Kematian/Sakaratul Maut
⬇️
Alam Barzakh
⬇️
Hari Kebangkitan
⬇️
Padang Mahsyar
⬇️
Telaga Al Haudh
⬇️
Al Aradh/Pemaparan
⬇️
Persidangan
⬇️
Hisab
⬇️
Mizan
⬇️
Dzulmah / Kegelapan
⬇️
⬇️
Qonthoroh ➡️ Jannah
Keluarnya ruh dari jasad dalam hadits Al-Bara’ bin ‘Azib z yang panjang, yang diriwayatkan Abu Dawud,
An-Nasa’i, Ibnu Majah, Al-Imam Ahmad, dan Al-Hakim. Asy-Syaikh Muqbil menyebutkan hadits ini dalam
Ash-Shahihul Musnad.
س َﻣﻌَ ُهم َﻛﻔَﻦ ﻣِﻦ ُ ﻴض اﻟ ُﻮﺟُﻮ ِه َﻛأَن ُﻭﺟُﻮﻫَ ُهم اﻟشﻤ ُ ِطﺎع ﻣِﻦَ اﻟدُّﻧﻴَﺎ َﻭ ِﺇﻗﺒَﺎﻝ ﻣِﻦَ اْلخِ َﺮﺓِ ﻧَزَ َﻝ ِﺇﻟَﻴ ِﻪ َﻣ َﻼئِﻜَﺔ ﻣِﻦَ اﻟﺴ َﻤﺎءِ ﺑ َ ِﺇن اﻟﻌَﺒدَ اﻟ ُﻤؤﻣِﻦَ ِﺇﺫَا ﻛَﺎنَ ﻓِﻲ اﻧ ِﻘ
س ُ َ ُ
ُ ﺃﻳﺘ َهﺎ اﻟﻨﻔ: ِس ﻋِﻨدَ َﺭﺃ ﺳِ ِﻪ ﻓَﻴَﻘﻮ ُﻝ َ ﻋﻠﻴ ِﻪ اﻟﺴ َﻼﻡ َحﺘى ﻳَﺠﻠ َ َ ﺕ َ ُ َ ََﺎن اﻟ َﺠﻨ ِﺔ َﻭ َحﻨُﻮط ﻣِﻦ َحﻨُﻮطِ اﻟ َﺠﻨ ِﺔ َحﺘى ﻳَﺠ ِﻠﺴُﻮا ﻣِ ﻨﻪُ َﻣد اﻟﺒ
ِ ص ِﺮ ثم ﻳَ ِﺠﻲ ُء َﻣﻠﻚُ اﻟ َﻤﻮ ِ ﺃَﻛﻔ
اﻟﺴﻘَﺎءِ ﻓَ َﻴأ ُخذُﻫَﺎ ﻓَإِﺫَا ﺃَ َخذَﻫَﺎ ﻟَم َﻳ َدﻋُﻮﻫَﺎ ﻓِﻲ َﻳ ِد ِه
ِّ ِ ج تَﺴِﻴ ُل َﻛ َﻤﺎ تَﺴِﻴ ُل اﻟﻘَط َﺮﺓ ُ ﻣِﻦ ﻓِﻲُ ﻓَﺘَﺨ ُﺮ: ﻗَﺎ َﻝ. ﻪﻠﻟا َﻭ ِﺭض َﻮانِ َاﻟط ِِّﻴ َﺒﺔُ اخ ُﺮ ِﺟﻲ ِﺇﻟَى َﻣغﻔ َِﺮﺓ ﻣِﻦ
ض ِ ﻋﻠَى َﻭﺟ ِﻪ اْلَﺭ َ ب ﻧَﻔ َح ِﺔ ﻣِ ﺴﻚ ُﻭ ِﺟدَﺕ ِ َج ﻣِ ﻨ َهﺎ َﻛأَطﻴ ُ ﻋﻴﻦ َحﺘى ﻳَأ ُخذُﻭﻫَﺎ ﻓَﻴَﺠ َﻌﻠُﻮﻫَﺎ ﻓِﻲ ﺫَﻟِﻚَ اﻟ َﻜﻔ َِﻦ َﻭﻓِﻲ ﺫَﻟِﻚَ اﻟ َحﻨُﻮطِ َﻭﻳَﺨ ُﺮ َ َطﺮﻓَﺔ َ
“Sesungguhnya seorang hamba yang mukmin apabila akan meninggal dunia, maka para malaikat rahmat
turun kepadanya, wajahnya seakan-akan matahari yang bersinar, membawa kain kafan dan wangi-wangian
dari jannah (surga). Mereka duduk di tempat sejauh mata memandang. Kemudian datanglah malakul maut
hingga duduk di samping kepalanya, lalu berkata: ‘Wahai jiwa yang baik, keluarlah engkau menuju
ampunan Allah dan keridhaan-nya.’ Maka ruh tersebut keluar dari jasadnya seperti tetesan air yang mengalir
dari bibir tempat air minum. Malakul maut pun mengambil ruh yang sudah keluar dari jasadnya itu. Tiba-
tiba para malaikat rahmat yang menunggu tidak membiarkan ruh tersebut berada di tangannya sekejap mata
pun. Mereka segera mengambil dan menaruhnya di dalam kafan dan wangi-wangian tersebut, dan keluarlah
bau wangi misik yang paling harum yang dijumpai di muka bumi.”
Allah mengutus para malaikat-Nya untuk memberi kabar gembira kepada hamba-hamba-Nya yang beriman
dan istiqamah di atas agama yang sempurna ketika menghadapi sakaratul maut. Ini adalah bukti kasih
sayang Allah terhadap hamba-Nya. Allah l berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Rabb kami ialah Allah’ kemudian mereka istiqamah, maka
malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): ‘Janganlah kamu merasa takut dan janganlah
kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah
kepadamu.’ Kamilah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu
memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai
hidangan (bagimu) dari Dzat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Fushshilat: 30-32)
Ayat-ayat ini adalah berita dari Allah sekaligus kabar gembira bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa,
bahwa para malaikat akan turun kepada mereka ketika mereka menghadapi maut, juga di dalam kubur
mereka, serta ketika mereka dibangkitkan darinya. Para malaikat memberi jaminan keamanan kepada
mereka atas perintah Allah. Mereka juga memberikan kabar gembira agar orang-orang beriman tidak takut
terhadap apa yang akan mereka hadapi di akhirat, tidak bersedih terhadap perkara dunia yang mereka
tinggalkan, seperti anak, keluarga, dan harta. Karena Allah yang akan mengurus dan menanggung mereka
semua. Para malaikat juga memberikan kabar gembira kepada orang-orang beriman dengan hilangnya
berbagai kejelekan dan didapatkannya berbagai kebaikan. (Tafsir Ibnu Katsir)
َﻭﻟَﻜِﻦ، ِس َﻛذَﻟِﻚ َ ﻟَﻴ: ﻓَﻘَﺎ َﻝ. َ ﺃَﻛ ََﺮا ِﻫﻴَﺔُ اﻟ َﻤﻮﺕِ؟ َﻓ ُﻜﻠُّﻨَﺎ ﻧَﻜ َﺮهُ اﻟ َﻤﻮﺕ،ِﻳﺎ َ ﻧَﺒِﻲ ﻪﻠﻟا: ُ َﻓ ُﻘﻠﺖ. َُﻣﻦ ﺃَ َحب ِﻟ َﻘﺎ َء ﻪﻠﻟاِ ﺃَ َحب ﻪﻠﻟاُ ِﻟ َﻘﺎ َءهُ َﻭ َﻣﻦ ﻛ َِﺮهَ ِﻟ َﻘﺎ َء ﻪﻠﻟاِ ﻛ َِﺮهَ ﻪﻠﻟاُ ِﻟ َﻘﺎ َءه
ِ َﻭﺇِن اﻟﻜَﺎﻓ َِﺮ ﺇِﺫَا ﺑ ِ ُِّش َﺮ ﺑِﻌَذَا،ُاﻟ ُﻤؤﻣِﻦَ ﺇِﺫَا ﺑ ِ ُِّش َﺮ ﺑِ َﺮح َﻤ ِﺔ ﻪﻠﻟاِ َﻭ ِﺭض َﻮاﻧِ ِﻪ َﻭ َﺟﻨﺘِ ِﻪ ﺃَ َحب ِﻟﻘَﺎ َء ﻪﻠﻟاِ ﻓَأ َ َحب ﻪﻠﻟاُ ِﻟﻘَﺎ َءه
ُب ﻪﻠﻟاِ َﻭ َﺳﺨَطِ ِﻪ ﻛ َِﺮهَ ِﻟﻘَﺎ َء ﻪﻠﻟاِ َﻭﻛ َِﺮهَ ﻪﻠﻟاُ ِﻟﻘَﺎ َءه
“Barangsiapa senang bertemu dengan Allah, maka Allah senang bertemu dengannya. Dan barangsiapa tidak
suka bertemu dengan Allah maka Allah juga tidak suka bertemu dengannya.” Aisyah berkata: “Wahai Nabi
Allah, benci terhadap kematian? Kita semua membenci kematian.” Rasulullah n menjawab: “Bukan seperti
itu. Seorang mukmin apabila diberi kabar gembira dengan rahmat, keridhaan, dan surga-Nya, maka dia akan
senang bertemu dengan Allah, sehingga Allah pun senang bertemu dengannya. Sedangkan orang kafir
apabila diberi kabar gembira dengan azab Allah dan kemurkaan-Nya maka dia akan benci bertemu dengan
Allah dan Allah pun benci bertemu dengannya.” (Muttafaqun ‘alaih)
ح ﻓَﻴَﺠ ِﻠﺴُﻮنَ ﻣِ ﻨﻪُ َﻣد ُ طﺎع ﻣِﻦَ اﻟدُّﻧﻴَﺎ َﻭﺇِﻗﺒَﺎﻝ ﻣِﻦَ اْلخِ َﺮﺓِ ﻧَزَ َﻝ ﺇِﻟَﻴ ِﻪ ﻣِﻦَ اﻟﺴ َﻤﺎءِ َﻣ َﻼئِﻜَﺔ ﺳُﻮدُ اﻟ ُﻮﺟُﻮ ِه َﻣﻌَ ُه ُم اﻟ ُﻤﺴُﻮ َ َﻭﺇِن اﻟﻌَﺒدَ اﻟﻜَﺎﻓ َِﺮ ﺇِﺫَا ﻛَﺎنَ ﻓِﻲ اﻧ ِﻘ
ﻓَﺘُﻔَﺮقُ ﻓِﻲ َﺟ َﺴ ِد ِه: ﻗَﺎ َﻝ. ضب َ ﻏ ِ َس اﻟ َﺨ ِﺒﻴﺜَﺔُ اخ ُﺮ ِﺟﻲ ِﺇﻟَى َﺳﺨَط ﻣِﻦ
َ ﻪﻠﻟا َﻭ ُ ﺃَﻳﺘ ُ َهﺎ اﻟﻨﻔ: ِس ﻋِﻨدَ َﺭﺃﺳِ ِﻪ ﻓَ َﻴﻘُﻮ ُﻝَ ﺕ َحﺘى َﻳﺠﻠ ِ ص ِﺮ ثُم َﻳ ِﺠﻲ ُء َﻣﻠَﻚُ اﻟ َﻤﻮَ اﻟ َﺒ
ج ُ ُﻮح َﻭﻳَﺨ ُﺮ ُ
ِ ﻋﻴﻦ َحﺘى ﻳَﺠﻌَﻠﻮﻫَﺎ ﻓِﻲ تِﻠﻚَ اﻟ ُﻤﺴ َ َطﺮﻓَﺔ َ ُ
َ ﻓَﻴَﻨﺘ َِزﻋُ َهﺎ َﻛ َﻤﺎ ﻳُﻨﺘَزَ عُ اﻟﺴﻔُّﻮدُ ﻣِﻦَ اﻟصُّﻮفِ اﻟ َﻤﺒﻠﻮ ِﻝ ﻓَﻴَأ ُخذُﻫَﺎ ﻓَإِﺫَا ﺃ َخذَﻫَﺎ ﻟَم ﻳَدَﻋُﻮﻫَﺎ ﻓِﻲ ﻳَ ِد ِه
ض َ
ِ ﻋﻠى َﻭﺟ ِﻪ اْلﺭ َ َ ﻳﺢ ِﺟﻴﻔَﺔ ُﻭ ِﺟدَﺕ َ
ِ ﻣِ ﻨ َهﺎ َﻛأﻧﺘ َِﻦ ِﺭ
“Apabila seorang hamba yang kafir akan meninggal dunia, turunlah malaikat azab dari langit. Wajah-
wajahnya hitam dan seram. Mereka membawa kain yang kasar dan jelek. Mereka duduk di tempat sejauh
mata memandang. Lalu datanglah malakul maut hingga dia duduk di samping kepalanya. Kemudian dia
berkata: ‘Wahai jiwa yang jelek, keluarlah menuju kemurkaan Allah dan kemarahan-Nya.’ Maka ruh
tersebut bergetar di seluruh tubuhnya, kemudian malakul maut mencabutnya sebagaimana dicabutnya besi
alat pemanggang dari bulu-bulu yang basah. Dia kemudian mengambil ruh tersebut. Para malaikat yang
menunggu tadi tidak membiarkannya di tangannya sekejap mata pun, sampai mereka mengambil dan
meletakkannya di kain yang kasar lagi jelek tadi. Keluarlah darinya bau seperti bau bangkai yang paling
busuk yang ditemukan di muka bumi.”
Allah mengutus para malaikat-Nya untuk memberi kabar gembira berupa kemurkaan dan azab-Nya,
sehingga ruh-ruh mereka enggan untuk keluar dari jasadnya. Maka para malaikat pun memukul wajah dan
punggungnya, sampai ruhnya keluar dari jasadnya. Allah berfirman:
“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-
tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): ‘Keluarkanlah
nyawamu.’ Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu
mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri
terhadap ayat-ayat-Nya.” (Al-An’am: 93)
“Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan
belakang mereka (dan berkata): ‘Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar’, (tentulah kamu akan
merasa ngeri). Demikian itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Sesungguhnya Allah sekali-kali
tidak menganiaya hamba-Nya.” (Al-Anfal: 50-51)
Dari Abu Sa’id Al-Khudri dan Abu Hurairah c, dari Nabi n, beliau bersabda:
َ َحﺘى اﻟشﻮ َﻛﺔَ ﻳُشَﺎﻛُ َهﺎ ﺇِل ﻛَﻔ َﺮ ﻪﻠﻟاُ ﺑِ َهﺎ ﻣِﻦ َخ،صب َﻭ َل ﻫ َِّم َﻭ َل َحزَ ن َﻭ َل ﺃَﺫًى َﻭ َل ﻏ َِّم
ُطﺎﻳَﺎه َ صب َﻭ َل َﻭ
َ َُصﻴبُ اﻟ ُﻤﺴﻠ َِم ﻣِﻦ ﻧ
ِ َﻣﺎ ﻳ
“Tidaklah menimpa seorang muslim suatu rasa capek, sakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, duka cita,
sampaipun sebuah duri yang menusuknya, melainkan dengannya Allah akan menghapus dosa-dosanya.”
(Muttafaqun ‘alaih)
“Apabila Allah menguji seorang hamba yang muslim dengan suatu ujian pada badannya, Allah berfirman:
‘Tulislah baginya amalan shalih yang biasa dia lakukan.’ Apabila Allah menyembuhkannya maka Dia telah
mencuci dan membersihkannya (dari dosanya). Namun apabila Allah mencabut ruhnya, niscaya Allah akan
mengampuni dosa-dosanya dan akan merahmatinya.” (HR. Ahmad, dikatakan oleh Asy-Syaikh Muqbil t:
“Hadits ini shahih, perawinya adalah para perawi kitab-kitab Shahih.”)
Allah l dengan hikmah dan keadilan-Nya menjadikan setan dari golongan jin dan manusia sebagai musuh
bagi hamba-Nya. Permusuhan itu tidak berhenti sampai ajal datang kepada hamba tersebut. Setan pun terus
berusaha menyesatkan sehingga seorang hamba akan mati dalam keadaan kafir.
Allah l berfirman:
“Iblis menjawab: Karena Engkau telah menghukumku tersesat, aku benar-benar akan (menghalang-halangi)
mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang
mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur
(taat)’.” (Al-A’raf: 16-17)
“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya setan-
setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.”
(Fathir: 6)
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan
(dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-
indah untuk menipu (manusia). Jikalau Rabbmu menghendaki niscaya mereka tidak mengerjakannya. Maka
tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (Al-An’am: 112)
Hal inilah yang menjadikan kita sadar dan hati-hati dalam mencari lingkungan serta teman bagi kita dan
keluarga kita. Lebih-lebih tatkala dalam keadaan sakit atau menghadapi kematian. Karena setan dari
golongan jin dan manusia terus bekerja sama dan saling membantu untuk menyesatkan hamba sehingga dia
menjadi penghuni neraka jahannam.
Namun sebaliknya, teman dan lingkungan yang baik akan mengajak serta mendorongnya untuk berbuat
kebaikan dan istiqamah di atasnya. Oleh karena itu, perhatikanlah kisah berikut.
Dari Ibnul Musayyab t, dari bapaknya z, bahwa ketika Abu Thalib menghadapi kematian, Nabi n masuk
menemuinya. Ketika itu Abu Jahal ada di sampingnya. Beliau n berkata: “Wahai paman, ucapkan Laa ilaha
illallah, sebuah kalimat yang aku akan jadikan sebagai hujjah untuk membelamu di hadapan Allah.” Maka
Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah berkata: “Wahai Abu Thalib, apakah kamu membenci agama
Abdul Muththalib?” Terus-menerus Rasulullah n membujuknya untuk mengucapkannya. Namun mereka
berdua (Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah) juga mengulang-ulang ucapan mereka. Hingga
Musayyab berkata: “Abu Thalib mati di atas agama Abdul Muththalib.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
ﺇِن ﻏُ َﻼ ًﻣﺎ ﻣِﻦَ اﻟﻴَ ُهﻮ ِد ﻛَﺎنَ ﻳَﺨدُ ُﻡ اﻟﻨ ِﺒﻲn ﻲ ُّ ِض ﻓَأَتَﺎهُ اﻟﻨﺒ َ ﻓَ َﻤ ِﺮn ظ َﺮ اﻟغُ َﻼ ُﻡ ﺇِﻟَى ﺃَﺑِﻴ ِﻪ َﻭﻫ َُﻮ ﻋِﻨدَ َﺭﺃﺳِ ِﻪ ﻓَﻘَﺎ َﻝ َ َاْلﺳ َﻼ ِﻡ ﻓَﻨِ ﻋﺎهُ ﺇِﻟَى
َ َﺕ ﻓَد
ِ ﻳَﻌُﻮدُهُ َﻭﻫ َُﻮ ﺑِﺎﻟ َﻤﻮ
ﻪﻠﻟا
ِ ُ
ﻝ ُﻮ ﺳ ﺭ ج
َ َ َ َﺮﺨ َ ﻓ ، َﺎﺕ ﻣ
َ َمُ ث مَ ﻠﺳَ أ َ ﻓ. ﺎﺳِم
ِ َ ﻘ اﻟ ﺎ ﺑ
َ َ ﺃ ع ِطَ ﺃ: ه
ُ ُﻮ ﺑَ ﺃ ﻪ
ُ َ ﻟ n ﺎﺭ
ِ اﻟﻨ ﻣِﻦ ﻲ ﺑ
ِ ُ ه َ ذَ ﻘ ﻧَ ﺃ ِي
ذ اﻟ ِل ُ
ِ ِ َدﻤ حاﻟ: ُ
ﻝ ﻮُ ﻘ ﻳ ُﻮ
َ َ َ ﻫ ﻭ ه
ِ د
ِ ِﻨ
ﻋ ﻣِﻦ
Seorang anak Yahudi yang membantu Nabi n sedang sakit. Maka Nabi n datang menjenguknya. Beliau
duduk di samping kepalanya. Beliau menawarkan kepadanya untuk masuk Islam. Beliau berkata: “Masuk
Islamlah.” Anak itu lalu memandang kepada bapaknya yang berada di sampingnya. Bapaknya lalu berkata:
“Taatilah Abul Qasim (Rasulullah).” Maka dia pun masuk Islam lalu meninggal dunia. Nabi n lalu keluar
sambil berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari api neraka dengan
perantaraanku.” (Muttafaqun ‘alaih)
“Hanyalah amalan-amalan itu tergantung dengan akhirnya.” (HR. Al-Bukhari dari Sahl bin Sa’d As-Sa’idi
z)
Tidak Ada yang Selamat Kecuali Orang yang Diselamatkan Allah
Karena dahsyatnya berbagai ujian dan cobaan yang dihadapi masing-masing hamba, maka tidak mungkin
bisa selamat dan berhasil melaluinya kecuali orang yang diselamatkan oleh Allah l dengan rahmat dan
keutamaan dari-Nya. Allah l berfirman:
“Bersabarlah (wahai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah.” (An-
Nahl: 127)
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di
dunia dan di akhirat.” (Ibrahim: 27)
َ ِﺇ َل ﺃَن ﻳَﺘَغَﻤدَﻧ، َﻭ َل ﺃَﻧَﺎ، َل: َﻭ َل ﺃَﻧﺖَ ﻳَﺎ َﺭﺳُﻮ َﻝ ﻪﻠﻟاِ؟ ﻗَﺎ َﻝ: ﻗَﺎﻟُﻮا. َﻋ َﻤﻠُﻪُ اﻟ َﺠﻨﺔ
ِﻲ ﻪﻠﻟاُ ِﺑﻔَض ِﻠ ِﻪ َﻭ َﺭح َﻤﺘِ ِﻪ َ ﻟَﻦ ﻳُدخِ َل ﺃَ َحدًا
“Amalan seseorang tidak akan memasukkan dirinya ke dalam jannah.” Mereka bertanya: “Tidak pula
engkau, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Tidak pula aku. Hanya saja Allah l telah meliputiku dengan
rahmat dan keutamaan dari-Nya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
“Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri
petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya
Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (Ali ‘Imran: 8)
ِﻋﻠَى دِﻳﻨِﻚ
َ ثَﺒِِّﺖ ﻗَﻠﺒِﻲ،ب َ َِّﻭﻳَﺎ ُﻣﻘَ ِﻠ
ِ ب اﻟﻘُﻠُﻮ
“Wahai Dzat Yang membolak-balikkan qalbu, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR. At-Tirmidzi,
lihat Shahih Al-Jami’, Asy-Syaikh Al-Albani t mengatakan: “Shahih.”)
Sumber : http://asysyariah.com/proses-keluarnya-jasad-dari-ruh/
َ ﻟَﻴ
س اﻟ َﺨ َﺒ ُﺮ ﻛَﺎﻟ ُﻤ َﻌﺎ َﻳﻨَ ِﺔ
“Tidaklah berita itu seperti melihat langsung.” (HR. At-Tirmidzi dari Abdullah bin Umarradhiyallahu ‘anhu.
Lihat Ash-Shahihah no. 135)
Tatkala ajal seorang hamba telah sampai pada waktu yang telah Allah subhanahu wata’ala tentukan, dengan
sebab yang Allah subhanahu wata’ala takdirkan, pasti dia akan merasakan dahsyat, ngeri, dan sakit yang luar
biasa karena sakaratul maut, kecuali para hamba-Nya yang Allah subhanahu wata’ala istimewakan. Mereka
tidak akan merasakan sakaratul maut kecuali sangat ringan. Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala
(yang artinya):
“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.” (Qaf: 19)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ِ ﺇِن ﻟِﻠ َﻤﻮ،ُلَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِلَ ﻪﻠﻟا
ﺕ َﺳﻜ ََﺮاﺕ
“Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah. Sesungguhnya kematian ada masa
sekaratnya.” (HR. Al-Bukhari)
Allah subhanahu wata’ala dengan rahmah-Nya telah memberitahukan sebagian gambaran sakaratul maut
yang akan dirasakan setiap orang, sebagaimana diadakan firman-Nya (yang artinya):
“Maka mengapa ketika nyawa sampai di tenggorokan, padahal kamu ketika itu melihat, sedangkan Kami
lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat, maka mengapa jika kamu tidak dikuasai
(oleh Allah )? Kamu tidak mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-orang
yang benar?” (Al-Waqi’ah: 83-87)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya), ‘Maka ketika
nyawa sampai di tenggorokan.’ Hal itu terjadi tatkala sudah dekat waktu dicabutnya.
‘Padahal kamu ketika itu melihat’, dan menyaksikan apa yang ia rasakan karena sakaratul maut itu.
‘Sedangkan Kami (para malaikat) lebih dekat terhadapnya (orang yang akan meninggal tersebut) daripada
kamu, tetapi kamu tidak melihat mereka (para malaikat).’ Maka Allah subhanahu wata’ala menyatakan: Bila
kalian tidak menginginkannya, mengapa kalian tidak mengembalikan ruh itu tatkala sudah sampai di
tenggorokan dan menempatkannya (kembali) di dalam jasadnya?” (Lihat Tafsir Al-Qur’anil ‘Azhim, 4/99-
100)
Allah subhanahu wata’ala berfirman (yang artinya):
“Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai ke tenggorokan, dan dikatakan
(kepadanya): ‘Siapakah yang dapat menyembuhkan?’, dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu
perpisahan (dengan dunia), dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan), kepada Rabbmu lah pada hari itu
kamu dihalau.” (Al-Qiyamah: 26-30)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Ini adalah berita dari Allah subhanahu wata’ala tentang
keadaan orang yang sekarat dan tentang apa yang dia rasakan berupa kengerian serta rasa sakit yang dahsyat
(mudah-mudahan Allah subhanahu wata’ala meneguhkan kita dengan ucapan yang teguh, yaitu kalimat
tauhid di dunia dan akhirat). Allah subhanahu wata’ala mengabarkan bahwasanya ruh akan dicabut dari
jasadnya, hingga tatkala sampai di tenggorokan, ia meminta tabib yang bisa mengobatinya. Siapa yang bisa
meruqyah? (Lihat Tafsir Al-Qur’anil ‘Azhim)
Kemudian, keadaan yang dahsyat dan ngeri tersebut disusul oleh keadaan yang lebih dahsyat dan lebih ngeri
berikutnya (kecuali bagi orang yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala). Kedua betisnya bertautan, lalu
meninggal dunia. Kemudian dibungkus dengan kain kafan (setelah dimandikan). Mulailah manusia
mempersiapkan penguburan jasadnya, sedangkan para malaikat mempersiapkan ruhnya untuk dibawa ke
langit.
Setiap orang yang beriman akan merasakan kengerian dan sakitnya sakaratul maut sesuai dengan kadar
keimanan mereka. Sehingga para Nabi‘alaihimussalam adalah golongan yang paling dahsyat dan pedih
tatkala menghadapi sakaratul maut, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
َ ﻳُﺒﺘَﻠَى اﻟﺮ ُﺟ ُل،ُﺎس َﺑﻼَ ًء اْلَﻧ ِﺒ َﻴﺎ ُء ثُم اْلَﻣﺜَ ُل ﻓَﺎْلَﻣﺜَل
ِ ﻋﻠَى َح َﺴ
ب دِﻳﻨِ ِﻪ ِ ِﺇن ﺃَﺷَد اﻟﻨ
“Sesungguhnya manusia yang berat cobaannya adalah para nabi, kemudian orang-orang yang semisalnya,
kemudian yang semisalnya. Seseorang diuji sesuai kadar agamanya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2398 (2/64), dan
Ibnu Majah no. 4023, dan yang selainnya. Lihat Ash-Shahihah no. 143)
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
ﻋﻠَﻴ ِﻪ َﻭ َﺳﻠ َم
َ ُصﻠى ﻪﻠﻟا
َ ﻲِِّ ِﺕ ِْل َ َحد ﺃَﺑَدًا ﺑَﻌدَ اﻟﻨﺒ
ِ ﻓَﻼَ ﺃَﻛ َﺮهُ ﺷِدﺓَ اﻟ َﻤﻮ
“Aku tidak takut (menyaksikan) dahsyatnya sakaratul maut pada seseorang setelah Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam .” (HR. Al-Bukhari no. 4446)
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Para ulama mengatakan bahwa bila sakaratul maut ini
menimpa para nabi, para rasul ‘alaihimussalam, juga para wali dan orang-orang yang bertakwa, mengapa
kita lupa? Mengapa kita tidak bersegera mempersiapkan diri untuk menghadapinya? Allah subhanahu
wata’ala berfirman (yang artinya):
“Katakanlah: ‘Berita itu adalah berita yang besar, yang kamu berpaling darinya’.” (Shad: 67-68)
Apa yang terjadi pada para nabi ‘alaihimussalam berupa pedih dan rasa sakit menghadapi kematian, serta
sakaratul maut, memiliki dua faedah:
1. Agar manusia mengetahui kadar sakitnya maut, meskipun hal itu adalah perkara yang tidak nampak.
Terkadang, seseorang melihat ada orang yang meninggal tanpa adanya gerakan dan jeritan. Bahkan ia
melihat sangat mudah ruhnya keluar. Alhasil, ia pun menyangka bahwa sakaratul maut itu urusan yang
mudah. Padahal ia tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya dirasakan oleh orang yang mati. Maka,
tatkala diceritakan tentang para nabi yang menghadapi sakit karena sakaratul maut -padahal mereka adalah
orang-orang mulia di sisi Allah subhanahu wata’ala, dan Allah subhanahu wata’ala pula yang meringankan
sakitnya sakaratul maut pada sebagian hamba-Nya- hal itu akan menunjukkan bahwa dahsyatnya sakaratul
maut yang dirasakan dan dialami oleh mayit itu benar-benar terjadi -selain pada orang syahid yang terbunuh
di medan jihad-, karena adanya berita dari para nabi ‘alaihimussalam tentang perkara tersebut. (At-
Tadzkirah, hal. 25-26)
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah mengisyaratkan kepada hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
ص ِﺔ ِّ ِ ش اﻟﻘَﺘ ِل ﺇِل َﻛ َﻤﺎ ﻳَ ِﺠدُ ﺃَ َحدُﻛُم ﻣِ ﻦ َﻣ
َ ش اﻟﻘُﺮ ِّ ِ َﻣﺎ ﻳَ ِﺠدُ اﻟش ِهﻴدُ ﻣِﻦ َﻣ
“Orang yang mati syahid tidaklah mendapati sakitnya kematian kecuali seperti seseorang yang merasakan
sakitnya cubitan atau sengatan.” (HR. At-Tirmidzi no. 1668)
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah melanjutkan:
2. Kadang-kadang terlintas di dalam benak sebagian orang, para nabi adalah orang-orang yang dicintai Allah
subhanahu wata’ala. Bagaimana bisa mereka merasakan sakit dan pedihnya perkara ini? Padahal Allah
subhanahu wata’ala Maha Kuasa untuk meringankan hal ini dari mereka, sebagaimana firman Allah
subhanahu wata’ala:
َ ﺃَﻣﺎ ِﺇﻧﺎ ﻗَد ﻫَﻮﻧﺎ
َﻋﻠَﻴﻚ
“Adapun Kami sungguh telah meringankannya atasmu.”
Maka jawabannya adalah:
ﺎس َﺑﻼَ ًء ﻓِﻲ اﻟدُّﻧ َﻴﺎ اْلَﻧ ِﺒ َﻴﺎ ُء ثُم اْلَﻣﺜَ ُل ﻓَﺎْلَﻣﺜَ ُل
ِ ِﺇن ﺃَﺷَد اﻟﻨ
“Sesungguhnya orang yang paling dahsyat ujiannya di dunia adalah para nabi, kemudian yang seperti
mereka, kemudian yang seperti mereka.” (Lihat Ash-Shahihah no. 143)
Maka Allah subhanahu wata’ala ingin menguji mereka untuk menyempurnakan keutamaan-keutamaan serta
untuk meninggikan derajat mereka di sisi Allahsubhanahu wata’ala. Hal itu bukanlah kekurangan bagi
mereka dan bukan pula azab. (At-Tadzkirah, hal. 25-26)
ALAM BARZAKH
Masih melanjutkan pembahasan Syarhus Sunnah karya Imam Al-Muzani rahimahullah. Kali ini tentang
pembahasan Alam Kubur.
Ditanya di kubur
Allah Ta’ala berfirman,
َّ َّللا ال
ُ َّ ظالِمِ ينَ َويَ ْفعَ ُل
َّللا َما يَشَا ُء ِ ت فِي ْال َحيَاةِ الدُّ ْنيَا َوفِي اآلخِ َرةِ َوي
ُ َّ ُض ُّل ِ َِّللا الَّذِينَ آ َمنُوا بِ ْالقَ ْو ِل الثَّاب
ُ َّ ُيُثَبِِّت
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di
dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia
kehendaki.” (QS. Ibrahim: 27)
Tafsiran ayat “Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh …” dijelaskan
dalam hadits berikut.
Referensi:
Iidhah Syarh As-Sunnah li Al-Muzani.Cetakan Tahun 1439 H. Syaikh Dr. Muhammad bin ‘Umar Salim
Bazmul. Penerbit Darul Mirats An-Nabawiy.
Syarh As-Sunnah. Cetakan kedua, Tahun 1432 H. Imam Al-Muzani. Ta’liq: Dr. Jamal ‘Azzun. Penerbit
Maktabah Dar Al-Minhaj.
Tamam Al–Minnah ‘ala Syarh As-Sunnah li Al-Imam Al-Muzani.Khalid bin Mahmud bin ‘Abdul ‘Aziz Al-
Juhani. alukah.net.
Sumber https://rumaysho.com/21707-syarhus-sunnah-kubur-jadi-sempit-dan-pertanyaan-di-alam-kubur.html
Setiap amalan sangat tergantung pada niat. Dari ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َﻭﺇِﻧ َﻤﺎ ِﻟﻜُ ِِّل اﻣ ِﺮئ َﻣﺎ ﻧ ََﻮى،ِﺇﻧ َﻤﺎ اْلَﻋ َﻤﺎ ُﻝ ﺑِﺎﻟﻨِِّﻴﺎﺕ
“Sesungguhnya amal itu tergantung dari niatnya. Dan setiap orang akan memperoleh apa yang dia niatkan.”
(HR. Bukhari, no. 1; Muslim, no. 1907)
Dan niat itu sangat tergantung dengan keikhlasan pada Allah. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan
yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Dalam ayat lainnya, Allah memperingatkan dari bahaya riya’ –yang merupakan lawan dari ikhlas- dalam
firman-Nya,
“Jika kamu mempersekutukan (Rabbmu), niscaya akan hapuslah amalmu.” (QS. Az-Zumar: 65)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ُﻋ َﻤﻼً ﺃَﺷ َﺮكَ ﻓِﻴ ِﻪ َﻣﻌِى ﻏَﻴ ِﺮى ت ََﺮﻛﺘُﻪُ َﻭﺷِﺮ َﻛﻪ َ ِﺎﺭكَ َﻭتَ َﻌﺎﻟَى ﺃَﻧَﺎ ﺃَﻏﻨَى اﻟ ُّش َﺮ َﻛﺎء
َ ﻋ ِﻦ اﻟ ِّشِﺮكِ َﻣﻦ ﻋَﻤِ َل َ َﻗَﺎ َﻝ َللاُ تَﺒ
“Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman: Aku sama sekali tidak butuh pada sekutu dalam perbuatan syirik.
Barangsiapa yang menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya (maksudnya:
tidak menerima amalannya, pen) dan perbuatan syiriknya.” (HR. Muslim, no. 2985)
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Amalan seseorang yang berbuat riya’ (tidak ikhlas) adalah
amalan batil yang tidak berpahala apa-apa, bahkan ia akan mendapatkan dosa.” (Syarh Shahih Muslim, 18:
96)
Adapun buah dari keikhlasan akan membuat amalan itu langgeng, alias istiqamah. Ibnu Taimiyah
rahimahullah berkata,
“Segala sesuatu yang tidak didasari ikhlas karena Allah, pasti tidak bermanfaat dan tidak akan kekal.” (Dar’
At-Ta’arudh Al-‘Aql wa An-Naql, 2: 188).
“Segala sesuatu yang didasari ikhlas karena Allah, pasti akan langgeng.”
Ada juga perkataan dari Imam Malik di mana para ulama menyebutkan bahwa Imam Ibnu Abi Dzi’bi yang
semasa dan senegeri dengan Imam Malik pernah menulis kitab yang lebih besar dari Muwatho’. Karena
demikian, Imam Malik pernah ditanya, “Apa faedahnya engkau menulis kitab yang sama seperti itu?”
Jawaban beliau, “Sesuatu yang ikhlas karena Allah, pasti akan lebih langgeng.” (Ar Risalah Al
Mustathrofah, hal. 9. Dinukil dari Muwatho’ Imam Malik, 3: 521).
ُض ُّل َللاُ اﻟظﺎ ِﻟﻤِ ﻴﻦَ َﻭ َﻳﻔ َﻌ ُل َللاُ َﻣﺎ َﻳشَﺎ ُء ِ ﻳُﺜَ ِﺒِّﺖُ َللاُ اﻟذِﻳﻦَ آ َﻣﻨُﻮا ِﺑﺎﻟﻘَﻮ ِﻝ اﻟﺜﺎ ِﺑ
ِ ﺖ ﻓِﻲ اﻟ َح َﻴﺎﺓِ اﻟدُّﻧ َﻴﺎ َﻭﻓِﻲ اْلخِ َﺮﺓِ َﻭﻳ
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di
dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia
kehendaki.” (QS. Ibrahim: 27)
Tafsiran ayat “Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh …” dijelaskan
dalam hadits berikut.
ِ ﺳئِ َل ﻓِى اﻟﻘَﺒ ِﺮ َﻳش َهدُ ﺃَن لَ ِﺇﻟَﻪَ ِﺇل َللاُ َﻭﺃَن ُﻣ َحﻤدًا َﺭﺳُﻮ ُﻝ
َللا ِ ﺎزب ﺃَن َﺭﺳُﻮ َﻝ
ُ َللا – صﻠى ﻪﻠﻟا ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠم – ﻗَﺎ َﻝ «اﻟ ُﻤﺴ ِﻠ ُم ِﺇﺫَا ِ ﻋَ ﻋ ِﻦ اﻟ َﺒ َﺮاءِ ﺑ ِﻦ
َ ،
ِ ِﻓَذَﻟِﻚَ ﻗَﻮﻟُﻪُ (ﻳُﺜَﺒِِّﺖُ َللاُ اﻟذِﻳﻦَ آ َﻣﻨُﻮا ﺑِﺎﻟﻘَﻮ ِﻝ اﻟﺜﺎﺑ
) ِﺖ ﻓِى اﻟ َحﻴَﺎﺓِ اﻟدُّﻧﻴَﺎ َﻭﻓِى اْلخِ َﺮﺓ
Dari Al-Bara’ bin ‘Azib, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika seorang muslim ditanya di
dalam kubur, ia akan berikrar bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah, maka inilah tafsir ayat: ‘Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang
beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.’ ” (HR. Bukhari, no. 4699)
Menurut salah satu penafsiran dalam ayat di atas, Allah akan meneguhkan orang beriman di dunia selama ia
hidup dan di akhirat ketika ditanya di dalam kubur. Lihat Zaad Al-Masiir (4: 361) karya Ibnul Jauzi.
Bukti di alam kubur, ahli ikhlas dan orang yang kuat imannya akan mudah menjawab pertanyaan kubur
adalah riwayat berikut.
Al-Mas’udi berkata, dari ‘Abdullah bin Mukhariq, dari bapaknya, dari ‘Abdullah, ia berkata,
“Sesungguhnya seorang mukmin jika meninggal dunia, ia akan didudukkan di kuburnya. Ia akan ditanya,
‘Siapa Rabbmu?’, ‘Apa agamamu?’, ‘Siapa nabimu?’. Allah akan menguatkan orang beriman itu untuk
menjawab. Ia akan menjawab, ‘Rabbku Allah, agamaku Islam, nabiku Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam.’ Lantas ‘Abdullah membacakan firman Allah surat Ibrahim ayat 27.” (Diriwayatkan oleh Ath-
Thabari dan ‘Abdullah bin Imam Ahmad dalam As-Sunnah, no. 1429; Al-Baihaqi dalam ‘Adzab Al-Qabr,
no. 9. Semuanya dari jalur Al-Mas’udi dengan sanad yang hasan. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 4: 612)
Semoga Allah menganugerahkan pada kita keikhlasan dan mudah menjawab pertanyaan kubur.
Alam kubur adalah awal kehidupan hakiki dari seorang manusia. Mempelajari apa-apa yang terjadi
di alam kubur banyak memberikan faedah. Seseorang yang mengetahui bahwa di alam kubur ada
nikmat kubur tentu akan berusaha sebisa mungkin selama ia masih hidup agar menjadi orang yang
layak mendapatkan nikmat kubur kelak. Seseorang yang mengetahui bahwa di alam kubur ada
adzab kubur juga akan berusaha sebisa mungkin agar ia terhindar darinya kelak. Nikmat dan adzab
kubur adalah perkara gaib yang tidak terindera oleh manusia. Manusia yang merasakannya pun
tentu tidak dapat mengabarkan kepada yang masih hidup akan kebenarannya. Maka satu-satunya
sumber keyakinan kita akan adanya adzab dan nikmat kubur adalah dalil Qur’an dan Sunnah. Dan
banyak sekali dalil dari Qur’an dan As Sunnah serta ijma’ para sahabat dan tabi’in yang menetapkan
adanya alam kubur. Namun sebagian orang dari kalangan ahlul bid’ah mengingkarinya karena
penyimpangan mereka dalam memahami dalil-dalil syar’i.
Dalam artikel ini akan kami paparkan beberapa dalil yang menetapkan adanya adzab dan nikmat
kubur serta pembahasan mengenai beberapa kerancuan yang beredar seputar masalah ini.
Dalil 1
“dan Firaun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk. Kepada mereka dinampakkan
neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat):
“Masukkanlah Firaun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras”.” (QS. Ghafir/ Al Mu’min:
45-46)
Al Hafidz Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini, “Arwah Fir’aun dan pengikutnya dihadapkan ke neraka
setiap pagi dan petang terus-menerus hingga datang hari kiamat. Ketika kiamat datang barulah
arwah dan jasad mereka sama-sama merasakan api neraka”. Beliau juga berkata, “Ayat-ayat ini
adalah landasan kuat bagi Ahlussunnah tentang adanya adzab kubur” (Tafsir Al Qur’an Azhim,
7/146). Hal ini juga senada dengan penjelasan jumhur ahli tafsir seperti Mujahid (dinukil dari An
Nukat Wal’Uyun, 4/39), Al Alusi (Ruuhul Ma’ani, 18/103), Asy Syaukani (Fathul Qadir, 6/328), Al
Baidhawi (Anwar At Tanziil, 5/130), Muhammad Amin Asy Syinqithi (Adhwa’ Al Bayan, 7/82),
Abdurrahman As Sa’di (Taisiir Kariim Ar Rahman, 738).
Memang benar bahwa ada penafsiran lain terhadap ayat ini. Qatadah menafsirkan bahwa maksud
ayat (yang artinya) ‘Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang‘
adalah taubiikh atau penghinaan terhadap Fir’aun dan pengikutnya dalam keadaan mereka masih
hidup. Penafsiran ini walaupun tidak menetapkan adanya adzab kubur namun tidak menafikannya.
Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu menafsirkan bahwa arwah mereka ada di sayap burung hitam yang
bertengger di atas neraka yang datang di kala sore dan pagi hari (dinukil dari An Nukat Wal’Uyun,
4/39). Penafsiran Ibnu Abbas ini pus menetapkan adanya alam kubur.
Ahli tafsir yang terpengaruh permikiran mu’tazilah pun membantah bahwa ayat ini membicarakan
adzab kubur semisal Az Zamakhsyari (Al Kasyaf, 6/118) dan Fakhruddin ArRazi (Mafatihul Ghaib,
13/342), dengan sebatas bantahan logika semata. Maka, –insya Allah– penafsiran yang tepat adalah
yang kami sebutkan di awal karena bersesuaian dengan dalil lain dari Al Qur’an dan Hadits yang
akan kami sebutkan nanti. Karena antara dalil itu saling menafsirkan dan tidak mungkin saling
bertentangan.
Dalil 2
“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam
tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil
berkata): “Keluarkanlah nyawamu”. Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat
menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan
(karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.” (QS. Al An’am: 93)
ِ ﻋذَا
Al Imam Al Bukhari rahimahullah, dalam Shahih-nya membuat judul bab ب اﻟﻘَﺒ ِﺮ َ ﺑﺎب َﻣﺎ َﺟﺎ َء ﻓِى
(Bab dalil-dalil tentang adzab kubur) lalu beliau menyebutkan ayat di atas.
Seorang pakar tafsir di zaman ini, Syaikh Abdurrahman As Sa’di –rahimahullah– menjelaskan,
“Ayat ini adalah dalil adanya adzab dan nikmat kubur. Karena dari konteks kalimat, adzab yang
ditujukan kepada orang-orang kafir tersebut dirasakan ketika sakaratul maut, ketika dicabut nyawa
dan setelahnya” (Taisiir Kariim Ar Rahman, 264)
Dalil 3
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa
mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS. Al
Baqarah: 154)
Al Hafidz Ibnu Katsir memaparkan, “Allah Ta’ala mengabarkan bahwa para syuhada itu hidup di
alam barzakh dalam keadaan senantiasa diberi rizki oleh Allah, sebagaimana dalam hadits yang
terdapat pada Shahih Muslim….(lalu beliau menyebutkan haditsnya)” (Tafsir Al Qur’an Azhim,
1/446). Mengenai keadaan para syuhada yang setelah wafat mendapat kenikmatan di sisi Allah di
alam barzakh adalah pendapat jumhur mufassirin, di antaranya Mujahid, Qatadah, Abu Ja’far,
‘Ikrimah (Lihat Tafsir Ath Thabari, 3/214), Jalalain (160), Al Baghawi (Ma’alim At Tanzil, 168), Al
Alusi (Ruuhul Ma’ani, 2/64), dll. Mereka hanya berbeda pendapat tentang bagaimana bentuk rizki
atau kesenangan tersebut.
Ayat ini sejalan dengan ayat 45-46 pada surat Ghafir (surat Al Mu’min) yang disebutkan di atas.
Sebagaimana penjelasan dari Al Hasan Al Bashri, “Para syuhada itu hidup di sisi Allah, mereka
dihadapkan kepada surga sehingga mereka pun merasakan kesenangan dan kebahagiaan.
Sebagaimana arwah Fir’aun dan kaumnya yang dihadapkan ke neraka setiap pagi dan sore hari
sehingga mereka merasakan kesengsaraan” (dinukil dari Ma’alim At Tanzil, 168). Artinya, para
syuhada merasakan kebahagiaan dan kesenangan di alam barzakh sebagaimana Fir’aun merasakan
kesengsaraan juga di alam barzakh.
Dan masih banyak lagi dalil dari Al Qur’an Al Kariim yang menetapkan adzab kubur sekiranya kita
mau merujuk pada penjelasan para ulama.
Dalil 4
“Seandainya kalian tidak akan saling menguburkan, tentulah aku akan berdoa kepada Allah agar
memperdengarkan kepada kalian siksa kubur yang aku dengar.” (HR. Muslim 7393, Ahmad 12026,
dari sahabat Anas bin Malik radhilallahu’anhu)”
Dalam Silsilah Ahadits Shahihah pada hadits nomor 158-159, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al
Albani –rahimahullah– menjelaskan bahwa hadits ini memiliki beberapa syawahid, yaitu dari jalan
Zaid bin Tsabit (HR. Muslim 7392) dan dari jalan Jabir bin Abdillah (HR. Ahmad 14185, Al Albani
berkata: “Shahih muttashilsesuai persyaratan Imam Muslim”).
“Dari beberapa hadits di atas terdapat banyak faidah, yang paling penting diantaranya:
Pertama, menetapkan adanya adzab kubur, dan hadits-hadits tentang hal ini mutawatir. Maka tidak
ada lagi kerancuan bila ada yang meng-klaim bahwa hadits-hadits tentang hal ini adalah hadits
Ahad.
Pun andaikata memang benar hadits-haditsnya adalah Ahad, tetap wajib mengimaninya karena Al
Qur’an telah menunjukkan kebenarannya. (Kemudian Syaikh membawakan surat Ghafir ayat 45-
46).
Pun andaikata memang benar bahwa permasalahan adzab kubur tidak ada dalam Al Qur’an, hadits-
hadits shahih yang ada sudah cukup untuk menetapakan akidah tentang adzab kubur ini. Klaim
bahwa perkara aqidah tidak bisa ditetapkan dengan hadits Ahad yang shahih adalah klaim yang batil
yang diselipkan ke dalam ajaran Islam. Tidak ada imam yang mengatakan pendapat demikian, tidak
tidak katakan oleh imam madzhab yang empat atau semisal mereka. Pendapat ini hanya
dikemukakan oleh ulama ahli kalam yang sama sekali tidak didasari oleh dalil” (Silsilah Ahadits
Shahihah, 1/244)
Beliau juga mengatakan, “Adanya pertanyaan dua Malaikat di alam kubur adalah benar adanya.
Wajib untuk mengimaninya. Hadits tentang hal ini pun mutawatir.” (Silsilah Ahadits
Shahihah, 1/244)
Dalil 5
َﻭ َﻟم، ﻓَﻜَذﺑﺘ ُ ُه َﻤﺎ، ُﻮﺭﻫِم ِ ان ﻣِ ﻦ ﻋُ ُﺠ ِز ﻳَ ُهﻮ ِد اﻟ َﻤدِﻳﻨَ ِﺔ ﻓَﻘَﺎﻟَﺘَﺎ ﻟِى ِﺇن ﺃَﻫ َل اﻟﻘُﺒ
ِ ُﻮﺭ ﻳُﻌَذﺑُﻮنَ ﻓِى ﻗُﺒ ِ َﻋ ُﺠﻮز َ ﻋﻠَى َ شﺔَ ﻗَﺎﻟَﺖ دَ َخﻠَﺖ َ ِﻋﺎئ
َ ﻋﻦ َ
َ
ﻓَﻘَﺎ َﻝ، ُﻋ ُﺠﻮزَ ﻳ ِﻦ َﻭﺫَﻛَﺮﺕُ ﻟﻪ َ ُ
َ ى – صﻠى ﻪﻠﻟا ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠم – ﻓَﻘﻠﺖُ ﻟﻪُ ﻳَﺎ َﺭﺳُﻮ َﻝ َللاِ ﺇِن َ
ُّ ِﻋﻠى اﻟﻨﺒ َ ﺃُﻧﻌِم ﺃن ﺃ
َ ﻓَﺨ ََﺮ َﺟﺘَﺎ َﻭدَ َخ َل، ص ِدِّﻗَ ُه َﻤﺎ ُ َ
ِ ﻋذَا
« ب اﻟﻘَﺒ ِﺮ َ صﻼَﺓ ﺇِل تَﻌَﻮﺫَ ﻣِ ﻦَ »ﻓَ َﻤﺎ َﺭﺃَﻳﺘُﻪُ ﺑَﻌدُ ﻓِى. ﻋذَاﺑًﺎ تَﺴ َﻤﻌُﻪُ اﻟﺒَ َهﺎئِ ُم ﻛُﻠُّ َهﺎ َ َ ﺇِﻧ ُهم ﻳُﻌَذﺑُﻮن، صدَﻗَﺘَﺎ َ
“Dari Aisyah Radhiallahu ‘anha, ia berkata: Suatu ketika ada dua orang tua dari kalangan Yahudi
di Madinah datang kepadaku. Mereka berdua berkata kepadaku bahwa orang yang sudah mati
diadzab di dalam kubur mereka. Aku pun mengingkarinya dan tidak mempercayainya. Kemudian
mereka berdua keluar. Lalu Nabi shallallahu’alaihi wa sallam datang menemuiku. Maka aku pun
menceritakan apa yang dikatakan dua orang Yahudi tadi kepada beliau. Beliau lalu bersabda:
‘Mereka berdua benar, orang yang sudah mati akan diadzab dan semua binatang ternak dapat
mendengar suara adzab tersebut’. Dan aku pun melihat beliau senantiasa berlindung dari adzab
kubur setiap selesai shalat” (HR. Bukhari 6005)
Hadits ini juga menunjukkan bahwa ‘Aisyah Radhiallahu’anha meyakini adanya adzab kubur
setelah diberitahu oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.
Dalil 6
ﻓَذَﻟِﻚَ ﻗَﻮﻟُﻪُ (ﻳُﺜَﺒِِّﺖُ َللاُ اﻟذِﻳﻦَ آ َﻣﻨُﻮا ﺑِﺎﻟﻘَﻮ ِﻝ، ِ َﻭﺃَن ُﻣ َحﻤدًا َﺭﺳُﻮ ُﻝ َللا، ُﺷ ِهدَ ﺃَن لَ ِﺇﻟَﻪَ ِﺇل َللا
َ ثُم، ِى ُ ُ
َ ِﺇﺫَا ﺃﻗ ِﻌدَ اﻟ ُﻤؤﻣِ ُﻦ ﻓِى ﻗَﺒ ِﺮ ِه ﺃت
ﺖ
ِ ِ) اﻟﺜﺎﺑ
“Jika seorang mu’min telah didudukkan di dalam kuburnya, ia kemudian didatangi (oleh dua
malaikat lalu bertanya kepadanya), maka dia akan menjawab dengan mengucapkan:’Laa ilaaha
illallah wa anna muhammadan rasuulullah’. Itulah yang dimaksud al qauluts tsabit dalam firman
Allah Ta’ala (yang artinya): ‘Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan al qauluts
tsabit’ (QS. Ibrahim: 27)” (HR. Bukhari 1369, Muslim 7398)
Ini adalah dalil Al Qur’an sekaligus As Sunnah. Karena merupakan bukti bahwa surat Ibrahim ayat
27 berbicara tentang adzab kubur dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri yang
menafsirkan demikian.
Dalil 7
ﺎن ﻓِى ِ َﺴﺎﻧَﻴ ِﻦ ﻳُﻌَذﺑ
َ صﻮﺕَ ﺇِﻧ َ َ ﻓ، َﺎن اﻟ َﻤدِﻳﻨَ ِﺔ ﺃَﻭ َﻣﻜﺔ
َ ﺴﻤِ َع ِ طَ ى – صﻠى ﻪﻠﻟا ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠم – ﺑِ َحﺎئِط ﻣِ ﻦ حِ ﻴ ُّ ِﻋﺒﺎس ﻗَﺎ َﻝ َﻣﺮ اﻟﻨﺒ َ ﻋ ِﻦ اﺑ ِﻦَ
َ َ ُ َ َ َ َ ُ
ﻛﺎنَ ﺃ َحدُﻫ َﻤﺎ ل ﻳَﺴﺘﺘ ُِﺮ، ثم ﻗﺎ َﻝ «ﺑَﻠى،» ﺎن ﻓِى ﻛﺒِﻴﺮ َ ِ َ َﻭ َﻣﺎ ﻳُﻌَذﺑ، ﺎن
ِ َى – صﻠى ﻪﻠﻟا ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠم – «ﻳُﻌَذﺑ َ َ ِ ﻗُﺒ
ُّ ِ ﻓﻘﺎ َﻝ اﻟﻨﺒ، ُﻮﺭ ِﻫ َﻤﺎ
َﻭ َﻛﺎنَ اْلخ َُﺮ َﻳﻤشِى ِﺑﺎﻟﻨﻤِ ﻴ َﻤ ِﺔ، » ﻣِ ﻦ َﺑﻮ ِﻟ ِﻪ
“Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar dari sebagian
pekuburan di Madinah atau Makkah. Lalu beliau mendengar suara dua orang manusia yang
sedang diadzab di kuburnya. Beliau bersabda, ‘Keduanya sedang diadzab. Tidaklah keduanya
diadzab karena dosa besar (menurut mereka bedua)’, lalu Nabi bersabda: ‘Padahal itu merupakan
dosa besar. Salah satu di antara keduanya diadzab karena tidak membersihkankan bekas
kencingnya, dan yang lain karena selalu melakukan namiimah (adu domba)” (HR. Bukhari 6055,
Muslim 703)
Dan masih banyak lagi dalil dari hadits-hadits yang shahih mengenai adzab kubur, artikel ini tentu
bisa berpuluh-puluh halaman jika kami bawakan semua.
Dalil 8
ﻭﻣﻦ ﻟم ﻳﻨج ﻣﻨﻪ، ﺇن اﻟﻘﺒﺮ ﺃﻭﻝ ﻣﻨﺎزﻝ اْلخﺮﺓ ﻓﻤﻦ ﻧﺠﺎ ﻣﻨﻪ ﻓﻤﺎ ﺑﻌده ﺃﻳﺴﺮ ﻣﻨﻪ: « ﺳﻤﻌﺖ ﺭﺳﻮﻝ ﻪﻠﻟا صﻠى ﻪﻠﻟا ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠم ﻳﻘﻮﻝ
ﻣﺎ ﺭﺃﻳﺖ ﻣﻨظﺮا ﻗط ﺇل ﻭاﻟﻘﺒﺮ ﺃﻓظع ﻣﻨﻪ: ﻓﻘﺎﻝ ﻋﺜﻤﺎن ﺭضﻲ ﻪﻠﻟا ﻋﻨﻪ: ﻓﻤﺎ ﺑﻌده ﺃﺷد ﻣﻨﻪ »ﻗﺎﻝ
“Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Alam kubur adalah awal
perjalanan akhirat, barang siapa yang berhasil di alam kubur, maka setelahnya lebih mudah.
Barang siapa yang tidak berhasil, maka setelahnya lebih berat’
Utsman Radhiallahu’anhu berkata, ‘Aku tidak pernah memandang sesuatu yang lebih mengerikan
dari kuburan’” (HR. Tirmidzi 2308, ia berkata: “Hasan Gharib”, dihasankan oleh Ibnu Hajar
dalam Futuhat Rabbaniyyah, 4/192)
Juga sebagaimana telah lewat, ‘Aisyah, Ibnu Abbas, Zaid bin Tsabit, Sa’id Al Khudriy, Jabir bin
Abdillah radhiallahum jamii’an, mereka semua mengimani adanya adzab kubur. Imam Abul Hasan
Ali bin Isma’il Al Asy’ari –rahimahullah– berkata:
ﻭﺃﻧﻜﺮﻭا ﺷﻔﺎﻋﺔ ﺭﺳﻮﻝ ﻪﻠﻟا صﻠى ﻪﻠﻟا ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠم ﻟﻠﻤذﻧﺒﻴﻦ ﻭدﻓﻌﻮا اﻟﺮﻭاﻳﺎﺕ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻋﻦ اﻟﺴﻠف اﻟﻤﺘﻘدﻣﻴﻦ ﻭﺟحدﻭا ﻋذاب اﻟﻘﺒﺮ
ﻭﺃن اﻟﻜﻔﺎﺭ ﻓﻲ ﻗﺒﻮﺭﻫم ﻳﻌذﺑﻮن ﻭﻗد ﺃﺟﻤع ﻋﻠى ﺫﻟﻚ اﻟصحﺎﺑﺔ ﻭاﻟﺘﺎﺑﻌﻮن ﺭضﻲ ﻪﻠﻟا ﻋﻨهم ﺃﺟﻤﻌﻴﻦ
“Para ahlul bid’ah (yaitu mu’tazilah dan qadariyah), mengingkari syafa’at Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam terhadap orang-orang yang memiliki dosa. Mereka menolak riwayat-riwayat dari
generasi salaf terdahulu. Mereka juga menolak kebenaran akan adanya adzab kubur dan bahwa
orang kafir diadzab di dalam kubur mereka. Padahal para sahabat dan
tabi’in radhiallahu’anhum ajma’iin telah bersepakat tentang hal ini.” (Al Ibanah, 4)
Sumber: https://muslim.or.id/5910-alam-kubur-itu-benar-adanya-1.html