Anda di halaman 1dari 5

Sebagai sebuah gagasan, istilah “filantropi”, yang dalam bahasa Indonesia dimaknai

“kedermawanan” dan “cinta kasih” terhadap sesama belum terlalu dikenal oleh khalayak luas, meski
secara praktis kegiatan filantropi telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
masyarakat di Indonesia (Latief, 2013). Menurut elaborasi Hilman Latief (2013) konsep filantropi
berhubungan erat dengan rasa kepedulian, solidaritas dan relasi sosial antara orang miskin dan
orang kaya, antara yang “kuat‟ dan yang “lemah”, antara yang “beruntung” dan “tidak beruntung”
serta antara yang “kuasa” dan “tuna-kuasa”. Dalam perkembangannya, konsep filantropi dimaknai
secara lebih luas yakni tidak hanya berhubungan dengan kegiatan berderma itu sendiri melainkan
pada bagaimana keefektifan sebuah kegiatan “memberi‟, baik material maupun non-material, dapat
mendorong perubahan kolektif di masyarakat.

Secara etimologis istilah Filantropi (Philanthropy) berasal dari bahasa Yunani, Philos (berarti Cinta),
dan Anthropos (berarti Manusia), sehingga secara harfiah Filantropi adalah konseptualisasi dari
praktek memberi (giving), pelayanan (services) dan asosiasi (association) secara sukarela untuk
membantu pihak lain yang membutuhkan sebagai ekspresi rasa cinta. Istilah ini juga merujuk kepada
pengalaman Barat pada abad XVIII ketika negara dan individu mulai merasa bertanggung jawab
untuk peduli terhadap kaum lemah.

Menurut James O. Midgley (1995) dalam Tamin (2011), filantropi merupakan salah satu pendekatan
dari tiga pendekatan untuk mempromosikan kesejahteraan termasuk di dalamnya upaya
pengentasan kemiskinan yaitu pendekatan social service (social administration), social work dan
philanthropy. Filantropi dianggap sebagai salah satu modal sosial telah menyatu di dalam kultur
komunal (tradisi) yang telah mengakar sejak lama khususnya di masyarakat pedesaan. Dalam telaah
yang dilakukan Asian Development Bank pada tahun 2002, tuntutan masyarakat untuk
memprioritaskan tujuan meringankan beban orang miskin yang jumlahnya naik 1 hingga 48% selama
krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997.

Praktik filantropi baik di Indonesia maupun di luar negeri tidak bisa dilepaskan dari peran agama.
Inspirasi keagamaan yang dominan tersebut berimplikasi pada kegiatan bentuk-bentuk kegiatan
filantropi yang kental dengan nuansa kegiatan karitatif dan pelayanan, dan adanya keraguan untuk
memasuki domain yang lebih luas seperti melaksanakan kegiatan advokasi kebijakan untuk
kepentingan umat. Tradisi Kristen menyebut filantropi dengan istilah karitas (Latin: caritas; Inggris:
charity) yang sering diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan tradisi “beramal”. Karitas
berkembang menjadi semacam etika atau norma untuk saling tolong menolong. Konsep karitas
diterjemahkan dalam aksi-aksi sosial berbasis keagamaan dengan tujuan memberikan pelayanan
kepada masyarakat yang memerlukan atau dalam kesulitan. Di dalam Alkitab terdapat banyak
keterangan tentang anjuran kepada para Murid Yesus untuk berbagi harta yang mereka miliki,
memperluas keramahtamahan dan pelayanan, dan untuk memperhatikan kebutuhan para pengikut
mereka (Bird, 1982 dalam Latief, 2013).

Sementara dalam tradisi Islam, komitmen terhadap kaum miskin dan lemah secara simbolis
direpresentasikan oleh kewajiban membayar zakat (pajak Islam). Orang-orang dewasa yang harta
kekayaannya telah melebihi batas minimum (nishab) diwajibkan membayar zakat kepada lembaga
pengelola zakat. Konsep zakat sendiri berbeda dengan “charity” sebab zakat adalah pajak yang
dibayarkan kepada negara. Zakat bermakna “membersihan” atau “menambah” harta. Pembayaran
zakat dapat diartikan sebagai sebuah proses purifikasi harta benda, dan mewujudkan dictum bahwa
di dalam harta yang dimiliki oleh orang-orang kaya terdapat hak untuk orang-orang miskin.
Membayar zakat juga menunjukkan ketaatan dan kepatuhan kepada perintah Allah SWT, seperti
halnya seorang Muslim yang menegakkan shalat karena zakat merupakan salah satu dari 5 rukun
Islam (arkan al-Islam) (Al Qaradawi, 1999 dalam Latief, 2013).

Merangkum pendapat Chusnan Jusuf (2007), ditinjau dari sifatnya, filantropi dibagi menjadi dua
yaitu Tradisional dan Modern. Filantropi Tradisional adalah Filantropi yang berbasis belas kasihan
yang pada umumnya berbentuk pemberian untuk kepentingan pelayanan sosial seperti pemberian
para dermawan kepada kaum miskin untuk membantu kebutuhan makanan, pakaian, tempat
tinggal, dan lain lain. Dengan demikian, bila dilihat dari orientasinya maka Filantropi Tradisional lebih
bersifat Individual. Dengan orientasi seperti ini, dalam batas tertentu para dermawan seringkali
justru didorong oleh maksud untuk memelihara dan menaikkan status dan prestise mereka di mata
publik. Filantropi Tradisional dikritik karena dianggap justru mempertebal relasi kuasa si kaya
terhadap si miskin. Dalam konteks makro Filantropi Tradisional hanya mampu mengobati penyakit
kemiskinan, akibat dari ketidakadilan struktur.

Berbeda dengan Filantropi Tradisional, Filantropi Modern yang lazim disebut Filantropi untuk
Pembangunan Sosial dan Keadilan Sosial merupakan bentuk kedermawanan sosial yang
dimaksudkan untuk menjembatani jurang antara si kaya dengan si miskin. Jembatan tersebut
diwujudkan dalam upaya mobilisasi sumber daya untuk mendukung kegiatan yang menggugat
ketidakadilan struktur yang menjadi penyebab kemiskinan dan ketidakadilan. Dalam konsep
Filantropi Keadilan Sosial yang diusahakan melalui pembangunan sosial diyakini bahwa kemiskinan
lebih disebabkan oleh ketidakadilan dalam alokasi sumber daya dan akses kekuasaan dalam
masyarakat. Oleh karena itu, Filantropi modern diharapkan dapat mendorong perubahan struktur
dan kebijakan agar memihak kepada mereka yang lemah dan minoritas (bahkan untuk kasus di
Indonesia yang lemah dan mayoritas). Dengan kata lain Filantropi Modern lebih “politis”.

Pengertian Lembaga Sosial, Fungsi, dan Jenis-Jenisnya yang Perlu Diketahui

Faozan Tri NugrohoFaozan Tri Nugroho

Bola.com, Jakarta - Lembaga sosial adalah lembaga yang anggotanya terdiri dari masyarakat yang
berkumpul menjadi satu kesatuan karena adanya satu kesamaan visi dan misi.

Setiap anggota yang masuk suatu lembaga sosial akan terikat dengan peraturan yang dibuat dan
harus dipatuhi. Jadi, lembaga sosial yang ada bersifat mengatur tentang bagaimana individu harus
bertindak, berperilaku serta beraktivitas sehari-hari.

Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan adanya lembaga sosial, di mana interaksi sosial dapat
terjadi di dalamnya. Dengan adanya lembaga sosial akan tercipta keteraturan sosial dalam hidup
bermasyarakat.

Tak hanya itu, lembaga sosial juga menjadi pedoman individu dalam bersikap serta memberikan
batas-batas dalam bertingkah laku agar individu tidak menyimpang
Masing-masing lembaga sosial dibentuk atas dasar fungsi dan tujuan yang berbeda antara satu
lembaga dengan lembaga lainnya.

Untuk lebih jelasnya mengenai lembaga sosial, bisa memahami pengertian dari para ahli, fungsi, dan
jenis-jenisnya.

Berikut ini rangkuman tentang pengertian lembaga sosial menurut para ahli, fungsi hingga jenis-
jenisnya, seperti dilansir dari laman Dosenpendidikan dan Kemdikbud.go.id, Rabu (9/6/2021).

Pengertian Lembaga Sosial Menurut Ahli

Koentjaraningrat

Lembaga sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas
sosial untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat.

Leopold Von Weise dan Becker

Lembaga sosial adalah jaringan proses hubungan antarmanusia dan antarkelompok yang berfungsi
memelihara hubungan itu beserta pola-polanya yang sesuai dengan minat kepentingan individu dan
kelompoknya.

Robert Mac Iver dan C.H. Page

Lembaga sosial adalah prosedur atau tata cara yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan
antarmanusia yang tergabung dalam suatu kelompok masyarakat.

Soerjono Soekanto

Lembaga sosial adalah himpunan norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu
kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat.

Peter L. Berger

Lembaga sosial adalah suatu prosedur yang menyebabkan perbuatan manusia ditekan oleh pola
tertentu dan dipaksa bergerak melalui jalan yang dianggap sesuai dengan keinginan masyarakat.

Mayor Polak

Lembaga sosial adalah suatu kompleks atau sistem peraturan dan adat istiadat yang
mempertahankan nilai-nilai penting.

W. Hamilton

Lembaga sosial adalah tata cara kehidupan kelompok, yang apabila dilanggar akan dijatuhi berbagai
derajat sanksi.

Fungsi Lembaga Sosial

Fungsi lembaga sosial adalah sebagai pedoman masyarakat dalam melaksanakan berbagai macam
aktivitas di kehidupan sehari-harinya. Tak hanya itu, lembaga sosial juga berfungsi sebagai penyatu
individu-individu yang ada di lingkungan kehidupan masyarakat.

Lembaga sosial biasanya dijadikan sebagai tempat belajar sekaligus sebagai penegak berbagai
macam tindakan yang dilakukan masyarakat. Selain itu, lembaga sosial merupakan wadah tempat
bersatunya masyarakat yang ada di sekitar lembaga sosial tersebut.

Jenis-Jenis Lembaga Sosial


Lembaga Keluarga

Lembaga keluarga merupakan lembaga sosial yang terkecil, yang terbentuk atas dasar perkawinan
dan hubungan darah. Meski lembaga keluarga merupakan yang paling kecil, memiliki peran yang
sangat besar dalam kehidupan manusia.

Lembaga Pendidikan

Lembaga pendidikan adalah lembaga atau tempat berlangsungnya proses pendidikan dengan tujuan
mengubah tingkah laku individu ke arah yang lebih baik.

Lembaga pendidikan dapat dikatakan sebagai lembaga sosial lanjutan setelah keluarga.
Penyelenggaraan pendidikan sekolah dilaksanakan melalui dua jalur, yaitu pendidikan sekolah dan
luar sekolah.

Lembaga pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu pendidikan formal, pendidikan nonformal,
dan pendidikan informal.

Lembaga Ekonomi

Lembaga ekonomi adalah lembaga yang mempunyai kegiatan di bidang ekonomi agar kebutuhan
masyarakat terpenuhi. Lembaga ekonomi bagian dari lembaga sosial yang mengatur hubungan
antarmanusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok.

Lembaga ekonomi bertujuan mengatur bidang-bidang ekonomi dalam rangka mencapai kehidupan
yang sejahtera dan terpenuhinya kebutuhan masyarakat.

Jenis-Jenis Lembaga Sosial

Lembaga Agama

Lembaga agama adalah lembaga yang mengatur mengenai kehidupan manusia dalam beragama.
Lembaga agama merupakan sistem keyakinan dan praktik keagamaan dalam masyarakat.

Agama sangat penting untuk menyeimbangkan kehidupan manusia, yaitu antara kehidupan dunia
dan akhirat. Pendidikan agama menuntun individu untuk berperilaku baik terhadap sesama manusia,
mahkluk hidup lain, dan alam sekitar.

Lembaga Politik

Lembaga politik adalah suatu bentuk kegiatan dalam suatu kelompok masyarakat yang proses
pembentukan dan pembagian kekuasaannya ditentukan oleh kelompok masyarakat itu sendiri.

Lembaga politik dapat berbentuk pemerintahan yang berperan sebagai pemelihara keamanan dan
ketertiban, serta melayani dan melindungi masyarakat.

Lembaga Budaya

Lembaga budaya adalah lembaga publik dalam suatu negara yang berperan dalam pengembangan
budaya, ilmu pengetahuan, seni, lingkungan, dan pendidikan pada masyarakat yang ada pada suatu
daerah atau negara.

Lembaga-lembaga kebudayaan, baik yang berbentuk lembaga swadaya masyarakat (LSM), sanggar,
atau paguyuban merupakan elemen lain yang dapat berperan serta dalam pelestarian seni dan
budaya.

Sumber: DosenPendidikan, Kemdikbud


Tabel perbedaan Filantropi, CSR dan Charity

Kegiatan ; Sifatnya; Dampak; Cara Pemberian; Cakupannya; Pemberi

Filantropi Jangka Panjang dan berkelanjutan ; Dampak luas ; Terorganisir dan terukur ; Lebih luas
dan tidak terbatas ; Yayasan/Lembaga/ Organisasi/Perusahaan/ Independen

CSR Jangka Panjang dan berkelanjutan ; Dampak luas; Terorganisir dan terukur ; Terbatas pada ruang
lingkup core bisnis ; Perusahaan

Charity Jangka pendek dan hanya simptom ; Dampak terbatas; Pemberian Langsung ; Lebih luas ;
Perorangan/komunitas

Sumber : Filantropi Indonesia

Anda mungkin juga menyukai