Anda di halaman 1dari 12

Jagalah Diri dan Keluarga dari Api Neraka

Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 051

(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah)

Kengerian Neraka

Allah l berfirman dalam kitab-Nya yang mulia:

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka

yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,

yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada

mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)

Sebuah seruan dari Dzat Yang Maha Agung kepada orang-orang yang beriman, berisi

perintah dan peringatan berikut kabar tentang bahaya besar yang mengancam. Seruan ini

ditujukan kepada insan beriman, karena hanya mereka yang mau mencurahkan

pendengaran kepada ajakan Allah l, berpegang dengan perintah-Nya dan mengambil

manfaat dari ucapan-Nya. Allah l perintahkan mereka agar menyiapkan tameng untuk diri

mereka sendiri dan untuk keluarga mereka guna menangkal bahaya yang ada di hadapan

mereka serta kebinasaan di jalan mereka. Bahaya yang mengerikan itu adalah api yang

sangat besar, tidak sama dengan api yang biasa kita kenal, yang dapat dinyalakan dengan

kayu bakar dan dipadamkan oleh air. Api neraka ini bahan bakarnya adalah tubuh-tubuh
manusia dan batu-batu. Ia berbeda sama sekali dengan api di dunia. Bila orang terbakar

dengan api dunia, ia pun meninggal berpisah dengan kehidupan dan tidak lagi merasakan

sakitnya pembakaran tersebut. Beda halnya bila seseorang dibakar dengan api neraka,

na’udzubillah. Karena Allah l berfirman:

“Setiap kali nyala api Jahannam itu akan padam, Kami tambah lagi nyalanya bagi

mereka.” (Al-Isra’: 97)

“Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya

mereka terus merasakan azab.” (An-Nisa’: 56)

“Mereka tidak dibinasakan dengan siksa yang dapat mengantarkan mereka kepada

kematian (mereka tidak mati dengan siksaan di neraka bahkan mereka terus hidup agar

terus merasakan siksa) dan tidak pula diringankan azabnya dari mereka.” (Fathir: 36) [Al-

Khuthab Al-Minbariyyah fil Munasabat Al-‘Ashriyyah, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan,

dengan sub judul Fit Tahdzir minan Nar wa Asbab Dukhuliha, 2/164-165]

Orang yang masuk ke dalam api yang sangat besar ini tidak mungkin dapat lari untuk

meloloskan diri, karena yang menjaganya adalah para malaikat yang kasar, yang keras,

yang tidak mendurhakai Allah l terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka

serta selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Allah l berfirman:

“Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, yang keras.” (At-Tahrim: 6)


Al-Imam Al-Qurthubi t menjelaskan, “Penjaganya adalah para malaikat Zabaniyah yang

hati mereka keras, kaku, tidak mengasihi jika dimohon kepada mereka agar menaruh

iba…

Kata ‫ ﯨ‬maksudnya keras tubuh mereka. Ada yang mengatakan, para malaikat itu kasar

ucapannya dan keras perbuatannya. Ada yang berpendapat, malaikat tersebut sangat kasar

dalam menyiksa penduduk neraka, keras terhadap mereka. Bila dalam bahasa Arab

dinyatakan: ‫فُالَ ٌن َش ِد ْي ٌد َعلَى فُالَ ٍن‬, maksudnya Fulan menguasainya dengan kuat, menyiksanya

dengan berbagai macam siksaan.

Ada pula yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ‫ ﯧ‬adalah sangat besar tubuh

mereka, sedangkan maksud ‫ ﯨ‬adalah kuat.

Ibnu Abbas c berkata, “Jarak antara dua pundak salah seorang dari malaikat tersebut

adalah sejauh perjalanan setahun. Kekuatan salah seorang dari mereka adalah bila ia

memukul dengan alat pukul niscaya dengan sekali pukulan tersebut tersungkur 70.000

manusia ke dalam jurang Jahannam.” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 18/128)

Al-‘Allamah Asy-Syaikh Abdurrahman ibnu Nashir As-Sa’di t berkata menafsirkan ayat

ke-6 surah At-Tahrim di atas, “Jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka,

yang disebutkan dengan sifat-sifat yang mengerikan. Ayat ini menunjukkan perintah

menjaga diri dari api neraka tersebut dengan ber-iltizam (berpegang teguh) terhadap
perintah Allah l, menunaikan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan bertaubat dari

perbuatan yang Allah l murkai serta perbuatan yang menyebabkan azab-Nya.

Sebagaimana ayat ini mengharuskan seseorang menjaga keluarga dan anak-anak dari api

neraka dengan cara memberikan pendidikan dan pengajaran kepada mereka, serta

memberitahu mereka tentang perintah Allah l. Seorang hamba tidak dapat selamat kecuali

bila ia menegakkan apa yang Allah l perintahkan terhadap dirinya dan orang-orang yang

di bawah penguasaannya, baik istri-istrinya, anak-anaknya, dan selain mereka dari orang-

orang yang berada di bawah kekuasaan dan pengaturannya.

Dalam ayat ini pula Allah l menyebutkan neraka dengan sifat-sifat yang mengerikan agar

menjadi peringatan terhadap manusia jangan sampai meremehkan perkaranya. Allah l

berfirman:

“…Yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…” (At-Tahrim: 6)

Sebagaimana Allah l berfirman:

“Sesungguhnya kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah (patung-patung) adalah

bahan bakar/kayu bakar Jahannam, kalian sungguh akan mendatangi Jahannam

tersebut.”1

Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras. Yaitu akhlak mereka kasar dan

hardikan mereka keras. Mereka membuat kaget dengan suara mereka dan membuat ngeri
dengan penampilan mereka. Mereka melemahkan penghuni neraka dengan kekuatan

mereka dan menjalankan perintah Allah l terhadap penghuni neraka, di mana Allah l telah

memastikan azab atas penghuni neraka ini dan mengharuskan azab yang pedih untuk

mereka.

Mereka tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka

dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Di sini juga ada pujian untuk para

malaikat yang mulia dan terikatnya mereka kepada perintah Allah l serta ketaatan mereka

kepada Allah l dalam seluruh perkara yang diperintahkan-Nya.” (Taisir Al-Karimir

Rahman, hal. 874)

Penjagaan Rasulullah n terhadap Keluarganya

Rasulullah n sebagai uswah hasanah bagi orang-orang yang beriman telah memberikan

arahan dan peringatan kepada kerabat beliau dalam rangka menjaga mereka dari api

neraka. Tatkala turun perintah Allah l dalam ayat:

“Berilah peringatan kepada kerabatmu yang terdekat.” (Asy Syu’ara: 214)

Rasulullah n mendatangi bukit Shafa dan menaikinya, lalu menyeru manusia untuk

berkumpul. Maka orang-orang pun berkumpul di sekitar beliau. Sampai-sampai yang


tidak dapat hadir mengirim utusannya untuk mendengarkan apa gerangan yang akan

disampaikan oleh Muhammad n. Rasulullah n kemudian memanggil kerabat-kerabatnya,

“Wahai Bani Abdil Muththalib! Wahai Bani Fihr! Wahai Bani Lu’ai! Apa pendapat

kalian andai aku beritakan kepada kalian bahwa ada pasukan berkuda dari balik bukit ini

akan menyerang kalian. Adakah kalian akan membenarkan aku?” Mereka serempak

menjawab, “Iya.” Beliau melanjutkan, “Sungguh aku memperingatkan kalian sebelum

datangnya azab yang pedih.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Ibnu Abbas c)

Aisyah x memberitakan bahwa ketika turun ayat di atas, Rasulullah n bangkit seraya

berkata, “Wahai Fathimah putri Muhammad! Wahai Shafiyyah putri Abdul Muththalib!

Wahai Bani Abdil Muththalib! Aku tidak memiliki kuasa sedikit pun di hadapan Allah l

untuk menolong kalian kelak. (Adapun di kehidupan dunia ini) maka mintalah harta

dariku semau kalian.” (HR. Muslim)

Al-Imam Muslim t meriwayatkan dari hadits Aisyah x, istri Nabi n, bahwa bila hendak

shalat witir, beliau n membangunkan Aisyah x.

Rasulullah n sendiri telah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam

Ahmad t:

ْ َّ‫صل‬
‫ت‬ ْ ‫ َو َر ِح َم هللاُ ا ْم َرَأةً قَا َم‬،‫َض َح فِي َوجْ ِههَا ْال َما َء‬
َ َ‫ت ِمنَ اللَّ ْي ِل ف‬ ْ َ‫ فَِإ ْن َأب‬،‫ت‬
َ ‫تن‬ َ َ‫صلَّى َوَأ ْيقَظَ ا ْم َرَأتَهُ ف‬
ْ َّ‫صل‬ َ َ‫َر ِح َم هللاُ َر ُجالً قَا َم ِمنَ اللَّ ْي ِل ف‬

‫ت فِي َوجْ ِه ِه ْال َما َء‬ َ َ‫صلَّى فَِإ ْن َأبَى ن‬


ْ ‫ض َح‬ ْ َ‫َوَأ ْيقَظ‬
َ َ‫ت َزوْ َجهَا ف‬
“Semoga Allah merahmati seorang lelaki yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan

shalat dan ia membangunkan istrinya lalu si istri mengerjakan shalat. Bila istrinya enggan

untuk bangun, ia percikkan air di wajah istrinya. Semoga Allah merahmati seorang

wanita yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan

suami lalu si suami mengerjakan shalat. Bila suaminya enggan untuk bangun, ia

percikkan air di wajah suaminya.” (Sanad hadits ini shahih kata Asy-Syaikh Ahmad

Syakir t dalam tahqiqnya terhadap Al-Musnad)

Ummu Salamah x mengabarkan, suatu malam Rasulullah n terbangun dari tidur beliau.

Beliau pun membangunkan istri-istri beliau untuk mengerjakan shalat. Kata beliau:

‫ب ْالحُجْ ِر‬ َ ‫َأ ْيقِظُوْ ا‬


َ ‫ص َوا ِح‬

“Bangunlah, wahai para pemilik kamar-kamar (istri-istri beliau yang sedang tidur di

kamarnya masing-masing)!” (HR. Al-Bukhari)

Tidak luput pula putri dan menantu beliau juga mendapatkan perhatian beliau. Suatu

malam, Rasulullah n mendatangi rumah Ali dan Fathimah c. Beliau berkata, “Tidakkah

kalian berdua mengerjakan shalat malam?” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari hadits ‘Ali

z)

Jagalah Dirimu dan Keluargamu dari Api Neraka


Seorang suami sebagai kepala rumah tangga selain menjaga dirinya sendiri dari api

neraka, ia juga bertanggung jawab menjaga istri, anak-anaknya, dan orang-orang yang

tinggal di rumahnya. Satu cara penjagaan diri dan keluarga dari api neraka adalah

bertaubat dari dosa-dosa. Allah l berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kalian kepada Allah dengan taubat

nashuha. Mudah-mudahan Rabb kalian menghapuskan kesalahan-kesalahan kalian dan

memasukkan kalian ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,

pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman

bersamanya, sedang cahaya mereka memancar di depan dan di sebelah kanan mereka,

seraya mereka berdoa, ‘Wahai Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan

ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu’.” (At-Tahrim:

8)

Seorang suami sekaligus ayah ini bertaubat kepada Allah l dengan sebenar-benarnya,

taubat yang murni, kemudian ia membimbing keluarganya untuk bertaubat. Taubat yang

dilakukan disertai dengan meninggalkan dosa, menyesalinya, berketetapan hati untuk

tidak mengulanginya, dan mengembalikan hak-hak orang lain yang ada pada kita. Taubat

yang seperti ini tentunya menggiring pelakunya untuk beramal shalih. Buah yang

dihasilkannya adalah dihapuskannya kesalahan-kesalahan yang diperbuat, dimasukkan ke

dalam surga, dan diselamatkan dari kerendahan serta kehinaan yang biasa menimpa para

pendosa dan pendurhaka.


Melakukan amal ketaatan dan menjauhi maksiat harus diwujudkan dalam rangka menjaga

diri dari api neraka. Seorang kepala rumah tangga menerapkan perkara ini dalam

keluarganya, kepada istri dan anak-anaknya. Ia punya hak untuk memaksa mereka agar

taat kepada Allah l dan tidak berbuat maksiat, karena ia adalah pemimpin mereka yang

akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah l kelak dalam urusan mereka,

sebagaimana sabda Rasulullah n:

‫اع َو ُكلُّ ُك ْم َمسُْؤ وْ ٌل ع َْن َر ِعيَّتِ ِه‬


ٍ ‫ُكلُّ ُك ْم َر‬

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang apa yang

dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Ibnu Umar c)

Ia harus memaksa anaknya mengerjakan shalat bila telah sampai usianya, berdasar sabda

Rasulullah n:

‫اج ِع‬
ِ ‫ض‬َ ‫ َوفَ ِّرقُوْ ا بَ ْينَهُ ْم فِي ْال َم‬،‫ َواضْ ِربُوْ هُ ْم َعلَ ْيهَا َوهُ ْم َأ ْبنَا ُء َع ْش ٍر‬،‫صالَ ِة َوهُ ْم َأ ْبنَا ُء َسب ِْع ِسنِ ْي ٍن‬
َّ ‫ُمرُوْ ا َأوْ الَ َد ُك ْم بِال‬

“Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka telah berusia

tujuh tahun dan pukullah mereka bila enggan melakukannya ketika telah berusia sepuluh

tahun serta pisahkanlah di antara mereka pada tempat tidurnya.” (HR. Abu Dawud dari

hadits Abdullah ibnu ‘Amr c, dikatakan oleh Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih Abi

Dawud, “Hadits ini hasan shahih.”)


Allah l telah berfirman:

“Perintahkanlah keluargamu untuk mengerjakan shalat dan bersabarlah dalam

mengerjakannya.” (Thaha: 132)

Seorang ayah bersama seorang ibu harus bekerja sama untuk menunaikan tanggung

jawab terhadap anak, baik di dalam maupun di luar rumah. Anak harus terus

mendapatkan pengawasan di mana saja mereka berada, dijauhkan dari teman duduk yang

jelek dan teman yang rusak. Anak diperintahkan untuk mengerjakan yang ma’ruf dan

dilarang dari mengerjakan yang mungkar.

Orangtua harus membersihkan rumah mereka dari sarana-sarana yang merusak berupa

video, film, musik, gambar bernyawa, buku-buku yang menyimpang, surat kabar, dan

majalah yang rusak.

Seluruh perkara yang telah disebutkan di atas dilakukan dalam rangka menjaga diri dan

keluarga dari api neraka. Karena, bagaimana seseorang dapat menyelamatkan dirinya dari

api neraka bila ia meninggalkan shalat padahal shalat adalah tiang agama dan pembeda

antara kafir dengan iman?

Bagaimana seseorang dapat menyelamatkan dirinya dari api neraka bila ia selalu

melakukan perkara yang diharamkan dan mengentengkan amalan ketaatan? Bagaimana


seseorang dapat menyelamatkan dirinya dari api neraka bila ia selalu berjalan di jalan

neraka, siang dan malam?

Hendaknya ia tahu bahwa neraka itu dekat dengan seorang hamba, sebagaimana surga

pun dekat. Nabi n bersabda:

َ‫ك نَ ْعلِ ِه َوالنَّا ُر ِم ْث ُل َذلِك‬


ِ ‫ْال َجنَّةُ َأ ْدنَى ِإلَى َأ َح ِد ُك ْم ِم ْن ِش َرا‬

“Surga lebih dekat kepada salah seorang dari kalian daripada tali sandalnya dan neraka

pun semisal itu.” (HR. Al-Bukhari dari hadits Ibnu Mas’ud z)

Maksud hadits di atas, siapa yang meninggal di atas ketaatan maka ia akan dimasukkan

ke dalam surga. Sebaliknya, siapa yang meninggal dalam keadaan bermaksiat maka ia

akan dimasukkan ke dalam neraka. (Al-Khuthab Al-Minbariyyah, 2/167)

Bagaimana seseorang dapat menjaga keluarganya dari api neraka sementara ia

membiarkan mereka bermaksiat kepada Allah l dan meninggalkan kewajiban?

Bagaimana seorang ayah dapat menyelamatkan anak-anaknya dari api neraka bila ia

keluar menuju masjid sementara ia membiarkan anak-anaknya masih pulas di atas

pembaringan mereka, tanpa membangunkan mereka agar mengerjakan shalat? Atau anak-

anak itu dibiarkan asyik dengan permainan mereka, tidak diingatkan untuk shalat?
Anak-anak yang seyogianya merupakan tanggung jawab kedua orangtua mereka,

dibiarkan berkeliaran di mal-mal, main game, membuat kegaduhan dengan suara mereka

hingga mengusik tetangga, kebut-kebutan di jalan raya dengan motor ataupun mobil.

Sementara sang ayah tiada berupaya meluruskan mereka. Malah ia penuhi segala tuntutan

duniawi si anak. Adapun untuk akhirat mereka, ia tak ambil peduli. Sungguh orangtua

yang seperti ini gambarannya tidaklah merealisasikan perintah Allah l dalam surah At-

Tahrim di atas. Wallahul musta’an.

Maka, marilah kita berbenah diri untuk menjaga diri kita dan keluarga kita dari api

neraka. Bersegeralah sebelum datang akhir hidup kita, sebelum datang jemputan dari

utusan Rabbul Izzah, sementara kita tak cukup ‘bekal’ untuk bertameng dari api neraka,

apatah lagi meninggalkan ‘bekal’ yang memadai untuk keluarga yang ditinggalkan.

Allahumma sallim!

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan

dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap

(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan

hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”. (QS. An Nisaa’:9).

Anda mungkin juga menyukai