Oleh
Ustadz Abu Ismail Muslim Al-Atsari
Kemuliaan suatu ilmu tergantung pada perkara yang dipelajari dalam ilmu
tersebut. Karena tidak ada yang lebih mulia daripada Allâh Subhanahu wa
Ta’ala, maka ilmu mengenal Allâh merupakan ilmu yang paling mulia. Cara
mengenal Allâh itu bisa dilakukan melalui :
a. Mereka ada tanpa Pencipta. Ini tidak mungkin. Tidak ada akal sehat yang bisa
menerima bahwa sesuatu itu ada tanpa ada yang membuatnya.
b. Mereka menciptakan diri mereka sendiri. Ini lebih tidak mungkin lagi. Karena
bagaimana mungkin sesuatu yang awalnya tidak ada menciptakan sesuatu yang
ada.
c. Inilah yang haq, yaitu Allâh Azza wa Jalla yang telah menciptakan mereka,
Dialah Sang Pencipta, Penguasa, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Seorang Arab Baduwi ditanya, “Apakah bukti tentang adanya Allâh Azza wa
Jalla?” Dia menjawab, “Subhânallâh (Maha Suci Allâh)! Sesungguhnya kotoran
onta menunjukkan adanya onta, bekas telapak kaki menunjukkan adanya
perjalanan! Maka langit yang memiliki bintang-bintang, bumi yang memiliki jalan-
jalan, lautan yang memiliki ombak-ombak, tidakkah hal itu menunjukkan adanya
al-Lathîf (Allâh Yang Maha Baik) al-Khabîr (Maha Mengetahui).”
Imam Ahmad rahimahullah ditanya tentang hal ini, beliau menjawab, “Ada
sebuah benteng yang kokoh, halus, tidak ada pintu dan jendela. Luarnya seperti
perak putih, dalamnya seperti emas murni. Ketika dalam keadaan demikian, tiba-
tiba temboknya terbelah, lalu keluarlah darinya seekor binatang yang dapat
mendengar dan melihat, memiliki bentuk yang indah dan suara yang merdu.”
Yang dimaksudkan oleh Imam Ahmad adalah seekor ayam yang keluar dari
telurnya. [Lihat Tafsîr Ibnu Katsîr, surat al-Baqarah, ayat ke-21]
Oleh karena itu, tidaklah semata-mata seseorang meyakini adanya Allâh berarti
dia adalah orang Islam atau beriman.
Segala puji bagi Allah, Rabb (Pemilik, Penguasa) semesta alam. [al-Fâtihah/1:2]
Jenis tauhid ini tidak diingkari oleh orang-orang musyrik di zaman Rasûlullâh,
bahkan mereka mengakuinya, sebagaimana dinyatakan oleh beberapa ayat al-
Qur’ân. Antara lain, firman Allâh Azza wa Jalla .
ِِّّت م َِن ْال َحي َ ت َوي ُْخ ِر ُج ْال َمي ِ ار َو َمنْ ي ُْخ ِر ُج ْال َحيَّ م َِن ْال َم ِّي َ ك السَّمْ َع َواأْل َب
َ ْص ِ ْقُ ْل َمنْ َيرْ ُزقُ ُك ْم م َِن ال َّس َما ِء َواأْل َر
ُ ِض أَمَّنْ َيمْ ل
ونَ ُون هَّللا ُ ۚ َفقُ ْل أَ َفاَل َت َّتق َ َ َو َمنْ يُدَ ِّب ُر اأْل
َ ُ مْر ۚ َف َس َيقُول
“Katakanlah, “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi,
atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan
siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan yang mengeluarkan
yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan” Maka
mereka (orang-orang musyrik jahiliyah) menjawab, “Allâh”. Maka katakanlah:
“Mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)?” [Yunus/10: 31]
Demikian juga Iblis mengakui hal ini, dia mengakui bahwa Allâh-lah yang telah
menciptakannya dari api.
Oleh karena itulah, seseorang yang meyakini adanya Allâh dan keesaan
kekuasaan-Nya belum bisa disebut orang Islam atau orang beriman, sampai dia
mengimani keesaan uluhiyah Allâh, juga mengimani nama-nama dan sifat-sifat
Allâh, sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini.
Tauhid inilah makna yang terkandung di dalam perkataan Lâ ilâha illa Allâh,
karena maknanya adalah tidak ada yang berhak diibadahi selain Allâh. Dia Azza
wa Jalla berfirman :
Hanya Engkaulah yang kami ibadahi dan hanya kepada Engkaulah kami mohon
pertolongan. [al-Fâtihah/1:5]
Keimanan terhadap keesaan uluhiyah Allâh (hakNya untuk diibadahi) ini adalah
inti dakwah seluruh rasul. Dan inilah yang diingkari oleh orang-orang musyrik
dan kafir. Allâh Azza wa Jalla berfirman.
ٌ﴾أَ َج َع َل اآْل لِ َه َة إِ ٰلَهًا َواح ًِدا ۖ إِنَّ ٰ َه َذا لَ َشيْ ٌء ع َُجاب٤﴿ ٌُون ٰ َه َذا َسا ِح ٌر َك َّذاب
َ َو َع ِجبُوا أَنْ َجا َء ُه ْم ُم ْن ِذ ٌر ِم ْن ُه ْم ۖ َو َقا َل ْال َكافِر
“Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan
(rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata, “ini adalah seorang
ahli sihir yang banyak berdusta”. Mengapa ia menjadikan ilah-ilah itu Ilah Yang
Satu saja. Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.
[Shad/38: 4-5]
Tujuan dari pengenalan keesaan uluhiyah Allâh ini adalah supaya kita mencintai
Allâh, tunduk kepada-Nya, takut dan berharap kepada-Nya, serta mengesakan
ibadah hanya kepada-Nya.
Ibadah kepada Allâh yaitu merendahkan diri dan taat kepada Allâh Subhanahu
wa Ta’ala dengan penuh kecintaan, pengagungan, mengharapkan rahmat, dan
takut terhadap siksa. Hal itu dilakukan dengan cara melaksanakan perintah Allâh
Azza wa Jalla dan menjauhi larangan-Nya.
Adapun ruang lingkup ibadah yaitu segala yang dicintai dan diridhai oleh Allâh
Azza wa Jalla , baik berupa perkataan dan perbuataan, yang lahir maupun yang
batin.
Ibadah akan diterima oleh Allâh dengan dua syarat yaitu ikhlas dan mutâba’ah.
Ikhlas yaitu: mencari ridha Allâh semata, sedangkan mutâba’ah, yaitu mengikuti
Sunnah (ajaran) Nabi Muhammad.
Oleh karena itu orang yang meyakini keesaan hak Allâh untuk diibadahi, dia
akan mempersembahkan segala jenis ibadah hanya kepada-Nya semata. Di
antara jenis-jenis ibadah adalah ketaatan yang mutlak dengan harap dan takut;
kecintaan yang disertai ketundukan mutlak; do’a; niat di dalam beribadah
(ikhlas); menyembelih binatang; takut; tawakal; dan lainnya.
َ ُ ون فِي أَسْ َما ِئ ِه ۚ َسيُجْ َز ْو َن َما َكا ُنوا َيعْ َمل
ون َ َوهَّلِل ِ اأْل َسْ َما ُء ْالحُسْ َن ٰى َف ْادعُوهُ ِب َها ۖ َو َذرُوا الَّذ
َ ِين ي ُْل ِح ُد
“Hanya milik Allâh asmâ-ul husnâ, maka bermohonlah kepada-Nya dengan
menyebut asmâ-ul husnâ itu dan tinggalakanlah orang-orang yang menyimpang
dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan
mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. [al-A’râf/7: 180]
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Melihat. [asy-Syûrâ/42:11]
Demikian juga yang paling mengetahui tentang Allâh di antara semua makhluk
adalah Rasul-Nya. Sehingga penjelasan para Rasul tentang Allâh Azza wa Jalla
adalah haq. Sedangkan perkataan orang-orang kafir dan musyrik tentang Allâh
hanyalah dugaan semata. Allâh berfirman :
Maha suci Rabbmu yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka
katakan, dan kesejahteraan dilimpahkan atas Para rasul, dan segala puji bagi
Allah Rabb seru sekalian alam. [ash-Shâffât/37: 180-182]
Oleh karena itulah mengenal nama dan sifat Allâh Azza wa Jalla hanyalah lewat
jalan wahyu. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata tentang sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
Atau :
إِنَّ هللاَ ي َُرى فِي ْالقِ َيا َم ِة
Dan yang serupa dengan hadits-hadits ini, “Kami beriman kepadanya dan
membenarkannya, dengan tanpa (bertanya) bagaimana, tanpa (menetapkan)
makna (yang lain), tanpa menolak sesuatu darinya. Dan kami mengetahui bahwa
semua yang dibawa oleh Rasûlullâh n adalah haq, kami tidak menolak
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan kami tidak mensifati Allâh lebih dari
yang Dia menyifati diri-Nya dengan tanpa batasan dan akhir. (Allâh Azza wa
Jalla berfirman :)
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Melihat. [asy-Syûrâ/42:11]
Dan kami mengatakan (tentang sifat Allâh) sebagaimana Dia berkata; Kami
menyifati-Nya dengan semua sifat yang Allâh pergunakan untuk menyifati diri-
Nya; Dan kami tidak melanggar batasan itu. Dan penyifatan dari orang-orang
yang menyifati-Nya tidak sampai kepada hakikat-Nya. Kami beriman kepada al-
Qur’ân semuanya, baik yang muhkam (maknanya jelas) dan mutasyabih
(maknanya samar). Dan kami tidak akan menghilangkan dari-Nya satu sifat pun
dari sifat-sifat-Nya karena kekejian yang dibuat-buat, kami tidak melanggar batas
al-Qur’ân dan al-Hadîts. Dan kami tidak mengetahui hakekatnya keculai dengan
membenarkan Rasûlullâh n dan menetapkan al-Qur’ân.” [Lum’atul I’tiqâd, hlm. 3]
Read more https://almanhaj.or.id/3880-mengenal-allah-subhanahu-wa-taala.html
1.1 Latar Belakang
Belakangan ini banyak orang mengaku mengenal Allah SWT, namun
mereka tidak cinta kepada Allah SWT. Buktinya mereka banyak melanggar
perintah dan larangan-Nya. Hal ini disebabkan karena mereka belum
mengenal Allah SWT dengan arti sebenarnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Ibarat manusia, jika kita tidak mengenal tetangga kita, guru atau
dosen kita, maka kita tidak akan memperdulikan dia diluar konteks kewajiban
kita. Ketika ditanya tentang hal yang disukainya, kita hanya bisa diam sambil
menggelengkan kepala pertanda tak mengerti. Ini adalah bukti bahwa dengan
jalan mengenal, kita akan lebih peduli terhadap sesama.
Begitupun dengan Allah zat yang menciptakan kita, bagaimana kita
bisa cinta kepada Allah kalau kita tidak mengenal-Nya. Bagaimana kita bisa
khusyuk beribadah kalau kita tidak mengerti tujuan ibadah kita. Maka dari itu,
mengenal Allah SWT adalah hal yang sangat krusial dalam pencapaian nilai
kesempurnaan kita.
Ibnul Qoyyim dalam kitab Al Fawaid hal 29, mengatakan: “Allah mengajak
hamba-Nya untuk mengenal diri-Nya di dalam Al Qur’an dengan dua cara
yaitu pertama, melihat segala perbuatan Allah dan yang kedua, melihat dan
merenungi serta menggali tanda-tanda kebesaran Allah.
seperti dalam firman-Nya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi
dan pergantian siang dan malam terdapat (tanda-tanda kebesaran Allah) bagi
orang-orang yang memiliki akal.” (QS. Ali Imran: 190)
Ayat ini merupakan dalil yang sangat jelas bahwa fitrah seseorang mengakui
adanya Allah dan juga menunjukkan, bahwa manusia dengan fitrahnya
mengenal Rabbnya. Adapun bukti syari’at, kita menyakini bahwa syari’at Allah
yang dibawa para Rasul yang mengandung maslahat bagi seluruh makhluk,
menunjukkan bahwa syari’at itu datang dari sisi Dzat yang Maha Bijaksana.
(Lihat Syarah Aqidah Al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al
‘Utsaimin hal 41-45)
Dari sini, seorang mukmin harus meyakini bahwa tidak ada seorangpun yang
menandingi Allah dalam hal ini. Allah mengatakan: “Katakanlah!’ Dialah Allah
yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya sgala
sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada
seorangpun yang setara dengan-Nya.” (QS. Al Ikhlash: 1-4)
Maka ketika seseorang meyakini bahwa selain Allah ada yang memiliki
kemampuan untuk melakukan seperti di atas, berarti orang tersebut telah
mendzalimi Allah dan menyekutukan-Nya dengan selain-Nya.
Dalam masalah rububiyah Allah sebagian orang kafir jahiliyah tidak
mengingkarinya sedikitpun dan mereka meyakini bahwa yang mampu
melakukan demikian hanyalah Allah semata. Mereka tidak menyakini bahwa
apa yang selama ini mereka sembah dan agungkan mampu melakukan hal
yang demikian itu. Allah telah menceritakan di dalam Al Qur’an bahwa mereka
memiliki dua tujuan.
Maka dari itu, jika kita melihat kenyataan yang terjadi di tengah-tengah kaum
muslimin, kita sadari betapa besar kerusakan akidah yang melanda saudara-
saudara kita. Semua perbuatan dan keyakinan ini, merupakan keyakinan
yang rusak dan bentuk kesyirikan kepada Allah.
Allah berfirman: “Hai sekalian manusia sembahlah Rabb kalian yang telah
menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi
orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al Baqarah: 21) Dengan ayat-ayat dan
hadits di atas, Allah dan Rasul-Nya telah jelas mengingatkan tentang tidak
bolehnya seseorang untuk memberikan peribadatan sedikitpun kepada selain
Allah karena semuanya itu hanyalah milik Allah semata.
Allah berfirman:
“Katakanlah: ‘Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang
nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak
manusia tampa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah
dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah (keterangan) untuk itu
dan (mengharamkan) kalian berbicara tentang Allah tampa dasar ilmu.” (QS.
Al A’raf: 33)
“Dan janganlah kamu mengatakan apa yang kamu tidak memiliki ilmu
padanya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya akan
diminta pertanggungan jawaban.” (QS. Al Isra: 36)
Beberapa Nilai yang Akan Kita Dapatkan Jika Mengenal Allah dengan Baik
Nilai-nilai terebut di antaranya:
-Ketenangan hati
Banyak sekali manusia sekarang ini yang tidak memiliki ketenangan hati did
alam kehidupannya. Jika punya harta yang banyak, hatinya tak pernah
tenang. Ia tidak menyadari bahwa semua yang dimilikinya itu hanyalah titipan
Allah SWT. Ketidaktenangannya itu membuatnya seakan memiliki segalanya.
Allah SWT berfirman dalam surat Ar-ra’du ayat 28: “(yaitu) orang-orang
beriman dan tenteram hatinya dengan mengingat Allah. Ingatlah, (bahwa)
dengan mengingat Allah itu, tenteramlah segala hati.”Secara jelas Allah SWT
menjamin bahwa dengan mengingat Allah, hati menjadi tenteram. Terlebih
bagi orang yang beriman.
– Keberkahan Allah
– Hidup Mulia
Seperti tujuan seluruh umat manusia yang terlahirkan di dunia ini bahwa
hidup di dalam kemuliaan sangat diimpi-impikan. Allah menjanjikan kehidupan
mulia kepada kita yang mengerjakan amal-amal sholeh. Ini sesuai dengan
firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 97: “Barang siapa yang mengerjakan
amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. Sangatlah lebih imbalan yang
diberikan Allah kepada kita semua. Allah Maha Pemurah dan Maha
Penyayang kepada hamba-hamba yang taat kepada-Nya.
– Kenikmatan Surga
– Keridhoan Allah
Selain keberkahan yang selalu kita incar dalam setiap hal yang kita lakukan,
keridhoan Allah menjadi aspek penting yang juga sangat kita harapkan. Allah
hanya akan memberikan ridho-Nya kepada orang-orang yang beramal
sholeh. Allah berfirman dalam surat Al-bayyinah ayat 7-8: “Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah
sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga And
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kelal didalamnya selama-
lamanya. Allah ridho terhadap mereka dan mereka pun ridho kepada-Nya.
Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya”.
Dengan adanya perasaan takut kita kepada Allah SWT, maka kitapun akan
semakin beriman kepada-Nya. Maka dengan ketakutan itu, kita akan
mendapatkan balasan yang amat berlipat-lipat.
– Rasa Merdeka
Tak ada manusia yang mau diperbudak. Baik dengan hawa nafsu bahkan
dengan manusia sekalipun. Namun, kelemahan iman seseoranglah yang
membuat perasaan merdeka tidak melekat di dalam hati kita.Allah berfirman
dalam surat Al-An’am ayat 82: “Orang-orang yang beriman dan tiada
mempercampurkan keimanannya dengan keaniayaan, untuk mereka
keamanan, sedang mereka itu mendapat petunjuk.” Allah menjamin kepada
orang-orang yang tidak mencampurkan keimanannya dengan kesyirikan atas
keamanan. Ini akan kita dapatkan bila kita benar-benar telah mengerti akan
hakikat ma’rifatullah.
BAB III
KESIMPULAN
Dalam mengenal Allah, kita dituntut menjadi seorang yang beriman dan
beramal sholeh. Allah sangat menyayangi manusia yang seantiasa
mengingat-Nya. Allah menjanjikan surga, keberkahan, keridhoan,
kemerdekaan, sera kemuliaan di dalam hidup kita.
Mengenal Allah yang benar adalah dengan menimbulkan rasa malu, cinta dan
takut kepada-Nya. Yang dimaksud malu, karena merasa membawa beban
dosa. Cinta yaitu rindu untuk menghadap Allah dan senang memperoleh
pahala-Nya. Dan takut kepada Allah ialah takut terkena siksa-Nya. Jika hal
tersebut telah timbul di dalam hati kita, insyaAllah kita telah mampu mengenal
Allah dengan cinta.
PENUTUP
Selesailah pembahasan kita tentang “Cara Mengenal Allah”. Makalah ini
tersusun berkat kerjasama yang baik antar anggota kelompok 4. Walaupun
makalah ini telah tersusun, namun tidak menutup kemungkinan adanya
kekurangsempurnaan. Untuk itu, saran dan kritik sangat diharapkan, demi
lebih sempurnanya makalah yang akan kami susun berikutnya.
Inti dari makalah kami adalah keimanan kita kepada Allah SWT. Kenalilah
Allah secara menyeluruh. InsyaAllah kita termasuk hambanya yang beriman
dan beramal sholeh.
DAFTAR PUSTAKA
Al-jawi, Syekh Muhammad Nawawi Ibnu Umar. 1997, Nashaihul Ibad(Nasihat
Bagi Hamba Allah). Surabaya: Al-Hidayah.
Lang, Jeffrey. 2004, Aku Beriman, maka Aku Bertanya. Jakarta: Serambi.
http://rohis.org/artikel/dari-anak-rohis/192
latar belakang
Dan manfaat yang kita rasakan dengan mengenal Allah itu adalah
di akhirat, di mana kita akan mendapatkan surga dan keridhaan-Nya. Tidak
ada suatu kenikmatan yang sebanding apalagi melebihi kenikmatan di akhirat
itu. Yaitu ketika seorang hamba dimasukkan kedalam surga dan
mendapatkan keridhaan Allah swt. Semoga kita termasuk orang-oran yang
mengenal Allah dengan baik, supaya kehidupan kita lebih baik dan pada
akhirnya kita mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat di bawah naungan
rahmat dan ridho-Nya, Amin.