Dipungut
Disusun Oleh:
Dina Wilyanti (3112201066)
Inggrid Samantha William Panjaitan(3112201067)
Muhammad Nur Iqbal(3112201064)
Bintang Barrera Novragandi(3112201087)
Dalam penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), ada berbagai transaksi dalam
proses produksi maupun distribusi yang wajib dikenakan pajak, yang dimana
penanggung beban pajaknya adalah pembeli/konsumen akhir Barang Kena Pajak (BKP)
atau Jasa Kena Pajak (JKP). Oleh karena itu, pajak ini sering kita temukan di dalam
kehidupan sehari-hari sebagai masyarakat yang melakukan kegiatan ekonomi. Ada
banyak barang dan jasa yang dikenakan pajak, seperti, barang hasil tambang, barang
kebutuhan pokok, jasa asuransi, jasa perhotelan, dan lain sebagainya.
Namun, perlu diingat bahwa tidak semua barang dan jasa yang tersedia di dalam
perekonomian wajib dikenakan PPN. ada beberapa transaksi BKP dan JKP yang
diberikan fasilitas pembebasan pajak dan fasilitas tidak dipungut PPN oleh pemerintah.
Fasilitas-fasilitas ini dapat diberikan sebagian atau seluruhnya, dan untuk sementara
waktu atau untuk seterusnya.
Dalam UU HPP, yakni hukum yang mengatur PPN, tidak terdapat pasal yang secara
khusus menjelaskan tentang pemberian fasilitas yang dibebaskan PPN, namun
penjelasannya digabungkan ke dalam Pasal 16B UU HPP yang mengatur PPN yang tidak
dipungut.
Dalam Pasal 16B UU HPP disebutkan bahwa pajak terutang dapat tidak dipungut
sebagian atau seluruhnya, atau dibebaskan dari pengenaan PPN. Pemberian fasilitas ini
dapat dilakukan baik untuk sementara waktu maupun seterusnya, untuk kegiatan-
kegiatan berikut:
1. Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam daerah pabean.
2. Penyerahan BKP/JKP tertentu.
3. Impor BKP tertentu.
4. Pemanfaatan JKP tertentu dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean yang
diatur dengan peraturan pemerintah.
5. Pemanfaatan BKP tidak berwujud tertentu dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean
Pemberian fasilitas PPN dibebaskan tentunya bukan tanpa alasan, ada beberapa
alasan yang menjadi faktor utama dalam penerapan PPN dibebaskan. Berdasarkan Pasal
16B Ayat (1a) UU HPP, pemberian fasilitas PPN dibebaskan memiliki tujuan sebagai
berikut;
- Mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan
terpasang maupun terlepas, yang digunakan secara langsung dalam proses
menghasilkan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan
Barang Kena Pajak tersebut, tidak termasuk suku cadang;
- Barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang kelautan dan perikanan,
baik penangkapan maupun budidaya, sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015
- Jangat dan kulit mentah yang tidak disamak
- Ternak yang kriteria dan/atau rinciannya diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan tersendiri setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian
- Bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,
atau perikanan
- Pakan ternak tidak termasuk pakan hewan kesayangan
- Pakan ikan
- Bahan pakan untuk pembuatan pakan ternak dan pakan ikan, tidak termasuk
imbuhan pakan dan pelengkap pakan, yang kriteria dan/atau rincian bahan
pakan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri setelah mendapat
pertimbangan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kelautan dan perikanan dan Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pertanian
- Bahan baku kerajinan perak dalam bentuk perak butiran dan/atau dalam bentuk
perak batangan
- Unit hunian Rumah Susun Sederhana Milik yang perolehannya dibiayai melalui
kredit atau pembiayaan pemilikan rumah bersubsidi yang harus memenuhi
beberapa ketentuan.
Adapun BKP/JKP tertentu yang atas penyerahannya tidak dipungut PPN diatur
dalam Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 yang terdiri dari:
- BKP berwujud yang diekspor;
- BKP tidak berwujud dari dalam daerah pabean yang dimanfaatkan di luar daerah
pabean; dan
- JKP yang diekspor termasuk JKP yang diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak
yang menghasilkan dan melakukan ekspor BKP atas dasar pesanan atau
permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan di luar daerah
pabean.
Fasilitas PPN Tidak Dipungut dan dibebaskan
Fasilitas PPN tidak dipungut adalah fasilitas yang diberikan atas
objek tertentu yang sebenarnya atas transaksinya terutang Pajak Pertambahan Nilai,
tetapi diberikan fasilitas atas PPN tersebut tidak dipungut.
Pemberian fasilitas PPN terutang tidak dipungut dan dibebaskan juga untuk
ditujukan untuk mendorong perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya
saing,membantu dalam penanganan bencana alam nasional dan bencana nonalam
nasional, serta memperlancar pembangunan nasional.
Salah satu contoh penerapannya, di Indonesia ada 4 Kota yang dibebaskan dari
pajak impor(Kawasan Bebas/Free Trade Zone) yaitu Batam, Sabang, Karimun, Bintan
Pemberlakukan FTZ akan berdampak positif bagi para investor yang ada. Ada
beberapa keuntungan yang bisa dinikmati oleh para investor dalam skema FTZ. Dalam
kawasan FTZ, para investor ataupun pengusaha akan mendapatkan pembebasan bea
ekspor dan impor, pembebasan PPN, serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM). Selain itu, ada pula pemberlakuan insentif yang diberikan oleh pemerintah
bagi para pelaku usaha maupun investor yang ada di FTZ.
Dari sisi administrasi, fasilitas PPN tidak dipungut dan PPN dibebaskan tidak
menggugurkan kewajiban untuk menerbitkan faktur pajak bagi PKP yang
menyerahkannya. Hal ini disebabkan karena pada mulanya, transaksi tersebut terutang
PPN dan PKP tersebut wajib memungut PPN.
Pajak masukan yang dibayar dalam perolehan BKP dan/atau perolehan JKP yang
dalam penyerahannya tidak dilakukan pemungutan PPN bisa dikreditkan. Di sisi lain,
pajak masukan yang dibayar sebagai perolehan BKP dan/atau perolehan JKP yang pada
penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN tidak bisa dikreditkan.
Fasilitas PPN dibebaskan biasanya diberikan untuk PKP yang memberikan BKP
bersifat strategis, BKP dan/atau JKP tertentu, penyerahan untuk perwakilan negara
asing dan badan internasional juga pejabatnya dengan asas timbal balik/resiprokal, dan
jasa kebandarudaraan tertentu.
Barang Kena Pajak yang sifatnya strategis umumnya masuk kedalam kategori BKP
tetapi dengan pertimbangan pemerintah oleh karena itu dimasukkan pada klasifikasi
barang yang strategis saat diserahkan, barang itu memperoleh fasilitas pembebasan
PPN. Strategis artinya mengikuti kebutuhan khalayak atau pengembangan usaha
tertentu. BKP yang sifatnya strategis seperti mesin dan peralatan pabrik, makanan
ternak, bibit atau benih, listrik (kecuali untuk rumah dengan daya diatas 6.600 VA), dan
rumah susun sederhana milik. Yang teratur pada Peraturan Pemerintah No. 81 tahun
2015.
Dalam segi administrasi, fasilitas PPN dibebaskan dan PPN tidak dipungut tidak
menghilangkan kewajibannya dalam menerbitkan faktur pajak bagi PKP yang
menyerahkannya. Hal ini dikarenakan pada awalnya, transaksi itu terutang PPN dan
PKP itu wajib melakukan pemungutan PPN. Tetapi, jika aturan dalam aturan pajak
menunjukkan transaksi itu termasuk pada cakupan yang menerima fasilitas PPN karena
itu kewajiban melakukan pemungutan PPN menjadi hilang, namun kewajiban
menerbitkan faktur pajak tetap ada. Dalam kode faktur pajaknya PPN dibebaskan
menggunakan kode transaksi 08 sementara PPN tidak dipungut menggunakan kode
transaksi 07.
Pasal 4A
Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam
kelompok barang sebagai berikut:
- Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batu bara;
- Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
- Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung,
dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat
maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha
jasa boga atau katering; dan
- Uang, emas batangan, dan surat berharga.
Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam
kelompok jasa sebagai berikut:
1. Jasa pelayanan kesehatan medis;
2. Jasa pelayanan sosial;
3. Jasa pengiriman surat dengan perangko;
4. Jasa keuangan;
5. Jasa asuransi;
6. Jasa keagamaan;
7. Jasa pendidikan;
8. Jasa kesenian dan hiburan;
9. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
10. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri
yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar
negeri;
11. Jasa tenaga kerja;
12. Jasa perhotelan;
13. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum;
14. Jasa penyediaan tempat parkir;
15. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
16. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
17. Jasa boga atau katering.
Kesimpulan
Fasilitas PPN tidak dipungut adalah fasilitas yang diberikan atas objek tertentu yang
sebenarnya atas transaksinya terutang Pajak Pertambahan Nilai, tetapi diberikan
fasilitas atas PPN tersebut tidak dipungut.
Untuk kawasan bebas, landasan hukum yang digunakan adalah PP 41 Tahun 2021 yang
telah mencabut PP Nomor 10 Tahun 2012. Misalnya, saat penentuan kawasan bebas
Bintan, yang dikukuhkan lewat PP Nomor 41 Tahun 2017. Badan yang ditunjuk untuk
mengelola kawasan bebas ini untuk selanjutnya disebut Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas atau lazim disebut Badan Pengusahaan,
seperti yang ada di Batam dan Bintan yang dinamakan BP Batam dan BP Bintan.