Anda di halaman 1dari 17

Mengenal Allah Subhanahu Wa Ta’ala

MENGENAL ALLÂH SUBHANAHU WA TA’ALA

Oleh
Ustadz Abu Ismail Muslim Al-Atsari

Kemuliaan suatu ilmu tergantung pada perkara yang dipelajari dalam ilmu
tersebut. Karena tidak ada yang lebih mulia daripada Allâh Subhanahu wa
Ta’ala, maka ilmu mengenal Allâh merupakan ilmu yang paling mulia. Cara
mengenal Allâh itu bisa dilakukan melalui :

• Ayat-ayat kauniyah (tanda-tanda keagungan Allâh pada alam semesta atau


seluruh makhlukNya), dan

• Ayat-ayat syar’iyah (tanda-tanda keagungan Allâh, pada syari’at atau agama-


Nya).

Mengenal Allâh Azza wa Jalla mencakup 4 bagian yaitu :


1. Mengenal keberadaan Allâh.
2. Mengenal keesaan rububiyah Allâh.
3. Mengenal keesaan uluhiyah Allâh (hak Allâh untuk diibadahi)
4. Mengenal nama-nama dan sifat-sifat Allâh Azza wa Jalla

Keempat bagian ini merupakan satu kesatuan, tidak boleh dipisah-pisahkan.


Berikut ini penjelasan singkat tentang empat perkara di atas.

1. MENGENAL ADANYA ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA


Kita wajib meyakini bahwa Allâh Pencipta seluruh makhluk benar-benar ada,
walaupun kita tidak pernah bertemu, melihat, mendengar secara langsung.
Banyak sekali dalil-dalil yang menunjukkan hal ini. Diantaranya firman Allâh
Subhanahu wa Ta’ala :

َ ُ‫أَ ْم ُخلِقُوا مِنْ َغي ِْر َشيْ ٍء أَ ْم ُه ُم ْال َخالِق‬


‫ون‬

Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun (yakni tanpa Pencipta), ataukah


mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? [ath-Thûr/52:35]
Maksudnya, keadaan manusia atau makhluk yang sudah ada ini tidak lepas dari
salah satu dari tiga keadaan :

a. Mereka ada tanpa Pencipta. Ini tidak mungkin. Tidak ada akal sehat yang bisa
menerima bahwa sesuatu itu ada tanpa ada yang membuatnya.

b. Mereka menciptakan diri mereka sendiri. Ini lebih tidak mungkin lagi. Karena
bagaimana mungkin sesuatu yang awalnya tidak ada menciptakan sesuatu yang
ada.

c. Inilah yang haq, yaitu Allâh Azza wa Jalla yang telah menciptakan mereka,
Dialah Sang Pencipta, Penguasa, tidak ada sekutu bagi-Nya.

Seorang Arab Baduwi ditanya, “Apakah bukti tentang adanya Allâh Azza wa
Jalla?” Dia menjawab, “Subhânallâh (Maha Suci Allâh)! Sesungguhnya kotoran
onta menunjukkan adanya onta, bekas telapak kaki menunjukkan adanya
perjalanan! Maka langit yang memiliki bintang-bintang, bumi yang memiliki jalan-
jalan, lautan yang memiliki ombak-ombak, tidakkah hal itu menunjukkan adanya
al-Lathîf (Allâh Yang Maha Baik) al-Khabîr (Maha Mengetahui).”

Imam Ahmad rahimahullah ditanya tentang hal ini, beliau menjawab, “Ada
sebuah benteng yang kokoh, halus, tidak ada pintu dan jendela. Luarnya seperti
perak putih, dalamnya seperti emas murni. Ketika dalam keadaan demikian, tiba-
tiba temboknya terbelah, lalu keluarlah darinya seekor binatang yang dapat
mendengar dan melihat, memiliki bentuk yang indah dan suara yang merdu.”

Yang dimaksudkan oleh Imam Ahmad adalah seekor ayam yang keluar dari
telurnya. [Lihat Tafsîr Ibnu Katsîr, surat al-Baqarah, ayat ke-21]

Sesungguhnya keyakinan adanya Sang Pencipta, Allâh Azza wa Jalla ,


merupakan fithrah makhluk. Oleh karena itulah Fir’aun, bahkan Iblis, juga
meyakini hal ini. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang Fir’aun dan
kaumnya yang mengingkari mu’jizat Nabi Musa Alaihissallam :

َ ‫ان َعاقِ َب ُة ْال ُم ْفسِ د‬


‫ِين‬ َ ‫ْف َك‬
َ ‫ظرْ َكي‬ ُ ‫َو َج َح ُدوا ِب َها َواسْ َت ْي َق َن ْت َها أَ ْنفُ ُس ُه ْم‬
ُ ‫ظ ْلمًا َوعُل ُ ًّوا ۚ َفا ْن‬

Dan mereka (Fir’aun dan kaumnya) mengingkarinya karena kezaliman dan


kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka
perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan. [an-
Naml/27:14]

Oleh karena itu, tidaklah semata-mata seseorang meyakini adanya Allâh berarti
dia adalah orang Islam atau beriman.

2. MENGENAL KEESAAN RUBUBIYAH ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA


Kita wajib meyakini keesaan rububiyah Allâh, yaitu bahwa hanya Allâh yang
mencipta, memiliki, menguasai, dan mengatur seluruh makhluk. Hanya Allâh
Azza wa Jalla yang menghidupkan, mematikan, memberi rizqi, mendatangkan
kebaikan, mendatangkan bencana. Tidak ada sekutu bagi Allâh Azza wa Jalla
dalam seluruh perkara di atas, baik malaikat, nabi, wali, jin, ruh, atau lainnya.
Rububiyah (mencipta, memiliki, dan mengatur/menguasai) seluruh alam semesta
ini hanyalah bagi Allâh semata. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

َ ‫ْال َحمْ ُد هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَم‬


‫ِين‬

Segala puji bagi Allah, Rabb (Pemilik, Penguasa) semesta alam. [al-Fâtihah/1:2]

Jenis tauhid ini tidak diingkari oleh orang-orang musyrik di zaman Rasûlullâh,
bahkan mereka mengakuinya, sebagaimana dinyatakan oleh beberapa ayat al-
Qur’ân. Antara lain, firman Allâh Azza wa Jalla .

ِّ‫ِّت م َِن ْال َحي‬ َ ‫ت َوي ُْخ ِر ُج ْال َمي‬ ِ ‫ار َو َمنْ ي ُْخ ِر ُج ْال َحيَّ م َِن ْال َم ِّي‬ َ ‫ك السَّمْ َع َواأْل َب‬
َ ‫ْص‬ ِ ْ‫قُ ْل َمنْ َيرْ ُزقُ ُك ْم م َِن ال َّس َما ِء َواأْل َر‬
ُ ِ‫ض أَمَّنْ َيمْ ل‬
‫ون‬َ ُ‫ون هَّللا ُ ۚ َفقُ ْل أَ َفاَل َت َّتق‬ َ َ ‫َو َمنْ يُدَ ِّب ُر اأْل‬
َ ُ ‫مْر ۚ َف َس َيقُول‬

“Katakanlah, “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi,
atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan
siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan yang mengeluarkan
yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan” Maka
mereka (orang-orang musyrik jahiliyah) menjawab, “Allâh”. Maka katakanlah:
“Mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)?” [Yunus/10: 31]

Demikian juga Iblis mengakui hal ini, dia mengakui bahwa Allâh-lah yang telah
menciptakannya dari api.

ٍ ‫ك ۖ َقا َل أَ َنا َخ ْي ٌر ِم ْن ُه َخلَ ْق َتنِي مِنْ َن‬


ٍ ِ‫ار َو َخلَ ْق َت ُه مِنْ ط‬
‫ين‬ َ ‫ك أَاَّل َتسْ جُدَ إِ ْذ أَ َمرْ ُت‬
َ ‫َقا َل َما َم َن َع‬
Allah berfirman, “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di
waktu Aku menyuruhmu?” Iblis menjawab “Saya lebih baik daripadanya: Engkau
ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”. [al-A’râf/7:12]

Oleh karena itulah, seseorang yang meyakini adanya Allâh dan keesaan
kekuasaan-Nya belum bisa disebut orang Islam atau orang beriman, sampai dia
mengimani keesaan uluhiyah Allâh, juga mengimani nama-nama dan sifat-sifat
Allâh, sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini.

3. MENGENAL KEESAAN ULUHIYAH ALLAH (HAK-NYA UNTUK DIIBADAHI).


Kita meyakini bahwa yang berhak diibadahi hanya Allâh Subhanahu wa Ta’ala .
Tidak boleh memberikan ibadah kepada selain Allâh, walaupun kepada makhluk
yang dekat kepada-Nya, seperti malaikat atau rasul Allâh Azza wa Jalla . Apalagi
kepada makhluk yang derajatnya di bawah mereka, seperti: manusia, jin,
binatang, pohon, batu, senjata, planet, bintang, ataupun lainnya.

Tauhid inilah makna yang terkandung di dalam perkataan Lâ ilâha illa Allâh,
karena maknanya adalah tidak ada yang berhak diibadahi selain Allâh. Dia Azza
wa Jalla berfirman :

ُ‫ك َنسْ َتعِين‬


َ ‫َّاك َنعْ ُب ُد َوإِيَّا‬
َ ‫إِي‬

Hanya Engkaulah yang kami ibadahi dan hanya kepada Engkaulah kami mohon
pertolongan. [al-Fâtihah/1:5]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman :

َ ‫ُوح ٰى إِلَيَّ أَ َّن َما إِ ٰلَ ُه ُك ْم إِ ٰلَ ٌه َوا ِح ٌد ۖ َف َه ْل أَ ْن ُت ْم مُسْ لِم‬


‫ُون‬ َ ‫قُ ْل إِ َّن َما ي‬

Katakanlah, “Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah,”Bahwasanya


Ilahmu (yang kamu ibadahi) adalah Ilah Yang Esa, maka hendaklah kamu
berserah diri (kepada-Nya)”. [al-Anbiyâ’/21:108]

Keimanan terhadap keesaan uluhiyah Allâh (hakNya untuk diibadahi) ini adalah
inti dakwah seluruh rasul. Dan inilah yang diingkari oleh orang-orang musyrik
dan kafir. Allâh Azza wa Jalla berfirman.

ٌ‫﴾أَ َج َع َل اآْل لِ َه َة إِ ٰلَهًا َواح ًِدا ۖ إِنَّ ٰ َه َذا لَ َشيْ ٌء ع َُجاب‬٤﴿ ٌ‫ُون ٰ َه َذا َسا ِح ٌر َك َّذاب‬
َ ‫َو َع ِجبُوا أَنْ َجا َء ُه ْم ُم ْن ِذ ٌر ِم ْن ُه ْم ۖ َو َقا َل ْال َكافِر‬
“Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan
(rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata, “ini adalah seorang
ahli sihir yang banyak berdusta”. Mengapa ia menjadikan ilah-ilah itu Ilah Yang
Satu saja. Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.
[Shad/38: 4-5]

Tujuan dari pengenalan keesaan uluhiyah Allâh ini adalah supaya kita mencintai
Allâh, tunduk kepada-Nya, takut dan berharap kepada-Nya, serta mengesakan
ibadah hanya kepada-Nya.

Ibadah kepada Allâh yaitu merendahkan diri dan taat kepada Allâh Subhanahu
wa Ta’ala dengan penuh kecintaan, pengagungan, mengharapkan rahmat, dan
takut terhadap siksa. Hal itu dilakukan dengan cara melaksanakan perintah Allâh
Azza wa Jalla dan menjauhi larangan-Nya.

Adapun ruang lingkup ibadah yaitu segala yang dicintai dan diridhai oleh Allâh
Azza wa Jalla , baik berupa perkataan dan perbuataan, yang lahir maupun yang
batin.

Ibadah akan diterima oleh Allâh dengan dua syarat yaitu ikhlas dan mutâba’ah.
Ikhlas yaitu: mencari ridha Allâh semata, sedangkan mutâba’ah, yaitu mengikuti
Sunnah (ajaran) Nabi Muhammad.

Oleh karena itu orang yang meyakini keesaan hak Allâh untuk diibadahi, dia
akan mempersembahkan segala jenis ibadah hanya kepada-Nya semata. Di
antara jenis-jenis ibadah adalah ketaatan yang mutlak dengan harap dan takut;
kecintaan yang disertai ketundukan mutlak; do’a; niat di dalam beribadah
(ikhlas); menyembelih binatang; takut; tawakal; dan lainnya.

4. MENGENAL NAMA-NAMA DAN SIFAT ALLAH


Yaitu mengimani dan menetapkan seluruh nama-nama Allâh dan sifat-sifat-Nya,
yang tersebut di dalam Kitab al-Qur’ân dan Sunnah yang shahih, dengan tanpa
menyerupakan dengan makhluk.

Allâh Azza wa Jalla berfirman,

َ ُ ‫ون فِي أَسْ َما ِئ ِه ۚ َسيُجْ َز ْو َن َما َكا ُنوا َيعْ َمل‬
‫ون‬ َ ‫َوهَّلِل ِ اأْل َسْ َما ُء ْالحُسْ َن ٰى َف ْادعُوهُ ِب َها ۖ َو َذرُوا الَّذ‬
َ ‫ِين ي ُْل ِح ُد‬
“Hanya milik Allâh asmâ-ul husnâ, maka bermohonlah kepada-Nya dengan
menyebut asmâ-ul husnâ itu dan tinggalakanlah orang-orang yang menyimpang
dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan
mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. [al-A’râf/7: 180]

‫ْس َكم ِْثلِ ِه َشيْ ٌء ۖ َوه َُو ال َّسمِي ُع ْالبَصِ ي ُر‬


َ ‫لَي‬

Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Melihat. [asy-Syûrâ/42:11]

Sesungguhnya Allâh Subhanahu wa Ta’ala adalah Yang Paling Tahu segala


perkara, termasuk yang paling tahu tentang Allâh adalah Allah Azza wa Jalla
sendiri. Allah Azza wa Jalla berfirman :

ُ ‫قُ ْل أَأَ ْن ُت ْم أَعْ لَ ُم أَ ِم هَّللا‬

Katakanlah: “Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Allâh?” [al-Baqarah/2: 140]

Demikian juga yang paling mengetahui tentang Allâh di antara semua makhluk
adalah Rasul-Nya. Sehingga penjelasan para Rasul tentang Allâh Azza wa Jalla
adalah haq. Sedangkan perkataan orang-orang kafir dan musyrik tentang Allâh
hanyalah dugaan semata. Allâh berfirman :

َ ‫﴾ َو ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَم‬١٨١﴿‫ِين‬


‫ِين‬ َ ‫﴾و َساَل ٌم َعلَى ْالمُرْ َسل‬ َ ُ‫ِّك َربِّ ْالع َِّز ِة َعمَّا يَصِ ف‬
َ ١٨٠﴿‫ون‬ َ ‫ان َرب‬
َ ‫ُسب َْح‬

Maha suci Rabbmu yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka
katakan, dan kesejahteraan dilimpahkan atas Para rasul, dan segala puji bagi
Allah Rabb seru sekalian alam. [ash-Shâffât/37: 180-182]

Oleh karena itulah mengenal nama dan sifat Allâh Azza wa Jalla hanyalah lewat
jalan wahyu. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata tentang sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

‫إِنَّ هللاَ َي ْن ِز ُل إِلَى َس َما ِء ال ُّد ْن َيا‬

Sesungguhnya Allâh turun ke langit dunia

Atau :
‫إِنَّ هللاَ ي َُرى فِي ْالقِ َيا َم ِة‬

Sesungguhnya Allâh akan dilihat pada hari kiamat

Dan yang serupa dengan hadits-hadits ini, “Kami beriman kepadanya dan
membenarkannya, dengan tanpa (bertanya) bagaimana, tanpa (menetapkan)
makna (yang lain), tanpa menolak sesuatu darinya. Dan kami mengetahui bahwa
semua yang dibawa oleh Rasûlullâh n adalah haq, kami tidak menolak
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan kami tidak mensifati Allâh lebih dari
yang Dia menyifati diri-Nya dengan tanpa batasan dan akhir. (Allâh Azza wa
Jalla berfirman :)

‫ْس َكم ِْثلِ ِه َشيْ ٌء ۖ َوه َُو ال َّسمِي ُع ْالبَصِ ي ُر‬


َ ‫لَي‬

Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Melihat. [asy-Syûrâ/42:11]

Dan kami mengatakan (tentang sifat Allâh) sebagaimana Dia berkata; Kami
menyifati-Nya dengan semua sifat yang Allâh pergunakan untuk menyifati diri-
Nya; Dan kami tidak melanggar batasan itu. Dan penyifatan dari orang-orang
yang menyifati-Nya tidak sampai kepada hakikat-Nya. Kami beriman kepada al-
Qur’ân semuanya, baik yang muhkam (maknanya jelas) dan mutasyabih
(maknanya samar). Dan kami tidak akan menghilangkan dari-Nya satu sifat pun
dari sifat-sifat-Nya karena kekejian yang dibuat-buat, kami tidak melanggar batas
al-Qur’ân dan al-Hadîts. Dan kami tidak mengetahui hakekatnya keculai dengan
membenarkan Rasûlullâh n dan menetapkan al-Qur’ân.” [Lum’atul I’tiqâd, hlm. 3]

Inilah bagian-bagian mengenal kepada Allâh dan beriman kepada-Nya. Semoga


penjelasan ini menambah ilmu bagi kita semua, dan semoga Allâh selalu
membimbing kita di atas jalan yang lurus. Aamiin.

Read more https://almanhaj.or.id/3880-mengenal-allah-subhanahu-wa-taala.html
1.1 Latar Belakang
            Belakangan ini banyak orang mengaku mengenal Allah SWT, namun
mereka tidak cinta kepada Allah SWT. Buktinya mereka banyak melanggar
perintah dan larangan-Nya. Hal ini disebabkan karena mereka belum
mengenal Allah SWT dengan arti sebenarnya.

Sekilas, membahas persoalan bagaimana mengenal Allah SWT bukan


sesuatu yang asing. Tetapi yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah
mengenal Allah SWT yang akan membuahkan rasa takut kepada-Nya,
tawakal, berharap, menggantungkan diri, dan ketundukan hanya kepada-Nya.
Sehingga kita bisa mewujudkan segala bentuk ketaatan dan menjauhi segala
apa yang dilarang oleh-Nya.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang akan kami angkat dan bahas dalam makalah ini
diantaranya :

1. Bagaimana cara mengenal Allah SWT dalam arti sebenarnya?


2. Nilai apa saja yang akan kita dapatkan jika mengenal Allah dengan baik?
1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan
Penyusunan makalah ini memiliki beberapa tujuan, yaitu :

1. mengetahui cara mengenal Allah SWT dengan baik


2. mengetahui balasan yang akan diberikan oleh Allah kepada kita
1.4 Manfaat Penulisan
Meningkatkan pemahaman tentang Allah SWT dan Islam, sehingga kita dapat
mewujudkan segala ketaatan dan menjauhi segala apa yang dilarang oleh-
Nya. Serta agar kita bisa mengenal  Allah secara benar.

BAB II
PEMBAHASAN
 
            Ibarat manusia, jika kita tidak mengenal tetangga kita, guru atau
dosen kita, maka kita tidak akan memperdulikan dia diluar konteks kewajiban
kita. Ketika ditanya tentang hal yang disukainya, kita hanya bisa diam sambil
menggelengkan kepala pertanda tak mengerti. Ini adalah bukti bahwa dengan
jalan mengenal, kita akan lebih peduli terhadap sesama.

            Begitupun dengan Allah zat yang menciptakan kita, bagaimana kita
bisa cinta kepada Allah kalau kita tidak mengenal-Nya. Bagaimana kita bisa
khusyuk beribadah kalau kita tidak mengerti tujuan ibadah kita. Maka dari itu,
mengenal Allah SWT adalah hal yang sangat krusial dalam pencapaian nilai
kesempurnaan kita.

Cara Mengenal Allah SWT


Mengenal Allah ada empat cara yaitu mengenal wujud Allah, mengenal
Rububiyah Allah, mengenal Uluhiyah Allah, dan mengenal Nama-nama dan
Sifat-sifat Allah. Keempat cara ini telah disebutkan Allah di dalam Al Qur’an
dan di dalam As Sunnah baik global maupun terperinci

Ibnul Qoyyim dalam kitab Al Fawaid hal 29, mengatakan: “Allah mengajak
hamba-Nya untuk mengenal diri-Nya di dalam Al Qur’an dengan dua cara
yaitu pertama, melihat segala perbuatan Allah dan yang kedua, melihat dan
merenungi serta menggali tanda-tanda kebesaran Allah.
seperti dalam firman-Nya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi
dan pergantian siang dan malam terdapat (tanda-tanda kebesaran Allah) bagi
orang-orang yang memiliki akal.” (QS. Ali Imran: 190)

Juga dalam firman-Nya yang lain: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit


dan bumi dan pergantian malam dan siang, serta bahtera yang berjalan di
lautan yang bermanfaat bagi manusia.” (QS. Al Baqarah: 164)

Mengenal Wujud Allah.


Yaitu beriman bahwa Allah itu ada. Dan adanya Allah telah diakui oleh fitrah,
akal, panca indera manusia, dan ditetapkan pula oleh syari’at. Ketika
seseorang melihat makhluk ciptaan Allah yang berbeda-beda bentuk, warna,
jenis dan sebagainya, akal akan menyimpulkan adanya semuanya itu tentu
ada yang mengadakannya dan tidak mungkin ada dengan sendirinya. Dan
panca indera kita mengakui adanya Allah di mana kita melihat ada orang
yang berdoa, menyeru Allah dan meminta sesuatu, lalu Allah
mengabulkannya.

Adapun tentang pengakuan fitrah telah disebutkan oleh Allah di dalam Al


Qur’an: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu menurunkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman ): ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu’ Mereka menjawab:
‘(Betul Engkau Tuhan kami) kami mempersaksikannya (Kami lakukan yang
demikian itu) agar kalian pada hari kiamat tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya
kami bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan-Mu)
atau agar kamu tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya orang-orang tua kami
telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu sedangkan kami ini adalah anak-
anak keturunan yang datang setelah mereka.’.” (QS. Al A’raf: 172-173)

Ayat ini merupakan dalil yang sangat jelas bahwa fitrah seseorang mengakui
adanya Allah dan juga menunjukkan, bahwa manusia dengan fitrahnya
mengenal Rabbnya. Adapun bukti syari’at, kita menyakini bahwa syari’at Allah
yang dibawa para Rasul yang mengandung maslahat bagi seluruh makhluk,
menunjukkan bahwa syari’at itu datang dari sisi Dzat yang Maha Bijaksana.
(Lihat Syarah Aqidah Al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al
‘Utsaimin hal 41-45)

Mengenal Rububiyah Allah


Rububiyah Allah adalah mengesakan Allah dalam tiga perkara yaitu
penciptaan-Nya, kekuasaan-Nya, dan pengaturan-Nya. (Lihat Syarah Aqidah
Al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin hal 14)

Maknanya, menyakini bahwa Allah adalah Dzat yang menciptakan,


menghidupkan, mematikan, memberi rizki, mendatangkan segala mamfaat
dan menolak segala mudharat. Dzat yang mengawasi, mengatur, penguasa,
pemilik hukum dan selainnya dari segala sesuatu yang menunjukkan
kekuasaan tunggal bagi Allah.

Dari sini, seorang mukmin harus meyakini bahwa tidak ada seorangpun yang
menandingi Allah dalam hal ini. Allah mengatakan: “Katakanlah!’ Dialah Allah
yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya sgala
sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada
seorangpun yang setara dengan-Nya.” (QS. Al Ikhlash: 1-4)

Maka ketika seseorang meyakini bahwa selain Allah ada yang memiliki
kemampuan untuk melakukan seperti di atas, berarti orang tersebut telah
mendzalimi Allah dan menyekutukan-Nya dengan selain-Nya.
Dalam masalah rububiyah Allah sebagian orang kafir jahiliyah tidak
mengingkarinya sedikitpun dan mereka meyakini bahwa yang mampu
melakukan demikian hanyalah Allah semata. Mereka tidak menyakini bahwa
apa yang selama ini mereka sembah dan agungkan mampu melakukan hal
yang demikian itu. Allah telah menceritakan di dalam Al Qur’an bahwa mereka
memiliki dua tujuan.

Pertama : mendekatkan diri mereka kepada Allah dengan sedekat-dekatnya


sebagaimana firman Allah: “Dan orang-orang yang menjadikan selain Allah
sebagai penolong (mereka mengatakan): ‘Kami tidak menyembah mereka
melainkan agar mereka mendekatkan kami di sisi Allah dengan sedekat-
dekatnya’.” (Az Zumar: 3 )

Kedua : agar mereka memberikan syafa’at (pembelaan ) di sisi Allah. Allah


berfirman: “Dan mereka menyembah selain Allah dari apa-apa yang tidak bisa
memberikan mudharat dan manfaat bagi mereka dan mereka berkata:
‘Mereka (sesembahan itu) adalah yang memberi syafa’at kami di sisi Allah’.”
(QS. Yunus: 18, Lihat kitab Kasyfusy Syubuhat karya Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahab)

Keyakinan sebagian orang kafir terhadap tauhid rububiyah Allah telah


dijelaskan Allah dalam beberapa firman-Nya:

“Kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan mereka?


Mereka akan menjawab Allah.” (QS. Az Zukhruf: 87)
“Dan kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan langit
dan bumi dan yang menundukkan matahari dan bulan? Mereka akan
mengatakan Allah.” (QS. Al Ankabut: 61)
“Dan kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menurunkan air
dari langit lalu menghidupkan bumi setelah matinya? Mereka akan menjawab
Allah.” (QS. Al Ankabut: 63)

Demikianlah Allah menjelaskan tentang keyakinan mereka terhadap tauhid


Rububiyah Allah. Keyakinan mereka yang demikian itu tidak menyebabkan
mereka masuk ke dalam Islam dan menyebabkan halalnya darah dan harta
mereka sehingga Rasulullah mengumumkan peperangan melawan mereka.

Maka dari itu, jika kita melihat kenyataan yang terjadi di tengah-tengah kaum
muslimin, kita sadari betapa besar kerusakan akidah yang melanda saudara-
saudara kita. Semua perbuatan dan keyakinan ini, merupakan keyakinan
yang rusak dan bentuk kesyirikan kepada Allah.

Ringkasnya, tidak ada yang bisa memberi rizki, menyembuhkan segala


macam penyakit, menolak segala macam marabahaya, memberikan segala
macam manfaat, membahagiakan, menyengsarakan, menjadikan seseorang
miskin dan kaya, yang menghidupkan, yang mematikan, yang meluluskan
seseorang dari segala macam ujian, yang menaikkan dan menurunkan
pangkat dan jabatan seseorang, kecuali Allah. Semuanya ini menuntut kita
agar hanya meminta kepada Allah semata dan tidak kepada selain-Nya.

Mengenal Uluhiyah Allah


Uluhiyah Allah adalah mengesakan segala bentuk peribadatan bagi Allah,
seperti berdo’a, meminta, tawakal, takut, berharap, menyembelih, bernadzar,
cinta, dan selainnya dari jenis-jenis ibadah yang telah diajarkan Allah dan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Memperuntukkan satu jenis ibadah
kepada selain Allah termasuk perbuatan dzalim yang besar di sisi-Nya yang
sering diistilahkan dengan syirik kepada Allah. Allah berfirman di dalam Al
Qur’an:
“Hanya kepada-Mu ya Allah kami menyembah dan hanya kepada-Mu ya Allah
kami meminta.” (QS. Al Fatihah: 5) Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
telah membimbing Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu dengan sabda beliau:
“Dan apabila kamu minta maka mintalah kepada Allah dan apabila kamu
minta tolong maka minta tolonglah kepada Allah.” (HR. Tirmidzi) Allah
berfirman: “Dan sembahlah Allah dan jangan kalian menyekutukan-Nya
dengan sesuatu apapun” (QS. An Nisa: 36)

Allah berfirman: “Hai sekalian manusia sembahlah Rabb kalian yang telah
menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi
orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al Baqarah: 21) Dengan ayat-ayat dan
hadits di atas, Allah dan Rasul-Nya telah jelas mengingatkan tentang tidak
bolehnya seseorang untuk memberikan peribadatan sedikitpun kepada selain
Allah karena semuanya itu hanyalah milik Allah semata.

Contoh konkrit penyimpangan uluhiyah Allah di antaranya ketika seseorang


mengalami musibah di mana ia berharap bisa terlepas dari musibah tersebut.
Lalu orang tersebut datang ke makam seorang wali, atau kepada seorang
dukun, atau ke tempat keramat atau ke tempat lainnya. Ia meminta di tempat
itu agar penghuni tempat tersebut atau sang dukun, bisa melepaskannya dari
musibah yang menimpanya. Ia begitu berharap dan takut jika tidak terpenuhi
keinginannya. Ia pun mempersembahkan sesembelihan bahkan bernadzar,
berjanji akan beri’tikaf di tempat tersebut jika terlepas dari musibah seperti
keluar dari lilitan hutang.

Mengenal Nama-nama dan Sifat-sifat Allah


Maksudnya, kita beriman bahwa Allah memiliki nama-nama yang Dia telah
menamakan diri-Nya dan yang telah dinamakan oleh Rasul-Nya. Dan beriman
bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang tinggi yang telah Dia sifati diri-Nya dan
yang telah disifati oleh Rasul-Nya. Allah memiliki nama-nama yang mulia dan
sifat yang tinggi.

berdasarkan firman Allah:


“Dan Allah memiliki nama-nama yang baik.” (Qs. Al A’raf: 186)
“Dan Allah memiliki permisalan yang tinggi.” (QS. An Nahl: 60)
Dalam hal ini, kita harus beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah
sesuai dengan apa yang dimaukan Allah dan Rasul-Nya dan tidak
menyelewengkannya sedikitpun. Imam Syafi’i meletakkan kaidah dasar ketika
berbicara tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah sebagai berikut: “Aku
beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah dan sesuai dengan
apa yang dimaukan oleh Allah. Aku beriman kepada Rasulullah dan apa-apa
yang datang dari Rasulullah sesuai dengan apa yang dimaukan oleh
Rasulullah” (Lihat Kitab Syarah Lum’atul I’tiqad Syaikh Muhammad bin Shalih
Al Utsaimin hal 36)

Ketika berbicara tentang sifat-sifat dan nama-nama Allah yang menyimpang


dari yang dimaukan oleh Allah dan Rasul-Nya, maka kita telah berbicara
tentang Allah tampa dasar ilmu. Tentu yang demikian itu diharamkan dan
dibenci dalam agama.

Allah berfirman:
“Katakanlah: ‘Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang
nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak
manusia tampa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah
dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah (keterangan) untuk itu
dan (mengharamkan) kalian berbicara tentang Allah tampa dasar ilmu.” (QS.
Al A’raf: 33)
“Dan janganlah kamu mengatakan apa yang kamu tidak memiliki ilmu
padanya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya akan
diminta pertanggungan jawaban.” (QS. Al Isra: 36)

 
Beberapa Nilai yang Akan Kita Dapatkan Jika Mengenal Allah dengan Baik
Nilai-nilai terebut di antaranya:

-Ketenangan hati

Banyak sekali manusia sekarang ini yang tidak memiliki ketenangan hati did
alam kehidupannya. Jika punya harta yang banyak, hatinya tak pernah
tenang. Ia tidak menyadari bahwa semua yang dimilikinya itu hanyalah titipan
Allah SWT. Ketidaktenangannya itu membuatnya seakan memiliki segalanya.
Allah SWT berfirman dalam surat Ar-ra’du ayat 28: “(yaitu) orang-orang
beriman dan tenteram hatinya dengan mengingat Allah. Ingatlah, (bahwa)
dengan mengingat Allah itu, tenteramlah segala hati.”Secara jelas Allah SWT
menjamin bahwa dengan mengingat Allah, hati menjadi tenteram. Terlebih
bagi orang yang beriman.

– Keberkahan Allah

Dalam melakukan sesuatu pastinya kita selalu mengharapkan berkah Allah


Azza Wa Jalla. Dengan adanya keberkahan Allah ini, kita akan selalu leluasa
menjalankan aktivitas yang ada di dunia ini. Allah berfirman dalam surat Al-
a’rof ayat 96: “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa,
pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi,
tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya.” Allah mengatakan akan melimpahkan keberkahan
kepada kita yang beriman dan bertaqwa. Namun Allah mengatakan bahwa
telah ada orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah. Sesungguhnya
siksa Allah SWT amatlah pedih.

– Hidup Mulia

Seperti tujuan seluruh umat manusia yang terlahirkan di dunia ini bahwa
hidup di dalam kemuliaan sangat diimpi-impikan. Allah menjanjikan kehidupan
mulia kepada kita yang mengerjakan amal-amal sholeh. Ini sesuai dengan
firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 97: “Barang siapa yang mengerjakan
amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. Sangatlah lebih imbalan yang
diberikan Allah kepada kita semua. Allah Maha Pemurah dan Maha
Penyayang kepada hamba-hamba yang taat kepada-Nya.

– Kenikmatan Surga

Allah SWT akan memberikan kenikmatan surga bagi orang-orang yang


berbuat baik. Allah berfirman dalam surat Yunus ayat 25-26 : Allah menyeru
(manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dkehendakiNya
kepada jalan yang lurus (Islam). Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada
pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak
ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga,
mereka kekal di dalamnya.” Kekekalan didalam surga adalah hal yang sangat
ingin kita raih dalam kehidupan ini. Namun Allah hanya memberikan kepada
orang-orang yang berbuat baik.

– Keridhoan Allah

Selain keberkahan yang selalu kita incar dalam setiap hal yang kita lakukan,
keridhoan Allah menjadi aspek penting yang juga sangat kita harapkan. Allah
hanya akan memberikan ridho-Nya kepada orang-orang yang beramal
sholeh. Allah berfirman dalam surat Al-bayyinah ayat 7-8: “Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah
sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga And
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kelal didalamnya selama-
lamanya. Allah ridho terhadap mereka dan mereka pun ridho kepada-Nya.
Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya”.
Dengan adanya perasaan takut kita kepada Allah SWT, maka kitapun akan
semakin beriman kepada-Nya. Maka dengan ketakutan itu, kita akan
mendapatkan balasan yang amat berlipat-lipat.

– Rasa Merdeka

Tak ada manusia yang mau diperbudak. Baik dengan hawa nafsu bahkan
dengan manusia sekalipun. Namun, kelemahan iman seseoranglah yang
membuat perasaan merdeka tidak melekat di dalam hati kita.Allah berfirman
dalam surat Al-An’am ayat 82: “Orang-orang yang beriman dan tiada
mempercampurkan keimanannya dengan keaniayaan, untuk mereka
keamanan, sedang mereka itu mendapat petunjuk.” Allah menjamin kepada
orang-orang yang tidak mencampurkan keimanannya dengan kesyirikan atas
keamanan. Ini akan kita dapatkan bila kita benar-benar telah mengerti akan
hakikat ma’rifatullah.

BAB III
KESIMPULAN
 
Dalam mengenal Allah, kita dituntut menjadi seorang yang beriman dan
beramal sholeh. Allah sangat menyayangi manusia yang seantiasa
mengingat-Nya. Allah menjanjikan surga, keberkahan, keridhoan,
kemerdekaan, sera kemuliaan di dalam hidup kita.

Mengenal Allah yang benar adalah dengan menimbulkan rasa malu, cinta dan
takut kepada-Nya. Yang dimaksud malu, karena merasa membawa beban
dosa. Cinta yaitu rindu untuk menghadap Allah dan senang memperoleh
pahala-Nya. Dan takut kepada Allah ialah takut terkena siksa-Nya. Jika hal
tersebut telah timbul di dalam hati kita, insyaAllah kita telah mampu mengenal
Allah dengan cinta.

PENUTUP
 
Selesailah pembahasan kita tentang “Cara Mengenal Allah”. Makalah ini
tersusun berkat kerjasama yang baik antar anggota kelompok 4. Walaupun
makalah ini telah tersusun, namun tidak menutup kemungkinan adanya
kekurangsempurnaan. Untuk itu, saran dan kritik sangat diharapkan, demi
lebih sempurnanya makalah yang akan kami susun berikutnya.

Inti dari makalah kami adalah keimanan kita kepada Allah SWT. Kenalilah
Allah secara menyeluruh. InsyaAllah kita termasuk hambanya yang beriman
dan beramal sholeh.

Aamiin yaa robbal’aalamiin.

DAFTAR PUSTAKA
Al-jawi, Syekh Muhammad Nawawi Ibnu Umar. 1997, Nashaihul Ibad(Nasihat
Bagi Hamba Allah). Surabaya: Al-Hidayah.

Lang, Jeffrey. 2004, Aku Beriman, maka Aku Bertanya. Jakarta: Serambi.

Gazalba, Sidi. 1972, Ilmu Islam I. Jakarta: Bulan Bintang.

http://rohis.org/artikel/dari-anak-rohis/192

latar belakang

Mengenali Allah menjadi sangat penting karena banyak sekali dalil


sangat kuat yang telah membuktikan keberadaan,sifat-sifat, dan nama-nama-
Nya, baik dalil naqli, dalil aqli maupun dalil fitri yang tak terbantahkan. Kalau
dalil-dalil yang menunjukan keberadaan dan kekuasaan-Nya demikian banyak
dan kuat, berarti kita ketinggalan informasi bila masih belum mengenal-Nya.

Dan manfaat yang kita rasakan dengan mengenal Allah itu adalah
di akhirat, di mana kita akan mendapatkan surga dan keridhaan-Nya. Tidak
ada suatu kenikmatan yang sebanding apalagi melebihi kenikmatan di akhirat
itu. Yaitu ketika seorang hamba dimasukkan kedalam surga dan
mendapatkan keridhaan Allah swt. Semoga kita termasuk orang-oran yang
mengenal Allah dengan baik, supaya kehidupan kita lebih baik dan pada
akhirnya kita mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat di bawah naungan
rahmat dan ridho-Nya, Amin.

Anda mungkin juga menyukai