Anda di halaman 1dari 27

PEMANFAATAN RUANG PASAR TRADISIONAL DENGAN

PENDEKATAN ARSITEKTUR PERILAKU

(Study kasus Pasar Tradisional Balerong Balige)

SKRIPSI

Disusun Sebagai Syarat Mempeoroleh Gelar Sarjana Teknik

DISUSUN OLEH:
Hakim Tampubolon
180160110

JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
2023
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasar tradisional merupakan ruang transaksi komoditas kebutuhan subsisten
yang prosesnya masih kental dengan tradisi susasana ekonomi maupun budaya
yang kuat. Pasar tradisional adalah tempat pertemuan dimana penjual dan pembeli
ditandai dengan transaksi langsung yang biasanya diawali dengan proses tawar
menawar (Brata, 2016). Pasar tradisional terbentuk dari kios, ios ataupun dasaran
terbuka yang dibuka oleh penjual ataupun pengelola pasar. Berbagai jenis barang
yang di perdagangkan seperti buah-buahan, sayur-mayur, berbagai macam ikan-
ikanan, daging, pakaian, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan sosial (SCP &
Widiyatmoko, 2018). Manfaat ruang sangat mempengaruhi perilaku manusia,
karena ruang yang digunakan merupakan tempat terbentuknya pola-pola aktivitas
manusia yang difungsikan setiap hari, dan perilaku inilah yang juga dibawa oleh
lingkungan luar dalam interaksinya. Arsitektur perilaku merupakan arsitektur yang
membahas tentang hubungan tingkah laku manusia dengan lingkungannya (Marlina
& Ariska, 2019). Di pasar tradisional, interaksi penjual dan pembeli tidak hanya
memenuhi kebutuhan ekonomi tetapi juga kebutuhan sosial. Interaksi antara
penjual dan pembeli di pasar tradisional menujukkan bahwa manusia adalah
makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain.

Pasar sebagai ruang publik memiliki peran penting dalam meningkatkan


perekonomian suatu kota, dan juga secara besar dapat berpengaruh terhadapa
perilaku manusi. Keberadaan pasar memiliki kedudukan yang sangat penting dalam
satu kawasan. Karena ruang yang hampir setiap harinya digunakan oleh manusia
dapat menjadi tempat terjadinya pola aktivitas manusia (Dafrina et al., 2022).
Menurut Thoa (2004:33) Dalam perilaku manusia merupakan sebagai suatu fungsi
dari interaksi antara person atau individu dengan lingkungannya. Semua manusia
akan berperilaku berbeda satu sama lain, dan perilakunya ditentukan oleh masing-
masing lingkungannya. Dalam pemanfaatan ruang, pasar tradisional merupakan
respon terhadap stigma pasar yang terlihat kumuh. Hal ini menjadi perhatian bagi
revitalisasi pasar tradisional bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan
kenyamanan. Akan tetapi, walaupun bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan
kenyamanan. pasar tradisional dalam kenyataannya program revitalisasi tersebut
masih ada yang menunjukkan tidak keberhasilan secara optimal, salah satu faktor
yang menjadi penyebab pasar tradisional yang terbangun akhirnya sepi adalah
pembangunan pasar tradisional yang belum sesuai dengan perancangan. (Desain et
al., 2020)Dalam Ekpmadyo, A, S & Hdayatsyah, S (2012) Indikasi pasar tradisional
yang berhasil adalah pasar yang ramai oleh aktivitas ekonomi-sosial di tandai
dengan terciptanya ruang ruang yang nyaman, mudah diakses serta menjadi sarana
aktivitas ekonomi sosial dan kultur masayarakat setempat. Fungsionalisme dalam
arsitektur mempunyai prinsip bahwa arsitek harus membangun sebuah bangunan.
berdasarkan fungsi dari bangunan tersebut, maka keindahan arsitekturnya pun akan
membersamai dengan sendirinya (Desain et al., 2020).

Objek pada penelitian ini adalah pasar tradisional Balerong Balige yang
berlokasi di Napitupulu Bagasan, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba samosir.
Salah satu pasar tradisional yang cukup ramai di Di kabupaten Toba Samosir. Pasar
ini berdiri pada tahun 1936. Pasar tradisional Balerong Balige mempunyai hari
pekan yaitu setiap hari jumat, sementara hari biasa, sejumlah pedagang berada di
kawasan Balerong. Lokasi Pasar tradisional Balerong Balige dihari pecan
Berlokasi Mulai dari Pusat Kota di jalan sisingamangaraja hingga kawasan
pelabuhan yang letaknya di pinggir Danau Toba seperti gambar dibawah ini.

Gambar 1.1 Gambar Lokasi Pasar Tradisional Balige


Adapun gambaran fenomena dipasar ini adalah ruang yang dirancang dan
digunakan. Tetapi tidak untuk digunakan dengan baik. Salah satunya ketika
pedagang mulai berdagang di luar koridor jalan. Sehingga tidak berjalanya fungsi
gedung pada lantai 2 yang menyebabkan ios kosong yang tidak terpakai yang
menjadikan pasar ini tidak berjalan dengan baik.

Gambar 1.2. Kondisi Ruang Pasar Tradisional Lantai 2

Gambar 1.3. Kondisi Pasar Tradisional di Koridor Jalan

Adapaun yang menarik untuk diteliti pada penelitian ini adalah untuk
mengetahui pola perilaku pedagang memanfaatkan ruang pasar, serta bagaimana
kondisi fisik pasar yang menyebabkan ruang-ruang didalam pasar tidak
dimanfaatkan secara maksimal sesuai dengan tujuan da fungsi yang sudah
direncankan sebelumnya. Maka diharapkan penelitian ini dapat membantu dalam
rancangan maupun perbaikan bangunan ruang pasar yang lebih baik dikemudian
hari.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan dari pengamatan awal, rumusan permasalahan penelitian dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Bagaimana perilaku pengguna pasar tradisional dalam memanfaatkan
ruang pasar tradisional?
b. Bagaiman pengguna ruang memanfaatkan ruang pasar tradisional?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang diangkat, tujuan penelitian ini adalah

a. Untuk mengetahui pola perilaku dalam pemanfaatan ruang pasar


tradisional
b. Untuk mengetahui pola memanfaatkan ruang pasar tradisional balige.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat, sebagai berikut

a. Manfaat teoritis: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan refrensi


atau masukan kepada perencana dan pengelola pasar dalam penyediaan
pasar tradisional yang responsip terhadap perilaku pedagang yang
menggunakan ruang didalam pasar, dan memperluas pemahaman serta
wawasan bagi penelitian yang lain yang meneliti bidang pemanfaatan
pasar tradisional serta hubungan ruang dengan perilaku pengguna ruang
dalam bidang arsitektur.
b. Manfaat praktis: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
kepada para pedagang dalam penggunaan ruang berdagang yang tepat
dan meng dan menggunakan ruang yang tersedia secara optimal.

1.5 Baatasan Penelitian


Adapun batasan penelitian ini dibatasi dengan ketentuan sebagai berikut.

a. Penelitian ini membahas terkait pasar tradisional balige serta


lingkungannya yang berfokus pada pengguna pasar yaitu pedagang,
baik pengunjung.
b. Meneliti dan mengamati perilaku pengguna ruang dalam pemanfaatan
ruang pasar dan bagaimana pola perilaku pengguna ruang pasar dalam
memanfaatkan ruang pasar.
c. Peneliti di fokuskan pada masalah penyebab adanya ruang ruang yang
tidak optimal termanfaatkan dan bagaimana pola perilaku pngguna
ruang dalam ruang pasar.

1.6 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan merupakan suatu susunan atau urutan dari penulisan
skripsi untuk memudahkan dan memahami isi skripsi ini, maka dalam sistematika
penulisan, peneliti membagi dalam 5 Bab.

1. Pendahuluan, terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan,


Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan
2. Landasan Teori, dalam penelitian ini Landasan Teori berisi tentang Teori
Fenomena, Teori Ruang, Pasar tradisional, aktivitas, pola ruang, perilaku pasar
3. Metode penelitian, berisi tentang Pendekatan dan Jenis Penelitian, Tempat dan
Waktu Penelitian, Subjek dan Objek Penelitian, Sumber Data Penelitian,
Metode Pengumpulan Data dan Analisis Data.
4. Hasil penelitian, berupa Gambaran Umum Lokasi, Fenomena Pasar
Tradisional di Kota Balige sebagai Bentuk Pemanfaatan Ruang Pasar
Tradisional di Dalam Bangunan Bersejarah.
5. Kesimpulan, berupa kesimpulan, saran – saran dan penutup. Pada bagian akhir
dilampirkan Daftar Pustaka, Daftar Riwayat Hidup, Serta Lampiran-lampira

1.7 Kerangka berpikir


PEMANFAATAN RUANG PASAR TRADISIONAL
DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR PERILAKU A
arsitektur perilakuRSITEKTUR PERILAKU Setting fisik

TRADISIONAL DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR  Ruang


Fenomena dipasar ini adalah ruang yang dirancang dan  Ukuran dan bentuk
PERILAKU
digunakan. Tetapi tidak untuk digunakan dengan baik. Salah  Perabot dan penataannya
 Warna
satunya ketika pedagang mulai berdagang di luar koridor jalan.  Suara, temperature dan
Sehingga tidak berjalanya fungsi gedung pada lantai 2 yang pencahayaan
menyebabkan ios kosong yang tidak terpakai yang menjadikan Variabel fisik yang mempengaruhi
perilaku manusi (setiawan, 1995)
pasar ini tidak berjalan dengan baik.
Pola Aktivitas
 Penggunaa ruang
 Perilaku
 Interaksi sosial
Rumusan Masalah
Analisis pola perilaku pedagang
p adapstasi, adjusments, teritori,
 Bagaimana perilaku pengguna pasar tradisional
crowding
dalam memanfaatkan ruang pasar tradisional?
 Bagaiman pengguna ruang memanfaatkan ruang Pola Perilaku
pasar tradisional?  Teritori Faktor – faktor pedagang tidak
 Crowding menempati ruang pasar balerong balige
 Adaptasi dan pola perilaku pengguna terhadap
 Adjustment pemanfaatan ruang.
Tujuan Penelitian

 Untuk mengetahui pola perilaku dalam pemanfaatan ruang


pasar tradisional
 Untuk mengetahui pola memanfaatkan ruang pasar
tradisional balige

Pendahuluan Pengumpulan Data Analisis hasil


BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
2.1 Arsitektur Perilaku
Haryadi & setiawan, 2010 menjelaskan Arsitektur perilaku merupakan
cabang pengetahuan yang berpokus kepada behavioural setting (tempat berperilaku
yang berkepentingan dengan hal properties dan setting adalah karakteristik
intrinsic, suatu sifat benda sesuai yang ada .properties adalah fasilitas sarana
prasarana pelengkap suatu ruang. Setting adalah perilaku arsitektural leih
menjelaskan hal keruangan yang berkaitan dengan perilaku.(Angkouw1 & Herry
Kapugu2, 2012). Weisman (1981) dengan teori model system perilaku lingkungan
mengemukakan bahwa setting terbentuk oleh fenomena perilaku dengan
lingkungan fisik. Atribut fenomena perilaku merupakan kontrol atau tolak ukur
kualitas suasana perancangan setting ruangan. Untuk mencapai keberhasilan suatu
setting fisik ruangan yang mewadahi aktivitas antara lain Kenyamanan (comfort),
Sosialitas (sociality), Aksebelitas (accessibility), Adaptabilitas (adaptability),
Rangsangan inderawi (sensory stimulation), Kontrol (control) Aktivitas (activity),
kesesakan (crowdedness), privacy (privacy), makna (meaning), legabilitas
(legability). (Haryadi & setiawan, 2010).

Menurut Mangunwijaya, Y.B (1998), Arsitektur perilaku adalah arsitektur


yang manusiawi, yang mampu memahami dan mewadahi perilaku-prilaku manusia.
Arsitektur perilaku juga merupakan yang menerapkan pertimbangan-pertimbangan
perilaku perancangan. Arsitektur perilaku juga merupakan pendekatan yang
menyelidiki hubungan antara perilaku manusia dan lingkungan arsitektur realisasi
desain. Implementasi desain mengarah pada perbaikan lingkungan arsitektur yang
dapat beradaptasi dengan pola perilaku.

2.2 Perilaku (behaviorisme)


Perilaku adalah menunjukkan seseorang dalam tindakan yang berkaitan
dengan aktivitas fisik manusia dalam membentuk interaksi orang satu sama lain
atau dengan lingkungan fisik. Disisi lain desain arsitektur menciptakan bentuk fisik
yang dapat dilihat dan bisa di raba. Oleh karena itu, hasil desain arsitektur dapat
menjadi salah satu penyelengara acara tersebut perilaku, tetapi bisa juga penghalang
perilaku. (TANDAL & EGAM, 2011). Maka perilaku dapat dibedakan menjadi
dua yatu:

a. Perilaku tertutup

Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk


terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus
ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan
sikap yang terjadi belum bisa diamati secara jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka

Perilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk


tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap jelas dalam bentuk tindakan
atau praktek.

2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku


Perilaku manusia dan hubungannya dengan setting fisik sebenarnya sangat
erat kaitannya dan saling berpengaruh antara lingkungan dan perilaku
manusia.terdapat keterkaitan. Dengan kata lain, jika terjadi perubahan setting yang
disesuaikan dengan aktivitasnya, maka ada imbas atau pengaruh terhadap perilaku
manusia. Variable – variable yang berpengaruh terhadap perilaku penggunaan
antara lain:

1. Ukuran dan bentuk. Ukuran dan bentuk ruang harus disesuaikan


dengan fungsi yang akan diwadahi, ukuran yang terlalu besar atau
kecil akan mempengarhui perilaku manusia.
2. Ruang. Hal terpenting dari pengaruh ruang terhadap perilaku manusia
adalah fungsi dan pemakaian ruang tersebut. Perancangan fisik ruang
memiliki variable yang berpengaruh terhadap perilaku pemakainya.
3. Perabot dan penataanya. Bentuk penataan perabot harus disesuaikan
dengan sifat dari kegiatan yang ada di ruang tersebut.
4. Warna. Memiliki peranan penting dalam mewujudkan suasana ruang,
pengaruh warna tidak hanya menimbulkan suasana ruang.
5. Suara, temperature, dan pencayahaan. Suara diukur dengan decibel,
akan bepengaruh buruk bila terlalu keras.(TANDAL & EGAM, 2011)

2.4 Faktor – faktor dalam prinsip arsitektur perilaku


Pendekatan perilaku mengarah pada ketertkaitan yang dialetik antara ruang
dan manusia atau penghuni ruang tersebut dengan perlunya memahami perilaku
manusia yang berbeda-beda disetiap tempat dalam memanfaatkan ruang.(Tirta &
Lissimia, 2020)lah

Manusia sebagai mahluk sosial tidak pernah terlepas dari lingkungan yang
membentuk diri mereka. Diantara sosial dan arsitektur dimana bangunan yang
didesain oleh manusia.secara sadar atau tidak sadar, mempengaruhi pola perilaku
manusia yang hidup didalam arsitektur dan lingkungannya tersebut. Arsitektur
adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia. Begitu sebaliknya, dari arsitektur
tersebut muncul suatu kebutuhan manusia yang baru. Dan sebaliknya, dari
arsitektur itu lah muncul kebutuhan manusia yang baru kembali

2.4.1 Arsitektur membentuk perilaku manusia


Manusia membangun demi pemenuhan kebutuhan bangunan demi
pemenuhan kebutuhan pengguna yang hidup dalam bangunan tersebut serta
membatasi manusia untuk bergerak, berperilaku. Yang didesain oleh manusia yang
pada awalnya dibangun untuk pemenuhan kebuthan manusia tersebut
mempengaruhi cara kita dalam menjalani kehidupan sosial dan nilai –nilai yang ada
dalam hidup. Hal ini menyangkut kestabilan, antara arsitektur dan sosial dimana
keduanya hidup berdamping dalam keselarsan lingkungan. Untuk membentuk
perilaku manusia dapat dipengaruhi oleh beberapa perancangan fisik ruang, seperti
ukuran dengan bentuk ruang, perabot dan penataannya, warna, suara, temperatur,
dan pencahayaan.

Desain Arsitektur Perilaku Manusia


Gambar 2.1 Diagram Arsitektur Membentuk Perilaku Manusia
Sumber: Tandal dan Egam, 2011

Diagram diatas menjelaskan Arsitektur membentuk perilaku manusia


dimana hanya ada satu arah arsitektur mempengaruhi perilaku manusia dengan
membentuk perilaku manusia dari desain arsitektur.

2.4.2 Perilaku Manusia Membentuk Arsitektur


Manusia membuat bangunan, yang kemudian membentuk perilaku
manusia. Setelah perilaku manusia terbentuk akibat arsitektur yang dibuat, manusia
kembali membentuk arsitektur yang telah dibangun sebelumnya atas dasar perilaku
telah terbentuk, dan seterusnya.

Desain Arsitektur Perilaku Manusia

Gambar 2.2. Diagram Perilaku Membentuk Manusia

Sumber

Diagram diatas menjelaskan mengenai perilaku manusia membentuk


perilaku dimana desain arsitektur yang telah terbentuk mempengaruhi perilaku
manusia sebagai pengguna yang kemudian manusia mengkaji kembali desain
arsitektur tersebut sehingga perilaku manusia membentuk kembali desain arsitektur
tersebut.
2.5 Pola Perilaku
Kata perilaku menunjukkan manusia dalam aksinya, berkaitan dengan
aktivitas manusia secara fisik, berupa interaksi manusia dengan sesamanya ataupun
dengan lingkungan fisiknya. Aktivitas atau kegiatan sebagai apa yang dikerjakan
oleh manusia pada waktu tertentu (TANDAL & EGAM, 2011). Rappot (1986)
mendefenisikan kegiatan selalu mengandung empat hal pokok, yaitu: pelaku,
macam kegiatan, tempat, dan waktu berlangsungnya kegiatan. Keberadaan aktivitas
pendukung tidak terlepas dari adanya fungsi-fungsi kegiatan publik yang
mendominasi pengguna ruang publik kota umumnya (Marlina & Ariska, 2019)

1. Teritori merupakan pola perilaku individu atau sekelompok individu yang


didasarkan pada kepemilikan ruang fisik yang terdefenisi, objek atau ide
yang melibatkan pertahanan, personalisasi, dan penandaan.
2. Crowding adalah suatu situasi dimana seseorang atau sekelompok orang
sudah tidak mampu mempertahankan ruang privatnya.
3. Adapatasi, mengubah tingkah laku agar sesuai dengan lingkungan yang
disebut dengan adaptasi.
4. Adjustment, mengubah lingkungan agar sesuai dengan tingkah laku yang
disebut adjustment.

2.6 Pemetaan Perilaku (behavoring Maping)


Menurut sommer (1980) dalam Haryadi dan Setiawan (2010), pemetahan
perilaku artau behavoring mapping adalah perilaku yang digambarkan dalam
diagram/sketsa mengenai suatu area yang dimana manusia melakukan bemacam –
macam kegiatan, dengan tujuan menggambarkan perilaku kedalam peta.
Mngindetifikasikan jenis dan frekuensi perilaku dengan wujud perancangan yang
lebih spesifik. Terdapat dua cara dalam pemetaan perilaku yaitu.

a. Pemetaan berdasarkan tempat (place centered mapping)


Teknik ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perilaku dengan
wujud perancangan dan mnegakomodasikan perilakunya dalam
situasi dan tempat tertentu.
b. Pemetaan berdasarkan pelaku (person centered mapping)
Teknik ini di tekankan pada pergerakan manusia pada waktu tertentu,
maka dari itu, teknik ini berkaitan tidak hanya disatu tempat atau
lokasi tapi di beberapa tempat atau loaksi.

2.7 Ruang
Ruang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia disebakan karena
manusia selalu bergerak dan berada didalamnya ruang tidak mempunyai arti jika
tidak ada manusia oleh karena itu perancangan ruang harus selalu didasarkan pada
manusia (Angkouw1 & Herry Kapugu2, 2012).

(Hakim dan Utomo, 2003: 52) mengatakan bahwa ruang tidak dapat
dipisahkan dengan kehidupan manusia dimanapun dia berada, baik secara
psikologis, dan emosional (persepsi), maupun dimensional. Manusia selalu berada
di dalam ruang, bergerak serta menghayati, berfikir dan juga menciptakan ruang
untuk menyatakan bentuk dunianya. Ciptakaan yang artistik disebut ruang
arsitektur, disebut ruang asitektur. Ruang arsitektur ini menyangkut interaksi antara
ruang dalam dan ruang luar yang saling mendukung dan memerlukan penataan
lebih lajut. Ruang tidak dapat dipisahkan dengan manusia karena manusia selalu
bergerak dan berada didalamnya .

2.7.1 Komponen Pembentuk Ruang


Adapun unsur-unsur yang dapat mewujudkan terbentuknya suatu ruang
menurut (Hakim dan Utomo, 2003), yaitu:

1. Lantai adalah sebagai bidang alas atau the base, pengaruhnya terhadap
pembentukan ruang sangat besar, karena bidang ini erat hubungannya dengan
fungsi ruang permukaan lantai pada ruang dapat dibedakan menjadi dua yakni
keras dan lunak.
2. Dinding. Sebagai pembatas ruang, dinding dapat dibedakan menjadi 3 (tiga)
jenis yaitu: massif, transparan, dan semu (dibentuk oleh perasaan pengamat
setelah mengamati obyek atau keadaan)
3. Atap atau penutup. Atap dan peutup disebut the overhead seperti berdiri,
seperti halnya dengan dinding terbagi dalam dua kelompok, yaitu:
a. Penutup atap massif, memberikan kesan “terlindung” dari udara luar serta
membentuk ruang yang tepat.
b. Penutup atap transparan memberikan kesan ruang yang semakin luas,
bebas, dan mendekati suasana alami
4. Tekstur dan material, yaitu tekstur halus atau kasar kesan berbeda pada ruang
ataupun bangunan. Kualitas sutu ruang dengan kulaitsa tinggi dapat dilihat
dari pola yang dibuat.
5. Warna, yaitu warna sangat berpengaruh penting bagi psikis manusia sebagai
pengguna ruang.
6. Cahaya. Yaitu kondisi psikis seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor
pencayaan.
7. Suara, yaitu suara yang keras dapat menggangu ketenagan manusia sebagai
pengguna ruang
8. Tenperatur, suhu panas dapat mempengaruhi kenyamanan pengguna ruang.

2.8 Pasar Tradisional


Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh
pemerintah, pemerintah Daerah, Swasta, Badan usaha milik negara dan
Badan milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat
usaha berupa tolo, kios, ios, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang
kecil, menengah, swadaya masyarakt atau koperasi dengan usaha skala
kecil, modal kecil, dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui
tawar menawar. (Peraturan Presiden RI No. 112, 2007)

Pasar tradisional adalah suatu bentuk pasar dimana dalam


kegiatannya atau proses transaksinya masih dilakukan secara tradisional,
yaitu penjual dan pembeli bertemu untuk melakukan tawar-menawar harga
suatu barang/jasa. (Jeklin, 2016)

2.8.1 Ciri – ciri pasar tradisional


Adapun ciri – ciri pasar tradisional adalah sebagai berikut (Kementerian
Kesehatan RI, 2018)

a. Pasar tradisional dimiliki, dibangun, dan dikelola oleh pemerintah setempat.


b. Adanya system tawar menawar antara penjual dan pembeli. Tawar menawar
ini merupakan salah satu budaya yang terbentuk di dalam pasar. Hal ini yang
dapat menjalin hubungan sosial antara pedagang dan pembeli yang lebih
dekat.
c. Barang – barang yang dijual beragam, serta menyatu dalam lokasi yang sama,
para pedagang menjual barang yang berbeda-beda. Sealain itu juga terdapat
pengelompokkan dagangan sesuai dengan jenis dagangannya seperti
kelompok pedagang ikan, sayur, buah, bumbu dan daging
d. Sebagian besar barang-barang serta jasa yang ditawarkan berabahan local.
Barang yang dijual di pasar tradisional ini adalah hasil pertanian daerah
meskipun beberapa perdagangan hasil pertanian daerah meskipun beberapa
perdagangan hasil pertanian dari daerah lain dilakukakan di sekitar daerah
tersebut.

2.8.2 Jenis-Jenis Pasar Tradisional Dan Klasifikasi


Pasar tradisional digolongkan sebagai beriku:

1. Menurut jenis kegiatannya, pasar digolongkan menjadi tiga jenis


a. Pasar eceran yaitu Pasar pasar yang menjual beragam jenis barang dengan
permintaan dan penawaran barang secara ecer/sedikit
b. Pasar grosir yaitu Pasar dengan permintaan dan penawaran dalam jumlah
besar.
c. Pasar induk yaitu Pasar yang perdagannya terdiri dari pusat pengepul,
pelanggan, penyimpanan dan penyaluran. Menjadi pusat pengumpulan dan
penyimpanan bahan-bahan pangan untuk disalurkan ke grosir-grosir dan
pusat pembelian.
2. Menurut lokasi dan kemampuan pelayanannya, pasar digolongkan menjadi
4 (empat) jenis.
a. Pasar kota, adalah pasar yang lingkupnya mencakup wilayah kota dan
barang yang dijual lengkap
b. Pasar wilayah (distrik), adalah pasar yang ruang lingkupnya mencakup
beberapa lingkungan permukiman dan barang yang dijual lebih lengkap dari
pasar lingkungan.
c. Pasar lingkungan adalah pasar yang lingkupnya mencakup suatu lingkungan
permukiman di sekitar pasar tersebut, dan jenis barang yang dijual utamanya
merupakan barang kebutuhan hidup sehari-hari.
d. Pasar regional, adalah pasar yang lingkupnya mencakup kawasan ibu kota
provinsi dan sekitarnya
3. Menurut waktu kegiatannya, pasar digolongkan menjadi empat jenis:
a. Pasar siang, yang beroperasi dari pukul 04.00 – 16.00.
b. Pasar malam hari yang beroperasi dari pukul 16.00-04.00
c. Pasar siang malam yang beroperasi 24 jam non stop.
d. Pasar darurat, pasar yang menggunakan jalanan umum atau tempat
umum tertentu atas penetapan kepala daerah dan diadakan pada saat
peringatan hari-hari tertentu.
4. Menurut status kepemilikiannya, pasar digolongkan menjadi tigas jenis
a. Pasar pemerintah, yaitu pasar yang dimili dan dikuasi oleh pemrintah
pusat maupun daerah.
b. Pasar swasta, yaitu pasar yang dimiliki dan dikuasai oleh badan hokum
yang diijinkan oleh pemerintah daerah.
c. Pasar liar, yaitu pasar yang aktivitasnya diluar pemerintah daerah, yang
kehadirannya disebabkan karena kurangnya fasilitas perpasaran yang
ada dan letak pasar tidak merata, biasanya dikelola oleh
perorangan/ketua RW. Pasar ini dibagi tiga berdasarkan penanggung
jawaban, yakni pasar perorangan, pasar RW dan pasar desa.
Penenerapan klasifikasi pasar sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan oleh Dinas dengan memperhatikan:
a. Letak strategis pasar

Lokasi mencerminkan fungsi kemudahan akses dan kedekatan


jarak dengan sarana dan fasilitas. Lokasi yang baik memiliki wilayah
sekitar yang bersifat kondusif dalam mendukung pasar. Lokasi yang
baik adalah lokasi dengan arus kunjungan tinggi.

b. Luas lahan

Luas pasar biasanya merujuk pada luas kotor seluruh area. Luas
kotor adalah jumlah total dari seluruh area lantai yang dibangun
didalam bangunan. Luas kotor merupakan fungsi kombinasi dari luas
lahan dan rasio plot yang di tetapkan atas lahan tersebut oleh otoritas
perencanaan bangunan.

c. Kualitas bangunan

Bangunan pasar harus berbentuk simetris dan tidak memiliki sudut


tajam, proyeksi menonjol atau cekungan. Bagian depan pasar harus
cukup luas, dengan lahan parkir, taman dan area bongkar muat

d. Jumlah pedagang
e. Pendapatan pedagang
f. Jumlah kios dan ios
g. Keberadaan pedagang kaki lima, waktu efektif, dan fasilitas
2.8.3 Fasilitas pasar tradisional
Fasilitas yang ada di pasar terbagi atas dua jenis yaitu fassilitas
utama dan fasilitas pendukung. BeberapaFasilitas utama adalah bangunan
serta tata letak pasar sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf b
antara lain:

1) Bangunan toko/kios/ios dibuat dengan ukuran standar ruang


tertentu
2) Petak atau blok dengan akses jalan pengunjung kesegala arah
3) Pencahayaan dan sirkulasi udara yang cukup
4) Penataan toko/kios/ios berdasarkan jenis barang dagangan
5) Bentuk bangunan pasar tradisional selaras dengan
karakteristik budaya daerah.

Sarana pendukung sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1)


huruf c, anatara lain:

1) Kantor pengelola
2) Area parkir
3) Tempat pembuangan sampah sementara/sarana
pengelolahan sampah
4) Air bersih
5) Sanitasi/drainase
6) Tempat ibadah
7) Toilet umum
8) Pos keamanan
9) Tempat pengelolahan limbah/instalasi pengelolahan air
limbah
10) Hidran dan fasilitas pemadam kebakaran
11) Panteraan
12) Sarana komunikasi
13) Area bongkar muat dagangan

Standar operasional dan prosedur pada pasar tradisional


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) anatar lain:

a. System penarikan retribusi.


b. System keamanan dan ketertiban.
c. System kebersihan dan penanganan sampah.
d. System perpakiran.
e. System pemeliharaan sarana pasar.
f. System panteraan.
g. System penanggulangan kebakaran.

Pengendalian dan evaluasi pasar tradisional sebagaimana dimaksud


pada ayat (1)

a) Kebijakan pengelolaan pasar tradisional.


b) Pengelola dan pedagang.
c) Pendapatan dan belanja pengelolaan pasar.
d) Sarana dan prasarana.

2.8.4 Komponen pasar tradisional


Pasar tradisional memiliki beberapa unsur dan komponen
diantaranya:

1. Pelaku kegiatan
a. Pedagang pasar merupakan pelaku ketiga yang
melaksanakan aktivitas dengan menjual atau membeli
barang dan jasa yang kegiataanya itu digunakan didalam
pasar.
b. Pembeli, adalah konsumen yang datang dari semua golongan
untuk mencari kebutuhan dengan harga murah dan dengan
pelayanan khusus.
c. Penunjang pasar
Penunjang pasar antara lain:
 Pemerintah sebagai pemberi izin berdiri serta
beroperasinya pasar.
 Swasta pedangang penyewa tempat, pelaksana
pembangunan pasar.
 Pengelola melaksanakan pembangunan, pengelola
pemasaran tempat, pengelola kebersihan, pengelola
distribusi barang dan stabilitas harga.
 Bank mempelancar kegiatan ekonomi.

Syarat-syarat pasar tradisional menurut peraturan Presiden


Republik Indonesia nomor 112 tahun 2007, tentang pembangunan,
penataan dan pembinaan pasar tradisional adalah:

1) Aksebilitas
Aksebelitas yaitu kemungkinan pencapaian dari dan ke kawasan,
dalam kenyataanya ini terwujud jalan dan transportasi atau
pengaturan lalu lintas.
2) Kompablitas
Kompablitas yaitu keserasian dan keterpaduan antara kawasan
yang menjadi lingkungannya.
3) Fleksibilitas
Fleksiblitas yaitu kemungkinan pertumbuhan fisik atau
pemekaran kawasan pasar dikaitkan dengan kondisi fisik
lingkungan dan keterpaduan prasarana.
4) Ekologis
Ekologis adalah keterpaduan antara tatanan kegiatan alam yang
mewadahinnya.

2.8.5 Kondisi Pasar Tradisional


Kondisi pasar tradisional saat ini, memberikan dampak perubahan
perilaku pada para konsumen. Akan tetapi tidak di ikuti dengan perubahan
perilaku para pengelola pasar tradisional (Dinas Pasar). Pada umumnya
kondisi pasar tradisional identic dengan tempat kumuh, jalan becek dan
sempit, kotor, tidak nyaman harga tidak pasti (tawar menawar) dan fasilitas
minim, seperti parkir, toilet, tempat sampah, listrik, dan air.

Akan tetapi tidak semuanya pasar tradisional itu kondisinya selalu


kumuh dan kotor, apa bila di tata dengan baik dan bersih akan memberi daya
pikat tersendiri bagi konsumen. Tentunya membutuhkan perjuangan yang
tidak mudah untuk mewujudkan kondisi pasar tradisional yang bersih,
nyaman, aman, dan sehat. Tersebut, butuh pengelolaan pasar yang baik dan
berkesinambungan dan adanya berperilaku bersih dari pengelola pasar,
pemasok, penjual dan pekerja pasar.

2.8.6 Kegiatan Pasar Tradisional


Kegiatan didalam pasar tradisional meliputi kegiatan umum dan
kegiata utama adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan umum
a) Kegiatan penyaluran materi perdagangan meliputi:
 Sirkulasi, transportasi, dan dropping barang
 Distribusi barang dagangan ke stiap unit penjualan didalam
pasar
b) Kegiatan pelayan jual beli:
 Kegiatan jual beli anatara pedagang dan knsumen
 Kegiatan menyimpan barang, dagangan
 Kegiatan bergerak dan berpindah pengunjung
c) Kegiatan transportasi pencapaian dari dan ke lokasi bangunan
pasar
d) Keguatan pelayanan atau servis atau penunjang
2. Kegiatan utama, berikut kegiatan perdagangan utama secara garis
besar.
a) Unsur-unsur jenis kegiatan penunjang kegiatan jual beli:
 Distribusi barang
 Penyimpanan barang dagangan
 Penyajian barang dagangan
 Kegiatan transaksi jual beli barang
b) Sifat kegiatan didalam pasar:
 Bersifat dinamis (kegiatan tawar menawar tanpa ikatan
harga yang baku)
 Terbuka (konsumen dapat langsung melihat dan meilih
barang dagangan, penjual menawrkan dagangannya
kepada semua yang lewat).
 Akrab (penjual dan pembeli terlibat langsung dalam
transaksi jual beli).

2.8.7 Faktor terjadinya pasar tradisional


Adi Moersid (1995) yang dikutip (Rahantoknam et al., 2015)
perkembangan pasar secara garis besar diawali dengan adanya dua
kebutuhan yang berbeda sehingga barter muncul pada saat itu. Pasar terus
bertumbuh setelah dikenal nilai tukar barang (uang), pada awalnya, pasar
tradisional ini berlangsung di dalam ruangan atau di lapangan terbuka, di
bawah pohon besar yang sudah ada, di sudut perempatan, atau di tempat lain
yang setidaknya terlihat strategis dari lokasi yang bersangkutan.
Pasar tradisional memiliki sejarah dalam perjalanan perkembangan
ekonomi disuatu kebudayaan, diawali dengan melakukan tukar menukar
(barter) hasil pertanian dan barang. Perkembangan pasar tidak hanya
menggunakan transaksi uang dan barang tetapi juga pertukaran informasi
tentang banyak hal, termasuk politik. Dalam perkembangan kota pasar
menjadi ruang public yang penting. (Kosasih, 2014)
BAB 3

METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian ini digunakan metode penelitian deskriptif kulitatif.
Penelitian yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena. Penelitian ini
digunanakan untuk membahas tentang penggunaan ruang pasar tradisional
Balerong Balige dengan pendekatan arsitektur perilaku. Metode ini digunakan
untuk melihat kasus yang ditinjau yaitu, bagaimana kondisi fisik ruang dalam pasar
yang menyebabkan ruang dan ios ios yang tersedia tidak berfungsi sebagai mana
mestinya. Bagaimana perilaku manusia terhadap ruang yang merupakan bukan
untuk fungsinya malah dimanmaatkan oleh sekelompah pedagang sebagai pola
aktivitas perdagangan. Penelitian kualitatif didukung dengan dengan pendekatan
deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan suatu objek secara sistematis, factual,
dan akurat.

3.2 Lokasi penelitian


Lokasi dari penelitian ini yaitu berada di Balige adalah sebuah kecamatan dan
juga merupakan ibukota Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara, Indonesia.

Gambar 3.1. Peta lokasi kecamatan Balige

Sumber: https://id.wikipedia.org/

 Utara : berbatasan langsung dengan Danau Toba


 Timur : Kecamatan Laguboti
 Selatan : Kabupaten Tapanuli Selatan
 Barat : Kecamatan Tampahan

Penelitian dilakukan untuk mengungkap suatu fenomena pasar tradisional


balerong balige pada penggunaan bangunan bersejarah sebagai tempat beraktivitas.

Gambar 3. 1 Peta bangunan pasar Tradisional Balige


Sumber Google Maps, Data Peta (2023)

3.3 Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data merupakan tahap penting dari sebuah penelitian. Metode
pengumpulan data didapatkan melalui berbahai sumber, dan berbagai cara.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode
pengamatan/observasi wawancara dan kuesioner, serta dokumentasi untuk
mendapatkan data berupa gambar-gambar aktivitas pengguna ruang dipasar
tradisional Balerong Balige. Pengumpulan data yang digunakan pada
penelitian ini terdiri dari dua jenis, antara lain:

a. Data primer, adalah data-data yang dapat diperoleh peneliti dari


sumbernya secara langsung, yang dapat dilakukan melalui observasi serta
wawancara/kusioner terhadap sampel yaitu pedagang formal dan
konsumen/pengunjung. Adapun metode pengumpulan data primer dalam
penelitian ini dapat di paparkan dalam table 3.1.
Jenis survey primer Jenis Data Primer Teknik Riset
Setting fisik  Bentuk dan Observasi lapangan:
ukuran
dalam bentuk foto dan
 Ruang
 Perabot dan sketsa
penataannya
 Warna
 Suara,
temperature dan
pencahayaan

Pola aktivitas Perilaku dan Pemetaan perilaku


aktivitas (behaviour mapping):
Penggunaan ruang menggambarkan
Interaksi sosial perilaku pengguna
ruang dalam peta.
Pola perilaku  Teritori Kuisoner dan
 Crowding wawancara yang
 Adaptasi
 Adjustment dilakukan kepada
responden meliputi
pedagang
formal/pengunjung
Sumber: analisa, 2023
b. Data sekunder, adalah data-data diperoleh dari studi literature, refrensi,
serta dokumen lainnya yang signifikan dengan penelitian. Adapun
refrensi teori-teori untuk menjawab permasalahan dalam penelitian
mengenai arsitektur lingkungan dan perilaku, dan pola perilaku pengguna
ruang pasar.

Tahapan memperoleh data primer dan sekunder didukung adanya adanya


data yang terpaut langsung oleh subjek dan objek penelitian. Tahapan
tersebut dapat diperoleh dengan mengguankan beberapa metode
pengumpulan data, antara lain:

a. Observasi, adalah teknik pengumpulan data dengan mengamati dan


mencatat secara sistematis dan terarah terhadap objek penelitian.
Observasi yang digunakan penulis untuk mencari data terkait perilaku
pengguna ruang dalam menggunakan ruang pasar oleh pedagang, dan
bagaimana kondisi ruang pada bangunan pasar tradisional. Yang
menyebabkan adanya ruang –ruang dalam pasar tidk optimal
termanfaatkan. Pengambilan data obsevasi dilakukan dengan du acara
yaitu pengambilan langsung dengan instrument kamera dan
pengambilan menggunakan metode pemetaan berdasarkan tempat
(place centered maping).
b. Wawancara adalah proses dalam memperoleh data dengan tujuan
menemukan permasalahan yang sedang di teliti, dan untuk mengetahui
permasalahan yang dialami pengguna ruang. Adapun tujuan wawancara
dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan data non fisik trkait
faktor yang mempengaruhi pergeseran ruang pasar diluar ruang
lingkupnya.
c. Dokumentasi, adalah metode untuk memperoleh data berupa gambar –
gambar aktivitas atau kegiatan pasar tradisional Balerong Balige.

3.4 Metode Analisi Data


Berdasarkan data-data yang telah terkumpul, tahap selanjutnya adalah
menganalisis data secara deskriptif. Tujuan dalam tahapan ini adalah
mendeskripsikan data secara sistematis untuk mencapai kejelasan terhadap masalah
yang di teliti. Penelitian ini menggunakan metode analisis data yang digunakan
adalah analisis interaktif. Analisis data dilakukan dalam tiga kegiatan secara
bersamaan yaitu reduksi data, sajian dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Adapun tiga kegiatan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Reduksi Data, merupakan proses analisis data dilakukan untuk mereduksi dan
merangkum hasil-hasil penelitian yang memfokuskan kepada hal-hal yang
diperlukan oleh peneliti, dengan tujuan mempermudah memahami data yang
telah terkumpul sehingga reduksi data dapat memberikan gambaran
terperinci.
b. Penyajian Data, merupakan data-data yang telah tersusun secara rinci untuk
memberikan gambaran pada penelitian secara lengkap. Data-data yang telah
terkumpul seluruhnya akan dicari pola hubungannya guna memperoleh
c. kesimpulan yang tepat dan akan disusun secara sistematis dalam bentuk
uraian atau laporan sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh.
d. Kesimpulan atau verifikasi, merupakan tahapan akhir dalam proses analisis
data penelitian. Proses ini dimulai dengan data lapangan atau data mentah
yang kemudian direduksi dalam bentuk kategorisasi data.

3.5 Populasi Dan Sampel Penelitian


Populasi yang dipilih sebagai objek penelitian adalah pengguna ruang
didalam pasar tradisional Lawe Sigala-gala. Penelitian ini menggunakan teknik
pengambilan sampel yaitu purposive sampling, yang merupakan teknik
menentukan sampel dengan beberapa pertimbangan tertentu dengan tujuan agar
data yang didapatkan nantinya lebih representatif (Sugiyono, 2012).

Menurut Vinet dan Zhedanov (2011) dalam penelitian menyarankan besar


untuk sampel dengan minimum adalah sebanyak 100 responden. Maka dalam
mendukung penelitian ini jumlah sampel yang akan digunakan adalah sebanyak 100
orang responden dengan asumsi karakteristik masing-masing responden terwakili
adalah:

a. Pedagang

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, untuk pengambilan sampel


diambil jumlah responden adalah sebanyak 50 orang pedagang yang berdagang di
ruang dalam pasar

b. Pembeli/pengunjung

Jumlah sampel yang mewakili konsumen adalah sebanyak 50 orang responden


dan akan digunakan quota random sampling yang merupakan pengambilan sampel
dengan cara acak dimana jumlah sampel telah ditentukan sebelumnya.
3.6 Variabel Penelitia
Berdasarkan dari teori yang di paparkan sebelmnya, maka ditemukan
beberapa variable pada penelitian ini yang dapat di urakan sebagai berikut:

Variable parameter pengamatan Teknik riset


Setting Pasar  Bentuk dan Observasi lapangan:
ukuran
fisik dalam bentuk foto dan
 Ruang
 Perabot dan sketsa gambar setting
penataannya
 Warna
 Suara,
temperature dan
pencahayaan

Pola Pedagang Penggunaan ruang Pemetaan perilaku


Aktivitas Pembeli Perilaku (behaviour mapping):
Interaksi sosial menggambarkan
perilaku pengguna
ruang penggunaan
ruang.
Pola Pedagang  Teritori Kuisoner dan
Perilaku Pengunjung/  Crowding wawancara yang
 Adaptasi
konsumen  Adjustment dilakukan kepada
responden meliputi
pedagang
formal/pengunjung

Anda mungkin juga menyukai