Anda di halaman 1dari 40

INSTITUT STIAMI

MATA KULIAH KEPABEANAN DAN CUKAI


DOSEN : DRS. CHAIRIL ANWAR POHAN, M.SI, MBA
PERTEMUAN KE-3
TEMA :PERGUDANGAN/TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT

A. PENDAHULUAN
Dikutip dari penjelasan Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2009 sebagai dasar hukum Tempat
Penimbunan Berikat, dalam era globalisasi perdagangan dunia sekarang ini, persaingan untuk
mendapatkan pasar bagi produk industri bukan minyak dan gas bumi sedemikian ketatnya. Oleh
karena itu daya saing produk ekspor Indonesia perlu ditingkatkan antara lain dengan jalan efisiensi
proses produksi, peningkatan mutu/kualitas barang, memperlancar arus keluar masuknya barang ke
dan dari Indonesia serta tersedianya sarana promosi dalam mendukung pemasarannya. Peningkatan
mutu barang dan efisiensi proses produksi tersebut dapat lebih dipacu apabila persediaan bahan baku
bagi kebutuhan industri dalam negeri tersedia tepat waktu dan produk yang dihasilkan belum dibebani
dengan kewajiban kepabeanan, cukai, dan perpajakan.
Pemerintah berkomitmen untuk memberikan berbagai macam fasilitas yang lebih, mendukung
terciptanya iklim investasi yang semakin kondusif agar investor lebih berminat untuk menanamkan
modalnya di Indonesia, sehingga dapat membuka lapangan kerja yang semakin luas yang pada
akhirnya akan mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Selain itu diharapkan
pula para investor akan lebih terangsang untuk melakukan kegiatan bisnisnya secara terpadu dan dapat
lebih bersaing di pasar internasional atas produk industri yang mereka hasilkan. Pemberian fasilitas
tersebut diantaranya adalah kemudahan di bidang kepabeanan, cukai, dan perpajakan.
Pemberian fasilitas di bidang kepabeanan, cukai, dan perpajakan secara internasional dan
praktik kenegaraan juga diberikan kepada para anggota korps diplomatik dan lembaga internasional
secara timbal balik, serta kepada mereka yang akan berangkat ke luar negeri yang membeli barang
dalam batas nilai tertentu.
Praktik pemberian fasilitas sebagaimana tersebut di atas, dilaksanakan dengan membentuk suatu
Tempat Penimbunan Berikat yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 sebagaimana telah diubah
dengan PP. Nomor 43 Tahun 1997 tentang Tempat Penimbunan Berikat. Selanjutnya, dengan
terbitnya Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2009 Tgl. 24 Mar 2009 tentang Tempat Penimbunan
Berikat, maka Peraturan Pemerintah terdahulu yakni No. 33/1996 dan PP. No. 43/1997 dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

Tempat Penimbunan Berikat dapat berbentuk:


1. Gudang Berikat;
2. Kawasan Berikat;
3. Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat;
4. Toko Bebas Bea;
5. Tempat Lelang Berikat; atau
6. Kawasan Daur Ulang Berikat.
7. Pusat Logistik Berikat
8. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

Pemasukan barang ke Tempat Penimbunan Berikat dapat berasal dari:


1. Luar Daerah Pabean;
2. Tempat Penimbunan Berikat lainnya; dan/atau
3. Tempat lain dalam daerah pabean.

Sedangkan Barang dari Tempat Penimbunan Berikat dapat dikeluarkan ke:


1. Luar Daerah Pabean;
2. Tempat Penimbunan Berikat lainnya; dan /atau
3. Tempat lain dalam daerah pabean.

Perlakuan Perpajakan dan Kepabeanan


1. Penyerahan jasa kena pajak dalam, ke, atau dari Tempat Penimbunan Berikat dikenakan dan
dipungut PPN.
2. Atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dan/atau jasa kena pajak dari luar Daerah
Pabean di Tempat Penimbunan Berikat dikenakan dan dipungut PPN.
3. Pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan Berikat dengan tujuan ke luar Daerah Pabean
berlaku ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.
4. Atas penyerahan barang kena pajak dari Tempat Penimbunan Berikat ke tempat lain dalam daerah
pabean terutang PPN atau PPN&PPnBM.
5. Atas penyerahan barang kena pajak sebagaimana dimaksud pada butir 4, harus dibuatkan faktur
pajak oleh pengusaha.
6. Pengeluaran barang asal impor dari Tempat Penimbunan Berikat ke tempat lain dalam daerah
pabean, berlaku ketentuan kepabeanan di bidang impor.
7. Atas Pengeluaran barang asal impor sebagaimana dimaksud pada butir 6 harus dilakukan dengan
menggunakan pemberitahuan pabean impor yang disampaikan oleh pengusaha Tempat
Penimbunan Berikat.

Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat bertanggung jawab terhadap Bea Masuk dan pajak yang
terutang atas barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Berikatnya.
Gambaran lebih detail tentang bagaimana perlakuan perpajakan dan kepabeanan dari masing-masing
unit Tempat Penimbunan Berikat tersebut diatas, dapat dilihat dalam uraian berikut ini.

I. GUDANG BERIKAT

Aturan tentang Gudang Berikat ini tertuang Pasal 6 sampai dengan Pasal 11 Peraturan Pemerintah No. 32
Tahun 2009. Selain itu, dasar hukum lainnya dari Gudang Berikat ber awal pada Keputusan Menteri
Keuangan No. 399/KMK.01/1996 tentang Gudang Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.04/2008. Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 143/PMK.04/2011, maka kedua Peraturan/Keputusan Menteri Keuangan No. 32/2008 dan
143/2011 tersebut dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Gudang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dapat
disertai 1(satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan
(kitting), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang-barang tertentu dalam jangka waktu tertentu
untuk dikeluarkan kembali.
Gudang Berikat merupakan Kawasan Pabean dan sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai. Di dalam Gudang Berikat dilakukan penyelenggaraan dan pengusahaan Gudang
Berikat. Penyelenggaraan Gudang Berikat dilakukan oleh Penyelenggara Gudang Berikat yang berbadan
hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola
kawasan untuk kegiatan pengusahaan Gudang Berikat. Dalam 1(satu) penyelenggaraan Gudang Berikat
dapat dilakukan 1 (satu) atau lebih pengusahaan Gudang Berikat.
Barang impor dapat ditimbun dalam Gudang Berikat untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun, terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor. Kegiatan yang dilakukan di dalam Gudang
Berikat meliputi kegiatan penimbunan barang impor dan dapat disertai dengan 1 (satu) atau lebih kegiatan
berupa pengemasan, pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan,
penyetelan, dan/atau pemotongan, atas barang-barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk
dikeluarkan kembali.
Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat dengan PDRI adalah PPN, PPnBM, dan/atau
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor.

Gudang Berikat dapat berbentuk:


1. Gudang Berikat Pendukung Kegiatan Industri, yaitu Gudang Berikat yang berfungsi untuk menimbun
dan menyediakan barang impor untuk didistribusikan kepada perusahaan industri di tempat lain
dalam daerah pabean dan/atau Kawasan Berikat;
2. Gudang Berikat Pusat Distribusi Khusus Toko Bebas Bea, yaitu Gudang Berikat yang berfungsi untuk
menimbun dan mendistribusikan barang impor ke Toko Bebas Bea; atau
3. Gudang Berikat Transit, yaitu Gudang Berikat yang berfungsi untuk menimbun dan mendistribusikan
barang impor ke luar daerah pabean.

Perusahaan industri terdiri atas industri manufaktur, industri pertambangan, industri alat berat, dan/atau
industri jasa perminyakan.

Perlakuan Kepabeanan dan Perpajakan


Pemasukan BKP ke Gudang Berikat yang diberikan fasilitas kepabeanan
1. Barang yang dimasukkan dari luar daerah pabean ke Gudang Berikat:
a. diberikan penangguhan Bea Masuk;
b. diberikan pembebasan Cukai; dan/atau
c. tidak dipungut PDRI.
Barang modal yang digunakan untuk penyelenggaraan dan/atau pengusahaan Gudang Berikat, barang
modal dan/atau peralatan untuk pembangunan dan perluasan gudang, peralatan kantor, dan barang
untuk dikonsumsi di Gudang Berikat yang dimasukkan dari luar daerah pabean ke Gudang Berikat
dikecualikan dari ketentuan tersebut.
2. Barang dari Kawasan Berikat dan Toko Bebas Bea yang dimasukkan kembali ke Gudang Berikat
yang merupakan barang retur dan/atau apkir (reject):
a. diberikan penangguhan Bea Masuk;
b. diberikan pembebasan Cukai; dan/atau
c. tidak dipungut PDRI.

Penyerahan BKP yang dipungut PPN, PPnBM, Bea Masuk, Cukai dan PDRI
3. Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada butir 1 dan 2 dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah
pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai, Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB wajib melunasi
Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI yang terutang.
4. Atas penyerahan barang dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean, Pengusaha
Gudang Berikat atau PDGB, wajib memungut PPN, PPnBM dan membuat faktur pajak.

Penyerahan BKP yang tidak dipungut PPN dan PPnBM


1. Atas penyerahan barang dari Gudang Berikat ke Kawasan Berikat dan Toko Bebas Bea, Pengusaha
Gudang Berikat atau PDGB menerbitkan faktur pajak dengan cap PPN, PPnBM Tidak Dipungut.
2. Atas penyerahan barang dari Gudang Berikat ke Gudang Berikat lainnya, Pengusaha Gudang Berikat
atau PDGB yang menyerahkan barang menerbitkan faktur pajak dengan cap PPN, PPnBM Tidak
Dipungut.

Penyerahan BKP yang diberikan penangguhan atau pembebasan Bea Masuk/Cukai


1. Pengeluaran barang impor dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean yang ditujukan
kepada Orang yang memperoleh fasilitas penangguhan atau pembebasan Bea Masuk dan/atau Cukai,
diberikan penangguhan atau pembebasan Bea Masuk dan/atau pembebasan Cukai sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau cukai.
Atas pengeluaran barang yang ditujukan kepada Orang yang memperoleh fasilitas tersebut,
Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB wajib memungut PPN, PPnBM, dan membuat faktur pajak.
2. Pemberian fasilitas pembebasan Bea Masuk tidak berlaku untuk barang impor yang ditujukan kepada
Orang yang memperoleh fasilitas pembebasan atau pengembalian bea masuk untuk tujuan ekspor.

Dibebaskan dari tanggung jawab atas Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI
1. Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB bertanggung jawab terhadap Bea Masuk, Cukai, dan/atau
PDRI yang terutang atas barang yang berada atau seharusnya berada di Gudang Berikat.
2. Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB dibebaskan dari tanggung jawab atas Bea Masuk, Cukai,
dan/atau PDRI yang terutang, dalam hal barang:
a. musnah tanpa sengaja;
b. diekspor dan/atau diekspor kembali;
c. diimpor untuk dipakai dengan menyelesaikan kewajiban pabean, cukai, dan perpajakan;
d. dikeluarkan ke Kawasan Berikat, Toko Bebas Bea, atau Gudang Berikat lainnya;
e. dikeluarkan ke Tempat Penimbunan Pabean; dan/atau
f. dimusnahkan dibawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai.

PEMASUKAN, PENGELUARAN, DAN PEMUSNAHAN BARANG


Pemasukan barang ke Gudang Berikat dapat dilakukan dari:
1. Luar daerah pabean;
2. Kawasan Berikat dan/atau Toko Bebas Bea, yang dimasukkan kembali ke Gudang Berikat yang
merupakan barang retur dan/atau apkir (reject);
3. Gudang Berikat lainnya, yaitu Gudang Berikat yang memiliki kesamaan nama, manajemen, badan
hukum, dan jenis barang yang ditimbun sama;
4. Gudang Berikat yang dicabut izinnya; dan/atau
5. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang dilakukan oleh Pengusaha yang telah
mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan di Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas.
Pengeluaran barang dari Gudang Berikat
1. Pengeluaran barang dari Gudang Berikat dilakukan dengan tujuan ke:
a. Kawasan Berikat;
b. Toko Bebas Bea;
c. Luar daerah pabean;
d. Tempat lain dalam daerah pabean;
e. Gudang Berikat lainnya, yaitu Gudang Berikat yang memiliki kesamaan nama, manajemen,
badan hukum, dan jenis barang yang ditimbun sama; atau
f. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang dilakukan oleh Pengusaha yang telah
mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan di Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas.
2. Atas pengeluaran barang dengan tujuan ke Kawasan Berikat, ke Toko Bebas Bea, dan ke luar
daerah pabean tidak dilakukan pemeriksaan fisik kecuali terdapat indikasi adanya pelanggaran
ketentuan di bidang kepabeanan dan/atau cukai.
3. Atas pengeluaran barang dengan tujuan ke luar daerah pabean berlaku ketentuan kepabeanan di
bidang ekspor.
4. Atas pengeluaran barang dengan tujuan ke tempat lain dalam daerah pabean dilakukan
pemeriksaan dan berlaku ketentuan kepabeanan di bidang impor.

Pengeluaran barang dengan tujuan ke Gudang Berikat lainnya


1. Atas pengeluaran barang dengan tujuan ke Gudang Berikat lainnya dilakukan pemeriksaan pabean.
2. Atas pengeluaran barang dari Gudang Berikat ke Gudang Berikat lain yang ditujukan untuk
didistribusikan ke Toko Bebas Bea dapat diberikan dengan persetujuan Direktur Jenderal.
3. Pengeluaran barang dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean
dikenakan Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI. Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI, dihitung dengan
ketentuan : Bea Masuk berdasarkan nilai pabean dan klasifikasi yang berlaku pada saat barang
impor dimasukkan ke Gudang Berikat; dan pembebanan pada saat Pemberitahuan Pabean Impor
didaftarkan;
a. Cukai berdasarkan ketentuan cukai yang berlaku; dan/atau
b. PDRI berdasarkan : tarif pada saat Pemberitahuan Pabean Impor didaftarkan; dan nilai impor yang
berlaku pada saat barang impor dimasukkan ke Gudang Berikat.
c. Nilai impor diperoleh dari penjumlahan nilai pabean pada saat dimasukkan ke dalam Gudang
Berikat ditambah Bea Masuk.
d. Nilai Dasar Penghitungan Bea Masuk (NDPBM) untuk menghitung Bea Masuk, Cukai,
dan/atau PDRI berlaku sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
pengeluaran barang impor untuk dipakai.
e. Untuk keperluan pengeluaran barang impor dari Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat,
atau PDGB wajib membuat faktur pajak dan memungut PPN, PPnBM, dikecualikan untuk
pengeluaran barang dari Gudang Berikat untuk tujuan ke luar daerah pabean.

Pemusnahan atas barang impor


• Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB dapat melakukan pemusnahan atas barang impor yang
ditimbun di Gudang Berikat dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean.
• Pemusnahan hanya dapat dilakukan terhadap barang yang busuk.
• Pemusnahan dilakukan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai dan dibuatkan berita acara
pemusnahan.

Pencabutan/Pembekuan izin
1. Penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat, izin Pengusaha
Gudang Berikat, dan/atau izin PDGB, dilakukan pencabutan dalam hal Penyelenggara Gudang
Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB:
a. tidak melakukan kegiatan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan secara berturut-turut;
b. menggunakan izin usaha yang sudah tidak berlaku;
c. bertindak tidak jujur dalam usahanya antara lain berupa menyalahgunakan fasilitas Gudang
Berikat dan melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau cukai;
d. dinyatakan pailit; dan/atau
e. mengajukan permohonan pencabutan.
2. Pencabutan terhadap penetapan dan izin dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
3. Terhadap izin yang telah dilakukan pencabutan, berakhirnya izin dan tidak dilakukan perpanjangan,
atau permohonan perpanjangan ditolak, Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat,
dan/atau PDGB dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pencabutan atau berakhirnya
izin harus melunasi semua Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI yang terutang, baik berupa utang
yang berasal dari hasil temuan audit maupun utang yang terjadi karena pengeluaran barang dari
Gudang Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean.
4. Barang impor yang masih berada di Gudang Berikat yang telah dicabut izinnya, dalam jangka waktu
30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencabutannya harus: i. diekspor kembali; ii.
dipindahtangankan ke Gudang Berikat lain, Kawasan Berikat, atau Toko Bebas Bea; dan/atau iii.
dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dengan membayar Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI,
sepanjang telah memenuhi tata laksana kepabeanan di bidang impor.
5. Atas pengeluaran barang ke tempat lain dalam daerah pabean, Pengusaha Gudang Berikat dan PDGB
wajib memungut PPN, PPnBM.
6. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada butir 4 terlampaui, atas barang yang berada di
Gudang Berikat dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai.
7. Dalam hal barang impor yang ditimbun oleh Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB melewati jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada butir 4 sejak tanggal pencabutan atau berakhirnya izin, barang
tersebut harus: diekspor kembali; atau dilunasi Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI setelah memenuhi
ketentuan di bidang impor.
8. Dalam hal Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB tidak melakukan ekspor kembali atau melunasi
pungutan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (6) terlewati, izin Pengusaha Gudang Berikat atau izin
PDGB yang bersangkutan dibekukan sampai dengan barang dimaksud diekspor kembali atau
diselesaikan pungutan yang terutang dan barang dimaksud telah dikeluarkan dari Gudang Berikat.
9. Dalam hal penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat dicabut,
PDGB yang berada di lokasi Penyelenggara Gudang Berikat dapat mengajukan:
a. permohonan pindah lokasi ke Penyelenggara Gudang Berikat lain kepada Direktur Jenderal,
dengan terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari Penyelenggara Gudang Berikat lain tersebut;
atau
b. permohonan menjadi Penyelenggara Gudang Berikat di lokasi Penyelenggara Gudang Berikat
yang telah dicabut izinnya.

II. KAWASAN BERIKAT


Aturan tentang Kawasan Berikat ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
120/PMK.04/2013 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, dan digantikan dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor No. 131/PMK.04/2018 Tanggal 21 September 2018
Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau
barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan sebelum
diekspor atau diimpor untuk dipakai. Kegiatan Pengolahan adalah kegiatan: a. mengolah barang
dan/atau bahan dengan atau tanpa bahan penolong menjadi barang hasil produksi dengan nilai tambah yang
lebih tinggi, termasuk perubahan sifat dan fungsinya; dan/atau b. budidaya flora dan fauna. Sedangkan
Kegiatan Penggabungan adalah kegiatan menggabungkan dan/atau menggenapi barang Hasil Produksi
Kawasan Berikat yang bersangkutan sebagai produk utama dengan barang jadi.
Penyelenggara Kawasan Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan menyediakan dan
mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat. Penyelenggara Kawasan Berikat
sekaligus Pengusaha Kawasan Berikat yang selanjutnya disebut Pengusaha Kawasan Berikat adalah badan
hukum yang melakukan kegiatan penyelenggaraan sekaligus pengusahaan Kawasan Berikat. Pengusaha di
Kawasan Berikat merangkap Penyelenggara di Kawasan Berikat yang selanjutnya disebut PDKB adalah
badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan kawasan berikat yang berada di dalam Kawasan
Berikat milik Penyelenggara Kawasan Berikat yang berstatus sebagai badan hukum yang berbeda.
Kawasan Berikat harus berlokasi di kawasan industri. Dikecualikan bagi Kawasan Berikat yang
dapat berlokasi di kawasan budidaya yang diperuntukkan bagi kegiatan industri berdasarkan rencana tata
ruang wilayah yang ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, sepanjang Kawasan
Berikat tersebut diperuntukkan bagi: i. perusahaan yang menggunakan Bahan Baku dan/atau proses
produksinya memerlukan lokasi khusus; ii. perusahaan industri mikro dan kecil; dan/atau iii. perusahaan
industri yang akan menjalankan industri di daerah kabupaten atau kota yang belum memiliki kawasan
industri atau yang telah memiliki kawasan industri namun seluruh kavling industrinya telah habis. Luas
lokasi untuk Kawasan Berikat di kawasan budidaya paling sedikit 10.000 m2 (sepuluh ribu meter persegi)
dalam satu hamparan. Di dalam lokasi tersebut dapat terdiri dari 1 (satu) atau lebih PDKB.

Perlakuan Kepabeanan, Cukai, dan Perpajakan


1. Barang yang dimasukkan dari luar daerah pabean ke Kawasan Berikat: a. diberikan penangguhan Bea
Masuk; b.diberikan pembebasan Cukai; dan/atau c.tidak dipungut PDRI.
2. Barang yang berasal dari luar daerah pabean yang dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat,
Kawasan Bebas, kawasan ekonomi khusus, atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh
Pemerintah ke Kawasan Berikat: a. diberikan penangguhan Bea Masuk; b. diberikan pembebasan
Cukai; c. tidak dipungut PDRI; dan/atau d. tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM.
3. Barang sebagaimana dimaksud pada butir 1 dan 2 meliputi: a. barang yang dipergunakan sebagai Bahan
Baku, Bahan Penolong, pengemas dan alat bantu pengemas, barang contoh, Barang Modal, bahan
bakar, peralatan perkantoran, dan/atau untuk keperluan penelitian dan pengembangan perusahaan pada
Kawasan Berikat; b. barang jadi maupun setengah jadi untuk digabungkan dengan Hasil Produksi; c.
barang yang dimasukkan kembali dari kegiatan pengeluaran sementara; d. Hasil Produksi yang
dimasukkan kembali; dan/atau e. Hasil Produksi Kawasan Berikat lain.
4. Dalam hal pemasukan barang ke Kawasan Berikat bukan merupakan penyerahan barang kena pajak,
atas pemasukan tersebut tidak terutang PPN atau PPN dan PPnBM.
5. Barang sebagaimana dimaksud pada butir 3 : a. bukan barang untuk dikonsumsi di Kawasan Berikat;
dan b.berkaitan dengan kegiatan produksi.
6. Barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean yang dimasukkan ke Kawasan Berikat dari:
a. tempat lain dalam daerah pabean; b. Tempat Penimbunan Berikat lainnya; c. Kawasan Bebas; d.
kawasan ekonomi khusus; dan/atau e. kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah,
diberikan pembebasan Cukai dan/atau tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM.
7. Dalam hal pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada butir 6: berasal dari bukan pengusaha kena
pajak; dan/atau b. bukan termasuk penyerahan barang kena pajak, terhadap barang dimaksud tidak
dikenai PPN atau PPN dan PPnBM, serta tidak diterbitkan faktur pajak.
8. Barang sebagaimana dimaksud pada butir 6: meliputi: a. barang yang dipergunakan sebagai Bahan
Baku, Bahan Penolong, pengemas dan alat bantu pengemas, barang contoh, Barang Modal, bahan
bakar, peralatan perkantoran, dan/atau untuk keperluan penelitian dan pengembangan perusahaan pada
Kawasan Berikat; b. barang jadi maupun setengah jadi untuk digabungkan dengan Hasil Produksi; c.
barang yang dimasukkan kembali dari kegiatan pengeluaran sementara; d. Hasil Produksi yang
dimasukkan kembali; dan/atau e. Hasil Produksi Kawasan Berikat lain.
9. Barang sebagaimana dimaksud pada butir 6: a. bukan barang untuk dikonsumsi di Kawasan Berikat;
dan b. berkaitan dengan kegiatan produksi.
10. Terhadap pemasukan barang ke Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada butir 6, pengusaha kena
pajak yang menyerahkan barang kena pajak:a. wajib membuat faktur pajak dan harus dibuktikan
dengan dokumen pemberitahuan pabean; b. tidak dapat menggunakan faktur pajak gabungan; dan c.
menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya buku dan catatan serta dokumen yang
terkait dengan pemasukan barang ke Kawasan Berikat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
di bidang perpajakan.
11. Faktur pajak sebagaimana dimaksud pada butir 10 huruf a harus diberikan keterangan “PPN TIDAK
DIPUNGUT SESUAI PP TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT”.
12. Pemasukan barang ke Kawasan Berikat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Pejabat Bea dan
Cukai dan/atau SKP.
13. Dalam hal ditemukan barang yang dimasukkan ke Kawasan Berikat sebelum mendapat persetujuan,
tidak diberikan fasilitas.
14. Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat dapat dilakukan ke: a. luar daerah pabean; b. Tempat
Penimbunan Berikat lainnya; c. Kawasan Bebas; d. tempat lain dalam daerah pabean; e. kawasan
ekonomi khusus; dan/atau f. kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah.
15. Barang yang dikeluarkan dari Kawasan Berikat dapat berupa: a. Bahan Baku dan/atau sisa Bahan Baku;
b. Bahan Penolong dan/atau sisa Bahan Penolong; c. pengemas dan alat bantu pengemas; d. Hasil
Produksi yang telah jadi maupun setengah jadi; e. barang contoh;f. Barang Modal; g.peralatan
perkantoran; h.barang untuk keperluan dan/atau hasil penelitian dan pengembangan perusahaan; sisa
dari proses produksi; dan/atau j. sisa pengemas dan limbah.
16. Dalam hal barang berasal dari luar daerah pabean dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean
dengan tujuan diimpor untuk dipakai, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib melunasi Bea
Masuk, Cukai, dan PDRI.
17. PDRI yang dilunasi yang dilampiri dengan dokumen kepabeanan, dapat dikreditkan.
18. Pengeluaran barang yang ditujukan kepada Orang yang memperoleh fasilitas penangguhan atau
pembebasan Bea Masuk dan pembebasan Cukai, diberikan penangguhan atau pembebasan Bea Masuk
dan pembebasan Cukai.
19. Atas penyerahan barang dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean dengan tujuan
diimpor untuk dipakai, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib membuat faktur pajak dan
memungut PPN atau PPN dan PPnBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan.
20. Atas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat selain penyerahan barang pada butir 19 tidak dikenai
PPN atau PPN dan PPnBM.
21. Pembebasan Bea Masuk, pembebasan Cukai, tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM, dan/atau tidak
dipungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor, diberikan atas pengeluaran barang dari Kawasan
Berikat termasuk Hasil Produksi kepada pengusaha di Kawasan Bebas yang telah mendapat izin usaha
dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas.
22. Dalam hal barang yang dikeluarkan dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean berupa
sisa pengemas dan limbah, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dikecualikan dari kewajiban
membayar Bea Masuk, Cukai dan/atau PDRI.
23. Dalam hal barang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean dikeluarkan ke tempat lain dalam
daerah pabean dan merupakan penyerahan barang kena pajak, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB
wajib melunasi PPN atau PPN dan PPnBM yang pada saat pemasukannya tidak dipungut.
24. Pelunasan PPN atau PPN dan PPnBM dilakukan dengan menggunakan e-billing atau sarana
administrasi lain yang disamakan dengan e-billing berupa bukti penerimaan negara sesuai dengan
ketentuan yang mengatur mengenai e-billing. PPN atau PPN dan PPnBM yang dilunasi menggunakan
e-billing atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan e-billing berupa bukti penerimaan
negara yang dilampiri dengan dokumen kepabeanan, dapat dikreditkan.
25. Atas penyerahan barang dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean, Pengusaha
Kawasan Berikat atau PDKB wajib membuat faktur pajak dan memungut PPN atau PPN dan PPnBM
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
26. Atas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat selain sebagaimana dimaksud pada butir 23 tidak
dikenai PPN atau PPN dan PPnBM.
27. Ketentuan mengenai perlakuan PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atas pemasukan barang harus
dipenuhi oleh setiap Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB.
28. PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atas pemasukan barang harus dilakukan oleh Pengusaha
Kawasan Berikat dan/atau PDKB dengan menggunakan faktur pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
29. Dalam hal ketentuan pada butir 27 dan 28 tidak dipenuhi oleh Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau
PDKB, atas pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM yang seharusnya tidak dipungut, tidak dapat
dikreditkan.
30. Dalam hal barang yang dikeluarkan dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean berupa
sisa pengemas dan limbah Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dikecualikan dari kewajiban
melunasi PPN atau PPN dan PPnBM.
31. Dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pengenaan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI atas
pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean yaitu sebagai berikut:
a. Bea Masuk dihitung berdasarkan:1. nilai pabean sesuai dengan harga jual pada saat pengeluaran
barang dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean; 2. klasifikasi barang yang
dikeluarkan dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean; dan 3. pembebanan pada
saat pemberitahuan pabean impor untuk dipakai didaftarkan.
b. Cukai dihitung berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai.
c. PDRI dihitung berdasarkan harga jual dan tarif pada saat pengeluaran barang dari Kawasan Berikat
ke tempat lain dalam daerah pabean.
32. Penghitungan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI dapat dikecualikan dari ketentuan atas pengeluaran Hasil
Produksi dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean yang memenuhi kriteria sebagai
berikut: a. Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB memiliki konversi pemakaian Bahan Baku dan/atau
Bahan Penolong yang jelas, terukur dan konsisten; dan b. pada saat pemasukan ke Kawasan Berikat
sudah terjadi transaksi jual beli.
33. Dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pengenaan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI atas
pengeluaran barang yaitu:
a. Bea Masuk dihitung berdasarkan:1. nilai pabean dan klasifikasi yang berlaku pada saat barang
impor dimasukkan ke Kawasan Berikat; dan 2. pembebanan pada saat pemberitahuan pabean impor
untuk dipakai didaftarkan.
b. Cukai dihitung berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai; dan
c. PDRI dihitung berdasarkan:1. nilai impor yang berlaku pada saat barang impor dimasukkan ke
Kawasan Berikat; dan 2.tarif pada saat pemberitahuan pabean impor untuk dipakai didaftarkan.
34. Dalam hal pembebanan tarif Bea Masuk untuk Bahan Baku lebih tinggi dari pembebanan tarif Bea
Masuk untuk barang Hasil Produksi, dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pengenaan Bea
Masuk yaitu pembebanan tarif Bea Masuk barang Hasil Produksi yang berlaku pada saat dikeluarkan
dari Kawasan Berikat.
35. Konversi pemakaian Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong dan transaksi jual beli sebagaimana
dimaksud pada butir 32, dilakukan pengujian secara periodik oleh Kepala Kantor Wilayah atau Pejabat
Bea dan Cukai yang ditunjuk.
36. Nilai impor diperoleh dari penjumlahan nilai pabean ditambah Bea Masuk.
37. Penghitungan Bea Masuk dan/atau Cukai, dan PDRI, menggunakan nilai dasar perhitungan bea masuk
yang ditetapkan oleh Menteri yang berlaku pada saat pemberitahuan pabean impor untuk dipakai
didaftarkan.
38. Pejabat Bea dan Cukai berwenang menetapkan tarif dan nilai pabean sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
39. Atas pengeluaran Barang Modal yang berasal dari impor yang belum diselesaikan kewajiban
pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean,
dibebaskan dari kewajiban membayar Bea Masuk, Cukai, dan PDRI dalam hal Barang Modal telah
dimasukkan ke Kawasan Berikat selama lebih dari 4 (empat) tahun.
40. Terhadap Barang Modal yang berasal dari impor yang pada saat pemasukan ke Kawasan Berikat
mendapat fasilitas pembebasan Bea Masuk untuk pembangunan atau pengembangan industri dalam
rangka penanaman modal, pengeluaran ke tempat lain dalam daerah pabean dan penyelesaian
kewajiban pabeannya dilakukan sesuai dengan ketentuan
41. Terhadap pengeluaran Barang Modal ke tempat lain dalam daerah pabean, Pengusaha Kawasan Berikat
atau PDKB dibebaskan dari kewajiban pembayaran Bea Masuk yang terutang dalam hal Barang Modal
dimasukkan ke Kawasan Berikat selama lebih dari 4 (empat) tahun atau telah diimpor selama lebih dari
5 (lima) tahun.
42. Pengeluaran Hasil Produksi ke tempat lain dalam daerah pabean dilakukan dalam jumlah paling banyak
50% (lima puluh persen) dari penjumlahan nilai realisasi tahun sebelumnya yang meliputi nilai ekspor,
nilai penjualan Hasil Produksi ke Kawasan Berikat lainnya, nilai penjualan Hasil Produksi ke Kawasan
Bebas, dan nilai penjualan Hasil Produksi ke kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
43. Pengeluaran Hasil Produksi ke tempat lain dalam daerah pabean dapat dilakukan dalam jumlah lebih
dari 50% (lima puluh persen) cari penjumlahan nilai realisasi tahun sebelumnya yang meliputi nilai
ekspor, nilai penjualan Hasil Produksi ke Kawasan Berikat lainnya, nilai penjualan Hasil Produksi ke
Kawasan Bebas, dan nilai penjualan Hasil Produksi ke kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh
Pemerintah dalam hal Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mendapatkan persetujuan Kepala
Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang menerima pelimpahan kewenangan atas
nama Menteri dengan mempertimbangkan rekomendasi dari instansi terkait yang membidangi
perindustrian.
44. Dalam hal Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB melebihi ketentuan mengenai batasan pengeluaran
Hasil Produksi, terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dimaksud diberlakukan pengurangan
jumlah persentase penjualan ke tempat lain dalam daerah pabean untuk periode tahun berikutnya.
45. Dalam hal pada periode tahun berikutnya terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB telah
diberlakukan pengurangan jumlah presentase penjualan ke tempat lain dalam daerah pabean, namun
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB tetap melebihi ketentuan mengenai batasan pengeluaran Hasil
Produksi yang telah ditetapkan, terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dilakukan
pembekuan izin Kawasan Berikat untuk waktu paling lama 3 ( tiga) bulan.

III. TEMPAT PENYELENGGARAAN PAMERAN BERIKAT


Ketentuan tentang Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat diatur dalam Pasal 21 sampai Pasal 27
Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2009 Tgl. 24 Mar 2009.
Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang
impor dalam jangka waktu tertentu, dengan atau tanpa barang dari dalam Daerah Pabean untuk dipamerkan.
Di dalam Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat dilakukan penyelenggaraan dan pengusahaan Tempat
Penyelenggaraan Pameran Berikat.
Pengusahaan Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat tetap, dilakukan oleh pengusaha Tempat
Penyelenggaraan Pameran Berikat tetap atau pengusaha di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat tetap
merangkap sebagai Penyelenggara di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat tetap. Pengusaha Tempat
Penyelenggaraan Pameran Berikat dan pengusaha di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat harus
berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran
Berikat dan pengusaha di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat melakukan kegiatan menimbun
barang impor dalam jangka waktu tertentu, dengan atau tanpa barang dari dalam Daerah Pabean untuk
dipamerkan.

Perlakuan Kepabeanan dan Perpajakan


1. Memperoleh fasilitas PPN atau PPN&PPnBM tidak dipungut
a. Barang yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat:
diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor.
b. Barang yang dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penyelenggaraan Pameran
Berikat: diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor.
c. Terhadap pemasukan barang dari Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penyelenggaraan
Pameran Berikat, pengusaha Tempat Penimbunan Berikat wajib membuat faktur pajak yang
dibubuhi cap PPN atau PPN&PPnBM tidak dipungut.
d. Barang kena pajak berupa barang pameran yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah pabean
ke Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat tidak dipungut PPN atau PPN&PPnBM.
e. Terhadap pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke Tempat Penyelenggaraan
Pameran Berikat, pengusaha di tempat lain dalam daerah pabean wajib membuat faktur pajak yang
dibubuhi cap PPN atau PPN&PPnBM tidak dipungut.
f. Dalam hal barang pameran dikeluarkan kembali kepada pengusaha di tempat lain dalam daerah
pabean, pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat atau pengusaha di Tempat
Penyelenggaraan Pameran Berikat wajib membuat faktur pajak dan atas penyerahan barang
tersebut dikenakan PPN atau PPN&PPnBM.
g. Barang sebagaimana dimaksud pada butir 1a, dan 1d bukan merupakan barang untuk dikonsumsi
di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat yang bersangkutan

2. PPN dipungut (Tidak Memperoleh fasilitas PPN atau PPN&PPnBM)


a. Dalam hal barang berupa pameran asal Impor dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean
dengan tujuan diimpor untuk dipakai, pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat atau
pengusaha di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat, wajib melunasi Bea Masuk dan Pajak
Dalam Rangka Impor
b. Atas penyerahan barang dari Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat ke tempat lain dalam
daerah pabean, pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat atau pengusaha di Tempat
Penyelenggaraan Pameran Berikat wajib membuat faktur pajak dan memungut PPN.
c. Barang yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah pabean ke Tempat Penyelenggaraan
Pameran Berikat merupakan barang untuk dikonsumsi.

I. TOKO BEBAS BEA


Aturan tentang Toko Bebas Bea ini tertuang dalam Pasal 28 sampai dengan Pasal 33 Peraturan Pemerintah
No. 32 tahun 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 37/PMK.04/2013. Tgl. 27 Februari 2013.
Pada saat diterbitkan PMK ini, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 128/KMK.05/2000 tentang Toko
Bebas Bea, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Toko Bebas Bea adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal impor dan/atau
barang asal Daerah Pabean untuk dijual kepada orang tertentu.
Penyelenggara Toko Bebas Bea sekaligus Pengusaha Toko Bebas Bea yang selanjutnya disebut dengan
Pengusaha TBB adalah badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan
menimbun barang asal impor dan/atau barang asal Daerah Pabean untuk dijual kepada orang tertentu.
Toko Bebas Bea dapat berlokasi di:
1. Terminal keberangkatan bandar udara internasional di Kawasan Pabean;
2. Terminal keberangkatan internasional di pelabuhan utama di Kawasan Pabean;
3. Tempat transit pada terminal keberangkatan bandar udara internasional yang merupakan tempat khusus
bagi penumpang transit tujuan luar negeri di Kawasan Pabean;
4. Tempat transit pada terminal keberangkatan di pelabuhan utama yang merupakan tempat khusus bagi
penumpang transit tujuan luar negeri di Kawasan Pabean; atau
5. dalam kota.

Toko Bebas Bea harus mempunyai ruang penimbunan dan ruang penjualan.
• Untuk Toko Bebas Bea yang berlokasi di bandar udara internasional dan pelabuhan utama, Ruang
Penimbunan dapat berada tidak satu lokasi dengan Ruang Penjualan.
• Untuk Toko Bebas Bea yang berlokasi di dalam kota, Ruang Penimbunan dan Ruang Penjualan harus
berada dalam satu lokasi Toko Bebas Bea.
• Ruang Penimbunan yang berada tidak satu lokasi dengan Ruang harus berada di kawasan bandar udara
atau pelabuhan utama lokasi Ruang Penjualan yang bersangkutan.
• Perpindahan barang dari Ruang Penimbunan ke Ruang Penjualan yang lokasinya terpisah dilakukan
dengan persetujuan Pejabat Bea dan Cukai dengan menggunakan formulir mengenai perpindahan
barang.
• Atas barang yang telah dibeli di Toko Bebas Bea harus diserahkan di Ruang Penjualan.
• Ruang Penjualan adalah bagian dari Toko Bebas Bea berupa ruang yang dimiliki/dikuasai oleh
Pengusaha TBB untuk menjual dan/atau menyerahkan, barang asal impor dan/atau barang asal tempat
lain dalam Daerah Pabean.
• Ruang Penimbunan adalah bagian dari Toko Bebas Bea berupa ruang yang dimiliki/dikuasai oleh
Pengusaha TBB untuk menimbun atau menyimpan barang asal impor dan/atau barang asal tempat lain
dalam Daerah Pabean dan tempat dilakukannya pemeriksaan fisik oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai.

Di dalam Toko Bebas Bea dilakukan penyelenggaraan Toko Bebas Bea (TBB) dan pengusahaan
Toko Bebas Bea. Penyelenggaraan Toko Bebas Bea dan pengusahaan Toko Bebas Bea dilakukan oleh
Pengusaha TBB. Penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan pemberian izin sebagai Pengusaha TBB
untuk jangka waktu tertentu ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai (selanjutnya disingkat
Direktur Jenderal) atas nama Menteri. Penetapan dan izin berlaku paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat
diperpanjang oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.

Pendirian Toko Bebas Bea


Untuk mendapatkan penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan izin Pengusaha TBB, pihak yang akan
menjadi Pengusaha TBB harus mengajukan permohonan kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal melalui
Kepala Kantor Pabean setempat.
• Permohonan harus dilampiri dengan bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat atau bangunan
yang mempunyai batas-batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah yang
akan dijadikan Toko Bebas Bea, surat izin tempat usaha, dokumen lingkungan hidup, surat izin usaha
perdagangan, dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait serta pengukuhan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.
• Berdasarkan permohonan tersebut, Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan
berkas permohonan kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari
kerja sejak permohonan diterima secara lengkap dengan disertai berita acara pemeriksaan lokasi, dan
rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean.
• Selanjutnya, Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan dalam
jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima oleh Direktur Jenderal
secara lengkap.
- Dalam hal permohonan dimaksud disetujui, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan
keputusan mengenai penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan pemberian izin Pengusaha
TBB.
- Bila permohonan tersebut ditolak, Direktur Jenderal menyampaikan surat pemberitahuan yang
menyebutkan alasan penolakan.

Perpanjangan Izin Toko Bebas Bea


Untuk dapat diberikan perpanjangan penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan izin Pengusaha TBB,
Pengusaha TBB harus mengajukan permohonan perpanjangan penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea
dan izin Pengusaha TBB sebelum jangka waktu penetapan dan/atau izin berakhir.
• Permohonan perpanjangan diajukan kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor
Pabean yang mengawasi, dilampiri dengan a. keputusan penetapan sebagai Toko Bebas Bea dan izin
Pengusaha TBB, b. bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat atau bangunan yang mempunyai
batas-batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan tata letak/denah Toko Bebas Bea, c. Surat Izin
Tempat Usaha, d. dokumen lingkungan hidup, e. Surat Izin Usaha Perdagangan, f. dan izin lainnya
yang diperlukan dari instansi teknis terkait, g. serta pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan
h. telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi
yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.
• Berdasarkan permohonan tersebut, Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian, memberikan
rekomendasi, dan meneruskan berkas permohonan kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu
paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.
• Selanjutnya, Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan dalam
jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak penerusan permohonan dari Kepala Kantor
Pabean diterima secara lengkap oleh Direktur Jenderal.
• Dalam hal permohonan dimaksud disetujui, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan
keputusan perpanjangan penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan izin Pengusaha TBB.
• Dalam hal permohonan sdimaksud ditolak, Direktur Jenderal menyampaikan surat pemberitahuan yang
menyebutkan alasan penolakan.
• Dalam hal penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan izin Pengusaha TBB berakhir dan
permohonan perpanjangan belum mendapatkan persetujuan:
- terhadap barang impor yang dimasukkan ke Toko Bebas Bea dipungut bea masuk dan/atau cukai
dan dipungut PDRI; atau
- terhadap barang asal tempat lain dalam Daerah Pabean yang dimasukkan ke Toko Bebas Bea
dipungut PPN atau PPN&PPnBM.

Perlakuan Kepabeanan dan Perpajakan


1. Pemasukan barang impor ke Toko Bebas Bea yang berasal dari : a. luar Daerah Pabean; b. gudang
berikat; dan/atau c. Toko Bebas Bea lainnya, diberikan penangguhan bea masuk, pembebasan cukai,
dan/atau tidak dipungut PDRI.
2. Pemasukan barang ke Toko Bebas Bea yang berasal dari: a. tempat lain dalam Daerah Pabean; dan/atau
b. Toko Bebas Bea lainnya yang barangnya berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean, diberikan
pembebasan cukai dan/atau tidak dipungut PPN atau PPN&PPnBM.
3. Pemasukan barang impor ke Toko Bebas Bea yang berasal dari kawasan bebas diberikan penangguhan
bea masuk, pembebasan cukai, dan/atau tidak dipungut PDRI.
4. Pemasukan barang ke Toko Bebas Bea yang berasal dari kawasan bebas yang barangnya berasal dari
tempat lain dalam Daerah Pabean diberikan pembebasan cukai dan/atau tidak dipungut PPN atau
PPN&PPnBM.
5. Terhadap pemasukan barang dari gudang berikat, pengusaha gudang berikat wajib membuat faktur
pajak yang dibubuhi cap PPN atau PPN&PPnBM tidak dipungut.
6. Ketentuan mengenai perlakuan PPN atau PPN&PPnBM tidak dipungut atas pemasukan barang harus
dipenuhi oleh setiap Pengusaha TBB. Perlakuan PPN atau PPN&PPnBM tidak dipungut atas
pemasukan barang harus diterapkan oleh Pengusaha TBB dengan menggunakan faktur pajak
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
7. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 6 tidak dipenuhi oleh Pengusaha TBB, atas
pembayaran PPN atau PPN&PPnBM yang seharusnya tidak dipungut, tidak dapat dikreditkan.
Barang yang dimaksud diatas (butir 1-7) bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di Toko Bebas
Bea yang bersangkutan.
8. Orang tertentu yang berhak membeli barang di Toko Bebas Bea yang berlokasi di bandar udara
internasional dan pelabuhan utama dengan tidak dipungut bea masuk dan cukai serta PDRI adalah: a.
orang yang bepergian ke luar negeri; atau b. penumpang yang sedang transit di Kawasan Pabean
dengan tujuan ke luar negeri.
9. Atas pembelian barang di Toko Bebas Bea dilakukan dengan menunjukkan paspor dan tanda bukti
penumpang (boarding pass).
10. Orang tertentu yang berhak membeli barang di Toko Bebas Bea yang berlokasi di dalam kota dengan
mendapatkan pembebasan bea masuk dan cukai serta tidak dipungut PDRI adalah : a. anggota korps
diplomatik yang bertugas di Indonesia beserta keluarganya yang berdomisili di Indonesia berikut
lembaga diplomatik; b. pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia yang
memperoleh kekebalan diplomatik beserta keluarganya; dan c. turis asing yang akan keluar dari Daerah
Pabean.
Anggota korps diplomatik dan pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia
harus berkewarganegaraan asing dan direkomendasikan oleh instansi teknis terkait.
Keluarga yang dimaksud adalah suami atau istri yang sah sesuai ketentuan perundang-undangan.
11. Dalam hal barang yang dibeli di Toko Bebas Bea oleh orang tertentu yang berhak merupakan barang
kena cukai, pembelian dibatasi dalam jumlah yang ditetapkan oleh instansi teknis terkait berdasarkan
asas timbal balik dengan mendapatkan pembebasan cukai.
12. Dalam hal barang yang dibeli di Toko Bebas Bea oleh orang tertentu yang berhak merupakan barang
kena cukai, diberikan berdasarkan rekomendasi oleh instansi teknis terkait dalam jumlah paling
banyak: 10 (sepuluh) liter minuman mengandung etil alkohol per orang dewasa per bulan; dan/atau
300 (tiga ratus) batang sigaret atau 100 (seratus) batang cerutu atau 500 (lima ratus) gram tembakau
iris/hasil tembakau lainnya per orang dewasa per bulan atau dalam hal lebih dari satu jenis hasil
tembakau, setara dengan perbandingan jumlah per jenis hasil tembakau tersebut,
dengan mendapatkan pembebasan cukai.
13. Pembelian barang oleh turis asing yang akan ke luar Daerah Pabean, penyerahan barang yang dibeli
harus dilakukan di Toko Bebas Bea yang berlokasi di terminal keberangkatan internasional bandar
udara internasional di Kawasan Pabean, atau terminal keberangkatan internasional di pelabuhan utama
di Kawasan Pabean, yang memiliki nama perusahaan yang sama dengan Toko Bebas Bea yang
berlokasi di dalam kota tempat pembelian barang.
14. Anggota korps diplomatik dan pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia
yang memperoleh kekebalan diplomatik yang akan membeli barang di Toko Bebas Bea, harus
memiliki kartu kendali.
• Untuk mendapatkan kartu kendali, anggota korps diplomatik atau pejabat/tenaga ahli yang bekerja
pada badan internasional di Indonesia, harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur
Jenderal dengan melampirkan fotokopi paspor dan pas foto orang yang bersangkutan serta
rekomendasi dari instansi teknis terkait yang paling sedikit memuat: a. nama, kebangsaan, dan
jabatan orang yang bersangkutan; b. nama dan kebangsaan dari suami atau istri dari orang yang
bersangkutan; c. nama instansi atau lembaga tempat kerja orang yang bersangkutan; d. masa tugas;
dan e. batasan jumlah barang yang dapat dibeli di Toko Bebas Bea.
• Dalam hal suami atau istri dari orang yang bersangkutan akan dimohonkan untuk berhak membeli
di Toko Bebas Bea, permohonan dilampiri dengan fotokopi identitas serta pas foto suami atau istri
orang yang bersangkutan.
• Atas permohonan dimaksud, Direktur Jenderal memberikan persetujuan atau penolakan dalam
jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap oleh
Direktur Jenderal. Dalam hal permohonan tersebut disetujui, Direktur Jenderal menerbitkan kartu
kendali. Bila permohonan tersebut ditolak, Direktur Jenderal menyampaikan surat pemberitahuan
yang menyebutkan alasan penolakan.
• Kartu kendali berlaku untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. Untuk dapat diberikan
perpanjangan kartu kendali, anggota korps diplomatik dan pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada
badan internasional di Indonesia yang memperoleh kekebalan diplomatik, harus mengajukan
permohonan perpanjangan kartu kendali, sebelum atau sesudah jangka waktunya berakhir.
• Dalam hal kartu kendali telah berakhir jangka waktu berlakunya, pembelian barang di Toko Bebas
Bea tidak dapat dilayani.
• Permohonan perpanjangan diajukan kepada Direktur Jenderal, dilampiri dengan: a. kartu kendali
yang lama; b. fotokopi paspor; c. pas foto orang yang bersangkutan; dan d. fotokopi identitas serta
pas foto suami atau istri orang yang bersangkutan, dalam hal suami atau istri dari orang yang
bersangkutan akan dimohonkan untuk berhak membeli di Toko Bebas Bea.
Berdasarkan permohonan dimaksud Direktur Jenderal memberikan persetujuan atau penolakan
dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap
oleh Direktur Jenderal. Dalam hal permohonan disetujui, Direktur Jenderal menerbitkan kartu
kendali yang baru. Bila permohonan tersebut ditolak, Direktur Jenderal menyampaikan surat
pemberitahuan yang menyebutkan alasan penolakan.
15. jAnggota korps diplomatik dan pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia
yang memperoleh kekebalan diplomatik dapat mengajukan perubahan kartu kendali kepada Direktur
Jenderal. Untuk mendapatkan perubahan kartu kendali, anggota korps diplomatik atau pejabat/tenaga
ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia yang memperoleh kekebalan diplomatik,
mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan rekomendasi dari
instansi teknis terkait serta dokumen yang mendukung perubahan data dalam kartu kendali.

II. TEMPAT LELANG BERIKAT


Ketentuan tentang Tempat Lelang Berikat diatur dalam Pasal 34 sampai Pasal 36 Peraturan Pemerintah
No. 32 Tahun 2009 Tgl. 24 Mar 2009.
Tempat Lelang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka
waktu tertentu untuk dijual secara lelang. Di dalam Tempat Lelang Berikat dilakukan Penyelenggaraan
Tempat Lelang Berikat dan Pengusahaan Tempat Lelang Berikat oleh penyelenggara Tempat Lelang
Berikat sekaligus pengusaha Tempat Lelang Berikat yang berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan
di Indonesia.

Perlakuan Kepabeanan dan Perpajakan


1. Memperoleh fasilitas PPN atau PPN&PPnBM tidak dipungut
a. Barang yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke Tempat Lelang Berikat:
1) diberikan penangguhan Bea Masuk; dan
2) tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor.
b. Barang tersebut bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di Tempat Lelang Berikat yang
bersangkutan.
c. Barang yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah pabean ke Tempat Lelang Berikat tidak
dipungut PPN atau PPN&PPnBM.
Terhadap pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke Tempat Lelang Berikat,
pengusaha di tempat lain dalam daerah pabean wajib membuat Faktur Pajak yang dibubuhi cap
PPN atau PPN&PPnBM tidak dipungut.

2. PPN dipungut (Tidak Memperoleh fasilitas PPN atau PPN&PPnBM)


a. Dalam hal barang lelang dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dengan tujuan diimpor
untuk dipakai, pengusaha Tempat Lelang Berikat wajib melunasi Bea Masuk dan Pajak Dalam
Rangka Impor.
b. Atas penyerahan barang lelang dari Tempat Lelang Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean,
pengusaha Tempat Lelang Berikat wajib membuat faktur pajak dan memungut PPN
c. Barang yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah pabean ke Tempat Lelang Berikat
merupakan barang untuk dikonsumsi.

VI. KAWASAN DAUR ULANG BERIKAT


Ketentuan tentang Kawasan Daur Ulang Berikat diatur dalam Pasal 37 sampai Pasal 42 Peraturan
Pemerintah No. 32 Tahun 2009 Tgl. 24 Mar 2009.
Kawasan Daur Ulang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam
jangka waktu tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan daur ulang limbah asal impor dan/atau asal
Daerah Pabean sehingga menjadi produk yang mempunyai nilai tambah serta nilai ekonomi yang lebih
tinggi.
Pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat atau pengusaha di Kawasan Daur Ulang Berikat
merangkap sebagai penyelenggara di Kawasan Daur Ulang Berikat harus berbadan hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia. Pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat atau pengusaha di Kawasan Daur
Ulang Berikat merangkap sebagai penyelenggara di Kawasan Daur Ulang Berikat melakukan kegiatan
menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan pengolahan
berupa proses daur ulang limbah asal impor dan /atau asal Daerah Pabean dengan mempergunakan
teknologi yang telah disetujui oleh kementerian yang menangani masalah lingkungan hidup sehingga
menjadi produk yang mempunyai nilai tambah serta nilai ekonomi yang lebih tinggi.
Penyelenggara Kawasan Daur Ulang Berikat melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola
kawasan untuk kegiatan pengusahaan Kawasan Daur Ulang Berikat. Dalam 1 (satu) penyelenggaraan
Kawasan Daur Ulang Berikat dapat dilakukan 1 (satu) atau lebih pengusahaan Kawasan Daur Ulang
Berikat. Pengusahaan Kawasan Daur Ulang Berikat dilakukan oleh pengusaha Kawasan Daur Ulang
Berikat atau pengusaha di Kawasan Daur Ulang Berikat merangkap sebagai penyelenggara di Kawasan
Daur Ulang Berikat.

Perlakuan Kepabeanan dan Perpajakan


1. Memperoleh fasilitas PPN atau PPN&PPnBM tidak dipungut
a. Barang yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Daur Ulang Berikat: diberikan
penangguhan Bea Masuk; dan/atau tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor.
b. Barang yang dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat ke Kawasan Daur Ulang Berikat:
diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor.
c. Terhadap pemasukan barang dari Tempat Penimbunan Berikat ke Kawasan Daur Ulang Berikat,
pengusaha Tempat Penimbunan Berikat wajib membuat faktur pajak yang dibubuhi cap PPN atau
PPN&PPnBM tidak dipungut.
d. Terhadap pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Daur Ulang Berikat
tidak dipungut PPN atau PPN&PPnBM.
e. Terhadap pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Daur Ulang
Berikat, pengusaha di tempat lain dalam daerah pabean wajib membuat faktur pajak dengan
dibubuhi cap PPN atau PPN&PPnBM tidak dipungut.
f. Barang sebagaimana dimaksud pada butir 1a, dan 1d bukan merupakan barang untuk dikonsumsi
di Kawasan Daur Ulang Berikat yang bersangkutan.

2. PPN dipungut (Tidak Memperoleh fasilitas PPN atau PPN&PPnBM)


a. Dalam hal barang hasil produksi yang dihasilkan oleh pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat dan
pengusaha di Kawasan Daur Ulang Berikat dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dengan
tujuan diimpor untuk dipakai, pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat dan pengusaha di Kawasan
Daur Ulang Berikat wajib melunasi Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor.
b. Atas penyerahan barang dari Kawasan Daur Ulang Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean,
pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat dan pengusaha di Kawasan Daur Ulang Berikat wajib
membuat faktur pajak dan memungut PPN.
c. Barang yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah pabean ke Tempat Lelang Berikat
merupakan barang untuk dikonsumsi.

VII. PUSAT LOGISTIK BERIKAT


Pusat Logistik Berikat (PLB) adalah tempat penimbunan barang asal luar daerah Pabean dan/atau barang
yang berasal dari tempat lain dalam daerah Pabean dalam jangka waktu tertentu, serta dapat disertai satu
atau lebih kegiatan sederhana.
Pusat Logistik Berikat (PLB) merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang revolusioner dan tercantum
dalam Kebijakan Ekonomi Volume II yang diterbitkan oleh Presiden Indonesia pada bulan September 2015.
PLB diharapkan dapat mengurangi biaya logistik dan transportasi, serta mendukung pertumbuhan industri–
industri domestik, termasuk kelas kecil dan menengah, meningkatkan investasi asing dan lokal serta dapat
membantu membina Indonesia sebagai pusat logistik di kawasan Asia Pasifik.*)
PLB merupakan gudang logistik multi fungsi yang digunakan oleh importir dan eksportir untuk menyimpan
barang – barang yang berasal dari luar wilayah pabean Indonesia dan/atau dari tempat lain di wilayah
pabean Indonesia dengan fasilitas seperti:
• Fleksibilitas Jenis Barang Inbound & Outbound
• Fleksibilitas Kepemilikan
• Fleksibilitas Kegiatan Sederhana
• Fleksibilitas Jangka Waktu Penyimpanan
• Fasilitas Fiskal
• Penyimpanan yang Dikelola Sendiri
• Penyelesaian Barang Impor Sementara

Fitur Layanan PLB:


• Manajemen Gudang dan Persediaan
• Menangani Perizinan Impor dan Ekspor Kepabeanan
• Mengatur proses pengiriman impor dan ekspor domestic
• Electronic Manifest Declaration and Electronic Truck Surveillance (GPS and e-Seal)
• Pilihan Layanan Nilai Tambah
• Dokumentasi
• Fasilitas Lacak dan Pantau Kiriman (real-time)
• Fasilitas pengawasan persediaan (real-time)
• Perlindungan Asuransi Barang (kewajiban terbatas)
• Sistem Keamanan dan Monitoring

Keunggulan Layanan:
• Penangguhan Pajak impor dan pembayaran bea masuk saat barang masuk (sampai kargo dirilis oleh
PLB)
• Mengurangi biaya penyimpanan/biaya over-time berlabuh dan biaya penanganan di pelabuhan
Indonesia.
• Meningkatkan cash flow dan perputaran bahan baku pabrik
• Mempersingkat waktu pengiriman logistik
• Fleksibilitas masa timbun barang hingga 3 tahun (dapat diperpanjang)
• Kegiatan sederhana seperti Pemeliharaan, Cutting, Canting dan Decanting, Inspeksi Surveyor
(LARTAS) dan kegiatan lainnya dapat dilakukan di PLB
• Kemudahan mengatur re-ekspor kargo
• Barang dapat disimpan di PLB sambil menunggu master-list atau proses dokumen lainnya
• Sebagian pengiriman dapat dirilis dari PLB setelah jadwal produksi
• Fleksibilitas kepemilikan barang, kecepatan layanan berbasis IT dan warehouse Management
System

Beberapa Pusat Logistik Berikat (PLB) terdapat di lokasi berikut:Cakung & Marunda-Jakarta; Karawang;
Cikarang-Bekasi; Osowilangon & Margomulyo-Surabaya; Somber-Balikpapan; Sorong-Papua Barat
*) (Sumber: http://www.ckb.co.id/id/bonded-logistics-center)

Pelayanan yang ada pada PLB yaitu: Stripping & Stuffing;Warehousing; Inventory Control; Trucking; 24
Hours Security

Pusat Logistik Berikat vs Kawasan Berikat


Pusat logistik berikat merupakan paket kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk mendukung
industri agar lebih efisien dan menurunkan biaya logistik karena berkaitan dengan kegiatan
ekonomi/industri.
• Dengan adanya pusat logistik berikat, maka perusahaan manufaktur tidak perlu impor dan tidak perlu
mengambil barang dari luar negeri karena cukup mengambil dari pusat logistik berikat.
Adanya pusat logistik berikat seharusnya dapat membuat kegiatan usaha lebih efisien. Sebab, nantinya
perusahaan manufaktur tidak perlu lagi impor bahan baku, barang modal dan bahan penolong dari luar
negeri.
Pusat logistik berikat ini diharapkan mampu menarik ke Tanah Air seluruh penumpukan atau inventory
barang keperluan manufaktur domestik yang tadinya ada di luar negeri terutama di Singapura, dan lain-
lain.
• Dalam pusat logistik berikat tidak ada pembatasan supply barang, kapasitasnya besar dan difungsikan
untuk kebutuhan industri di dalam negeri, sedangkan pada gudang berikat, ada pembatasan sesuai jenis
komoditi melalui penyesuaian ijin awal.
• Pusat logistik berikat merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan No. 272/PMK.04/2015 tentang Pusat
Logistik Berikat dan gudang berikat lebih spesifik merujuk Peraturan Menteri Keuangan No.
143/PMK.04/2011 tentang Gudang Berikat, pengusaha gudang berikat atau pengusaha di gudang
berikat merangkap penyelenggara di gudang berikat (PDGB) dilarang memasukkan barang impor yang
tidak sesuai dengan izin gudang berikat serta mengeluarkan barang dengan tujuan yang berbeda dengan
tujuan yang tercantum dalam izin itu.
• Pada Pusat Logistik Berikat, variasi jenis barang akan sangat beragam. Pembatasan penimbunan barang
di pusat logistik berikat selama 3 tahun dan dapat diperpanjang, sedangkan pada Gudang Berikat masa
penimbunannya hanya 1 tahun.
Jadi Pusat Logistik Berikat fungsinya adalah untuk menyiapkan inventory bagi industri yg
membutuhkan bahan baku dan bahan penolong agar bisa menstabilkan harga, menjamin supply dan
mempercepat supply ke industri sehingga perencanaan produksi dan pemenuhan order konsumen bisa
lebih bisa tepat waktu.

Persamaan vs perbedaan pusat logistik berikat dan kawasan berikat:


Persamaannya:
1. Cash flow trader atau manufaktur lebih bagus yang disebabkan adanya penundaan pembayaran
kewajiban pabean.
2. Distribution center dan biaya logistik menjadi efisien untuk komoditi tertentu.
Pusat logistik berikat/kawasan berikat dapat digunakan untuk menjaga terjadinya disparitas harga komoditi
jika terjadi suatu masalah sehingga harus re-export maka biaya menjadi lebih efisien.

Perbedaannya:
1. Pada kawasan berikat ada manufacture processing, sedangkan
2. Pada pusat logistik berikat tidak ada manufacture processing
Faktor yang menghambat pusat logistik berikat dan kawasan berikat sehingga keberadaannya tidak
mempengaruhi penurunan biaya logistik adalah pusat logistik berikat maupun kawasan berikat tidak
terlepas dari logistik pengiriman barang domestik maupun internasional melalui pelabuhan seperti pada
gambar di bawah ini.
Dikarenakan di ranah pelabuhan ada banyak aktor maka upaya menekan Biaya Logistik juga tidak terlepas
dari bagaimana pemilik barang yang dikuasakan handal melakukan coordination plan terhadap berbagai
pihak terkait seperti pada gambar di bawah ini.

VIII. KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS


Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Indonesia (Indonesian Free Trade Zone) yang disebut
juga sebagai Kawasan Bebas adalah sebuah kawasan perdagangan dan pelabuhan yang berada dalam
wilayah Indonesia yang di dalamnya terjadi proses penggudangan barang, handling, kegiatan manufaktur
serta kegiatan reekspor tanpa hambatan oleh otoritas kepabeanan.[1] Di dalam Kawasan Bebas diperlakukan
kebijakan melalui penghapusan atas rezim bea dan cukai berikut halangan non-tarif
serta pajak pada perdagangan internasional dalam hal pabean diberlakukan sama sebagaimana produk
sektor produksi lokal bilamana dijual di dalam negeri. Kebijakan ini berguna untuk mengurangi atau
menghilangkan keseluruhan hambatan perdagangan di mana barang dapat mendarat, masuk, ditangani,
diproduksi atau dilakukan penjualan ulang, dan direekspor di Kawasan Bebas tanpa intervensi kepabeanan
yang hanya berlaku pada perdagangan internasional.[2] Kawasan Bebas pada umumnya memberikan
fasilitas dalam bidang usaha perdagangan, pengiriman barang, impor, dan ekspor. Selain itu regulasi yang
lain diperlonggar dan tarif di berbagai bidang perpajakan yang ditiadakan menjadi daya tarik utama dalam
Kawasan Bebas.[3]
Menurut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 sebagaimana ditetapkan
sebagai Undang-Undang dengan UU Nomor 36 Tahun 2000 Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah Indonesia yang terpisah dari daerah pabean
sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, PPN, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Cukai.[4]
GLOBALISASI ekonomi menuntut dikuranginya berbagai hambatan perdagangan seperti regulasi dan
pengenaan tarif. Apabila dibiarkan, hambatan itu berpeluang menurunkan daya saing nasional sehingga
berdampak serius terhadap perekonomian.Salah satu upaya untuk mengurangi hambatan tersebut adalah
dengan membentuk Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Lantas, sebenarnya apa yang
dimaksud dengan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB)?

Definisi
TERMINOLOGI Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) dalam lanskap
internasional lekat dengan istilah Free Trade Zone (FTZ). Menurut IBFD International Tax Glossary
(2015) FTZ merupakan istilah yang digunakan secara longgar untuk merujuk pada area mana pun di
wilayah suatu negara yang tidak memberlakukan pajak langsung dan/atau tidak langsung.
1. Istilah FTZ secara lebih khusus digunakan untuk merujuk pada area yang mana bea masuk dan jenis
pajak tidak langsung lain tidak diterapkan. Bea masuk umumnya dibayarkan jika barang atau hasil
produksi dipindahkan dari FTZ ke area yang tunduk pada kewenangan pabean normal.
2. FTZ tidak boleh disamakan dengan Free Trade Area. Pasalnya Free Trade Area pada dasarnya
merupakan perjanjian bilateral atau multilateral timbal balik untuk melarang atau membatasi bea masuk
hanya di antara para anggotanya.
3. Sementara itu, FTZ merupakan zona yang umumnya memberikan layanan untuk pedagang dan
ditujukan untuk memfasilitasi prosedur perdagangan dengan mengizinkan lebih sedikit formalitas bea
cukai. Selain FTZ, istilah KPBPB juga lekat dengan istilah free port.
4. Free port pada dasarnya adalah area terbatas di mana barang dapat dimasukkan atau dikeluarkan dari
pengenaan bea masuk. Area ini berfungsi baik sebagai pusat pengiriman barang atau fasilitas gudang
berikat (IBFD, 2015).
5. Sementara itu, International Finance Corporation World Bank Group dalam Special Economic Zones
Performance, Lessons Learned, and Implication For Zone Development (2008) menyatakan FTZ
merupakan salah satu bentuk dari Special Economic Zone (SEZ), yang didefinisikan sebagai:
6. “Suatu kawasan di mana luas areanya sempit, dibatasi secara jelas, barang-barang tertentu yang
masuk dan keluar dari daerah tersebut bebas bea, menawarkan fasilitas pergudangan, penyimpanan
dan distribusi untuk perdagangan, operasional transshipment dan re-export, dan umumnya terletak di
pelabuhan laut yang menjadi pintu masuk”.
7. Selain FTZ, masih terdapat banyak jenis SEZ lainnya, seperti Export Processing
Zone (EPZ), Hybrid EPZ (HEPZ), dan Enterprise Zone (EZ) (IFC-World Bank, 2008). Zona-zona
tersebut pada umumnya dibedakan berdasarkan tujuan pengembangan, luas kawasan operasional,
lokasi, fasilitas, kegiatan, dan tujuan pemasaran.

FTZ di Indonesia diadaptasi menjadi Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB).
Pemerintah telah merumuskan definisi dari KPBPB dan juga telah menetapkannya dalam Undang-Undang
No.36/2000 tentang Penetapan Perppu No.1/2000 tentang KPBPB.
Merujuk Pasal 1 angka 1 Perppu No.1/2000 KPBPB adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah
hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari
pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah
(PPnBM), dan cukai.
Namun, UU No.36/2000 telah diubah melalui Perppu No.1/2007. Perppu No.1/2007 ini selanjutnya telah
ditetapakan menjadi UU No.44/2007. Mengacu Pasal 2 Perppu No.1/2007, batas-batas KPBPB baik daratan
maupun perairannya kini ditetapkan dalam peraturan pemerintah tentang pembentukan KPBPB.
Lebih lanjut, dalam KPBKB dilakukan kegiatan-kegiatan di bidang ekonomi, seperti sektor perdagangan,
maritim, industri, perhubungan, perbankan, pariwisata, dan bidang–bidang lain yang ditetapkan dalam
peraturan pemerintah tentang pembentukan KPBPB.
Konsep KPBPB sebetulnya sudah lama dikembangkan di Indonesia. Sejak tahun 1963, Pelabuhan Sabang
telah ditetapkan sebagai pelabuhan bebas dan perdagangan bebas yang kemudian dikukuhkan dalam UU
No.37/2000.
Selain Pelabuhan Sabang, ada pula kawasan lain yang ditetapkan sebagai KPBPB yaitu Batam, Bintan dan
Karimun. Penetapan keempat kawasan tersebut sebagai KPBPB ditetapkan dalam UU No.44/2007 dan
produk turunannya.
Dalam perkembangan lebih lanjut sebagian atau seluruh lokasi KPBPB Batam, Bintan, dan Karimun
diusulkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Hal ini tertuang dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan
Pemerintah No.1/2020 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus.
Adapun KEK merupakan wujud pengembangan kawasan strategis ekonomi yang mulai diatur di Indonesia
sejak 2009. Dasar kebijakan tentang pembentukan KEK tertuang dalam UU No.39/2009 tentang Kawasan
Ekonomi Khusus.
Berdasarkan UU tersebut, yang dimaksud dengan KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam
wilayah hukum NKRI yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh
fasilitas tertentu. Hal ini berarti KEK merupakan pengembangan dari berbagai jenis kawasan ekonomi pada
periode sebelumnya, termasuk KPBPB.
Hingga saat ini kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang terdapat di wilayah RI adalah
Kawasan Bebas Sabang, Batam, Bintan dan Karimun, masing-masing diuraikan dibawah ini. Pengusaha-
pengusaha yang lokasi usahanya berada dalam Kawasan tersebut difasilitasi dengan berbagai kemudahan
dalam perizinan maupun fasilitas perpajakan.

Fungsi Kawasan Bebas


Kawasan Bebas mempunyai fungsi sebagai tempat untuk mengembangkan usaha-usaha di bidang
perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan
telekomunikasi, perbankan, asuransi, pariwisata, logistik, pengembangan teknologi, kesehatan dan farmasi,
dan bidang-bidang lainnya.[4][5]
Fungsi Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud di atas meliputi:
1. Kegiatan manufaktur, rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan
akhir, pengepakan, dan pengepakan ulang atas barang dan bahan baku dari dalam dan luar negeri,
pelayanan perbaikan atau rekondisi permesinan, dan peningkatan mutu;
2. Penyediaan dan pengembangan prasarana dan sarana air dan sumber air, prasarana dan sarana
perhubungan termasuk pelabuhan laut dan bandar udara, bangunan dan jaringan listrik, pos dan
telekomunikasi, serta prasarana dan sarana lainnya.[4]
Dalam perkembangan kawasan strategis, Kawasan Bebas merupakan kawasan yang paling banyak
dibangun diantara kawasan strategis yang lain (Pakdeenurit, 2014). merupakan Pada saat sekarang Kawasan
Bebas yang berada di wilayah Indonesia terdapat di Batam, Sabang, Bintan dan Karimun.[2] Beberapa
peraturan perundang-undangan yang menetapkan keempat Kawasan Bebas tersebut antara lain[3]

1. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000[6] yang ditetapkan menjadi undang-undang dengan
UU Nomor 37 Tahun 2000[7] (Beleid terbaru yakni PP Nomor 83 Tahun 2010[8]).
2. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, yang ditetapkan dengan PP Nomor 46
Tahun 2007[9] sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP Nomor 62 Tahun 2019.[5]
3. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan, yang ditetapkan dengan PP Nomor 47
Tahun 2007[10] sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP Nomor 41 Tahun 2017.[11]
4. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun, yang ditetapkan dengan PP Nomor 48
Tahun 2007[12] sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP Nomor 40 Tahun 2017.[13]
Ketentuan Umum Lalu Lintas
• Walaupun Kawasan Bebas dibedakan dari Daerah Pabean, Peraturan perundang-undangan karantina
manusia, hewan, ikan dan tumbuh-tumbuhan untuk wilayah Republik Indonesia tetap berlaku di dalam
Kawasan Bebas.
• Peraturan perundang-undangan di bidang keimigrasian Republik Indonesia tetap berlaku di dalam
Kawasan Bebas, meskipun dapat diberikan kemudahan/fasilitas keimigrasian bagi orang asing pelaku
bisnis perdagangan bebas di dalamnya.
• Mata uang Rupiah juga merupakan alat pembayaran yang sah di seluruh Kawasan Bebas di Indonesia
sebagaimana di dalam tempat lain di wilayah Republik Indonesia.[4]
• Segala pemasukan atau pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas, wajib dilakukan
di pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk dan hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang
mendapat izin dari Badan Pengusahaan Kawasan. Pengusaha pun hanya dapat memasukkan barang
yang berhubungan dengan kegiatan usahanya.
• Walau tetap wajib menyampaikan Pemberitahuan Pabean, pemasukan dan pengeluaran barang tidak
perlu dilakukan oleh pengusaha yang mendapatkan izin dari Badan Pengusahaan kawasan dalam hal:
1. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan
asas timbal balik;
2. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia;
3. barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah untuk umum, amal, sosial, kebudayaan, atau
untuk kepentingan penanggulangan bencana alam;
4. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
5. persenjataan, amunisi, perlengkapan militer dan kepolisian, termasuk suku cadang yang
diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
6. barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan;
7. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
8. barang pindahan;
9. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman;
10. obat-obat yang dimasukkan dengan menggunakan anggaran pemerintah yang diperuntukkan bagi
kepentingan masyarakat;
11. bahan terapi manusia, pengelompokan darah, dan bahan penjenisan jaringan;
12. peralatan dan bahan yang digunakan untuk mencegah pencemaran lingkungan;
13. barang oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
14. barang untuk keperluan olahraga yang dimasukkan oleh induk organisasi olahraga nasional;
15. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk
umum serta barang untuk konservasi alam;
16. buku ilmu pengetahuan; dan
17. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya.[14]
Pengusaha tersebut tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Serta penyerahan
yang terjadi di dalam Kawasan Bebas dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN).[3]
Meskipun namanya Kawasan Bebas, fasilitas perpajakan dalam kawasan tersebut tidak serta merta
dibebaskan dari pengenaan PPN. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2012, dijelaskan
bagaimana fasilitas tersebut diterapkan, terutama dalam hal terjadi pemasukan dan pengeluaran barang
ke dan dari serta berada di kawasan yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas.[4]
Dalam Pasal 16B UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN sebagaimana diubah terakhir dengan UU
Nomor 42 Tahun 2009, dikenal dua istilah fasilitas PPN, yaitu tidak dipungut dan dibebaskan. Pada ayat
(1) Pasal ini disebutkan bahwa Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari
pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya yang salah satunya untuk kegiatan di
kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean seperti Kawasan Bebas ini.[15]

Perlakuan atas Pemasukan dan Pemasukan Barang


Pengeluaran dan pemasukan barang dari dan ke Kawasan Bebas beserta fasilitas PPN-nya memiliki
ketentuan sebagai berikut.
1. Pemasukan dan Pengeluaran Barang dari dan ke Luar Daerah Pabean, diberikan fasilitas PPN
dibebaskan;
2. Pemasukan Barang dari tempat lain dalam Daerah Pabean, diberikan fasilitas PPN tidak dipungut
(namun tetap dikenai PPN atas pemasukan barang yang telah dilunasi PPN-nya dengan stiker 'lunas
PPN', dan pemasukan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi);
3. Pengeluaran barang ke tempat lain dalam Daerah Pabean, wajib dilunasi PPN. Pajak Masukannya atas
PPN ini dapat dikreditkan;
4. Pemasukan dan Pengeluaran Barang dari dan ke Kawasan Bebas yang lain, diberikan fasilitas PPN
dibebaskan; dan
5. Pemasukan dan Pengeluaran Barang dari Tempat Penimbunan Berikat ataupun Kawasan Ekonomi
Khusus, diberikan fasilitas PPN tidak dipungut.

Perlakuan atas Penyerahan dan/atau Pemanfaatan BKP TB dan JKP


Penyerahan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud (BKP TB) dan Jasa Kena Pajak (JKP) dari dan ke Kawasan
Bebas beserta fasilitas PPN-nya memiliki ketentuan sebagai berikut.
1. Pemanfaatan BKP TB dan/atau JKP dari Luar Daerah Pabean, dibebaskan dari pengenaan PPN;
2. Penyerahan BKP TB dan/atau JKP di dalam Kawasan Bebas yang sama, dibebaskan dari pengenaan
PPN;
3. Penyerahan BKP TB dan/atau JKP antar Kawasan Bebas yang berbeda, dibebaskan dari pengenaan
PPN;
4. Penyerahan BKP TB dan/atau JKP ke tempat lain dalam Daerah Pabean, dikenai PPN. Namun atas
penyerahan JKP tersebut yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan
dibebaskan dari PPN, dikecualikan dari pengenaan PPN;
5. Penyerahan BKP TB dari tempat lain dalam Daerah Pabean, tidak dipungut PPN. Berlaku pula bagi
penyerahan BKP TB yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan
dibebaskan dari PPN.
6. Penyerahan JKP dari tempat lain dalam Daerah Pabean, yang penyerahannya dilakukan di tempat lain
dalam Daerah Pabean, dikenai PPN;
7. Penyerahan JKP tertentu dari tempat lain dalam Daerah Pabean, tidak dipungut PPN. Berlaku pula bagi
penyerahan JKP yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan
dibebaskan dari PPN.
8. Penyerahan BKP TB dan/atau JKP dari Tempat Penimbunan Berikat atau Kawasan Ekonomi Khusus,
tidak dipungut PPN; dan
9. Penyerahan BKP TB dan/atau JKP ke Tempat Penimbunan Berikat atau Kawasan Ekonomi
Khusus, dikenai PPN;
10. Penyerahan JKP berupa jasa angkutan udara di dalam Kawasan Bebas, dibebaskan dari pengenaan
PPN. Jika penyerahannya dari dan ke tempat lain dalam Daerah Pabean, dikenai PPN; dan
11. Penyerahan JKP berupa jasa telekomunikasi di dalam Kawasan Bebas, dibebaskan dari pengenaan
PPN. Jika penyerahannya dari dan ke tempat lain dalam Daerah Pabean ataupun Tempat Penimbunan
berikat, dikenai PPN. Namun, jika penyerahan jasa ini dilakukan dari tempat-tempat tersebut ke
Kawasan Bebas dengan menggunakan jaringan berkabel, penyerahan ini dikecualikan dari pengenaan
PPN.[14]

Berikut ini diuraikan regulasi tentang Kawasan Bebas dan Pelabuhan Bebas:

A. Kawasan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang


Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 secara resmi menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang
menjadi Undang-Undang. Perlakuan PPN atau PPN&PPnBM di Kawasan Bebas Sabang berlaku ketentuan
yang diatur dalam PP No. 10 tahun 2012 jo. PMK No. 62/PMK.04/2012 tgl. 26 April 2012.
Beberapa pokok ketentuan yang diatur dalam peraturan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang yang selanjutnya disebut Kawasan
Sabang adalah suatu Kawasan yang berada di dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak
pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah dan cukai.
2. Kawasan Sabang adalah kawasan yang meliputi Kota Sabang (Pulau Weh, Pulau Klah, Pulau Rubiah,
Pulau Seulako, Pulau Rondo), Pulau Breuh, Pulau Nasi dan Pulau Teunom serta pulau-pulau kecil
di sekitarnya, yang terletak dalam batas-batas koordinat yang ditetapkan sebagaimana terlampir
dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
ini.
3. Dalam Kawasan Sabang dilakukan kegiatan-kegiatan di bidang ekonomi seperti sektor perdagangan,
jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan telekomunikasi,
perbankan, asuransi, pariwisata, dan bidang-bidang lainnya.
4. Kawasan Sabang merupakan wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Kawasan Sabang sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas ditetapkan untuk
jangka waktu 70 (tujuh puluh) tahun sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang ini.
6. Kawasan Sabang mempunyai fungsi sebagai tempat untuk mengembangkan usaha-usaha di bidang
perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan
telekomunikasi, perbankan, asuransi, pariwisata dan bidang-bidang lainnya.
7. Fungsi sebagaimana dimaksud dalam butir 6 meliputi:
a. kegiatan manufaktur, rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan
akhir, pengepakan, dan pengepakan ulang atas barang dan bahan baku dari dalam dan luar
negeri, pelayanan perbaikan atau rekondisi permesinan, dan peningkatan mutu;
b. penyediaan dan pengembangan prasarana dan sarana air dan sumber air, prasarana dan sarana
perhubungan termasuk pelabuhan laut dan bandar udara, bangunan dan jaringan listrik, pos dan
telekomunikasi, serta prasarana dan sarana lainnya.
8. Untuk memperlancar kegiatan Kawasan Sabang, Badan Pengusahaan Kawasan Sabang diberi
wewenang mengeluarkan izin-izin usaha dan izin usaha lainnya yang diperlukan bagi para pengusaha
yang mendirikan dan menjalankan usaha di Kawasan Sabang melalui pelimpahan wewenang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
9. Barang-barang yang terkena ketentuan larangan, dilarang dimasukkan ke Kawasan Sabang.
10. Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Sabang hanya dapat dilakukan oleh
pengusaha yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Sabang.
11. Pengusaha hanya dapat memasukan barang ke Kawasan Sabang yang berhubungan dengan kegiatan
usahanya.
12. Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Sabang melalui pelabuhan dan bandar
Udara yang ditunjuk dan berada di bawah pengawasan pabean diberikan pembebasan bea masuk,
pembebasan pajak pertambahan nilai, pembebasan pajak penjualan atas barang mewah, dan
pembebasan cukai.
13. Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Sabang ke Daerah Pabean diberlakukan
tata laksana kepabeanan di bidang impor dan ekspor dan ketentuan di bidang cukai.
14. Pemasukan barang konsumsi dari luar Daerah Pabean untuk kebutuhan penduduk di Kawasan
Sabang diberikan pembebasan bea masuk, PPN, pajak penjualan atas barang mewah, dan cukai.
15. Jumlah dan jenis barang yang diberikan fasilitas ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan
Sabang.
16. Peraturan perundang-undangan karantina manusia, hewan, ikan dan tumbuh-tumbuhan untuk wilayah
Indonesia tetap berlaku di dalam Kawasan Sabang.
17. Badan Pengusahaan Kawasan Sabang dapat bekerja sama dengan pejabat-pejabat instansi yang
berwenang, untuk melancarkan pemeriksaan dan kerja sama lainnya.
18. Mata uang Rupiah adalah alat pembayaran yang sah di seluruh Kawasan Sabang.
19. Pemasukan dan pengeluaran mata uang Rupiah antar Daerah Pabean ke dan dari Kawasan Sabang
tunduk pada peraturan-peraturan yang ditetapkan Pemerintah, sedangkan pemasukan dan
pengeluaran mata uang Rupiah antara Kawasan Sabang dengan luar negeri tunduk kepada peraturan
umum yang berlaku di Daerah Pabean.
20. Mata uang asing dapat diperjualbelikan di Kawasan Sabang melalui bank atau pedagang valuta asing
yang mendapat izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
21. Di dalam Kawasan Sabang, semua transaksi perdagangan internasional dilakukan dalam valuta asing
oleh bank yang mendapat izin sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
22. Peraturan perundang-undangan di bidang keimigrasian Republik Indonesia tetap berlaku di dalam
Kawasan Sabang.
23. Pemberian kemudahan/fasilitas keimigrasian bagi orang asing pelaku bisnis perdagangan bebas pada
Kawasan Sabang diatur dengan Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
24. Badan Pengusahaan Kawasan Sabang, dengan persetujuan Dewan Kawasan Sabang dapat mengadakan
peraturan di bidang tata tertib pelayaran dan penerbangan, lalu lintas barang di pelabuhan dan
penyediaan fasilitas pelabuhan, dan lain sebagainya serta penetapan tarif untuk segala macam jasa
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
25. Badan Pengusahaan Kawasan Sabang mengusahakan sumber-sumber pendapatan sendiri untuk
membiayai rumah tangganya.
26. Badan Pengusahaan Kawasan Sabang dapat juga memperoleh sumber-sumber pendapatan yang berasal
dari sumber APBN, APBD, serta sumber-sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang- undangan yang berlaku.
27. Badan Pengusahaan Kawasan Sabang wajib mengelola keuangan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
28. Setiap tahun Badan Pengusahaan Kawasan Sabang wajib menyusun Anggaran Pendapatan dan
Belanja, yang disahkan oleh Dewan Kawasan Sabang.
29. Setiap tahun Laporan Keuangan Badan Pengusahaan Kawasan Sabang diperiksa oleh lembaga
pemeriksa keuangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
30. Kawasan Sabang dapat menerima pinjaman dari dalam negeri maupun luar negeri dengan
persetujuan Dewan Kawasan Sabang, DPRD Propinsi, melalui Pemerintah Pusat.
B. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam
PP No. 46 Tahun 2007 Tgl. 20 Agustus 2007
Dengan Peraturan Pemerintah ini, kawasan Batam ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas untuk jangka waktu 70 (tujuh puluh) tahun sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah
ini. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam meliputi Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau
Setokok, Pulau Nipah, Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau Galang Baru.
Di dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam dilakukan kegiatan-kegiatan
di bidang ekonomi, seperti sektor perdagangan, maritim, industri, perhubungan, perbankan, pariwisata dan
bidang lainnya. Bidang lainnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah tersendiri. Pengembangan
kegiatan-kegiatan di bidang ekonomi di dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas pada
kawasan dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam.
Semua aset Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam dialihkan menjadi aset Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, kecuali aset yang telah diserahkan
kepada Pemerintah Kota Batam, sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. Pegawai pada Otorita
Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam dialihkan menjadi pegawai pada Badan Pengusahaan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
Hak Pengelolaan atas tanah yang menjadi kewenangan Otorita Pengembangan Daerah Industri
Pulau Batam dan Hak Pengelolaan atas tanah yang menjadi kewenangan Pemerintah Kota Batam yang
berada di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam beralih kepada Badan Pengusahaan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Hak-hak yang ada diatas Hak Pengelolaan atas tanah tetap berlaku sampai masa berlakunya berakhir. Untuk
perpanjangan/pembaharuan hak setelah hak berakhir, akan diberikan sesuai dengan Peraturan Perundang-
undangan.

C. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan


PP No. 47 Tahun 2007 Tgl 20 Agustus 2007
Dengan Peraturan Pemerintah ini, kawasan Bintan ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas untuk jangka waktu 70 (tujuh puluh) tahun sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah
ini. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan meliputi: Sebagian dari wilayah Kabupaten
Bintan serta seluruh Kawasan Industri Galang Batang, Kawasan Industri Maritim, dan Pulau Lobam; serta
Sebagian dari wilayah Kota Tanjung Pinang yang meliputi Kawasan Industri Senggarang dan Kawasan
Industri Dompak Darat.
Di dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan dilakukan kegiatan-kegiatan
di bidang ekonomi, seperti sektor perdagangan, maritim, industri, perhubungan, perbankan, pariwisata dan
bidang lainnya. Bidang lainnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah tersendiri. Pengembangan
kegiatan-kegiatan di bidang ekonomi di dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas pada
kawasan dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bintan dan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Tanjung Pinang.

D. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun


PP No. 48 Tahun 2007 Tgl. 20 Agustus 2007
Dengan Peraturan Pemerintah ini, kawasan Karimun ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas untuk jangka waktu 70 (tujuh puluh) tahun sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah
ini. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun meliputi sebagian dari wilayah Pulau
Karimun dan seluruh Pulau Karimun Anak.

Di dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun dilakukan kegiatan-
kegiatan di bidang ekonomi, seperti sektor perdagangan, maritim, industri, perhubungan, perbankan,
pariwisata dan bidang lainnya. Bidang lainnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.
Pengembangan kegiatan-kegiatan di bidang ekonomi di dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas pada kawasan dilakukan sesuai dengan rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Karimun.

CONTOH PENGHITUNGAN PPN ATAU PPN & PPnBM

a. Pengeluaran BKP Dari Kawasan Bebas Ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean
1) Barang Asal Luar Daerah Pabean
PT Batam (pengusaha di Kawasan Bebas) memasukkan 10 Unit TV Plasma
(termasuk BKP yang tergolong mewah dengan tarif 10%) dari Luar Daerah Pabean
yang kemudian dijual seluruhnya kepada PT Jakarta (pengusaha di tempat lain
dalam Daerah Pabean) dengan harga jual per unit @ Rp 6.000.000,00. Pengiriman
barang dilakukan melalui pelabuhan Sekupang Batam kepada PT Jakarta (pengusaha
di tempat lain dalam Daerah Pabean) tanggal 12 Maret 20 21.
Penghitungan Pajak PPN atau PPN & PPnBM yang terutang dan ketentuan perpajakan
atas pengeluaran BKP tersebut adalah sebagai berikut :
Dasar Pengenaan Pajak (10 X 6.000.000,00) Rp. 60.000.000,00
PPN yang terutang (10% X DPP) Rp. 6.000.000,00
PPnBM yang terutang (10% X DPP) Rp. 6.000.000,00
- PT Batam (Orang yang mengeluarkan barang) memungut dan menyetor PPN atau
PPN&PPnBM yang terutang dengan menggunakan E-Billing;
- Pemungutan dan penyetoran PPN atau PPN & PPnBM paling lama tanggal 12
Maret 2012;
- SSP diisi dengan cara:
a. pada kolom nama dan kolom NPWP diisi dengan nama dan NPWP
PT Jakarta;
b. Pada kolom Wajib Pajak/penyetor selain dicantumkan nama penyetor, juga dicantumkan
nama dan NPWP PT. Batam
- PPN yang dibayar atas pengeluaran TV plasma tersebut merupakan Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan oleh PT Jakarta sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

2) Barang Asal Kawasan Bebas


PT Batam (pengusaha di Kawasan Bebas) memasukkan komponen TV dari luar
Daerah Pabean. Kemudian PT Batam merakit komponen TV tersebut dengan
menambahkan komponen lokal sehingga menjadi TV plasma sebanyak 10 unit dengan
merek TV ”FTZ” (termasuk BKP yang tergolong mewah dengan tarif 10%).
Selanjutnya PT Batam menjual seluruh unit TV plasma tersebut kepada PT Surabaya
(pengusaha di tempat lain dalam Daerah Pabean) dengan harga jual per unit
@ Rp 5.000.000,00. Pengiriman barang dilakukan melalui pelabuhan Batu
Ampar Batam tanggal 12 Maret 2012.
Penghitungan PPN atau PPN&PPnBM yang terutang dan ketentuan perpajakan atas
pengeluaran BKP tersebut adalah sebagai berikut :
Dasar Pengenaan Pajak (10 X 5.000.000,00 ) Rp 50.000.000,00
PPN yang terutang (10% X DPP) Rp 5.000.000,00
PPnBM yang terutang (10% X DPP) Rp 5.000.000,00
- PT Batam (Orang yang mengeluarkan barang) memungut dan menyetor PPN dan
PPnBM yang terutang dengan menggunakan e-billing;
- Pemungutan dan penyetoran PPN atau PPN&PPnBM yang terutang (oleh PT
Batam) paling lama pada tanggal 12 Maret 2012;
- SSP diisi dengan cara:
a. pada kolom nama dan kolom NPWP diisi dengan nama dan NPWP PT
Surabaya;
b. pada kolom Wajib Pajak/ penyetor selain dicantumkan nama penyetor, juga
dicantumkan nama dan NPWP PT Batam.
- PPN yang dibayar atas pengeluaran TV tersebut merupakan Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan oleh PT Surabaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
3) Barang Asal Tempat L ain Dalam Daerah Pabean
PT Batam (pengusaha di Kawasan Bebas) membeli 10 unit TV plasma (termasuk BKP
yang tergolong mewah dengan tarif 10%) dari PT Monas di Jakarta dengan Harga per
unit Rp 4.000.000,00. Kemudian PT Batam menjual seluruhnya kepada PT Horas di
Medan dengan harga jual per unit @ Rp 5.000.000,00. Pengiriman barang dilakukan
melalui pelabuhan Sekupang Batam tanggal 16 Maret 2012.
Perhitungan PPN atau PPN&PPnBM yang terutang dan ketentuan perpajakan atas
pengeluaran BKP tersebut adalah sebagai berikut :

Dasar Pengenaan Pajak (10 X 5.000.000,00) Rp 50.000.000,00


PPN yang terutang (10% X DPP) Rp 5.000.000,00
PPnBM yang terutang (10% X DPP) Rp 5.000.000,00
- PT Batam (Orang yang mengeluarkan barang) memungut dan menyetor PPN atau
PPN&PPnBM yang terutang dengan menggunakan e-Billing.
- Pemungutan dan penyetoran PPN atau PPN & PPnBM yang terutang (oleh PT.
Batam) paling lama pada tanggal 16 Maret 2012;
- SSP diisi dengan cara:
a. pada kolom nama dan kolom NPWP diisi dengan nama dan NPWP PT. Horas;
b. pada kolom Wajib Pajak/ penyetor selain dicantumkan nama penyetor, juga
dicantumkan nama dan NPWP PT Batam
- PPN yang dibayar atas pengeluaran TV plasma tersebut merupakan Pajak Masukan
yang dapat dikreditkan oleh PT Horas sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.

b. Penyerahan BKP Tidak Berwujud


PT Batam (pengusaha di Kawasan Bebas) pemilik merek dagang BETMEN
menandatangani kontrak penggunaan merek BETMEN dengan PT Monas di Jakarta
dengan nilai kontrak penggunaan merek adalah sebesar Rp. 500.000.000,00. PT Monas
mulai menggunakan awal bulan April 2012.
Penghitungan PPN yang terutang dan ketentuan perpajakan atas penyerahan BKP
Tidak Berwujud tersebut adalah sebagai berikut:
Dasar Pengenaan Pajak Rp 500.000.000,00
PPN yang terutang (10% X DPP) Rp 50.000.000,00
- PPN yang terutang dipungut dan disetor oleh PT Monas dengan menggunakan
SSP paling lama tanggal 15 Mei 2012;
- e-billing pada kolom nama dan kolom NPWP diisi dengan nama dan NPWP PT
Monas;
- PPN yang dibayar oleh PT Monas merupakan Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan oleh PT Monas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan.

Penyerahan JKP
PT Batam (pengusaha di Kawasan Bebas) melakukan jasa layanan perbaikan purna
jual bagi pengguna TV Plasma merek ”FTZ”. Pada tanggal 16 April 20 12 PT
Batam melakukan jasa perbaikan kepada Haji Amin (PKP di Medan). Atas jasa
perbaikan tersebut Haji Amin dikenakan biaya Rp 500.000,00.

Penghitungan PPN yang terutang atas penyerahan BKP tersebut dan


ketentuan perpajakan sebagai berikut:
Dasar Pengenaan Pajak Rp 500.000,00
PPN yang terutang (10% X DPP) Rp 50.000,00
- PPN yang terutang dipungut dan disetor Oleh Haji Amin dengan menggunakan e-
billing paling lama tanggal 15 Mei 2012;
- Surat Setoran Pajak pada kolom nama dan kolom NPWP diisi dengan nama dan
NPWP Haji Amin;
- PPN yang dibayar oleh Haji Amin merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
oleh Haji Amin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.

c. Pengeluaran BKP dari Pusat di Kawasan Bebas ke Cabang di tempat lain dalam
Daerah Pabean atau dari Cabang di Kawasan Bebas ke Cabang di tempat lain dalam
Daerah Pabean atau dari Cabang di Kawasan Bebas ke Pusat di tempat lain
dalam Daerah Pabean.

PT Batam (pengusaha di Kawasan Bebas) memasukkan komponen TV dari Luar Daerah Pabean
dengan Nilai Impor Rp 20.000.000,00. Kemudian PT Batam merakit komponen TV tersebut dengan
menambahkan komponen lokal sehingga menjadi TV plasma sebanyak 10 unit dengan merek TV
”FTZ” (termasuk BKP yang tergolong mewah dengan tarif 10%). Selanjutnya pada tanggal
17 April 2012 PT Batam menyerahkan seluruh unit TV plasma tersebut kepada cabang PT
Batam di Medan (Cabang PT Batam merupakan PKP) dengan harga pasar wajar Rp
30.000.000,00.

Penghitungan PPN atau PPN&PPnBM yang terutang dan ketentuan perpajakan atas
pengeluaran BKP tersebut sebagai berikut :
Dasar Pengenaan Pajak Rp 30.000.000,00
PPN yang terutang (10% X DPP) Rp 3.000.000,00
PPnBM yang terutang (10 % X DPP) Rp 3.000.000,00
- PT Batam (Orang yang mengeluarkan barang) memungut dan menyetor PPN
atau PPN&PPnBM yang terutang dengan menggunakan e-Billing;
- Pemungutan dan penyetoran PPN atau PPN&PPnBM yang terutang (oleh PT
Batam) paling lama pada tanggal 17 April 2012;
SSP diisi dengan cara:
a. pada kolom nama dan kolom NPWP diisi dengan nama dan NPWP PT.
Batam cabang Medan;
b. pada kolom Wajib Pajak/ penyetor selain dicantumkan nama penyetor, juga
dicantumkan nama dan NPWP PT Batam cabang Batam.
PPN yang dibayar atas pengeluaran TV tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan oleh PT Batam cabang Medan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.

III. CONTOH PENGHITUNGAN PPN ATAS PENYERAHAN JASA ANGKUTAN


UDARA DALAM NEGERI DI DALAM KAWASAN BEBAS, DARI TEMPAT LAIN
DALAM DAERAH PABEAN KE KAWASAN BEBAS, DAN DARI KAWASAN BEBAS
KE TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN.
a. PT Batam Express Airlines adalah maskapai udara yang bertempat kedudukan di Batam.
Maskapai ini melayani rute penerbangan dalam negeri khusus wilayah pulau Batam. Pada
tanggal 18 April 20 12 Nyonya Mona yang bertempat tinggal di Sekupang melakukan
perjalanan dari Sekupang ke Bandar Udara Hang Nadim Batam menggunakan
helikopter dengan harga tiket Rp 10.000.000,00.
Atas penyerahan jasa angkutan udara di dalam Kawasan Bebas dibebaskan dari
pengenaan PPN.
b. PT Batam Airways adalah maskapai udara yang bertempat k:edudukan di Batam. Maskapai
ini melayani rute penerbangan dalam negeri. Pada tanggal 23 April 2012 Nyonya Sora
yang bertempat tinggal di Pekanbaru melakukan perjalanan dari Bandar Udara Hang Nadim
Batam ke Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru menggunakan helikopter dengan
harga tiket Rp 10.000.000,00.
Penghitungan PPN yang terutang dan ketentuan perpajakan atas pembelian tiket tersebut
sebagai berikut:
Dasar Pengenaan Pajak Rp 10.000.000,00
PPN yang terutang ( 10% X DPP) Rp 1.000.000,00
PPN yang terutang disetor sendiri oleh Nyonya Sora dengan menggunakan e-billing paling
lama tanggal 15 Mei 2012.
Apabila Nyonya Sora adalah Pengusaha Kena Pajak maka dapat mengkreditkan PPN
yang telah disetorkan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan

c. Dari Tempat Lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas


PT Jakarta Airlines adalah maskapai udara yang bertempat kedudukan dan dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak di Jakarta. Maskapai ini melayani rute penerbangan
dalam negeri. Pada tanggal 18 April 20 12 Nyonya Mona melakukan perjalanan dari
Jakarta ke Batam menggunakan maskapai tersebut dengan harga tiket Rp 1.100.000,00
(sudah termasuk PPN).
Penghitungan PPN yang terutang dan ketentuan perpajakan atas pembelian tiket tersebut
sebagai berikut:
- Dasar Pengenaan Pajak (100/110 X Rp 1.100.000,00) Rp 1.000.000,00
PPN yang terutang (10% X DPP) Rp 100.000,00
- PPN yang terutang dipungut oleh PT Jakarta Airlines pada saat pembelian tiket
tersebut.
d. Dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean
PT Jakarta Airlines adalah maskapai udara yang bertempat kedudukan dan dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak di Jakarta. Maskapai ini melayani rute penerbangan
dalam negeri. Pada tanggal 22 April 2012 Nyonya Mona melakukan perjalanan dari
Batam ke Jakarta menggunakan maskapai tersebut dengan harga tiket Rp 1.650.000,00
(sudah termasuk PPN).
Penghitungan PPN yang terutang dan ketentuan perpajakan atas pembelian tiket tersebut
sebagai berikut:
- Dasar Pengenaan Pajak (100/110 X Rp 1.650.000,00) Rp 1.500.000,00
- PPN yang terutang (10% X DPP) Rp 150.000,00
PPN yang terutang dipungut oleh PT Jakarta Airlines pada saat pembelian tiket
tersebut.

IV. CONTOH PENGHITUNGAN PPN ATAS PENYERAHAN JASA TELEKOMUNIKASI


DI DALAM KAWASAN BEBAS, DARI TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN
ATAU TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT KE KAWASAN BEBAS, DAN DARI
KAWASAN BEBAS KE TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN ATAU TEMPAT
PENIMBUNAN BERIKAT

a. PT. Batam Satellite adalah perusahaan operator penyedia jasa telekomunikasi bertempat
kedudukan di Batam yang mempunyai pelanggan di wilayah Batam, Bintan, Karimun,
dan Pekanbaru. Diketahui Tuan Batami bertempat tinggal di Batu Ampar, Batam
sedangkan Tuan Bintanu bertempat tinggal di Tanjung Uban, Bintan dan Tuan Kariman
bertempat tinggal di Tanjung Balai, Karimun serta Tuan Pandaru bertempat tinggal di
Pekanbaru. Pada bulan Mei 2012 diterbitkan tagihan kepada:
Tuan Batami Rp 150.000,00
Tuan Bintanu Rp 200.000,00
Tuan Kariman Rp 225.000,00
Tuan Pandaru Rp 500.000,00
Atas pemanfaatan jasa telekomunikasi dari PT Batam Satellite kepada Tuan Batami, Tuan
Bintanu, dan Tuan Kariman dibebaskan dari pengenaan PPN. Sedangkan atas pemanfaatan
jasa telekomunikasi kepada Tuan Pandaru dikenai PPN dengan perhitungan sebagai berikut:
Dasar Pengenaan Pajak Rp. 500.000,00
PPN yang terutang ( 10% X DPP) Rp. 50.000,00
PPN yang terutang disetor sendiri oleh Tuan Pandaru dengan menggunakan e-billing
paling lama tanggal 15 Juni 2012.
Apabila Tuan Pandaru adalah Pengusaha Kena Pajak maka dapat mengkreditkan PPN yang
telah disetorkan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.

b. PT Riau Telekomunikasi adalah perusahaan operator penyedia jasa telekomunikasi seluler


dan f ixed line bertempat kedudukan di Pekanbaru yang mempunyai pelanggan di wilayah
Batam, Bintan, Karimun, dan Pekanbaru. Diketahui Tuan Batami bertempat tinggal di Batu
Ampar, Batam sedangkan Tuan Bintanu bertempat tinggal di Tanjung Uban, Bintan dari
Tuan Kariman bertempat tinggal di Tanjung Balai, Karimun serta Tuan Pandaru
bertempat tinggal di Pekanbaru. Pada bulan Mei 2012 diterbitkan tagihan kepada keempat
pelanggan tersebut.
Atas pemanfaatan jasa telekomunikasi berlaku ketentuan sebagai berikut:
- apabila PT Riau Telekomunikasi dalam menyediakan jasa telekomunikasi
menggunakan jaringan nirkabel (seluler) kepada Tuan Batami, Tuan Bintanu, Taran
Kariman, dan Tuan Pandaru dikenai PPN.
PPN yang terutang dipungut dari dilaporkan oleh PT Riau Telekomunikasi melalui
pelaporan SPT Masa PPN Mei 2012.
- apabila PT Riau Telekomunikasi dalam menyediakan jasa telekomunikasi menggunakan
jaringan berkabel (f ixed line) kepada Tuan Batami, Tuan Bintanu, dan Tuan Kariman
dibebaskan dari pengenaan PPN, sementara kepada Tuan Pandaru dikenai PPN.

KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK) INDONESIA


http://kek.go.id/kek-indonesia

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah kawasan dengan batas tertentu yang tercangkup dalam daerah
atau wilayah untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.

Dalam rangka mempercepat pencapaian pembangunan ekonomi nasional, diperlukan peningkatan


penanaman modal melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan ekonomi dan geostrategis. Kawasan
tersebut dipersiapkan untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor dan kegiatan ekonomi lain yang
memiliki nilai ekonomi tinggi. Pengembangan KEK bertujuan untuk mempercepat perkembangan daerah dan
sebagai model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, antara lain industri, pariwisata
dan perdagangan sehingga dapat meningkatkan lapangan pekerjaan. Pada Pasal 31 UU No 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal telah menyebutkan adanya pengaturan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sebagai
bagian dari kegiatan penanaman modal di Indonesia. Cikal bakal dari kegiatan KEK sudah ada dengan
diundangkannya UU tentang Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Free Trade Zone). Sedangkan dasar
hukum pembentukan KEK ini adalah UU No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

KEK merupakan kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan
berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, di bidang perdagangan, jasa, pertambangan dan
energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan telekomunikasi, pariwisata, dan dan kegiatan ekonomi lain
yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Sesuai dengan hal tersebut, KEK terdiri atas
satu atau beberapa Zona, antara lain Zona pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi,
pariwisata, dan energi yang kegiatannya dapat ditujukan untuk ekspor dan untuk dalam negeri. Kriteria yang
harus dipenuhi agar suatu daerah dapat ditetapkan sebagai KEK adalah sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah, tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung, adanya dukungan dari pemerintah
provinsi/kabupaten/kota dalam pengelolaan KEK, terletak pada posisi yang strategis atau mempunyai potensi
sumber daya unggulan di bidang kelautan dan perikanan, perkebunan, pertambangan, dan pariwisata, serta
mempunyai batas yang jelas, baik batas alam maupun batas buatan. Di dalam setiap KEK disediakan lokasi
untuk usaha mikro, kecil, menengah (UMKM), dan koperasi, baik sebagai Pelaku Usaha maupun sebagai
pendukung kegiatan perusahaan yang berada di dalam KEK.

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) disematkan untuk daerah yang berpotensi untuk berkembang melalui
penanaman modal intensif. Tujuannya untuk memaksimalkan kinerja industri dalam perdagangan ataupun
pariwisata, serta membuka lapangan kerja. Tujuannya untuk menarik lebih banyak investor asing ke Indonesia.
Tercatat sudah ada 12 KEK yang sedang dibangun, namun pengembangan KEK belum memuaskan dan
memberikan hasil signifikan. Sebab Indonesia belum memiliki role model yang dapat dijadikan sebagai
benchmark untuk pengembangan KEK di wilayah lain.

Tujuan utama dari pembentukan KEK adalah untuk: (1) merangsang pertumbuhan ekonomi melalui
promosi ekspor, (2) menarik investasi asing dan peningkatan pemasukan devisa, (3) meningkatkan lapangan
kerja dan (4) menciptakan transfer teknologi dan manajemen. Dalam kasus Cina, KEK juga berfungsi sebagai
percobaan untuk mengujicobakan implementasi kebijakan kapitalis (Leong 2012).

Agenda Prioritas Nasional


Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus diarahkan untuk memberikan kontribusi optimal dalam
pencapaian 4 (empat) agenda prioritas nasional yang tertuang di Nawacita, yaitu:
• Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah – daerah dan desa dalam kerangka negara
kesatuan;
• Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia;
• Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional;
• Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor – sektor strategis ekonomi
domestik (http://kek.go.id/kek-indonesia)

Sasaran Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus


• Meningkatkan penanaman modal melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan
geostrategic. Geoekonomi adalah kombinasi faktor ekonomi dan geografi dalam perdagangan internasional.
Geostrategi adalah kombinasi faktor geopolitik (pengaruh faktor geografi, ekonomi, dan demografi dalam
politik luar negeri suatu negara) dan strategi yang memberikan peran tertentu pada suatu kawasan geografis;
• Optimalisasi kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi
tinggi;
• Mempercepat perkembangan daerah melalui pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru untuk
keseimbangan pembangunan antar wilayah; dan
• Mewujudkan model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, antara lain industri,
pariwisata dan perdagangan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan.

Kawasan Ekonomi Khusus terdiri atas satu atau beberapa zona, yaitu: Pengolahan ekspor, Logistik,
Pengembangan teknologi, Industri, Pariwisata, Energi, Ekonomi Lainnya.
(http://kek.go.id/kek-indonesia)

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) disematkan untuk daerah yang berpotensi untuk berkembang melalui
penanaman modal intensif. Tujuannya untuk memaksimalkan kinerja industri dalam perdagangan ataupun
pariwisata, serta membuka lapangan kerja. Berikut adalah 12 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Indonesia :

No KEK & Lokasi Dasar Bisnis Luas Lahan


Hukum
1 Sei Mangkei, Peraturan • Industri kelapa sawit dan karet dan difokuskan 2.002,7 Ha
Sumatera Utara Pemerintah untuk menjadi pusat pengembangan industri kelapa
No. 29 Tgl sawit dan karet hilir berskala besar dan berkualitas
27/2/2012 internasional. Sebagai kawasan industri yang
berada di sentra bahan baku berbasis agro dan dekat
dengan Selat Malaka.
• Logistik dan pariwisata. Terbuka akan potensi
industri lainnya terutama di sektor hilir dengan nilai
tambah yang tinggi.
2 Tanjung Api-Api Peraturan Di fokuskan untuk kegiatan utama industri karet, 2.029,48 Ha
Provinsi Pemerintah kelapa sawit, dan petrokimia. Selain potensi daerah di
Sumatera Selatan Nomor 51 sektor agro, serta memiliki potensi sumber daya alam
Tahun 2014 gas bumi dan batu bara yang melimpah

3 Tanjung Kelayang Peraturan Termasuk ke dalam 10 destinasi pariwisata prioritas 324,4 Ha


Pulau Belitung Pemerintah memiliki objek wisata bahari dengan pantai berpasir
Nomor 6 putih dan panorama yang eksotis. Pantai yang dihiasi
Tahun 2016 batuan granit raksasa merupakan ciri khas dari pantai
di kawasan ini. Kawasan ini berdekatan dengan
pulau-pulau kecil disekitarnya yang juga memiliki
pesonanya tersendiri. KEK yang ditetapkan sebagai
KEK Pariwisata ini memiliki keunggulan
geostrategis, yaitu terletak antara Indonesia dan
negara ASEAN yang merupakan target captive
market.
4 Tanjung Lesung Peraturan M Memiliki dengan potensi pariwisata yang beragam, 1.500 Ha
Kabupaten Pemerintah antara lain keindahan alam pantai, keragaman flora
Pandeglang, Nomor 26 dan fauna serta kekayaan budaya yang eksotis. Juga
Banten Tahun 2012 dekat dengan atraksi wisata Banten lainnya seperti
Kawasan Tua Banten, Budaya Badui dan Debus,
Taman Nasional Ujung Kulon, Gunung Krakatau
serta wisata kepulauan.
5 Mandalika, Peraturan M Menawarkan wisata bahari dengan pesona pantai dan 1.035,67 Ha
bagian Selatan Pemerintah bawah laut yang memukau. Mandalika berasal dari
Pulau Lombok Nomor 52 nama seorang tokoh legenda, yaitu Putri Mandalika
Tahun 2014 yang dikenal dengan parasnya yang cantik. Setiap
tahunnya, masyarakat Lombok Tengah merayakan
upacara Bau Nyale, yaitu ritual mencari cacing laut
yang dipercaya sebagai jelmaan dari Putri Mandalika.
Perayaan ini merupakan budaya yang unik dan
menarik wisatawan baik lokal maupun internasional.
6 Maloy Batuta Peraturan K Kawasan ini kaya akan sumber daya alam terutama 557,34 Ha
Kabupaten Kutai Pemerintah kelapa sawit, kayu dan energi didukung dengan posisi
Timur, Provinsi Nomor 85 geostrategis yaitu terletak pada lintasan Alur Laut
Kalimantan Tahun 2014 Kepulauan Indonesia II (ALKI II). ALKI II, untuk
Timur pelayaran antara Laut Sulawesi dan Samudra Hindia
atau sebaliknya, melintasi Selat Makassar, Laut
Flores dan Selat Lombok; ALKI II merupakan
lintasan laut perdagangan internasional yang
menghubungkan Pulau Kalimantan dan Sulawesi,
serta merupakan jalur regional lintas trans
Kalimantan, dan transportasi penyeberangan ferry
Tarakan-Tolitoli, dan Balikpapan-Mamuju.
7 Palu, Sulawesi Peraturan Merupakan kawasan pertama yang didesain oleh 1.500 Ha
Tengah Pemerintah pemerintah sebagai pusat logistik terpadu dan industri
Nomor 31 pengolahan pertambangan di koridor ekonomi
Tahun 2014 Sulawesi. KEK Palu yang akan mendukung
Indonesia yang merupakan produsen nikel, kakao dan
rumput laut yang unggul di dunia. Terbentuknya
KEK Palu juga diharapkan akan mendorong hilirisasi
industri logam dan meningkatkan nilai tambah dari
komoditi agro unggulan di Pulau Sulawesi seperti
kakao, rumput laut, dan rotan
8 Bitung Sulawesi Peraturan S Sebagai salah satu penghasil ikan terbesar di 534 Ha
Utara Pemerintah Indonesia, KEK Bitung fokus pada industri
Nomor 32 pengolahan perikanan untuk menghasilkan komoditi
Tahun 2014 ekspor berkualitas internasional. Selain perikanan,
juga fokus pada industri kelapa beserta produk
turunannya yang memiliki pasar yang sangat luas dan
diminati baik dalam skala nasional maupun
internasional. Bitung diharapkan dapat menjadi pusat
pertumbuhan dan distribusi barang serta penunjang
logistik di kawasan timur Indonesia.
9 Morotai, Maluku Peraturan S Selain menjadi wisata sejarah, KEK Morotai juga 1.101,76 Ha
Utara Pemerintah memiliki keunggulan wisata bahari dengan
No. 50 keindahan pantai dan bawah laut yang mempesona.
Tahun 2014 Hamparan pasir putih halus, air laut yang jernih serta
terumbu karang yang indah merupakan daya tarik
wisata KEK Morotai. Dilintasi oleh Alur Laut
Kepulauan Indonesia III (ALKI III). ALKI III untuk
pelayaran antara Samudra Pasifik dan Samudra
Hindia atau sebaliknya, melintasi Laut Maluku, Laut
Seram, Laut Banda, Selat Ombai dan Laut Sawu, atau
Laut Banda, Selat Leti, atau Laut Banda dan Laut
Arafuru, yang juga merupakan jalur migrasi ikan
tuna, KEK Morotai merupakan sumber bahan baku
bagi industri pengolahan perikanan. Dengan potensi
yang dimiliki, KEK Morotai akan menjadi pusat
industri perikanan didukung dengan logistik yang
akan menjadikan Pulau Morotai hub internasional di
kawasan timur Indonesia.
10 Sorong Distrik Peraturan Memberikan keunggulan geoekonomi yaitu potensi 523,7 Ha
Mayamuk Pemerintah di sektor perikanan dan perhubungan laut. Lokasi
Nomor 31 tersebut juga sangat strategis untuk pengembangan
Tahun 2016 industri logistik, agro industri serta pertambangan.
Berdasarkan potensi yang dimiliki, KEK Sorong
dikembangkan dengan basis kegiatan industri
galangan kapal, agro industri, industri pertambangan
dan logistik.
11 Arun P Peraturan B fokus pada beberapa sektor yaitu energi, petrokimia,2.622,48 Ha
Lhokseumawe, Pemerintah agro industri pendukung ketahanan pangan, logistik
Aceh Utara Nomor 5 serta industri penghasil kertas kraft. Dari sektor
Tahun 2017 energi (minyak dan gas) akan dikembangkan
regasifikasi LNG, LNG Hub/ Trading, LPG Hub/
Trading, Mini LNG Plant PLTG dengan
pengembangan pembangkit listrik yang ramah
lingkungan atau clean energy solution provider.
Infrastruktur logistik juga dikembangkan untuk
mendukung input dan output dari industri minyak dan
gas, petrokimia dan agro industri, melalui
peningkatan infrastruktur pelabuhan dan dermaga
berstandar Internasional. Selain itu, Kawasan
Ekonomi Khusus Arun Lhokseumawe berpotensi
menjadi salah satu ekosistem perairan yang kaya dan
produktif dan memungkinkan menjadi basis
pengembangan industri perikanan tangkap. Dengan
potensi yang dimiliki, Kawasan Ekonomi Khusus
Arun Lhokseumawe juga akan menjadi kawasan
basis industri pertanian dengan dukungan komoditas
unggulan seperti sawit, kopi, kakao, karet, kelapa,
minyak atsiri dan lain-lain.
12 Galang Batang, Peraturan A Akan dikembangkan sebagai sentra industri 2.333,6 Ha
Bintan, Pemerintah pengolahan mineral hasil tambang (bauksit) dan
Kepulauan Riau Nomor 42 produk turunannya baik dari refinery maupun dari
Tahun 2017 proses smelter.
Sumber : Diolah dari beberapa sumber

Fasilitas Perpajakan KEK


• Setiap wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha di KEK diberikan fasilitas Pajak Penghasilan (PPh).
Selain fasilitas PPh tersebut, dapat diberikan tambahan fasilitas PPh sesuai dengan karakteristik Zona.
Fasilitas diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Fasilitas perpajakan juga dapat diberikan dalam waktu tertentu kepada penanam modal berupa
pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Impor barang ke KEK dapat diberikan fasilitas berupa:
• penangguhan bea masuk;
• pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau
• bahan penolong produksi;
• tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
• dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk barang kena pajak; dan
• tidak dipungut PPh impor.
• Penyerahan barang kena pajak dari tempat lain di dalam daerah pabean ke KEK dapat diberikan fasilitas
tidak dipungut PPN dan PPnBM berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Penyerahan barang kena pajak dari KEK ke tempat lain di dalam daerah pabean sepanjang tidak
ditujukan kepada pihak yang mendapatkan fasilitas PPN dikenakan PPN atau PPN dan PPnBM sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Barang asal impor yang dikeluarkan dari KEK dengan tujuan diimpor untuk dipakai, sepanjang
pengeluaran tersebut tidak ditujukan kepada pihak yang memperoleh fasilitas pembebasan atau
penangguhan bea masuk, cukai, atau pajak dalam rangka impor: dipungut bea masuk; dilunasi cukainya
untuk barang kena cukai; dan dikenakan PPN, atau PPN dan PPnBM, serta PPh impor berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Barang yang dikeluarkan dari KEK dengan tujuan untuk diekspor diberlakukan ketentuan ekspor
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Setiap wajib pajak yang melakukan usaha di KEK diberikan insentif berupa pembebasan atau keringanan
pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Permasalahan Kawasan Ekonomi Khusus


Beberapa permasalahan aktual yang sedang dihadapi oleh pemerintah sekarang dalam pengembangan
Kawasan Ekonomi Khusus yang tentu saja ini akan berdampak pada belum optimalnya penerimaan daerah di
Indonesia, yakni :

1. Pusat Penelitian Ekonomi LIPI menilai dari banyaknya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Indonesia
belum ada yang mampu mendongkrak investasi secara signifikan. Terutama KEK dari sektor pariwisata
yang dinilai belum terlihat progresnya. Peneliti Utama Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Maxensius Tri
Sambodo mengatakan, padahal Indonesia sudah hampir satu dasawarsa membangun KEK sejak pertama
kali disebutkan dalam UU nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang kemudian dikukuhkan
dalam UU nomor 39 tahun 2009.36
2. Empat kawasan ekonomi khusus (KEK) masih terhambat soal pembebasan lahan. KEK yang masih
terhalang proses pembebasan lahan adalah KEK Bitung, KEK Maloy, KEK Morotai, dan KEK Tanjung
Api-Api. 37 Masih banyaknya hambatan pada proses akuisisi dan perubahan kepemilikan lahan. Peneliti
LIPI menemukan di KEK Mandalika marak ditemui spekulan tanah. Sementara di KEK Tanjung
Kelayang, penguasaan lahan yang sangat tinggi oleh sekelompok orang saja. Dewan Nasional KEK
menemukan pengembangan sejumlah kawasan itu molor karena pengembang sulit menguasai lahan.
Terkait tata kelola yang selama ini masih tidak sejalan dengan upaya mempercepat kemajuan KEK,
saat ini, posisi administrator KEK yang ada di bawah Dewan Kawasan biasanya dipegang oleh Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP). Menurut Maxensius, harusnya dinas
ini cukup berperan sebagai anggota Dewan Kawasan. Ini menjadikan PM-PTSP menjadi lembaga
superbody yang mampu mengatur seluruh proses perizinan investasi. 38
3. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Maloy Batuta Trans Kalimantan (KEK MBTK) masih
mengalami banyak hambatan. Selain soal tanah, hambatan pengembangan KEK MBTK juga terjadi karena
masih minimnya infrastruktur penunjang KEK dan tanah. 39
4. Masih banyaknya hambatan pada proses akuisisi dan perubahan kepemilikan lahan. Peneliti LIPI
menemukan di KEK Mandalika marak ditemui spekulan tanah. Sementara di KEK Tanjung Kelayang,
penguasaan lahan yang sangat tinggi oleh sekelompok orang saja. "Peran Badan Usaha Milik Negara
membantu mengakuisisi lahan pariwisata," kata Maxensius. 40
5. Terkait tata kelola yang selama ini masih tidak sejalan dengan upaya mempercepat kemajuan KEK,
saat ini, posisi administrator KEK yang ada di bawah Dewan Kawasan biasanya dipegang oleh Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP). Harusnya, kata Maxensius, dinas
ini cukup berperan sebagai anggota Dewan Kawasan. "Ini menjadikan PM-PTSP menjadi lembaga
superbody yang mampu mengatur seluruh proses perizinan investasi," ujarnya. 41

_________________________
36
https://www. indonesia.com/news/20180828135834-4-30557/begini-nasib-kawasan-ekonomi-khusus-saat-ini
37
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3920909/masalah-klasik-pembebasan-lahan-hambat-
pembangunan-4-kek 16 Mar 2018.
38
TEMPO, edisi 23 Juni 2018- https://bisnis.tempo.co/read/1121307/lipi-ungkap-2-penyebab-kek-mandalika-minim-
investasi/full&view=ok
39
Kontan.co.ic. 28 Februari 2018. https://nasional. kontan.co.id/news/kek-maloy-masih-bermasalah
40
Tempo.co.id. 8/8/18- https://bisnis.tempo.co/read/1121307/lipi-ungkap-2-penyebab-kek-mandalika-minim-
investasi/ full& view=ok
41
Tempo.co.id. 8/8/18- https://bisnis.tempo.co/read/1121307/lipi-ungkap-2-penyebab-kek-mandalika-minim-
investasi/ full& view=ok
6. Sejak dicanangkan enam tahun lalu, pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK) masih jalan di
tempat lantaran infrastruktur pendukungnya belum siap. Menurut Direktur Jenderal Pengembangan
Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian Imam Haryono, dua KEK besar yakni KEK Sei
Mangkei di Sumatera Utara dan KEK Bitung di Sulawesi Utara hingga saat ini masih belum
mendapatkan pasokan listrik dan gas serta kapasitas jalan yang memadai. "Padahal harus siap
secepatnya karena investor sudah mengantre," kata Imam di kantor Kementerian Perekonomian,
kemarin. Imam mengatakan KEK Sei Mangkei belum memiliki jalan pendukung, jalur kereta, bandara,
serta pelabuhan yang memadai. Padahal Sei Mangke akan menjadi sentra pengembangan agrobisnis,
salah satunya industri minyak sawit. "Ini bagian dari kerja sama Indonesia dan Malaysia," ujarnya.
Ihwal KEK Bitung, Imam mengatakan kendala utamanya adalah pembebasan lahan. Menurut dia,
masih banyak rumah liar yang berada di kawasan seluas 92,6 hektare itu. "Baru mau diukur untuk detail
pembebasan lahan, petugas sudah diancam dengan golok," ujarnya. Menteri Perdagangan Thomas
Trikasih Lembong mengatakan KEK Bitung juga terhambat masalah akses transportasi dan
jaringan listrik. Kendala lain yang dihadapi Bitung sebagai sentra industri perikanan dan pertanian,
yakni rute pelayaran yang masih terbatas 42

7. Sebagai salah satu Negara kepulauan yang terbesar di dunia, sebenarnya masih banyak lokasi lain
dalam wilayah kepulauan RI ini yang memiliki potensi besar untuk dijadikan KEK, tinggal bagaimana
kemampuan Pemerintah Daerah masing-masing untuk mengembangkan kawasan tersebut untuk
dimajukan proposalnya ke pemerintah pusat agar dapat dipertimbangkan dan didefinitifkan menjadi
kawasan KEK.
SOAL TUGAS
1. Jelaskan perbedaan yang prinsipil antara Kawasan Berikat dengan Kawasan Bebas dan Perdagangan
Bebas
2. Jelaskan perbedaan yang prinsipil antara Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dengan
Kawasan Ekonomi Khusus
3. Bila saudara sebagai pengusaha ekspor barang manufaktur, saudara lebih memilih lokasi usaha di
Kawasan Berikat dengan Kawasan Bebas dan Perdagangan Bebas atau di KEK atau Lokasi lain,
Jelaskan alasannya!
4. Apa keuntungan saudara sebagai pengusaha ekspor barang manufaktur memilih lokasi usaha di KEK
atau di Kawasan Bebas dan Perdagangan Bebas?
5. PT Batam (pengusaha di Kawasan Bebas) memasukkan komponen TV dari Luar Daerah Pabean
dengan Nilai Impor Rp 200.000.000,00. Kemudian PT Batam merakit komponen TV tersebut dengan
menambahkan komponen lokal sehingga menjadi TV plasma sebanyak 50 unit dengan merek TV
”FTZ-02” (termasuk BKP yang tergolong mewah dengan tarif 10%). Selanjutnya pada
tanggal 17 Mei 2020 PT Batam menyerahkan seluruh unit TV plasma tersebut kepada cabang
PT Batam di Medan (Cabang PT Batam merupakan PKP) dengan harga pasar wajar Rp
250.000.000,00. Buat Penghitungan PPN yang terutang dan ketentuan perpajakan pemungutan
dan penyetoran atas penyerahan TV plasma tersebut
6. PT Pulogadung (pengusaha di Kawasan Berikat) memasukkan komponen AC dari Luar Daerah Pabean
dengan Nilai Impor Rp 300.000.000,00. Kemudian PT Pulogadung merakit komponen AC tersebut
dengan menambahkan komponen lokal sehingga menjadi AC plasma sebanyak 50 unit dengan merek
AC ”KBN-02” (termasuk BKP yang tergolong mewah dengan tarif 10%). Selanjutnya pada
tanggal 17 Juni 2020 PT Pulogadung menyerahkan seluruh unit AC plasma tersebut kepada
cabang PT Pulogadung di Kawasan Berikat Medan (Cabang PT Pulogadung merupakan PKP)
dengan harga pasar wajar Rp 250.000.000,00. Buat Penghitungan PPN yang terutang dan
ketentuan perpajakan pemungutan dan penyetoran atas penyerahan AC plasma tersebut

Referensi
1. ^ "Free-trade zone | international trade". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses
tanggal 2019-12-29.
2. ^ Lompat ke:a b Keppres Kawasan Perdagangan Bebas
3. ^ Lompat ke:a b c Utomo, Rachmad (2017). FASILITAS PPN. Jakarta.
4. ^ Lompat ke:a b c d e f g h i "Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas" (PDF). 2000. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal
2019-12-30. Diakses tanggal 12/29/2000.
5. ^ Lompat ke:a b c "Peraturan | Ortax - your center of excellence in taxation". Ortax.org (dalam bahasa
Inggris). Diakses tanggal 2019-12-29.
6. ^ "Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Menjadi Undang-Undang"(PDF). 12/29/2000. Diakses
tanggal 2000.
7. ^ "Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang
Menjadi Undang-Undang" (PDF). 2000. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2018-02-05. Diakses tanggal
12/29/2019.
8. ^ "PP 83-2010::Pelimpahan Kewenangan Kepada Dewan Kawasan Sabang (DKS)-BPKS". ngada.org.
Diakses tanggal 2019-12-29.
9. ^ "Peraturan | Ortax - your center of excellence in taxation". Ortax.org (dalam bahasa Inggris). Diakses
tanggal 2019-12-29.

Anda mungkin juga menyukai