Desa merupakan bagian terkecil dari suatu sistem pemerintahan dengan seorang
kepala desa sebagai pemimpin dengan para perangkat desa jajarannya. Menurut
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam
sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satu wujud
demokrasi di level desa yaitu pemilihan kepala desa yang merupakan salah satu isi
otonomi desa yang merupakan otonomi asli sekaligus merupakan wujud demokrasi
yang murni dan bersifat langsung. Kepala desa memiliki andil besar dalam berbagai
hal terkait kemajuan di desa tersebut baik dalam kelancaran proses pemerintahan,
memacu perekonomian warganya, dan menjaga kondusifitas kehidupan
bermasyarakat di suatu wilayah.
Dalam pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang
memberi pengaturan khusus terhadap Pemerintahan Desa bahwa “Pemilihan Kepala
Desa dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah kabupaten/kota”. Oleh sebab itu
proses pemilihan pemimpin di desa dilaksanakan secara bersamaan. Pemilihan Kepala
Desa secara serentak juga merupakan bentuk pemberian kesempatan kepada
masyarakat dalam mengatur dan mengelola pemerintahannya sendiri, hal ini sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang mengakui dan
menghormati kewenangan pemerintah desa untuk berhak menjalankan urusan rumah
tangganya sesuai dengan hak asal usul serta adat istiadat setempat.
Berdasarkan Peraturan Bupati Lamongan Nomor 42 Tahun 2015 tentang
Pemilihan Kepala Desa Serentak, menjelaskan bahwa kepala desa terpilih memiliki
masa jabatan selama 6 (enam) tahun sejak tanggal dilantik dan bisa menjabat selama 3
(tiga) kali masa jabatan berturut- turut atau tidak secara berturut-turut. Dalam Pasal 23
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala
Desa menyatakan bahwa bakal calon kepala desa yang memenuhi persyaratan
berjumlah paling 2 (dua) orang dan paling banyak 5 (lima) orang. Berkaitan dengan
hal tersebut bahwa tidak akan ada lagi calon kepala desa tunggal atau lawan kotak
kosong. Berlakunya Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut memberikan dampak
semakin ketatnya persaingan antar bakal calon kepala desa.
Tingkat kesuksesan suatu desa disebabkan dari kinerja kepala desa dalam
upayanya memaksimalkan segala sumber daya dan potensi yang terdapat di desa
tersebut. Kepala desa harus paham dengan berbagai tipikal masyarakatnya agar terjadi
sebuah kesinambungan untuk saling berkerja sama. Tidak heran jika syaratsyarat
dalam pencalonan sebagai seorang kepala desa juga harus diperhitungkan agar sesuai
standar yang berlaku. Persyaratan bakal calon kepala desa pada Pemilihan Kepala
Desa Serentak Tahun 2019 di Kabupaten Lamongan diatur dalam Pasal 22 Peraturan
Bupati Lamongan Nomor 42 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Bupati Lamongan Nomor 42 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Kepala Desa di
Kabupaten Lamongan.
Pada pemilihan kepala desa di babat agung dan di desa dinoyo 2019 terdapat
kemiripan dalam praktik politik uang ataupun proses pemilihannya. Politik uang
adalah fenomena yang wajar terjadi pada ajang pemilihan di wilayah perdesaan.
Politik uang merupakan suatu cara atau tindakan untuk menyuap pemilih melalui
pemberian uang, jasa, atau materi lainnya supaya pengkhususan suara pemilih bisa
diberikan kepada seorang calon. Praktik politik uang mewujudkan hubungan interaksi
antara pemberi dan penerima politik uang untuk mencapai tujuan tertentu.
Pemilihan kepala desa menjadi momentum untuk memilih pemimpin pada 6 tahun
kedepan dan menentukan pemimpin yang bisa untuk membawa banyak hal positif dan
kemajuan pada suatu desa. Visi-misi, latar belakang, pendidikan terakhir dan track
record setiap calon kepala desa harus dipaparkan oleh calon kepala desa dan juga
harus dicermati oleh masyarakat pemilih. Kemampuan dari seorang calon kepala desa
harus mendapat perhatian dari banyak kalangan masyarakat desa. Pada umumnya
pencalonan kepala desa merupakan gelanggang pertarungan untuk beradu
kemampuan dan perbandingan track record dari semua calon.
Sebelum pemilihan berlangsung banyak hal yang perlu dipersiapkan oleh setiap
calon kepala desa. Untuk dapat memenangi kontestasi politik, tentu harus mendapat
ketertarikan dan simpati dari masyarakat pemilih. Banyak yang harus dipersiapkan
baik dalam hal wawasan, pendanaan, konsolidasi dengan banyak kelompok
masyarakat serta kegiatan lainnya yang mendukung kemenangan dari calon kepala
desa itu sendiri. Perpaduan komposisi pada anggota tim sukses juga berdampak besar
pada kemenangan calon kepala desa, satu suara dan solid mulai dari meracik strategi
untuk menghadapi pemilihan, sikap yang akan ditampilkan pada suatu kondisi
tertentu serta jurus pamungkas juga harus dipersiapkan apabila ada suatu kondisi yang
mendesak dan darurat.
Di wilayah perdesaan kontestasi politik diartikan sebagai pertarungan antara yang
kaya dengan yang kaya. Di desa Dinoyo dan desa Babat Agung mayoritas
penduduknya bekerja sebagai petani dan kurang pemahaman mengenai proses
dinamika politik karena kurangnya wawasan dan pendidikan. Dikategorikan sebagai
masyarakat berpenghasilan menengah kebawah menjadikan masyarakat desa fokus
untuk menambah penghasilan dan mengangkat derajat masing-masing keluarga
sehingga mengesampingkan pemahaman mengenai proses politik dan mengambil
jalan pintas dalam menentukan pemimpin di desanya.
Dalam menentukan pilihan kepala desa, sebagian masyarakat desa tidak
mengambil pusing dan menjadikan tokoh masyarakat maupun masyarakat yang
dianggap mempunyai kemampuan untuk mempertimbangkan bibit, bebet, bobotnya
dari masing-masing calon yang mendaftarkan diri sebagai pemimpin desa untuk 6
tahun kedepannya. Praktik politik yang digunakan oleh para calon maupun timses
juga dapat mempengaruhi para pemilih. Berbagai cara harus dilakukan oleh tim
pemenangan untuk mendapatkan simpati dari para pemilik suara.
Pada masyarakat desa untuk menentukan pilihan pada suatu pemilihan atau
keputusan untuk desa banyak mengedepankan dan meyakini terhadap satu orang yang
dianggap mempunyai kapasitas dan kemampuan yang berlebih dibandingkan
masyarakat yang lain. Orang-orang yang menjadi patron dari masyarakat desa
kebanyakan direkrut oleh calon kepala desa untuk menjadi tim sukses karena
dianggap mampu untuk membawa banyak suara pemilih.
Masyarakat yang lebih memilih untuk berprilaku instan dan tidak mau ribet menjadi
sasaran utama untuk mendapatkan hak pilihnya dengan memberikan sesuatu yang
dibutuhkannya, entah dalam bentuk uang, barang, jasa, atau dalam bentuk yang
lainnya. Tim sukses pasti sudah menggolongkan sasarannya akan di bidik
menggunakan cara yang seperti apa.
2. Praktik politik uang
Fenomena politik uang tidak hanya terjadi pada pemilihan umum ditingkat
pusat maupun tingkat daerah saja tetapi juga terjadi pada tingkat pemilihan kepala
desa. Pada pemilihan kepala desa inilah penduduk pemilih melalui kepala
keluarga sering menerima uang untuk memberikan suaranya dan adakalanya hal
tersebut terkadang disebut juga sebagai zakat. Salah satu pemilihan kepala desa di
Kabupaten Lamongan yang terjadi praktik politik uang adalah di Desa Babat
Agung dan Desa Dinoyo Kecamatan Deket. Secara umum pelaksanaan pemilihan
kepala desa di desa ini hampir sama dengan desa-desa lainnya. Namun yang
menarik dalam pemilihan kepala desa di Desa Babat Agung dan Desa Dinoyo
terletak pada iklim politiknya, dimana dalam pemilihan kepala desa ini terjadi
persaingan yang sangat ketat diantara kedua calon kepala desa.
Persaingan yang ketat diantara kedua kandidat calon kepala desa ini
memunculkan sensitifitas antar pendukung yang sangat tinggi dan berpotensi
besar menimbulkan konflik. Selain itu persaingan politik uang diantara kedua
kubu kandidat juga tidak bisa dihindarkan. Pada intinya politik uang dilakukan
agar kandidat calon kepala desa mendapat dukungan suara penuh dari pemilih dan
dapat memenangkan kontestasi pemilihan kepala desa.
Politik uang merupakan suatu cara atau tindakan untuk menyuap pemilih
melalui pemberian uang, jasa, atau materi lainnya supaya pengkhususan suara
pemilih bisa diberikan kepada seorang calon. Praktik politik uang mewujudkan
hubungan interaksi antara pemberi dan penerima politik uang untuk mencapai
tujuan tertentu.
Pemilihan kepala desa menjadi momentum untuk memilih pemimpin pada 6
tahun kedepan dan menentukan pemimpin yang bisa untuk membawa banyak hal
positif dan kemajuan pada suatu desa. Visi-misi, latar belakang, pendidikan
terakhir dan track record setiap calon kepala desa harus dipaparkan oleh calon
kepala desa dan juga harus dicermati oleh masyarakat pemilih. Kemampuan dari
seorang calon kepala desa harus mendapat perhatian dari banyak kalangan
masyarakat desa. Pada umumnya pencalonan kepala desa merupakan gelanggang
pertarungan untuk beradu kemampuan dan perbandingan track record dari semua
calon.
Praktek politik uang juga akan sulit untuk dihentikan jika kerja sama
antara masyarakat dengan pihak-pihak terkait masih kurang dalam melakukan
pengawasan dari praktek politik uang, terutama mendekati hari pemilihan.
Lemahnya pengawasan ini lebih menitikberatkan kepada adaptasi individu
terhadap peraturan yang mengawasi praktek politik uang itu sedniri, dimana
karena faktor rendahnya pendidikan juga berpengaruh kepada pla fikir
masyarakat, sehingga belum mampu memahami dan menginternalisasi dengan
baik terkait peraturan pengawasan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya
praktek politik uang di masyarakat.
Praktek politik uang yang sering terjadi di tengah masyarakat, jika terus
dibiarkan akan menjadi kebiasaan terus menerus. Dampak ini diakibatkan karena
praktek politik uang yang terjadi selama ini, karena rendahnya pengawasan yang
dilakukan dan kurnangnya pengetahuan serta kesdaran dari masyarakat yang tidak
mengetahui praktek politik uang yang terjadi dalam pemilu. Keteidaktahuan
masyarakat akan hal itu, membuat praktek politik uang ini menjadi terus berulang-
ulang, bahkan menjadi kebiasaan dalam pemilu, dan membuat masyarakat berfikir
bahwa hal tersebut merupakan hal yang biasa terjadi. Pola fikir masyarakat akan
hal itu, menyebabkan praktek politik uang mnejadi tsering dialakukan terutama
saat masa pemilu.
Proses pemberian politik uang pada masyarakat, dilakukan dengan berbagai
macam cara, baik secara langsung hingga secara tidak langsung yang dilakukan
oleh pihak-pihak lainnya yang terlibat dalam memberikan praktek poltik uang di
masyarakat. Proses pemberian politik uang selama ini menggunakan strategi untuk
mempengaruhi dan memobilisasi masyarakat dengan berbagai macam modus,
kemudian bentuk imbalan yang diberikan, hingga lokasi dan waktu pemberian
politik uang, dipertimbangkan secara matang dan dilakukan bertahap dalam
jnagka wkatu tertentu, sehingga membuka pleuang keberhasilan lebih besar bagi
calon atau kontestan politik tertentu dalam memenangkan pemilu.
Dampak yang ditimbulkan dari politik uang ini, merupakan dampak yang
terjadi jnagka panjang, artinya jika terus dibiarkan maka akan merugikan semua
orang, tidak hanya merugikan masyarakat secara keseluruhan, bahkan dapat
merugikan Negara dengan adanya berbagai permasalahan baru yang kemungkinan
terjadi karena praktek politik uang ini. dampak politik uang ini juga bisa merusak
tatanan demokrasi dalam suatu Negara, sehingga jika terus dibiarkan akan
menimbulkan berbagai permasalahan baru di masyarakat bahkan Negara dan
dapat merusak mental generasi penerus yang akan membawa dampak buruh bagi
kesejahteraan masyarakat dan kemajuan suatu bangsa di masa yang akan datang.
Sehingga praktek politik uang ini harus segera dihentikan denagn mencari
berbagai kemungkinan penyebab terjadina kemudian mencari solusi bertahap
untuk memberantas praktek politik uang itu sendiri
Pentingnya faktor ekonomi bagi setiap orang pada kahirnya membuat setiap
individu dalam masyarakat berusaha mencari dan melakukan berbagi macam cara
untuk mendapatkan sumber ekonomi tersebut, baik dengan cara yang positif
hingga menggunakan cara negatif hanya untuk mendapatkan keuntungan.
Desa Dinoyo dan desa Babat Agung melakukan pemilihan Kepala Desa
serentak pada 2019 di kabupaten Lamongan. Desa dinoyo memiliki 3 calon
kepala desa yang pada proses pemilihannya dimenangkan incumbent atau calon
nomor urut 2. Sedangakna di desa babat agung terdapat 2 calon kepala desa yang
ada proses pemilihannya juga dimenangkan oleh incumbent atau calon nomor
urut 1. Pada proses politiknya di kedua desa memiliki kesamaan dengan adanya
praktik jual-beli suara dari para calon maupun tim sukses untuk meraih hasil
maksimal, yaitu kemenangan dalam proses pemilihan kepala desa. Dari hasil
wawancara, banyak masyarakat yang mengetahui dan bahkan ikut dalam proses
adanya transaksi politik atau jual-beli suara sebelum dan bahkan pada hari H
pemilihan. Berikut wawancara dengan salah satu warga desa babat agung bapak
anton yang dianggap sukses dalam bidang pertanian, beliau dijadikan pimpinan
dalam kelompok tani di desa babat agung.
“Apakah anda pernah melihat atau mengetahui adanya praktek
Money Politik pada Pilkades 2019 Desa Babat Agung Kecamatan
Deket, Lamongan? Kalau melihat ya seperti salah satu tim sukses
bagi-bagi sembako tapi ndak bisa tak artikan money politik se ndan
orang itulo bagi-bagi kok, kalau mengetahui ya tak rasa seluruh desa
kalau ndue gawe ya jelas ada. Bagaimana menurut anda tentang
money politik sebagai salah satu cara agar dapat memenangkan calon
Kepala Desa? Sogokan berbentuk uang atau barang menurutku wes
wajar se mas kalau di pilihan-pilihan, dan itu juga jadi salah satu
cara yang vital buat memenangkannya.“
Hasil analisis dari wawancara dengan informan tersebut menjelaskan
bahwasannya ada praktek money politk pada pilkades 2019 di Desa Babat Agung
Kecamatan Deket Lamongan dan adanya salah satu tim sukses dari pasangan
calon membagi-bagikan sembako ke setiap warga desa. Hal tersebut juga serupa
dengan pemilihan kepala desa dinoyo dan berikut wawancara dengan bapak Adi
yang Berpofesi sebagai guru di SDN Dinoyo dan lulusan S1 pendidikan di
UNESA :
“Mengetahui praktik politik uang atau transaksi politik ta pak?
Barangkali tau ada timses ngasih sesuatu untuk disuruh milih salah
satu calon? Banyak dek disini kemarin. Calonnya ada 3 dan semua
menurut saya aktif untuk mendapatkan simpati masyarakat sehingga
berharap untuk dipilih dan jadi kepala desanya. bagaimana pak proses
praktik politiknya? Saya kemarin didatangi banyak orang timses
calonnya. Ada yang nawarin 200 persuara di keluarga saya, ada yang
500 untuk persuara di keluarga saya, ada yang cukup mengagetkan
saya soalnya nominalnya 2juta untuk persuara di keluarga saya tapi
2juta persuara itu sekalian mengajak saya untuk jadi timsesnya. Tapi
semuanya saya tolak karena mau fokus untuk pendidikannya anak-
anak masyarakat disini.”
Hasil analisis dari wawancara dengan informan tersebut menjelaskan
bahwasannya ada praktek money politk pada pilkades 2019 di Desa Dinoyo dan
setiap warga di datangi oleh tim sukses dari pasangan calon dan di beri uang per
suara untuk memenangkan dalam pilkades di Desa Dinoyo tersebut dan di ajak
untuk menjadi tim sukses dari pasangan calon tersebut. Hal ini menunjukan
bahwa money politik di desa dinoyo sangat banyak dan tidak segan-segan untuk
mengajak warganya menjadi tim sukses pasangan calon.
Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa dalam praktek
politik uang yang dilakukan oleh calon atau kontestan politk tertentu, pastinya
memiliki tujuan yang hendak dicapai yaitu berusaha mendapatkan dukungan dari
masyarakat dan berhasil memenangkan pemilu, sehingga untuk mendapatkan
keuntungan tersebut maka calon atau kontestan politik berusaha melakukan
strategi politik uang untuk mendaptkan tujuannya tersebut. Sementara dalam hal
ini masyarakat sebagai penerima imbalan yang diberikan oelh calon atau
kontestan politik berusaha memanfaatkan momentuk pemilu tersebut, untuk
mendapatkan keuntungan dimana mereka mendapatkan sejumlah imbalan yang
menjadi keuntungan tersendiri bagi masyarakat.
Keuntungan yang didapatkan oleh masyarakat inilah yang menyebabkan
kemudian masyarakat berusaha memanfaatkan momentum pemilu tersebut untuk
mendapat dan menambah keuntungan, terlebih lagi sebagian besar masyarakat
yang menjadi sasaran politik uang tersebut adalah masyarakat dengan
keterbatasan ekonomi, dan memiliki pengetahuan yang rendah mengenai pemilu
itu sendiri, sehingga sangat mudah dipengaruhi dan dimobilisasi untuk memilih
seorang calon atau kontestan politik tertentu dalam pemilu tersebut. Sementara
kerugian yang dilami oleh masyarakat dalam praktek politik uang bukanlah
merupakan kerugian yang didapatkan secra langsung, melainkan dmapak
kerugian yang sifatnya tidak langusng, artinya bahwa kerugian atau dampak
negative dari pemilu tersebut tidak dirasakan langung oleh masyarakat sehingga
masyarakat tidak mneyadari bahwa justru dampak kerugian yang mungkin terjadi
jauh lebih besar dibandingkan dnegan keuntungan yang mereka dapatkan selama
ini dalam praktek politik uang.
Kerugian jangka panjang tersebut tidak disadari oleh masyarakat selama
ini karena kerugiannya tidak dirasakan secara langsung, hal ini juga disebabkan
karena kurangnya kesadaran yang dimiliki masyarakat akibat dari rendahnya
kualitas pendidikan dari masyarakat itu sendiri, dan pada akhrinya mneyebabkan
masyarakat memiliki penegtahuan yang kurang, terutama pendidikan politik dan
menyebabkan akhirnya masayarakat memiliki sikap pragmatis dan acuh terhadap
pemerintah, sehingga tidak memperdulikan dampak jangka panjang yang
diakibatkan oleh praktek politik uang yang dilakukan dalam pemilu tersebut.
3. Uang, beras, gula dan janji jabatan
Dalam proses pencalonan biasanya tidak lepas dari penggunaan uang sebagai
bentuk kampanye. Money politic ini biasanya melibatkan hampir seluruh elemen
sosial, baik itu pejabat, politisi, pendidik, ataupun masyarakat secara umum.
Fenomena ini biasanya diartikan sebagai bantuan politis karena realitas politik
yang menganggap bahwa selalu ada pertukaran sosial. Kondisi ini meniscayakan
seseorang untuk dipenuhi oleh penggarapan timbal balik.
Pada prakteknya, bentuk money politic yang dilakukan cukup bervariasi.
Masing-masing calon mempunyai cara tersendiri baik secara umum maupun
secara tersembunyi. Bantuknya bisa seperti: (1) membagikan uang pada proses
pemilu,(2) membagikan barang dan jasa. Bentuk politik uang ini tergantung pada
kondisi sosial, budaya, ekonomi, dan politik daerah masing-masing. Penyaluran
politik uang ini juga bisa dilakukan orang calon itu sendiri maupun dilakukan oleh
tim sukses dari calon tersebut, hal itu tergantung dari cakupa pemilu itu sendiri.
Pada setiap tindakan di dalam kegiatan kampanye di atas, praktik politik uang
selalu terjadi karena pada intinya di dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh
para pelaku terdapat tindakan praktik politik uang. Sedangkan pada penelitian ini
wujud dari politik uang sendiri terbagi menjadi dua bentuk yaitu politik uang
dalam bentuk barang dan politik uang dalam bentuk kolektif kelompok. Adapun
wujud politik uang ini selalu dibagikan di dalam setiap kegiatan kampanye dari
masing-masing kubu kandidat calon kepala desa.
Bentuk politik uang yaitu berupa barang juga terbagi menjadi beberapa jenis
diantaranya ada bentuk uang tunai, beras, sembako, dan kupon belanja. Semua
bentuk politik uang ini dibagikan melalui perantara tim sukses dengan caranya
masing-masing. Kemudian dari segi nominal ataupun jumlah barang yang
dibagikan oleh masing-masing calon kepala desa juga tidak sama. Dari hasil
penelitian ini diperoleh data, bahwa jumlah nominal uang tunai yang dibagikan
oleh kandidat berjumlah 200 ribu. Sedangkan untuk beras dan sembako seberat 3
kg dan kupon belanja masing- masing mempunyai nominal 20 ribu rupiah.
Adapun pemberian beras dan kupon belanja hanya dilakukan oleh kandidat calon
kepala desa nomor satu.
Politik uang dalam bahasa Indonesia adalah suap dalam buku kamus besar
Bahasa Indonesia adalah uang sogok. Menurut pakar hukum tata Negara
Universitas Indonesia, Yusril Ihza Mahendra, definisi money politic atau biasa
disebut politik uang sangat jelas yakni mempengaruhi massa pemilu dengan
imbalan materi. Yusril mengatakan, sebagaimana yang dikutip oleh Indra
Ismawan (1999) kalau kasus money politic bisa dibuktikan, pelakunya dapat
dijerat dengan pasal tindak pidana biasa, yakni penyuapan. Secara umum money
politic biasa diartikan sebagai upaya untuk mempengaruhi orang dengan
menggunakan imbalan berupa uang.
Pada pemilihan Kepala Desa tahun 2019 di Desa Dinoyo terdapat indikasi
money politic yang dilakukan oleh pihak pemenang yaitu jusman dimana indikasi
yang muncul beragam bentuk money politik:
“satu minggu sebelum pemilihan itu saya di datangi dengan memberi
uang 200 ribu per KK, tapi dalam beras sembako juga itu uang bagikan,
Cuma bukan dia yang langsung bagi ke warga tapi lewat tim suksesnya.
Kalau melihat ya seperti salah satu tim sukses bagi-bagi sembako tapi
ndak bisa tak artikan money politik se ndan orang itulo bagi-bagi kok,
kalau mengetahui ya tak rasa seluruh desa kalau ndue gawe ya jelas ada
mas.”
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa praktik money
politik yang dilakukan oleh petaha dibagikan beberapa hari sebelum pemilihan.
Penyaluran uang itu dilakukan dengan cara door to door, dengan mendatangi
masyakat kemudian memberikan uang.
Uang yang diberikan pada saat menjelang pemilihan bervariasi,
tergantung bagaimana kandidat melihat peluang dan target yang ingin dicapai
disuatu wilayah. Didaerah yang dianggap bukan basis suatu kandidat maka akan
diberikan uang dengan nilai yang lebih tinggi. Hal itu dilakukan agar masyarakat
tersebut tidak memberikan hak suaranya kekandidat lain.Dari pernyataan tersebut
kembali menguatkan pemahaman kita bahwa praktek politik uang di wilayah
perdesaan memang sangat nyata dan berpengaruh dalam mengontrol masyarakat
terutama dalam pemilihan kepala desa. Hal ini tidak lepas dari pengaruh ekonomi
masyarakat, dengan adanya pengaruh ekonomi ini menjadi peluang bagi para
kandidat dalam menjaring suara, salah satu caranya dengan transaksi politik.
“Di wilayah perdesaan maupun wilayah lain yang lebih tinggi, pada
proses pemilihan jelas saya tidak bisa mengatakan bahwa adanya
transaksi politik itu tidak terjadi mas. Untuk menarik simpati seseorang
dan mendapatkan suara dengan cara politik lebih efektiv dilaksanakan
pada wilayah desa. Karena yang sering itu acanya forum silaturahmi dan
tahlil bersama ada bingkisan makan sembako dan mineral mas.”
Hal itu diperjelas oleh kepala desa terpilih, menceritakan kondisi
masyarakt desa menganggap bahwasannya pada pemilihan kepala desa bukan
ajang untuk pertarungan visi-misi maupun gagasan yang dibawa oleh para calon,
melainkan pertarungan antara yang kaya dengan yang kaya.
Politik uang bisa saja berbentuk pemberian atau janji menyuap seseorang
baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya
ia menjalankan haknya denga cara tertentu pada saat pemilihan umum. Pemberian
bisa dilakukan menggunakan uang atau barang. Money politic umumnya
dilakukan untuk menarik simpati para pemilih dalam menentukan hak suaranya
tiap pemilihan umum.
Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dikatakan bahwa transaksi yang
digunakan bisa berupa uang ataupun barang dengan tujuan untuk menarik simpati
para pemilih. Dengan adanya beberapa klasifikasi pemilih sehingga diperlukan
untuk menentukan sasaran khalayak yang kiranya sangat mudah untuk
dipengaruhi agar calon kandidat bisa memenangkan kampanyenya untuk
mengambil kekuasaan tersebut.
“Pada saat ditawari jadi tim sukses, saya menceritakan bahwa saya juga
kepingin untuk berkontribusi dalam kemajuan desa. Jadi ditawari sama
calon kalau jadi apabila ada posisi di pemerintahan desa akan di berikan
kepada saya”
Dari pernyataan di atas , telah menggambarkan adanya politik
tranksaksional yang dilakukan oleh jusman terhadap masyarakat, sehingga politik
tranksaksional inilah yang menjadi salah satu faktor penting dalam menghadapi
suatu kontestasi politik, jika melihat transaksi politik yang menjanjikan suatu
jabatan kepada salah seorang masyarakat dapat dikatakan sangat menguntungkan
sehingga hal itulah yang mendorong orang tersebut yang merupakan seorang
patron atau tokoh masyarakat untuk mengikuti perintah yang di intruksikan oleh
calon kepala desa. Masyarakat yang diyakini sebagai salah satu patron di desa,
tentunya juga di percaya oleh sebagian besar masyarakat sehingga ikut memilih
yang dipilih oleh tokoh tersebut.
Ditinjau dari konsep politik tranksaksional yang menggunakan Pola hubungan
ini didasarkan dari kebutuhan yang saling menguntungkan sehingga menimbulkan
saling ketergantungan sehingga biasanya lahir dari budaya politik patronase. Hal
tersebut karena patronase dipahami sebagai hubungan timbal balik yang dijalin secara
khusus atas dasar saling menguntungkan. Pada proses pilkades di wilayah perdesaan,
menentukan komposisi tim sukses menggunakan tokoh politik untuk mendapatkan
kepercayaan (trust) dari masyarakat. Tokoh masyarakat dipercaya mampu sebagai
penggerak untuk medapatkan simpati masyarakat. Masyarakat yang telah percaya dan
yakin kepada para tokoh masyarakat bisa saja mengikuti pilihan dari tokoh-tokoh
masyarakat tersebut. Selain itu, mereka-mereka sangat berpotensi mendongkrak
perolehan suara salah satu kandidat.
Dari pembahasan tersebut terlihat bahwa pola yang dilakukan oleh kandidat
menggunakan pola politik tranksaksional yang memanfaatkan pemberian barang dan
jasa yang di berikan kepada masyarakat untuk memilih kandidat yang bernama
jusman sebagai kepala desa di desa karama. Selain itu, calon kepala desa juga
memanfaatkan pola klientelisme dan patronase sebagai instrument memperoleh suara
yang juga di gunakan sebagai perantara dalam menjalankan praktik money politic
dalam pemilihan kepala desa di desa karama.
Masyarakat di wilayah perdesaan menerima politik uang dengan tangan
terbuka karena beberapa faktor, yaitu tingkat ekonomi yang rendah, dan tingkat
pendidikan yang rendah, serta faktor tradisi atau kebiasaan, sehingga mereka
menganggap bahwa politik uang sah-sah saja. Dan sudah menjadi kebiasaan dari
dahulu. Hal ini terjadi selain dari beberapa faktor sebelumnya pengaruh dari
kurangnya sosialisasi politik yang dilakukan pemerintah juga menjadi faktor penting
mengapa politik uang di wilayah perdesaan di anggap sah-sah saja dan menjadi
kebiasaan.
Masyarakat yang sejahtera merupakan kondisi yang ideal bagi setiap anggota
masyarakat. Oleh karena itu, berbagai upaya terus dilakukan untuk mewujudkan
kesejateraan masyarakat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemakmuran
berarti kedamaian, keamanan dan kebahagiaan. Ini berarti kondisi manusia untuk
kesehatan, kedamaian dan kebahagiaan mansyarakat. Kesejahteraan Sosial adalah
kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat
hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi
sosialnya Upaya untuk mewujudkan suatu kesejahteraan sosial, meliputi rehabilitasi
sosial, perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, dan jaminan sosial. Hal inilah yang
kemudian menjadi suatu standarisasi di dalam masyarakat dalam menentukan
kesejahteraan. Pembagian standarisasi masyarakat ini kemudian menjadi salah satu
tolak ukur untuk melihat penerimaan masyarakat desa karama terhadap praktik politik
uang dalam proses pemilihan kepala desa.
Masyarakat yang berada pada taraf ekonomi yang maju atau berada dalam
golongan sejahtera I, cenderung menolak praktik politik uang yang terjadi pada
pemilihan kepala desa. Karena masyarakat desa yang berada pada golongan sejahtera
I menganggap bahwa uang yang di berikan oleh calon kepala desa tidak berdampak
karena mereka merasa masih berkecukupan dan bahkan lebih untuk menghidupi
keluarganya.
Bagi masyarakat yang punya pendidikan politik yang memadai itu akan
memilih kandidat melihat dari rekam jejaknya. Masyarakat akan cerdas dalam
memilih dan mengangkat wakil rakyat dan pemimpinnya, dengan melihat
kemampuannya yang dimiliki oleh calon, sikap amanah integritasnya dan sebagainya,
supaya terjamin bahwa mereka yang terpilih benar- benar orang yang terbaik dan
mampu menjalankan tugas publik yang dipercayakan kepadanya.
Faktor ekonomi merupakan landasan bagi masyarakat dalam penerimaan
politik uang yang ditawarkan oleh calon kandidat. Bagi masyarakat yang tergolong
sejahtera itu cenderung tidak akan memilih kandidat berdasarkan pemberian sesuatu.
Sedangkan Mayoritas masyarakat desa Karama yang merupakan masyarakat kelas
ekonomi menengah kebawah dimana kebanyakan dari masyarakat tidak memiliki
penghasilan yang tetap dalam sebulannya memberikan dukungan suara pada pemilu
nanti hal ini disampaikan oleh berdasarkan pemberian sesuatu oleh kandidat. Faktor
ekonomi menjadi landasan bagi masyarakat dalam menerima politik uang yang
ditawarkan oleh calon kandidat. Hal tersebut sejalan dengan teori prilaku dalam
pendekatan rasional dimana dalam hal ini, masyarakat akan memilih jika merasa ada
timbal balik yang akan diterimanya. Ketika masyarakat merasa tidak mendapatkan
keuntungan dari kandidat maka ia tidak akan memilih kandidat tersebut.
Sehingga secara tidak langsung faktor inilah yang membuat politik uang
menjadi ajang para rakyat untuk berebut uang. Mereka yang menerima uang tanpa
memikirkan konsekuensi yang akan diterima yaitu tindakan jual beli suara merupakan
tindakan pelanggaran hukum. Yang terpenting bagi masyarakat adalah bahwa mereka
mendapat uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mayoritas masyarakat desa
Karama merupakan masyarakat kelas ekonomi menengah kebawah dimana
kebanyakan dari masyarakat tidak memiliki penghasilan yang tetap dalam sebulanya
dan berprofesi sebagai petani dan peternak. Faktor ekonomi merupakan landasan bagi
masyarakat untuk turut menerima pemberian politik berupa uang atau barang yang
ditawarkan oleh calon kandidat hal ini sejalan dengan teori prilaku dalam pendekatan
rasional dimana dalam konteks pendekatan rasional, pemilih akan memilih jika ia
merasa ada timbal balik yang akan diterimanya.
Dari beberapa pernyataan yang disampaikan oleh responden sangat jelas
bahwa politik uang pada pemilihan kepala desa diterima dengan baik oleh masyarakat
desa. Hal tersebut terbukti dari apa yang diterima oleh masyarakat dari para calon
tanpa ada sanggahan maupun kritikan dari masyarakat. Jika dilihat secara positif maka
keduanya memiliki keterkaitan yang saling menguntungkan, dimana kandidat
memperoleh dukungan dari masyarakat melalui transaksi politik dan masyarakat
dapat memenuhi kepentingan dan kebutuhannya. Yang menjadi alasan masyarakat
menerima money politic yaitu adanya sesuatu hal yang menjadi adat di kalangan
masyarakat khususnya masyarakat bugis, bahwa rejeki tidak boleh ditolak dan
menerima pemberian adalah suatu bentuk penghargaan bagi orang yang memberi.
Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa permasalahan ekonomi dan
kurangnya sosialisasi politik yang dilakukan pemerintah dapat menjadi jalan
masuk bagi praktik transaksi politik, dengan begitu masyarakat melihat hal ini
sebagai peluang dalam memenuhi kebutuhan maupun kepentingannya baik secara
pribadi ataupun kelompok. Dengan pengaruh ini mempengaruhi pola pikir
masyarakat dan menganggap politik uang sebagai kegiatan yang legal, walau pun
sebenarnya politik uang merupakan suatu yang ilegal. Dari semua pernyataan
tersebut politik uang dapat terealisasikan dengan baik di masyarakat desa karena
pengaruh dari beberapa pernyataan informan
4. Botoh, elite, pemuda dan perempuan
Tidak seperti pada temuan dari penelitian lainnya yang dimana untuk
mencapai tujuan dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kekuatan seperti
local strongman maupun basis sebagai kontrol politik. Botoh dalam pemilihan di
Desa babat agung dan desa dinoyo melakukan pendekatan kepada pemilih
melalui relasi patron-klien.
Hubungan patron-klien dapat muncul karena kesamaan ideologi,
kesamaan alumni, saling percaya serta sejumlah unsur budaya local yang
menunjang munculnya budaya patron-kliense pertiadanya hubungan kekerabatan,
pertemanan, kesamaan suku dan budaya. Hubungan patron-klien pada umumnya
berkenaan dengan penguasaan sumber daya yang timpang, hubungan yang
pribadi, dan berdasarkan asas saling menguntungkan. Kepedulian Botoh terhadap
calon yang diusungnya, bagaimanapun ia tidak lepas dari memikirkan investasi
sosial. Seperti halnya kehadiran Botohdalam pemenangan pemilihan kepala desa
di wilayah perdesaan didasari oleh hubungan yang sebelumnya sudah terjalin
dengan Cakades yaitu atas dasar hubungan kekerabatan dan pertemanan.
Hubungan kekerabatan dan pertemanan memang lazim ditemui dalam
penyusunan tim pemenangan, masyarakat menyebutkan bahwa keluarga dalam
tim pemenangan bisa merujuk pada struktur tatanan keluarga besar yang merujuk
pada hubungan garis nasab dan perkawinan. Sedankan jika ditemukan
keterbatasan keluarga besar, saluran pertemanan akan digunakan untuk
membentuk tim pemenangan. Hal tersebut menjadi latar belakang antara
Botoh dan Cakades yang kemudian membangun hubungan yang kuat untuk
tujuan pemenangan pemilihan kepala desa.
“Yang menjadi salah satu calon kepala desa kebetulan kakak-ku mas, jadi
saya membantu untuk kemenangan kakak saya dengan membantu untuk
mendapatkan suara untuk bisa memenangkan pemilihan kepala desa”.
Botoh memposisikan dirinya sebagai patron untuk menghegemoni
masyarakat melalui pemberian, serta menaati regulasi dan prosedur demokrasi
yang diatur oleh pemerintah. Terdapat dua ruang gerak Botoh, yaitu Botoh
bergerak secara individu dan Botohbergerak dalam tim pemenangan. Tim
pemenangan ini merupakan gabungan dari Botoh yang terorganisasi dalam garis
koordinasi yang rapi. Jika dilihat menggunakan tipologi pelaku identitas lokal
yang disebutkan oleh masyarakat, jaringan botoh ini bekerja sebagai aktor
individu, aktor kelompok, dan aktor struktur komunikatif. Untuk mempermudah
dalam melakukan interaksi, Botoh melakukan interaksi dengan pemilih melalui
strategi multi-level yang didalamnya meringankan aktivitas Botoh untuk
menguasai wilayah persebaran dan memperkuat jaringan yang dibuat oleh Botoh
sebagai siasat mengantongi suara sebanyak-banyaknya. Dari strategi ini pula
berhasil membentuk suatu kelompok sosial yang di dalamnya terdapat jaringan
komunikasi paten serta menjadi rantai sosial yang saling terikat dari orang-orang
yang ada di dalamnya. Langkah yang dilakukan oleh botoh dalam
memperkuat jaringan yaitu dengan memanfaatkan jaringan paten yang sudah ada,
jaringan tersebut berupa wilayah administratif yang ada di desa. Botoh-botoh
menyebar disetiap rumah, RT, dan Dusun yang telah ditentukan.
Kesuksesan Botoh dalam memobilisasi massa tentu sangat bergantung
pada kiat-kiat yang dilakukan oleh Botoh. Tidak jarang Botoh keluar dari arahan
tim pemenangan dan menggunakan caranya sendiri supaya ia dapat memperoleh
massa guna mendukung dan memilih Cakades yang didukung. Tindakan ini
dilakukan Botoh guna mendapatkan orientasi baik untuk pemilih, diri sendiri
maupun Cakades. Orientasi yang dimaksud bahwa budaya politik mengandung
tiga komponen objek, yaitu:(1) orientasi kognitif, merupakan orientasi yang
berupa pengetahuan dan kepercayaan; (2) orientasi afektif, meliputi perasaan
terhadap sistem politik, peranannya para aktor dan penampilannya; dan (3)
orientasi evaluatif yaitu keputusan dan pendapat mengenai objek-objek politik
yang secara tipikal melibatkan standar nilai dan kriteria dengan informasi
perasaan.
Strategi pemenangan yang dilakukan oleh botoh merupakan hasil dari
kolaborasi pemikiran yang dilakukan bersama tim pemenangan, namun pada saat
praktek di lapangan, botoh melakukan tindakan berdasar inisiasinya sendiri.
Berdasarkan hal tersebut, strategi pemenangan yang dilakukan oleh Botoh dalam
pemilihan kepala desa memiliki ciri atau karakter yang berbeda. Karakter tersebut
berasal dari pemanfaatan ciri lokal yang sudah melekat kemudian diolah
sedemikian rupa menjadi suatu strategi pemenangan dengan basis lokal.
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber, bergabungnya botoh dalam tim
pemenangan bermula dari permintaan Cakades dengan cara menemui orang-orang
yang dipercaya mampu membantu memenangkan pemilihan kepala desa. Sebelum
Cakades melakukan pendaftaran ke Panitia Pemilihan Kepala (PPK), terlebih
dahulu Cakades menemui orang-orang yang akan dijadikan tim inti. Setelah
Cakades ini resmi tercatat, akan diikuti dengan bergabungnya orang-orang
menjadi botoh dengan cara yang beragam seperti mendapat ajakan dari teman,
ditemui oleh Cakades secara langsung, atau atas dorongan dari warga desa.