Anda di halaman 1dari 16

TAKDIR ALLAH, SURGA ATAU NERAKA

WAALAIKUMSALLAM

https://youtu.be/6BSgLSD8gug

INILAH TAKDIR ALLAH YANG SUDAH DITULIS DI LAUH MAHFUD,

RASULULLAH SAW BERSABDA

َ ‫إِنَّ أَوَّ َل َشيْ ٍء َخلَ َق ُه هللاُ َت َع ٰالى ْال َقلَ ُم َوأَ َم َرهُ أَنْ َي ْك ُت‬.
ُ‫ب ُك ُّل َشيْ ٍء َي ُك ْون‬

“Sesungguhnya yang pertama kali Allah ciptakan adalah Al-Qalam. Dan Dia
memerintahkan untuk menulis tiap-tiap sesuatu yang ada.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam :

َ ‫ين أَ ْل‬
‫ف َس َن ٍة‬ َ ْ‫ت َواألَر‬
َ ِ‫ض ِب َخمْس‬ ِ ‫ِير ْال َخالَئ ِِق َق ْب َل أَنْ َي ْخلُقَ ال َّس َم َوا‬
َ ‫ب هَّللا ُ َم َقاد‬
َ ‫َك َت‬

Allah telah menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum …“
”penciptaan langit dan bumi

‫ َد ُك ْم‬d‫ إِنَّ أَ َح‬: ‫د ُْو ُق‬d ‫ص‬ ْ ‫ِق ْال َم‬ ُ ‫اد‬d ‫الص‬َّ ‫و‬dَ d‫هللا صلى هللا عليه وسلم َو ُه‬ ِ ‫ َح َّد َث َنا َرس ُْو ُل‬: ‫بن َمسْ ع ُْو ٍد َرضِ َي هللاُ َع ْن ُه َقا َل‬ ِ ‫هللا‬ ِ ‫َعنْ أَ ِبي َع ْب ِد الرَّ حْ َم ِن َع ْب ِد‬
ُ
،‫رُّ ْو َح‬dd‫ ِه ال‬d‫ك َف َينفخ فِ ْي‬ ُ ْ َ ْ َ ُ
ُ d‫ ِه ال َمل‬d‫ ُل إِل ْي‬d‫ ث َّم يُرْ َس‬،‫ك‬d َ dِ‫ ث َّم َيك ْونُ مُضْ غَة مِث َل ذل‬،‫ ث َّم َيك ْونُ َعل َقة مِث َل ذل َِك‬،‫يُجْ َم ُع َخ ْلقُ ُه فِي َب ْط ِن أُ ِّم ِه أَرْ َب ِعي َْن َي ْوما نط َفة‬
َ ْ ً ُ ُ َ ْ ً َ ُ ُ ً ْ ُ ً
ْ
ُ‫ون‬dْ ‫ا َي ُك‬d‫ ِل ال َج َّن ِة َح َّتى َم‬dْ‫ل أه‬d َ ِ ‫ ُل ِب َع َم‬d‫هللا الَّذِي الَ إِلَ َه َغ ْي ُرهُ إِنَّ أَ َح َد ُك ْم لَ َيعْ َم‬ِ ‫ َف َو‬.‫ب ِر ْزقِ ِه َوأَ َجلِ ِه َو َع َملِ ِه َو َشقِيٌّ أَ ْو َس ِع ْي ٌد‬ ِ ‫ ِب َك ْت‬:ٍ‫َوي ُْؤ َم ُر ِبأَرْ َب ِع َكلِ َمات‬
َ َ َ
َّ‫ا إِال‬dd‫ ُه َو َب ْي َن َه‬d‫ونُ َب ْي َن‬dْ d‫ا َي ُك‬dd‫ار َح َّتى َم‬ ِ ‫ ِل ال َّن‬dْ‫ل أه‬d ِ ‫َب ْي َن ُه َو َب ْي َن َها إِالَّ ذ َِرا ٌع َف َيسْ ِب ُق َعلَ ْي ِه ْال ِك َتابُ َف َيعْ َم ُل ِب َع َم ِل أهْ ِل ال َّن‬
ِ d‫ َوإِنَّ أ َحدَ ُك ْم لَ َيعْ َم ُل ِب َع َم‬،‫ار َف َي ْد ُخلُ َها‬
‫ذ َِرا ٌع َف َيسْ ِب ُق َعلَ ْي ِه ْال ِك َتابُ َف َيعْ َم ُل ِب َع َم ِل أَهْ ِل ْال َج َّن ِة َف َي ْد ُخلُ َها‬

Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah
shallallahu ’alaihi wa sallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar
dan dibenarkan,
“Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani
(nuthfah) selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah (‘alaqah) selama
empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging (mudhgah) selama empat puluh hari.
Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan diperintahkan
untuk ditetapkan empat perkara, yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau
kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain-Nya.
Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara
dirinya dan surga tinggal sehasta. Akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia
melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. Sesungguhnya di
antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka
tinggal sehasta. Akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli
surga maka masuklah dia ke dalam surga.” (HR. Bukhari, no. 6594 dan Muslim, no. 2643)

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:


https://rumaysho.com/16173-rezeki-sudah-ditetapkan-ketika-dalam-rahim-ibu.html

DARI DULU, SEJAK ZAMAN AZALI[1], SEBELUM PENCIPTAAN MANUSIA, ALLAH ,SUDAH
TAU, SI FULAN BAKAL MENJADI PENGHUNI SURGA. SI FULAN, BAKAL MENJADI
PENGHUNI NERAKA, DENGAN ILMUNYA ALLAH[2].
LALU ALLAH MENEGAKKAN PERINTAH DAN LARANGAN[3] UNTUK IQOMATUL HUJJAH,
UNTUK PENEGAKAN HUJJAH[4].
SESEORANG YANG SUDAH DITAKDIRKAN LALU DICIPTAKAN BAKAL MENJADI
PENGHUNI SURGA, ALLAH TAU DENGAN ILMUNYA, DIA AKAN MEMILIH[5] JALAN
KEBAIKAN[6], DIA AKAN BERAMAL SOLEH LALU DIMASUKKAN KE SURGA KARENA
KARUNIA ALLAH[7].
SESEORANG YANG SUDAH DITAKDIRKAN LALU DICIPTAKAN BAKAL MENJADI
PENGHUNI NERAKA, ALLAH TAU DENGAN ILMUNYA, DIA AKAN MEMILIH JALAN
KEBURUKAN, DIA AKAN MELAKUKAN KEMAKSIATAN LALU DIMASUKKAN KE NERAKA
KARENA KEADILAN ALLAH[8] BUKAN KARENA ALLAH ITU DZOLIM[9].

PERBUATAN HAMBA ADALAH BUKTI, ALASAN, APAKAH SESEORANG ITU LAYAK


DIMASUKKAN KE SURGA ATAU LAYAK DIMASUKKAN KE NERAKA.
JADI, SESEORANG ITU MASUK KE SURGA ATAU KE NERAKA KARENA PERBUATAN
SEORANG HAMBA BUKAN KARENA ILMUNYA ALLAH.

SI FULAN DICIPTAKAN ALLAH LALU DIMASUKKAN KE NERAKA, BAGAIMANA SIH ALLAH


INI…???
KALAU BEGITU ALLAH ITU DZOLIM..???
DIA DICIPTAKAN LALU DIMASUKKAN KE NERAKA KARENA PERBUATAN SEORANG
HAMBA BUKAN KARENA ALLAH ITU DZOLIM.
KENAPA DIA MEMILIH JALAN KEBURUKAN SYIRIK, BIDAH, KUFUR, MAKSIAT ????
KENAPA TIDAK MEMILIH JALAN KEBAIKAN, AMAL SHOLEH ????
ALLAH ITU ADIL, APAKAH ORANG YANG TAAT DAN ORANG YANG AHLI MAKSIAT SAMA
SAMA DIMASUKKAN KE SURGA ???

INI PERMISALAN SAJA,


Tatkala ada orang sedang bepergian dari semarang mau ke jogja,,,
Dia tidak tau arah,,,
Lalu dia bertanya ke pak polisi :
"Arah ke jogja kemana Pak ? "
Pak polisi menjawab :
"Arah ke Jogja dari magelang, muntilan, jogja."
Dia pasti pilih jalan magelang-muntilan-jogja agar bisa sampai ke jogja. Kalau dia pilih arah ke
timur, pasti dia akan sampai ke surabaya.

SAMA PERSIS DENGAN JALAN KEBAIKAN DAN JALAN KEBURUKAN. JALAN KEBAIKAN
DIIBARATKAN ARAH JALAN KE SELATAN MAGELANG, MUNTILAN, JOGJA DAN JALAN
KEBURUKAN DIIBARATKAN ARAH JALAN KE TIMUR PURWODADI, BLORA,
BOJONEGORO, LAMONGAN, SURABAYA. JOGJA DIIBARATKAN DENGAN SURGA DAN
SURABAYA DIIBARATKAN DENGAN NERAKA.

SEPERTI ITU, KITA DIBERI PILIHAN. MAU KE SURGA, BISA, MAU KE NERAKA, JUGA
BISA. SEKARANG SAJA, KITA BISA MILIH MAU TAAT, BISA, MAU MAKSIAT, JUGA BISA.
JALAN SUDAH JELAS[10], JANGAN MENGATAKAN :
"SAYA INGIN MASUK SURGA"
TAPI YANG DIA PIILIH ADALAH JALAN KEBURUKAN, LALU MENGATAKAN :
"INI SUDAH DITAKDIRKAN"
KENAPA TIDAK MEMILIH JALAN KEBAIKAN,
LALU MENGATAKAN :
"INI SUDAH DITAKDIRKAN ALLAH"???
INI SESUATU YANG MENGHERANKAN!!!

DAN HIDAYAH[11] ITU DI CARI[12] LALU ALLAH BERIKAN HIDAYAHNYA, SEMAKIN


DICARI, SEMAKIN ALLAH TAMBAH LAGI HIDAYAHNYA DIATAS HIDAYAH[13].
SEMENTARA ORANG YANG BERPALING DARI HIDAYAH, TIDAK MAU DENGAN HIDAYAH,
ENGGAN DENGAN HIDAYAH, ALLAH SESATKAN DIA. SEMAKIN JAUH DARI HIDAYAH
KUFUR, BID'AH, SYIRIK, MAKSIAT, SEMAKIN ALLAH TAMBAH LAGI KESESATANNYA
DIATAS KESESATAN.

Sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam,


“Tidak ada seorangpun dari kalian kecuali Allâh telah menetapkan tempatnya di surga atau
tempatnya di neraka.”
Para Sahabat Radhiyallahu anhum bertanya, “Wahai Rasûlullâh, (kalau demikian) apakah kita
tidak bersandar saja pada ketentuan takdir kita dan tidak perlu melakukan amal (kebaikan) ?
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Lakukanlah amal (kebaikan), karena setiap manusia akan dimudahkan (untuk melakukan) apa
yang telah ditetapkan baginya, manusia yang termasuk golongan orang-orang yang berbahagia
(masuk surga) maka dia akan dimudahkan untuk melakukan amal golongan orang-orang yang
berbahagia, dan manusia yang termasuk golongan orang-orang yang celaka (masuk neraka)
maka dia akan dimudahkan untuk melakukan amal golongan orang-orang yang celaka.”
Kemudian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca :

َ ‫﴾ َو َك َّذ‬٨﴿‫﴾ َوأَمَّا َمنْ َب ِخ َل َواسْ َت ْغ َن ٰى‬٧﴿ ‫﴾ َف َس ُن َي ِّس ُرهُ ل ِْليُسْ َر ٰى‬٦﴿ ‫صدَّقَ ِب ْالحُسْ َن ٰى‬
﴿ ‫ َر ٰى‬d‫ ُرهُ ل ِْلع ُْس‬d‫﴾ َف َس ُن َي ِّس‬٩﴿‫ب ِب ْالحُسْ َن ٰى‬ َ ‫﴾ َو‬٥﴿‫َفأَمَّا َمنْ أَعْ َط ٰى َوا َّت َق ٰى‬
١٠

Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allâh) dan bertakwa (kepada-Nya), dan
membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan memudahkan
baginya (jalan) yang mudah (kebaikan). Dan adapun orang-orang yang kikir dan merasa dirinya
cukup (berpaling dari petunjuk-Nya), serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami
akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar (keburukan) [al-Lail/92:5-10

BAGAIMANA SOLUSINYA ???

TAKDIR DILAWAN DENGAN TAKDIR.

SEPERTI PADA KISAH INI, kisah ini terjadi pada masa kekhalifahan Amiirul Mu’miniin, Abu
Hafsh Umar bin Al-Khaththab Al-Faruq. Ada seseorang yang mengadukan tentang seorang
pencuri yang berhak untuk dipotong tangannya. Maka, didatangkanlah pencuri itu di hadapan
khalifah Umar dan beliau memerintahkan untuk memotong tangan si pencuri itu (pada
pergelangan tangannya-hanif019).

Dengan cepat si pencuri itu menyerah dan mengatakan sebagai bentuk protes, “Tunggu wahai
Amiirul Mu’miniin. Bukankah aku ini mencuri karena takdir Allah!? Maka, janganlah kau potong
tanganku.”

Sang khalifah pun menjawab dengan ilmu yang ada pada beliau, “Kami ini memotong
tanganmu itu juga karena takdir Allah!”

DARI KISAH DIATAS SI PENCURI BERHUJJAH DENGAN TAKDIR DAN ENGGAN UNTUK
DIHUKUM DI DUNIA DENGAN MENGATAKAN :
“Tunggu wahai Amiirul Mu’miniin. Bukankah aku ini mencuri karena takdir Allah!? Maka,
janganlah kau potong tanganku.”

MAKA SAHABAT UMAR MELAWAN TAKDIR DENGAN CARA MENEGAKKAN HUKUMAN


BAGI PENCURI, DENGAN MENGATAKAN :
“Kami ini memotong tanganmu itu juga karena takdir Allah!”

PENCURI MEMILIH JALAN KEBURUKAN YAKNI MELAKUKAN PENCURIAN, SEMENTARA


SAHABAT UMAR MEMILIH JALAN KEBAIKAN DENGAN MENEGAKKAN HUKUM ALLAH,
DAN KEJADIAN ITU SUDAH DITULIS DI LAUH MAHFUD.

DENGAN MENEGAKKAN HUKUMAN HAD BAGI PELAKU DOSA DI DUNIA MAKA INSYA
ALLAH DI AKHERAT TIDAK AKAN MENDAPATKAN AZAB ATAS SUATU DOSA YANG DIA
LAKUKAN.

Dari ‘Abdullah bin Ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah menyatakan dalam suatu majelis,

‫اب َش ْي ًئا مِنْ َذل َِك َف َس َت َرهُ هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َفأ َ ْم ُرهُ إِلَى هَّللا ِ إِنْ َشا َء َع َفا َع ْن ُه َوإِنْ َشا َء َع َّذ َب ُه‬
َ ‫ص‬َ َ‫ارةٌ َل ُه َو َمنْ أ‬ dَ ‫اب َش ْي ًئا مِنْ َذل َِك َفعُوق‬
َ ‫ِب ِب ِه َفه َُو َك َّف‬ َ ‫ص‬َ َ‫َو َمنْ أ‬

“Barang siapa terkena hukuman hadd, lantas ia dikenakan hukuman, maka itu adalah kafarat
untuknya. Sedangkan orang yang terkena hukuman hadd lantas Allah menutupinya, maka
urusannya diserahkan pada Allah. Jika mau, Allah akan memaafkannya. Jika mau, Allah akan
menyiksanya.” (HR. Muslim, no. 1709)

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:


https://rumaysho.com/16274-faedah-surat-an-nuur-01-hukuman-bagi-pezina-dan-
peselingkuh.html

KISAH DIATAS, ADALAH CONTOH MELAWAN TAKDIR DENGAN TAKDIR.

APA HUBUNGANNYA KISAH DIATAS DENGAN PERNYATAAN SEBELUMNYA ?

ALLAH SUDAH TAU DENGAN ILMUNYA TAKDIR SEORANG HAMBA SEBELUM


DICIPTAKANNYA HAMBA TERSEBUT.
APAKAH DIA AKAN MASUK SURGA ATAU MASUK NERAKA, SEMUA SUDAH TERCATAT
DI LAUH MAHFUD.

BERANJAK DARI SEJARAH, SEBELUM SAHABAT UMAR MASUK ISLAM, ALLAH TELAH
MENAKDIRKAN BAHWA SAHABAT UMAR TERMASUK ORANG YANG DITAKDIRKAN
MENJADI PENGHUNI NERAKA KARENA KEKAFIRANNYA. SAHABAT UMAR MEMILIH
JALAN KEBURUKAN, BELIAU TERMASUK ORANG YANG KERAS DALAM MEMERANGI
ISLAM. NAMUN, SETELAH MASUK ISLAM BELIAU MEMBELA ISLAM LUAR BIASA.

DI SINI, BISA DIAMBIL PELAJARAN BAHWA SAHABAT UMAR DIBERI PILIHAN, APAKAH
BELIAU TETAP DALAM KEKAFIRAN ATAU MEMILIH MASUK ISLAM.
BELIAU DI BERI HIDAYAH, MEMILIH JALAN KEBENARAN, BERARTI BELIAU TELAH
MELAWAN TAKDIR DENGAN TAKDIR. YANG MANA SEBELUMNYA SUDAH DITAKDIRKAN
TERMASUK SALAH SATU PENGHUNI NERAKA, DENGAN HUJJAH BERBAGAI MACAM
PERBUATAN DOSA YANG BELIAU LAKUKAN.
SETELAH MEMILIH UNTUK MASUK ISLAM, BELIAU DITAKDIRKAN MENJADI TERMASUK
SALAH SATU PENGHUNI SURGA. DIBERITAKAN BAHWA BELIAU ADALAH SALAH SATU
DARI 10 SAHABAT YANG DIJAMIN MASUK SURGA, SABDA NABI SAW :

‫انُ فِي ْال َج َّن ِة َو َعلِيٌّ فِي ْال َج َّن ِة‬dd‫ ُر فِي ْال َج َّن ِة َوع ُْث َم‬d‫ ٍر فِي ْال َج َّن ِة َو ُع َم‬d‫و َب ْك‬dd‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَ ُب‬
َ ِ ‫َعنْ َعبْد الرَّ حْ َم ِن بْن َع ْوفٍ َقا َل َقا َل َرسُو ُل هَّللا‬
َّ ْ ْ َ ْ ْ ْ ْ ُّ ‫َو َط ْل َح ُة فِي ْال َج َّن ِة َو‬
. ‫اح فِي ال َجن ِة‬ ِ َّ‫ ر‬d‫ َدة بْنُ ال َج‬d‫و ُع َب ْي‬dd‫الز َب ْي ُر فِي ال َج َّن ِة َو َع ْب ُد الرَّ حْ َم ِن بْنُ َع ْوفٍ فِي ال َجن ِة َو َسعْ د فِي ال َجن ِة َو َسعِيد فِي ال َجن ِة َوأ ُب‬
َ َّ ٌ َّ ٌ َّ
‫رواه الترمذي‬

Dari Abdurrahman bin Auf, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Abu Bakar di surga, Umar di
surga, Usman di surga, Ali di surga, Thalhah di surga, Zubair di surga, Abdurrahman bin Auf di
surga, Sa’ad di surga, Sa’id di surga, Abu Ubaidah bin Jarrah di surga.” (HR. At-Tirmidzi)

DAN DENGAN HUJJAH PERINTAH PERINTAH YANG BELIAU LAKUKAN DAN SEGALA
LARANGAN YANG BELIAU TINGGALKAN, SAMPAI BELIAU MENINGGAL DUNIA DALAM
KEADAAN IMAN, ISLAM DAN KHUSNUL KHOTIMAH DAN SURGA TEMPAT KEMBALINYA,
ALHAMDULILLAH.

DIBERITAKAN BAHWA BELIAU MENINGGAL KHUSNUL KHOTIMAH KETIKA MELAKUKAN


SHOLAT SUBUH.
Amr bin Maimun merupakan saksi sejarah kejadian ini. Imam Bukhari dalam shahihnya
menyebutkan pengakuan Amr bin Maimun ketika menceritakan peristiwa itu,

“Pada hari tertusuknya Umar, ketika jamaah shalat subuh itu, aku berada di shaf kedua,
sementara di depanku ada Abdullah bin Abbas. Subuh itu, Umar memimpin shalat dengan
melewati barisan shaf dan memerintahkan, “Luruskanlah shaf.”

Ketika dia sudah tidak melihat lagi celah-celah dalam barisan shaf tersebut, maka Umar maju
lalu bertabir. Sepertinya beliau membaca surat Yusuf atau An-Nahl pada raka’at pertama,
sehingga memungkinkan semua orang bergabung dalam shalat jamaah.

Sesaat ketika aku tidak mendengar bacaan takbir intiqal Umar, tiba-tiba terdengar dia berteriak,
“Ada orang yang telah membunuhku, seekor anjing telah menerkamku.”

Abu Lukluk berusaha lari sambil menyabet-nyabetkan belatinya. Hingga ada sekitar 13 orang
yang terkena tusukan belatinya, 7 diantaranya meninggal dunia.

Ada salah satu jamaah yang melihat ini, dia langsung melemparkan baju mantelnya dan tepat
mengenai si majusi itu. Ketika dia menyadari bahwa dia tak lagi bisa menghindar, dia bunuh
diri.

Umar memegang tangan Abdur Rahman bin ‘Auf lalu menariknya ke depan. Siapa saja orang
yang berada dekat dengan Umar pasti dapat meilihat apa yang aku lihat. Adapun orang-orang
yang berda di sudut-sudut masjid, mereka tidak mengetahui peristiwa yang terjadi, selain hanya
kehilangan suara Umar. Mereka berseru, “Subhanallah, Subhanallah.” Mereka menyangka
imam shalat lupa.

Kemudian Abdurrahman bin Auf melanjutkan shalat jamaah subuh dengan ringan (beliau
membaca surat yang pendek). Setelah shalat selesai, Umar bertanya, “Wahai Ibnu Abbas,
lihatlah siapa yang telah menikamku.”

Ibnu Abbas berkeliling sesaat lalu kembali, “Budaknya Mughirah.”

Umar bertanya, “Budak yang pandai membuat senjata itu?”


Ibnu Abbas menjawab, “Ya, benar.”

Mendengar jawaban ini, Umar bersyukur, beliau memuji Allah, doanya dikabulkan. Karena
beliau dibunuh orang majusi, bukan orang islam.

Umar Radhiyallahu ‘anhu mengatakan dalam sebuah kalimat yang dicatat para ahli sejarah,

ِ ‫ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ الَّذِى لَ ْم َيجْ َع ْل َم ِن َّيتِى ِب َي ِد َرج ٍُل َي َّدعِ ى‬


‫اإلسْ الَ َم‬

Segala puji bagi Allah, yang tidak meletakkan kematianku di tangan orang yang menyatakan
muslim.

Selanjutnya, Umar dibawa pulang. Saat itu, masyarakat madinah seakan tidak pernah
mengalami musibah seperti hari itu sebelumnya. Amirul Mukminin Umar bin Khatab
Radhiyallahu ‘anhu menderita luka menganga karena bekas tusukan itu. Ketika diberi minuman
rendaman kurma, minuman itu keluar melalui perutnya. Kemudian diberi susu namun susu itu
keluar melalui lukanya.

Akhirnya orang-orang menyadari bahwa nyawa Umar tidak bisa lagi terselamatkan…

(Shahih Bukhari no. 3700)

https://konsultasisyariah.com/24558-umar-bin-khatab-dibunuh-orang-iran.html

SAHABAT UMAR MASUK KEDALAM SABDA NABI SAW BERIKUT :


"sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara
dirinya dan neraka tinggal sehasta. Akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia
melakukan perbuatan ahli surga maka masuklah dia ke dalam surga"

CONTOH LAIN MISALKAN SESEORANG YANG

Allah menciptakan kita dan mentakdirkan kita untuk menjadi penghuni surgaNya, akan tetapi
diantara kita tidak ada yang mau, enggan.

Pilihlah jalan jalan kebaikan...


solat wajib, solat rowatib, berbakti sama orang tua dan masih banyak lagi amalan amalan ahli
surga.

TAKDIR DILAWAN DENGAN TAKDIR


Nabi telah bersabda.

‫َمنْ َسرَّ هُ أَنْ ُيب َْس َط لَ ُه فِي ِر ْزقِ ِه َوأَنْ ُي ْن َسأ َ لَ ُه فِي أَ َث ِر ِه َف ْليَصِ ْل َر ِح َم ُه‬

Barangsiapa ingin dilapangkan rezqinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah dia “
.menyambung persaudaraan (sillaturrahim)

Read more https://almanhaj.or.id/325-apakah-rezki-dan-jodoh-telah-ditulis-di-lauh-mahfudz.html

TAPI KITA TIDAK TAHU TAKDIR MANA YANG BERUBAH.


Allah menakdirkan kita haus, lawan dengan minum maka hausnya ilang,
Allah menakdirkan kita lapar, lawan dengan makan makan laparnya ilang

DAN ALLAH MAHA ADIL, ALLAH MEMBALAS KEBAIKAN ORANG YANG BERBUAT BAIK,
DAN ALLAH MENYIKSA ORANG YANG BERBUAT JAHAT.
APAKAH ADA ORANG YANG BAIK ATAU JAHAT SAMA SAMA DIMASUKKAN KE
SURGA ???

BISA SAJA ALLAH LANGSUNG MEMASUKKAN MAHLUKNYA KE SURGA ATAU KE


NERAKA, TAPI SEMUA ADA CERITANYA.
KALAU GAK ADA CERITANYA KAN TIDAK ENAK.

WALLAHUALAM

Tolong simak pembahasan lengkap di

SYARAH AQIDAH AHLU SUNNAH


https://drive.google.com/folderview?id=1ceQOSiMU4zrX2D2N_yNuNuuy_TZ1Eda0

biografi Ustad Abdulloh Soleh Hadrami Hafidahullah


https://www.hatibening.com/profil-pengelola-situs/

[1] Al-Ḥadid : 3

‫ه َُو اأْل َ َّو ُل َواآْل ِخ ُر‬

Dialah Yang Awal, Yang Akhir.

Dibagikan menggunakan MyQuran https://twali.id/myquranandroid untuk Android


atau https://twali.id/myquranios untuk iOS

MAKSUD AYAT AL HADID AYAT 3 ADALAH SEBELUM ADANYA SEGALA SESUATU (AZALI)
ALLAH SUDAH ADA KEKAL SELAMA LAMANYA SETELAH SEGALA SESUATU BINASA.

RASULULLAH SAW BERSABDA :

ْ‫ان هَّللا ُ َولَ ْم َي ُكنْ َشيْ ٌء غَ ي‬


َ

"Dialah Allah yang tidak ada sesuatu (Azali) selain Dia". Shahih Bukhari hadis nomor 2953

http://carihadis.com/Shahih_Bukhari/2953

[2] Firman Allah Ta’ala (yang artinya),”Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya
Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu
terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah
bagi Allah.” (QS. Al Hajj [22] : 70)

Beriman kepada ilmu Allah yang ajali sebelum segala sesuatu itu ada. Di antaranya seseorang
harus beriman bahwa amal perbuatannya telah diketahui (diilmui) oleh Allah sebelum dia
melakukannya.
Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/70-memahami-takdir-ilahi.html

[3] Sesungguhnya maksud dari adanya larangan adalah supaya perkara yang dilarang itu tidak
ada, yaitu tidak dikerjakan. Sedangkan al ‘adam (ketidakadaan) itu secara asal tidak ada unsur
kebaikan di dalamnya. Adapun perkara yang diperintahkan itu adalah sesuatu yang maujud
(dituntut keberadaannya). Dan perkara yang maujud asalnya merupakan perkara yang baik,
bermanfaat, dan dicari. Bahkan merupakan suatu kepastian bahwa setiap yang ada pasti ada
manfaatnya. Karena setiap yang ada itu telah diciptakan oleh Allâh Azza wa Jalla , dan Dia
tidak menciptakan sesuatu pun kecuali dengan hikmah. Berbeda dengan sesuatu yang ma’dum
(tidak ada) yang tidak ada sesuatu pun di dalamnya. Oleh karena itulah Allâh Azza wa Jalla
berfirman.

‫الَّذِي أَحْ َس َن ُك َّل َشيْ ٍء َخلَ َق ُه‬

“Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya. [as-Sajdah/32:7]

Dan Allâh Azza wa Jalla berfirman :

‫ص ْن َع هَّللا ِ الَّذِي أَ ْت َق َن ُك َّل َشيْ ٍء‬


ُ

(Begitulah) perbuatan Allâh yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu. [an-Naml/27:88]

Read more https://almanhaj.or.id/4385-kaidah-ke-55-perintah-lebih-besar-daripada-


larangan.html

[4] ALLAH BERFIRMAN :

‫ا‬dd‫ دُوا َم‬d‫ا َها َو َو َج‬d‫ص‬َ ْ‫ير ًة إِاَّل أَح‬d


َ d‫ِير ًة َواَل َك ِب‬ ِ ‫ا‬dd‫ذا ْال ِك َت‬d
َ ‫ا ِد ُر‬ddَ‫ب اَل يُغ‬
َ ‫غ‬d‫ص‬ َ d‫ال َه‬ َ ُ‫ِين ِممَّا فِي ِه َو َيقُول‬
ِ ‫ون َيا َو ْيلَ َت َنا َم‬ َ ‫َووُ ضِ َع ْال ِك َتابُ َف َت َرى ْالمُجْ ِرم‬
َ ‫ِين ُم ْشفِق‬
َ
‫ُّك أ َح ًدا‬ ْ ‫اَل‬
َ ‫َع ِملوا َحاضِ رً ا َو َيظلِ ُم َرب‬ ُ

“Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa
yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang
tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya;
dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak
menganiaya seorang juapun.” (QS. Al-Kahfi: 49).

Dalam Tafsir Al-Jalalain (hlm. 310) disebutkan, “Diletakkan kitab setiap orang beriman di sisi
kanannya dan orang kafir di sisi kirinya. Orang-orang kafir akhirnya melihat dan merasa
ketakutan terhadap apa yang tertulis dalam kitab catatan amal tersebut. Ketika mereka melihat
dosa-dosa mereka, mereka berkata, “Celakalah kami.” Kitab apakah ini yang tidak
meninggalkan catatan dosa yang kecil maupun yang besar, semuanya benar-benar tercatat?
Mereka pun dapati bahwa semuanya tercatat dalam kitab tersebut. Allah tidak memberi
hukuman kepada mereka yang penuh dosa secara zalim. Untuk orang-orang beriman pun tak
mungkin dikurangi pahala mereka.”

Imam Asy-Syaukani berkata dalam kitab tafsirnya Fath Al-Qadir (3:404), “Tidak ditinggalkan
maksiat kecil maupun besar melainkan tercatat dalam kitab catatan amal tersebut.”

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:


https://rumaysho.com/22203-syarhus-sunnah-catatan-amal-dan-lamanya-sehari-pada-hari-
kiamat.html

[5] Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin ditanya : “Apakah manusia dibebaskan memilih atau
dijalankan?”.

Jawaban.
Penanya seharusnya bertanya pada diri sendiri ; Apakah dia merasa dipaksa oleh seseorang
untuk menanyakan pertanyaan ini, apakah dia memilih jenis mobil yang dia inginkan ? dan
berbagai pertanyaan semisalnya. Maka akan tampak jelas baginya jawaban tentang apakah dia
dijalankan atau dibebaskan memilih.

Kemudian hendaknya dia bertanya kepada diri sendiri ; Apakah dia tertimpa musibah atas
dasar pilihannya sendiri ? Apakah dia tertimpa penyakit atas dasar pilihannya ? Apakah dia mati
atas dasar pilihannya sendiri ? dan berbagai pertanyaan semisalnya. Maka akan jelas baginya
jawaban tentang apakah dia dijalankan atau dibebaskan memilih.

Jawabnya.
Sesungguhnya segala perbuatan yang dilakukan oleh orang yang memiliki akal sehat jelas dia
lakukan atas dasar pilihannya. Simaklah firman Allah.

‫َف َمنْ َشا َء ا َّت َخ َذ إِلَ ٰى َر ِّب ِه َمآبًا‬


“Maka barangsiapa menghendaki, maka dia mengambil jalan menuju Rabb-Nya” [An-Naba/78 :
39]

Dan firman Allah.

‫ِم ْن ُك ْم َمنْ ي ُِري ُد ال ُّد ْن َيا َو ِم ْن ُك ْم َمنْ ي ُِري ُد اآْل خ َِر َة‬
“Sebagian dari kamu ada orang yang menghendaki dunia dan sebagian dari kamu ada orang
yang menghendaki akhirat” [Ali-Imran/3 : 152]

Dan firman Allah.

‫ان َسعْ ُي ُه ْم َم ْش ُكورً ا‬ َ ‫َو َمنْ أَ َرادَ اآْل خ َِر َة َو َس َع ٰى لَ َها َسعْ َي َها َوه َُو م ُْؤ ِمنٌ َفأُو ٰلَ ِئ‬
َ ‫ك َك‬
“Barangsiapa menghendaki akhirat dan menempuh jalan kepadanya dan dia beriman, maka
semua perbuatannya disyukuri (diterima)”. [Al-Isra’/17 : 19]

Dan firman-Nya.

ٍ‫ص َد َق ٍة أَ ْو ُنسُك‬
َ ‫َفف ِْد َي ٌة مِنْ صِ َي ٍام أَ ْو‬
“Maka dia diwajibkan membayar fidyah, berupa puasa atau sedekah atau berkurban” [Al-
Baqarah/2 : 196]

Di mana dalam ayat fidyah di atas, pembayar fidyah diberi kebebasan memilih apa yang akan
dibayarkan.

Akan tetapi, apabila seseorang menghendaki sesuatu dan telah melaksanakannya, maka kita
tahu bahwa Allah telah menghendaki hal itu, sebagaimana firman-Nya.

َ ‫ُون إِاَّل أَنْ َي َشا َء هَّللا ُ َربُّ ْال َعالَم‬


‫ِين‬ َ ‫﴾ َو َما َت َشاء‬٢٨﴿ ‫لِ َمنْ َشا َء ِم ْن ُك ْم أَنْ َيسْ َتقِي َم‬
“Sungguh barangsiapa dari kamu menghendaki beristiqomah, maka kamu tidak akan
berkehendak kecuali Allah Rabb sekalian alam menghendakinya” [At-Takwir/81 : 28-29]

Maka sebagai kesempurnaan rububiyah-Nya, tidak ada sesuatupun terjadi di langit dan di bumi
melainkan karena kehendak Allah Ta’ala.

Adapun segala sesuatu yang menimpa seseorang atau datang darinya dengan tanpa
pilihannya, seperti sakit, mati dan berbagai bencana, maka semua itu murni karena Qadar Allah
dan manusia tidak punya kebebasan memilih dan berkehendak.

Semoga Allah memberi Taufiq.

[Disalin kitab Al-Qadha’ wal Qadar edisi Indonesia Tanya Jawab Tentang Qadha dan Qadar,
Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin’, terbitan Pustaka At-Tibyan, penerjemah
Abu Idris]

Read more https://almanhaj.or.id/262-apakah-manusia-diberi-kebebasan-memilih.html

[6]Hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ ِّي َئ ًة‬d‫ َّن ًة َس‬d ‫اإلسْ الَ ِم ُس‬ ُ َ ْ َ ‫اإلسْ الَ ِم ُس َّن ًة َح َس َن ًة َف ُع ِم َل ِب َها َبعْ دَ هُ ُكت‬
ِ ‫ِب لَ ُه مِث ُل أجْ ِر َمنْ َع ِم َل ِب َها َوالَ َي ْنقُصُ مِنْ أج‬
ِ ‫ُور ِه ْم َشىْ ٌء َو َمنْ َسنَّ فِى‬ ِ ‫َمنْ َسنَّ فِى‬
ٌ‫ار ِه ْم َشىْ ء‬ َ ْ َ ْ‫ِن‬ ُ ْ َ ْ‫ن‬ ْ ْ ْ َ ُ ْ‫ع‬ َ
ِ ‫ِب َعلي ِه مِث ُل ِوز ِر َم َع ِم َل ِب َها َوال َينقصُ م أوز‬ َ ‫ف ُع ِم َل ِب َها َب دَ هُ كت‬

“Barangsiapa menjadi pelopor suatu amalan kebaikan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya,
maka akan dicatat baginya ganjaran semisal ganjaran orang yang mengikutinya dan sedikitpun
tidak akan mengurangi ganjaran yang mereka peroleh. Sebaliknya, barangsiapa menjadi
pelopor suatu amalan kejelekan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat
baginya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikit pun.”
(HR. Muslim no. 1017)

Bentuk pengajaran ilmu yang bisa diberikan ada dua macam:

● Dengan lisan seperti mengajarkan, memberi nasehat dan memberikan fatwa.


● Dengan perbuatan atau tingkah laku yaitu dengan menjadi qudwah hasanah, memberi
contoh kebaikan.

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:


https://rumaysho.com/9641-keutamaan-mengajarkan-ilmu.html

[7]Firman Allah Ta’ala,

‫ا ُء َوهَّللا ُ ُذو‬d ‫ ِه َمنْ َي َش‬d ‫ ُل هَّللا ِ ي ُْؤتِي‬d ‫ض‬ َ ِ‫ِين آَ َم ُنوا ِباهَّلل ِ َو ُر ُسلِ ِه َذل‬
ْ ‫ك َف‬ ْ ‫ض أُعِ د‬
َ ‫َّت لِلَّذ‬ ِ ْ‫ض ال َّس َما ِء َواأْل َر‬ ُ ْ‫َس ِابقُوا إِلَى َم ْغف َِر ٍة مِنْ َر ِّب ُك ْم َو َج َّن ٍة َعر‬
ِ ْ‫ض َها َك َعر‬
ْ
‫ال َفضْ ِل ال َعظِ ِيم‬ ْ

“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabbmu dan surga yang
lebarnya selebar langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah
dan rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al Hadiid: 21)

Di dalam hadits disebutkan,


« ‫ا َل‬dd‫و َل هَّللا ِ َق‬d‫ا َر ُس‬dd‫الُوا َوالَ أَ ْنتَ َي‬dd‫ َق‬. » ‫ ُه ْال َج َّن َة‬dُ‫ت َرسُو َل هَّللا ِ – صلى هللا عليه وسلم – َيقُو ُل « لَنْ ي ُْد ِخ َل أَ َح ًدا َع َمل‬
ُ ْ‫أَنَّ أَ َبا ه َُري َْر َة َقا َل َسمِع‬
‫ َوالَ أَ َنا إِالَّ أَنْ َي َت َغ َّم َدنِى هَّللا ُ ِب َفضْ ٍل َو َرحْ َم ٍة‬، َ‫ال‬

Sesungguhnya Abu Hurairah berkata, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam


bersabda, “Amal seseorang tidak akan memasukkan seseorang ke dalam surga.” “Engkau juga
tidak wahai Rasulullah?”, tanya beberapa sahabat. Beliau menjawab, “Aku pun tidak. Itu semua
hanyalah karena karunia dan rahmat Allah.” (HR. Bukhari no. 5673 dan Muslim no. 2816)

Begitu pula dalam ayat,

َ ُ‫ْاد ُخلُوا ْال َج َّن َة ِب َما ُك ْن ُت ْم َتعْ َمل‬


‫ون‬

“Masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan” (QS. An-Nahl:
32)

Imam Nawawi rahimahullah memberikan keterangan yang sangat bagus, “Ayat-ayat Al-Qur’an
yang ada menunjukkan bahwa amalan bisa memasukkan orang dalam surga. Maka tidak
bertentangan dengan hadits-hadits yang ada. Bahkan makna ayat adalah masuk surga itu
disebabkan karena amalan. Namun di situ ada taufik dari Allah untuk beramal. Ada hidayah
untuk ikhlas pula dalam beramal. Maka diterimanya amal memang karena rahmat dan karunia
Allah. Karenanya, amalan semata tidak memasukkan seseorang ke dalam surga. Itulah yang
dimaksudkan dalam hadits. Kesimpulannya, bisa saja kita katakan bahwa sebab masuk surga
adalah karena ada amalan. Amalan itu ada karena rahmat Allah. Wallahu a’lam.” (Syarh Shahih
Muslim, 14: 145)

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:


https://rumaysho.com/11758-masuk-surga-bukan-dengan-amalan-benarkah.html

[8][9] Firman Allâh Azza wa Jalla :

‫ض َّل َفإِ َّن َما يَضِ ُّل َعلَ ْي َها‬


َ ْ‫َو َمن‬

[Dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri].

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, ”Barangsiapa sesat, yaitu sesat dari al-haq dan
menyimpang dari jalan lurus, maka sesungguhnya dia berbuat kejahatan bagi dirinya sendiri,
dan keburukan kembali kepadanya’.’

BENTUK KEADILAN ALLAH SWT, BUKAN BERARTI KALAU SESEORANG TERSESAT


LANTAS MERUGIKAN ORANG LAIN TANPA ADA SEBAB SYAR'I, KECUALI KALAU ADA
SEBABNYA SEPERTI :
1. DIA MENDAKWAHKAN KESESATANNYA KEPADA ORANG LAIN (DALIL BERIKUT
PENJELASANNYA ADA DI BAWAH).
2. DIA MENGAMALKAN KESESATANNYA SEHINGGA DOSANYA MENGALIR KEPADA
PELAKU YANG MEMBUATNYA TERSESAT. AKAN TETAPI, KALAU TIDAK ADA
PELAKU YANG MEMBUATNYA TERSESAT, MAKA DOSANYA DIBEBANKAN
KEPADA DIRINYA SENDIRI.
DAN JUGA BUKAN BERARTI SESEORANG TIDAK SERTA MERTA DIBEBANKAN DOSA
KEPADA SESEORANG OLEH ALLAH SWT, TANPA ADA SEBAB SYAR'I, SEPERTI :
1. ORANG YANG TELAH DISESATKANNYA, LALU MENGAMALKAN BAHKAN
MENDAKWAHKAN KESESATANNYA. SEHINGGA ALLAH SWT MEMBEBANKAN
DOSANYA KEPADA ORANG YANG MEMBUATNYA TERSESAT.

Firman Allâh Azza wa Jalla :

‫از َرةٌ ِو ْز َر أ ُ ْخ َر ٰى‬


ِ ‫َواَل َت ِز ُر َو‬

[Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa
orang lain, dan orang yang berbuat kejahatan tidak berbuat kejahatan kecuali bagi dirinya
sendiri, sebagaimana firman Allâh:

‫َوإِنْ َت ْد ُع م ُْث َقلَ ٌة إِلَ ٰى ِح ْملِ َها اَل يُحْ َم ْل ِم ْن ُه َشيْ ٌء‬

Dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu
tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun. [Fâthir/35:18].

Dan hal ini tidak bertentangan dengan firman Allâh:

‫َولَ َيحْ ِملُنَّ أَ ْث َقالَ ُه ْم َوأَ ْث َقااًل َم َع أَ ْث َقال ِِه ْم‬

Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka, dan beban- beban (dosa yang
lain) di samping beban-beban mereka sendiri. [al-‘Ankabût/29:13].

Dan firman-Nya:

‫ِين يُضِ لُّو َن ُه ْم ِب َغي ِْر عِ ْل ٍم‬


َ ‫ار الَّذ‬ َ
ِ ‫َومِنْ أ ْو َز‬

dan mereka memikul dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui
sedikitpun. [an-Nahl/16:25].

Karena orang-orang yang mengajak menuju kesesatan akan menanggung dosa kesesatan
mereka pada diri mereka sendiri dan dosa lain dengan sebab mereka menyesatkan orang-
orang lain, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun, dan tanpa menanggung dosa mereka
sedikitpun. Ini termasuk keadilan dan rahmat Allâh Azza wa Jalla pada hamba-hamba-Nya.”

Read more https://almanhaj.or.id/4194-puncak-keadilan-allah-subhanahu-wa-taala.html

[10]Allah Azza wa Jalla berfirman:

َ ُ‫َوأَنَّ ٰ َه َذا صِ َراطِ ي مُسْ َتقِيمًا َفا َّت ِبعُوهُ ۖ َواَل َت َّت ِبعُوا ال ُّس ُب َل َف َت َفرَّ قَ ِب ُك ْم َعن َس ِبيلِ ِه ۚ ٰ َذلِ ُك ْم َوصَّا ُكم ِب ِه لَ َعلَّ ُك ْم َت َّتق‬
‫ون‬

“Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang
lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan
kepadamu agar kamu bertakwa.” [Al-An’aam: 153]

‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata:

‫ ُب ٌل‬d‫ ِذ ِه ُس‬d‫ َه‬:‫ا َل‬d‫ ُث َّم َق‬،ِ‫ َمالِه‬d‫ ِه َو ِش‬dِ‫ا َعنْ َي ِم ْين‬d‫ط ْو ًط‬ ُ ‫ َّط ُخ‬d‫ َو َخ‬،‫ َتقِ ْيمًا‬d‫هللا م ُْس‬ َ ‫ َه‬:‫ا َل‬d‫ ِد ِه ُث َّم َق‬d‫ا ِب َي‬d‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َخ ًّط‬
ِ ‫ ِب ْي ُل‬d‫ذا َس‬d ِ ‫َخ َّط لَ َنا َرس ُْو ُل‬
َ ‫هللا‬
َ َ ُ َ ‫ لَي‬،)‫( ُم َت َفرِّ َق ٌة‬
ُّ ‫وا‬dd‫ا َّت ِبعُوهُ َوالَ َت َّت ِب ُع‬dd‫ َوأنَّ َه َذا صِ َراطِ ي مُسْ َتقِ ْيمًا َف‬:‫ ث َّم َق َرأ َق ْولَ ُه َت َعالَى‬،ِ‫ْس ِم ْن َها َس ِب ْي ٌل إِالَّ َعلَ ْي ِه َش ْي َطانٌ َي ْدع ُْو إِلَ ْيه‬
‫رَّ قَ ِب ُك ْم‬dd‫ ُب َل َف َت َف‬d ‫الس‬
‫ون‬َ ُ‫َعنْ َس ِبيلِ ِه َذلِ ُك ْم َوصَّا ُك ْم ِب ِه لَ َعلَّ ُك ْم َت َّتق‬
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat garis dengan tangannya kemudian bersabda,
‘Ini jalan Allah yang lurus.’ Lalu beliau membuat garis-garis di kanan kirinya, lalu bersabda, ‘Ini
adalah jalan-jalan yang bercerai-berai (sesat) tidak satu pun dari jalan-jalan ini kecuali di
dalamnya terdapat syaitan yang menyeru kepadanya.’ Selanjutnya beliau membaca firman
Allah Azza wa Jalla: ‘Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah! Jangan kamu ikuti
jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia
memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa.’” [Al-An’aam: 153]

Shahabat Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata:

،ٍ‫ب م َُح َّمد‬ِ ‫ َد َق ْل‬d ْ‫ا ِد َبع‬dd‫ب ْال ِع َب‬ِ ‫ ُث َّم َن َظ َر فِي قُلُ ْو‬،ِ‫ فا َ ْب َت َع َث ُه ِب ِر َسالَ ِته‬،ِ‫ب ْال ِع َبا ِد َفاصْ َط َفاهُ لِ َن ْفسِ ه‬ َ ‫ َف َو َجدَ َق ْل‬،ِ‫ب ْال ِع َباد‬
ِ ‫ب م َُح َّم ٍد َخي َْر قُلُ ْو‬ ِ ‫إِنَّ هللاَ َن َظ َر فِي قُلُ ْو‬
َ
ً ‫يِّئا‬d ‫ا َرأ ْوا َس‬dd‫ َو َم‬، ٌ‫هللا َح َسن‬ ْ َ ُ
ِ ‫ َف َما َرأى المُسْ لِم ُْو َن َح َسنا ً َفه َُو عِ ْن َد‬،ِ‫ ُي َقاتِل ْو َن َعلَى ِد ْي ِنه‬،ِ‫ب ال ِع َبا ِد َف َج َعلَ ُه ْم وُ َز َرا َء َن ِب ِّيه‬ ْ ِ ‫ب أَصْ َح ِاب ِه َخي َْر قُل ْو‬
ُ َ ‫َف َو َجدَ قُلُ ْو‬
ِ ‫ َفه َُو عِ ْن َد‬.
‫هللا َس ِّي ٌئ‬

“Sesungguhnya Allah melihat hati hamba-hamba-Nya dan Allah mendapati hati Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebaik-baik hati manusia, maka Allah pilih Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai utusan-Nya. Allah memberikan kepadanya
risalah kemudian Allah melihat dari seluruh hati hamba-hamba-Nya setelah Nabi-Nya, maka
didapati bahwa hati para Shahabat merupakan hati yang paling baik sesudahnya, maka Allah
jadikan mereka sebagai pendamping Nabi-Nya yang mereka berperang atas agama-Nya. Apa
yang dipandang kaum muslimin (para Shahabat Rasul) itu baik, maka itu baik pula di sisi Allah
dan apa yang mereka (para Shahabat Rasul) pandang jelek, maka di sisi Allah itu jelek.”

Dan dalam hadits lain pun disebutkan tentang wajibnya mengikuti manhaj Salafush Shalih (para
Shahabat), yaitu hadits yang terkenal dengan hadits ‘Irbadh bin Sariyah, hadits ini terdapat pula
dalam al-Arbain an-Nawawiyah (no. 28):

ُ‫ون‬dْ d‫ا ْال ُع ُي‬dd‫ت ِم ْن َه‬ْ ‫ة َذ َر َف‬d ً d‫ا َ َم ْوعِ َظ‬d‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َذاتَ َي ْو ٍم ُث َّم أَ ْق َب َل َعلَ ْي َنا َف َو َع َظن‬
ً dَ‫ة َبلِيْغ‬d َ ‫هللا‬ ِ ‫صلَّى ِب َنا َرس ُْو ُل‬ َ :ُ‫َقا َل ْالعِرْ َباضُ َرضِ َي هللاُ َع ْنه‬
‫دا‬d ً d‫ ِة َوإِنْ َع ْب‬d‫اع‬ َّ
َ ‫هللا َوال َّس ْم ِع َوالط‬ ْ ُ ُ َ َ ُ َ
ِ ‫ أ ْوصِ ْيك ْم ِب َتق َوى‬:‫هللا َكأنَّ َه ِذ ِه َم ْوعِ ظة م َُو ِّد ٍع َف َماذا َتعْ َه ُد إِليْنا َ َف َقا َل‬ َ ِ ‫ َيا َرس ُْو َل‬:ٌ‫ َف َقا َل َقا ِئل‬، ُ‫ت ِم ْن َها ْالقُلُ ْوب‬ْ َ‫َو َو ِجل‬
‫ا‬dd‫ ْوا َعلَ ْي َه‬d‫ض‬ ْ ْ ْ ‫ َي َرى‬d‫ دِي َف َس‬dْ‫ َفإِ َّن ُه َمنْ َيعِشْ ِم ْن ُك ْم َبع‬،‫َحبَشِ ًّيا‬
ِ َّ‫ ِد ِّيي َْن الر‬d‫ا ِء ال َم ْه‬dd‫ َّن ِة ال ُخلَ َف‬d‫ َّنتِي َو ُس‬d‫ َف َعلَ ْي ُك ْم ِب ُس‬،ً‫را‬dd‫ا ً َك ِث ْي‬d‫اخ ِتالَف‬
ُّ ‫ا َو َع‬dd‫ ُك ْوا ِب َه‬d‫ َت َم َّس‬،‫ ِدي َْن‬d‫اش‬
‫ضالَلَ ٌة‬ ُ
َ ‫ َو ُك َّل ِب ْد َع ٍة‬،‫ت ْاألم ُْو ِر َفإِنَّ ُك َّل مُحْ َد َث ٍة ِب ْد َع ٌة‬ ِ ‫ َوإِيَّا ُك ْم َومُحْ َد َثا‬،ِ‫بال َّن َوا ِجذ‬.ِ

Berkata al-‘Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu anhu, “Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah shalat bersama kami lalu beliau menghadap kepada kami dan memberikan
nasihat kepada kami dengan nasihat yang menjadikan air mata berlinang dan membuat hati
bergetar, maka seseorang berkata, ‘Wahai Rasulullah, nasehat ini seakan-akan nasehat dari
orang yang akan berpisah, maka berikanlah kami wasiat.’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, ‘Aku wasiatkan kepada kalian agar tetap bertakwa kepada Allah, tetaplah
mendengar dan taat, walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak dari Habasyah.
Sungguh, orang yang masih hidup di antara kalian setelahku, maka ia akan melihat perselisihan
yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah
Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Pegang erat-erat dan gigitlah ia dengan gigi
gerahammu. Dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru, karena sesungguhnya setiap
perkara yang baru itu adalah bid’ah. Dan setiap bid’ah itu adalah sesat.”

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan tentang akan terjadinya perpecahan dan
perselisihan pada umatnya, lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan jalan
keluar untuk selamat di dunia dan akhirat, yaitu dengan mengikuti Sunnahnya dan Sunnah para
Shahabatnya Radhiyallahu anhum. Hal ini menunjukkan tentang wajibnya mengikuti Sunnahnya
(Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan Sunnah para Shahabatnya Radhiyallahu
anhum.

Kemudian dalam hadits yang lain, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan
tentang hadits iftiraq (akan terpecahnya umat ini menjadi 73 golongan):

،‫ار‬ ِ ‫ ْبع ُْو َن فِي ال َّن‬d‫ان َو َس‬d ٍ َ‫ َت ْف َت ِر ُق َعلَى َثال‬d‫ ِذ ِه ْال ِملَّ َة َس‬d‫ َوإِنَّ َه‬،‫ ْب ِعي َْن ِملَّ ًة‬d‫ْن َو َس‬
ِ ‫ ِث ْن َت‬:‫ ْب ِعي َْن‬d‫ث َو َس‬ ِ ‫ا‬d‫ ِل ْال ِك َت‬dْ‫أَالَ إِنَّ َمنْ َق ْبلَ ُك ْم مِنْ أَه‬
ِ ‫وا َعلَى ِث ْن َتي‬dْ ُ‫ب ِا ْف َت َرق‬
ْ
‫ِي ال َج َما َع ُة‬ ْ
َ ‫ َوه‬،ِ‫و َوا ِح َدةٌ فِي ال َج َّنة‬.َ

“Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari ahlul kitab telah berpecah belah
menjadi tujuh puluh dua golongan. Dan sesungguhnya agama ini (Islam) akan berpecah belah
menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua golongan tempatnya di dalam Neraka dan
hanya satu golongan di dalam Surga, yaitu al-Jama’ah.”

Dalam riwayat lain disebutkan:

ْ‫ َما أَ َنا َعلَ ْي ِه َوأَصْ َح ِابي‬:‫ار إِالَّ ِملَّ ًة َوا ِح َد ًة‬


ِ ‫ ُكلُّ ُه ْم فِي ال َّن‬.

“Semua golongan tersebut tempatnya di Neraka, kecuali satu (yaitu) yang aku dan para
Shahabatku berjalan di atasnya.”

Read more https://almanhaj.or.id/1950-dasar-islam-adalah-al-quran-dan-as-sunnah-yang-


shahih-menurut-pemahaman-salafush-shalih-1.html

[11]Allah Ta’ala berfirman:

َ ‫} َمنْ َي ْه ِد هَّللا ُ َفه َُو ْال ُم ْه َتدِي َو َمنْ يُضْ لِ ْل َفأُولَ ِئ‬
َ ‫ك ُه ُم ْال َخاسِ ر‬
{‫ُون‬

“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk (dalam
semua kebaikan dunia dan akhirat); dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka merekalah
orang-orang yang merugi (dunia dan akhirat)” (QS al-A’raaf:178).

Dalam ayat lain, Dia Ta’ala juga berfirman:

{‫ًيا مُرْ شِ ًدا‬dًّّ ‫} َمن َي ْه ِد هَّللا ُ َفه َُو ْال ُم ْه َت ِد َو َمنْ يُضْ ِل ْل َفلَنْ َت ِج َد لَ ُه َو ِل‬

“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk (dalam
semua kebaikan dunia dan akhirat); dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak
akan mendapat seorang penolongpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya” (QS al-
Kahf:17).

Hidayah adalah sebab utama keselamatan dan kebaikan hidup manusia di dunia dan akhirat.

HIDAYAH ADALAH PETUNJUK SEBAGAIMANA FIRMAN ALLAH TA'ALA :

{‫}اهْ ِد َنا الص َِّرا َط ْالمُسْ َتقِي َم‬

“Berikanlah kepada kami hidayah ke jalan yang lurus”.

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/19131-makna-dan-hakikat-hidayah-


allah.html
[12]Allah Ta’ala berfirman:

{‫}اهْ ِد َنا الص َِّرا َط ْالمُسْ َتقِي َم‬

“Berikanlah kepada kami hidayah ke jalan yang lurus”.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Seorang hamba senantiasa kebutuhannya sangat
mendesak terhadap kandungan doa (dalam ayat) ini, karena sesungguhnya tidak ada
keselamatan dari siksa (Neraka) dan pencapaian kebahagiaan (yang abadi di Surga) kecuali
dengan hidayah (dari Allah Ta’ala) ini. Maka barangsiapa yang tidak mendapatkan hidayah ini
berarti dia termasuk orang-orang yang dimurkai oleh Allah (seperti orang-orang Yahudi) atau
orang-orang yang tersesat (seperti orang-orang Nashrani)”2.

Lebih lanjut, Imam Ibnul Qayyim memaparkan hal ini dengan lebih terperinci, beliau berkata:
“Seorang hamba sangat membutuhkan hidayah di setiap waktu dan tarikan nafasnya, dalam
semua (perbuatan)yang dilakukan maupun yang ditinggalkannya. Karena hamba tersebut
berada di dalam beberapa perkara yang dia tidak bisa lepas darinya:

● Yang pertama; perkara-perkara yang dilakukannya (dengan cara) yang tidak sesuai
dengan hidayah (petunjuk Allah Ta’ala) karena kebodohannya, maka dia butuh untuk
memohon hidayah Allah kepada kebenaran dalam perkara-perkara tersebut.
● Atau dia telah mengetahui hidayah (kebenaran) dalam perkara-perkara tersebut, akan
tetapi dia mengerjakannya (dengan cara) yang tidak sesuai dengan hidayahsecara
sengaja, maka dia butuh untuk bertaubat dari (kesalahan) tersebut.
● Atau perkara-perkara yang dia tidak mengetahui segi hidayah (kebenaran) padanya,
baik dalam ilmu dan amal, sehingga luput darinya hidayah untuk mengenal dan
mengetahui perkara-perkara tersebut (secara benar), serta untuk meniatkan dan
mengerjakannya.
● Atau perkara-perkara yang dia telah mendapat hidayah (kebenaran) padanya dari satu
sisi, tapi tidak dari sisi lain, maka dia butuh kesempurnaan hidayah padanya.
● Atau perkara-perkara yang dia telah mendapat hidayah (kebenaran) padanya secara
asal (garis besar), tapi tidak secara detail, sehingga dia butuh hidayah (pada) perincian
(perkara-perkara tersebut).
● Atau jalan (kebenaran) yang dia telah mendapat hidayah kepadanya, tapi dia
membutuhkan hidayah lain di dalam (menempuh) jalan tersebut. Karena hidayah
(petunjuk) untuk mengetahui suatu jalan berbeda dengan petunjuk untuk menempuh
jalan tersebut. Bukankah anda pernah mendapati seorang yang mengetahui jalan
(menuju) kota tertentu yaitu jalur ini dan itu, akan tetapi dia tidak bisa menempuh jalan
tersebut (tidak bisa sampai pada tujuan)? Karena untuk menempuh perjalanan itu
sendiri membutuhkan hidayah (petunjuk) yang khusus, contohnya (memilih) perjalanan
di waktu tertentu dan tidak di waktu lain, mengambil (persediaan) di tempat tertentu
dengan kadar yang tertentu, serta singgah di tempat tertentu (untuk beristirahat) dan
tidak di tempat lain. Petunjuk untuk menempuh perjalanan ini terkadang diabaikan oleh
orang yang telah mengetahui jalur suatu perjalanan, sehingga (akibatnya) diapun binasa
dan tidak bisa mencapai tempat yang dituju.
● Demikian pula perkara-perkara yang dia butuh untuk mendapatkan hidayah dalam
mengerjakannya di waktu mendatang sebagaimana dia telah mendapatkannya di waktu
yang lalu.
● Dan perkara-perkara yang dia tidak memiliki keyakinan benar atau salahnya (perkara-
perkara tersebut), maka dia membutuhkan hidayah (untuk mengetahui mana yang)
benardalam perkara-perkara tersebut.
● Dan perkara-perkara yang dia yakini bahwa dirinya berada di atas petunjuk (kebenaran)
padanya, padahal dia berada dalam kesesatan tanpa disadarinya, sehingga dia
membutuhkan hidayah dari Allah untuk meninggalkan keyakinan salah tersebut.
● Dan perkara-perkara yang telah dikerjakannya sesuai dengan hidayah (kebenaran), tapi
dia butuh untuk memberi bimbingan, petunjuk dan nasehat kepada orang lain untuk
mengerjakan perkara-perkara tersebut (dengan benar). Maka ketidakperduliannya
terhadap hal ini akan menjadikannya terhalang mendapatkan hidayah sesuai dengan
(kadar) ketidakperduliannya, sebagaimana petunjuk, bimbingan dan nasehatnya kepada
orang lain akan membukakan baginya pintu hidayah, karena balasan (yang Allah Y
berikan kepada hamba-Nya) sesuai dengan jenis perbuatannya”

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/19131-makna-dan-hakikat-hidayah-


allah.html

[13]Imam Ibnu Katsir ketika menjawab pertanyaan sehubungan dengan makna ayat di atas [12]:
bagaimana mungkin seorang mukmin selalu meminta hidayah di setiap waktu, baik di dalam
shalat maupun di luar shalat, padahal dia telah mendapatkan hidayah, apakah ini termasuk
meminta sesuatu yang telah ada pada dirinya atau tidak demikian?

Imam Ibnu Katsir berkata: “Jawabannya: tidak demikian, kalaulah bukan karena kebutuhan
seorang mukmin di siang dan malam untuk memohon hidayah maka Allah tidak akan
memerintahkan hal itu kepadanya. Karena sesungguhnya seorang hamba di setiap waktu dan
keadaan sangat membutuhkan (pertolongan) Allah Ta’ala untuk menetapkan dan meneguhkan
dirinya di atas hidayah-Nya, juga membukakan mata hatinya, menambahkan kesempurnaan
dan keistiqamahan dirinya di atas hidayah-Nya.Sungguh seorang hamba tidak memiliki
(kemampuan memberi) kebaikan atau keburukan bagi dirinya sendiri kecuali dengan kehendak-
Nya, maka Allah Ta’alamembimbingnya untuk (selalu) memohon kepada-Nya di setiap waktu
untuk menganugerahkan kepadanya pertolongan, keteguhan dan taufik-Nya. Oleh karena itu,
orang yang beruntung adalah orang yang diberi taufik oleh Allah Ta’alauntuk (selalu) memohon
kepadanya, karena Allah Ta’ala telah menjamin pengabulan bagi orang yang berdoa jika dia
memohon kepada-Nya, terutama seorang yang sangat butuh dan bergantung kepada-Nya
(dengan selalu bersungguh-sungguh berdoa kepada-Nya) di waktu-waktu malam dan di tepi-
tepi siang”

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/19131-makna-dan-hakikat-hidayah-


allah.html

Anda mungkin juga menyukai