A. PENDAHULUAN
Dikutip dari penjelasan Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2009 sebagai dasar hukum Tempat
Penimbunan Berikat, dalam era globalisasi perdagangan dunia sekarang ini, persaingan untuk
mendapatkan pasar bagi produk industri bukan minyak dan gas bumi sedemikian ketatnya. Oleh
karena itu daya saing produk ekspor Indonesia perlu ditingkatkan antara lain dengan jalan efisiensi
proses produksi, peningkatan mutu/kualitas barang, memperlancar arus keluar masuknya barang ke
dan dari Indonesia serta tersedianya sarana promosi dalam mendukung pemasarannya. Peningkatan
mutu barang dan efisiensi proses produksi tersebut dapat lebih dipacu apabila persediaan bahan baku
bagi kebutuhan industri dalam negeri tersedia tepat waktu dan produk yang dihasilkan belum dibebani
dengan kewajiban kepabeanan, cukai, dan perpajakan.
Pemerintah berkomitmen untuk memberikan berbagai macam fasilitas yang lebih, mendukung
terciptanya iklim investasi yang semakin kondusif agar investor lebih berminat untuk menanamkan
modalnya di Indonesia, sehingga dapat membuka lapangan kerja yang semakin luas yang pada
akhirnya akan mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Selain itu diharapkan
pula para investor akan lebih terangsang untuk melakukan kegiatan bisnisnya secara terpadu dan dapat
lebih bersaing di pasar internasional atas produk industri yang mereka hasilkan. Pemberian fasilitas
tersebut diantaranya adalah kemudahan di bidang kepabeanan, cukai, dan perpajakan.
Pemberian fasilitas di bidang kepabeanan, cukai, dan perpajakan secara internasional dan
praktik kenegaraan juga diberikan kepada para anggota korps diplomatik dan lembaga internasional
secara timbal balik, serta kepada mereka yang akan berangkat ke luar negeri yang membeli barang
dalam batas nilai tertentu.
Praktik pemberian fasilitas sebagaimana tersebut di atas, dilaksanakan dengan membentuk suatu
Tempat Penimbunan Berikat yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 sebagaimana telah diubah
dengan PP. Nomor 43 Tahun 1997 tentang Tempat Penimbunan Berikat. Selanjutnya, dengan
terbitnya Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2009 Tgl. 24 Mar 2009 tentang Tempat Penimbunan
Berikat, maka Peraturan Pemerintah terdahulu yakni No. 33/1996 dan PP. No. 43/1997 dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat bertanggung jawab terhadap Bea Masuk dan pajak yang
terutang atas barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Berikatnya.
Gambaran lebih detail tentang bagaimana perlakuan perpajakan dan kepabeanan dari masing-masing
unit Tempat Penimbunan Berikat tersebut diatas, dapat dilihat dalam uraian berikut ini.
I. GUDANG BERIKAT
Aturan tentang Gudang Berikat ini tertuang Pasal 6 sampai dengan Pasal 11 Peraturan Pemerintah No. 32
Tahun 2009. Selain itu, dasar hukum lainnya dari Gudang Berikat ber awal pada Keputusan Menteri
Keuangan No. 399/KMK.01/1996 tentang Gudang Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.04/2008. Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 143/PMK.04/2011, maka kedua Peraturan/Keputusan Menteri Keuangan No. 32/2008 dan
143/2011 tersebut dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Gudang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dapat
disertai 1(satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan
(kitting), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang-barang tertentu dalam jangka waktu tertentu
untuk dikeluarkan kembali.
Gudang Berikat merupakan Kawasan Pabean dan sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai. Di dalam Gudang Berikat dilakukan penyelenggaraan dan pengusahaan Gudang
Berikat. Penyelenggaraan Gudang Berikat dilakukan oleh Penyelenggara Gudang Berikat yang berbadan
hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola
kawasan untuk kegiatan pengusahaan Gudang Berikat. Dalam 1(satu) penyelenggaraan Gudang Berikat
dapat dilakukan 1 (satu) atau lebih pengusahaan Gudang Berikat.
Barang impor dapat ditimbun dalam Gudang Berikat untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun, terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor. Kegiatan yang dilakukan di dalam Gudang
Berikat meliputi kegiatan penimbunan barang impor dan dapat disertai dengan 1 (satu) atau lebih kegiatan
berupa pengemasan, pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan,
penyetelan, dan/atau pemotongan, atas barang-barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk
dikeluarkan kembali.
Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat dengan PDRI adalah PPN, PPnBM, dan/atau
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor.
Perusahaan industri terdiri atas industri manufaktur, industri pertambangan, industri alat berat, dan/atau
industri jasa perminyakan.
Penyerahan BKP yang dipungut PPN, PPnBM, Bea Masuk, Cukai dan PDRI
3. Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada butir 1 dan 2 dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah
pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai, Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB wajib melunasi
Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI yang terutang.
4. Atas penyerahan barang dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean, Pengusaha
Gudang Berikat atau PDGB, wajib memungut PPN, PPnBM dan membuat faktur pajak.
Dibebaskan dari tanggung jawab atas Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI
1. Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB bertanggung jawab terhadap Bea Masuk, Cukai, dan/atau
PDRI yang terutang atas barang yang berada atau seharusnya berada di Gudang Berikat.
2. Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB dibebaskan dari tanggung jawab atas Bea Masuk, Cukai,
dan/atau PDRI yang terutang, dalam hal barang:
a. musnah tanpa sengaja;
b. diekspor dan/atau diekspor kembali;
c. diimpor untuk dipakai dengan menyelesaikan kewajiban pabean, cukai, dan perpajakan;
d. dikeluarkan ke Kawasan Berikat, Toko Bebas Bea, atau Gudang Berikat lainnya;
e. dikeluarkan ke Tempat Penimbunan Pabean; dan/atau
f. dimusnahkan dibawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai.
Pencabutan/Pembekuan izin
1. Penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat, izin Pengusaha
Gudang Berikat, dan/atau izin PDGB, dilakukan pencabutan dalam hal Penyelenggara Gudang
Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB:
a. tidak melakukan kegiatan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan secara berturut-turut;
b. menggunakan izin usaha yang sudah tidak berlaku;
c. bertindak tidak jujur dalam usahanya antara lain berupa menyalahgunakan fasilitas Gudang
Berikat dan melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau cukai;
d. dinyatakan pailit; dan/atau
e. mengajukan permohonan pencabutan.
2. Pencabutan terhadap penetapan dan izin dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
3. Terhadap izin yang telah dilakukan pencabutan, berakhirnya izin dan tidak dilakukan perpanjangan,
atau permohonan perpanjangan ditolak, Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat,
dan/atau PDGB dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pencabutan atau berakhirnya
izin harus melunasi semua Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI yang terutang, baik berupa utang
yang berasal dari hasil temuan audit maupun utang yang terjadi karena pengeluaran barang dari
Gudang Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean.
4. Barang impor yang masih berada di Gudang Berikat yang telah dicabut izinnya, dalam jangka waktu
30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencabutannya harus: i. diekspor kembali; ii.
dipindahtangankan ke Gudang Berikat lain, Kawasan Berikat, atau Toko Bebas Bea; dan/atau iii.
dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dengan membayar Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI,
sepanjang telah memenuhi tata laksana kepabeanan di bidang impor.
5. Atas pengeluaran barang ke tempat lain dalam daerah pabean, Pengusaha Gudang Berikat dan PDGB
wajib memungut PPN, PPnBM.
6. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada butir 4 terlampaui, atas barang yang berada di
Gudang Berikat dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai.
7. Dalam hal barang impor yang ditimbun oleh Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB melewati jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada butir 4 sejak tanggal pencabutan atau berakhirnya izin, barang
tersebut harus: diekspor kembali; atau dilunasi Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI setelah memenuhi
ketentuan di bidang impor.
8. Dalam hal Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB tidak melakukan ekspor kembali atau melunasi
pungutan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (6) terlewati, izin Pengusaha Gudang Berikat atau izin
PDGB yang bersangkutan dibekukan sampai dengan barang dimaksud diekspor kembali atau
diselesaikan pungutan yang terutang dan barang dimaksud telah dikeluarkan dari Gudang Berikat.
9. Dalam hal penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat dicabut,
PDGB yang berada di lokasi Penyelenggara Gudang Berikat dapat mengajukan:
a. permohonan pindah lokasi ke Penyelenggara Gudang Berikat lain kepada Direktur Jenderal,
dengan terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari Penyelenggara Gudang Berikat lain tersebut;
atau
b. permohonan menjadi Penyelenggara Gudang Berikat di lokasi Penyelenggara Gudang Berikat
yang telah dicabut izinnya.
Toko Bebas Bea harus mempunyai ruang penimbunan dan ruang penjualan.
• Untuk Toko Bebas Bea yang berlokasi di bandar udara internasional dan pelabuhan utama, Ruang
Penimbunan dapat berada tidak satu lokasi dengan Ruang Penjualan.
• Untuk Toko Bebas Bea yang berlokasi di dalam kota, Ruang Penimbunan dan Ruang Penjualan harus
berada dalam satu lokasi Toko Bebas Bea.
• Ruang Penimbunan yang berada tidak satu lokasi dengan Ruang harus berada di kawasan bandar udara
atau pelabuhan utama lokasi Ruang Penjualan yang bersangkutan.
• Perpindahan barang dari Ruang Penimbunan ke Ruang Penjualan yang lokasinya terpisah dilakukan
dengan persetujuan Pejabat Bea dan Cukai dengan menggunakan formulir mengenai perpindahan
barang.
• Atas barang yang telah dibeli di Toko Bebas Bea harus diserahkan di Ruang Penjualan.
• Ruang Penjualan adalah bagian dari Toko Bebas Bea berupa ruang yang dimiliki/dikuasai oleh
Pengusaha TBB untuk menjual dan/atau menyerahkan, barang asal impor dan/atau barang asal tempat
lain dalam Daerah Pabean.
• Ruang Penimbunan adalah bagian dari Toko Bebas Bea berupa ruang yang dimiliki/dikuasai oleh
Pengusaha TBB untuk menimbun atau menyimpan barang asal impor dan/atau barang asal tempat lain
dalam Daerah Pabean dan tempat dilakukannya pemeriksaan fisik oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai.
Di dalam Toko Bebas Bea dilakukan penyelenggaraan Toko Bebas Bea (TBB) dan pengusahaan
Toko Bebas Bea. Penyelenggaraan Toko Bebas Bea dan pengusahaan Toko Bebas Bea dilakukan oleh
Pengusaha TBB. Penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan pemberian izin sebagai Pengusaha TBB
untuk jangka waktu tertentu ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai (selanjutnya disingkat
Direktur Jenderal) atas nama Menteri. Penetapan dan izin berlaku paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat
diperpanjang oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
Keunggulan Layanan:
• Penangguhan Pajak impor dan pembayaran bea masuk saat barang masuk (sampai kargo dirilis oleh
PLB)
• Mengurangi biaya penyimpanan/biaya over-time berlabuh dan biaya penanganan di pelabuhan
Indonesia.
• Meningkatkan cash flow dan perputaran bahan baku pabrik
• Mempersingkat waktu pengiriman logistik
• Fleksibilitas masa timbun barang hingga 3 tahun (dapat diperpanjang)
• Kegiatan sederhana seperti Pemeliharaan, Cutting, Canting dan Decanting, Inspeksi Surveyor
(LARTAS) dan kegiatan lainnya dapat dilakukan di PLB
• Kemudahan mengatur re-ekspor kargo
• Barang dapat disimpan di PLB sambil menunggu master-list atau proses dokumen lainnya
• Sebagian pengiriman dapat dirilis dari PLB setelah jadwal produksi
• Fleksibilitas kepemilikan barang, kecepatan layanan berbasis IT dan warehouse Management
System
Beberapa Pusat Logistik Berikat (PLB) terdapat di lokasi berikut:Cakung & Marunda-Jakarta; Karawang;
Cikarang-Bekasi; Osowilangon & Margomulyo-Surabaya; Somber-Balikpapan; Sorong-Papua Barat
*) (Sumber: http://www.ckb.co.id/id/bonded-logistics-center)
Pelayanan yang ada pada PLB yaitu: Stripping & Stuffing;Warehousing; Inventory Control; Trucking; 24
Hours Security
Perbedaannya:
1. Pada kawasan berikat ada manufacture processing, sedangkan
2. Pada pusat logistik berikat tidak ada manufacture processing
Faktor yang menghambat pusat logistik berikat dan kawasan berikat sehingga keberadaannya tidak
mempengaruhi penurunan biaya logistik adalah pusat logistik berikat maupun kawasan berikat tidak
terlepas dari logistik pengiriman barang domestik maupun internasional melalui pelabuhan seperti pada
gambar di bawah ini.
Dikarenakan di ranah pelabuhan ada banyak aktor maka upaya menekan Biaya Logistik juga tidak terlepas
dari bagaimana pemilik barang yang dikuasakan handal melakukan coordination plan terhadap berbagai
pihak terkait seperti pada gambar di bawah ini.
Definisi
TERMINOLOGI Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) dalam lanskap
internasional lekat dengan istilah Free Trade Zone (FTZ). Menurut IBFD International Tax Glossary
(2015) FTZ merupakan istilah yang digunakan secara longgar untuk merujuk pada area mana pun di
wilayah suatu negara yang tidak memberlakukan pajak langsung dan/atau tidak langsung.
1. Istilah FTZ secara lebih khusus digunakan untuk merujuk pada area yang mana bea masuk dan jenis
pajak tidak langsung lain tidak diterapkan. Bea masuk umumnya dibayarkan jika barang atau hasil
produksi dipindahkan dari FTZ ke area yang tunduk pada kewenangan pabean normal.
2. FTZ tidak boleh disamakan dengan Free Trade Area. Pasalnya Free Trade Area pada dasarnya
merupakan perjanjian bilateral atau multilateral timbal balik untuk melarang atau membatasi bea masuk
hanya di antara para anggotanya.
3. Sementara itu, FTZ merupakan zona yang umumnya memberikan layanan untuk pedagang dan
ditujukan untuk memfasilitasi prosedur perdagangan dengan mengizinkan lebih sedikit formalitas bea
cukai. Selain FTZ, istilah KPBPB juga lekat dengan istilah free port.
4. Free port pada dasarnya adalah area terbatas di mana barang dapat dimasukkan atau dikeluarkan dari
pengenaan bea masuk. Area ini berfungsi baik sebagai pusat pengiriman barang atau fasilitas gudang
berikat (IBFD, 2015).
5. Sementara itu, International Finance Corporation World Bank Group dalam Special Economic Zones
Performance, Lessons Learned, and Implication For Zone Development (2008) menyatakan FTZ
merupakan salah satu bentuk dari Special Economic Zone (SEZ), yang didefinisikan sebagai:
6. “Suatu kawasan di mana luas areanya sempit, dibatasi secara jelas, barang-barang tertentu yang
masuk dan keluar dari daerah tersebut bebas bea, menawarkan fasilitas pergudangan, penyimpanan
dan distribusi untuk perdagangan, operasional transshipment dan re-export, dan umumnya terletak di
pelabuhan laut yang menjadi pintu masuk”.
7. Selain FTZ, masih terdapat banyak jenis SEZ lainnya, seperti Export Processing
Zone (EPZ), Hybrid EPZ (HEPZ), dan Enterprise Zone (EZ) (IFC-World Bank, 2008). Zona-zona
tersebut pada umumnya dibedakan berdasarkan tujuan pengembangan, luas kawasan operasional,
lokasi, fasilitas, kegiatan, dan tujuan pemasaran.
FTZ di Indonesia diadaptasi menjadi Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB).
Pemerintah telah merumuskan definisi dari KPBPB dan juga telah menetapkannya dalam Undang-Undang
No.36/2000 tentang Penetapan Perppu No.1/2000 tentang KPBPB.
Merujuk Pasal 1 angka 1 Perppu No.1/2000 KPBPB adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah
hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari
pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah
(PPnBM), dan cukai.
Namun, UU No.36/2000 telah diubah melalui Perppu No.1/2007. Perppu No.1/2007 ini selanjutnya telah
ditetapakan menjadi UU No.44/2007. Mengacu Pasal 2 Perppu No.1/2007, batas-batas KPBPB baik daratan
maupun perairannya kini ditetapkan dalam peraturan pemerintah tentang pembentukan KPBPB.
Lebih lanjut, dalam KPBKB dilakukan kegiatan-kegiatan di bidang ekonomi, seperti sektor perdagangan,
maritim, industri, perhubungan, perbankan, pariwisata, dan bidang–bidang lain yang ditetapkan dalam
peraturan pemerintah tentang pembentukan KPBPB.
Konsep KPBPB sebetulnya sudah lama dikembangkan di Indonesia. Sejak tahun 1963, Pelabuhan Sabang
telah ditetapkan sebagai pelabuhan bebas dan perdagangan bebas yang kemudian dikukuhkan dalam UU
No.37/2000.
Selain Pelabuhan Sabang, ada pula kawasan lain yang ditetapkan sebagai KPBPB yaitu Batam, Bintan dan
Karimun. Penetapan keempat kawasan tersebut sebagai KPBPB ditetapkan dalam UU No.44/2007 dan
produk turunannya.
Dalam perkembangan lebih lanjut sebagian atau seluruh lokasi KPBPB Batam, Bintan, dan Karimun
diusulkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Hal ini tertuang dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan
Pemerintah No.1/2020 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus.
Adapun KEK merupakan wujud pengembangan kawasan strategis ekonomi yang mulai diatur di Indonesia
sejak 2009. Dasar kebijakan tentang pembentukan KEK tertuang dalam UU No.39/2009 tentang Kawasan
Ekonomi Khusus.
Berdasarkan UU tersebut, yang dimaksud dengan KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam
wilayah hukum NKRI yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh
fasilitas tertentu. Hal ini berarti KEK merupakan pengembangan dari berbagai jenis kawasan ekonomi pada
periode sebelumnya, termasuk KPBPB.
Hingga saat ini kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang terdapat di wilayah RI adalah
Kawasan Bebas Sabang, Batam, Bintan dan Karimun, masing-masing diuraikan dibawah ini. Pengusaha-
pengusaha yang lokasi usahanya berada dalam Kawasan tersebut difasilitasi dengan berbagai kemudahan
dalam perizinan maupun fasilitas perpajakan.
1. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000[6] yang ditetapkan menjadi undang-undang dengan
UU Nomor 37 Tahun 2000[7] (Beleid terbaru yakni PP Nomor 83 Tahun 2010[8]).
2. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, yang ditetapkan dengan PP Nomor 46
Tahun 2007[9] sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP Nomor 62 Tahun 2019.[5]
3. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan, yang ditetapkan dengan PP Nomor 47
Tahun 2007[10] sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP Nomor 41 Tahun 2017.[11]
4. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun, yang ditetapkan dengan PP Nomor 48
Tahun 2007[12] sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP Nomor 40 Tahun 2017.[13]
Ketentuan Umum Lalu Lintas
• Walaupun Kawasan Bebas dibedakan dari Daerah Pabean, Peraturan perundang-undangan karantina
manusia, hewan, ikan dan tumbuh-tumbuhan untuk wilayah Republik Indonesia tetap berlaku di dalam
Kawasan Bebas.
• Peraturan perundang-undangan di bidang keimigrasian Republik Indonesia tetap berlaku di dalam
Kawasan Bebas, meskipun dapat diberikan kemudahan/fasilitas keimigrasian bagi orang asing pelaku
bisnis perdagangan bebas di dalamnya.
• Mata uang Rupiah juga merupakan alat pembayaran yang sah di seluruh Kawasan Bebas di Indonesia
sebagaimana di dalam tempat lain di wilayah Republik Indonesia.[4]
• Segala pemasukan atau pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas, wajib dilakukan
di pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk dan hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang
mendapat izin dari Badan Pengusahaan Kawasan. Pengusaha pun hanya dapat memasukkan barang
yang berhubungan dengan kegiatan usahanya.
• Walau tetap wajib menyampaikan Pemberitahuan Pabean, pemasukan dan pengeluaran barang tidak
perlu dilakukan oleh pengusaha yang mendapatkan izin dari Badan Pengusahaan kawasan dalam hal:
1. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan
asas timbal balik;
2. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia;
3. barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah untuk umum, amal, sosial, kebudayaan, atau
untuk kepentingan penanggulangan bencana alam;
4. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
5. persenjataan, amunisi, perlengkapan militer dan kepolisian, termasuk suku cadang yang
diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
6. barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan;
7. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
8. barang pindahan;
9. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman;
10. obat-obat yang dimasukkan dengan menggunakan anggaran pemerintah yang diperuntukkan bagi
kepentingan masyarakat;
11. bahan terapi manusia, pengelompokan darah, dan bahan penjenisan jaringan;
12. peralatan dan bahan yang digunakan untuk mencegah pencemaran lingkungan;
13. barang oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
14. barang untuk keperluan olahraga yang dimasukkan oleh induk organisasi olahraga nasional;
15. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk
umum serta barang untuk konservasi alam;
16. buku ilmu pengetahuan; dan
17. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya.[14]
Pengusaha tersebut tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Serta penyerahan
yang terjadi di dalam Kawasan Bebas dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN).[3]
Meskipun namanya Kawasan Bebas, fasilitas perpajakan dalam kawasan tersebut tidak serta merta
dibebaskan dari pengenaan PPN. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2012, dijelaskan
bagaimana fasilitas tersebut diterapkan, terutama dalam hal terjadi pemasukan dan pengeluaran barang
ke dan dari serta berada di kawasan yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas.[4]
Dalam Pasal 16B UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN sebagaimana diubah terakhir dengan UU
Nomor 42 Tahun 2009, dikenal dua istilah fasilitas PPN, yaitu tidak dipungut dan dibebaskan. Pada ayat
(1) Pasal ini disebutkan bahwa Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari
pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya yang salah satunya untuk kegiatan di
kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean seperti Kawasan Bebas ini.[15]
Berikut ini diuraikan regulasi tentang Kawasan Bebas dan Pelabuhan Bebas:
Di dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun dilakukan kegiatan-
kegiatan di bidang ekonomi, seperti sektor perdagangan, maritim, industri, perhubungan, perbankan,
pariwisata dan bidang lainnya. Bidang lainnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.
Pengembangan kegiatan-kegiatan di bidang ekonomi di dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas pada kawasan dilakukan sesuai dengan rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Karimun.
a. Pengeluaran BKP Dari Kawasan Bebas Ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean
1) Barang Asal Luar Daerah Pabean
PT Batam (pengusaha di Kawasan Bebas) memasukkan 10 Unit TV Plasma
(termasuk BKP yang tergolong mewah dengan tarif 10%) dari Luar Daerah Pabean
yang kemudian dijual seluruhnya kepada PT Jakarta (pengusaha di tempat lain
dalam Daerah Pabean) dengan harga jual per unit @ Rp 6.000.000,00. Pengiriman
barang dilakukan melalui pelabuhan Sekupang Batam kepada PT Jakarta (pengusaha
di tempat lain dalam Daerah Pabean) tanggal 12 Maret 20 21.
Penghitungan Pajak PPN atau PPN & PPnBM yang terutang dan ketentuan perpajakan
atas pengeluaran BKP tersebut adalah sebagai berikut :
Dasar Pengenaan Pajak (10 X 6.000.000,00) Rp. 60.000.000,00
PPN yang terutang (10% X DPP) Rp. 6.000.000,00
PPnBM yang terutang (10% X DPP) Rp. 6.000.000,00
- PT Batam (Orang yang mengeluarkan barang) memungut dan menyetor PPN atau
PPN&PPnBM yang terutang dengan menggunakan E-Billing;
- Pemungutan dan penyetoran PPN atau PPN & PPnBM paling lama tanggal 12
Maret 2012;
- SSP diisi dengan cara:
a. pada kolom nama dan kolom NPWP diisi dengan nama dan NPWP
PT Jakarta;
b. Pada kolom Wajib Pajak/penyetor selain dicantumkan nama penyetor, juga dicantumkan
nama dan NPWP PT. Batam
- PPN yang dibayar atas pengeluaran TV plasma tersebut merupakan Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan oleh PT Jakarta sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Penyerahan JKP
PT Batam (pengusaha di Kawasan Bebas) melakukan jasa layanan perbaikan purna
jual bagi pengguna TV Plasma merek ”FTZ”. Pada tanggal 16 April 20 12 PT
Batam melakukan jasa perbaikan kepada Haji Amin (PKP di Medan). Atas jasa
perbaikan tersebut Haji Amin dikenakan biaya Rp 500.000,00.
c. Pengeluaran BKP dari Pusat di Kawasan Bebas ke Cabang di tempat lain dalam
Daerah Pabean atau dari Cabang di Kawasan Bebas ke Cabang di tempat lain dalam
Daerah Pabean atau dari Cabang di Kawasan Bebas ke Pusat di tempat lain
dalam Daerah Pabean.
PT Batam (pengusaha di Kawasan Bebas) memasukkan komponen TV dari Luar Daerah Pabean
dengan Nilai Impor Rp 20.000.000,00. Kemudian PT Batam merakit komponen TV tersebut dengan
menambahkan komponen lokal sehingga menjadi TV plasma sebanyak 10 unit dengan merek TV
”FTZ” (termasuk BKP yang tergolong mewah dengan tarif 10%). Selanjutnya pada tanggal
17 April 2012 PT Batam menyerahkan seluruh unit TV plasma tersebut kepada cabang PT
Batam di Medan (Cabang PT Batam merupakan PKP) dengan harga pasar wajar Rp
30.000.000,00.
Penghitungan PPN atau PPN&PPnBM yang terutang dan ketentuan perpajakan atas
pengeluaran BKP tersebut sebagai berikut :
Dasar Pengenaan Pajak Rp 30.000.000,00
PPN yang terutang (10% X DPP) Rp 3.000.000,00
PPnBM yang terutang (10 % X DPP) Rp 3.000.000,00
- PT Batam (Orang yang mengeluarkan barang) memungut dan menyetor PPN
atau PPN&PPnBM yang terutang dengan menggunakan e-Billing;
- Pemungutan dan penyetoran PPN atau PPN&PPnBM yang terutang (oleh PT
Batam) paling lama pada tanggal 17 April 2012;
SSP diisi dengan cara:
a. pada kolom nama dan kolom NPWP diisi dengan nama dan NPWP PT.
Batam cabang Medan;
b. pada kolom Wajib Pajak/ penyetor selain dicantumkan nama penyetor, juga
dicantumkan nama dan NPWP PT Batam cabang Batam.
PPN yang dibayar atas pengeluaran TV tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan oleh PT Batam cabang Medan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
a. PT. Batam Satellite adalah perusahaan operator penyedia jasa telekomunikasi bertempat
kedudukan di Batam yang mempunyai pelanggan di wilayah Batam, Bintan, Karimun,
dan Pekanbaru. Diketahui Tuan Batami bertempat tinggal di Batu Ampar, Batam
sedangkan Tuan Bintanu bertempat tinggal di Tanjung Uban, Bintan dan Tuan Kariman
bertempat tinggal di Tanjung Balai, Karimun serta Tuan Pandaru bertempat tinggal di
Pekanbaru. Pada bulan Mei 2012 diterbitkan tagihan kepada:
Tuan Batami Rp 150.000,00
Tuan Bintanu Rp 200.000,00
Tuan Kariman Rp 225.000,00
Tuan Pandaru Rp 500.000,00
Atas pemanfaatan jasa telekomunikasi dari PT Batam Satellite kepada Tuan Batami, Tuan
Bintanu, dan Tuan Kariman dibebaskan dari pengenaan PPN. Sedangkan atas pemanfaatan
jasa telekomunikasi kepada Tuan Pandaru dikenai PPN dengan perhitungan sebagai berikut:
Dasar Pengenaan Pajak Rp. 500.000,00
PPN yang terutang ( 10% X DPP) Rp. 50.000,00
PPN yang terutang disetor sendiri oleh Tuan Pandaru dengan menggunakan e-billing
paling lama tanggal 15 Juni 2012.
Apabila Tuan Pandaru adalah Pengusaha Kena Pajak maka dapat mengkreditkan PPN yang
telah disetorkan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah kawasan dengan batas tertentu yang tercangkup dalam daerah
atau wilayah untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
KEK merupakan kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan
berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, di bidang perdagangan, jasa, pertambangan dan
energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan telekomunikasi, pariwisata, dan dan kegiatan ekonomi lain
yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Sesuai dengan hal tersebut, KEK terdiri atas
satu atau beberapa Zona, antara lain Zona pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi,
pariwisata, dan energi yang kegiatannya dapat ditujukan untuk ekspor dan untuk dalam negeri. Kriteria yang
harus dipenuhi agar suatu daerah dapat ditetapkan sebagai KEK adalah sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah, tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung, adanya dukungan dari pemerintah
provinsi/kabupaten/kota dalam pengelolaan KEK, terletak pada posisi yang strategis atau mempunyai potensi
sumber daya unggulan di bidang kelautan dan perikanan, perkebunan, pertambangan, dan pariwisata, serta
mempunyai batas yang jelas, baik batas alam maupun batas buatan. Di dalam setiap KEK disediakan lokasi
untuk usaha mikro, kecil, menengah (UMKM), dan koperasi, baik sebagai Pelaku Usaha maupun sebagai
pendukung kegiatan perusahaan yang berada di dalam KEK.
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) disematkan untuk daerah yang berpotensi untuk berkembang melalui
penanaman modal intensif. Tujuannya untuk memaksimalkan kinerja industri dalam perdagangan ataupun
pariwisata, serta membuka lapangan kerja. Tujuannya untuk menarik lebih banyak investor asing ke Indonesia.
Tercatat sudah ada 12 KEK yang sedang dibangun, namun pengembangan KEK belum memuaskan dan
memberikan hasil signifikan. Sebab Indonesia belum memiliki role model yang dapat dijadikan sebagai
benchmark untuk pengembangan KEK di wilayah lain.
Tujuan utama dari pembentukan KEK adalah untuk: (1) merangsang pertumbuhan ekonomi melalui
promosi ekspor, (2) menarik investasi asing dan peningkatan pemasukan devisa, (3) meningkatkan lapangan
kerja dan (4) menciptakan transfer teknologi dan manajemen. Dalam kasus Cina, KEK juga berfungsi sebagai
percobaan untuk mengujicobakan implementasi kebijakan kapitalis (Leong 2012).
Kawasan Ekonomi Khusus terdiri atas satu atau beberapa zona, yaitu: Pengolahan ekspor, Logistik,
Pengembangan teknologi, Industri, Pariwisata, Energi, Ekonomi Lainnya.
(http://kek.go.id/kek-indonesia)
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) disematkan untuk daerah yang berpotensi untuk berkembang melalui
penanaman modal intensif. Tujuannya untuk memaksimalkan kinerja industri dalam perdagangan ataupun
pariwisata, serta membuka lapangan kerja. Berikut adalah 12 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Indonesia :
1. Pusat Penelitian Ekonomi LIPI menilai dari banyaknya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Indonesia
belum ada yang mampu mendongkrak investasi secara signifikan. Terutama KEK dari sektor pariwisata
yang dinilai belum terlihat progresnya. Peneliti Utama Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Maxensius Tri
Sambodo mengatakan, padahal Indonesia sudah hampir satu dasawarsa membangun KEK sejak pertama
kali disebutkan dalam UU nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang kemudian dikukuhkan
dalam UU nomor 39 tahun 2009.36
2. Empat kawasan ekonomi khusus (KEK) masih terhambat soal pembebasan lahan. KEK yang masih
terhalang proses pembebasan lahan adalah KEK Bitung, KEK Maloy, KEK Morotai, dan KEK Tanjung
Api-Api. 37 Masih banyaknya hambatan pada proses akuisisi dan perubahan kepemilikan lahan. Peneliti
LIPI menemukan di KEK Mandalika marak ditemui spekulan tanah. Sementara di KEK Tanjung
Kelayang, penguasaan lahan yang sangat tinggi oleh sekelompok orang saja. Dewan Nasional KEK
menemukan pengembangan sejumlah kawasan itu molor karena pengembang sulit menguasai lahan.
Terkait tata kelola yang selama ini masih tidak sejalan dengan upaya mempercepat kemajuan KEK,
saat ini, posisi administrator KEK yang ada di bawah Dewan Kawasan biasanya dipegang oleh Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP). Menurut Maxensius, harusnya dinas
ini cukup berperan sebagai anggota Dewan Kawasan. Ini menjadikan PM-PTSP menjadi lembaga
superbody yang mampu mengatur seluruh proses perizinan investasi. 38
3. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Maloy Batuta Trans Kalimantan (KEK MBTK) masih
mengalami banyak hambatan. Selain soal tanah, hambatan pengembangan KEK MBTK juga terjadi karena
masih minimnya infrastruktur penunjang KEK dan tanah. 39
4. Masih banyaknya hambatan pada proses akuisisi dan perubahan kepemilikan lahan. Peneliti LIPI
menemukan di KEK Mandalika marak ditemui spekulan tanah. Sementara di KEK Tanjung Kelayang,
penguasaan lahan yang sangat tinggi oleh sekelompok orang saja. "Peran Badan Usaha Milik Negara
membantu mengakuisisi lahan pariwisata," kata Maxensius. 40
5. Terkait tata kelola yang selama ini masih tidak sejalan dengan upaya mempercepat kemajuan KEK,
saat ini, posisi administrator KEK yang ada di bawah Dewan Kawasan biasanya dipegang oleh Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP). Harusnya, kata Maxensius, dinas
ini cukup berperan sebagai anggota Dewan Kawasan. "Ini menjadikan PM-PTSP menjadi lembaga
superbody yang mampu mengatur seluruh proses perizinan investasi," ujarnya. 41
_________________________
36
https://www. indonesia.com/news/20180828135834-4-30557/begini-nasib-kawasan-ekonomi-khusus-saat-ini
37
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3920909/masalah-klasik-pembebasan-lahan-hambat-
pembangunan-4-kek 16 Mar 2018.
38
TEMPO, edisi 23 Juni 2018- https://bisnis.tempo.co/read/1121307/lipi-ungkap-2-penyebab-kek-mandalika-minim-
investasi/full&view=ok
39
Kontan.co.ic. 28 Februari 2018. https://nasional. kontan.co.id/news/kek-maloy-masih-bermasalah
40
Tempo.co.id. 8/8/18- https://bisnis.tempo.co/read/1121307/lipi-ungkap-2-penyebab-kek-mandalika-minim-
investasi/ full& view=ok
41
Tempo.co.id. 8/8/18- https://bisnis.tempo.co/read/1121307/lipi-ungkap-2-penyebab-kek-mandalika-minim-
investasi/ full& view=ok
6. Sejak dicanangkan enam tahun lalu, pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK) masih jalan di
tempat lantaran infrastruktur pendukungnya belum siap. Menurut Direktur Jenderal Pengembangan
Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian Imam Haryono, dua KEK besar yakni KEK Sei
Mangkei di Sumatera Utara dan KEK Bitung di Sulawesi Utara hingga saat ini masih belum
mendapatkan pasokan listrik dan gas serta kapasitas jalan yang memadai. "Padahal harus siap
secepatnya karena investor sudah mengantre," kata Imam di kantor Kementerian Perekonomian,
kemarin. Imam mengatakan KEK Sei Mangkei belum memiliki jalan pendukung, jalur kereta, bandara,
serta pelabuhan yang memadai. Padahal Sei Mangke akan menjadi sentra pengembangan agrobisnis,
salah satunya industri minyak sawit. "Ini bagian dari kerja sama Indonesia dan Malaysia," ujarnya.
Ihwal KEK Bitung, Imam mengatakan kendala utamanya adalah pembebasan lahan. Menurut dia,
masih banyak rumah liar yang berada di kawasan seluas 92,6 hektare itu. "Baru mau diukur untuk detail
pembebasan lahan, petugas sudah diancam dengan golok," ujarnya. Menteri Perdagangan Thomas
Trikasih Lembong mengatakan KEK Bitung juga terhambat masalah akses transportasi dan
jaringan listrik. Kendala lain yang dihadapi Bitung sebagai sentra industri perikanan dan pertanian,
yakni rute pelayaran yang masih terbatas 42
7. Sebagai salah satu Negara kepulauan yang terbesar di dunia, sebenarnya masih banyak lokasi lain
dalam wilayah kepulauan RI ini yang memiliki potensi besar untuk dijadikan KEK, tinggal bagaimana
kemampuan Pemerintah Daerah masing-masing untuk mengembangkan kawasan tersebut untuk
dimajukan proposalnya ke pemerintah pusat agar dapat dipertimbangkan dan didefinitifkan menjadi
kawasan KEK.
SOAL TUGAS
1. Jelaskan perbedaan yang prinsipil antara Kawasan Berikat dengan Kawasan Bebas dan Perdagangan
Bebas
2. Jelaskan perbedaan yang prinsipil antara Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dengan
Kawasan Ekonomi Khusus
3. Bila saudara sebagai pengusaha ekspor barang manufaktur, saudara lebih memilih lokasi usaha di
Kawasan Berikat dengan Kawasan Bebas dan Perdagangan Bebas atau di KEK atau Lokasi lain,
Jelaskan alasannya!
4. Apa keuntungan saudara sebagai pengusaha ekspor barang manufaktur memilih lokasi usaha di KEK
atau di Kawasan Bebas dan Perdagangan Bebas?
5. PT Batam (pengusaha di Kawasan Bebas) memasukkan komponen TV dari Luar Daerah Pabean
dengan Nilai Impor Rp 200.000.000,00. Kemudian PT Batam merakit komponen TV tersebut dengan
menambahkan komponen lokal sehingga menjadi TV plasma sebanyak 50 unit dengan merek TV
”FTZ-02” (termasuk BKP yang tergolong mewah dengan tarif 10%). Selanjutnya pada
tanggal 17 Mei 2020 PT Batam menyerahkan seluruh unit TV plasma tersebut kepada cabang
PT Batam di Medan (Cabang PT Batam merupakan PKP) dengan harga pasar wajar Rp
250.000.000,00. Buat Penghitungan PPN yang terutang dan ketentuan perpajakan pemungutan
dan penyetoran atas penyerahan TV plasma tersebut
6. PT Pulogadung (pengusaha di Kawasan Berikat) memasukkan komponen AC dari Luar Daerah Pabean
dengan Nilai Impor Rp 300.000.000,00. Kemudian PT Pulogadung merakit komponen AC tersebut
dengan menambahkan komponen lokal sehingga menjadi AC plasma sebanyak 50 unit dengan merek
AC ”KBN-02” (termasuk BKP yang tergolong mewah dengan tarif 10%). Selanjutnya pada
tanggal 17 Juni 2020 PT Pulogadung menyerahkan seluruh unit AC plasma tersebut kepada
cabang PT Pulogadung di Kawasan Berikat Medan (Cabang PT Pulogadung merupakan PKP)
dengan harga pasar wajar Rp 250.000.000,00. Buat Penghitungan PPN yang terutang dan
ketentuan perpajakan pemungutan dan penyetoran atas penyerahan AC plasma tersebut
Referensi
1. ^ "Free-trade zone | international trade". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses
tanggal 2019-12-29.
2. ^ Lompat ke:a b Keppres Kawasan Perdagangan Bebas
3. ^ Lompat ke:a b c Utomo, Rachmad (2017). FASILITAS PPN. Jakarta.
4. ^ Lompat ke:a b c d e f g h i "Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas" (PDF). 2000. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal
2019-12-30. Diakses tanggal 12/29/2000.
5. ^ Lompat ke:a b c "Peraturan | Ortax - your center of excellence in taxation". Ortax.org (dalam bahasa
Inggris). Diakses tanggal 2019-12-29.
6. ^ "Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Menjadi Undang-Undang"(PDF). 12/29/2000. Diakses
tanggal 2000.
7. ^ "Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang
Menjadi Undang-Undang" (PDF). 2000. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2018-02-05. Diakses tanggal
12/29/2019.
8. ^ "PP 83-2010::Pelimpahan Kewenangan Kepada Dewan Kawasan Sabang (DKS)-BPKS". ngada.org.
Diakses tanggal 2019-12-29.
9. ^ "Peraturan | Ortax - your center of excellence in taxation". Ortax.org (dalam bahasa Inggris). Diakses
tanggal 2019-12-29.