Anda di halaman 1dari 31

‫ِبۡس ِم ٱِهَّلل ٱلَّر ۡح َٰم ِن ٱلَّر ِح يِم‬

Tahapan Kewajiban
Shalat & Shaum
‫أحوال الصالة والصيام‬
Kajian Ahad Shubuh
MASJID NURUL ILMI
Ahad, 3 April 2022 M/1 Ramadhan 1443 H
Aep Fahrudin
Penetapan Awal Ramadhan
Ada dua metode dalam menentukan
dimulainya awal bulan pada kalender Hijriyah:
Pertama, metode HISAB yaitu perhitungan
secara matematis dan astronomis untuk
menentukan posisi bulan.
Kedua, metode RUKYAT yaitu aktivitas
mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan
bulan sabit yang nampak pertama kali setelah
terjadinya ijtimak (konjungsi).
Hisab Wujudul Hilal
Kriteria Wujudul Hilal dalam penentuan awal bulan
Hijriyah dinyatakan bahwa: “Jika setelah terjadi ijtimak,
bulan terbenam setelah terbenamnya matahari, maka
malam itu ditetapkan sebagai awal bulan Hijriyah tanpa
melihat berapapun sudut ketinggian bulan saat matahari
terbenam”. Dengan kata lain wujudul hilal terjadi bila:
• Telah terjadi ijtimak (konjungsi)
• Ijtimak (konjungsi) itu terjadi sebelum matahari
terbenam
• Pada saat terbenamnya matahari piringan atas bulan
berada di atas ufuk (bulan baru telah wujud)
Kreteria hisab wujudul hilal disebut juga dengan hisab
hakiki seperti yang digunakan oleh Muhammadiyah.
Hisab Imkanur Rukyat
Pemerintah RI melalui pertemuan Menteri-menteri
Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura
(MABIMS) menetapkan kriteria yang disebut Imkanur
Rukyat untuk penentuan awal bulan pada Kalender
Islam bahwa Hilal dianggap terlihat dan keesokannya
ditetapkan sebagai awal bulan Hijriyah apabila
memenuhi syarat-syarat berikut:
 Ketika Matahari terbenam, ketinggian Bulan di atas
horison tidak kurang dari 2° dan
 Jarak lengkung Bulan-Matahari (sudut elongasi)
tidak kurang dari 3°, atau
 Ketika Bulan terbenam, umur bulan tidak kurang
dari 8 jam selepas konjungsi/ijtimak berlaku. (238)
Kriteria Baru MABIMS
Pada tahun 2016, Menteri Agama anggota MABIMS
menyepakati untuk menggunakan kriteria baru
yaitu:
• Tinggi hilal 3 derajat
• Elongasi 6,4 derajat
Kriteria ini disepakati untuk digunakan pada tahun
2018, tetapi urung digunakan sampai tahun 2021.
Pada tanggal 8 Desember 2021 komitmen tersebut
kemudian disepakati bersama dengan
penandatanganan surat bersama ad referendum
terkait penggunaan kriteria baru MABIMS di
Indonesia pada 2022.
Rukyat Global atau Lokal?
Adapun yang memulai shaum pada hari Sabtu
bukan karena berpegang pada hisab hakiki, tetapi
karena mengikuti Saudi, ini yang disebut dengan
Rukyat Global. (Saudi mulai hari Sabtu)
Kuraib (tabi’in) pernah diutus ke Syam untuk
menemui Muawiyah. Lalu hilal bulan Ramadhan
nampak (terrukyat) pada Jum’at malam. Lalu
pulang ke Madinah di akhir bulan Ramadhan. Ibnu
Abas berkata bahwa di Madinah baru terlihat di
Sabtu malam (istikmal), dan Ibnu Abbas
melakukan shaum pada hari Sabtu sebagaimana
yang diperintahkan Nabi saw. HR. Muslim
Tiga Tahapan Shalat
1. Perubahan Arah Kiblat

‫ ُأِح يَلْت الَّص اَل ُة َثاَل َث َة َأ اٍل‬: ‫اِذ ِن ٍل َق اَل‬


‫ْح َو‬ ‫َعْن ُمَع ْب َجَب‬
‫َّن‬ ‫ِإ‬ ‫ِة‬ ‫َأ‬ ‫ٍل‬ ‫ِح‬
‫َوُأ َل ِّص َي ُم اَل َة ْح َو َف َّم ْح َو َّصاَل َف َّيِب‬
‫َّن‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫ال‬ ‫ُل‬ ‫ا‬ ‫َأ‬ ‫ا‬ ، ‫ا‬ ‫َأ‬ ‫َث‬ ‫َث‬ ‫ا‬ ‫ال‬ ‫ي‬
‫ِّلي َة َش َش ا ِإىَل ِت‬ ‫َة‬ ‫ي‬ ‫ِد‬ ‫ْل‬ ‫ا‬ ‫ِد‬ ‫َق‬ 
‫َر ًر َبْي‬ ‫ْه‬ ‫َع‬ ‫َو َو ُيَص َس ْبَع‬ ‫ُه‬ ‫َن‬ ‫َم َم‬
...‫اْلَم ْق ِد ِس َّمُث ِإَّن الَّلَه َأْنَزَل َعَلْيِه‬
Dari Mu'az ibnu Jabal berkata, ‘Ibadah shalat difardukan melalui
tiga tahapan, dan ibadah shaum difardukan melalui tiga tahapan
pula. Adapun mengenai tahapan-tahapan ibadah shalat ialah
ketika Nabi saw tiba di Madinah, maka beliau shalat dengan
menghadap ke arah Baitul Maqdis selama 17 bulan. Kemudian
Allah swt menurunkan kepadanya ayat berikut…
Musnad Ahmad V: 246 No. 22177
‫ِق‬ ‫َّن‬ ‫ِّل‬ ‫ٓا‬ ‫ٱل‬ ‫يِف‬ ‫ِه‬ ‫ُّل‬ ‫ۡد‬
‫َل‬ ‫ۡب‬
‫َّس َم َف ُنَو َي َك ًة‬ ‫َل‬ ‫ِۖء‬ ‫َق َنَر َتَق َب َو َك‬
‫ۡج‬ ‫ٰى‬
‫َتۡر َض ٰىَه ۚا َفَو ِّل َوۡج َه َك َش ۡط َر ٱۡل َم ۡس ِج ِد ٱۡل َح َراِۚم َوَح ۡي ُث َم ا‬
‫َٰت‬ ‫ُك نُتۡم ُّل وْا و ُك ۡم َش ۡط ۗۥ ِإَّن ٱَّل ِذي ُأوُت وْا ٱۡل ِك‬
‫َب‬ ‫َن‬ ‫َرُه َو‬ ‫َفَو ُوُج َه‬
 ‫َلَيۡع َلُم وَن َأَّنُه ٱۡل َح ُّق ِم ن َّرِهِّبۗۡم َو َم ا ٱلَّلُه ِبَٰغ ِف ٍل َعَّم ا َيۡع َم ُلوَن‬
Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit,
maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang
kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan
dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.
Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang
diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa
berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan
Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. QS.
Al Baqarah: 144
‫ َك اَن َأَّوُل ا ُنِس ِم‬: ‫َأيِب َطْل َة ِن ا ِن َّب اٍس‬ ‫َقاَل ِل‬
‫َخ َن‬ ‫َم‬ ‫َح َع ْب َع‬ ‫َع ُّي ْبُن‬
‫ا‬ ‫ِة‬ ‫ِد‬ ‫ا‬ ‫ِإ‬ ‫ا‬ ‫ا‬  ‫ِهلل‬‫ا‬ ‫و‬ ‫َّن‬‫َأ‬ ‫ِل‬ ‫ِق‬ ‫ِن‬
‫ْل‬
‫َلَّم َه َج َر ىَل َم ْيَن َوَك َن‬ ‫َل‬ ‫اْلُق ْرآ ْبَل ُة َو َذ َك َرُس‬
، ‫ْل‬ ‫ا‬
‫ َف ِر ِت‬، ‫اْل ْق ِدِس‬ ‫ِب‬ ‫َأ‬ ‫ِل‬
‫َف َح‬ ‫َأْك َثُر َأْه َه َيُه ْو َد َف َم َرُه ُهلل ْن َيْس َتْق َل َبْيَت َم‬
‫َأ‬ ‫ا‬ ، ‫ْل‬ ‫ا‬ ‫ا‬
‫ِق‬ ‫ِحُي‬ ‫ا‬ ‫ا‬
‫ْض َعَة َعَش َر َش ْه ًر َوَك َن ُّب ْبَلَة‬ ‫ِب‬  ‫ِهلل‬‫ َفاْس َتْق َبَلَه ا َرُس وُل ا‬،‫اْلَيُه ْو ُد‬
...‫ َفَأْنَزَل اُهلل‬، ‫ َفَك اَن َيْد ُعْو ِإىَل اِهلل َو َيْنُظُر ِإىَل الَّس َم اِء‬، ‫ِإْبَراِه ْيَم‬
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan, dari Ibnu Abbas, ‘Masalah yang
pertama kali dinasakh (dihapus hukumnya) di dalam al Qur’an adalah
masalah kiblat. Hal itu terjadi ketika Rasulullah hijrah ke Madinah. Pada
waktu itu mayoritas penduduknya adalah Yahudi. Maka Allah Ta’ala
memerintahkan untuk menghadap ke Baitul Maqdis. Orang-orang
Yahudi pun merasa senang Rasulullah menghadap ke Baitul Maqdis
sekitar belasan bulan, padahal beliau sendiri lebih menyukai (untuk
menghadap ke) kiblat Ibrahim. Karena itu, beliau berdoa memohon
kepada Allah sambil menengadahkan wajahnya ke langit, maka Allah
Ta’ala pun menurunkan ayat tersebut… Tafsir Ibnu Katsir I: 458
2. Perubahan Panggilan Shalat

‫َقاَل َوَك اُنوا ْجَيَتِم ُع وَن ِللَّص اَل ِة َو ُيْؤ ِذ ُن َهِبا َبْع ُض ُه ْم َبْع ًض ا َح ىَّت َنَق ُس وا‬
‫ٍد‬ ‫َأ َك ا وا ُق وَن َّمُث ِإَّن اًل ِم اَأْلْن اِر َق اُل َل ُد الَّلِه‬
‫ْبُن َزْي‬ ‫َرُج ْن َص ُي ُه َعْب‬ ‫ْو ُد َيْن ُس‬
‫ِئ‬ ‫ِف‬ ‫َأ‬ ‫ِإ‬ ‫ِه‬‫َّل‬ ‫ِه‬‫َّل‬
‫ُم َو ْوَل‬ ‫َّنا‬‫ل‬ ‫ا‬ ‫ى‬ ‫ا‬ ‫ي‬
‫َر ْيُت َم َرَي‬ ‫يِّن‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫َل‬‫و‬ ‫َأَتى َرُس وَل ال َف َي َرُس‬
‫ا‬ ‫َل‬ ‫ا‬ ‫َق‬ 
‫ُقْلُت ِإيِّن ْمَل َأُك ْن َناِئًم ا َلَص َد ْقُت ِإيِّن َبْيَنا َأَنا َبَنْي الَّناِئِم َواْلَيْق َظاِن ِإْذ‬
... ‫َرَأْيُت َش ْخ ًص ا َعَلْيِه َثْو َباِن َأْخ َض َراِن َفاْس َتْق َبَل اْلِق ْبَلَة َفَق اَل‬
Mu'az ibnu Jabal berkata, ‘Bahwa pada mulanya mereka berkumpul menunaikan
shalat dengan cara sebagian dari mereka mengundang sebagian lainnya hingga
akhirnya mereka membuat kentong atau hampir saja mereka membuat kentong.
Kemudian ada seorang lelaki dari kalangan Ansar -yang dikenal dengan nama
Abdullah ibnu Zaid- datang kepada Rasulullah saw. Lalu ia berkata, ‘Wahai
Rasulullah, sesungguhnya aku melihat dalam mimpiku suatu peristiwa yang jika
aku tidak tidur, niscaya aku percaya kepada apa yang kulihat itu. Sesungguhnya
ketika aku dalam keadaan antara tidur dan terjaga, tiba-tiba aku melihat
seseorang yang memakai baju rangkap yang kedua-duanya berwarna hijau.
Lelaki itu menghadap ke arah kiblat, lalu mengucapkan…
‫الَّلُه َأْك َبُر الَّلُه َأْك َبُر َأْش َه ُد َأْن اَل ِإَلَه ِإاَّل الَّلُه َأْش َه ُد َأْن‬
‫ِن‬ ‫ِم‬
‫اَل ِإَل َه ِإاَّل الَّل ُه‪َ ،‬م ْثىَن َم ْثىَن َح ىَّت َفَرَغ ْن َذ َّمُث‬
‫ا‬ ‫اَأْل‬
‫ِز‬ ‫َّن‬ ‫ِذ‬ ‫َّل‬ ‫ِم‬
‫َأْم َه َل َس اَعًة َقاَل َّمُث َقاَل ْث َل ا ي َقاَل َغْيَر ُه َي يُد‬
‫َأ‬
‫‪،‬‬ ‫ال‬ ‫ِت‬
‫يِف َذ َك َقْد َق َم َّصاَل ُة َقْد َق َم َّصاَل ُة َفَق َل‬
‫ا‬ ‫ا‬ ‫ال‬ ‫ِت‬ ‫ا‬ ‫‪:‬‬ ‫ِل‬
‫ِب‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ِّذ‬
‫َع ْم َه اَل اًل َفْلُيَؤ ْن َهِب َفَك َن اَل ٌل‬ ‫ِب‬ ‫ا‬ ‫ِّل‬ ‫‪‬‬ ‫ِه‬ ‫َرُس وُل الَّل‬
‫َأَّوَل َمْن َأَّذَن َهِبا َقاَل َوَج اَء ُعَم ُر ْبُن اَخْلَّطاِب َفَق اَل َيا‬
‫َغ‬ ‫ِه‬ ‫ِب‬ ‫َف‬ ‫ا‬ ‫َط‬ ‫َأ‬ ‫ي‬ ‫ِذ‬ ‫َّل‬ ‫ا‬ ‫ْث‬ ‫ِم‬ ‫يِب‬ ‫َف‬ ‫ا‬ ‫َط‬ ‫ْد‬ ‫َق‬ ‫َّن‬‫ِإ‬ ‫ِه‬ ‫َّل‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫َل‬ ‫و‬
‫ْيَر‬ ‫ُل‬ ‫ُه‬ ‫َرُس‬
‫َأَّنُه َس َبَق يِن َفَه َذ اِن َح ْواَل ِن ‪.‬‬
'AllahuAkbar, Allahu Akbar (Allah Mahabesar, Allah
Mahabesar), asyhadu alia ilaha illallah (aku bersaksi tidak
ada Tuhan selain Allah).' Ia membacanya dua kali-dua kali
hingga selesai azannya. Kemudian berhenti sesaat. Setelah
itu ia mengucapkan hal yang sama, hanya kali ini dia
menambahkan kalimat qad qamatis shalah (sesungguhnya
shalat akan didirikan) sebanyak dua kali." Maka Rasulullah
aaw. Bersabda, “Ajarkanlah itu kepada Bilal,” maka Bilal
menyerukan adzan dengan kalimat ini. Maka Bilal adalah
orang yang mula-mula menyerukan adzan dengan kalimat
ini. Mu’az bin Jabal melanjutkan kisahnya, bahwa lalu
datanglah Umar bin Khattab dan mengatakan, ‘Wahai
Rasulullah, sesungguhnya aku pun pernah bermimpi melihat
seperti apa yang dilihatnya, hanya dia lebih dahulu dariku.’
Hal yang telah kami sebutkan di atas merupakan dua
tahapan, yaitu tahapan pertama dan kedua.
Awal Disyari’atkan Adzan
،‫َك اَن اْلُمْس ِلُم وَن ِح َني َق ِدُموا اْلَم ِديَن َة ْجَيَتِم ُع وَن َفَيَتَح َّيُن وَن الَّص َالَة‬
‫ َفَق اَل َبْع ُض ُه ْم اِخَّت ُذ وا‬، ‫ َفَتَك َّلُم وا َيْو ًم ا ىِف َذِل َك‬،‫َلْيَس ُيَن اَدى َهَلا‬
‫وًق ا ِم ْث ِن‬ ‫ا‬ .‫ى‬ ‫ا‬ ‫َّن‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫ِس‬‫و‬ ‫ِم‬
‫َناُقوًس ا ْث َل َن ُق‬
‫ا‬
‫َل ْرَق‬ ‫َص َر َو َق َل َبْع ُض ُه ْم َب ْل ُب‬
‫ َفَق اَل ُعَم ُر َأَوَال َتْبَعُث وَن َرُج ًال ُيَن اِد ى ِبالَّص َالِة؟ َفَق َلا‬. ‫اْلَيُه وِد‬
!‫ َيا ِبَالُل ُقْم َفَناِد ِبالَّص َالِة‬ ‫َرُس وُل الَّلِه‬
Ketika Kaum Muslimin tiba di Madinah, mereka berkumpul untuk shalat
dengan cara memperkirakan waktunya, dan tidak ada panggilan untuk
pelaksanaan shalat. Suatu hari mereka memperbincangkan hal tersebut,
di antara mereka mengusulkan lonceng seperi loncengnya Kaum
Nashrani dan sebagian lain mengusulkan untuk meniup terampet
sebagaimana Kaum Yahudi. Maka Umar pun berkata, ‘Mengapa tidak
kalian suruh seseorang untuk mengumandangkan panggilan shalat?’
Rasulullah saw kemudian bersabda: "Wahai Bilal, bangkit dan serukanlah
panggilan shalat.“ Shahih Bukhari I: 124 no. 604
‫‪2. Perubahan Masbuk Ketika Shalat‬‬

‫َقاَل َوَك اُنوا َي ْأُتوَن الَّص اَل َة َو َق ْد َس َبَق ُه ْم ِبَبْع ِض َه ا الَّنُّيِب ‪‬‬
‫َق اَل َفَك اَن الَّرُج ُل ُيِش ُري ِإىَل الَّرُج ِل ِإْن َج اَء َك ْم َص َّلى؟‬
‫َفَيُق وُل اِح َد ًة َأْو اْثَنَتِنْي َفُيَص ِّليَه ا‪َّ ،‬مُث َيْد ُخ َمَع اْلَق ْو ِم يِف‬
‫ِج ُل‬ ‫َو‬
‫َص اَل ِهِتْم َق اَل َفَج اَء ُمَع اٌذ َفَق اَل اَل َأ ُد ُه َعَلى َح اٍل َأَب ًد ا‬
‫ِإاَّل ُك ْنُت َعَلْيَه ا َّمُث َقَض ْيُت َم ا َس َبَق يِن ‪َ ،‬ق اَل َفَج اَء َو َق ْد‬
‫ى‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ِض‬
‫َس َبَق ُه الَّنُّيِب ‪ِ ‬بَبْع َه َق َل َفَثَبَت َم َعُه َفَلَّم َقَض َرُس ُل‬
‫و‬
‫َّن‬‫ِإ‬ ‫‪‬‬ ‫ِه‬‫َّل‬‫ل‬ ‫ا‬ ‫و‬ ‫ِه‬‫َّل‬
‫ُه َقْد َس َّن‬ ‫ُل‬ ‫ال َص َتُه َم َفَق َض َفَق َرُس‬
‫َل‬ ‫ا‬ ‫ى‬ ‫ا‬‫َق‬ ‫اَل‬ ‫‪‬‬
‫َلُك ْم ُمَعاٌذ َفَه َك َذ ا َفاْص َنُعوا َفَه ِذِه َثاَل َثُة َأْح َواٍل ‪.‬‬
Mu’az bin Jabal melanjutkan kisahnya, bahwa pada mulanya para
sahabat sering datang terlambat di tempat shalat; mereka datang
ketika Nabi saw telah menyelesaikan sebagian dari shalatnya. Maka
seorang lelaki dari mereka bertanya kepada salah seorang yang
sedang shalat melalui isyarat, sudah berapa rakaat? Lelaki yang
ditanya menjawabnya, ‘Satu atau dua rakaat.’ Lalu dia mengerjakan
shalat yang tertinggal itu sendirian, setelah itu ia baru masuk ke dalam
jamaah, menggabungkan diri bermakmum kepada Nabi saw. Perawi
mengatakan, lalu datanglah Mu'az dan berkata, ‘Tidak sekali-kali ada
suatu tahapan yang baru yang dialami oleh Nabi saw melainkan aku
terlibat di dalamnya.’ Pada suatu hari ia datang, sedangkan Nabi saw.
telah mendahuluinya dengan sebagian shalatnya. Maka Mu'az langsung
ikut bermakmum kepada Nabi saw. Setelah Nabi saw menyelesaikan
shalatnya, bangkitlah Mu'az melanjutkan shalatnya yang ketinggalan.
Maka Rasulullah saw. Bersabda, “Sesungguhnya Mu'az telah membuat
suatu peraturan bagi kalian, maka tirulah oleh kalian perbuatannya itu
(yakni langsung masuk ke dalam berjamaah; apabila imam selesai dari
shalatnya, baru ia menyelesaikan rakaat yang tertinggal). Hal yang
ketiga ini tahapan terakhir dari shalat.
Tiga Tahapan Shaum
Selama 13 tahun hidup di Mekah sebelum hijrah, yakni
sejak tahun 1 dari masa kenabian, Rasulullah saw telah
13 kali mengalami Ramadhan, yaitu di mulai dari
Ramadhan tahun ke-1 dari masa kenabian yang
bertepatan dengan bulan Agustus tahun 611 M hingga
tahun ke-13 yang bertepatan dengan bulan April tahun
622 M, namun selama waktu itu belum disyariatkan
ibadah shaum pada bulan Ramadhan, yang telah
disyariatkan adalah:
1. shaum 3 hari setiap bulan, yang kemudian dikenal
dengan sebutan ayyamul bidh, yakni tanggal 13, 14,
dan 15 setiap bulan pada kalender Hijriyah.
2. Shaum setiap tanggal 10 Muharram, yang kemudian
dikenal dengan sebutan asyura.
‫‪1. Tahapan Kewajiban Shaum‬‬

‫و‬ ‫َف‬ ‫ي‬ ‫ِد‬ ‫ْل‬ ‫ا‬ ‫ِد‬ ‫َق‬ ‫‪‬‬ ‫ِه‬ ‫َّل‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫َل‬‫و‬ ‫َّن‬ ‫ِإ‬ ‫َف‬ ‫ِم‬ ‫َوَأَّم ا َأْح َواُل الِّص َيا‬
‫َم َم َنَة َجَع َل َيُص ُم‬ ‫َرُس‬
‫َة َش َش ا ِم‬ ‫ا‬ ‫ي‬ ‫ِز‬ ‫ا‬ ‫ٍم‬ ‫ا‬ ‫َأ‬ ‫ٍر‬ ‫ِم‬
‫ْن ُك ِّل َش ْه َثاَل َثَة َّي َو َق َل َي ُد َفَص َم َس ْبَع َع َر ْه ًر ْن‬
‫ا‬ ‫ِبي ِع اَأْلَّو ِل ِإىَل َض اَن ِم ُك ِّل َش ْه ٍر َثاَل َث َة َأَّي اٍم‬
‫َو َص َم َيْو َم‬ ‫ْن‬ ‫َرَم‬ ‫َر‬
‫َعاُش وَراَء َّمُث ِإَّن الَّلَه ‪َ ‬فَرَض َعَلْي ِه الِّص َياَم َفَأْنَزَل الَّلُه ‪َ ‬يا َأُّيَه ا‬
‫اَّل ِذي آ ُن وا ُك ِت َل ُك الِّص ا َك ا ُك ِت َلى اَّل ِذي ِم‬
‫َن ْن‬ ‫َي ُم َم َب َع‬ ‫َب َع ْي ْم‬ ‫َن َم‬
‫َقْبِلُك ْم ِإىَل َه ِذِه اآْل َيِة َو َعَلى اَّلِذيَن ُيِط يُقوَنُه ِفْد َيٌة َطَع اُم ِم ْس ِكٍني ‪‬‬
‫ا َأْط ِم ِكي ا َف َأ َأ َذِل‬
‫َق اَل َفَك اَن َمْن َش اَء َص اَم َو َمْن َش َء َعَم ْس ًن ْجَز َك‬
‫َعْن ُه َق اَل َّمُث ِإَّن الَّل َه ‪َ ‬أْنَزَل اآْل َيَة اُأْلْخ َرى ‪َ‬ش ْه ُر َرَم َض اَن اَّل ِذي‬
‫ُأْنِزَل ِفيِه اْلُقْرآُن ِإىَل َقْو ِلِه َفَم ْن َش ِه َد ِم ْنُك ْم الَّش ْه َر َفْلَيُصْم ُه‪‬‬
Keadaan-keadaan atau tahapan yang dialami oleh ibadah shaum
ialah ketika Rasulullah saw tiba di Madinah, beliau shaum 3 hari
setiap bulannya, juga shaum 'Asyura. Kemudian Allah
mewajibkan shaum atasnya melalui firman-Nya: “Hai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian
bertakwa” -sampai dengan firman-Nya- “Dan wajib bagi orang-
orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin.” (Al
Baqarah: 183-184) Pada mulanya orang yang menghendaki
puasa, ia boleh puasa; dan orang yang tidak ingin puasa, maka ia
memberi makan seorang miskin sebagai ganti dari puasanya.
Kemudian Allah swt menurunkan ayat lain, yaitu firman-Nya:
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan
yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an -sampai
dengan firman-Nya- karena itu, barang siapa di antara kalian
hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah
ia berpuasa pada bulan itu.” (Al-Baqarah: 185)
Jadi, sekitar 17 bulan sejak di Madinah, yaitu sejak Rabi’ul
Awal hingga Sya’ban tahun ke-2 Nabi masih menjalankan
ibadah shaum selain Ramadhan. Kemudian di akhir bulan
Sya’ban tahun ke-2 hijriah, setelah selesai shalat Ashar
berjama’ah, Nabi berkhutbah di hadapan para sahabat.

‫ا ٌك َش ِف ِه‬ ‫َش‬ ‫ِظ‬ ‫َش‬ ‫ُك‬‫َّل‬


‫َظ‬‫َأ‬ ‫ْد‬ ‫َق‬ ‫َّنا‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ُّي‬‫َأ‬
‫ٌر ْي‬ ‫ْه‬ ‫ْه‬
‫ْم ٌر ْيٌم ٌر ُمَب َر‬ ‫َع‬ ‫ْه‬ ‫َه ُس‬
‫ِق‬
‫َلْيَل ٌة َخ ْيٌر ِم ْن َأْل ِف َش ْه ٍر َج َع َل اُهلل ِص َياَم ُه َفِرْيَض ًة َو َي َما‬
.‫َلْيِلِه َتَطُّوًعا‬
“Hai manusia! Telah menaungi kamu bulan yang agung,
bulan yang penuh dengan berkah, bulan yang padanya ada
satu malam lebih baik dari seribu bulan. Allah tetapkan
shaum padanya sebagai satu kewajiban, dan shalat pada
malamnya sebagai tathawu (sunnat).” Shahih Ibnu
Khuzaimah III: 191 no. 1887
‫ا‬ ‫َأ‬
‫ُيَب ُر ْص َح َبُه َق ْد‬‫ِّش‬  ‫ِهلل‬‫َعْن َأيِب ُه َرْيَرَة َق اَل َق اَل َرُس وُل ا‬
‫ُك‬ ‫َل‬ ‫َع‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ٌك‬
‫ْه ٌر ُمَب َر ْفَتَرَض ُهلل ْي ْم‬ ‫ا‬ ‫َش‬ ‫َن‬ ‫ا‬ ‫َض‬ ‫َش‬ ‫ُك‬
‫َج َء ْم ْه ُر َرَم‬ ‫ا‬
‫ِص َياَم ُه ُيْف َتُح ِفي ِه َأْب اُب اَجْلَّن ِة َو ُيْغَل ُق ِفي ِه َأْب اُب اَجْلِح يِم‬
‫َو‬ ‫َو‬
. ‫َو ُتَغُّل ِفيِه الَّش َياِط ُني ِفيِه َلْيَلٌة َخ ْيٌر ِم ْن َأْلِف َش ْه ٍر‬
Dari Abu Hurairah berkata, ‘Rasulullah saw bersabda
menggembirakan para sahabatnya, “Telah datang kepada
kalian Bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah telah
mewajibkan atas kalian shaumnya. Pada saat itu pintu-
pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan
syetan-syetan diikat. Padanya terdapat satu malam yang
lebih baik dari seribu bulan”. Musnad Ahmad XVIII:
173 No. 8631
2. Tahapan Keringanan Shaum
Pada mulanya para sahabat diperbolehkan melaksanakan
shaum Ramadhan itu dengan cara memilih antara shaum dan
fidyah walaupun mereka kuat melaksanakan shaum itu.

‫ِل‬ ‫َأ‬ ‫ِك‬ ‫ِم‬


‫َقاَل َفَك اَن َمْن َش اَء َص اَم َو َمْن َش اَء َأْطَعَم ْس ًن َف ْج َز َذ َك َعْنُه‬
‫َأ‬ ‫ا‬ ‫ي‬
‫َش ْه ُر َرَم َض اَن اَّل ِذ ي ُأْن ِزَل‬ ‫ َأْنَزَل اآْل َي َة اُأْلْخ َرى‬ ‫َق اَل َّمُث ِإَّن الَّل َه‬
‫ِفيِه اْلُقْرآُن ِإىَل َقْو ِلِه َفَم ْن َش ِه َد ِم ْنُك ْم الَّش ْه َر َفْلَيُصْم ُه‬
Mu’adz berkata, ‘Pada mulanya orang yang menghendaki puasa, ia
boleh puasa; dan orang yang tidak ingin puasa, maka ia memberi
makan seorang miskin sebagai ganti dari puasanya. Kemudian Allah
swt menurunkan ayat lain, yaitu firman-Nya: “(Beberapa hari yang
ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al-Qur’an -sampai dengan firman-Nya- karena
itu, barang siapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di
bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (Al-Baqarah: 185)
Maka dengan turunnya surat Al Baqarah; 185 tersebut,
maka kewajiban shaum diwajibkan secara mutlak, tidak
boleh memilih lagi antara shaum dan fidyah.

‫َقاَل َفَأ الَّل ِص ا َلى اْل ِق يِم الَّص ِح يِح َّخ ِفي ِه‬
‫َوَر َص‬ ‫ْثَبَت ُه َي َم ُه َع ُم‬
‫ي‬ ‫ِذ‬ ‫َّل‬ ‫ا‬ ‫ِري‬ ‫ِب‬ ‫ِل‬ ‫ا‬ ‫ِإْل‬‫ا‬ ‫ِر‬‫ِف‬
‫َو ُم َس َو َثَّبَت ْطَع َم ْلَك‬ ‫ا‬ ‫ْل‬ ‫ا‬ ‫ِض‬ ‫ي‬‫ِر‬ ‫ِل‬
‫اَل‬ ‫ْلَم‬
. ‫َيْس َتِط يُع الِّص َياَم َفَه َذ اِن َح ْواَل ِن‬
Maka Allah menetapkan kewajiban puasa atas orang
mukim yang sehat, dan memberikan keringanan kepada
orang yang sakit dan orang yang sedang bepergian, serta
ditetapkan memberi makan orang miskin bagi lansia yang
tidak kuat lagi melakukan puasa. Demikianlah dua
tahapan yang dialami oleh puasa.
‫اَن اَّلِذي ُأْنِزَل ِفي ِه اْلُق آُن ًد ى ِللَّناِس ِّيَن اٍت ِم‬ ‫َش‬ 
‫َن‬ ‫َو َب‬ ‫ُه‬ ‫ْر‬ ‫َض‬ ‫ُر َرَم‬ ‫ْه‬
‫ا‬ ‫ْل‬ ‫الَّش‬ ‫ُك‬ ‫ِم‬ ‫ِه‬
‫اُهْلَد ى َواْلُفْرَق ا َفَم ْن َش َد ْن ُم ْه َر َف َيُص ْم ُه َو َمْن َك َن‬ ‫ِن‬
‫ْل‬‫ا‬ ‫ِب‬ ‫ا‬ ‫ي‬ ‫ُأ‬ ‫ٍم‬ ‫ا‬ ‫َأ‬ ‫ِم‬ ‫ِع‬
‫َم ِريًض ا َأْو َعَلى َس َف ٍر َف ٌة ْن َّي َخ َر ُي ُد ُهلل ُك ُم ُيْس َر َوَال‬
‫ِر‬ ‫َّد‬
‫ُك‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ى‬ ‫َل‬ ‫ا‬ ‫ا‬
‫و‬ ‫ِّب‬ ‫َك‬ ‫ِل‬ ‫َة‬ ‫َّد‬ ‫ِع‬‫ْل‬‫ا‬ ‫ا‬‫و‬ ‫ُل‬ ‫ِم‬ ‫ْك‬ ‫ِل‬ ‫ْل‬‫ا‬ ‫ُك‬‫ِب‬ ‫ي‬‫ِر‬
‫َد‬
‫َو ُت ُر َهلل َع َم َه ْم‬ ‫ُم ُعْس َر َو ُت‬ ‫ُد‬ ‫ُي‬
 ‫َو َلَعَّلُك ْم َتْش ُك ُروَن‬
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Quran sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk
itu dan pembeda (hak dan yang bathil), karena itu barangsiapa di antara
kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah
ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan
(lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki
kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu, dan
hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,
supaya kamu bersyukur. QS. Al Baqarah: 185
2. Tahapan Waktu Shaum (sampai malam)
Dahulu waktu berbuka itu sangat sempit sekali yaitu sampai tiba
waktu Isya atau sebelum tidur. Apabila belum tiba waktu Isya
atau telah tiba tetapi sudah tidur dahulu, maka ketika bangun
tidak diperbolehkan makan, minum dan berjima’ karena waktu
berbukanya sudah habis.

‫َقاَل َوَك اُنوا َيْأُك ُلوَن َو َيْش َرُبوَن َو َيْأُتوَن الِّنَس اَء َم ا ْمَل َيَناُموا َفِإَذا َناُموا اْم َتَنُعوا‬
‫َق اَل َّمُث ِإَّن َرُج اًل ِم ْن اَأْلْنَص اِر ُيَق اُل َل ُه ِص ْرَم ُة َظ َّل َيْع َم ُل َص اِئًم ا َح ىَّت‬
‫َأْم َس ى َفَج اَء ِإىَل َأْه ِل ِه َفَص َّلى اْلِعَش اَء َّمُث َن اَم َفَلْم َيْأُك ْل َوْمَل َيْش َرْب َح ىَّت‬
‫َأْص َبَح َفَأْص َبَح َص اِئًم ا‬
Pada mulanya mereka masih boleh makan, minum, dan mendatangi istri selagi
mereka belum tidur; tetapi apabila telah tidur, mereka dilarang melakukan hal
tersebut. Kemudian ada seorang lelaki dari kalangan Ansar yang dikenal
dengan nama Sirmah. Dia bekerja di siang harinya sambil puasa hingga
petang hari, lalu ia pulang ke rumah dan salat Isya, kemudian ketiduran dan
belum sempat lagi makan dan minum karena terlalu lelah hingga keesokan
harinya. Keesokan harinya ia melanjutkan puasa-nya,
‫ َو َقْد َج َه َد َج ْه ًد ا َش ِديًد ا َق اَل َم ا يِل َأَر َكا‬ ‫َقاَل َفَرآُه َرُس وُل الَّل ِه‬
‫َقْد َج َه ْد َت َج ْه ًد ا َش ِديًد ا؟ َق اَل َي ا َرُس وَل الَّل ِه ِإيِّن َعِم ْلُت َأْم ِس‬
‫ِح‬ ‫َأ‬ ‫َفِج ْئ ِح ِج ْئ َف َأْلَق ْف ِس ي َفِن‬
‫ْم ُت َو ْص َبْحُت َني‬ ‫ْيُت َن‬ ‫ُت َني ُت‬
‫َقْد َأ ا ِم الِّن اِء ِم اِر ٍة‬ ‫ِئ‬
‫َأْص َبْحُت َص ا ًم َق َل َوَك َن ُعَم ُر َص َب ْن َس ْن َج َي‬
‫ا‬ ‫ا‬ ،‫ا‬
...‫ َفَذَك َر َذِلَك َلُه َفَأْنَزَل الَّلُه‬ ‫َأْو ِم ْن ُح َّرٍة َبْع َد َم ا َناَم َوَأَتى الَّنَّيِب‬
maka Rasulullah saw melihat dirinya dalam keadaan sangat
kepayahan, lalu beliau saw bertanya, “Kulihat dirimu tampak
sangat payah dan letih." Sirmah menjawab, ‘Wahai Rasulullah,
sesungguhnya kemarin aku bekerja, setelah datang ke rumah aku
langsung merebahkan diri karena sangat lelah, tetapi aku
ketiduran hingga pagi hari dan aku terus dalam keadaan puasa.’
Disebutkan pula bahwa Umar telah menggauli istrinya sesudah
tidur, lalu ia datang kepada Nabi saw dan menceritakan apa yang
telah dialaminya itu. Maka Allah swt menurunkan firman-Nya…
‫َأ‬ ‫ُك‬‫َل‬ ‫ا‬ ‫ُأِح َّل َلُك َل َلَة الِّص اِم الَّرَف ِإىَل ِن اِئُك َّن ِل‬
‫َي ُث َس ْم ُه َب ٌس ْم َو ْنُتْم‬ ‫ْم ْي‬
‫ُك‬ ‫َل‬ ‫ا‬ ‫ُك‬ ‫َأ‬ ‫و‬ ‫ا‬ ‫ُك‬‫َّن‬
‫َأ‬ ‫ا‬ ‫ِل‬ ‫ا‬ ‫ِل‬
‫َب ٌس ُهَلَّن َع َم ُهلل ْم ُك ْنُتْم ْخَتَت ُن َن ْنُف َس ْم َفَت َب َع ْي ْم‬
‫َو َعَف ا َعْنُك ْم َف ْاآلَن َباِش ُروُه َّن َواْبَتُغ وا َم ا َك َتَب اُهلل َلُك ْم َوُك ُل وا‬
‫اْش وا ىَّت َت َلُك ا ُط ْاَأل ِم ا ِط ْاَأل ِد ِم‬
‫ْس َو َن‬ ‫ْبَيُض َن َخْلْي‬ ‫َو َرُب َح َي َبَنَّي ُم َخْلْي‬
... ‫اْلَف ْج ِر َّمُث َأُّمِتوا الِّص َياَم ِإىَل الَّلْيِل‬
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur
dengan isteri-isteri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan
kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui
bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah
mengampuni kamu dan memberi ma`af kepadamu. Maka sekarang
campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah
untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih
dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu
sampai (datang) malam… QS. Al Baqarah: 187
‫َعِن اْلَبَراِء َقاَل ‪َ :‬ك اَن َأْص َح اُب َحُمَّم ٍد ‪ِ ‬إَذا َك اَن َأَح ُد ُه ْم َص اِئًم ا‪،‬‬
‫َفَح َض َر اِإْل ْفَطاَر َفَناَم َقْب َل َأْن ُيْف ِط َر ْمَل َيْأُك ْل َلْيَلَتُه َواَل َيْو َم ُه َح ىَّت‬
‫ْمُيِس َي ‪َ ،‬و ِإَّن َقْيَس ْبَن ِص ْرَم َة َك اَن َص اِئًم ا‪َ ،‬فَلَّم ا َح َض َر اِإْل ْفَط ُرا‬
‫َأَتى اْم َرَأَت ُه‪َ ،‬فَق اَل ‪َ :‬ه ْل ِعْن َد ِك َطَع اٌم؟ َق اَلْت ‪ :‬اَل ‪َ ،‬و َلِكْن َأْطُلُب ‪،‬‬
‫َفَطَلَبْت َلُه َوَك اَن َيْو َم ُه َيْع َم ُل‪َ ،‬فَغَلَبْت ُه َعْيُنُه َوَج اَءِت اْم َرَأُتُه َقاَلْت ‪:‬‬
‫َك‬ ‫َذ‬ ‫َف‬ ‫‪،‬‬ ‫ِه‬ ‫َل‬ ‫ِش‬‫ُغ‬ ‫ا‬ ‫َّن‬ ‫ال‬ ‫َت‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫َّم‬‫َل‬ ‫‪،‬‬ ‫َأ‬‫َف‬ ‫‪،‬‬ ‫َك‬ ‫َل‬ ‫َخْيَب ًة‬
‫َر‬ ‫ْي‬ ‫َع‬ ‫َي‬ ‫ُر‬ ‫َه‬ ‫َف‬ ‫َص‬ ‫ْن‬ ‫َف‬ ‫َح‬‫َب‬ ‫ْص‬
‫َذِل َك الَّنُّيِب ‪َ ،‬فَنَزَلْت َه ِذِه اآْل َي ُة‪ُ :‬أِح َّل َلُك ْم َلْيَل َة الِّص َي ُما‬
‫ال َّرَفُث ِإىَل ِنَس اِئُك ْم ‪َ ‬فَف ِرُح وا َهِبا َفَرًح ا َش ِديًد ا‪َ ،‬فَق اَل ‪ُ :‬ك ُل وا‬
‫اْش وا ىَّت َت َلُك ا ُط اَأْل ِم ا ِط اَأْل ِد ِم‬
‫ْس َو َن‬ ‫ْبَيُض َن َخْلْي‬ ‫َو َرُب َح َي َبَنَّي ُم َخْلْي‬
‫اْلَف ْج ِر ‪‬‬
Dari Al Bara berkata, ‘Dahulu jika sahabat Nabi saw berpuasa
dan tiba waktu berbuka, dan mereka tidur sebelum berbuka
puasa, maka tidak boleh makan di waktu malam dan siang hari
(berikutnya) sampai sore hari lagi. Qais bin Shirmah Al-Anshari
pernah berpuasa, dan ketika tiba waktu berbuka dia
mendatangi istrinya dan bertanya, ’Apakah ada makanan?’
Istrinya menjawab, ’Tidak, namun aku akan pergi mencarikan
makanan untukmu.’ Pada hari itu, Qais bekerja seharian
sehingga dia pun tertidur (ketika menunggu istrinya mencari
makanan). Ketika istrinya tiba kembali dan melihat Qais
tertidur, istrinya berkata, ’Rugilah kamu.’ Di siang harinya Qais
pun terbangun dan menceritakan hal ini kepada Nabi saw. Lalu
turunlah ayat (yang artinya), ”Dihalalkan bagimu pada malam
hari bulan puasa untuk berhubungan badan dengan istrimu .”
(QS. Al-Baqarah: 187) Dengan turunnya ayat ini para sahabat
merasa sangat senang, hingga kemudian turun lanjutan
ayatnya, ‘Dan makan minumlah kalian hingga terang bagi
kalian benang putih dari benang hitam yaitu di waktu fajar’ .
Shahih Ibnu Khuzaimah III: 200 no. 1904
‫ َلَّم ا َنَزَل َص ْو ُم َرَم َض اَن ؛‬:‫َعِن اْلَبَراِء َرِض َي اُهلل َتَع اىَل َعْن ُه‬
‫ َوَك اَن ِرَج اٌل ُخَيوُنوَن‬،‫َك اُنوا َال َيْق َرُبوَن الِّنَس اَء َرَم َض اَن ُك َّل ُه‬
‫و‬ ‫ا‬ ‫َّن‬
‫َأ‬ ‫َّل‬‫ل‬ ‫ا‬ ‫ِل‬
‫َع َم ُه ُك ْم ُك ْنُتْم ْخَتَت ُن َن‬ :‫ َف َأْنَزَل الَّل ُه‬، ‫َأْنُف َس ُه ْم‬
. ‫َأْنُفَس ُك ْم َفَتاَب َعَلْيُك ْم َو َعَف ا َعْنُك ْم‬
Dari al-Barra ra berkata, ‘Ketika ada perintah wajib Puasa
Ramadhan, para Sahabat tidak mendekati istri mereka
selama bulan Ramadhan. Akan tetapi, kaum lelaki tidak
mampu menahan diri mereka, maka Allah menurunkan
ayat (yang artinya), ‘Allah mengetahui bahwa kalian tidak
dapat menahan diri kalian, tetapi Dia telah menerima
taubat kalian dan memaafkan kalian’ [al-Baqarah: 187].”
Shahih Bukhari III: 132 no. 1856
Ibnu ‘Abbas ra menjelaskan bahwa
kandungan surat Al-Baqarah ayat 184 di
atas tetap berlaku bagi laki-laki dan wanita
yang sudah tua renta serta orang sakit yang
tidak dapat diharapkan lagi kesembuhannya.
Bagi kedua golongan tersebut, boleh tidak
berpuasa dan menggantinya dengan
membayar fidyah. Sehingga ketentuan ayat
tersebut (tentang pilihan untuk berpuasa
atau membayar fidyah) hanya dihapus untuk
orang yang mampu berpuasa.
‫الَّص‬ ‫َل‬
‫َوُهللا ُم ِب َو اِب‬ ‫ْع‬‫َأ‬
‫َل‬ ‫ْا‬ ‫ُد‬ ‫ْل‬
‫َو ا َحْم ِهلل َر ِّب لَع ا ِم يَن‬

Anda mungkin juga menyukai