa sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. Sehingga sampel merupakan bagian dari
populasi yang ada (Jasmalinda, 2021). Karena terdapat keterbatasan dalam
melakukan penelitian, maka ruang lingkup populasi di persempit berdasarkan
sampel pada warga yang berniat berbelanja di pasar tradisional di wialayah
kota balige.

3.5 Jenis penelitian


Ditinjau dari jenis datanya pendekatan penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Adapun yang dimasksud dengan
penelitian kualitatif adalah penelitian yang dimaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang di alami oleh subjek penelitian secara holistik, dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan Bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Penelitian kualitatif
adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, atau
kejadian saat sekarang. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan
pemahaman yang mendalam tentang masalah-masalah manusia dan sosial.

Maka dalam penelitian ini data yang dikumpulkan yaitu yang bersifat
deskriptif yang bermakssud untuk menguraikan mengenai fenomena pasar
tradisional balairung di Kota Balige.

3.6 Metode pengumpulan data


Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini penulis
menggunakan teknik observasi, dokumenstas, pengamatan, dan wawancara.

1. Observasi

Observasi dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi langsung,


yaitu observasi dilakukan dengan cara peneliti mengamati secara langsung
terhadap kegiatan dan bangunan pasar tradisional balairung kota Balige.
Observasi demikian dipilih sebab memungkinkan mampu menangkap
dinamika lapangan secara utuh, sehingga data yang didapat atau diperoleh
bersifat penuh makna.

Tabel 3.2 Observasi

No Variabel Tinjauan Observasi


peneliti
1. Lingkungan Pedagang
(eniviorentmen)

2 Area parkir

3 Organisasi
ruang

Gang no 1

Gang no 2
Gang no 3
Gerbang utama

Gang no 4

Gang no 5

Gang no 6
4 Jaringan Sirkulasi
(network)
Lorong lantai 1

Sirkulasi menuju lantai 2

Sirkulasi gang 1, lapak baju

Sirkulasi gang 2 lapak


ikan lantai 2
5 Kehiudupan Aktivitas
pribadi (private
live)

Lapak buah

Penjual kain ulos

Lapak sayur
Lapak ikan lantai 2

Penjual baju lantai 2

6 Waktu luang Pembeli


(leisure) dan
pengunjung

7 Secara fisik Dinding

8 Bentuk

9 Lantai
10 Atap

Secara emosi Warna

dimensi

Fasad

Sumber: survei dan analisa penulis, 2023


2. Dokumentasi
Dokumentasi dalam penelitian ini, di pergunakan untuk melengkapi data
dari hasil wawancara, dan hasil pengamatan (observasi). Metode
dokumentasi, merupakan teknik pengumpulan dengan mempelajari data
data yang telah didokumentasikan.

3. Wawancara

Wawancara adala teknis dalam upaya menghimpun data yang akurat utuk
keperluan melaksanakan proses pemecahan masalah tertentu, yang sesuai
dengan data. Data yang diperoleh dengan teknis ini adalah dengan cara tanya
jawab secara lisan dan bertatap muka langsung.

Indikator Variabel Peneliti pertanyaan


Produksi ruang Lingkungan 1. Apakah tempat berdagang ini sudah
berkenaan dengan (environment) nyaman?
2. Apa alasan yang membuat anda
bagaimana praktik
bertahan untuk tetap berjual
spasial ditempat ini?
diwujudkan
melalui persepsi
Jaringan 1. Apa dampak yang diperoleh
(networks) berdagang di pasar tradisional?
2. Bagaimana proses jual beli di pasar
tradisional balige?

Kehidupan 1. Apa suka dan duka yang anda


pribadi (Private rasakan ketika datang kepasar
tradisional balige?
live)
2. Apakah ada kendala-kendala yang
anda alami dalam berdagang?
3.
Waktu Luang 1. Bagaimana perasaan anda datang
(leisure) kepasar tradisional balige?
2. Sudah berapa lama anda berjualan
ditempat ini?
Pembentukan secara fisik 1. Apakah bangunan pasar tradisional
Ruang balige meanarik untuk di kunjungi?
2. Bagaimana anda menghadapi bentuk
ruang pasar tradisional yang berada
dikompleks bangunan bersejarah?
secara 1. Apakah para perencana dan
emosional perancang sudah menyediakan pasar
tradisional di kompleks bangunan
bersejarah sesuai atau sejalan dengan
aturan pasar tradisional?

3.7 Teknik analisis data


Data yang didapatkan dari observasi, wawancara, dan dokumentasi
disesuaikan dengan tinjauan pustaka yang sudah dilakukan, melakukan teknik
analisis data, menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Teknik tersebut
merupakan analisis data yang bertujuan pada proses penggalian makna,
penggambaran, penjelasan dan penempatan data pada konteksnya masing-masing.

3.8 Sumber data


3.8.1 Data Primer
Data primer, yakni data yang diperoleh peneliti secara langsung dari
sumbernya. Data primer dalam penelitian ini adalah kondisi existing dari
wilayah kajian dan data hasil wawancara dan penyebaran kusioner pada
responden, serta mengajukan pertanyaan kepada responden dalam bentuk
kusioner untuk dapat mengetahui fenomena pemanfaatan ruang para
pedagang di pasar tradisional balerong balige di kompleks bersejarah dan
pengaruhnya terhadap bangunan yang menjadi ikon Kota dan bangunan
heritage.

3.8.2 Data Sekunder


Data sekunder, yakni buku-buku pendukung, dokumen dan sumber
referensi lainnya yang relevan dengan penelitian dimana peneliti dapat
memperoleh data secara langsung dari sumber yang terkait dengan fenomena
pemanfaatan ruang para pedagang di pasar tradisional balerong balige dengan
menggunakan teori Henry Leuvebre dalam memproduksi ruang

Anda mungkin juga menyukai