Anda di halaman 1dari 30

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Bursa Efek Indinesia (BEI)

Bursa Efek Indonesia (BEI) atau Indonesia Stock Exchange (IDX)

merupakan bursa efek terbesar dan representative (perwakilan) di Indonesia dan

merupakan gabungan dari Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya

(BES). Bursa efek pertama yang didirikan di Indonesia adalah Bursa Efek

Jakarta (BEJ) pada Desember 1912. BEJ didirikan oleh pemerintah Hindia

Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC. BEJ sempat ditutup

selama periode perang dunia pertama dan kembali dibuka pada tahun 1925

bersamaan dengan Bursa Efek Semarang dan Surabaya. Namun pada awal tahun

1939, Bursa Efek Semarang dan Surabaya ditutup karena adanya isu politik

perang dunia kedua. Pada tahun 1942, BEJ menyusul ditutup dengan alasan

perang dunia kedua dan perang kemerdekaan. Selanjutnya, perkembangan dan

pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada

beberapa periode kegiatan pasar modal sempat vakum.

BEJ diresmikan kembali pada 10 Agustus 1977 oleh Presiden Soeharto

dan dijalankan dibawah Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM), institusi

baru di bawah Departemen Keuangan. Peresmian kembali bursa efek ini tidak

membuatnya langsung berkembang pesat sebab masyarakat umum tidak atau

belum merasakan kebutuhan akan bursa efek. Sehingga, perusahaan saat itu juga

tidak begitu antusias menjual sahamnya pada masyarakat. Oleh karena itu, untuk

lebih menggairahkan kegiatan di BEJ, pemerintah telah melakukan berbagai


paket deregulasi, antara lain seperti: Paket Desember 1987, Paket Oktober 1988,

Paket Desember 1988, Paket Januari 1990. Paket-paket deregulasi ini

berpengaruh positif terhadap perkembangan BEJ, di mana harga saham bergerak

naik dibanding tahun-tahun sebelumnya dan pesatnya jumlah perusahaan yang

tercatat di BEJ yaitu mencapai 283 emiten.

Pada tanggal 22 Mei 1995, sistem otomasi perdagangan di BEJ

dilaksanakan dengan sistem komputer Jakarta Automated Trading System

(JATS) guna memfasilitasi perdagangan saham dengan frekuensi yang lebih

besar dan lebih menjamin kegiatan pasar yang jelas dan transparan. Selanjutnya,

untuk meningkatkan likuiditas pasar dan menghindari peristiwa saham hilang

dan pemalsuan saham, serta untuk mempercepat proses penyelesaian transaksi,

BEJ mulai menggunakan scripless trading (sistem perdagangan tanpa warkat)

pada tahun 2000. Tahun 2001, BEJ mulai menerapkan remote trading

(perdagangan jarak jauh), sebagai upaya meningkatkan akses pasar, efisiensi

pasar, kecepatan dan frekuensi perdagangan.

Tahun 2007 menjadi titik penting dalam sejarah perkembangan Pasar

Modal Indonesia, di mana BES sebagai pasar obligasi dan derivatif

digabungkan ke dalam BEJ sebagai pasar saham dan menjadi BEI. Hal ini

dilakukan guna meningkatkan peran pasar modal dalam perekonomian

Indonesia.

Semua perusahaan go public yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek

Indonesia selanjutnya diklasifikasikan ke dalam sembilan sektor BEI yang

didasarkan pada klasifikasi industri yang ditetapkan BEI yang disebut


Jakarta

Stock Exchange Industrial Classification (JASICA). Adapun kesembilan

sektor tersebut terdiri dari:

Sektor Utama: 1) Sektor Pertanian

2) Sektor Pertambangan

Sektor Manufaktur: 1) Sektor Industri Dasar dan Kimia

2) Sektor Aneka Industri

3) Sektor Industri Barang dan Konsumsi

Sektor Jasa: 1) Sektor Properti, Real Estate, dan


Konstruksi

Bangunan

2) Sektor Infrastruktur, Utilitas, dan Transportasi

3) Sektor Keuangan

4) Sektor Perdagangan, Jasa dan Investasi.

Sektor keuangan merupakan kelompok perusahaan industri jasa yang

sudah masuk dalam perusahaan publik yang sudah terdaftar di BEI dan dibagi

menjadi beberapa sub sektor, diantaranya meliputi sub sektor bank, sub sektor

lembaga pembiayaan, sub sektor perusahaan efek, sub sektor asuransi dan sub

sektor lainnya.

Sektor keuangan terutama perbankan memiliki peran yang sangat vital

dalam menjaga kestabilitasan perekonomian di dalam suatu negara. Perbankan

merupakan salah satu lembaga keuangan yang terdaftar dalam BEI yang berada

disektor keuangan yang memiliki peran sebagai perantara keuangan dari dua

pihak, yakni pihak yang berlebih dana dengan pihak yang kekurangan dana.
Salah satu fungsi perbankan adalah sebagai financial intermediary

institution (lembaga intermediasi keuangan) yang menghimpun dana dari

masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat

dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan

taraf hidup rakyat banyak.

4.2 Deskriptif Variabel

4.2.1 Pembagian Deviden

Pembagian dividen dalam penelitian ini didefinisikan sebagian laba

perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham berdasarkan jumlah saham

yang dimiliki. Dalam penelitian ini, pembagian dividen diproksikan dengan

Dividen Payout Ratio (DPR). Besarnya pembagian dividen pada bank umum

dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut :


Tabel 4.1

Data Pembagian Dividen

Pembagian Dividen (DPR)


No. Kode Nama Perusahaan (Y)
2018 2019 2020
1 AGRO PT Bank Rakyat Indonesia 20 0 5.00
2 BACA PT Bank Capital Indonesia Tbk 0 0 0.00
3 BBKP PT Bank Bukopin Tbk 0 0 0.00
4 BBMD PT Bank Mestika Dharma Tbk 0 0 36.81
PT Bank Negara Indonesia
5 BBNI 24.87 24.2
(Persero) Tbk 24.69
PT Bank Raykat Indonesia
6 BBRI 49.95 59.94
(Persero) 64.98
PT Bank Tabungan Negara
7 BBTN 20 10
(Persero) 0.00
8 BDMN PT Bank Danamon Indonesia Tbk 35.18 45.2 36.12
9 BGTG PT Bank Ganesha Tbk 0 0 0.00
10 BINA PT Bank Ina Perdana Tbk 0 0 0.00
PT Bank Pembangunan Daerah
11 BJBR 56.97 59.53
Jawa Barat dan Banten Tbk 54.89
PT Bank Pembangunan Daerah
12 BJTM 54.26 52.58
Jawa Timur Tbk 49.26
13 BMAS PT Bank Maspion Indonesia Tbk 50.06 0 49.76
14 BMRI PT Bank Mandiri (Persero) Tbk 43.54 57.95 72.56
15 BNBA PT Bank Bumi Arta Tbk 27.35 25.96 37.89
16 BNGA PT Bank CIMB Niaga Tbk 20 38.22 60.00
17 BNLI PT Bank Permata Tbk 0 0 0.00
18 BSIM PT Bank Sinarmas Tbk 0 0 0.00
19 BTPN PT Bank BTPN Tbk 0 0 5.47
PT Bank China Construction Bank
20 MCOR 0 0
Indonesia Tbk 0.00
21 MEGA PT Bank Mega Tbk 50 50 69.81
22 NOBU PT Bank Nationalnobu Tbk 0 0 0.00
PT Bank Woori SaudaraIndonesia
23 SDRA 18.35 17.12
1906 Tbk 12.28
13 BNII PT Bank Maybank Indonesia Tbk 25.15 20.43 19.72
Sumber : Data diolah, 2022
Rumus Dividen Payaout Ratio (DPR) membandingkan antara dividend
per share dengan earning per share. Pendistribusian dividen akan mengurangi

jumlah laba ditahan dan saldo kas yang dimiliki perusahaan.

4.2.2 Risk Taking

Risk taking merupakan pengambilan keputusan yang mengandung

ketidakpastian yang dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya kerugian

dalam bentuk harta atau kehilangan keuntungan serta kemampuan ekonomis.

Risk taking bank dapat diukur dengan menggunakan Z-score untuk masing-

masing bank.

Tabel 4.2 Data Risk Taking

Lnz
No Bank
2018 2019 2020
1 PT Bank Rakyat Indonesia Agrioniaga Tbk 82.75 72.58 72.69
2 PT Bank Capital Indonesia Tbk 152.13 105.97 123.91
3 PT Bank Bukopin Tbk 459.88 430.73 710.75
4 PT Bank Mestika Dharma Tbk 0.00 0.68 15.78
5 PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 7.29 7.83 9.19
6 PT Bank Raykat Indonesia (Persero) 4.62 4.97 5.24
7 PT Bank Tabungan Negara (Persero) 61.46 61.32 53.38
8 PT Bank Danamon Indonesia Tbk 6.23 6.85 7.80
9 PT Bank Ganesha Tbk 1250.43 1284.66 1495.66
10 PT Bank Ina Perdana Tbk 1553.61 1057.75 1127.39
PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat
11 dan Banten Tbk 15.90 15.08 3.90
PT Bank Pembangunan Daerah Jawa
12 Timur Tbk 9.17 8.25 9.40
13 PT Bank Maspion Indonesia Tbk 34.69 33.29 -0.25
14 PT Bank Mandiri (Persero) Tbk 6.08 6.21 7.25
15 PT Bank Bumi Arta Tbk 35.09 33.11 35.94
16 PT Bank CIMB Niaga Tbk 15.89 17.44 8.98
17 PT Bank Permata Tbk 45.70 50.66 42.00
18 PT Bank Sinarmas Tbk 2115.06 2186.06 3126.21
19 PT Bank BTPN Tbk 6.06 6.17 19.38
PT Bank China Construction Bank
20 Indonesia Tbk 147.05 145.48 199.45
21 PT Bank Mega Tbk 5.44 13.32 7.66
22 PT Bank Nationalnobu Tbk 195.09 212.86 220.79
PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906
23 Tbk 12.55 11.83 4.28
24 PT Maybank Indonesia Tbk 24.35 27.74 32.22
Sumber : Data diolah, 2022

Z-score merupakan rasio untuk mengukur jarak dari insolvency

(kegagalan). Z-score yang lebih tinggi menunjukkan bahwa bank lebih stabil.

Artinya semakin tinggi nilai Z-score berarti semakin besar jarak bank dari

kegagalan. Semakin besar jarak bank dari kegagalan menunjukkan adanya risk

taking yang semakin rendah. Oleh karena itu, semakin tinggi nilai rasio

menunjukkan adanya risk taking yang semakin rendah. Sebaliknya, semakin

rendah nilai rasio menunjukkan adanya risk taking yang semakin tinggi.

4.2.3 Free Cash Flow

Free Cash Flow merupakan gambaran perusahaan dari arus kas yang

tersedia untuk perusahaan dalam suatu periode akuntansi, setelah dikurangi

dengan biaya operasional dan pengeluaran lainnya.

Tabel 4.3
Data Free Cash Flow
N FCF
Code Bank
o 2018 2019 2020
AGR PT Bank Rakyat Indonesia Agrioniaga
1
O Tbk 11.59 -9.68 2.72
2 BACA PT Bank Capital Indonesia Tbk 10.58 -11.14 0.00
3 BBKP PT Bank Bukopin Tbk -6.43 -2.09 -16.86
BBM
4 PT Bank Mestika Dharma Tbk
D -1.49 -2.35 13.40
PT Bank Negara Indonesia (Persero)
5 BBNI
Tbk -0.29 -1.27 8.37
6 BBRI PT Bank Raykat Indonesia (Persero) 4.56 3.41 4.62
7 BBTN PT Bank Tabungan Negara (Persero) -0.61 -4.64 7.56
BDM
8 PT Bank Danamon Indonesia Tbk
N 2.64 -4.43 7.76
9 BGTG PT Bank Ganesha Tbk -0.68 6.86 18.45
10 BINA PT Bank Ina Perdana Tbk 13.37 8.07 27.16
PT Bank Pembangunan Daerah Jawa
11 BJBR
Barat dan Banten tbk -4.87 -5.21 -7.03
PT Bank Pembangunan Daerah Jawa
12 BJTM
Timur Tbk 15.09 3.08 0.38
BMA
13 PT Bank Maspion Indonesia Tbk
S 5.49 1.98 2.12
14 BMRI PT Bank Mandiri (Persero) Tbk -2.46 2.10 7.30
15 BNBA PT Bank Bumi Arta Tbk -0.02 -0.80 8.72
BNG
16 PT Bank CIMB Niaga Tbk
A -0.02 0.99 10.43
17 BNLI PT Bank Permata Tbk -3.00 -1.14 0.75
18 BSIM PT Bank Sinarmas Tbk -2.48 -2.66 5.29
19 BTPN PT Bank BTPN Tbk 4.88 -6.41 10.30
MCO PT Bank China Construction Bank
20
R Indonesia Tbk -13.41 -0.28 -9.47
MEG
21 PT Bank Mega Tbk
A -3.66 3.63 -0.40
NOB
22 PT Bank Nationalnobu Tbk
U 2.02 -15.80 -6.03
PT Bank Woori Saudara Indonesia
23 SDRA
1906 Tbk -13.42 -0.84 -12.82
24 BNII PT Maybank Indonesia Tbk -4.03 3.73 17.71
Sumber : Data diolah, 2022
Jika free cash flow dari perusahaan adalah positif (FCF ≥ 0) maka

keuangan perusahaan dalam kondisi yang baik. Jika Free cash flow perusahaan

adalah negatif (FCF ≤ 0) dan perusahaan harus mengeluarkan saham untuk

menambah modal, hal ini akan mengakibatkan berkurangnya keuntungan per

saham dari perusahaan tersebut. Free cash flow yang sangat tinggi mungkin

mengindikasikan bahwa perusahaan tidak melakukan investasi dalam bisnisnya dengan

baik, seperti memperbarui peralatan atau pun mesin pabrik. Sebaliknya, free cash

flow yang negatif tidak selalu berarti perusahaan mengalami kesulitan keuangan,

namun bisa jadi sedang berinvestasi besar-besaran untuk memperluas pangsa

pasar, yang kemungkinan akan mengarah pada pertumbuhan di masa depan

4.3 Hasil Penelitian


4.3.1 Deskriptif Data

Analisis deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau

deskripsi suatu data yang dapat dilihat dari nilai rata-rata (mean), maksimum,

minimum, dan standar deviasi dari variabel yang diteliti. Berdasarkan data yang

diolah menggunakan program pengolah data (IBM SPSS 25) diperoleh hasil

statistik deskriptif sebagai berikut.

Tabel 4.4

Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Risk Taking 72 -.25 3126.21 269.2550 596.61556
Free Cash Flow 72 -16.86 27.16 1.0957 8.12573
Payout Ratio 72 .00 72.56 22.0217 23.32893
Valid N (listwise) 72
Sumber : Data Sekunder diolah (IBM SPSS 22)

Berikut penjelasan uji statistik deskriptif masing-masing variabel di atas

sebagai berikut:

4 Pembagian Dividen (Payout Ratio)

Pembagian dividen periode 2018-2020 berada di antara 0 dan 72,56.

Nilai rata-rata (mean) sebesar 22.01 dan standar deviasi sebesar 23.33.

Perusahaan dengan pembagian dividen tertinggi adalah PT Bank

Mandiri Persero Tbk 2020 sebesar 72,56.

5 Risk Taking

Risk taking periode 2018-2020 berada diantara -.25 dan 3126.21. Nilai

rata- rata (mean) sebesar 269.2550 dan standar deviasi sebesar


596.61556. Perusahaan dengan risk taking risk taking tertinggi adalah

PT Bank Sinarmas Tbk 2020 sebesar 3126.21.

6 Free Cash Flow

Free cash flow periode 2018-2020 berada diantara -16.86 - 27.16. Nilai

rata- rata (mean) sebesar 1.0957 dan standar deviasi sebesar 8.12573.

free cash flow tertinggi adalah PT Bank Ina Perdana Tbk tahun 2020

dengan nilai sebesar 27,16.

4.3.2 Uji Asumsi Klasik

Sebelum melakukan pengujian hipotesis penelitian, maka terlebih dahulu

dilakukan uji asumsi klasik yang digunakan untuk mengetahui apakah terdapat

kesalahan atau bias dalam model regresi yang digunakan. Berikut ini uji asumsi

klasik yang digunakan seperti uji normalitas, uji multikolinearitas, uji

autokorelasi, dan uji heterokedastisitas.

4.3.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui dalam model regresi, apakah

variabel dependen dan variabel independen berdistribusi normal atau

tidak.Model regresi dapat dikatan baik apabila berdistribusi normal atau

mendekati normal.Untuk melakukan pengujian normalitas ini dapat dilakukan

dengan melihat tampilan grafik Normal Probability Plot (P-P Plot Test) dan

grafik histogram.

Apabila data menyebar di sekitar diagonal dan mengikuti arah garis

diagonal, maka model regresi yang dihasilkan memenuhi asumsi normalitas.

Lain halnya dengan apabila data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau
tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi

normalitas. Kemudian untuk grafik histogram tampak residual terdistribusi

secara normal ditunjukkan dengan pola yang terbentuk simetris tidak melenceng

ke kanan atau kekiri.

Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas

Sumber: Data Sekunder yang diolah, 2021

Berdasarkan gambar 4.1 maka dapat dilihat tampilan Normal P-P Plot

of Regression Standardized Residual yang menunjukkan titik-titik

penyebaran disekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah

garis diagonal. Dari hasil diatas maka model regresi tersebut layak

digunakan. Untuk lebih meyakinkan hasil dari normalitas data dari model

regresi, maka berikut ditampilkan data hasil pengujian normalitas


berdasarkan nilai data Histogram.

Gambar 4.2 Uji Normalitas

Sumber: Data Sekunder yang Diolah, 2022

Berdasarkan gambar 4.2 maka dapat dilihat tampilan Histogram

yang menunjukkan kurva dependent dan Regression Standardized

Residual berbentuk simetris, tidak melenceng kekanan atau kiri, serta

menyerupai bel atau lonceng. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model

regresi tersebut layak digunakan.

Data grafik histogram tampak bahwa residual terdistribusi secara


normal ditunjukkan dengan pola berbentuk simetris tidak melenceng ke

kanan atau ke kiri. Dengan demikian model regresi telah memenuhi

asumsi normalitas.

4.3.2.2 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model

regresi terdapat korelasi antar variabel bebas.Untuk mendeteksi adanya

multikolinearitas di dalam suatu regresi dapat dilihat dari hubungan antar

variabel bebas yang ditunjukkan oleh angka tolerance dan Variance Inflation

Factor (VIF). Apabila

angka tolerance > 0,10 dan VIF < 10 maka dapat menunjukkan bahwa

tidak terjadi multikolinearitas dalam model regresi seperti pada tabel

berikut:

Tabel 4.5 Uji Multikolinearitas

Collinearity Statistics
Variabel Keterangan
Tolerance VIF

Tidak Terjadi
0.971 1.029
Risk Taking Multikolinearitas
Tidak Terjadi
0.971 1.029
Free Cash Flow Multikolinearitas
Sumber: Data Sekunder yang diolah, 202

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan nilai tolerance variabel risk

taking dan free cash flow memiliki hasil yang sama yakni 0.971 hal

tersebut berarti variabel dependen berada diatas 0,10. Sedangkan nilai


Variance Inflation Factor (VIF) variabel risk taking dan free cash flow

memiliki hasil yang sama yakni 1.029 hal tersebut berarti variabel

dependen berada dibawah atau kurang dari 10. Hal ini dapat disimpulkan

bahwa model regresi tersebut tidak terjadi multikolinearitas.

4.3.2.3 Uji Heterokedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah suatu model

regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke

pengamatan lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain

tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut

heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi

heteroskedastisitas. Nilai heteroskedastisitas ini berdasarkan scatter plot

( diagram pencar ). Homokedastisitas dari variabel bebas terhadap variabel

terikat terpenuhi apabila nilai residual dan nilai prediksinya tidak membentuk

pola tertentu dan menjauhi angka skala 0. Hasil analisis data menunjukkan

diagram pancar yang dihasilkan sebagai berikut :

Gambar 4.3 Uji Heterokedastisitas


Sumber: Data Sekunder yang Diolah, 2022

Berdasarkan gambar 4.3 scatter plot diatas, terlihat secara visual

nilai residual dan nilai prediksinya tidak membentuk pola tertentu (acak),

sehingga dapat diartikan bahwa model regresi dalam penelitian ini

terbebas dari masalah heteroskedastisitas dan model ini layak digunakan

untuk memprediksi variabel pembagian dividen (DPR) berdasarkan

masukan variabel risk taking dan free cash flow.

4.3.3 Hasil Regresi Linear Berganda

Dalam penelitian ini metode yang digunakan yaitu analisis regresi linear

berganda, metode ini digunakan untuk mengetahui hubungan atau pengaruh

variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun hasil

pengujian data dengan metode analisis regresi linear berganda dalam penelitian

ini dapat dilihat pada tabel berikut yang telah diolah menggunakan SPSS
Statistik.

Tabel 4.7 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda

Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model t Sig.
Std.
B Beta
Error
(Constant
26.034 2.716   9.584 0.000
)
Risk
1 -0.017 0.004 -0.447 -4.138 0.000
Taking
Free Cash
0.638 0.31 0.222 2.055 0.044
Flow
Sumber: Data Sekunder yang Diolah, 2022

Berdasarkan tabel 4.7 maka diketahui persamaan analisis regresi

linear berganda adalah sebagai berikut:

Y = a + b1 X1 + b2 X2

DPR (Y) = 26,034 - -0.017RT + 0,638FCF + e

Berdasarkan persamaan analisis regresi linear berganda diatas

maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

5 Nilai konstanta sebesar 28,850 dapat diartikan apabila risk taking

dan free cash flow tidak ada atau bernilai 0, maka ROA dapat

meningkat sebesar 26,034.

6 Nilai b1x1 yang merupakan koefisien regresi dari variabel X1 risk

taking sebesar -0,017, hal ini berarti apabila nilai risk taking

semakin tinggi atau terjadi peningkatan sebesar 1% maka dapat

terjadi Penurunan terhadap pembagian dividen (DPR) sebesar -


0,017, dengan asumsi variabel lain memiliki nilai tetap

(konstan).

7 Nilai b2x2 yang merupakan koefisien regresi dari variabel X2 free

cash flow sebesar 0.638, hal ini berarti apabila nilai free cash flow

semakin tinggi atau terjadi peningkatan sebesar 1% maka dapat

terjadi penurunan pembagian dividen (DPR) sebesar 0,638,

dengan asumsi variabel lain memiliki nilai tetap (Konstan)

4.3.4 Hasil Uji Hipotesis

Sehingga memperoleh keyakinan melalui hasil uji asumsi klasik bahwa

model yang digunakan tidak menyimpang, dan telah diketahui mengenai

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen melalui hasil

analisis regresi linier berganda. Langkah selanjutnya akan diuji secara parsial

maupun simultan dalam tabel dibawah ini:

Tabel 4.7

Tabel Uji Hipotesis

Variabel t-hitung t-Sig. F-hitung F-Sig.


Risk Taking -4.138  0.000
.000b
Free Cash Flow 2.055  0.044 9.508
F-tabel : 3.129
t-tabel : 1.994
Sumber : Hasil pengolahan SPSS V22

4.3.4.1 Uji t (Uji secara Parsial)

Sebelum melakukan pengujian, terlebih dahulu dirumuskan hipotesis

statistiknya yaitu:

H0 : tidak signifikan H1 : signifikan


(βi = jumlah dewan pengawas, latar belakang pendidikan dewan

pengawas, jumlah dewan direksi, dan latar belakang pendidikan

dewan direksi).

Pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan membandingkan t-hitung dan t-

sig. dengan α = 0,05. Apabila t-hitung > t-tabel atau t-sig. < α = 0,05, maka H1

diterima dan H0 ditolak. Sebaliknya, apabila t-hitung < t-tabel atau t-sig > α = 0,05

maka H1 ditolak dan H0 diterima.

Berdasarkan hasil dari uji t (uji secara parsial) diatas maka diperoleh

kesimpulan sebagai berikut:

1. Risk Taking

Berdasarkan tabel 4.8 hasil uji t pada variabel likuiditas (Current

Ratio) mempunyai thitung sebesar -4.138 > ttabel 1,994 dengan nilai

signifikansi 0,000 < 0,05 artinya thitung > ttabel. Maka keputusannya

menerima H1, yang artinya secara parsial X1 berpengaruh secara signifikan

terhadap Y, tetapi memiliki hubungan yang negatif. Dari hasil tersebut

maka dapat disimpulkan bahwa semakin kecil pembagian dividen dalam

bank tersebut, dan begitu juga sebaliknya semakin kecil/rendah risk-taking

dalam sebuah bank, kemungkinan dividen yang akan didapatkan semakin

tinggi. Karena dalam risk-taking yang tinggi, bank lebih memilih untuk

menahan labanya dan tidak membagikan dividen. Kemungkinan yang

terjadi yaitu bank memanfaatkan laba tersebut untuk menjaga kecukupan

modal.

Hubungan negatif juga dimungkinkan terjadi karena adanya


ketaatan Bank pada Undang-Undang (peraturan) perbankan yang tidak

melakukan prilaku yang menyimpang (Moral Hazard) melalui mekanisme

pengalihan resiko (risk shifting) dalam melakukan pembayaran dividen.

Hal ini disebabkan karena bank takut untuk melanggar Undang-Undang,

sehingga bank lebih memilih untuk menjaga kecukupan modal bank. risk

taking berpengaruh terhadap pembagian dividen.

2. Free Cash Flow

Berdasarkan tabel 4.8 hasil uji t pada variabel free cash flow

mempunyai thitung sebesar 2,055 > ttabel 1,994, dengan nilai signifikansi

0,044 < 0.05. Maka keputusannya menerima H2, yang artinya secara

parsial X2 berpengaruh secara signifikan terhadap Y, dan memiliki

hubungan yang positif, di mana semakin tinggi free cash flow dalam

sebuah perusahaan/bank semakin tinggi dividen yang akan dibagikan,

begitu juga sebaliknya semakin rendah free cash flow dalam sebuah

perusahaan/bank, semakin rendah pula dividen yang akan dibagikan. Hal

ini berarti semakin besar free cash flow yang tersedia dalam suatu

perusahaan, maka dapat dikatakan semakin sehat perusahaan tersebut

karena memiliki kas yang tersedia untuk pembayaran hutang dan

pembayaran kepada pemegang saham dalam bentuk dividen.

4.3.4.2 Uji F (Uji secara Simultan)

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh seluruh variabel

independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama. Uji F dapat

dilakukan dengan membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel dengan tingkat


signifikansi < dari α = 0,05. Apabila nilai F-hitung > F-tabel dengan atau tingkat

signifikansi < dari α = 0,05 maka H0 ditolak. Berikut ini hasil dari uji F(uji

secara simultan).

Tabel 4.9 Uji F(Uji secara Simultan)

ANOVAa
Sum of Mean
Model df F Sig.
Squares Square
4174.23
1 Regression 8348.478 2 9.508 .000b
9
Residual 30292.48 69 439.021    
Total 38640.96 71      
Sumber: Data Sekunder yang Diolah, 2022

Berdasarkan hasil dari uji F (uji secara simultan) diatas maka diperoleh

kesimpulan sebagai berikut:

Diperoleh nilai Fhitung > Ftabel yaitu 9.508 > 3.129 karena sig lebih kecil

dari pada nilai alpha 0,05, maka model regresi dapat digunakan untuk

memprediksi Probability (Y) atau dapat dikatakan bahwa X1 dan X2 secara

bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap Y. Artinya secara bersama-sama

risk taking dan free cash flow memberikan pengaruh terhadap peningkatan

pembagian dividen atas aliran kas yang tersedia yang memberikan keuntungan

secara signifikan atas pembagian dividen.

4.3.4.3 Koefisien Determinasi(R2)

Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar

kontribusi rasio likuiditas dan solvabilitas terhadap rasio profitabilitas, dengan

melihat nilai R Square (R2). Berikut ini hasil pengujiannya:

Tabel 4.10 Hasil Koefisien Determinasi (R2)


Model Summaryb
Std.
Adjusted
R Error of
Model R R
Square the
Square
Estimate
1 .465a 0.216 0.193 20.95284
Sumber: Data Sekunder yang Diolah, 2022

Berdasarkan tabel Model Summary di atas, besar angka R Square adalah

0.216 atau sebesar 21.6%. Hal ini menunjukan bahwa 21,6% merupakan pengaruh

risk taking dan free cash flow terhadap pembagian dividen (DPR), sedangkan

sisanya sebesar 78,4% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukan dalam

model penelitian. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andriyani

dan Aprina (2017) yang menghasilkan R Square sebesar 24,9% yang

menunjukkan bahwa 24,9% merupakan pengaruh risk taking dan free cash flow

terhadap pembagian dividen, sedangkan sisanya sebesar 75,1% dijelaskan oleh

variabel lain yang tidak di masukkan dalam penelitian. Kinanti dan I Putu (2015)

dalam penelitiannya menghasilkan nilai adjusted R2 sebesar 0,182 menunjukkan

bahwa variabel risk taking dan size mampu menjelaskan variasi nilai dari variabel

pembagian dividen sebesar 18,2%. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 81,8%

dipengaruhi oleh variabel selain variabel yang digunakan dalam penelitian.

4.4 Pembahasan

4.4.1 Pengaruh Risk Taking Terhadap Pembagian Dividen

Risk taking menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan

pembagian deviden suatu bank. Risk taking dapat dikatakan sebagai pengambilan

keputusan yang bersifat tak pasti serta memiliki kemungkinan untuk mengalami
kegagalan. Hal inilah yang dapat menjelaskan mengapa hipotesis dapat diterima.

Dari hasil pengujian yang dilakukan terhadap model penelitian

menunjukkan bahwa risk taking berpengaruh negatif terhadap pembagian

dividen. Artinya semakin besar risk taking dalam suatu bank maka semakin kecil

pembagian dividen dalam bank tersebut begitu pula sebaliknya semakin kecil

risk taking dalam suatu bank maka semakin besar pembagian dividen. Hal ini

dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu bank yang merupakan bagian dari

sektor perbankan dikenal memiliki regulasi tersendiri yang harus dilaksanakan.

Peraturan yang berkaitan dengan pembagian dividen yang erat kaitannya

terhadap risiko tersebut mengacu pada Peraturan Bank Indonesia

Nomor:15/12/PBI/2013 Tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank

Umum.

Undang-undang menetapkan bahwa bank wajib memelihara tingkat

kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas

manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang

berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai

dengan prinsip kehati-hatian (prudential banking). Dari penjelasan mengenai

undang-undang (peraturan) ini dapat disimpulkan bahwa bank dapat saja

membagikan dividen yang rendah atau bahkan tidak membagikan dividen ketika

risk taking tinggi. Hal ini dilakukan karena bank takut untuk melanggar undang-

undang sehingga lebih memilih untuk menjaga kecukupan modal.

Hubungan negatif pada hasil penelitian ini juga dapat terjadi karena

kebijakan dividen dikendalikan oleh pemegang saham mayoritas sebagai


pengendali dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Antara bank umum

milik pemerintah atau yang biasa dikenal dengan Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) dengan Bank umum swasta nasional tidak memiliki perbedaan dari

segi kebijakan pembagian deviden. Perbedaan antara bank milik pemerintah dan

bank swasta nasional hanya terletak pada kepemilikan saja, bank milik

pemerintah keseluruhan atau sebagian besar modalnya berasal dari pemerintah,

sedangkan bank swasta nasional kepemilikan modalnya dikuasai oleh swasta

atau pengusaha nasional atau badan-badan hukum yang pimpinannya berstatus

sebagai warga Negara Indonesia.

Wewenang RUPS berada di tangan pemegang saham mayoritas atau

pengendali yang memiliki posisi kuat dalam menentukan berbagai keputusan.

Ketika pemegang saham mayoritas menyatakan suara atas kebijakan dividen

(dividen dibagi atau ditahan), hampir dipastikan pemegang saham minoritas atau

non-pengendali pada RUPS akan mengikuti keputusan tersebut.

Hal ini sejalan dengan studi teoritis oleh Jensen dan Meckling (1976)

yaitu agency theory dimana dijelaskan bahwa terdapat hubungan antara pemilik

perusahaan atau dapat dikatakan sebagai pemegang saham mayoritas dan

manajer sebagai agen yang bertugas untuk mengelola perusahaan yang memiliki

wewenang untuk pengambilan keputusan. Dalam hubungan agensi ini terkadang

dapat menimbulkan perbedaan tujuan serta kepentingan yang dapat

menimbulkan asymmetric information. Asymmetric information dapat

terselesaikan dengan menerapkan peningkatan pada kepemilikan manajerial

dan peningkatan kepemilikan pada perusahaan di bidang institusi sebagai upaya


pengawasan (Ernawati,2016).

Berdasarkan lampiran 2 terlihat bahwa perusahaan yang nilai Z-Scorenya

tinggi yaitu PT Bank Danamon Indonesia Tbk pada tahun 2019 sebesar 950,15%

dengan pembagian dividen sebesar 45% dari laba bersih tahun berjalan.

Sedangkan yang nilai Z-Scorenya paling rendah PT Bank Mestika Dharma Tbk

sebesar 25% dengan keputusan tidak membagikan dividen yang artinya hal ini

membuktikan bahwa semakin besar rasio Z-Score maka semakin kecil risk

taking begitu pula sebaliknya semakin kecil rasio Z-Score maka semakin besar

risk taking. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang

dilakukan oleh Kinanti dan I Putu (2015), Indrayani dan Aprina (2017) yang

membuktikan bahwa risk taking berpengaruh terhadap pembagian dividen.

4.4.2 Pengaruh Free Cash Flow Terhadap Pembagian Dividen

Free cash flow atau lebih dikenal dengan dana sisa dari kas yang telah

dibagi untuk keperluan kegiatan operasional serta belanja modal suatu

perusahaan. Jumlah free cash flow dalam suatu perusahaan dapat memberikan

gambaran kepada pihak terkait mengenai likuiditas perusahaan tersebut. Artinya

dengan adanya free cash flow perusahaan dapat memperluas serta

mengembangkan produk baru, melunasi utang atau digunakan untuk membayar

dividen.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa free cash flow berpengaruh

positif terhadap pembagian dividen. Pengaruh free cash flow terhadap dividend

payout ratio bersifat positif artinya semakin tinggi free cash flow maka

semakin tinggi dividend payout ratio. Hal ini berarti semakin besar free cash
flow yang tersedia dalam suatu perusahaan, maka semakin sehat perusahaan

tersebut karena memiliki kas yang tersedia untuk pembayaran dividen. Free

cash flow yang tinggi menunjukan kemampuan suatu perusahaan membayar

dividen yang tinggi pula. Untuk menghindari terjadinya overinvestment

(investasi tak wajar), manajer akan membagikan dividen dalam jumlah yang

tinggi. Peningkatan dividen merupakan sinyal yang positif tentang pertumbuhan

perusahaan di masa yang akan datang, karena meningkatnya dividen diartikan

sebagai adanya keuntungan yang akan diperoleh di masa yang akan datang.

Hal ini sejalan dengan studi teoritis dimana agen diasumsikan sebagai

pengelola perusahaan memiliki wewenang dalam pengambilan keputusan

cenderung ingin melakukan penambahan biaya perusahaan dibandingkan

meningkatkan nilai perusahaan yang menyebabkan perbedaan kepentingan

dengan prinsipal. Dalam hal ini hasil penelitian dapat membuktikan bahwa tidak

terjadi adanya perbedaan kepentingan atau konflik antara principal dan agen,

sehingga dapat dikatakan bahwa sistem pengawasan konflik keagenan pada bank

umum yang terdaftar di BEI terkesan baik.

Berdasarkan lampiran 2 terlihat bahwa bank yang nilai free cash flownya

besar yaitu PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk sebesar 15,09%

pada 2018 dengan pembagian dividen sebesar 54,26% dari laba bersih tahun

berjalan. Sedangkan yang nilai free cash flownya kecil yaitu PT Bank

Nationalnobu Tbk sebesar -15,80% pada tahun 2019 dengan keputusan untuk

tidak melakukan pembagian dividen yang artinya dapat membuktikan bahwa

free cash flow yang tinggi dapat mendorong perusahaan melakukan pembagian
dividen dalam jumlah yang besar. Sebaliknya, free cash flow yang rendah dapat

menekan perusahaan melakukan pembagian dividen dalam jumlah yang sedikit.

Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Prasetyo dan

Bambang Suryono (2016), Indrayani dan Aprina (2017), Nadya Ulfa Widjaya

dan Ari Darmawan (2018) yang membuktikan bahwa free cash flow

berpengaruh secara positif signifikan terhadap pembagian dividen.

4.4.3 Pengaruh Risk Taking dan Free Cash Flow Terhadap Pembagian

Dividen

Risk taking yang rendah dalam sebuah perusahaan memberikan

kemungkinan aliran kas yang masuk ke bank atau aliran kas yang tersedia untuk

dibagikan kepada para pemegang saham atau pemilik dalam bentuk dividen

semakin tinggi,

Hasil pengujian hipotesis menujukkan bahwa tingkat signifikan F

memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari nilai α atau F hitung > Ftabel. Maka dari

hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa H3 diterima dan H0 ditolak.

Hal ini menunjukkan bahwa risk taking dan free cash flow secara bersama-sama

berpengaruh signifikan terhadap pembagian dividen.

Dengan semakin rendahnya risk taking dalam sebuah perusahaan,

semakin tinggi pula kemungkinan aliran kas yang masuk ke bank atau aliran kas

yang tersedia untuk dibagikan kepada para pemegang saham atau pemilik dalam

bentuk dividen, karena perusahaan dengan capaian laba yang lebih tinggi akan

memiliki motivasi lebih untuk membagi dividen. Perusahaan dengan aliran kas

bebas
berlebih juga akan memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan perusahaan

lainnya karena mereka dapat memperoleh keuntungan atas berbagai kesempatan

yang mungkin tidak dapat diperoleh perusahaan lain. Berdasarkan penjelasan

diatas, maka dapat disimpulkan bahwa, dalam risk taking yang tinggi bank lebih

memilih untuk menahan labanya atau tidak membagikan dividen, karena bank

memanfaatkan laba tersebut untuk menjaga kecukupan modal bank, dan ketaatan

bank pada Undang-Undang yang tidak melakukan moral hazard (perilaku yang

menyimpang) melalui mekanisme risk shifting (pengalihan resiko) dalam

melakukan pembayaran dividen. Akan tetapi apabila perusahaan memiliki free

cash flow atau aliran kas yang berlebih, perusahaan lebih baik membaginya

dalam bentuk pembagian dividen, karena untuk mengurangi kemungkinan dana

tersebut diboroskan pada proyek yang tidak menguntungkan. Bagi perusahaan

yang melakukan pengeluaran modal atau pembagian dividen kepada pemegang

saham, free cash flow akan mencerminkan dengan jelas mengenai perusahaan

manakah yang masih mempunyai kemampuan di masa depan dan yang tidak,

sehingga dengan demikian akan mempengaruhi keputusan para investor. Di

mana Seperti yang kita ketahui bahwa investor cenderung mengharapkan

pembayaran dividen yang stabil, karena dapat mengurangi resiko ketidakpastian

pada saham yang ditanamkannya. Stabilitas dividen juga akan meningkatkan

kepercayaan investor untuk tetap menanamkan modalnya di perusahaan tersebut.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan :

1. Risk Taking berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pembagian

dividen pada bank umum yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

tahun 2018- 2020.


2. Free cash flow berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembagian

dividen pada bank umum yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

tahun 2018- 2020.

3. Risk taking dan free cash flow secara bersama-sama (simultan)

berpengaruh terhadap pembagian dividen pada bank umum yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2018-2020

Saran

Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis ialah:

4 Bagi praktisi, khususnya manajemen perusahaan, hasil penelitian ini

diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam keputusan

kebijakan divident payout ratio, serta bila profitablitas meningkat,

maka sebaiknya dividen yang dibayarkan pada pemegang saham

juga ditingkatkan, karena dengan profitabilitas yang meningkat

seharusnya kemampuan perusahaan untuk membayar dividen makin

tinggi.

5 Bagi investor, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi tambahan mengenai perusahaan yang memberikan

keputusan kebijakan pembagian dividen, sehingga investor dapat

lebih berhati-hati dalam melakukan penilaian terhadap perusahaan

yang dipilih untuk berinvestasi.

6 Bagi peneliti selanjutnya, menambah beberapa variabel independen

yang mungkin berpengaruh terhadap dividend payout ratio, serta

memperluas populasi pada keseluruhan perusahaan publik di


indonesia dalam waktu pengamatan yang lebih lama, sehingga

nantinya diperoleh hasil yang dapat lebih digeneralisasikan.

Anda mungkin juga menyukai