RENCANA PEMBELAJARAN................................................................................................2
TOPIK 8 MOBILISASI...........................................................................................................52
1
RENCANA PEMBELAJARAN
MATA KULIAH KEPERAWATAN DASAR II
4. EVALUASI
Evaluasi pembelajaran dilakukan melalui : UTS: 15%, UAS: 15%, Penugasan: 20%) dan
Ujian Praktek 40 % + 10 % Laporan
2
TOPIK 1
PEMERIKSAAN TANDA-TANDA VITAL
Tujuan Pembelajaran
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami konsep pemeriksaan tanda-tanda vital
2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan suhu dengan benar
3. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan nadi dengan benar
4. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan frekuensi nafas dengan benar
5. Mampu menginterpretasikan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital dengan benar
Tinjauan Pustaka
Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
A. Suhu Tubuh
Suhu tubuh adalah panas tubuh yang diukur dalam derajat. Paans tubuh merupakan
perbedaan antara panas yang diproduksi dan kehilangan panas, suhu tubuh pusat orang
sehat secara konsisten dipertahankan oleh hipotalamus. Pusat ini akan menerima pesan
dari reseptor panas yang berada di seluruh tubuh untuk mengurangi panas,
mempertahankan suhu tubuh atau meningkatkan suhu tubuh anatara 35,9 0C sampai
37,40C. Panas hilang ketika panas dari bagian dalam tubuh ditransfer ke permukaan kulit
oleh sirkulasi darah (Porth,1994).
Batas suhu tubub normal:
Suhu tubuh normal 36,5 0C-37,20C
a. Oral: 370C
b. Rectal: 37,20C
c. Axila: 36,50C
Lokasi pengukuran suhu tubuh: Oral, Rextal, Axila, Telinga, Frontal/dahi
B. Denyut Nadi
Faktor yang memepengaruhui frekuensi nadi yaitu latihan fisik, suhu tubuh, emosi,
obat-obatan, hemoragi, penurunan postur dan metabolisme
3
Frekuensi Denyut Nadi Normal
a. BBL : 100-180x/m
b. Bayi 1 Mgg : 100-120x/m
c. 3 bulan-2 tahun : 80-130x/m
d. Anak 2-10 tahun : 70-110x/m
e. Remaja 10-21 tahun : 60-90x/m
f. Dewasa : 69-100x/m
Lokasi Pengukuran Denyut Nadi: Temporal, carotis, brakialis, radialis, apikal,
femoralis, tibia posterior dan dorsalis pedis
C. Pernafasan
Faktor yang mepengarui: nyeri akut, anxietas, merokok, olaraga, anemia, posisi
tubuh dan mediaksi
Frekuensi nafas normal:
a. BBL : 35-40x/m
b. Bayi 6 bulan : 30-50x/m
c. Todler : 25-32x/m
d. Remaja : 16-19x/m
e. Dewasa :16-20x/m
Frekuensi nafas dihitung selama satu menit penuh dan diamati jenisnya, irama dan
adanya kesulitan pernafasan.
D. Tekanan Darah
Tekanan yang terjadi oleh darah terhdap dinding arteri
a. Tekanan sistolik : tekanan maksimum selama sistol yaitu saat ventrikel kiri
memompa darah ke aorta
b. Tenanan diastolik : tenakkan minimal terhdap dinding arteri. Terjadi sat darah
masuk dalam ventrikel (ventrikel relaksasi)
Nilai normal tenanan darah
a. Bayi : 65-115/42-80 mmHg
b. 7 tahun : 87-117/48-64 mmHg
c. 10-19 tahun : 124-136/77-84 mmHg (pria), 124-127/63-74 mmHg (wanita)
d. Dewasa : 120/80 mmHg
e. Usia lanjut : 140-160/80/90 mmHg
4
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
5
aksila dengan tissue atau baju Pasien
- Mengecek skala termometer sampai dengan
skala dibawah 35 ’c.
- Meletakkan thermometer pada aksila kiri
Pasien. dengan mengepit ketiak dan lengan
kiri disilangkan dan diletakkan ke bahu
kanan tunggu hingga 10 menit.
3. Mengukur denyut nadi
- Tentukan area pengukuran nadi
- Letakkan tiga jari di arteri kemudian hitung
frekuensi nadi selama 1 menit penuh.
4. Menghitung frekuensi pernafasan :
- Perhatikan gekanan naik turun
dada/abdomen pasien
- Letakkan jam /stopwatch di dekat area
dada /abdomen pasien
- Hitung frekuensi pernafasan selama 1 menit
penuh
- Usahakan pasien tidak mengetahui perawat
memperhatikan pernafasannya
5. Mengukur tekanan darah
- Menaikkan lengan baju Pasien. sampai
terlihat lengan bagian atas
- Memasang manset di lengan atas tiga jari
diatas lipat siku (Manset dipasang tidak
terlalu kencang atau longgar).
- Memasang stetoskop ditelinga.
- Tentukan niai batas pemompaan dengan cara
:
- Letakkan tiga jari perawat di arteri radialis
- Pompa tensimeter hingga denyut nadi tidak
teraba lagi
- Buka sekrup pompa dan perhatikan nilai
yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk /air
raksa pada saat nadi tidak teraba
- Meletakkan diapragma stetoskop didaerah
fosa cubiti. (denyutan brachialis)
- Pompa teensimeter sampai batas
pemompaan (sesuai nilai pada langkah d)
ditambah 30 mmHg
- Membuka Sekrup balon perlahan sambil
memperhatikan niali yang ditunjuk jarum
peunjuk/ air raksa
- Dengarkan bunyi sistolik selanjutnya
turunkan air raksa perlahan sampai terdengar
bunyi diastolik
- Turunkan air raksa dengan cepat sampai
manset kempis
- Melepaskan manset dari lengan Pasien
6. Mengangkat termometer dari aksila Pasien. dan
6
baca hasil pengukuran dengan termometer
diletakkan sejajar dengan mata
7. Membersihkan termometer dengan alkohol dari
atas kearah reservoir.
8. Memberitahukan Pasien. bahwa prosedure
selesai dilakukan.
9. Merapikan Pasien..
10. Mencuci tangan
11 Mendokumentasikan hasil pengukuran
OUTPUT
Tanda-tanda vital terukur dengan benar
Jlh skor
Nilai = (jlh skor yg didapat / 15) x 100
7
TOPIK 2
PEMERIKSAAN KEPALA DAN LEHER
Tujuan Pembelajaran
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan kepala dan leher
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami konsep pemeriksaan kepala dan leher
2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan kepala dan leher
Tinjauan Pustaka
Pemeriksaan Kepala dan Leher
A. Pemeriksaan kepala (inpeksi dan palpasi)
Pada saat melakukan pemeriksaan pada kepala, posisi pemeriksa duduk di depan,
samping atau belakang pasien
1. Pemeriksaan Kepala
Pertama kali yang dilihat adalah bentuk dan ukuran kepala. Apakah terdapat
hydrocephalus, microcephalus atau mesocephalus? Apakah terdapat tonjolan tulang?
Apakah bentuknya simetris atau asimetris pada kepala dan wajah?
2. Pemeriksaan Rambut
a. Inpekasi
Pemeriksa memperhatikan warna, jumlah dan distribusi rambut. Warna rambut
bisa hitam, putih atau adakah rambut jagung (malnutrisi). Jumlahnya bisa tebal
atau tipis. Distribusi rambut bisa merata atau rambut rontok. Adanya alopecia
areata ditandai dengan kerontokan rambut yang mendadak, berbentuk oval atau
bulat, tanpa disertai tanda-tanda inflamasi
b. Palpasi
Penilaian palpasi rambut meliputi tekstur rambut dan apakah mudah dicabut atau
tidak. Pada pasien malnutrisi, tekstur rambut kasar, kering dan muda
8
Gambar 1.Alopecia areata
3. Pemeriksaan wajah
a. Inpeksi
Pada pemeriksaan ini dapat dilihat apakah pucat, sianosis atau ikterik. Pucat
kemungkinan adanya insufisiensi aorta atau anemia, sianosis mungkin terjadi pada
pasien dengan cacat jantung bawaan dan ikterik mungkin dapat disebabkan oleh
hepatitis atau tumor pankreas. Warna kemerahan pada wajah seperti kupu-kupu
terdapat pada pasien lupus/Systemic Lupus Erythematosus.
Penampilan wajah sering merupakan tanda patognomonis suatu penyakit
tertentu, misalnya facies leonina yang terjadi pada pasien kusta/lepra (Morbus
Hansen). Wajah mongoloid terdapat pada pasien Down Syndrome. Penyakit
Parkinson sangat khas ditandai adanya wajah tanpa ekspresi/ wajah topeng.
Adanya asimetri wajah menunjukkan kemungkinan adanya kelumpuhan pada
syaraf kranialnervus fasialis (N. VII) pada pasien stroke atau Bells palsy (wajah
tertarik pada sisi sehat). Asimetri pada wajah dapat mengarahkan adanya kelainan
pada kelenjar parotis akibat parotitis ataupun tumor pada parotis.
9
Gambar 3.Kiri : parotitis, kanan : facies leonina pada Morbus Hansen
5. Pemeriksaan mata
a. Inpeksi
Pemeriksaan mata meliputi :
1) Pemeriksaan posisi dan kesejajaran mata dengan cara pasien diminta melihat
pada suatu obyek kemudian mata pasien diminta mengikuti pergerakan
obyek.
2) Pemeriksaan konjungtiva dengan cara membuka palpebra inferior.
3) Pemeriksaan sklera dengan cara membuka palpebra superior.
10
4) Pemeriksaan pupil dilakukan dengan memberikan cahaya pada pupil mata
dari samping ke tengah, pupil normal akan mengalami miosis (menyempit)
bila terkena cahaya.
5) Pemeriksaan lensa dengan cara memberikan cahaya lewat pupil, dinilai
media refrakta di belakang pupil.
Inspeksi Bagian Mata Kemungkinan yang ditemukan
Suprasiliaris (Alis mata) Dermatitis Seborea
Palpebrae (Kelopak mata) Kalazion, Ectropion, Ptosis, Xanthelasma
Posisi dan kesejajaran mata Exophtalmus, Strabismus
Sklera dan Konjungtiva Mata merah, ikterik, anemis
Kornea, iris, pupil, lensa Opasitas korneal, Refleks pupil, katarak
11
b. Palpasi
Pemeriksaan palpasi meliputi pemeriksaan palpebra dan tekanan bola mata.
6. Pemeriksaan hidung
a. Inspeksi
1) Inspeksi hidung eksternal : Perhatikan permukaan hidung, ada atau tidak
asimetri,deformitas atau inflamasi.
2) Inspeksi hidung bagian dalam dengan spekulum :
a) Perhatikan mukosa yang menutup septum dan konka, warna dan
pembengkakan. Adakah mukosa oedema dan kemerahan (rinitis oleh virus),
adakah oedema dan pucat (rinitis alergik), polip, dan ulkus.
b) Posisi dan integritas septum nasi. Adakah deviasi atau perforasi septum nasi.
b. Palpasi
Pemeriksaan palpasi hidung untuk menilai adanya fraktur os nasalis dan nyeri tekan
7. Pemeriksaan Telinga
Pemeriksaan telinga meliputi:
Pemeriksan telinga luar :
a. Inspeksi auricula: bentuk, ukuran, simetris / asimetris, tanda radang.
Inspeksi kanalis auricularis : adakah serumen prop, tanda radang, corpus alienum.
b. Palpasi : adakah nyeri, tragus pain, mastoid pain, dan tumor.
8. Pemeriksaan mulut
a. Inspeksi
1) Bibir
Perhatikan warna(adakah sianosis atau pucat), kelembaban, oedema, ulserasi atau
pecah-pecah.
2) Mukosa oral
Mintalah pasien untuk membuka mulut. Dengan pencahayaan yang baik dan
bantuan tongue spatel, dilakukan inspeksi mukosa oral. Menilai warna mukosa,
pigmentasi, ulserasi dan nodul. Bercak-bercak pigmentasi pada ras kulit hitam
masih dalam batas normal.
3) Gusi dan gigi
Menilai adakah inflamasi, oedema, perdarahan, retraksi atau perubahan warna
gusi, gigi tanggal atau hilang.
4) Langit-langit mulut atau palatum
Menilai warna dan bentuk langit-langit mulut, adakah torus palatinus.
5) Lidah
Menilai lidah dan dasar mulut, termasuk warna dan papilla, adakah glositis,
paralisis syaraf kranial ke-12.
6) Faring
Mintalah pasien untuk membuka mulut, dengan bantuan tongue spatel lidah kita
tekan pada bagian tengah, mintalah pasien mengucapkan ”aaa”. Perhatikan warna
12
atau eksudat, simetri dari langit-langit lunak. Adakah faringitis, paralisis syaraf
kranial ke-10.
B. PEMERIKSAAN LEHER
Melakukan pemeriksaan leher, meliputi: regio colli, trachea, kelenjar tiroid, dan
kelenjar limfonodi.
1. Regio Colli
a. Inspeksi
Inspeksi pada leher untuk melihat adanya asimetri, denyutan abnormal,
tumor, keterbatasan gerakan dalam range of motion (ROM) maupun
pembesaran kelenjar limfe dan tiroid.
b. Palpasi
Pemeriksaan palpasi leher dilakukan pada tulang hioid, tulang rawan tiroid,
kelenjar tiroid, muskulus sternokleidomastoideus, pembuluh karotis dan
kelenjar limfe. Pemeriksaan dilakukan pada kedua sisi (bilateral) bersamaan.
2. Pemeriksaan trachea
a. Inspeksi
Inspeksi trachea untuk melihat adanya deviasi trachea, simetris, asimetris.
b. Palpasi
Palpasi trachea dilakukan dengan cara ujung jari telunjuk dan jari manis
menekan pada daerah m. sternocleidomastoideus kanan dan kiri dengan
trachea dan pasien iminta menelan ludah. Bandingkan pada kedua sisi. Bila
kedua jari tangan bisa masuk maka posisi trachea normal, tetapi bila salah
satu jari ada yang terhalang masuk, artinya ada devisi ke arah sisi ini.
13
Gambar 8.Kiri : pocket lymphadenopathy cervicalis porterior pada TBC,
Kanan : metastase karsinoma nasofaring ke kelenjar limfe leher.
b. Palpasi
Pada keganasan kelenjar getah bening, terutama limfoma, dinilai kelenjar
mana saja yang membesar, multipel atau tunggal, permukaannya, mobile
atau terfiksasi, konsistensi, nyeri tekan atau tidak, adakah luka pada
kelenjar tersebut.
Gambar 10. Palpasi limfonodi, kiri : lnn. preaurikuler, tengah : lnn. cervicalis anterior
danposterior, kanan : lnn. Supraklavikularis
14
4. Pemeriksaan kelenjar tiroid
a. Inspeksi
Inspeksi kelenjar tiroid dilakukan dari posisi depan untuk menilai apakah
terdapat
pembesaran kelenjar tiroid, derajat pembesaran tiroid, dan tanda inflamasi.
Gambar 11. Inspeksi kelenjar tiroid, kiri : saat istirahat, kanan : pada gerakan
menelan
b. Palpasi
Pemeriksaan palpasi kelenjar tiroid dimulai dari depan, kemudian juga dari
belakang pasien. Pemeriksaan dari depan, tiroid dipalpasi adakah pembesaran
atau tidak. Kemudian pasien diminta menelan ludah untuk menilai apakah
kelenjar tiroid teraba atau tidak, bergerak atau tidak. Bila terjadi pembesaran
tiroid, dinilai ukurannya, konsistensi, permukaan (noduler/difus), nyeri tekan,
mobilitasnya. Pemeriksaan kelenjar tiroid dari belakang, pasien diminta duduk,
pemeriksa berada di belakan kemudian diraba dengan jari-jari kedua tangan.
Penilaian kelenjar tiroid sama seperti pemeriksaan dari depan. Dalam kondisi
normal: tidak terlihat atau teraba.
15
Gambar 13. Struma/ goiter
c. Auskultasi
Auskultasi pada kelenjar tiroid dapat mendeteksi bising sistolik yang
mengarahkan adanya penyakit Graves.
16
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
Nama peserta :
NIM :
17
massa/tidak,hematom,
tekan utk merangsang nyeri.
MEMERIKSA WAJAH
Inspeksi: : Kesimetrisan muka, warna kulit,
9.
gerakan muka
MEMERIKSA MATA :
Inspeksi alis mata : lesi , kesimetrisan kiri dan
10.
kanan
Inspeksi kelopak mata meliputi ptosis,
11.
exopthalmus, dan edema
Inspeksi konjunctiva
12. Periksa : Warna, pengeluaran sekret dan
perubahan vaskular
13. Inspeksi sclera, Periksa : Warna dan Vaskular
Inspeksi pupil :
Ukuran Dan bentuk Pupil : Bulat, sama besar
14.
( isokor)
Reaksi pupil terhadap cahaya
Inspeksi Bola mata :
Lihat Kedudukan Bola mata : kesimetrisan
15.
kiri dan kanan
Pergerakan bola mata (ekstra okuler)
16. Periksa Ketajaman penglihatan:.
Periksa Medan penglihatan::
Nasal 600
Temporal 900
17. Superior 500
Inferior 700
Tanyakan sampai sejauh mana pasien masih
bissa melihat jari pemeriksa
Minta klien memejamkan mata kemudian palpasi
18. kelopak mata klien untuk mengetahui adanya
edema atau nyeri tekan
MEMERIKSA HIDUNG DAN SINUS
Inspeksi : struktur luar : Bentuk tulang hidung,
simetris lubang hidung, warna cuping hidung,
19.
pergerakan hidung saat bernafas (pernafasan
cuping hidung)
Periksa lubang hidung, amati apakah ada
20. kesulitan inspirasi.
18
Inspeksi canalis : keutuhan kulit, bersih,
serumen, obstruksi, benda asing, sekresi
Inspeksi Membran timpani : utuh atau tidak
25. Test pendengaran klien dengan berbisik
MEMERIKSA MULUT DAN
TENGGOROKAN : Gunakan Pen Light &
Tongue Spatel dan minta klien membuka mulut
BIBIR : Inspeksi bentuk dan kesimetrisan,
26.
kelembaban dan warna, lesi, stomatitis
GIGI GELIGI dan GUSI : Inspeksi adanya sisa
27.
makanan, carries /lubang, peradangan
BAU MULUT : inspeksi bau yang tercium dari
28.
mulut
SELAPUT LENDIR (bagian dalam mulut ) :
29. Inspeksi warna, bengkak, tumor, sekresi,
, berdarah
Lidah : inspeksi warna, ulkus,kebersihan dan
30.
pergerakan lidah
Pharing dan tonsil : Inspeksi adanya tanda
31.
peradangan (edema, kemerahan)
MEMERIKSA LEHER
Inspeksi:
32. Bentuk / kesimetrisan , warna, bengkak, massa,
jaringan parut
33. Palpasi nodul kelenjar limfe ( KGB)
34. Palpasi letak trakea : deviasi / tidak
35. Palpasi kelenjar thyroid : pembesaran atau tidak
36. Inspeksi Pergerakan leher
37. Merapikan pasien dan cuci tangan
Memberitahukan pasien bahwa prosedure
38.
pemeriksaan telah selesai dilakukan.
39. Mendokumentasikan hasil pemeriksaan.
C HASIL TINDAKAN
Status kesehatan kepala area kepala dan leher
dapat diidentifikasi .
Jlh skor
Nilai = (jlh skor yg didapat / 39) x 100
Bengkulu,............................20...
Tim penilai
1.................................
2..................................
19
TOPIK 3
PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN FISIK THORAK
Tujuan Pembelajaran
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik thorak
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami konsep pemeriksaan fisik thorak dengan benar
2. Mampu menginterpretasikan hasil pemeriksaan fisik thorak dengan benar
Tinjauan Pustaka
Pemeriksaan Fisik Thorak
A. Thorak (Dada)
Sebelum memeriksa dada,perawat harus mengetahui garis-garis imaginer untuk
memudahkan pemeriksaan.
Garis-garis imaginer: linea mid-sternalis, linea sternalis, linea mrdioa (mid)
clavicularis, linea axillaris anterior, media dan posterior, linea scapularis, linea
vetebralis, angulus ludovici, angulus costae, dan arcus costae.
Pemeriksaan dinding dada
a. Inpeksi bentuk dada
Besar rongga toraks bervariasi berdasarkan umur, pada orang dewasa diamter
anterior posterior leih kecil dari diameter tranvenrsal,sedangkan pada anak dimater
antero posterior dengan diameter tranvensal hampir sama. Kelainan bentuk dada:
funnel chest (pectim excavatum), pigoen chest, barrel chest kyposkoliosis.
Inspeksi bentuk dan kesimetrisan dada dari sudut pandang posterior dan lateral,
bandingkan diameter anteroposterior dengan diameter transversum/lateral.
20
(Gabar bentuk dada funnel chest) (Gaabar bentuk dada pigeon
chest/terjadi
pada kifoskoliosis)
Inspeksi kesejajaran spina. Minta klien berdiri, dari posisi lateral dan belakang
(ketika inspeksi dari belakang, minta klien membungkuk) amati 3 lengkung
normal : servikal, thorakal, lumbal.
21
(normalnya gerakan simetris kanan kiri)
b. Palpasi dada untuk mengetahui fremitus vocal/taktil (getaran halus yang dirasakan
pada dinding dada klien saat klien berbicara)
1) Letakkan permukaan ujung jari/bagian ulnar tangan pada dada posterior klien,
dimulai didekat apex paru
2) Minta klien mengulangi beberapa kata, missal : “ tujuh puluh tujuh “
3) Ulangi 2 langkah diatas, geser kedua tangan berurutan sampai bagian dasar paru
(sesuai gambar)
4) Bandingkan fremitus pada kedua paru dan fremitus antara area apex dan basis
paru (normalnya sama antara kanan dan kiri)
c. Lakukan perkusi secara sistematis dimulai dari atas klavikula pada ruang
supraklavikular dilanjutkan kebawah hingga mencapai diafragma (sesuai gambar
diatas).
Posisi tangan saat perkusi :
22
1) Letakkan tangan non dominan di atas permukaan tubuh yang akan dilakukan
perkusi.
2) Ujung jari tengah dari tangan dominan (pleksor) memukul dasar persendian
pleksimeter (tangan non dominan)
Auskultasi dada, lakukan urutan seperti langkah yang digunakan dalam perkusi
yang dimulai dari bronki diantara sternum dan klavikula
23
d. Auskultasi dada, lakukan urutan langkah pada area yang digambarkan di atas,
bandingkan antara sisi kanan dan kiri
e. Identifikasi impuls apical degan cara memiringkan pasien ke kiri. Catat : letak
impuls, diameter, amplitudo (normalnya biasanya seperti ketukan). Catatan : pada
hipertrofi ventrikel kiri amplitudo terus menerus, pada gagal jantung kongestif
menyebar.
f. Palpasi impuls ventrikel kanan pada parasternum kiri dan area epigastri (kuatnya im
uls diduga pembesaran ventrikel kanan)
g. Perkusi jantung
1) Batas kiri jantung : lakukan perkusi dari arah lateral ke medial. Perubahan
antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita tetapkan sebagai batas
jantung kiri. Normalnya :
Atas: ICS II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung)
Bawah: ICS V kiri agak ke medial linea midklavikularis kiri (tempat iktus)
2) Batas kanan jantung : dilakukan dari arah lateral ke medial. Agak sulit
menentukan batas jantung kanan karena letaknya agak jauh dari dinding depan
thorak. Normalnya :
Atas : ICS II kanan linea parasternalis kanan
Bawah : ICS III-IV kanan,di linea parasternalis kanan.
24
h. Auskultasi jantung dengan menggunakan stetoskop pada area yang ditunjukkan pada
gambar. Gunakan diafragma stetoskop untuk bunyi nada tinggi (mis : bunyi S1 &
S2), sedangkan bel stetoskop untuk bunyi nada rendah pada batas sternum kiri bawah
dan apeks.
25
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
PELAKSANAAN TINDAKAN
26
pigeon chest, barrel chest
9. Inspeksi gerakan dada : simetris atau tidak
15. Auskultasi suara nafas pada semua area lapang paru kiri
dan kanan secara sistematis
Bandingkan bunyi kiri dan kanan
PEMERIKSAAN JANTUNG
16. Inspeksi apakah ictus cordis terligat atau tidak
17. Palpasi ictus cordis
Papasi apakah ictus cordis teraba atau tidak dan rasakan
kekuatan denyutan
18. Perkusi batas jantung
Perkusi dengan sistematis :
Tentukan batas kanan
Tentukan batas kiri atas
Terntukan batas kiri bawah
19. AUSKULTASI
Auskultasikan bunyi jantung I
Auskultasikan bunyi jantung II
Identifikasi apakah BJ I dan BJ II terdengar
tunggal atau ada bunyi S3, S4, murmur atau
gallop
PEMERIKSAAN PAYUDARA
20. Bila pasien dalam posisi duduk, atur posisi pasien tidur
terlentang
21. Minta klienn untuk mengangkat kedua tangannya dan
inspeksi adanaya retraksi kulit idsekitar payudara klien
22. Kembalikan posisi tangan klien sepertisemula dan
inspeksi adanya discharge, benjolan dll
23. Palpasi elatisitas dan adanya benjolan pada payudara klien
24. Palpasi nodul axilla ? kelenjar limfe axilla
25. Merapikan pasien
Cuci tangan
26. Memberitahukan pasien bahwa prosedur pemeriksaan
telah selesai dilakukan
27. Mendokumenttasikan hasil pemeriksaan
OUTPUT
1. Status kesehatan kepala area thorax dapat diidentifikasi
Jlh skor
27
Nilai = (jlh skor yg didapat / 34) x 100
Bengkulu,............................20
Tim penilai
1.................................
2..................................
TOPIK 4
PEMERIKSAAN GENETALIA- EKSTREMITAS
Tujuan Pembelajaran
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan genetalia- ekstremitas
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami konsep pemeriksaan genetalia- ekstremitas dengan benar
2. Mampu menginterpretasikan hasil pemeriksaan genetalia- ekstremitas dengan benar
Tinjauan Pustaka
Pemeriksaan Genetalia- Ekstremitas
Pemeriksaan ini dapat membuat klien merasa malu sehingga anda harus melakikan
pendekatan yang tenang,. Berikan penjelasan dan alasan mengapa harus melaakikan prosedur
pemeriksaan ini. Posisi litotomi juga membuat klien merasa malu. Pemeriksaan genitalia
dapat dilakukan sambil melaksanakan tindakan hygiene dan mempersiapkan pemasangan
kateter urine . pemeriksaan internal merupakan bagian tiap pelayanan kesehatan preventif
wanita karena kanker ovarium merupakan penyebab kematian pertama dibandingkan kanker
system reproduktif. Remaja dan dewasa muda diperiksa insiden penyakit menular seksual
(PMS) yang semakin banyak. Usia menarche semakin turun dan sebagian besar remaja pria
dan wanita sudah aktif secara seksual pada usia 19 tahun(Hockenberry dan Wilson,2007).
Pemeriksaan rectum dan anus digabungkan kedalam pemeriksaan ini karena klien berada
pada posisi litotomi atau berbaring dipunggung.
A. PEMERIKSAAN GENITALIA WANITA GENITALIA EKSTERNAL
Pastikan area perineum mendapatkan cahaya yang cukup. Kenakan sarung tangan
untuk mencegah kontak dengan organism infeksium. Perineum sangat sensitife sehingga
klien harus diberitahu terlebih dahulu. Sebaiknya anda menyentuh paha terlebih dahulu
sebelum mencpai perineum. Sambil duduk di ujung meja, inspeksi kuantitas dan
28
distribusi rambut. Individu pra remaja tidak memiliki rambut pubis. Selama pubertas,
rambut tumbuh di sepanjang labia dan menjadi lebih gelap, kasar dan kriting. Pada
individu dewasa, rambut tumbuh dalam bentuk segitiga di perineum wanita dan
sepanjang permukaan medial paha. Rambut normalnya bebas kutu dan telurnya. Ulit
yang terletak di bawahnya bebas dari radang, iritasi, atau lesi. Inspeksi karakteristik
permukaan labia mayor. Kulit perineum tampak mulus, bersih dan sedikit lebih gelap di
bandingkan kulit lainnya. Membrane mukosa tampak merah muda gelap dan lembab.
Labia mayora dapat terbuka ataupun tertutup dan tampak kering atau lembab. Biasanya
ini tampak simetris. Setelah melahirkan, labia mayora akan terpisah sehingga labia miira
lebih jelas terlihat. Saat mencapai menopause, labia mayora akan menipis dan
mengalami atrofi l siring usia. Labia mayora yang normal tidak mengalami infl amasi,
edema, lesi, atau laserasi.
29
dapat mengantisipasinya. Sentuh genitalia secara perlahan untuk menghindari ereksi
atau rasa tidak nyaman. Anamnesis dilakukan dengan lengkap sebelum pemeriksaan
yang menjamin pemeriksaan komplit.
2) KEMATANGAN SEKSUAL
Pertama, perhatikan kematangan seksual dengan mengamati ukuran dan bentuk penis
dan testis, ukuran, warna, tekstur kulit skrotum, dan karakter dan distribusi rambut
pubis. Testis pertama kali bertambah ukuran pada usia pra remaja. Pada saat ini
belum ada rambut pubis. Pada akhir pubertas, testis dan penis membesar sampai
ukuran dan bentuk dewasa, dan kulit skortum. Menjadi lebih gelap dan berkerut.
Pada masa pubertas, rambut menjadi kasar dan banyak pada pubis. Penis tidak
memiliki rambut, skrotum memiliki sedikit sekali rambut. Lakukan juga inspeksi
kulit genetalia untuk mengamati kuku, ruam, ekskoriasi, atau lesi. Normalnya kulit
nampak bersih tanpa lesi.
3) PENIS
Untuk menginspeksi permukaan penis dengan menyeluruh, lakukan manipulasi
genetalia atau minta bantuan klien, inspeksi batang, korona, preputium, glans, dan
meatus uretra. Vena dorsal tampak jelas. Pada pria yang tidak disikumisisi, tarik
preputium untuk melihat glans dan meatus uretra. Preputium biasanya mudah ditarik.
Terkadang terdapat smegma putih tebal di bawahnya. Jika ada cairan abnormal,
lakukan kultur. Meatus uretra nampak seperti celah dan berada di permukaan ventral,
beberapa milimeter dari ujung glans. Pada kondisi kongenital, meatus berada
disepanjang batang penis. Area antara preputium dan glans merupakan lokasi umum
untuk lesi veneral. Perlahan tekan glans diantara ibu jari dan telunjuk, ini akan
membuka meatur uretra untuk inspeksi lesi, edema, dan infl amasi. Normalnya,
meatus nampak berkilat dan merahmuda tanpa cairan. Lakukan palpasi lesi perlahan
untuk mendeteksi nyeri tekan, ukuran, konsistensi, dan bentuk. Setelah inspeksi dan
palpasi glans selesai, tarik preputium kembali ke posisi awal. Lanjutkan dengan
inspeksi batang penis, termasuk permukaan bawah, untuk melihat lesi , jaringan
parut, atau edema. Palpasi batang penis diantara ibu jari dan dua jari pertama untuk
mendeteksi nyeri tekan atau kekerasan lokal. Berbaring di tempat tidur dalam jangka
waktu lama terkadang menyebabkan edema batang penis.
4) SKROTUM
Berhati hatilah saat menginspeksi dan memalpasi skrotum, karena struktur
didalamnya sangat sensitif. Skrotum terbagi menjadi dua bagian. Tiap bagian
30
mengandung satu testis, epididimis, dan vas deverens yang berjalan keatas menuju
cincin inguinalis. Biasanya, testis kiri lebih rendah dibandingkan yang kanan. Inpeksi
ukuran, bentuk dan kesimetrisan skrotumsambil mengamati adanya lesi atau edema.
Perlahan angkat skrotum untuk melihat permukaan posterior. Kulit skrotum biasanya
kendur dan permukaannya kasar. Kulit skrotum lebih gelap dibandingkan kulit tubuh.
Hilangnya keriput menandakan edema. Ukuran skrotum biasanya berubah sesuai
variasi suhu karena otot dartos berkontraksi di suhu dingin dan berelaksasi pada suhu
hangat. Benjolan pada kulit skrotum biasanya berupa kista sebasea. Kanker testis
merupakan tumor padat yang umum ditemukan pada usia 18- 34 tahun. Deteksi dini
sangat penting. Jelaskan pemeriksaan testis sambil memeriksa klien. Testis normal
bersifat sensitif namun tidak nyeri. Testis biasanya berbentuk telur dan berukuran 2-4
cm. perlahan palpasi testis dan epididimis diantara ibu jari dan kedua jari pertama.
Testis terasa mulus, seperti karet, dan bebas nodul. Epididimis terasa kenyal.
Perhatikan ukuran, bentuk dan konsistensi organ. Gejala umum kanker testis adalah
pembesaran satu testis tanpa nyeri dan adanya benjolan keras, kecil terpalpasi sebesar
kacang pada bagian depan atau sisi samping testis. Pada lansia, testis mengecil dan
kurang keras saat dipalpasi. Teruskan palpasi vasdefens terpisah karena ia
membentuk tali spermatik menuju cincin inguinalis, lihat adanya nodul atau
pembengkakan. Normalnya ia tampak mulus. Pemeriksaan genetalia sendiri (pria)
Semua pria berusia 15 tahun keatas harus melakukan pemeriksaan ini tiap bulan.
Pemeriksaan genetalia :
a) Lakukan pemeriksaan setelah mandi air hangat saat kulit skrotum lebih tipis.
b) Berdirilah tanpa pakaian didepan cermin, pegang penis dengan tangan dan
perhatikan kepalanya. Tarik kulit depan jika anda tidak pernah disunat untuk
memperlihatkan glans.
c) Inspeksi dan palpasi seluruh kepala penis searah jarum jam, lihat adanya
benjolan, luka (benjolan dan luka dapat berwarna terang atau merah seperti
jerawat)
d) Lihat adanya kutil genetalia
e) Lihat pada lubang (meatus uretra) di ujung penis, adakah cairan ?
f) Lihat disepanjang batang penis untuk mencari tanda yang sama.
g) Pastikan untuk memisahkan rambut pubis pada dasar penis dan periksa dengan
cermat kulit dibawahnya.
31
Pemeriksaan testis sendiri :
a) Lihat adanya pembengkakan /benjolan pada kulit skrotum sambil melihat ke
cermin.
b) Gunakan kedua tangan, letakan jari telunjuk dan jari tengah di bawah testis dan
ibu jari diatas.
c) Perlahan, lakukan gerakan seperti menggulung pada testis. Rasakan adanya
benjolan, pembengkakan, luka, atau perubahan konsistensi(pengerasan)
d) Cari epididimis (struktur seperti tali pada puncak dan belakang testis; bukan suatu
benjolan)
e) Rasakan adanya benjolan kecil sebesar kacang didepan dan samping testis.
Benjolan biasanya tidak nyeri dan abnormal.
f) Hubungi penyelenggaraan kesehatan anda jika ada temuan abnormal.
6) Inspeksi
Dengan tangan yang nondominan, perlahan tarik bokong untuk melihat area prianal
dan sakrokosigeal. Kulit perianal tampak mulus dan lebih gelap dan kasar
dibandingkan kulit bokong. Inspeksi jaringan anus untuk melihat karakteristik kulit,
lesi, hemoroid eksternal (dilatasi vena yang tampak sebagai penonjolan merah),
ulkus, fi sura, dan fi stula, infl amasi, ruam, tidak ekskoriasi. Jaringan anus tampak
32
lembap dan tidak berambutdan otot sfi ngter eksternal yang bersifat volunter
membuat anus tetap tertutup. Selanjutnya, minta klien mengedan. Setiap hemoroid
internal atau fi sura akan tampak pada saat ini. Gunakan referens jam(misal : jam 3
atau jam 8) untuk menggambarkan lokasi temuan. Normalnya, tidak ada protrusi
jaringan.
7) Palpasi Jari
Periksa saluran anus dan sfingter dengan palpasi jari, dan pada klien pria, palpasi
kelenjar prostat untuk menyingkirkan pembesaran. Biasanya pemeriksaan ini
dilakukan oleh praktisi ahli. Teknik ini tidak akan didiskusikan disini.
C. Ekstermitas
1) Ekstermitas atas
Inspeksi : bagaimana pergerakan tangan,dan kekuatan otot
Palpasi : apakah ada nyeri tekan,massa/benjolan
Motorik : untuk mengamati besar dan bentuk otot,melakukan pemeriksaan
tonus
kekuatan otot,dan tes pergerakan sendi
Reflex : memulai refl ex fi siologi seperti biceps dan triceps
Sensorik : apakah klien dapat membedakan nyeri, sentuhan,temperature,rasa,
gerak dan tekanan.
2) Ekstermitas bawah
Inspeksi : bagaimana pergerakan kaki,dan kekuatan otot
Palpasi : apakah ada nyeri tekan,massa/benjolan
Motorik : untuk mengamati besar dan bentuk otot,melakukan pemeriksaan
tonus
kekuatan otot,dan tes pergerakan sendi
Reflex : memulai refl ex fi siologi seperti patella, achiles
Sensorik : apakah klien dapat membedakan nyeri, sentuhan, temperature,rasa ,
gerak dan tekanan.
33
1) Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas bawah evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.
2) Otot adalah satu unit pergerakan yang menyebabkan suatu pergerakan. Fungsi
motor normal tergantung dari Upper Motor Neuron dan Lower Motor Neuron
yang sempurna atau tidak ada kerusakan pada UMN dan LMN, respon sensorik
dan masukan dari bagian atau system neurology yang lain. Gangguan dari
pergerakan dapat disebabkan oleh beberapa hal yang mempengaruhi system.
3) Kekuatan: Sesuai dengan besarnya otot, tes kekuatan otot harus disesuaikan
dengan usia, jenis kelamin dan tingkat olahraga pasien. Sebagai contoh,
kelemahan, ketuaan, pasien bedrest mungkin mempunyai otot yang lemah.
Interpretasi harus terdiri dari kekuatan dari kelompok otot yang diuji. Sebagai
contoh Otot-otot quadices seharusnya lebih kuat dibandingkan dengan otot biseps.
4) Tingkatan skala kekuatan otot:
0/5 Tidak ada pergerakan
1/5 Ada tanda dari konttaksi tetapi tidak ada gerakan sendi
2/5 Bergerak tetapi tidak mampu menahan gaya gravitasi
3/5 Bergerak melawan gaya gravitasi tapi tidak dapat melawan tahanan otot
pemeriksa 4/5 Bergerak dengan lemah terhadap tahanan otot pemeriksa
5/5 Kekuatan otot normal
‘+’ dan ‘-‘ dapat ditambahkan pada skala pasien , jika ada tingkatan/ peralihan
dari kekuatan. Kemudian, pasien yang menjadi “moderate tetapi tidak dapat
menahan secara penuh” bias dilanjutkan menjadi 4+ atau 5-, Hal ini cukup
subyektif, dengan sumber para klinisi yang sangat bervariasi
34
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
Nama peserta :
NIM :
1 0
A INPUT
3. Reflek hammer
5. Bengkok
35
6. Buku catatan
B PROSES
PERSIAPAN PASIEN
1.
Salam terapeutik
PERSIAPAN LINGKUNGAN
4. Jaga privacy pasien dengan menutup pintu atau
sampiran
PERSIAPAN ALAT
5. Dekatkan alat – alat ke sisi terdekat perawat dan
pasien
PERSIAPAN PERAWAT
6. Perawat cuci tangan dan gunakan sarung tangan
bersih
PELAKSANAAN TINDAKAN
PEMERIKSAAN PUNGGUNG
36
bau, sekret, lesi, nodules
PEMERIKSAAN ANUS
33.
Periksa Reflek bisep dan trisep
/
37
Memberitahukan pasien bahwa prosedure
37.
pemeriksaan telah selesai dilakukan.
C OUTPUT
Jlh skor
Bengkulu,............................20...
Tim penilai
1.................................
2..................................
38
TOPIK 5
PEMBERIAN CAIRAN OBAT PERORAL
Tujuan Pembelajaran
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan pemberian cairan obat peroral
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menyiapkan dan memahami fungsi alat yang diperlukan untuk
pemberian cairan obat peroral pada anak dan dewasa dengan benar
2. Mampu menginterpretasikan tindakan pemberian cairan obat peroral pada anak dan
dewasa dengan benar
Tinjauan Pustaka
Tindakan Pemberian Cairan Obat Peroral
A. Tujuan
1. Tercukupinya keseimbangan nutrisi klien.
2. Sosialisasi antara klien-perawat.
B. Indikasi
Klien yang tidak mampu makan secara mandiri yang disebabkan karena sakit atau trauma
tubuh, misalnya hemiplegia, quadriplegia, fraktur lengan, adanya kecacatan anggota tubuh
bagian atas atau kelemahan karena usia manusia.
C. Kontraindikasi : Tidak ada
D. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Jika klien mendapatkan jumlah kalori yang telah ditetapkan oleh konselor gizi, maka
catat intake yang dihabiskan dalam format keperawatan.
2. Pada klien yang menerima suplemen oral tambahan (misalnya Ensure, Isocal, dan
lainlain), catat kapan pemberian makanan (misalnya, antara waktu makan atau
bersamaan dengan makanan inti), jumlah yang harus dikonsumsi dan kemampuan
toleransi klien terhadap suplemen yang diberikan (misalnya apakah suplemen tersebut
39
disukai atau tidak, adanya mual dan muntahsesudah mengonsumsi sulemen tersebut).
Jangan lupa untuk mengevaluasi keefektifan dari suplemen yang diberikan.
3. Pada klien dengan kondisi tertentu, seperti klien dengan dekubitus,, pemasangan traksi
atau post pembedahan dengan anestesi spinal, hindari memberikan makan dengan
kepala elevasi (seperti posisi semi fowler) karena akan mengakibatkan penekanan
yang lebih besar pada area tubuh posterior. Akan lebih baik menggunakan posisi
supine (mendatar).
E. Pengkajian
1. Kaji fungsi gastrointestinal dan tipe diet yang dapat ditoleransi oleh klien.
2. Kaji kemampuan menelan. Jika klien mengalami gangguan neurologi, kaji gag
refleks.
3. Kaji kemampuan klien untuk makan secara mandiri, kemampuan motorik, tingkat
kesadaran, kekuatan visual dan mood.
4. Kaji nafsu makan, toleransi terhadap makanan, jenis makanan yang disukai dan yang
tidak disukai.
5. Kaji adanya alergi makanan
F. Masalah keperawatan yang terkait
1. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh.
2. Defisit kemampuan makan secara mandiri.
G. Rencana tindakan keperawatan
Untuk mengatasi masalah keperawatan tersebut, salah satu interverensi yang dapat
dilakukan perawat adalah membantu memberikan makan dan minum per oral.
H. Implementasi tindakan keperawatan
Pemberian makan dan minum per oral.
I. Evaluasi formatif
1. Evaluasi kemampuan menelan klien selama pemberian makan.
2. Evaluasi tingkat toleransi diet yang mampu diberikan klien.
3. Evaluasi intake makanan dan cairan yang klien habiskan.
4. Evaluasi adanya kemungkinan klien untuk makan dari minum secara mandiri.
40
TOPIK 6
PEMBERIAN CAIRAN INTRA VENA (INFUSE)
Tujuan Pembelajaran
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan pemberian cairan intra vena (infuse)
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menyiapkan dan memahami fungsi alat yang diperlukan untuk
pemberian cairan intra vena (infuse) pada anak dan dewasa dengan benar
2. Mahasiswa mampu menginterpretasikan tindakan pemberian cairan intra vena (infuse)
pada anak dan dewasa dengan benar
Tinjauan Pustaka
Pemeriksaan Konsep Pemberian Cairan Intra Vena (Infuse)
A. Definisi
Terapi intravena adalah tindakan yang dilakukan cara memasukkan cairan, elektrolit,
obat intravena dan nutrisi parenatal ke dalam tubuh melalui intravena. Tindakan ini
sering merupakan tindakan life saving pada kelihatan cairan yang banyak, dehidrasi dan
syok, karena itu keberhasilan terapi dan cara pemebrian yang aman diperlukan
pengetahuan dasar tentang keseimbangan cairan dan elektrolit serta suplai cairan ke
dalam kompartemen intravaaskuler.
Tujuan
1. Mengembalikan dan mempertahankan keseimbangan dan elektrolit tubuh
2. Memberikan obat-obatan dan kemotrapi
3. Tranfusi darah dan produk darah
4. Memberikan nutrisi parental dan suplemen nutrisi
41
B. Jenis-jenis cairan lauran intravena
Larutan elektrolit dianggap isotonik jika kandungan elektrolit totalnya (anion ditambah
kation) kira-kira 310 mEq/L. Larutan dianggap hipotonok jika kandungan elekrolit total
kurang dari 250 mEq/L dan hipertonik totalnya melebihi 375 mEq/L.
1. Cairan hipotonik
Osmolaritasnya lebih rendah di bandingkan serum (kosentrasi ion Na+ lebih
rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan
osmolaritas serum. Makan cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar dari
jaringan sekitaarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas renfdah ke
osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel- sel yang dituju. Digunakan pada
keadaan sel “ mengalami” dehidrasi,, misalnyapada pasien cuci darah (dialisis) dalam
terapik deutri, juga paada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan
ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba
cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan
peningkatan tekanan intracranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya
adalah NaCI 45% dan Dekstrosa 2,5%
2. Cairan isotonic
Osmolaritsnya (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair
komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh dara. Bermanfaat pada
pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan
darah terus menurun). Memiliki resiko terjadinya overload (kelebihan
cairan),khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya
adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/ larutan garam fisiologis (NaCI
0,9%)
3. Cairan hipertonik
Osmolaritasnya libih tinggih di bandingkan serum, sehingga ”menarik” cairan
dan eletrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan
tekana darah, m,eningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema ( bengkak).
Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCI
45% hiportonik, Dextrose 5%+ Ringer – Laktat,Dextrose 5% + NaCI 0,9, produk
darah darah,dalam albumin
42
Jika saluran gastrotestinal pasien tidak dapat menerima makanan, kebutuhan nutrisi
sering kali dipenuhi melalui intravena. Pemberian parenatal mungkin termasuk
konsentrasi tinggi dari glukosa, protein atau lemak untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Banyak pengobatan juga diberikan secara intravena, baik melalui infus atau langsung ke
dalam vena.
43
Peralatan intravena harus steril, wadah dan selang parental. Harus menggunakan
sarung tangan sekali pakai tidak steril selama prosedur pemasangan vena karena
tingginya kemungkinan kontak dengan darah pasien
2. Pada anak:
JumlahCairan yang dibutuhkan x faktortetesan
= —————————————————————————————
Waktu yang ditentukan (jam) x 60menit
44
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
Nama Mahasiswa :
45
Indikasi / Keadaan Pasien)
Pelaksanaan Tindakan
5. Membuka cairan infuse dan infuse set
46
25. Menutup daerah tusukan dengan kasssa betadin
Jlh skor
Nilai = (jlh skor yg didapat / 30) x 100
Bengkulu,……
Tim Penguji
47
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
PEMASANGAN TRANSFUSI
Nama Mahasiswa :
48
9. Mengatur teterasan sesuai program
10. Memperhatikan reaksi pasien
11. Berpamitan dengan pasien
12. Membereskan alat-alat
13. Mencuci tangan
14. Evaluasi tindakan
15. Berpamitan
16. Dokumentasi hasil tindakan
Jlh skor
Nilai = (jlh skor yg didapat / 16) x 100
Nama Mahasiswa :
49
12. Evaluasi tindakan
13. Dokumentaai hasil tindakan
Jlh skor
Nilai = (jlh skor yg didapat / 13) x 100
Bengkulu,……
Tim Penguji
TOPIK 7
MENGHITUNG BALANCE CAIRAN
Tujuan Pembelajaran
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menghitung balance cairan
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi pemasukan ciran dengan benar
2. Mahasiswa mengidntifikasi penegluaran cairan dengan benar
3. Mahasiswa mampu menghitung IWL dan air metabolisme dengan benar
4. Mahasiswa mampu menghitung balance cairan dengan benar
Tinjauan Pustaka
KESEIMBANAGN CAIRAN (BALANCE CAIRAN)
A. Pengertian
Balance cairan dalam tubuh dihitung dari keseimbangn jumlah cairan yang masuk dan
jumlah cairan yang keluar dari tubuh
Istilah –istilah dalam mengitung cairan
1. Intake/ Cairan masuk: mulai dari cairan infus, munum, kandunagn cairan dalam
makanan, volume obat, termsuk obat suntik, obat drip, albumun, dll
2. Output: utine 24 jam, jika terpasang kateter maka hiting dalam ukuran di urine bag,
jika tidak terpasang bisa tampung di botol mineral, kandungan air di dalam fases
3. Air metabolisme (AM) air yang dibentuk sebagai produk metabolisme sel. Pada
orang dewsa sebesar 5-6 cc/Kg/BB/24 jam
4. IWL: jumlah cairann tubuh yang keluar tanpa disadari dan sulit dihitung seperti
jumlah keringat, uap hawa pernafasan
Rumus menghitung IWL:
IWL= (15X BB)/24 jam
50
Bila ada kenaikan suhu tubuh maka IWL akan meningkat denganperhitungan
IWL dengan kenaikan suhu:
10 % x selisih kenaiaknsuhu
¿ + IWL dengan suhu normal
24 jam
B. MENGHIRUNG BALANCE CAIRAN
Kelompok intake cairan
1. Minum= ...cc
2. Ciaran infus=...cc
3. Terapi injeksi=...cc
4. Intake melalui NGT=...cc
5. Air metabolisme=... cc(AM dewasa= 5cc/kg/24 jam)
Kelomok output cairan
1. Urine = ...cc
2. Fases=... cc (kondisi normal 1 BAB fases= 100 cc)
3. Muntah/perdarahan/cairan drainage luka/ cairan NGT terbuka(kumba
lambung)=...cc
4. IWL = cc (suhu normal= 15 cc/kg/BB/ 24 jam
Balance/ Keseimbangan cairan
51
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
Nama Mahasiswa :
52
11. Tentukan total pemasukkan dan pengeluaran
cairan
12. Hitung balance cairan pasien dalam 24 jam
13. Dokumentaai hasil tindakan
Jlh skor
Nilai = (jlh skor yg didapat / 13) x 100
Bengkulu,……
Tim Penguji
TOPIK 8
MOBILISASI
Tujuan Pembelajaran
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakuakn prosedur pemenuhan kebutuhan mobilisasi
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menyebutkan dan menyiapkan alat untuk tindakan mobilisasi
pasien dengan baik
2. Mahasiswa mampu melakukan tindakan mengatur posisi pasien dengan benar
3. Mahasiswa mampu melakukan tindakan mengatur posisi pasien dengan benar
4. Mahasiswa mampu melakukan tindakan ROM aktif dan ROM pasif dengan benar
Tinjauan Pustaka
KONSEP DASAR MOBILISASI
Mobilisasi atau kemampuan seseorang untuk bergerak bebas merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi.
JENIS MOBILITAS
1. Mobilisasi penuh, kemampuan seseorang untuk bergerak seacra penuh dan bebas
sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari hari
2. Mobilisasi sebagian, kemampuanu seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan
tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh ganggguam saraf motorik
dan sensorik pada tubuhnya.
TINDAKAN KEPERAWATAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI
1. Pengaturan posisi dengan cara mempertahankan posisi dalam postur tubuh yang benar
53
2. Ambulasi dini yaity salah satu tindakan ayng dapat meningkatkan kekuatan dan keathan
otot
3. Melakukan aktivivtas sehari-hari seacra mandiri untuk melatih kekuatan dan ketahanan
serta kemampuan sendi agar mudah bergerak
3. Latihan isotonik dan isometrik. Altihan ini dapat digunakan untuk melatih kekuatan dan
ketahan oto denagn cara mengangkat beban yang ringan kemudian beban yang berat.
4. Latihan ROM secara aktif atau pasif. ROM merupakan tindakatn untuk mengurangi
kekakuan pada sendi dan kelemahan pada otot
Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat
sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago. Ligamen itu elastis
dan membantu fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi protektif. Misalnya, ligamen antara
vertebra, ligamen non elastis, dan ligamentum flavum mencegah kerusakan spinal kord
(tulang belakang) saat punggung bergerak.
Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan otot
dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan tidak elastis, serta mempunyai panjang dan
ketebalan yang bervariasi, misalnya tendon akhiles/kalkaneus.
55
Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai vaskuler,
terutama berada di sendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga. Bayi mempunyai
sejumlah besar kartilago temporer. Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi kecuali
pada usia lanjut dan penyakit, seperti osteoarthritis.
Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik volunteer utama, berada
di konteks serebral, yaitu di girus prasentral atau jalur motorik.
Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh tertentu dan
aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh secara
berkesinambungan. Misalnya: proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi untuk memberi
postur yang benar ketika berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada penekanan pada telapak kaki
secara terus menerus. Proprioseptor memonitor tekanan, melanjutkan informasi ini sampai
memutuskan untuk mengubah posisi.
56
panjang dan meningkatnya massa otot. Tungkai menjadi lebih panjang dan pinggul
menjadi lebih sempit. Perkembangan otot meningkat di dada, lengan, bahu, dan
tungkai atas.
e. Dewasa: postur dan kesegarisan tubuh lebih baik. Perubahan normal pada tubuh dan
kesegarisan tubuh pada orang dewasa terjadi terutama pada wanita hamil. Perubahan
ini akibat dari respon adaptif tubuh terhadap penambahan berat dan pertumbuhan
fetus. Pusat gravitasi berpindah ke bagian depan. Wanita hamil bersandar ke
belakang dan agak berpunggung lengkung. Dia biasanya mengeluh sakit punggung.
f. Lansia: kehilangan progresif pada massa tulang total terjadi pada orangtua.
6. Kondisi patologik:
Postur abnormal:
a. Tortikolis: kepala miring pada satu sisi, di mana adanya kontraktur pada otot
sternoklei domanstoid
b. Lordosis: kurva spinal lumbal yang terlalu cembung ke depan/ anterior
c. Kifosis: peningkatan kurva spinal torakal
d. Kipolordosis: kombinasi dari kifosis dan lordosis
e. Skolioasis: kurva spinal yang miring ke samping, tidak samanya tinggi hip/ pinggul
dan bahu
f. Kiposkoliosis: tidak normalnya kurva spinal anteroposterior dan lateral
g. Footdrop: plantar fleksi, ketidakmampuan menekuk kaki karena kerusakan saraf
peroneal
Gangguan perkembangan otot, seperti distropsi muskular, terjadi karena gangguan
yang disebabkan oleh degenerasi serat otot skeletal
Kerusakan sistem saraf pusat
Trauma langsung pada sistem muskuloskeletal: kontusio, salah urat, dan fraktur.
57
3. pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik - metabolisme dan nutrisi
antara lain laju metabolic; metabolisme karbohidrat, lemak dan protein;
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit; ketidakseimbangan kalsium; dan gangguan
pencernaan (seperti konstipasi)
4. eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkan risiko infeksi saluran perkemihan dan
batu ginjal
5. integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan anoksia jaringan
6. neurosensori: sensori deprivation Respon psikososial dari antara lain meningkatkan
respon emosional, intelektual, sensori, dan sosiokultural.
TOPIK 9
PERAWATAN JENAZAH
Tujuan Pembelajaran
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakuakn perawatan pada pasien yang sudah menginggal dengan banar
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menyiapkan dan memahami fungsi alat yang diperlukan untuk
pearwatan jenazah dengan banar
2. Mahasiwa mampu membersihkan dan menyiapkan jenazah sebelum di serahkan kepada
keluarga/ kamar mayat dengan banar
Tinjauan Pustaka
Pengertian
Kematian adalah kondisi terhentinya pernafasan, nadi, dan tekanan darah serta halangnya
respon terhadap stimulus eksternal
Tanda-tanda Kematian
1. Aktivitas listrik otak terhenti (gambaran EKG datar)
2. Fungsi jantung dan pernafasann terhanti terhadap (gambaran EKG datar)
3. Nadi tidak teraba
4. Tidak ada gerakan otot
5. Tidak ada reflek
58
Perubahan
1. Livor mortis
Perubahan kulit menjadi keunguan akibat pecahnya sel darah merah. Terjadi saat setelah
kematian dan mulai tampak 15-30 menit
2. Rigor mortis
Kekakuan tubuh yang terjadi 2-4 jam sesudah kematian yang mencakup kontraksi sklet
dan otot polos akibat tidka adanya edenosis trifosfat
3. Algor mortis
Penurunan suhu tubuh dengan kehilangan elastisitas kulit
4. Dekomposisi
Pelunakan dan pencairan jaringan tubuh oleh fermentasi bakteri terlihat dalam 24-36 jam
sesudah mati.
59
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
60
ditempatkan diruangan lain dengan pasien
lain( jika ada runagn khusu)
Persiapan Lingkungan
Jaag privasi pasien dengan menutup pintu/
2.
sampiran
Batasi jumlah keluarga dalam ruangan
Persiapan Alat
3.
Dekatkan alat ke sisi terdekat perawat
Persiapan Petugas
4. pasang skort/celemek
Perawat cuci tangan dan gunakan Handscoon
Pelaksanaan Tindakan
5. Lepaskan alat-alat yang terpasang pada pasien
seprti infus, NGT, O2 dll
6. Lepaskan pakian jenazah dan tutup dengan selimut
7. Bersihkan tubuh dari kotoran dan noda dengan
waslap dan air hangat
8. Tempatkan keluda tangan diatas anatar dada dan
abdomen dengan cara melipat tangan kiri pada
bagian bawah dan kanan pada bagian atas (atau
sesuai kepercayaan pasien)
9. Ikat pergelangan tangan pasien dengan tali
pengikat yang telah disiapkan
10. Tutup mata dengan kaps lembab
11. Tutup lubang hidung, telinga, dan anus dengan
kaps berlemak mengunakan pinset
12. Rapatkan mulut dengan cara mengikat dagu
denagn perban selanjutnya simpul pengikat
tersebut diatas ubun-ubun
13. Rapatkan kedua kaki kemudian letakkan kaps
kering dianatra ibu jari lalu diilat jangan terlalu
kencang
14. Letakkan kain bawah tubuh jnazah sebagi
pengalas
15. Letakkan kain dibawah tubuh jenazah sebagai
pengalas
16. Tutup jenazah dengan kain dan rapikan
17. Pasang tanda pengenal pada ibu jari kaki
18. Selanjutnya penolog mencuci tangan segera
setelah tindakan
19. Jenazah dibawah ke kamar jenazah dengan
menggunakan bankar
20. Menyerahkan kepada jenazah keluarga dan
penganggung jawab jenazah denagn bukti tanda
penerima yang ditandatangani oleh perawat
Jlh skor
Nilai = (jlh skor yg didapat / 20) x 100
Bengkulu,……
61
Tim Penguji
62