Anda di halaman 1dari 6

POLITIK HUKUM PERTANAHAN DI INDONESIA

Putri Sukmiani
Fakultas Hukum, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

Abstract
Legal politics as a basis for directing the development of national law, one
of which is in the land sector, namely the concept of land law politics. The
purpose of this research is to find out the publication system in land
registration studied from Law Number 5 of 1960 concerning Basic
Agrarian Regulations and land issues in Indonesia. The method used in
this research is normative. The results of this study indicate that the
publication system used by UUPA and PP No. 24 of 1997 concerning
Land Registration is a negative system that contains positive elements
and land problems in Indonesia can be grouped into 4, namely problems
related to recognition of ownership, transfer of rights, assignment of rights,
and occupation of former private lands. Based on this research, laws and
regulations are needed that fulfill the general principles of good laws and
regulations; professional law enforcers and implementers; and high public
awareness.
Keywords: Legal Politics, Land Issues, Publication System

Abstrak
Politik hukum sebagai dasar untuk mengarahkan pembangunan hukum
nasional, salah satunya dalam bidang pertanahan yakni terkonsep dalam
politik hukum pertanahan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui sistem publikasi dalam pendaftaran tanah dikaji dari Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria dan permasalahan pertanahan di Indonesia. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah normatif. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan sistem publikasi yang digunakan UUPA dan PP Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah sistem negatif yang
mengandung unsur positif dan permasalahan lahan di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi 4, yaitu permasalahan yang berkaitan dengan
pengakuan kepemilikan, peralihan hak, pembebanan hak, dan
pendudukan eks tanah partikelir. Berdasarkan penelitian ini, dibutuhkan
peraturan perundang-undangan yang memenuhi asas-asas umum
peraturan perundang-undangan yang baik; aparat pelaksana dan penegak
hukum yang profesional; dan kesadaran yang tinggi masyarakat.
Kata Kunci : Politik Hukum, Permasalahan Tanah, Sistem Publikasi
A. Pendahuluan
Tanah merupakan salah satu kebutuhan terpenting bagi manusia, tidak
hanya untuk mendirikan bangunan tempat tinggal, namun juga untuk
melakukan segala aktivitas kehidupan sehari-harinya. Pasal 33 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun
1945 yang menyebutkan bahwa “Bumi, air serta kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.(Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, n.d.)Setiap individu mempunyai
kepentingan yang berbeda-beda atas suatu tanah, sehingga Pemerintah
merasa perlu dibuat peraturan-peraturan yang melindungi hak dan
kewajiban setiap individu tersebut.
Pemerintah bertekad memberikan jaminan kepastian hukum bagi
kepemilikan tanah di Indonesia, maka dibuatlah peraturan yang mengatur
mengenai kepemilikan tanah, yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA). Pemberian
jaminan kepastian hukum yang dimaksud adalah dengan tersedianya
hukum tertulis dan penyelenggaraan pendaftaran tanah yang efektif.
Untuk mewujudkan amanat Pasal 19 UUPA tersebut, terbitlah PP
Nomor 10 Tahun 1961 yang mengatur tentang pendaftaran tanah. PP
tersebut mengatur tentang proses pendaftaran tanah di Indonesia dan
akibat hukumnya dengan produk akhir adalah diterbitkannya surat tanda
bukti hak yang disebut dengan sertifikat tanah.
Rekonstruksi kebijakan hukum dalam bidang pertanahan tentunya
memberikan pengaruh terhadap politik hukum di Indonesia. Politik hukum
sebagai dasar untuk mengarahkan pembangunan hukum nasional, salah
satunya dalam bidang pertanahan yakni terkonsep dalam politik hukum
pertanahan. Politik hukum pertanahan merupakan kebijakan pemerintah di
bidang pertanahan yang ditunjukan untuk peruntukan dan penggunaan
pemilikan tanah, peruntukkan penggunaan untuk menjamin perlindungan
hukum dan meningkatkan kesejahteraan serta mendorong kegiatan
ekonomi melalui pemberlakuan undang-undang pertanahan dan peraturan
pelaksanaannya.

B. Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif. Penelitian
hukum normatif merupakan penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan
dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yang diarahkan untuk
menganalisis hubungan-hubungan hukum antar satu peraturan dengan
peraturan lainnya, tingkat sinkronisasi hukum baik vertikal maupun
horizontal termasuk penelusuran asas-asas hukum.
Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe deskriptif. Tipe penelitian
deskriptif yaitu suatu penelitian yang menggambarkan secara jelas, rinci
dan sistematis mengenai objek yang akan diteliti.

C. Hasil dan Pembahasan


1. Sistem
Sistem publikasi yang digunakan UUPA dan PP Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah adalah sistem negatif yang mengandung
unsur positif. Sistemnya bukan negatif murni, karena dinyatakan dalam
Pasal 19 ayat (2) huruf c, bahwa pendaftaran menghasilkan surat-surat
tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang “kuat”.
Demikian juga dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2), 32 ayat (2) dan 38
ayat (2) UUPA.
Mengacu kepada Penjelasan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah
nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP Pendaftaran
Tanah), sistem publikasi yang digunakan di Indonesia adalah sistem
publikasi negatif yang mengandung unsur positif. Hal ini dapat dibuktikan
dari hal-hal berikut: 1

1
Urip Santoso, ”Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah”, Jakarta: Kencana, 2010,
hlm. 271-272
1. Pendaftaran tanah menghasilkan surat tanda bukti hak yang berlaku
sebagai alat pembuktian yang kuat, bukan sebagai alat pembuktian
yang mutlak (sistem publikasi negatif).
2. Sistem pendaftaran tanah menggunakan sistem pendaftaran hak
(registration of titles), bukan sistem pendaftaran akta (registration of
deed) (sistem publikasi positif).
3. Negara tidak menjamin kebenaran data fisik dan data yuridis yang
tercantum dalam sertifikat (sistem publikasi negatif).
4. Petugas pendaftaran tanah bersifat aktif meneliti kebenaran data fisik
dan yuridis (sistem publikasi positif).
5. Tujuan pendaftaran tanah adalah untuk memberikan jaminan
kepastian hukum (sistem publikasi positif).
6. Pihak lain yang dirugikan atas diterbitkannya sertifikat dapat
mengajukan keberatan kepada penyelenggara pendaftaran tanah
untuk membatalkan sertifikat atau mengajukan gugatan ke pengadilan
agar sertifikat dinyatakan tidak sah (sistem publikasi negatif).
Dalam Penjelasan Umumnya dijelaskan bahwa dalam rangka
memberikan kepastian hukum kepada para pemegang hak atas tanah,
diberikan penegasan mengenai bagaimana kekuatan pembuktian yang
kuat oleh UUPA. Selanjutnya menurut peraturanpemerintah ini bahwa
dinyatakan selama belum dibuktikan yang sebaliknya, data fisik dan data
yuridis yang dicantumkan dalam sertifikat harus diterima sebagai data
yang benar, baik dalam perbuatan hukum seharihari maupun dalam
sengketa di pengadilan.
Dengan melihat penjelasan tersebut di atas maka dapat dikatakan
sistem publikasi yang dianut di Indonesia tidak secara umum menganut
sistem positif atau negatif, karena itu Indonesia menganut sistem publikasi
negatif yang mengandung unsur-unsur positif.2

2. Permasalahan Pertanahan di Indonesia

2
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Cet. 10. Jakarta: Djambatan, 2005, h. 477.
Secara umum, permasalahan lahan di Indonesia dapat dikelompokkan
menjadi 4, yaitu permasalahan yang berkaitan dengan pengakuan
kepemilikan atas tanah, peralihan hak atas tanah, pembebanan hak, dan
pendudukan eks tanah partikelir. Permasalahan lahan tidak saja
menyangkut faktor produksi, tetapi juga menjadi faktor yang menentukan
hubungan sosial dan perkembangan masyarakat.

Satu hal yang menarik adalah masalah ketimpangan akses masyarakat


terhadap sumberdaya agraria khususnya lahan yang menyangkut
masalah penguasaan, kepemilikan, dan pengusahaan lahan. Kondisi
tersebut telah menyebabkan ketimpangan pada pemanfaatan, diikuti
perbedaan tingkat kesejahteraan antara masyarakat yang mempunyai
akses dan yang tidak mempunyai akses terhadap sumber daya lahan,
khususnya pada masyarakat agraris di daerah pedesaan.

D. Kesimpulan

Untuk penegakan UUPA dibutuhkan peraturan perundang-undangan


yang memenuhi asas-asas umum peraturan perundangundangan yang
baik; aparat pelaksana dan penegak hukum yang profesional,
berintegritas tinggi, dan mempunyai keberanian moral untuk mengambil
keputusan dalam melaksanakan dan menegakkan UUP A; dan kesadaran
yang tinggi masyarakat, khususnya pemegang hak atas tanah, akan arti
penting hak dan kewajiban terhadap hak atas tanahnya dan menjunjung
tinggi hak dan kewajibannya dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan
dalam UUPA.

Anda mungkin juga menyukai