Anda di halaman 1dari 179

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG DALAM KEBERHASILAN


PRAKTIK PEMBERIAN MAKAN BAYI DAN ANAK USIA 6-23 BULAN
(Studi Kualitatif di Jakarta Pusat Tahun 2020)

TESIS

SHEILA RIDHAWATY
1806168815

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
KEKHUSUSAN/DEPARTEMEN GIZI KESEHATAN MASYARAKAT
DEPOK
2020
UNIVERSITAS INDONESIA

FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG DALAM KEBERHASILAN


PRAKTIK PEMBERIAN MAKAN BAYI DAN ANAK USIA 6-23 BULAN
(Studi Kualitatif di Jakarta Pusat Tahun 2020)

TESIS

Diajukan sebagai salahsatu syarat memperoleh gelar


Sarjana Kesehatan Masyarakat

SHEILA RIDHAWATY
1806168815

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
KEKHUSUSAN/DEPARTEMEN GIZI KESEHATAN MASYARAKAT
DEPOK
2020
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Sheila Ridhawaty


NPM : 1806168815

Tanda Tangan :

Tanggal : 30 Juli 2020

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh :


Nama : Sheila Ridhawaty
NPM : 1806168815
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Judul Tesis :
Faktor Penghambat dan Pendukung Dalam Keberhasilan Praktik Pemberian
Makan Bayi dan Anak Usia 6-23 Bulan
(Studi Kualitatif Di Jakarta Pusat Tahun 2020)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Kesehatan
Masyarakat pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan Gizi
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Prof. dr. Endang Laksminingsih M.P.H., Dr.PH (...................)

Penguji dalam 1 : Dr. Ir. Asih Setiarini, M.Sc (...................)

Penguji dalam 2 : Prof.Dr.Dra .Ratu Ayu dewi Sartika,Apt.,MSc (...................)

Penguji luar 1 : Dr. Ir. Anies Irawati, M.Kes (...................)

Penguji luar 2 : Tiara Luthfie,SKM.MKM (...................)

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : 30 Juli 2020


SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:

Nama : Sheila Ridhawaty


NPM : 1806168815
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Tahun Akademik : 2018/2019

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan tesis saya
yang berjudul:

“FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG DALAM KEBERHASILAN


PRAKTIK PEMBERIAN MAKAN BAYI DAN ANAK USIA 6-23 BULAN
(Studi Kualitatif di Jakarta Pusat Tahun 2020)”

Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan plagiat, maka saya akan menerima
sanksi yang telah ditetapkan.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Depok, 30 Juli 2020

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Kesehatan Masyarakat
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat pada
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada
penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan Tesis ini. Oleh karena
itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1) Prof. dr. Endang Laksminingsih M.P.H., Dr.PH, selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan
tesis ini;
2) Dr. Ir. Asih Setiarini, M.Sc, selaku dosen penguji dalam 1 atas saran dan kritik yang
diberikan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini;
3) Prof. Dr. Dra .Ratu Ayu dewi Sartika,Apt.,MSc, selaku dosen penguji dalam 2 atas
saran dan kritik yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini;
4) Dr. Ir. Anies Irawati, M.Kes, selaku dosen penguji luar 2 atas saran dan kritik yang
diberikan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini;
5) Tiara Luthfie,SKM.MKM, selaku dosen penguji luar 2 atas saran dan kritik yang
diberikan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini;
6) Staff Departemen Ilmu Gizi Kesehatan Masyarakat dan FKM UI yang telah membantu
urusan administrasi selama penyelesaian tesis ini
7) Pihak Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) dan Suku Dinas Kota
Administrasi DKI Jakarta yang telah mengizinkan saya untuk dapat melakukan
pengambilan data tesis di wilayah Jakarta Pusat
8) Kepala dan petugas gizi Puskesmas di wilayah Jakarta Pusat
9) Kader posyandu yang senantiasa membantu dalam pengambilan data penelitian
10) Seluruh responden yang telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini
11) Suami tercinta dan tersayang (Ridwan Kusaeni) atas kesabaran, doa dan dukungannya
kepada penulis selama menyelesaikan studi dan tesis ini;
12) Orang tua dan mertua, saudari dan saudara penulis atas doa dan dukungannya kepada
penulis selama menyelesaikan studi dan tesis ini.
13) Teman-teman seperbimbingan: Suci Reno Monalisa dan Syabilila Indraswari yang telah
menyediakan waktu, tenaga untuk membantu proses pengumpulan data, serta menjadi
tempat bertukar pikiran hingga proses pengerjaan tesis ini berakhir.
14) Teman-teman Peminatan Gizi Kesmas Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Tahun 2018 dan semua sahabat yang telah banyak mendukung dan membantu saya
dalam menyelesaikan tesis ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu.

Depok, 30 Juli 2020


Penulis

vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:

Nama : Sheila Ridhawaty


NPM : 1806168815
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Departemen : Gizi Kesehatan Masyarakat
Fakultas : Kesehatan Masyarakat
Jenis karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
“Faktor Penghambat dan Pendukung Dalam Keberhasilan Praktik Pemberian
Makan Bayi dan Anak Usia 6-23 Bulan
(Studi Kualitatif Di Jakarta Pusat Tahun 2020)”

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola
dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 30 Juli 2020
Yang menyatakan

( Sheila Ridhawaty )
ABSTRAK

Nama : Sheila Ridhawaty


Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Judul : Faktor Penghambat dan Pendukung Dalam Keberhasilan
Praktik Pemberian Makan Bayi dan Anak Usia 6-23 Bulan (Studi
Kualitatif di Jakarta Pusat Tahun 2020)
Pembimbing : Prof. dr. Endang Laksminingsih M.P.H., Dr.PH

Praktek pemberian makanan yang tidak memadai adalah salah satu penyebab
utama kekurangan gizi. Wasting dan stunting biasanya meningkat antara usia 6 sampai
23 bulan. Minimum Acceptable Diet (MAD) adalah salah satu indikator utama untuk
menilai praktik pemberian makan bayi dan anak yang menggabungkan Minimum Meal
Frequency (MMF), Minimum dietary diversity (MDD) berdasarkan status pemberian
makan. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh informasi secara mendalam dan
memperoleh fakta terkait faktor penghambat dan pendukung dalam praktik pemberian
makan bayi dan anak usia 6-23 bulan di Jakarta Pusat. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif dengan pendekatan Rapid Assesment Procedure (RAP) dengan metode
pengumpulan data Focus Group Discusion (FGD) dan wawancara mendalam terhadap
infroman ibu dengan anak MAD tercapai sebanyak 23 informan dan tidak tercapai
sebanyak 31 informan, kader Posyandu sebanyak 3 informan, dan Petugas Gizi sebanyak
3 informan. Faktor penghambat dalam keberhasilan praktik pemberian makan bayi dan
anak yaitu, keterbatasan fasilitas memasak, pemberian makanan selingan yang lebih
sering disbanding makanan utama, kebiasaan pemberian MPASI dini dalam keluarga,
pelatihan PMBA untuk kader belum menyeluruh, dan keterbatasan tenaga gizi, sedangkat
faktor pendukung yaitu, pengetahuan dan sikap ibu yang baik, akses pelayanan kesehatan
yang mudah dicapai, keaktifan ibu dalam kegiatan Posyandu, dan daya beli keluarga yang
baik mempengaruhi keberhasilan praktik pemberian makan bayi dan anak usia 6-23
bulan. Perlu adanya monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan kegiatan
penyuluhan/konseling pemberian makan bayi dan anak di lapangan, membuat inovasi
kedai balita sehat yang berisikan jajanan sehat yang aman dan bergizi baik bagi balita
yang dibina secara langsung oleh dinas kesehatan, melakukan kegiatan penyegaran
(refreshing) kepada fasilitator kota, Puskesmas, dan kader Posyandu, dan melibatkan
anggota keluarga lain dalam melakukan penyuluhan dan konseling pemberian makan bayi
dan anak.

Kata kunci: Minimum Acceptable Diet (MAD), Perilaku Ibu, Pemberian makan bayi dan
anak (PMBA)

ix
ABSTRACT

Name : Sheila Ridhawaty


Study Program : Public Health Science
Title : Inhibiting and Supporting Factors in the Success of the Infant and
Young Child Feeding Practices Aged 6-23 Month (Qualitative
Study in Central Jakarta in 2020)
Counsellor : Prof. dr. Endang Laksminingsih M.P.H., Dr.PH

Inadequate feeding practices are one of the main causes of malnutrition. Wasting
and stunting usually increase between the ages of 6 to 23 months. The Minimum
Acceptable Diet (MAD) is one of eight core indicators for assessing infant and young
child feeding practices that is composite indicators composed of the Minimum Meal
Frequency (MMF) and Minimum Dietary Diversity (MDD). The purpose of this study is
to obtain in-depth information and obtain facts related to inhibiting and supporting factors
infant and young child feeding practices at 6-23 month in Central Jakarta. This study uses
a qualitative method with the Rapid Assessment Procedure (RAP) with the Focus Group
Discussion (FGD) and in-depth interviews with mothers in children achieve by MAD as
23 informants and not achieve by MAD as 31 informants, Posyandu cadres as 3
informants, and Nutritionists as 3 informants. Inhibiting factors in infant and young child
feeding practices is limited cooking facilities, provision of distinctive food more often
than the main food, preparation of early complementary feeding in the family, IYCF
training for cadres has not comprehensive. Supporting factors in infant and young child
feeding practices is good knowledge and attitude of mothers, access to health services
that are easily achieved, active mothers in Posyandu activities, and good family
purchasing power increase the success of the infant and young child feeding practices
aged 6-23 month. There is a need for monitoring and evaluation in the implementation of
counseling / counseling activities for infant and child feeding in the field, making healthy
toddler shops containing healthy snacks that are safe and nutritious both for toddlers who
are directly fostered by the health department, conducting refreshing activities for
facilitators cities, Puskesmas, and Posyandu cadres, and invite other family members to
conduct counseling of the infant and young child feeding practices.

Key words: Minimum Acceptable Diet (MAD), behavior mother, Infant and Young
Child Feeding (IYCF)
DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................................... iii


HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................... iv
SURAT PERNYATAAN .............................................................................................. v
KATA PENGANTAR ................................................................................................. vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS .................................................................................. viii
ABSTRAK .................................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL...................................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................ 1


1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 5
1.3 Pertanyaan Penelitian ........................................................................................ 5
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 6
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 6
1.5.1 Bagi Dinas Kesehatan Jakarta Pusat Berserta Perangkatnya ...................... 6
1.5.2 Bagi Pengembangan Pengetahuan dan Penelitian di Bidang Gizi dan
Kesehatan Masyarakat....................................................................................... 7
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................. 7

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR .............................................................................. 8


2.1 Pengaruh Asupan Terhadap Status Gizi Anak Usia 6-23 Bulan ......................... 8
2.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi .............................................................. 8
2.2.1 Pertumbuhan Bayi .................................................................................... 8
2.2.2 Perkembangan Bayi .................................................................................. 9
2.2.2.1 Perkembangan Motorik ............................................................... 10
2.2.2.2 Perkembangan Kognitif ............................................................... 10
2.2.2.3 Perkembangan Pencernaan .......................................................... 10
2.3 Kebutuhan Gizi Anak Usia 6-23 Bulan ........................................................... 11
2.3.1 Gizi Seimbang untuk Anak Usia 6-23 Bulan ........................................... 16
2.4 Praktik PMBA pada Usia 6-23 Bulan .............................................................. 16
2.4.1 Capaian Minimum Dietary Diversity (MDD) .......................................... 20
2.4.2 Capaian Minimum Meal Frequency (MMF) ........................................... 21
2.4.3 Capaian Minimum Acceptable Diet (MAD)............................................ 22
2.5 Faktor-faktor Penghambat dan Pendukung Praktik Pemberian MP-ASI pada Usia
6-23 Bulan.............................................................................................. 23
2.5.1 Pegetahuan dan Sikap Ibu tentang Praktik Pemberian MP-ASI ............... 24
2.5.2 Lingkungan ............................................................................................ 25
2.5.3 Pelayanan Kesehatan .............................................................................. 25
xi
Universitas Indonesia
2.5.4 Antenatal Care (ANC)............................................................................ 25
2.5.5 Penolong Persalinan ............................................................................... 26
2.5.6 Keterpaparan Media Infomasi ................................................................. 26
2.5.7 Kepercayaan dan Adat Istiadat................................................................ 27
2.5.8 Karakteristik Keluarga ............................................................................ 27
2.5.8.1 Tingkat Pendidikan Ibu ............................................................... 27
2.5.8.2 Umur Ibu ..................................................................................... 28
2.5.8.3 Status Pekerjaan Ibu .................................................................... 28
2.5.8.4 Tingkat Pendapatan Keluarga ...................................................... 28
2.5.8.5 Jumlah Anggota Keluarga ........................................................... 29
2.6 Teori Perubahan Perilaku ................................................................................ 30
2.6.1 Domain Perilaku ..................................................................................... 30
2.6.2 Model PRECED – PROCEED................................................................ 33
2.7 Kerangka Teori ............................................................................................... 37

BAB 3 KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL ................................ 38


3.1 Kerangka Konsep ........................................................................................... 38
3.2 Definisi Operasional ....................................................................................... 39

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 41


4.1 Desain Penelitian ............................................................................................ 41
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................... 41
4.3 Populasi dan Sampel ....................................................................................... 41
4.3.1 Populasi dan Sampel Penelitian Kuantitatif............................................. 41
4.3.2 Populasi dan Sampel Penelitian Kulitatif ................................................ 43
4.4 Pengumpulan Data .......................................................................................... 45
4.4.1 Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 45
4.5 Instrumen........................................................................................................ 47
4.6 Pengolahan, Analisis, dan Interpretasi Data..................................................... 49
4.7 Validasi Data .................................................................................................. 50
4.8 Etika Penelitian ............................................................................................... 51

BAB 5 HASIL PENELITIAN ................................................................................... 52


5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian ............................................................. 52
5.2 Karakteristik Informan .................................................................................... 53
5.3 Perilaku Ibu dalam Pemberian Makan Bayi dan Anak Usia 0-23 Bulan........... 55
5.3.1 Perilaku Pemberian ASI ......................................................................... 55
5.3.2 Perilaku ibu dalam pemberian makan bayi/anak ..................................... 57
5.3.3 Hambatan/kendala yang dihadapi ibu dalam Pemberian Makan Bayi/Anak
....................................................................................................................... 63
5.3.4 Pelaksanaan Kegiatan Konseling/Penyuluhan Pemberian Makan Bayi/Anak
di Pelayanan Kesehatan (Posyandu dan Puskesmas) ........................................ 65
5.4 Faktor Predisposisi Perilaku Ibu dalam Pemberian Makan Bayi dan Anak Usia 0-
23 Bulan ................................................................................................. 69
5.4.1 Pengetahuan ........................................................................................... 69
5.4.2 Sikap ...................................................................................................... 72
5.4.3 Tradisi Makanan/minuman yang Dianggap Tabu Pantangan untuk diberikan
Kepada Bayi/ Anak Usia 6-23 Bulan ............................................................... 74
5.5 Faktor Penguat Perilaku Ibu dalam Pemberian Makan Bayi dan Anak Usia 6-23
Bulan ...................................................................................................... 75
5.5.1 Dukungan Keluarga ................................................................................ 75
5.5.2 Dukungan Kader Posyandu..................................................................... 76
5.5.3 Dukungan Petugas Kesehatan ................................................................. 79
5.6 Faktor Pemungkin Perilaku Ibu dalam Pemberian Makan Bayi dan Anak Usia 6-
23 Bulan ................................................................................................. 81
5.6.1 Akses Pelayanan Kesehatan .................................................................... 81
5.6.2 Daya Beli Keluarga ................................................................................ 82
5.6.3 Akses dan Pemanfaatan Pangan .............................................................. 84

BAB 6 PEMBAHASAN ............................................................................................ 94


6.1 Keterbatasan Penelitian ................................................................................... 94
6.2 Perilaku Ibu dalam Pemberian Makan Bayi dan Anak Usia 6-23 Bulan........... 94
6.2.1 Perilaku Pemberian ASI ......................................................................... 94
6.2.2 Perilaku Pengenalan MP-ASI ................................................................. 95
6.2.3 Pemberian Makan bayi dan Anak usia 6-23 bulan saat ini ....................... 97
6.2.4 Hambatan/Kendala dalam Pemberian Makan Bayi dan Anak .................. 99
6.2.5 Pelaksanaan Kegiatan Konseling/Penyuluhan Pemberian Makan Bayi dan
Anak Selama ini di Pelayanan Kesehatan ...................................................... 100
6.3 Faktor Predisposisi Perilaku Ibu dalam Pemberian Makan bayi dan Anak Usia 6-
23 Bulan ............................................................................................... 102
6.3.1 Pengetahuan ......................................................................................... 102
6.3.2 Sikap .................................................................................................... 104
6.3.3 Tradisi .................................................................................................. 105
6.4 Faktor Penguat Perilaku dalam Pemberian Makan Bayi dan Anak Usia 6-23 Bulan
............................................................................................................. 106
6.4.1 Dukungan Keluarga .............................................................................. 106
6.4.2 Dukungan Kader Posyandu................................................................... 107
6.4.3 Dukungan Petugas Kesehatan ............................................................... 108
6.5 Faktor Pemungkin Perilaku Ibu dalam Pemberian Makan Bayi dan Anak Usia 6-
23 Bulan ............................................................................................... 110
6.5.1 Akses ke Pelayanan Kesehatan ............................................................. 110
6.5.2 Daya Beli Keluarga .............................................................................. 111
6.5.3 Akses Pemanfaatan Pangan .................................................................. 111

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 113


7.1 Kesimpulan................................................................................................... 113
7.2 Saran ............................................................................................................ 114
7.2.1 Bagi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat serta Perangkatnya .............. 114
7.2.2 Bagi Pengembang Pengetahuan Dan Penelitian Di Bidang Gizi Dan
Kesehatan Masyarakat................................................................................... 115

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 116

xiii
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL

Table 2.1 Panduan Praktis Tentang Kualitas, Frekuensi, dan Jumlah Makanan untuk Anak
Usia 6-23 Bulan .......................................................................................... 13

Table 2.2 Rekomendasi Makanan yang Sesuai untuk Makanan Pendamping ASI ........ 15

Table 2.3 Kriteria Definisi Praktik PMBA ................................................................... 19

Table 2.4 Penilaian MMF pada anak usia 6-23 Bulan .................................................. 22

Table 4.1 Sebaran responden di setiap kelurahan dan posyandu .................................. 44

Table 4.2 Variabel, Data, Sumber Data, Cara Pengumpulan Data, dan Instrumen
Pengumpulan Data ...................................................................................... 47

Table 5.1 Jumlah Penduduk di Masing-Masing Kecamatan di Jakarta Pusat ................ 52

Table 5.2 Jumlah Puskesmas di Jakarta Pusat .............................................................. 53

Table 5.3 Karakteristik Ibu dengan Anak MAD Tercapai ............................................ 54

Table 5.4 Karakteristik Ibu dengan Anak MAD Tidak Tercapai .................................. 54

Table 5.5 Karakteristik Informan Kader ...................................................................... 54

Table 5.6 Karakteristik Informan Petugas Gizi ............................................................ 55

Table 5.7 Praktik Pemberian Makan yang dilakukan Informan Ibu MAD Tercapai Kepada
Bayi/Anak ................................................................................................... 59

Table 5.8 Praktik Pemberian Makan yang dilakukan Informan Ibu dengan anak MAD
Tidak Tercapai Kepada Bayi/Anak .............................................................. 63

Table 5.9 Kesimpulan Hasil FGD dan WM Ibu dengan Anak MAD tercapai dan MAD
Tidak Tercapai ............................................................................................ 87
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Energi yang dibutuhkan Berdasarkan Usia dan Jumlah ASI ..................... 12

Gambar 2.2 Model PRECED-PROCEED.................................................................... 33

Gambar 4.1 Teknik Pengambilan Sampel .................................................................... 43

xv
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Lolos Etik Penelitian ..................................................................... 126

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian ............................................................................... 127

Lampiran 3 Surat Rekomendasi Izin Lokasi Penelitian .............................................. 128

Lampiran 4 Informed Consent dan Panduan FGD dan WM ....................................... 129

Lampiran 5 Matriks Hasil FGD dan Wawancara Mendalam ...................................... 147


DAFTAR SINGKATAN

AAP : American Academy of Pediatrics


AND : Academy of Nutrition and Dietetics
ASI : Air Susu Ibu
BB : Berat Badan
DHS : Demographic and Health Surveys
DKI : Daerah Khusus Ibu Kota
EDHS : Ethiopia Demography and Health Survey
FGD : Focus Group Disscussion
GER : gastroesofageal reflux
Kemenkes : Kementerian Kesehatan
KIA : Kesehatan Ibu dan Anak
MAD : Minimum Acceptable Diet
MDD : Minimum dietary diversity
MMF : Minimum Meal Frequency
MP-ASI : Makanan Pendamping Air Susu Ibu
PAHO : Pan American Health Organization
PGS : Pedoman Gizi Seimbang
PKC : Puskesmas Kecamatan
PKL : Puskesmas Kelurahan
PMBA : Pemberian Makan Bayi dan Anak
RAP : Rapid Assesment Procedure
SMA : Sekolah Menengah Atas / Sekolah Menengah Kejuruan
(SNNPR : South Nations and Nationalities Peoples Region
SPM : Standar Pelayanan Minumun
TB : Tinggi Badan
UNICEF : United Nations Children's Fund
WHO : World Health Organization
WM : Wawancara Mendalam
xvii
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manfaat kesehatan diperoleh secara maksimal jika intervensi gizi yang optimal
dilakukan selama periode jendela kritis yaitu 1000 hari pertama kehidupan hingga usia
anak 2 tahun yang mencakup pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama dan
dilanjutkan dengan pemberian ASI hingga usia 2 tahun, memberikan makanan
pendamping ASI yang tepat waktu, aman, dan berkualitas tinggi dan pemberian intervensi
mikronutrien yang tepat (Korday, Sharma, & Malik, 2018). Secara global diperkirakan
bahwa kekurangan gizi bertanggung jawab, secara langsung atau tidak langsung terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak (WHO, 2009). Bahkan kekurangan gizi ringan atau
sedang pada periode ini dapat menyebabkan kecacatan permanen pada anak (Gautam,
Adhikari, Khatri, & Devkota, 2016).
Kekurangan gizi juga merupakan penyebab utama kecacatan yang dapat
mempengaruhi potensi perkembangan penuh mereka. Diperkirakan 32%, atau 186 juta,
anak-anak di bawah usia lima tahun di negara-negara berkembang mengalami stunting
dan sekitar 10%, atau 55 juta, meninggal dunia (WHO, 2011). Terlepas dari upaya yang
dilakukan secara global, sedikit yang telah dicapai dalam mengurangi kekurangan gizi
dengan kesenjangan yang cukup besar dari target dan tujuan global yang masih harus
dipenuhi. Di seluruh dunia pada tahun 2016, jumlah anak yang wasting dan stunting di
bawah usia lima tahun masing-masing sekitar 154,8 dan 52 juta, sementara lebih dari 40
juta anak mengalami kelebihan berat badan. Sekitar 56%, 69% dan 49% anak yang
stunting, wasting dan kelebihan berat badan, masing-masing berusia di bawah lima tahun,
masing-masing berasal dari Asia. Lebih buruk lagi, jumlah anak yang stunting dan
kelebihan berat badan meningkat masing-masing sebesar 9 dan 9,8 juta antara tahun 2000
dan 2016 (UNICEF/WHO/World Bank Group, 2017).
Praktek pemberian makanan yang tidak memadai adalah salah satu penyebab
utama kekurangan gizi. Wasting dan stunting biasanya meningkat antara usia 6 sampai
23 bulan, fase dimana pemberian makanan tambahan diperlukan, kondisi anak yang
semakin mandiri membuat anak rentan terhadap kontaminasi dari lingkungan sekitarnya,
seperti diare yang dapat memepengaruhi nafsu makan anak yang dapat mempengaruhi
1
Universitas Indonesia
2

praktik pemberian makan tambahan (Mokori, Schonfeldt, & Hendriks, 2017). Malnutrisi
pada bayi /anak-anak juga menyebabkan masalah psikososial, seperti gangguan
perkembangan mental dan fisik, penurunan prestasi pendidikan, peningkatan morbiditas,
dan lebih banyak waktu dan uang yang dihabiskan untuk merawat anak-anak yang sakit
karena morbiditas yang sering terjadi (Nankumbi & Muliira, 2015).
Minimum Acceptable Diet (MAD) adalah salah satu indikator utama untuk
menilai praktik pemberian makan bayi dan anak yang menggabungkan Minimum Meal
Frequency (MMF), Minimum dietary diversity (MDD) berdasarkan status pemberian
makan. Karena pemberian makan yang tepat untuk anak-anak 6-23 bulan bersifat
multidimensi, penting untuk memiliki indikator komposit yang melacak sejauh mana
berbagai dimensi pemberian makan anak yang memadai terpenuhi. Dengan demikian,
MAD menyediakan cara yang berguna untuk melacak kemajuan sekaligus meningkatkan
dimensi kualitas dan kuantitas utama dari diet anak-anak (WHO, 2009).
Secara global hanya satu dari enam orang anak yang menerima Minimum
Acceptable Diet (MAD), sedangkan di Afrika timur dan selatan hanya terdapat satu dari
10 bayi dan anak. Di Ethiopia status Minimum Meal Frequency (MMF), Minimum dietary
Diversity (MDD), dan Minimum Acceptable Diet (MAD) masing-masing berjumlah 48,4,
dan 4%. Namun MAD mencapai 7% pada tahun 2016 menurut Ethiopia Demography
and Health Survey (EDHS). Demikian pula menurut South Nations and Nationalities
Peoples Region (SNNPR) hanya 2,5% bayi dan anak yang mencapai MDD dan hanya 2,3
% yang mencapai MAD (Berhanu, Alemu, & Argaw, 2019). Pada penelitian
Demographic and Health Surveys (DHS) di Asia Selatan dan Afrika sub-Sahara
didaptakan kurang dari 30% anak berusia 6-23 bulan mencapai MDD dan tidak lebih dari
30% anak mencapai MAD (Jones et al., 2014)
Di Indonesia capaian indikator pemberian makanan tambahan dengan
memperkenalkan makanan padat, semi padat, atau makanan lembut pada anak 6-8 bulan
sebanyak 87%. Capaian MDD, MMF, dan MAD di Indonesia pada anak usia 6-23 bulan
masing-masing 65%, 67%, dan 42% (WHO, 2011).
Jakarta Pusat merupakan salah satu kota administrasi DKI Jakarta. Berdasarkan
penelitian Black et al., 2008 dan Senarath et al., 2012, disebutkan bahwa ibu yang tinggal di
pedesaan lebih baik dalam mencapai praktik pemberian makan anak dengan keragaman diet
minimum serta minimum frekuensi makan pada anak dibandingkan ibu yang tinggal di pusat

Universitas Indonesia
3

kota. Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan di wilayah kota administrasi DKI
Jakarta lainnya, seperti Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat. Capaian
MDD, MMF dan MAD di Jakarta Barat yaitu sebesar 60%, 97,1%, dan 47,6%. Untuk capaian
di Jakarta Utara yaitu sebesar 58,1%, 97,1%, dan 49%. Untuk capaian di Jakarta Selatan yaitu
sebesar 62,6%, 97,7% dan 55,2%. Sedangkan Jakarta Pusat yaitu sebesar 61,2%, 74,6%,
dan 38,1%. (Enggartiasti, 2017; Gabriela Sanjaya, 2017; Widia, 2019; Willy Wildan
Saputra, 2017)
Keputusan kapan dan bagaimana memulai pemberian makanan pendamping ASI
adalah masalah yang kompleks di antara para ibu dan ada berbagai faktor yang
mempengaruhi pemberian makanan pendamping ASI. Memahami proses pengambilan
keputusan, kepercayaan sosial, pengetahuan, sikap dan praktik pemberian makanan
pendamping adalah langkah penting sebelum merancang strategi intervensi untuk
mencegah kekurangan gizi pada anak-anak (Chand, Kumar, Singh, & Vishwakarma,
2018).
Model PRECEDE – PROCEED digunakan untuk menilai perilaku dan
lingkungan terkait kesehatan yang memengaruhi kesehatan dan kualitas kebutuhan hidup,
dan untuk merancang, menerapkan, dan mengevaluasi program promosi kesehatan yang
meningkatkan kualitas hidup bagi mereka yang membutuhkan program ini. Faktor
predisposisi (termasuk informasi, sikap, kepercayaan, nilai, dan persepsi tentang
perubahan perilaku yang diinginkan), faktor pendukung (termasuk faktor kontekstual
yang memfasilitasi atau menghambat perubahan perilaku dan lingkungan yang
diinginkan), dan faktor penguat (penghargaan dan evaluasi orang lain yang dapat
mendorong atau mencegah melanjutkan perubahan perilaku yang diinginkan) (Aldiabat,
2013).
Dalam satu penelitian di China, Li et al. menunjukkan bahwa model ini dapat
digunakan sebagai alat yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan kesehatan
masyarakat. Selanjutnya, Noruzi menggunakan model ini sebagai kerangka kerja untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang mungkin memiliki peran dalam penurunan kualitas
hidup perempuan di antara pascamenopause. WHO telah mengakui perlunya
mengevaluasi praktik pemberian makan bayi dan anak kecil dengan tujuan merencanakan
intervensi yang ditargetkan pada populasi berisiko, dan untuk memantau dan

Universitas Indonesia
4

mengevaluasi kemajuan dengan praktik pemberian makanan setelah dimulainya


intervensi (Shams, Mostafavi, & Hassanzadeh, 2016).
Faktor predisposisi yang mempengaruhi ibu dalam praktik pemberian makan anak
secara signifikan dipengaruhi oleh pengetahuan, pendidikan ibu, status pekerjaan rumah
tangga, jenis kelamin dan usia anak, dan status sosial ekonomi rumah tangga. Dengan
demikian hal tersebut dapat diidentifikasi sebagai faktor predisposisi yang dapat
mempengaruhi praktik pemberian makanan yang tidak memadai (Mekonnen, Workie,
Yimer, & Mersha, 2017). Praktik budaya yang dihasilkan dari pengaruh anggota
masyarakat atau keluarga yang dihormati juga menonjol sebagai penghalang yang
signifikan terhadap penggunaan praktik pemberian makan bayi dan anak yang tepat.
Praktek-praktek budaya tampaknya tertanam oleh para tokoh masyarakat atau orang-
orang yang sangat dihormati dalam keluarga (Nankumbi & Muliira, 2015).
Faktor penguat yang mempengaruhi ibu dalam praktik pemberian makan anak
dipengaruhi oleh petugas kesehatan dan kader yang memberikan konseling pemberian
makanan bayi di fasilitas kesehatan dianggap efektif, tidak hanya untuk meningkatkan
praktik menyusui tetapi juga untuk meningkatkan pemberian makanan tambahan.
Pelatihan dan dukungan perempuan dan anggota masyarakat diharapkan dapat diberikan
oleh penyedia layanan kesehatan untuk dapat mencapai pengetahuan mengenai kesehatan
lebih baik (Brody et al., 2015; Ng, Dibley, & Agho, 2012). Dukungan penghargaan
keluarga dapat meningkatkan status psikososial anggota keluarganya. Ini berarti bahwa
ibu menyusui yang mendapatkan dukungan penghargaan berupa pemberian dorongan,
bimbingan, dan umpan balik (Nurlinawati Sahar & Permatasari, 2016).
Faktor pemungkin dalam praktik pemberian makan anak dipengaruhi oleh daya beli
keluarga, para ibu harus dapat memberi makan anak-anak mereka beragam diet dan
jumlah makanan yang direkomendasikan. Namun, ini bisa sulit bagi banyak ibu untuk
mencapainya di masyarakat miskin dan yang memiliki kapasitas ekonomi rendah untuk
mengamankan makanan untuk rumah tangga mereka (Udoh & Amodu, 2016).
Kemampuan suatu rumah tangga untuk mengakses pelayanan kesehatan berkaitan dengan
ketersediaan sarana pelayanan kesehatan. Pemanfaatan Posyandu merupakan sarana
pelayanan kesehatan sederhana dalam masyarakat yang dapat mempengaruhi status gizi
anak (Sartika, 2010).
.

Universitas Indonesia
5

1.2 Rumusan Masalah


Pemberian makan bayi dan anak yang tepat menurut indikator dalam
memperkenalkan makanana padat, semi padat dan lembut pada anak usia 6-23 bulan
yang di tetapkan oleh WHO di Indonesia tergolong rendah hal ini di lihat dari data WHO
tahun 2011 capaian Minimum Dietary Diversity (MAD), Minimum Meal Frequency
(MMF), dan Minimum Acceptable Diet (MAD) pada anak usia 6-23 bulan masing-masing
65%, 67%, dan 42% (WHO, 2011). Menurut data SDKI tahun 2017 capaian MMD,
MMF, dan MAD pada anak usia 6-23 bulan yaitu sebesar 72%, 60%, dan 40%. Dari hasil
studi di Jakarta Pusat capaian MMD, MMF, MAD pada anak usia 6-28 bulan yaitu
sebesar 61,2%, 74,6%, dan 38,1% (Widia, 2019). Praktek pemberian makanan yang tidak
memadai adalah salah satu penyebab utama kekurangan gizi dimana angka prevalensi
stunting dan wasting di Indonesia masih tergolong tinggi menurut hasil Riskesdas 2018
yaitu 30,8% dan 10,2%. Pada penelitian Widia tahun 2019 mengenai faktor determinan
terhadap capaian minimum acceptable diet (MAD) pada anak usia 6-23 bulan di Jakarta
Pusat tahun 2019 dapat di gambarkan bahwa sebanyak 63% ibu memiliki pengetahuan
yang baik, 73% memiliki sikap yang positif, dan 66,3% ibu terpapar informasi mengenai
praktik pemberian makanan bayi dan anak usia 6-24 bulan, namun prevalesi capaian
MAD masih tergolong rendah yaitu (38,1%) sehingga di butuhkan penelitian lebih lanjut
untuk mengetahui faktor penghambat dan pendungkung keberhasilan praktik pemberian
makanan bayi dan anak. Penelitian ini akan membahas faktor penghambat dan pendukung
keberhasilan praktik pemberian makan bayi dan anak usia 6-23 bulan.

1.3 Pertanyaan Penelitian


1. Bagaimana perilaku ibu dalam praktik pemberian makan bayi dan anak usia 6-23
bulan di Jakarta Pusat?
2. Bagaimana faktor penghambat dalam praktik pemberian makan bayi dan anak usia 6-
23 bulan di Jakarta Pusat?
3. Bagaimana faktor pendukung dalam praktik pemberian makan bayi dan anak usia
6-23 bulan di Jakarta Pusat?
4. Bagaimana faktor predisposisi praktik dalam pemberian makan bayi dan anak usia
6-23 bulan di Jakarta Pusat?

Universitas Indonesia
6

5. Bagaimana faktor penguat dalam praktik pemberian makan bayi dan anak usia 6-23
bulan di Jakarta Pusat?
6. Bagaimana faktor pemungkin dalam praktik pemberian makan bayi dan anak usia
6-23 bulan di Jakarta Pusat?

1.4 Tujuan Penelitian


1. Diperolehnya informasi mendalam tentang praktik pemberian makan bayi dan
anak usia 6-23 bulan di Jakarta Pusat
2. Diperolehnya informasi mendalam tentang faktor penghambat dalam praktik
pemberian makan bayi dan anak usia 6-23 bulan di Jakarta Pusat
3. Diperolehnya informasi mendalam tentang faktor pendukung dalam praktik
pemberian makan bayi dan anak usia 6-23 bulan di Jakarta Pusat
4. Diperolehnya informasi mendalam tentang faktor predisposisi praktik dalam
pemberian makan bayi dan anak usia 6-23 bulan di Jakarta Pusat
5. Diperolehnya informasi mendalam tentang faktor penguat dalam praktik
pemberian makan bayi dan anak usia 6-23 bulan di Jakarta Pusat
6. Diperolehnya informasi mendalam tentang faktor pemungkin dalam praktik
pemberian makan bayi dan anak usia 6-23 bulan di Jakarta Pusat

1.5 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, diantaranya sebagai
berikut:

1.5.1 Bagi Dinas Kesehatan Jakarta Pusat Berserta Perangkatnya


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sebagai bahan
masukan dan evaluasi bagi Dinas Kesehatan Jakarta Pusat dalam menentukan langkah-
langkah perbaikan dan perencanaan kegiatan lebih lanjut pada pelaksanaan manajemen
keberhasilan program Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) pada balita di wilayah
kerja Dinas Kesehatan Jakarta Pusat.

Universitas Indonesia
7

1.5.2 Bagi Pengembangan Pengetahuan dan Penelitian di Bidang Gizi dan


Kesehatan Masyarakat
1. Hasil penelitian ini dapat memperkaya pengetahuan kesehatan masyarakat
khususnya di bidang gizi, kesehatan ibu dan anak (KIA), dan promosi kesehatan
tentang perilaku ibu dalam pemberian makan bayi dan anak.
2. Hasil penelitian ini dapat memacu peneliti lain untuk melakukan penelitian
lanjutan tentang praktik pemberian makan bayi dan anak dengan cakupan populasi
yang lebih luas.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian (Widia, 2019). Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan Rapid Assesment Procedure (RAP)
yang bertujuan untuk menggali informasi mendalam dan terperinci mengenai faktor
penghambat dan faktor pendukung keberhasilan praktik dalam pemberian makan bayi
dan anak usia 6-23 bulan. Pengumpulan data penelitian dilaksanakan bulan Februari
tahun 2020 di Jakarta Pusat, DKI Jakarta. Informan pada penelitian ini adalah ibu yang
memiliki bayi dan anak berusia 6-23 bulan, kader Posyandu, dan petugas kesehatan
(petugas gizi). Pengambilan data menggunaka metode Focus Group Disscussion (FGD)
dan Wawancara Mendalam (WM). FGD dan WM dilakukan dengan menggunakan
instrumen pedoman FGD dan pedoman wawancara yang disusun sedemikian rupa
sehingga memungkinkan dilakukannya probing dan elaborasi terhadap jawaban
informan.

Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN LITERATUR

2.1 Pengaruh Asupan Terhadap Status Gizi Anak Usia 6-23 Bulan
Asupan nutrisi penting untuk kehidupan dan memiliki efek langsung pada status
gizi, perilaku, kesehatan, dan perkembangan anak. Anak-anak yang bergizi baik biasanya
lebih waspada, penuh perhatian, aktif secara fisik, dan lebih mampu memanfaatkan
pengalaman belajar mereka. Anak-anak yang kurang gizi mungkin terlihat tenang dan
menarik diri, atau hiperaktif. Mereka juga lebih rentan terhadap cedera yang tidak
disengaja karena tingkat kewaspadaan dan waktu reaksi mereka mungkin jauh lebih
lambat. Anak-anak yang kelebihan berat badan juga menghadapi berbagai tantangan
sosial, emosional, dan fisik, termasuk kesulitan berpartisipasi dalam kegiatan fisik,
ejekan, stres emosional, dan penolakan teman sebaya (Marotz, 2012) .
Resistensi anak-anak terhadap infeksi dan penyakit juga secara langsung
dipengaruhi oleh status gizi mereka. Anak-anak yang bergizi baik umumnya lebih tahan
terhadap penyakit dan dapat pulih dengan cepat ketika mereka sakit. Anak-anak yang
mengkonsumsi makanan yang tidak sehat lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit dan
seringkali membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih. Penyakit juga dapat mengganggu
nafsu makan anak-anak yang pada akhirnya dapat membatasi asupan nutrisi penting
untuk proses pemulihan. Dengan demikian, nutrisi yang buruk dapat menciptakan siklus
peningkatan kerentanan terhadap penyakit dan infeksi, defisiensi nutrisi, dan pemulihan
yang berkepanjangan (Marotz, 2012).

2.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi

2.2.1 Pertumbuhan Bayi


Istilah pertumbuhan mengacu pada banyak perubahan fisik yang terjadi ketika
seorang anak menjadi dewasa. Meskipun proses pertumbuhan berlangsung tanpa disadari
namun banyak faktor yang mempengaruhi kualitas dan laju pertumbuhan yaitu; genetik,
tingkat stimulasi dan ikatan emosional, pengaruh budaya, faktor sosial ekonomi, nutrisi
yang memadai, pengetahuan orang tua, dan status kesehatan (mis., penyakit) (Marotz,
2012).

8
Universitas Indonesia
9

Pertumbuhan selama tahun pertama berjalan dengan cepat, berat lahir bayi hampir
dua kali lipat pada bulan kelima dan tiga kali lipat pada akhir tahun pertama. Selama
bulan pertama setelah kelahiran, otak bayi mengalami pertumbuhan dan perkembangan
yang cepat dalam menanggapi pengalaman belajar awal. Pengalaman baru dan berulang
menciptakan koneksi listrik yang kompleks yang mengubah otak bayi dari sistem yang
tidak terorganisir menjadi sistem yang mampu berpikir, emosi, dan belajar yang
mendalam (Marotz, 2012).
Perubahan fisik lainnya yang terjadi selama tahun pertama termasuk pertumbuhan
rambut dan pertumbuhan gigi (empat bagian atas dan empat bagian bawah). Mata bayi
mulai fokus dan bergerak bersama sebagai satu unit pada bulan ketiga, dan penglihatan
menjadi lebih jelas. Kepala bayi tampak besar sebanding dengan bagian tubuh lainnya
karena pertumbuhan otak yang cepat. Lingkar kepala diukur secara berkala untuk
memantau perkembangan otak dan untuk memastikan bahwa itu berjalan pada kecepatan
yang tidak terlalu cepat atau terlalu lambat. Pengukuran harus mencerminkan
peningkatan ukuran secara bertahap; lingkar kepala dan dada akan hampir sama pada usia
1 tahun (Marotz, 2012).

2.2.2 Perkembangan Bayi


Pemantauan status gizi bayi membutuhkan pemahaman tentang perkembangan
mereka secara keseluruhan. Bayi baru lahir memiliki jangkauan kemampuan yang lebih
luas, mereka mendengar dan bergerak sebagai respons terhadap suara-suara yang sudah
dikenal, seperti suara ibu. Organ dan sistem yang berkembang selama masa kehamilan
terus meningkat dalam ukuran dan kompleksitas selama masa ini. Sistem saraf pusat bayi
baru lahir belum matang; yaitu, neuron di otak kurang terorganisir. Akibatnya, bayi yang
baru lahir memberikan isyarat kelaparan dan kebutuhan lain yang tidak konsisten atau
halus. Fakta bahwa bayi baru lahir dapat menyusu, menelan dan bernafas dalam beberapa
jam setelah kelahiran, hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian makan diarahkan oleh
refleks dan sistem saraf pusat. Refleks-refleks ini kemudian memudar ketika digantikan
oleh gerakan-gerakan yang disengaja selama beberapa bulan pertama kehidupan (WHO,
2009).

Universitas Indonesia
10

2.2.2.1 Perkembangan Motorik


Perkembangan motorik mencerminkan kemampuan bayi untuk mengendalikan
gerakan otot. Ada beberapa model untuk menggambarkan perkembangan bayi, tetapi
tidak ada yang memberikan deskripsi dan penjelasan lengkap tentang kemajuan cepat
dalam keterampilan motorik yang dicapai selama masa bayi. Perkembangan kontrol otot
adalah top-down, yang berarti kontrol kepala adalah awal, dan yang terakhir adalah
tungkai bawah. Perkembangan otot juga dari pusat ke perifer, artinya bayi belajar
mengendalikan otot bahu dan lengan sebelum otot di tangan. Perkembangan motorik
mempengaruhi kemampuan bayi untuk memberi makan dan jumlah kalori yang
dikeluarkan dalam kegiatan tersebut. Perkembangan keterampilan motorik perlahan-
lahan meningkatkan kebutuhan kalori bayi seiring berjalannya waktu karena peningkatan
aktivitas memerlukan lebih banyak energi. Bayi yang merangkak mengeluarkan lebih
banyak kalori dalam aktivitas fisik (WHO, 2009).

2.2.2.2 Perkembangan Kognitif


Konsep interaksi sistem biologis dan lingkungan menunjukkan perkembangan
sensorimotor. Keterampilan ini memengaruhi pemberian makan dengan cara yang
penting. Misalnya, tahap di mana bayi sangat sensitif terhadap tekstur makanan juga
ketika keterampilan berbicara mereka muncul. Interaksi antara lingkungan dan
menstimulasi indera dalam otak yang sedang berkembang sekarang dilihat sebagai
penataan sistem saraf dalam jangka panjang. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
akses ke kalori dan protein yang cukup mungkin tidak cukup untuk memaksimalkan
pematangan otak jika pertumbuhan sosial dan emosional bayi tidak distimulasi secara
bersamaan. Perkembangan kognitif juga menjadi sasaran kontrol genetik, yang
menghidupkan dan mematikan gen. dalam kerangka waktu dan tempat yang berbeda di
dalam tubuh. Vitamin spesifik yang dibutuhkan pada jangka waktu perkembangan
tertentu adalah contoh interaksi genetika dan lingkungan (WHO, 2009).

2.2.2.3 Perkembangan Pencernaan


Orang tua biasanya khawatir bahwa ketidaknyamanan pencernaan bayi mereka
dapat mengganggu kenaikan berat badan, meskipun pertumbuhan biasanya berkembang
dengan baik. Diperlukan waktu hingga 6 bulan bagi saluran pencernaan bayi untuk
matang, dan waktu yang dibutuhkan sangat bervariasi dari satu orang ke orang lain.

Universitas Indonesia
11

Selama trimester ketiga, janin menelan cairan ketuban, dan ini merangsang lapisan usus
untuk tumbuh dan menjadi dewasa. Saat lahir, sistem pencernaan bayi baru lahir yang
sehat cukup matang untuk mencerna lemak, protein, dan gula sederhana dan untuk
menyerap lemak dan asam amino. Meskipun bayi baru lahir yang sehat tidak memiliki
tingkat enzim pencernaan yang sama atau tingkat pengosongan lambung seperti bayi yang
lebih tua.
Setelah kelahiran dan melalui masa awal, koordinasi peristaltik dalam saluran
pencernaan membaik. Maturasi peristaltik dan laju perjalanan berhubungan dengan
beberapa bentuk ketidaknyamanan gastrointestinal pada bayi. Bayi sering mengalami
kondisi yang mencerminkan ketidakmatangan usus, seperti kolik, gastroesofageal reflux
(GER), diare yang tidak dapat dijelaskan, diare dan konstipasi. Kondisi seperti itu tidak
mengganggu kemampuan villia usus untuk menyerap nutrisi, dan biasanya tidak
menghambat pertumbuhan (WHO, 2009).

2.3 Kebutuhan Gizi Anak Usia 6-23 Bulan


Nutrisi yang memadai selama masa bayi dan anak usia dini sangat penting untuk
memastikan pertumbuhan, kesehatan, dan perkembangan anak-anak hingga potensi
penuh mereka. Nutrisi yang buruk meningkatkan risiko penyakit, dan bertanggung jawab,
langsung atau tidak langsung, untuk kematian pada anak-anak di bawah 5 tahun. Nutrisi
yang tidak tepat juga dapat menyebabkan obesitas di masa kanak-kanak yang merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang meningkat di banyak negara (WHO, 2009).
Defisit nutrisi sejak dini juga dapat mengganggu pertumbuhan dan kesehatan
jangka panjang. Malnutrisi selama 2 tahun pertama kehidupan menyebabkan stunting,
yang menyebabkan orang dewasa menjadi lebih pendek dari tinggi potensial . Ada bukti
bahwa orang dewasa yang kekurangan gizi pada anak usia dini telah mengganggu kinerja
intelektual. Mereka mungkin juga telah mengurangi kapasitas untuk pekerjaan fisik. Jika
perempuan kurang gizi saat masih anak-anak, kapasitas reproduksinya terpengaruh, bayi
mereka mungkin memiliki berat badan lahir lebih rendah, dan mereka mengalami
persalinan yang lebih rumit (WHO, 2009).
Dua tahun pertama kehidupan memberikan jendela peluang kritis untuk
memastikan pertumbuhan dan perkembangan anak yang tepat melalui pemberian makan
yang optimal. Berdasarkan bukti efektivitas intervensi, pencapaian cakupan universal

Universitas Indonesia
12

pemberian ASI yang optimal dapat mencegah 13% kematian yang terjadi pada anak-anak
di bawah 5 tahun secara global, sementara praktik pemberian makanan pendamping yang
tepat akan menghasilkan tambahan 6% pengurangan kematian balita (WHO, 2009).

Gambar 2.1 Energi yang dibutuhkan Berdasarkan Usia dan Jumlah ASI
Sumber :WHO, 2009 (WHO, 2009)

Gambar 2.1 menunjukkan kebutuhan energi bayi dan anak kecil hingga usia 2
tahun, dan berapa banyak yang dapat disediakan oleh ASI. Ini menunjukkan bahwa ASI
mencakup semua kebutuhan hingga 6 bulan, tetapi setelah 6 bulan ada kesenjangan energi
yang perlu ditutupi oleh makanan pendamping. Energi yang dibutuhkan selain ASI adalah
sekitar 200 kkal per hari pada bayi 6-8 bulan, 300 kkal per hari pada bayi 9-11 bulan, dan
550 kkal per hari pada anak-anak usia 12-23 bulan. Jumlah makanan yang dibutuhkan
untuk menutup kesenjangan meningkat seiring bertambahnya usia anak, dan seiring
dengan berkurangnya asupan ASI (WHO, 2009).
Jumlah aktual (berat atau volume) makanan yang dibutuhkan tergantung pada
kepadatan energi dari makanan yang ditawarkan. Ini berarti jumlah kilokalori per ml, atau
per gram. ASI mengandung sekitar 0,7 kkal per ml. Makanan pelengkap lebih bervariasi

Universitas Indonesia
13

dan biasanya mengandung antara 0,6 dan 1,0 kkal per gram. Makanan yang berair dan
encer hanya mengandung sekitar 0,3 kkal per gram. Agar makanan pendamping memiliki
1,0 kkal per gram, makanan tersebut harus cukup kental dan mengandung lemak atau
minyak, yang merupakan makanan paling kaya energi.
Makanan pelengkap harus memiliki kepadatan energi yang lebih besar daripada
ASI, yaitu, setidaknya 0,8 kkal per gram. Jumlah makanan yang direkomendasikan dalam
Tabel 2.1 mengasumsikan bahwa makanan pelengkap akan mengandung 0,8-1,0 kkal per
gram. Jika makanan pelengkap lebih padat energi, maka jumlah yang lebih kecil
diperlukan untuk menutupi kesenjangan energi. Makanan komplementer yang lebih encer
energi membutuhkan volume yang lebih besar untuk menutupi kesenjangan energi.
Ketika makanan pendamping ASI diperkenalkan, seorang anak cenderung lebih
jarang menyusui, dan asupan ASInya menurun, sehingga makanan tersebut secara efektif
menggantikan ASI. Jika makanan pendamping lebih banyak energi yang dilarutkan
daripada ASI, asupan energi total anak mungkin lebih rendah daripada pemberian ASI
eksklusif, penyebab penting malnutrisi.
Nafsu makan anak biasanya berfungsi sebagai panduan untuk jumlah makanan
yang harus ditawarkan. Namun, penyakit dan kekurangan gizi mengurangi nafsu makan,
sehingga anak yang sakit dapat mengambil kurang dari yang dia butuhkan. Seorang anak
yang pulih dari penyakit atau kekurangan gizi mungkin memerlukan bantuan tambahan
dengan pemberian makan untuk memastikan asupan yang memadai. Jika nafsu makan
anak meningkat dengan pemulihan, maka makanan tambahan harus ditawarkan.

Table 2.1 Panduan Praktis Tentang Kualitas, Frekuensi, dan Jumlah Makanan untuk
Anak Usia 6-23 Bulan

Asupan
Usia Jumlah
Energi selain Tekstur Frekuensi per hari
(Bulan) Makanan
dari ASI
Dimulai dengan bubur
Dimulai dengan
kental, makanan yang 2 – 3 kali makan
2 – 3 kali sdm
dihaluskan dengan baik
per makan,
200 kkal per Tergantung pada nafsu
6-8 meningkat
hari Dilanjutkan dengan makan anak, dapat
bertahap menjadi
makanan keluarga yang ditambahkan 1-2 snack
½ cangkir 250
dihaluskan
ml

Universitas Indonesia
14

Asupan
Usia Jumlah
Energi selain Tekstur Frekuensi per hari
(Bulan) Makanan
dari ASI
Makanan cincang atau yang
3 – 4 kali makan
sudah dihaluskan, dan ½
300 kkal per makanan yang dapat gelas/mangkok
9-11 Tergantung pada nafsu
hari digenggam bayi 250 ml
makan anak, dapat
ditambahkan 1-2 snack
3 – 4 kali makan
Makanan keluarga, jika ¾
550kkal per perlu dicincang atau Tergantung pada nafsu gelas/mangkok
12-23
hari dihaluskan makan anak, dapat 250 ml
ditambahkan 1-2 snack

Sumber :WHO, 2009

Berdasarkan Table 2.1 dapat diketahui jumlah makanan yang dibutuhkan pada
usia yang berbeda, jumlah rata-rata kilokalori yang dibutuhkan bayi atau anak yang
mendapatkan makanan pendamping pada usia yang berbeda, dan perkiraan jumlah
makanan yang dapat menyediakan jumlah energi ini per hari. Kuantitas meningkat secara
bertahap bulan demi bulan, saat anak tumbuh dan berkembang, dan tabel menunjukkan
rata-rata untuk setiap rentang usia (WHO, 2009).
Jumlah makanan yang dibutuhkan anak usia 6-23 bulan dalam sehari tergantung
pada (WHO, 2009):
 Berapa banyak energi yang dibutuhkan anak untuk menutupi kesenjangan
energi. Semakin banyak makanan yang dibutuhkan seorang anak setiap hari,
maka perlu memastikan bahwa anak mendapat cukup gizi
 Jumlah makanan yang dapat diterima oleh seorang anak dalam satu kali
makan. Hal ini bergantung pada kemampuan masing-masing anak
 Kepadatan energi dari makanan yang ditawarkan. Kepadatan energi makanan
pendamping harus lebih dari ASI, yaitu, setidaknya 0,7 kkal per gram. Jika
kepadatan energi makanan lebih rendah, volume makanan yang lebih besar
diperlukan untuk mengisi kesenjangan, yang mungkin perlu dibagi menjadi
lebih banyak makanan.

Universitas Indonesia
15

Table 2.2 Rekomendasi Makanan yang Sesuai untuk Makanan Pendamping ASI

Makanan yang Perlu Diberikan dan Bagaimana Makanan ini Diberikan


Mengapa Penting
ASI : dilanjutkan untuk menyediakan Bayi Usia 6-11 Bulan
energi dan kualitas zat gizi yang tinggi  Melanjutkan ASI
hingga anak usia 23 bulan  Memberikan porsi yang memadai :
 Bubur kental yang terbuat dari jagung,
Makanan pokok : menyediakan energi, singkong, dengan ditambahkan susu,
sedikit protein (hanya sereal) dan vitamin kedelai, kacang tanah atau gula
Contoh : sereal (beras, gandum, jagung),  Campuran makanan murni yang terbuat
akar (singkong, ubi, kentang), dan buah- dari kentang, singkongm jagung atau nasi
buahan yang mengandung karbohidrat dicapur dengan ikan, kacang-kacangan atau
(pisang raja dan sukun) kacang tanah yang ditumbuk; tambahkan
sayuran hijau
Produk Susu : menyediakan protein, energi,  Berikan camilan bergizi seperti telur,
dan banyak vitamin (khususnya vitamin A pisang, roti, pepaya, alpukat, mangga,
dan asam folat), kalsium buah-buahan lain, yogurt, susu dan puding
Contoh : susu, keju, dan yoghurt yang dibuat dengan susu, biscuit, roti
dengan mentega, margarin, pasta kacang
Sayuran berdaun hijau dan berwarna tanah atau madu, kue kacang, kentang yang
oranye: menyediakan vitamin A, C, dan dimasak
asam folat
Contoh : bayam, brokoli, wortel, labu, dan Anak Usia 12-23 Bulan
ubi)  Melanjutkan ASI
 Memberikan porsi yang memadai :
Kacang-Kacangan : menyediakan protein
 Campuran makanan keluarga tumbuk atau
(dengan kualitas sedang), energi, zat besi
dicincang halus terbuat darikentang,
non heme (tidak terserap dengan baik
singkong, jagung atau beras dicampur
Contoh : buncis, lentil, kacang polong,
dengan ikan atau kacang-kacangan atau
kacang merah
kacang tanah yang ditumbuk; tambahkan
sayuran hijau
Minyak dan Lemak : memberikan energi
 Bubur kental yang terbuat dari jagung,
dan asam lemak esensial
Contoh : minyak (lebih baik minyak singkong, dengan ditambahkan susu,
kedelai), margarin, dan mentega kedelai, kacang tanah atau gula
 Berikan camilan bergizi seperti telur,
Biji-Bijian : memberikan energi pisang, roti, pepaya, alpukat, mangga,
Contoh : pasta kacang tanang atau pasta buah-buahan lain, yogurt, susu dan puding
kacang lainnya, biji yang direndam atau yang dibuat dengan susu, biscuit, roti
berkecambah seperti labu, melon, dan wijen dengan mentega, margarin, pasta kacang
tanah atau madu, kue kacang, kentang yang
dimasak

Sumber :WHO, 2009 (WHO, 2009)

Selain yang terdapat di dalam tabel juga penting untuk perlu diperhatikan untuk
diberikan kepada anak: (WHO, 2009)
 Makanan kaya akan zat besi (seperti hati, daging merah, makanan yang sudah
difortifikasi dengan zat besi)

Universitas Indonesia
16

 Makanan kaya akan Vitamin A (seperti hati, minyak kepala, kuning telur,
buah-buahan dan sayuran berwarna oranye, sayuran hijau gelap)
 Makanan kaya akan Zinc (seperti hati, daging merah, kuning telur, dan ikan)
 Makanan kaya akan Kalsium (seperti susu atau produk susu, ikan dengan duri
sedikit)
 Makanan kaya akan Vitamin C (seperti buah segar, tomat, paprika, daun hijau,
dan sayuran)

2.3.1 Gizi Seimbang untuk Anak Usia 6-23 Bulan


Pada bayi dan anak usia 6-24 bulan, kebutuhan terhadap berbagai zat gizi semakin
meningkat dan tidak lagi dapat dipenuhi hanya dari ASI saja. Pada usia ini anak berada
pada periode pertumbuhan dan perkembangan cepat, mulai terpapar terhadap infeksi dan
secara fisik mulai aktif, sehingga kebutuhan terhadap zat gizi harus terpenuhi dengan
memperhitungkan aktivitas bayi/anak dan keadaan infeksi. Agar mencapai Gizi
Seimbang maka perlu ditambah dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), sementara
ASI tetap diberikan sampai bayi berusia 2 tahun. Pada usia 6 bulan, bayi mulai
diperkenalkan kepada makanan lain, mula-mula dalam bentuk lumat, makanan lembik
dan selanjutnya beralih ke makanan keluarga saat bayi mulai berusia 1 tahun (Kemenkes
RI, 2014b).
Pola pemberian makanan secara seimbang pada usia dini akan berpengaruh
terhadap selera makan anak selanjutnya. Sehingga pengenalan makanan yang
beranekaragam pada periode ini menjadi sangat penting. Secara bertahap, variasi
makanan untuk bayi usia 6-24 bulan semakin ditingkatkan, bayi mulai diberikan sayuran
dan buah-buahan, lauk pauk sumber protein hewani dan nabati, serta makanan pokok
sebagai sumber energi. Demikian pula jumlahnya ditambahkan secara bertahap dalam
jumlah yang tidak berlebihan dan dalam proporsi yang juga seimbang (Kemenkes RI,
2014b).

2.4 Praktik PMBA pada Usia 6-23 Bulan


AAP (American Academy of Pediatrics) dan AND (Academy of Nutrition and
Dietetics) menyarankan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan dengan
pemberian makanan tabahan hingga usia 12 bulan sebagai pola pemberian makan yang
optimal untuk bayi. Komposisi nilai gizi ASI dan faktor-faktor yang dapat meningkatkan

Universitas Indonesia
17

perlindungan kesehatan dan perkembangan bayi yang optimal. Nutrisi yang cukup dari
ibu mendukung keberhasilan menyusui, dan tanpa itu, menyusui kemungkinan akan
goyah atau gagal. Tenaga kesehatan memainkan peran penting dalam memberikan
dorongan dan informasi yang akurat tentang menyusui (Debruyne, Pinna, & Whitney,
2016). Kemenkes dalam Pedoman Gizi Seimbang (PGS) tahun 2014 menganjurkan untuk
bayi usia 0-6 bulan cukup hanya diberikan ASI saja. ASI merupakan makanan yang
terbaik untuk bayi karena dapat memenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan bayi sampai
usia 6 bulan, sesuai dengan perkembangan sistem pencernaannya, murah dan bersih
(Kemenkes RI, 2014b)
Ketika ASI tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi, makanan
pelengkap harus ditambahkan ke makanan anak. Transisi dari pemberian ASI eksklusif
menjadi makanan keluarga, disebut sebagai makanan pendamping ASI, biasanya
mencakup periode dari 6 hingga 18-24 bulan, dan merupakan periode yang sangat rentan.
Pada saat inilah waktu ketika malnutrisi dimulai pada kebanyakan bayi, hal ini
berkontribusi signifikan terhadap tingginya prevalensi gizi buruk pada anak di bawah
lima tahun di seluruh dunia (WHO, 2018).
Pemberian makanan tambahan harus tepat waktu, artinya semua bayi harus mulai
menerima makanan selain ASI sejak 6 bulan ke atas. Pemberian makanan tambahan juga
harus memadai, yaitu makanan pendamping harus diberikan dalam jumlah, frekuensi,
konsistensi, dan menggunakan berbagai bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi
anak yang sedang tumbuh sambil tetap menyusui (WHO, 2018).
Makanan harus disiapkan dan diberikan dengan cara yang aman, yang berarti
bahwa tindakan diambil untuk meminimalkan risiko kontaminasi dengan patogen. Dan
mereka harus diberikan dengan cara yang tepat, artinya makanan memiliki tekstur yang
sesuai untuk usia anak dan menerapkan pemberian makan yang responsif mengikuti
prinsip-prinsip perawatan psiko-sosial. WHO merekomendasikan agar bayi mulai
menerima makanan pendamping pada usia 6 bulan selain ASI, awalnya 2-3 kali sehari
antara 6-8 bulan, meningkat menjadi 3-4 kali sehari antara 9-11 bulan dan 12-24 bulan
dengan camilan bergizi tambahan 1-2 kali sehari, seperti yang diinginkan (WHO, 2018).
Intervensi ini umumnya mencakup satu atau lebih komponen yang terkait dengan
Prinsip-prinsip Panduan untuk Makanan Pendamping ASI (PAHO / WHO 2003). 10
prinsip panduan meliputi:

Universitas Indonesia
18

1. Mempraktikkan pemberian ASI eksklusif sejak lahir hingga usia 6 bulan, dan
perkenalkan makanan pendamping pada usia 6 bulan (180 hari) sambil terus
menyusui.
2. Melanjutkan memberikan ASI hingga usia 2 tahun.
3. Mempraktikan pembeian makan yang responsif, dengan menerapkan prinsip-
prinsip perawatan psikososial.
4. Menyiapkan dan menyimpan makanan dengan bersih dan aman.
5. Memberikan makanan sejak usia 6 bulan dengan porsi yang sedikit dan
meningkatkan jumlah porsi seiring bertambahnya usia anak, sambil tetap
menyusui.
6. Tingkatkan konsistensi dan variasi makanan secara bertahap seiring
bertambahnya usia bayi, beradaptasi dengan kebutuhan dan kemampuan bayi.
7. Meningkatkan jumlah frekuensi pemberian makanan pendamping seiring
bertambahnya usia.
8. Memberikan makanan yang bervariasi untuk memastikan bahwa kebutuhan
nutrisi dapat terpenuhi.
9. Menggunakan makanan pendamping dengan memberikan suplemen vitamin dan
mineral sesuai dengan kebutuhan anak.
10. Tingkatkan asupan cairan selama sakit, termasuk menyusui lebih sering, dan
anjurkan anak untuk makan makanan favorit yang lunak, bervariasi, dan
menggugah selera.

Intervensi pemberian makanan tambahan biasanya ditargetkan pada rentang usia


6-24 bulan, yang merupakan waktu puncak insiden kegagalan pertumbuhan, defisiensi
mikronutrien, dan penyakit menular di negara berkembang. Setelah usia 2 tahun, jauh
lebih sulit untuk membalikkan efek gizi buruk pada stunting, dan beberapa defisit
fungsional yang mungkin akan menjadi permanen. Oleh karena itu, intervensi yang
efektif dalam mengurangi malnutrisi selama periode rentan ini harus menjadi prioritas
tinggi (Dewey & Adu-Afarwuah, 2008).
Sementara hampir setiap anak di Indonesia disusui (96 %), pemberian ASI
eksklusif selama 6 bulan pertama turun menjadi 65 persen, menurut Pengawasan Nutrisi
2015. Ini sangat penting karena manfaat menyusui dalam mengurangi risiko infeksi,

Universitas Indonesia
19

meningkatkan pertumbuhan, dan mengurangi risiko obesitas di masa kecil (Kemenkes


RI, 2017).
Berikut adalah beberapa kriteria yang dapat mendefinisikan praktik pemberian
makan pada bayi

Table 2.3 Kriteria Definisi Praktik PMBA

Bayi tidak
Bayi diperbolehkan
Praktik makan Bayi harus menerima diperbolehkan
menerima
menerima
Larutan Rehidrasi Oral,
ASI (termasuk ASI yang
ASI eksklusif tetes, sirup (vitamin, Apapun
diperah atau dari ibu susuan)
mineral, obat-obatan)
Cairan tertentu (air dan
ASI (termasuk ASI yang
minuman berbasis air, jus Apapun (khususnya, susu
diperah atau dari ibu susuan)
ASI Predominant buah), Larutan Rehidrasi selain ASI, cairan
sebagai sumber makanan
Oral, tetes, sirup (vitamin, berbasis makanan)
utama
mineral, obat-obatan)
ASI (termasuk ASI yang Apapun : makanan dan
Makanan Pendamping diperah atau dari ibu susuan) minuman apapun
-
ASI (MP-ASI) dan makanan padat atau semi termasuk susu selain ASI
padat dan susu formula
Apapun : makanan dan
ASI (termasuk ASI yang minuman apapun
Menyusui -
diperah atau dari ibu susuan) termasuk susu selain ASI
dan susu formula
Apapun : makanan dan
Menyusui Segala cairan (termasuk ASI)
minuman apapun
Menggunakan Botol atau makanan semi-padat dari -
termasuk susu selain ASI
botol dengan dot
dan susu formula
Sumber : WHO, 2009

Praktik pemberian makanan bayi dan anak digunakan untuk menggambarkan


pemberian ASI yang tepat pada anak yang berusia 6 bulan atau lebih. Sebelumnya
digunakan laju pemberian makanan pendamping yang tepat waktu dengan
menggabungkan pemberian ASI berkelanjutan dengan konsumsi makanan padat, semi
padat dan lunak yang menjadi suatu ukuran dari praktik pemberian makan tunggal.
Namun demikian, istilah pemberian makanan pelengkap masih digunakan untuk
menggambarkan praktik pemberian makanan yang tepat pada anak-anak yang diberi ASI
pada usia 6-23 bulan. Istilah tersebut juga masih digunakan dalam beberapa upaya
program untuk meningkatkan pemberian makan bayi dan anak sebagaimana dipandu oleh
Global Strategy on Infant and Young Child Feeding (WHO, 2009).

Universitas Indonesia
20

Indikator pemberian makanan bayi dan anak menurut WHO berfungsi untuk
menilai kualitas serta kuantitas makanan untuk anak usia 6-23 bulan diantaranya
minimum dietary diversity (MDD), minimum meal frequency (MMF), dan minimum
acceptable diet (MAD) (WHO, 2009).

2.4.1 Capaian Minimum Dietary Diversity (MDD)


Capaian Minimum dietary diversity (MDD) adalah proporsi anak-anak usia 6-23
bulan yang menerima makanan dari 4 atau lebih kelompok makanan (WHO, 2009)
Kelompok bahan makanan yang sudah ditetapkan terdiri dari (WHO, 2009):
a) Padi-padian, akar, dan umbi-umbian
b) Kacang-kacangan dan hasil olahannya
c) Produk susu (susu, yoghurt, dan keju)
d) Daging (aneka daging, ikan, unggas, dan jeroan
e) Telur
f) Buah-buahan dan sayuran yang kaya vitamin A
g) Buah-buahan dan sayuran lainnya

Konsumsi makanan dari setiap kelompok bahan makanan dalam jumlah sedikit
maupun banyak akan dihitung telah mengonsumsi kelompok makanan tersebut, dengan
arti lain tidak ada jumlah minimum. Dikarenakan indikator ini tidak menetapkan jumlah
minimum yang harus dikonsumsi per kelompok makanan, kecuali jika bahan makanan
tersebut hanya digunakan sebagai bumbu (WHO, 2009).
Batas 4 dari 7 kelompok bahan makanan dipilih dikarenakan berhubungan dengan
kualitas pola makan yang lebih baik untuk kelompok anak usia 6-23 bulan baik yang
masih diberi ASI maupun sudah tidak diberi ASI. Konsumsi makanan dari setidaknya 4
kelompok makanan pada hari sebelum pengumpulan data dilakukan dapat diartikan
bahwa selain mengonsumsi makanan pokok, anak setidaknya mengonsumsi 1 kelompok
bahan makanan hewani, serta konsumsi 1 kelompok bahan makanan buah-buahan atau
sayuran pada hari itu (WHO, 2009).
Hasil penilaian capaian MDD dari anak yang masih diberi ASI dengan anak yang
sudah tidak diberi ASI perlu dipisahkan dan tidak dapat dibandingkan satu sama lain
dikarenakan pemberian ASI tidak termasuk dalam kelompok bahan makanan manapun
yang sudah ditetapkan WHO dalam indikator tersebut. ASI tidak dapat dihitung

Universitas Indonesia
21

dikarenakan indikator ini memiliki tujuan untuk dapat menunjukkan kualitas praktik
pemberian MP-ASI yang tepat untuk anak. Maka dari itu, indikator ini akan berpeluang
menunjukkan hasil yang lebih baik pada anak yang sudah tidak diberi ASI namun rutin
diberikan susu formula. Indikator ini juga tidak dapat digunakan untuk membandingkan
populasi yang berbeda dalam prevalensi menyusui lanjutan. Serta pada indikator ini
direkomendasikan untuk membagi ke dalam beberapa kelompok umur yaitu 6 - 11 bulan,
12 - 17 bulan, dan 18 - 23 bulan (WHO, 2009).
Prevalensi MDD secara signifikan terkait dengan pengetahuan kesehatan, jenis
kelamin anak, urutan kelahiran anak, pendidikan ibu dan usia ibu, yang mengindikasikan
bahwa ibu dengan pendidikan dasar atau tanpa pendidikan secara signifikan lebih kecil
kemungkinannya untuk memberikan makanan pendamping, untuk memenuhi MDD
(Joshi, Agho, Dibley, Senarath, & Tiwari, 2012). Studi menemukan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara MDD dan urutan kelahiran, pendidikan ibu, status sosial ekonomi
tempat tinggal (Aemro, Mesele, Birhanu, & Atenafu, 2013). Urutan kelahiran anak
secara konsisten berhubungan dengan MDD (Belew, Ali, Abebe, & Dachew, 2017), dan
Khanal et al. melaporkan hubungan MDD yang signifikan dengan urutan kelahiran,
tempat persalinan, cara persalinan, pendidikan ibu, agama, status sosial ekonomi,
perawatan antenatal (WHO, 2009).

2.4.2 Capaian Minimum Meal Frequency (MMF)


Minimum Meal Frequency (MMF) adalah indikator frekuensi makan minimum
MMF adalah proporsi anak yang disusui dan tidak disusui berusia 6-23 bulan yang
menerima makanan padat, semi padat, atau lunak (tetapi juga termasuk pemberian susu
untuk anak-anak yang tidak disusui) dengan jumlah minimum kali atau lebih. Untuk anak-
anak yang disusui, jumlah minimum kali bervariasi dengan usia (dua kali jika 6-8 bulan
dan tiga kali jika 9-23 bulan). Untuk anak-anak yang tidak disusui, jumlah minimum kali
tidak bervariasi berdasarkan usia (empat kali untuk semua anak usia 6-23 bulan). MMF
diamati pada sekitar setengah (48,6%) anak usia 6-23 bulan.
Capaian MMF didefinisikan sebagai berikut (WHO, 2009):
a) 2 kali untuk anak usia 6-8 bulan yang masih diberi ASI.
b) 3 kali untuk anak usia 9-23 bulan yang masih diberi ASI.
c) 4 kali untuk anak usia 6-23 bulan yang sudah tidak diberi ASI.

Universitas Indonesia
22

Berikiut ini adalah penilaian MMF pada anak usia 6-23 bulan menurut WHO (2009):

Table 2.4 Penilaian MMF pada anak usia 6-23 Bulan

Usia (Bulan) Asupan energy selain dari ASI Frekuensi per hari Jumlah Makanan
per hari
6-8 200 kkal per hari 2 – 3 kali makan 2 – 3 kali sdm
9-11 300 kkal per hari 3 – 4 kali makan ½ gelas
12-23 550 kkal per hari 3 – 4 kali makan ¾ gelas
9-23 600-900 kkal per hari 4 kali makan 1 gelas

Sumber :WHO, 2009 (WHO, 2009)

Studi (Lohia & Udipi, 2014), menunjukkan bahwa prevalensi MMF secara
signifikan terkait dengan pengetahuan kesehatan, jenis kelamin anak, dan status
pendidikan ibu. Anak laki-laki <12 bulan, memiliki skor frekuensi makan yang lebih
tinggi dibandingkan perempuan dalam kategori usia yang sama. Dalam penelitian lain
yang serupa, prevalensi MMF secara signifikan terkait dengan status buta huruf ibu, area
tempat tinggal, urutan kelahiran anak, pendidikan ibu, dan status sosial ekonomi. Dalam
sebuah penelitian dilakukan oleh Khanal, Sauer, & Zhao (2013) hubungan yang
signifikan ada antara prevalensi MMF dan pendidikan ibu, perawatan pemeriksaan
antenatal. Juga, Tassew, Tekle, Belachew, & Adhena (2019) menemukan bahwa urutan
kelahiran anak indeks secara konsisten terkait dengan MMF.

2.4.3 Capaian Minimum Acceptable Diet (MAD)


Capaian Minimum Acceptable Diet (MAD) dapat digunakan sebagai cerminan
kualitas serta kuantitas dari pola makan anak. Definisi capaian MDD dan MMF bagi anak
usia 6-23 bulan yang masih diberi ASI mengikuti penjelasan pada bagian sebelumnya.
Sementara itu, definisi capaian MDD dan MMF bagi anak usia 6-23 bulan yang sudah
mengonsumsi ASI memiliki perbedaan dengan penjelasan pada bagian sebelumnya.
MDD untuk anak usia 6-23 bulan yang sudah tidak mengonsumsi ASI dapat dikatakan
tercapai jika anak telah mengonsumsi ≥4 dari 6 kelompok bahan makanan yang tercantum
pada penjelasan capaian MDD di bagian sebelumnya. Kelompok makanan tersebut hanya
menjadi enam kelompok makanan dikarenakan produk susu dieksklusi untuk hal ini.
Pengeksklusian dilakukan dikarenakan pertimbangan bahwa konsumsi produk susu

Universitas Indonesia
23

menjadi elemen yang penting bagi anak yang sudah tidak mengonsumsi ASI. Hal ini juga
dilakukan untuk menghindari perhitungan ganda terhadap kelompok bahan makanan
produk susu agar hasil dari indikator ini dapat digunakan untuk membandingkan
antarpopulasi dengan tingkat pemberian ASI lanjutan yang berbeda (WHO, 2009).
Sedangkan untuk MDD, anak usia 6-23 bulan yang sudah tidak mengonsumsi ASI dapat
dikatakan tercapai jika frekuensi konsumsi kelompok bahan makanan susu serta produk
susu minimal 4 kali, termasuk dengan frekuensi konsumsi produk susu minimal 2 kali
(WHO, 2009).
Prevalensi MAD secara signifikan terkait dengan jenis kelamin anak, urutan
kelahiran anak, pengetahuan kesehatan pendidikan ibu. Dasgupta et al., (2014)
menemukan bahwa prevalensi MAD secara signifikan terkait dengan jenis kelamin anak,
dan penelitian yang dilakukan oleh Khanal et al (2013), Menemukan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara diet minimum yang dapat diterima dan tempat dan cara persalinan,
ibu usia dan pendidikan. Praktik pemberian makanan pendamping ditemukan buruk di
antara usia kurang dari dua tahun yang sejalan dengan penelitian serupa di Iran, dan di
seluruh dunia (Sinhababu et al., 2010). Dengan praktik pemberian makanan pendamping
yang buruk setelah usia 6 bulan anak-anak akan menjadi terhambat. Skor pemberian
makan untuk anak-anak relatif buruk dan menyumbang sekitar setengah dari total skor.
Anak-anak dengan pemberian makan yang tidak tepat tidak dapat menerima jumlah
makro dan mikro penting dalam jumlah yang cukup dalam waktu yang lama dan akan
terpengaruh oleh berbagai penyakit dan pertumbuhan dan perkembangan mereka akan
terganggu. Ini adalah temuan penting dan perlu perhatian karena praktik pemberian
makan yang buruk tidak hanya terkait dengan pertumbuhan fisik dan mental yang buruk
tetapi juga dapat menyebabkan kemampuan kognitif yang tidak dapat diubah (Kamran et
al., 2017).

2.5 Faktor-faktor Penghambat dan Pendukung Praktik Pemberian MP-ASI pada


Usia 6-23 Bulan
Keputusan kapan dan bagaimana memulai pemberian makanan pendamping ASI
adalah masalah yang kompleks di antara para ibu dan ada berbagai faktor yang
mempengaruhi pemberian makanan pendamping ASI. Memahami proses pengambilan

Universitas Indonesia
24

keputusan, kepercayaan sosial, pengetahuan, sikap dan praktik pemberian makanan


pendamping adalah langkah penting sebelum merancang strategi intervensi untuk
mencegah kekurangan gizi pada anak-anak (Chand et al., 2018).
Penelitian Yeganeh S (2018), mengungkapkan bahwa praktik pemberian makanan
tambahan saat ini buruk dan secara signifikan terkait dengan usia ibu, tingkat pendidikan
ibu, pekerjaan ibu, dan status kekayaan rumah tangga yang miskin. Dengan demikian,
penekanan harus diberikan untuk meningkatkan status pendidikan ibu dan pekerjaan
untuk ibu. Selain itu, perhatian khusus harus diberikan kepada ibu dengan status sosial
ekonomi yang buruk untuk meningkatkan praktik pemberian makanan tambahan
(Yeganeh, Motamed, NajafpourBoushehri, & Ravanipour, 2018).

2.5.1 Pegetahuan dan Sikap Ibu tentang Praktik Pemberian MP-ASI


Pengetahuan yang tidak memadai tentang makanan yang tepat dan praktik
pemberian makanan yang tepat sering kali menjadi penentu kekurangan gizi yang lebih
besar daripada kurangnya makanan (Mitchodigni et al., 2017). Penelitian yang dilakukan
oleh Chand (2018) mengenai pengetahuan ibu dalam pemberian makanan pendamping
ASI dihasilkan bahwa, pengetahuan ibu tentang waktu pemberian makanan pendamping
ASI tidak memadai dan praktiknya tidak sesuai. Sebagian besar dari mereka tidak
mengetahui rekomendasi saat ini (Chand et al., 2018).
Memiliki pengetahuan dan praktik pemberian makanan pendamping yang baik di
kalangan ibu dari anak balita akan mencegah konsekuensi gizi kurang sehingga
memungkinkan anak untuk menerima nutrisi yang tepat dan akibatnya mencapai potensi
manusia yang berkualitas. Studi sebelumnya tentang pemberian makanan pendamping
ASI menunjukkan rendahnya tingkat pengetahuan pemberian makanan pendamping ASI
dan praktik yang tepat. Di India Selatan, hanya 8% ibu yang memiliki pengetahuan yang
memadai tentang semua aspek pemberian makanan pendamping ASI dan keterpaparan
terhadap Media (Olatona, Adenihun, Aderibigbe, & Adeniyi, 2017).
Berdasarkan temuan penelitian, mayoritas ibu memiliki pengetahuan yang
diinginkan dan sikap positif terhadap ketahanan pangan dalam pemberian makanan
pendamping ASI. Namun, tampaknya pengetahuan seorang ibu, sebagai faktor positif,
tidak mendukung ketahanan pangan anak ketika parahnya kerawanan rumah tangga
memicu kelaparan dan aksesibilitas anak. Dukungan rumah tangga pada tahap ini, baik

Universitas Indonesia
25

dengan mengelola krisis pangan atau menggunakan bantuan makanan, bisa menjadi
solusi yang tepat untuk memperbaiki situasi (Yeganeh et al., 2018).
Kurangnya pengetahuan tentang kualitas makanan, konsumsi zat besi dan
frekuensi asupan makanan seimbang setelah periode penyapihan dapat menyebabkan diet
terputus-putus pada periode setelah 6-8 bulan dan perlu ditingkatkan secara drastis
dengan bantuan pendidikan kesehatan dan saran diet yang sesuai (Korday et al., 2018)

2.5.2 Lingkungan
Dalam konteks perilaku yang sangat tergantung pada norma sosial dan budaya,
strategi berbasis kelompok dapat secara spesifik memfasilitasi pertukaran teman ke teman
yang mendorong perubahan perilaku melalui pembentukan kembali norma. Topik
perubahan perilaku gizi dalam konteks kelompok perempuan termasuk keanekaragaman
makanan, praktik PMBA, sanitasi, kebersihan, dan akses kepemanfaatan layanan
kesehatan. Mempromosikan perilaku sehat dan pencarian perawatan kesehatan di antara
wanita melalui strategi berbasis kelompok dihipotesiskan untuk meningkatkan
pengetahuan, motivasi dan dukungan sosial untuk perilaku ini dan, pada gilirannya,
mengarah pada praktik rumah tangga yang lebih baik di sekitar diet, kesehatan, dan
kebersihan, dan pada akhirnya ibu yang lebih baik dan hasil nutrisi anak (Kumar et al.,
2018).

2.5.3 Pelayanan Kesehatan


Lembaga kesehatan dan profesional layanan kesehatan dapat memainkan peran
penting dalam mempromosikan pemberian makanan tambahan. Konseling pemberian
makanan bayi di fasilitas kesehatan efektif, tidak hanya untuk meningkatkan praktik
menyusui tetapi juga untuk meningkatkan pemberian makanan tambahan. Dalam satu
populasi dimana durasi pemberian ASI biasanya singkat dan dimana makanan
pendamping diperkenalkan lebih awal, pemberian konseling di fasilitas kesehatan
dikaitkan dengan penurunan pertumbuhan di antara anak-anak berusia lebih dari 6 bulan
(Ng et al., 2012).

2.5.4 Antenatal Care (ANC)


Tingkat keragaman diet minimum, frekuensi makan minimum dan diet minimum
yang dapat diterima umumnya tinggi di antara ibu yang memiliki empat atau lebih

Universitas Indonesia
26

kunjungan antenatal, ibu yang melahirkan di fasilitas kesehatan dan ibu yang
persalinannya dibantu oleh tenaga kesehatan. Ibu yang melahirkan bayinya melalui
operasi caesar melaporkan prevalensi yang secara signifikan lebih tinggi dari diet
minimum yang dapat diterima dan keragaman diet minimum dibandingkan dengan ibu
yang melahirkan bayinya melalui non-caesar. Diamati bahwa kunjungan ke perawatan
antenatal (ANC) dan pengiriman institusional terkait erat dengan pemberian makanan
pendamping ASI. Fakta bahwa praktik pemberian makanan pelengkap meningkat dengan
paparan ke profesional kesehatan dapat disebabkan oleh konseling yang mereka terima
dari praktisi kesehatan selama kunjungan (Joshi et al., 2012)

2.5.5 Penolong Persalinan


Ibu yang melahirkan di fasilitas kesehatan mungkin tidak mendapatkan konseling
atau pemberian nasihat tentang pemberian makanan bayi secara tepat, menunjukkan
perlunya meningkatkan pengiriman pesan pemberian makanan bayi dan anak di fasilitas
kesehatan (Ng et al., 2012) .

2.5.6 Keterpaparan Media Infomasi


Pengetahuan ibu tentang indikator praktik pemberian makanan bayi dan anak
(PMBA) dan paparan informasi PMBA di media massa secara signifikan terkait dengan
peningkatan keragaman diet. Memiliki kunjungan perawatan pasca melahirkan dan
pendidikan ibu secara signifikan terkait dengan pemberian makanan pendamping yang
sesuai. (Solomon, Aderaw, & Tegegne, 2017).
Para ibu yang membaca surat kabar atau majalah setidaknya sekali dalam seminggu
memiliki peluang rendah untuk tidak memadai dalam memenuhi keragaman makanan
minimum bayi mereka (Eshete, Kumera, Bazezew, Mihretie, & Marie, 2018). Paparan
media massa memiliki dampak positif pada tiga indikator pemberian makanan pelengkap.
Oleh karena itu pesan komunikasi perubahan perilaku melalui media massa yang
ditujukan untuk mempromosikan gizi anak diperlukan untuk mencapai praktik pemberian
makanan pendamping anak yang optimal (Nkoka, Mhone, & Ntenda, 2018).
Ibu yang terpapar informasi melalui media umum 2,5 kali lebih mungkin untuk
mempraktikan pemberian makanan pelengkap dibandingkan ibu yang tidak terpapar
media informasi. Hal ini serupa dengan penelitian di Kenya yang menunjukkan hubungan
yang signifikan antara keterparan media informasi umum dengan pemberian makanan

Universitas Indonesia
27

pendamping ASI, penelitian di Tanzania menyebutkan bahwa faktor risiko utama untuk
praktik pemberian makanan pelengkap yang tidak sesuai adalah akses terbatas ke media
informasi umum (Molla, Ejigu, & Nega, 2017).

2.5.7 Kepercayaan dan Adat Istiadat


Ibu-ibu yang tinggal di daerah pedesaan melaporkan tingkat yang lebih rendah
dari keragaman makanan minimum dan diet minimum yang dapat diterima dibandingkan
dengan ibu-ibu yang tinggal di wilayah perkotaan. Angka yang rendah ini mungkin
disebabkan oleh tantangan terhadap nutrisi yang baik pada anak usia 6-23 bulan.
Beberapa tantangan yang menggaris bawahi ini adalah keyakinan pangan, kerawanan
pangan dan sanitasi yang buruk. Tingkat pemberian makanan yang rendah di wilayah
pedesaan mungkin sebagian disebabkan oleh kepercayaan dan praktik tradisional.
Sebagai contoh, di masyarakat pedesaan Nepal, sayuran dan buah-buahan dianggap
berbahaya bagi kesehatan bayi dan anak-anak karena dianggap sebagai makanan dingin
untuk anak-anak. Salah persepsi yang banyak digunakan adalah bahwa bayi di bawah usia
1 tahun tidak dapat mencerna makanan sumber hewan. Oleh karena itu, penekanan pada
kebutuhan untuk peningkatan kualitas makanan makanan pelengkap dan dimasukkannya
makanan sumber hewani, sayuran dan buah-buahan dalam makanan anak-anak perlu
ditangani (Joshi et al., 2012).

2.5.8 Karakteristik Keluarga

2.5.8.1 Tingkat Pendidikan Ibu


Ibu atau pengasuh yang berpendidikan lebih mudah dibiasakan dengan informasi dan
pengetahuan baru, dan mereka tahu pentingnya praktik pemberian makan anak
dibandingkan dengan orang yang buta huruf dan membutuhkan waktu lebih lama untuk
membawa perubahan perilaku (Mekonnen et al., 2017).
Penelitian di Ethiopia Selatan, ibu yang memberikan makanan pendamping ASI yang
tepat yaitu hanya 9,5%. Di Ghana hanya 13 % anak usia 6-23 bulan yang memenuhi
standar minimum pemberian makanan pada bayi dan anak, di Nigeria terjadi penurunan
prevalensi untuk waktu memperkenalkan makanan pendamping ASI (67% menjadi
57%), minimum dietary diversity (33% menjadi 24%) dan minimum acceptable diet (13%
menjadi 8%) hal itu dipengaruhi pendidikan yang dimiliki oleh ibu (Olatona et al., 2017)

Universitas Indonesia
28

Bukti dari negara-negara Asia mengungkapkan bahwa pendidikan ibu secara


signifikan terkait dengan inisiasi makanan pendamping yang tepat waktu dan Minimum
Acceptable Diet (MAD). Pendidikan ibu juga positif terkait dengan pemberian makan
bayi dalam penelitian lain (Khan et al., 2017)

2.5.8.2 Umur Ibu


Penelitian Khan et al (2017) mengatakan bahwa usia ibu juga mempengaruhi
pemberian makanan tambahan bagi anak, hal ini di hubungkan dengan kualitas ASI yang
diberikan sehingga mempengaruhi ketepatan pemberin makanan pada anak.
Berdasarkan penelitian Khanal, et al, (2013), dan Barman & Vadrevu (2016), umur ibu
menjadi ditemukan memiliki hubungan yang signifikan terhadap capaian MAD. Capaian
MDD, MMF dan MAD tampak lebih kecil pada kelompok anak yang memiliki ibu sudah
tergolong tua sekitar umur 35-49 tahun (Joshi et al., 2012). Dari beberapa penelitian lain juga
didukung bahwa ibu dengan umur tergolong muda sekitar 20-29 tahun terbukti memiliki
keragaman pemberian diet minimum yang lebih tinggi secara sigifikan (Mildred O.
Guirindola, Ma. Lynell V. Maniego, Catherine J. Silvestre, 2018).

2.5.8.3 Status Pekerjaan Ibu


Anak-anak yang memiliki ibu yang bekerja lebih cenderung memberi makan
makanan sesuai MAD. Ini bisa memberi kita indikasi bahwa kemampuan penghasilan ibu
adalah faktor penting dalam memberi makan anak dengan anak MAD di Ethiopia.
Peningkatan akses ke sumber daya, jejaring sosial yang lebih luas dan pemahaman yang
tumbuh tentang lingkungan sosial mereka dapat meningkatkan peluang untuk memberi
makan anak dengan diet minimum yang dapat diterima anak dibandingkan dengan ibu
yang menganggur.
Beban kerja ibu adalah faktor penting lain yang memengaruhi inisiasi pemberian
makanan pendamping secara tepat waktu. Meningkatkan beban kerja adalah tantangan
bagi para ibu untuk memulai dan mempertahankan praktik pemberian makan bayi yang
benar (Gautam et al., 2016)

2.5.8.4 Tingkat Pendapatan Keluarga


Prevalensi MAD untuk bayi berusia 6-11 bulan rendah (23,1%). Untuk memenuhi
MAD, para ibu harus dapat memberi makan anak-anak mereka beragam diet dan jumlah
makanan yang direkomendasikan. Namun, ini bisa sulit bagi banyak ibu untuk

Universitas Indonesia
29

mencapainya di masyarakat miskin dan yang memiliki kapasitas ekonomi rendah untuk
mengamankan makanan untuk rumah tangga mereka (Udoh & Amodu, 2016).
Di tingkat rumah tangga, indeks kekayaan tinggi menunjukkan hubungan yang
signifikan dengan keragaman makanan. Ada peningkatan progresif dalam prevalensi
anak-anak yang memenuhi kriteria keragaman makanan karena indeks kekayaan
meningkat. Meskipun sebagian besar ibu atau pengasuh menyadari bahwa keragaman
pola makan memainkan peran penting dalam kesehatan anak, perbedaan pengetahuan
praktik ini tampaknya menyiratkan bahwa kurangnya sumber daya bertindak sebagai
penghalang bagi ibu dalam upaya mereka untuk menerapkan pengetahuan ke dalam
praktik (Ng et al., 2012).
Perempuan miskin mungkin sering tidak tahu apa layanan / program kesehatan
masyarakat dan tersedia untuk mereka, dan apa yang mereka berhak sebagai penerima
manfaat dari program ini. Pelatihan dan dukungan perempuan dan anggota masyarakat
miskin lainnya untuk meminta pertanggungjawaban penyedia layanan untuk memberikan
layanan berkualitas tinggi dan tepat waktu menawarkan peluang penting untuk mencapai
hasil gizi yang lebih baik melalui kelompok perempuan. Ketika perempuan belajar
tentang hak-hak mereka dan terhubung dengan layanan melalui program berbasis
kelompok, penggunaan dan kualitas layanan diharapkan meningkat (Brody et al., 2015).

2.5.8.5 Jumlah Anggota Keluarga


Penelitian Mildred O. Guirindola, Ma. Lynell V. Maniego, Catherine J. Silvestre,
(2018) menunjukkan beberapa faktor yang berhubungan dengan pertemuan MAD anak
usia 6-23 bulan. Ini termasuk memiliki seorang ibu dengan lebih dari tiga anak, dan
memiliki lima atau kurang anggota keluarga. Di antara 6-11 bulan, memiliki lebih dari
lima anggota keluarga berhubungan dengan anak MAD Urutan Kelahiran Anak.
Ibu dengan banyak anak lebih cenderung melakukan kontrol dominan terhadap
anak, kurang berkomunikasi dengan anak, dan kurang mampu memenuhi kebutuhan
makan anak. Kontrol gaya makan anak-anak dan kebiasaan makan dengan bersikeras
bahwa anak-anak makan dan membatasi akses anak-anak ke makanan lezat menghasilkan
efek kontraproduktif pada pengembangan manajemen diri anak-anak dan memperburuk
gizi mereka (Savage, Rollins, Kugler, Birch, & Marini, 2017)

Universitas Indonesia
30

2.6 Teori Perubahan Perilaku

2.6.1 Domain Perilaku


Domain perilaku menurut Bloom dalam Notoadmodjo, 2012 membagi domain
perilaku dalam 3 bentuk yaitu (Notoatmodjo, 2012):
a. Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini tejadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour).
Berdasarkan pengalaman ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan
(Notoatmodjo, 2012). Faktor yang mempengaruhi pengetahuan:
1) Pendidikan, tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi
respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan
tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang
datang dan akan berpikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan
mereka peroleh dari gagasan tersebut. Pendidikan berarti bimbingan yang
diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah suatu
cita – cita tertentu. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga
perilaku seseorang akan pola hidup, terutama dalam memotivasi sikap
berperan serta dalam perkembangan kesehatan. Semakin tinggi tingkat
kesehatan, seseorang makin menerima informasi sehingga makin banyak pola
pengetahuan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2012).
2) Paparan media massa, melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik
berbagai informasi dapat diterima masyarakat, sehingga seseorang yang lebih
sering terpapar media massa (TV, radio, majalah, pamflet, dan lain - lain)
akan memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan orang
yang tidak pernah terpapar informasi media. Ini berarti paparan media massa
mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang
(Notoatmodjo, 2012).

Universitas Indonesia
31

3) Ekonomi, Usaha memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan


sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah tercukupi
dibandingkan keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan
mempengaruhi pemenuhan kebutuhan sekunder. Jadi dapat disimpulkan
bahwa ekonomi dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang
berbagai hal (Notoatmodjo, 2012).
4) Hubungan sosialManusia, Individu yang dapat berinteraksi secara continue
akan lebih besar terpapar informasi. Sementara faktor hubungan sosial juga
mempengaruhi kemampuan individu sebagai komunikasi untuk menerima
pesan menurut model komunikasi media dengan demikian hubungan sosial
dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang tentang suatu hal
(Notoatmodjo, 2012).
5) Pengalaman seorang individu tentang berbagai hal biasa diperoleh dari
lingkungan kehidupan dalam proses perkembangannya, misalnya sering
mengikuti kegiatan. Kegiatan yang mendidik misalnya seminar organisasi
dapat memperluas jangkauan pengalamannya, karena dari berbagai kegiatan
tersebut informasi tentang suatu hal dapat diperoleh (Notoatmodjo, 2012).
b. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
stimulus atau objek. Sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat
ditafsirkan dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan
konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Sikap juga
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksanaan motif
tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi
merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi
tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Lebih
dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan
tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2012). Faktor-
faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap:
1) Pengalaman pribadi, apa yang telah dan sedang dialami seseorang akan
ikut membantu dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus sosial
(Notoatmodjo, 2012).

Universitas Indonesia
32

2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting, pada umumya individu


cenderung untuk memiliki sikap yang konformasi atau searah dengan
orang lain yang dianggap penting (Notoatmodjo, 2012).
3) Pengaruh kebudayaan, seseorang hidup dan dibesarkan dari suatu
kebudayaan, dengan demikian kebudayaan yang diikutinya mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan sikap orang tersebut
(Notoatmodjo, 2012).
4) Media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat
mengarahkan opini seseorang, sehingga terbentuklah arah sikap yang
tertentu (Notoatmodjo, 2012).
5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama kedua lembaga ini meletakkan
dasar pengertian dan konsep moral dalam individu sehingga kedua
lembaga ini merupakan suatu sistem yang mempunyai pengaruh dalam
pembentukan sikap (Notoatmodjo, 2012).
6) Pengaruh faktor emosional suatu bentuk sikap merupakan pertanyaan
yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran
frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego (Azwar,
2010).
7) Pendidikan, kurangnya pengetahuan seseorang akan mudah terpengaruh
dalam bersikap (Notoatmodjo, 2012).
8) Faktor sosial dan ekonomi, keadaan sosial ekonomi akan menimbulkan
gaya hidup yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2012).
9) Kesiapan fisik (status kesehatan), pada umumnya fisik yang kuat terdapat
jiwa sehat (Notoatmodjo, 2012).
10) Kesiapan psikologis / jiwa, interaksi sosial terjadi hubungan saling
mempengaruhi diantara individu yang satu dengan yang lain, terjadi
hubungan timbal balik yang mempengaruhi pola perilaku masing-masing
individu sebagai anggota masyarakat. Lebih lanjut, interaksi sosial itu
meliputi hubungan antara psikologis disekelilingnya (Azwar, 2010).

Universitas Indonesia
33

2.6.2 Model PRECED – PROCEED


Masalah kesehatan memiliki dua penyebab yakni penyebab perilaku dan
penyebab non-perilaku. Perilaku adalah suatu tindakan yang mempunyai frekuensi, lama,
dan tujuan khusus, baik dilakukan secara sadar maupun tidak sadar. Model PRECED-
PROCEED yang dikembangkan oleh Green LW dan Kreuter MW mengemukakan faktor-
faktor yang merupakan penyebab perilaku yang terdiri atas tiga faktor yaitu faktor
predisposisi (predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factor), dan faktor
penguat (reinforcing factor). Model PRECED-PROCEED memiliki 8 fase. PRECED
pada fase 1-4 berfokus dalam perencanaan program dan PROCEED pada fase 5-8
berfokus pada implementasi dan evaluasi. PRECED terdiri dari: predisposing,
reinforcing, enabling cause in educational diagnosis and evaluation. Untuk intervensi
PRECED digunakan untuk mendiagnosis masalah, penetapan prioritas dan tujuan
program. PROCEED terdiri dari: policy, regulation, organizational, and eviromental
development. Kerangka kerja PROCEED menampilkan kriteria fase kebijakan dan
implementasi serta evaluasi (Green & Kreuter, 2005).

Gambar 2.2 Model PRECED-PROCEED

Sumber : (Green & Kreuter, 2005)

Universitas Indonesia
34

Delapan fase PRECED-PROCEED terdiri dari:


a. Fase 1: Penilaian sosial
Pada fase pertama, program menyororti kualitas dari hasil kehidupan
seperti, indikator utama sosial dari kesehatan dalam populasi tertentu (misalnya,
tingkat kemiskinan, tingkat kejahatan, ketidakhadiran atau tingkat pendidikan
rendah) yang dapat mempengaruhi kesehatan dan kualitas hidup (Allensworth,
2010) .
b. Fase 2: Penilaian Epidemiologis
Pada fase kedua, setelah menentukan masalah sosial yang dapat
mempengaruhi kesehatan dan kualitas hidup pada fase pertaa, program
mengidentifikasi masalah kesehatan atau faktor lain apa yang berperan dalam
penurunan kualitas hidup. Masalah kesehatan dianalisis berdasarkan dua faktor:
seberapa penting dan berpengaruh pada masalah kesehatan dan persetujuan untuk
menyelesaikan masalah kesehtan. Setelah masalah kesehatan prioritas ditetapkan
selanjutnya diidentifikasi faktor penentu yang dapat menyebabkan masalah
kesehatan itu terjadi. Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan
yaitu faktor lingkungan, faktor perilaku dan faktor genetic. Faktor lingkungan
adalah faktor penentu di luar orang yang dapat dimodifikasi untuk mendukung
perilaku, kesehatan atau kualitas hidup. Faktor ini akan menjadi tumpeng tindih
dengan perilaku ketika perilaku diambil secara agregat sebagai lingkungan sosial.
Faktor perilaku mengacu pada pola perilaku (kondisi sosial dan gaya hidup) dari
individu dan kelompok yang melindungi atau menempatkan mereka pada resiko
kesehatan atau masalah sosial yang diberikan. Faktor genetik terkait dengan
berbagai penyakit, faktor resiko dan kondisi biologis (Allensworth, 2010).
c. Fase 3: Penilaian Pendidikan dan Ekologis
Pada fase ketiga, penggambaran faktor yang mempengaruhi, kemungkina,
dan memperkuat perilaku tertentu, atau melalu perilaku perubahan lingkungan
dan penilaian ekologi. Penilaian ekologi ini merupakan suatu penilaian yang
sistematis dari faktor dalam lingkungan sosial dan fisik yang berinteraksi dengan
perilaku untuk menghasilkan efek kesehatan atau kualitas-hidup. Adapun
penjelasan mengenai ketiga faktor tersebut atara lain (Allensworth, 2010):

Universitas Indonesia
35

- Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan,


sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
- Faktor pemungkin (enabling faktor), yang terwujud dalam fasilitas-fasilitas
atau sarana-sarana, sumber daya, dan sebagainya.
- Faktor pendorong/penguat (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap
perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok
referensi dan perilaku masyarakat.
d. Fase 4: Penilaian Administratif dan Kebijakan dan Keselarasan Intervensi
Fokus utama penilaian administrasi dan kebijakan dan penyelarasan
intervensi pada fase keempat adalah pemeriksaan realitas, untuk memastikan
bahwa di lokasi (sekolah, tempat kerja, organisasi perawatan kesehatan, atau
masyarakat) semua dukungan yang diperlukan, pendanaan, personil, fasilitas,
kebijakan, dan sumber daya lain hadir untuk mengembangkan dan
mengimplementasikan program (Allensworth, 2010).
e. Fase 5: Implementasi atau Pelaksanaan
Merupakan tindakan mengubah tujuan program ke dalam tindakan melalui
perubahan kebijakan, peraturan, dan organisasi (Allensworth, 2010).
f. Fase 6: Proses Evaluasi
Proses Evaluasi adalah sebuah evaluasi yang formatif, sesuatu yang
muncul selama pelaksanaan program seperti, penilaian kebijakan, bahan, personil,
kinerja, kualitas praktik atau jasa, dan masukan lainnya serta implementasi
pengalaman (Allensworth, 2010).
g. Fase 7: Pengaruh Evaluasi
Fokus dalam fase ini adalah evaluasi sumatif, yang diukur setelah program
selesai, untuk mencari tahu pengaruh intervensi dalam perilaku atau lingkungan.
Selain itu pada fase ini juga dilakukan penilaian efek program, termasuk
perubahan faktor predisposing, enabling, dan reinforcing, serta perubahan
perilaku dan lingkungan, dan mungkin outcomes kesehatan dan sosial
(Allensworth, 2010).

Universitas Indonesia
36

h. Hasil atau keluaran Evaluasi


Pada fase ini dilakukan penilaian efek dari program pada tujuan utamanya,
termasuk perubahan dalam kesehatan dan manfaat sosial atau kualiatas hidup
(Allensworth, 2010).

Berdasarkan penjelasan model PRECED – PROCEED faktor-faktor yang


berhubungan dengan keberhasilan praktik pemberian makan bayi dan anak usia 6-23
bulan dapat dimasukkan dalam 3 faktor yang dapat menyebabkan perilaku seseorang
yaitu:
- Faktor predisposisi (predisposing factor), diantaranya pengetahuan, sikap, dan
tradisi.
- Faktor pemungkin (enabling faktor), diantaranya keterjangkauan/akses pelayanan
kesehatan, akses dan pemanfaatan pangan, dan daya beli keluarga.
- Faktor pendorong/penguat (reinforcing factor) diantaranya sikap dan perilaku
petugas kesehatan, keluarga, dan kader posyandu.

Universitas Indonesia
2.7 Kerangka Teori

Faktor Predisposisi (Predisposing


Status Gizi pada Bayi dan anak
Factor):
- Pengetahuan
Kebijakan dan Regulasi - Sikap
- Persepsi Asupan Makanan Penyakit

- Keyakianan
- Nilai-nilai / Tradisi
-
Perilaku ibu dalam praktik pemberian
Faktor Penguat (Reinforcing Factor):
makan bayi dan anak usia 6-23 bulan
Edukasi Kesehatan - Dukungan petugas kesehatan - Usia pengenalan MP-ASI
- Dukungan keluarga
- Dukungan teman (peer) - Capaian minimum dietary diversity
(MDD), minimum meal frequency
Faktor Pemungkin (Enabling (MMF), dan minimum acceptable diet
Factor): (MAD)
Kemiskinan dan sumber daya
- Ketersediaan fasilitas kesehatan
manusia
- Daya beli keluarga
- Akses dan pemanfaatan pangan

Sumber: Modifikasi Green, 1980; UNICEF 1999

37
Universitas Indonesia
BAB 3
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Faktor Predisposisi (predisposing


factors)
- Pengetahuan terkait praktik
pemberian makan bayi 6-23 bulan
- Sikap terkait praktik pemberian
makan bayi 6-23 bulan
- Tradisi praktik pemberian makan
bayi 6-23 bulan Alasan ibu yang mendukung
praktik pemberian makan bayi dan
anak usia 6-23 bulan

Faktor Penguat (Reinforcing Factors) Perilaku ibu dalam praktik


- Dukungan keluarga pemberian makan bayi dan
- Dukungan kader posyandu anak usia 6-23 bulan
- Dukungan petugas kesehatan

Alasan ibu yang menghambat


praktik pemberian makan bayi dan
anak usia 6-23 bulan
Faktor Pemungkin (Enabling Factors)
- Akses ke pelayanan kesehatan
- Daya beli keluarga
- Akses dan pemanfaatan pangan

38
Universitas Indonesia
3.2 Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional
Perilaku ibu dalam Perilaku kesehatan merupakan respon seseorang terhadap stimulus/objek yang berkaitan
pemberian makanan dengan sehat-sakit (kesehatan) serta hubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan
bayi dan anak usia 6-23 kesehatan dirinya (Notoatmodjo, 2012).
bulan Praktik dan cara informan dalam meberikan makanan yang dikonsumsi oleh bayi dan anak
usia 6-23 bulan terutama dalam hal pelaksanaan dan pemanfaatan konseling PMBA agar
mencapai indikator keberhasilan PMBA seperti : pemberian ASI yang dilakukan, praktik
pemberian MP-ASI dilihat dari bentuk/tekstur makanan, jumlah, frekuensi pemberian, variasi
makanan, hambatan yang dihadapi, dan solusi yang sudah dilakukan
Alasan ibu yang Alasan yang mendukung berupa stimulus yang menyebabkan perubahan perilaku (McKenzie,
mendukung praktik James F, Brad L. Neiger, 2013).
pemberian makan bayi Dalam penelitian ini akan di gali informasi dari informan apa saja yang mendukung mereka
dan anak usia 6-23 dalam praktik pemberian makan bayi dan anak usia 6-23 bulan, terkait dengan pengetahuan,
bulan sikap, tradisi, dukungan keluarga, kader dan petugas kesehatan, akses ke pelayanan
kesehatan, daya beli keluarga, dan akses pemanfaatn pangan.
Alasan ibu yang Alasan yang menghambat berupa stimulus yang menyebabkan perubahan perilaku
menghambat praktik (McKenzie, James F, Brad L. Neiger, 2013).
pemberian makan bayi Dalam penelitian ini akan di gali informasi dari informan apa saja yang menghambat mereka
dan anak usia 6-23 dalam praktik pemberian makan bayi dan anak usia 6-23 bulan, terkait dengan pengetahuan,
bulan sikap, tradisi, dukungan keluarga, kader dan petugas kesehatan, akses ke pelayanan
kesehatan, daya beli keluarga, dan akses pemanfaatn pangan.
Pengetahuan Ibu Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui, berkenaan dengan hal (mata pelajaran)
(Tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002).
Pengetahuan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang diketahui indorman tentang
pemberian makanan bayi dan anak 6-23 bulan terutama dalam hal: pengetahuan informan
tentang kegiatan konseling PMBA.
Sikap Ibu Sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan
terhadap objek (Notoatmodjo, 2012).
Sikap yang dimaksud pandangan perasaan, dan penilaian informan terkait dengan praktik
pemberian makan pada bayi usia 6-23 bulan terutama dalam hal: padangan informan
mengenai kegiatan konseling PMBA

Tradisi Kebiasaan turun-menurun (dari nenek moyang yang masih dijalankan dalam masyarakat
bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik dan benar (Tim penyusun Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 2002).
Tradisi yang dimaksud adalah kebiasaan atau cara yang dilakukan oleh informan dalam
praktik pemberian makan bayi usia 6-23 bulan yang diperoleh secara turun menurun dari
generasi kegenerasi sebelumnya (diwariskan) dan masih berlaku di masyarakat seperti,
tradisi/kebiasaan masyarakat setempat tentang makanan/minuman yang sebaiknya diberikan
kepada bayi/anak, makanan/minuman yang diberikan untuk mempercepat pertumbuhan, dan
kebiasaan yang dianggap tabu/pantangan dalam pemberian makan bayi/anak
Dukungan Keluarga Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya
(Friedman, Bowden, & Jones, 2003).
Upaya yang diberikan keluarga (nenek, mertua, saudara ibu) untuk memotivasi informan
dalam pemberian makan bayi usia 6-23 bulan
Dukungan Kader Upaya yang diberikan kader posyandu untuk memotivasi informan dalam pemberian makan
Posyandu bayi usia 6-23 bulan.
Dukungan Petugas Upaya yang diberikan petugas kesehatan (bidan desa dan petugas gizi) untuk memotivasi
Kesehatan informan dalam pemberian makan bayi usia 6-23 bulan
Akses ke Pelayanan Akses ke pelayanan kesehatan dilihat dari jarak dan waktu tempuh serta biaya yang
Kesehatan dikeluarkan untuk mencapai pelayanan kesehatan. Jarak merupakan ukuran jauh dekatnya
dari rumah/tempat tinggal seseorang ke pelayanan kesehatan terdekat (Sartika, 2010).
Akses ke pelayanan kesehatan yang dimaksud adalah jarak, waktu tempuh, hambatan, dan
solusi yang informan butuhkan untuk menjangkau pelayanan kesehatan di wilayah tempat
tinggalnya
39
Universitas Indonesia
40

Variabel Definisi Operasional


Daya beli keluarga Kemampuan keluarga atau masyarakat untuk memperoleh suatu barang/jasa guna memenuhi
kebutuhan hidup (Tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002)
Kemampuan informan/keluarga dalam membeli pangan untuk diberikan kepada bayi usia 6-
23 bulan dilihat dari harga pangan di wilayah tempat tinggal informan, hambatan yang
dihadapi dan solusinya.
Akses dan pemanfaatan Cara informan untuk mendapatkan pangan dan pemanfaatan pangan di dalam keluarga dan
pangan lingkungan sekitar informan terkait dengan pemberian makan bayi usia 6-23 bulan, terutama
dalam hal ketersediaan pangan diwilayah tempat tinggal informan, dan cara pengolahan
pangan/ bahan makanann di tingkat rumah tangga (Detiniaty, 2017).

Universitas Indonesia
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan studi kualitatif dalam bentuk Rapid Assesment
Procedure (RAP) dengan metode pengumpulan data yaitu wawancara mendalam (WM)
dan Focus Group Discusion (FGD). Kedua metode ini dipergunakan mengingat studi ini
merupakan studi eksplorasi sehingga diharapkan dapat diperoleh sebanyak mungkin
informasi terkait tujuan penelitian.
Sebelumnya sudah dilakukan pengumpulan data di wilayah yang sama dengan
menggunakan data kuantitatif oleh (Widia, 2019) dengan judul penelitian “Faktor
Determinan Terhadap Capaian Minimum Acceptable Diet Pada Anak Usia 6-23 Bulan di
Jakarta Pusat Tahun 2019”, untuk mendapatkan informasi awal yang akan dipergunakan
lebih lanjut dalam penelitian ini.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari tahun 2020. Penelitian ini
dilakukan di Posyandu terpilih dari 6 kelurahan terpilih yang berada di wilayah Kota
Administratif Jakarta Pusat yakni Kelurahan Johar Baru, Kelurahan Galur, Kelurahan
Kwitang, Kelurahan Senen, Kelurahan Kampung Bali dan Kelurahan Karet Tengsin.
Lokasi penelitian yang dipilih mengikuti lokasi penelitian yang dilakukan oleh Widia
Tahun 2019

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi dan Sampel Penelitian Kuantitatif


Teknik pengambilan sampel dilakukan secara bertahap atau menggunakan multistage
random sampling. Multistage random sampling merupakan metode sampling yang dilakukan
secara bertahap dengan cara membagi populasi menjadi beberapa fraksi yang kemudian
fraksi-fraksi tersebut dibagi lagi menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil untuk diambil
sampelnya (Wibowo, 2014). Dalam penelitian ini, tahapan awal yang dilakukan adalah
pemilihan kecamatan yang dilakukan dengan metode random sampling untuk memilih
kecamatan yang kemudian akan dipilih sebanyak 2 kelurahan dari masing- masing kecamatan
terpilih dengan menggunakan metode yang sama. Setelah itu akan diambil posyandu dengan
41
Universitas Indonesia
42

melakukan metode purposive sampling yang dimulai dengan memilih posyandu untuk setiap
kelurahan terpilih dan memulai pengambilan data yang dilakukan berdasarkan pada jadwal
terdekat posyandu terpilih.
Teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini yakni pemilihan 3 kecamatan dari
total 8 kecamatan di Kota Jakarta Pusat yang diharapkan dapat mewakili sampel (dipilih
hanya 3 kecamatan yang memiliki sosial ekonomi yang rendah, tidak dapat dipilih seluruh
kecamatan dikarenakan jumlah waktu dan SDM yang terbatas). Kemudian sampel
dikerucutkan menjadi 6 kelurahan, artinya tiap kecamatan diambil 2 kelurahan dengan
harapan variasi responden semakin banyak (heterogenitas sampel tinggi). Kemudian dari
masing-masing kelurahan diambil masing-masing 2 posyandu secara purposive sampling
yang akan diambil 6-12 sampel atau responden ibu yang memiliki anak yang berusia 6 – 23
bulan. Jika satu posyandu memiliki 15 – 20 responden yang memenuhi kriteria inklusi dan
ekslusi maka dapat diestimasikan jumlah posyandu yang dibutuhkan untuk masing-masing
kelurahan adalah 2 posyandu. Dalam penelitian ini dilakukan pengambilan data pada masing-
masing 2 posyandu tiap kelurahan. Pemilihan posyandu berikutnya dilakukan dengan cara
mengikuti jadwal posyandu yang berdekatan atau berurutan harinya. Untuk menghindari bias
pada penelitian ini, maka dalam pemilihan posyandu juga perlu ditetapkan beberapa kriteria,
seperti jumlah anggota posyandu yang tidak kurang atau sama dengan 6 anggota dan tidak
terdapat dalam komplek perumahan mewah. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi
mengurangi bias, dimana Jakarta Pusat memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi
sehingga data yang diambil perlu merepresentasikan kondisi di wilayah Jakarta Pusat. Oleh
karenanya, posyandu yang diikutsertakan dalam penelitian ini harus posyandu yang berada
di wilayah yang padat penduduk. Berikut ini merupakan bagan yang menjelaskan mengenai
metode sampling yang dapat dilihat pada gambar 4.1.

Universitas Indonesia
43

Kecamatan
Se-Jakarta Pusat

Random

Kecamatan Kecamatan Kecamatan


Johar Baru Senen Tanah Abang

Random

Kelurahan Kelurahan Kelurahan Kelurahan Kelurahan Kelurahan

Johar Baru Galur Kwitang Senen Kampung Bali Karet Tengsin

Purposive
Posyandu A Posyandu A Posyandu A Posyandu A Posyandu A Posyandu A Sampling

Posyandu B Posyandu B Posyandu B Posyandu B Posyandu B Posyandu B

 Dari setiap Posyandu pertama dan kedua diambil semua ibu yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi
 Posyandu yang dipilih yang memenuhi jumlah informan minimal untuk FGD

Gambar 4.1 Teknik Pengambilan Sampel

4.3.2 Populasi dan Sampel Penelitian Kulitatif


Dua prinsip panduan pengambilan sampel kualitatif yaitu kesesuaian
(appropriateness) dan kecukupan (adecuacy) (Namey, 2005). Prinsip yang pertama,
informan atau sampel penelitian hendaknya sesuai. Untuk mendapatkan informan atau
sampel yang sesuai dalam penelitian kulitatif dilakukan dengan cara purposive yaitu
dengan menentukan bahwa informan atau sampel tersebut adalah orang yang bisa
memberikan informasi atau data yang diinginkan. Prinsip kedua yaitu kecukupan artinya
data yang tersedia cukup (kecukupan data). Kecukupan data ini diukur oleh peneliti

Universitas Indonesia
44

sendiri yang harus bisa “merabarasakan” bahwa data yang sudah dikumpulkan atau
diperoleh apakah sudah cukup atau belum (Kresno, 2016)
Populasi target dalam penelitian ini adalah mengacu kepada populasi dan sampel
penelitian kuantitatif sebelumnya yaitu seluruh ibu yang memiliki anak usia 6-23 bulan
di Jakarta Pusat. Populasi studi yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang
memiliki anak usia 6-23 bulan pada 6 kelurahan dari 3 kecamatan terpilih di Jakarta Pusat
yang mencapai indikator MAD dan tidak mencapai indikator MAD.
Pemilihan sampel dalam penelitian ini melalui beberapa tahap seleksi sebagai berikut:
1. Sampel diambil dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Widia
(2019) di wilayah Jakarta Pusat, dimana sampel yang terkumpul dari peneltian ini
adalah sebanyak 260 bayi dari 6 kelurahan di 3 kecamatan di Jakarta Pusat,
dimana kecamatan yang terpilih adalah Johar Baru, Senen, dan Tanah Abang.
2. Dari 260 sampel dibagi menjadi 2 kelompok ibu yang mencapai MAD sebanyak
99 bayi dan tidak tercapai MAD sebanyak 161 bayi yang bertujuan untuk
menghomogenkan karakteristik informan.
3. Dari 260 sampel diseleksi lagi kriteria umur 6-23 bulan pada saat penelitian di
bulan Februari 2019 sehingga didapatkan kelompok ibu yang memiliki bayi
dengan anak MAD tercapai sebanyak 51 bayi di 12 posyandu dan MAD tidak
tercapai sebanyak 96 bayi di 6 kelurahan yang terdiri dari:

Table 4.1 Sebaran responden di setiap kelurahan dan posyandu

Kelurahan Johar Baru


MAD Tercapai = 3 Anak
Posyandu A
MAD Tidak Tercapai = 10 Anak
MAD Tercapai = 3 Anak
Posyandu B
MAD Tidak Tercapai = 10 Anak
MAD Tercapai = 6 Anak
Total
MAD Tidak Tercapai = 20 Anak
Kelurahan Galur
MAD Tercapai = 3 Anak
Posyandu A
MAD Tidak Tercapai = 7 Anak
MAD Tercapai = 5 Anak
Posyandu B
MAD Tidak Tercapai = 8 Anak
MAD Tercapai = 8 Anak
Total
MAD Tidak Tercapai = 15 Anak
Kelurahan Kwitang
MAD Tercapai = 8 Anak
Posyandu A
MAD Tidak Tercapai = 6 Anak
MAD Tercapai = 8 Anak
Posyandu B
MAD Tidak Tercapai = 8 Anak

Universitas Indonesia
45

MAD Tercapai = 16 Anak


Total
MAD Tidak Tercapai = 14 Anak
Kelurahan Senen
MAD Tercapai = 5 Anak
Posyandu A
MAD Tidak Tercapai = 4 Anak
MAD Tercapai = 3 Anak
Posyandu B
MAD Tidak Tercapai = 4 Anak
MAD Tercapai = 8 Anak
Total
MAD Tidak Tercapai = 8 Anak
Kelurahan Kampung Bali
MAD Tercapai = 2 Anak
Posyandu A
MAD Tidak Tercapai = 12 Anak
MAD Tercapai = 6 Anak
Posyandu B
MAD Tidak Tercapai = 6 Anak
MAD Tercapai = 8 Anak
Total
MAD Tidak Tercapai = 18 Anak
Kelurahan Karet Tengsin
MAD Tercapai = 4 Anak
Posyandu A
MAD Tidak Tercapai = 8 Anak
MAD Tercapai = 1 Anak
Posyandu B
MAD Tidak Tercapai = 13 Anak
MAD Tercapai = 5 Anak
Total
MAD Tidak Tercapai = 21 Anak

4 Kriteria Inklusi pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki bayi usia 6-23 bulan
dari data hasil penelitian Widia Tahun 2019 pada saat penelitian ini berlangsung,
ibu mampu berkomunikasi dengan baik, dan tidak mengalami gangguan jiwa dan
tidak dalam keadaan sakit keras.
5 Krieteria Ekslusi pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki bayi usia 6-23 bulan
dari data hasil penelitian Widia Tahun 2019 namun pada saat penelitian
berlangsung anak sudah melebihi usia 23 bulan dan sudah tidak tinggal di wilayah
penelitian.
6 Pada saat penelitian berlangsung sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan
ekslusi hanya didapatkan sebanyak 23 ibu dengan anak MAD tercapai dan 31 ibu
dengan anak MAD tidak tercapai.

4.4 Pengumpulan Data

4.4.1 Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan dengan 2 (dua) metode, yaitu:
- Wawancara mendalam adalah temu muka berulang antara peneliti dan subjek
penelitian, dalam rangka memahami pandangan subjek penelitian mengenai

Universitas Indonesia
46

hidupnya, pengalamannya, ataupun situasi sosial sebagaimana diungkapkan


dalam bahasanya sendiri (Taylor dan Bogdan, 1984). Wawancara mendalam
adalah percakapan dua arah dalam suasana kesetaraan, akrab dan informal.
Tujuan wawancara mendalam biasanya adalah untuk menggali suatu pendapat,
gagasan, ide, dan lain sebagainya yang bisa menggambarkan suatu situasi, kondisi
dan keadaan seseorang atau masyarakat. Wawancara mendalam ini dilakukan
kepada beberapa informan berikut: Ibu yang memiliki anak usia 6-23 bulan (jika
tidak ememnuhi syarat FGD), Petugas gizi, dan kader di wilayah penelitian.
- Focus Group Discusion (Diskusi kelompok terarah) adalah diskusi sekelompok
kecil orang dengan karakteristik yang homogen dan dilakuakan dengan
menggunakan pertanyaan tersturktur dan terbuka terhadap sekelompok orang
(lebih kurang 6-12 orang) yang memiliki karakteristik yang homogen (kriteria
sudah ditetapkan sebelumnya). Mengingat pelaksanaan FGD relatif
membutuhkan waktu dan biaya yang cukup banyak, maka jumlah kelompk FGD
dalam sebuah penelitian minimal dilakukan 2 kelompok untuk setiap
karakteristik/ kategori informan, dengan syarat apabila jumlahnya cukup dan tidak
sulit untuk mengumpulkan mereka (Namey, 2005). Diskusi kelompok (DK)
digunakan apabila terdapat masalah pada jumlah subjek penelitian dan
keterjangkauan wilayah. Dalam kondisi yang demikian, maka peneliti dapat
mengumpulkan sekelompok kecil antara 2 sampai 5 peserta (Kusumawardani et
al., 2015). Diskusi dipandu oleh satu orang fasilitator dengan menggunakan
pedoman diskusi yang semi terstruktur, dibantu oleh 1 (satu) orang pencatat yang
bertugas mencatat isi diskusi. Agar tidak ada informasi yang hilang, jalannya
diskusi direkam dengan alat perekam tape recorder. Diskusi kelompok terarah
bertujuan untuk mengetahui persepsi, pendapat, gagasan, ide sekelompok orang
tentang sesuatu hal (Willms D, 1996). Diskusi kelompok terarah dilakukan pada
sekelompok ibu yang memiliki anak usia 6-23 bulan pada bulan Februari - Maret
tahun 2020. Penelitian ini akan melihat dari dua kelompok yang berbeda yaitu
kelompok ibu yang MAD tercapai dan kelompok Ibu yang MAD tidak tercapai
maka kelompok ibu anak dibentuk menjadi 2 (dua) kelompok.

Universitas Indonesia
47

- Informan dalam penelitian ini ada dua kategori, yaitu informan utama, dan
informan kunci. Informan kunci adalah informan yang mengetahui kehidupan
warga Jakarta Pusat di 3 kecamatan untuk memberikan informasi mengenai
jumlah dan lokasi ibu balita yang mempunyai anak 6-23 bulan yang dianggap
memenuhi kriteria inklusi dan memungkinkan bersedia menjadi informan pada
penelitian ini, yaitu kader dan petugas gizi puskesmas. Informan utama adalah ibu
yang memiliki anak usia 6-23.

4.5 Instrumen
Pengumpulan data dilakukan oleh 2 (dua) orang, maka perlu dibuat suatu
pedoman wawancara (instrument) yang sifatnya semi terstruktur. Instrumen ini akan
menjadi patokan bagi pewawancara untuk menggali informasi dari informan, selain itu
dengan instrumen yang sama diharapkan data yang dikumpulkan relatif sama antara satu
pewawancara dengan yang lainnya. Walaupun pewawancara menggunakan suatu
instrumen yang sudah disusun sedemikian rupa, namun pewawancara diberi keleluasaan
untuk mengembangkan dan menggali pertanyaan sedalam mungkin pada informan, asal
tetap berpedoman pada tujuan yang hendak dicapai. Selanjutnya instrumen dibuat sesuai
dengan karakter/jenis informannya, khusus untuk diskusi kelompok terarah dengan
kelompok ibu.
Instrumen penelitian dibuat dengan memodifikasi panduan fasilitator, Modul
Pelatihan Konseling Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) Bina Gizi dan Kesehatan
Ibu dan Anak Tahun 2014 (Kemenkes RI, 2014a).
Berikut merupakan tabel variabel, data, sumber data, cara pengumpulan data dan
instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data:

Table 4.2 Variabel, Data, Sumber Data, Cara Pengumpulan Data, dan Instrumen
Pengumpulan Data

Cara
Variabel Data Sumber Data Pengumpulan Instrumen
Data
Pedoman FGD
Perilaku ibu 1. Alsan ibu melakukan/tidak 1. Ibu
2. Kader dan WM untuk
dalam praktik pemberian ASI FGD/DK&
ibu, kader dan
pemberian 2. Alsan ibu melakukan/tidak 3. Petugas WM
Kesehatan petugas
makanan bayi praktik pemberian ASI Ekslusif
kesehatan

Universitas Indonesia
48

Cara
Variabel Data Sumber Data Pengumpulan Instrumen
Data
dan anak usia 3. Kesulitan ibu dalam praktik
6-23 bulan pemberian ASI dan cara
mengatasi kesulitan tersebut
4. Akses informasi praktik
pemberian ASI
5. Alsan ibu melakukan/tidak
praktik pemberian MP-ASI
6. Jenis makanan pokok, hewani,
sayur dan buah yang biasa
diberikan
7. Komposisi MP-ASI yang
diberikan
8. Frekuensi pemberian MP-ASI
9. Cara mempersiapkan dan
mengolah MP-ASI
10. Kesulitan ibu dalam praktik
pemberian MP-ASI dan cara
mengatasi kesulitan tersebut
1. Pengertian ASI Ekslusif
2. Cara pemberian ASI ekslusif
(posisi menyusui, dan
perlekatan bayi saat menyusui)
3. Frekuensi pemberian ASI
4. Durasi ASI dapat mencukupi
kebutuhan anak
Pengetahuan Ibu Pedoman FGD
5. Cara penyimpanan dan FGD/DK/ WM
Ibu untuk ibu
menyiapkan ASI
6. Manfaat pemberian ASI ekslusif
7. Pengertian MP-ASI
8. Waktu yang tepat memulai MP-
ASI
Jenis, tekstur, dan frekuensi
pemberian MP-ASI menurut usia
1. Pendapat ibu mengenai
pentingnya pemberian ASI
2. Pendapat ibu mengenai
pentingnya pemberian MP-ASI
sesuai usia Pedoman FGD
Sikap Ibu Ibu
Pendapat ibu mengenai tradisi/ FGD/DK/WM untuk ibu
kebiasaan yang mempengaruhi
praktik pemberian ASI dan MP-ASI
di lingkungan tempat tinggal

9. Tradisi / kebiasaan yang


Tradisi mempengaruhi praktik PMBA Ibu FGD/DK/WM Pedoman FGD
untuk ibu
1. Ibu Pedoman FGD
3. Bentuk dukungan yang 2. Kader dan WM untuk
Dukungan FGD/DK &
diberikan oleh keluarga untuk 3. Petugas ibu, kader dan
Keluarga WM
ibu Kesehatan petugas
kesehatan
Dukungan Pedoman FGD
Bentuk dukungan yang diberikan 1. Ibu FGD/DK &
Kader dan WM untuk
oleh keluarga untuk ibu 2. Kader WM
Posyandu ibu, kader dan

Universitas Indonesia
49

Cara
Variabel Data Sumber Data Pengumpulan Instrumen
Data
1. Petugas petugas
Kesehatan kesehatan

1. Ibu Pedoman FGD


Dukungan 2. Kader dan WM untuk
Bentuk dukungan yang diberikan FGD/DK &
Petugas 4. Petugas ibu, kader dan
oleh keluarga untuk ibu WM
Kesehatan Kesehatan petugas
kesehatan
1. Ibu Pedoman FGD
1. Cara ibu untuk mencapai
Akses ke 2. Kader dan WM untuk
fasilitas kesehatan FGD/DK &
Pelayanan ibu, kader dan
2. Keikutsertaan ibu dalam 3. Petugas WM
Kesehatan Kesehatan petugas
kegiatan posyandu
kesehatan
1. Ibu Pedoman FGD
dan WM untuk
Daya beli Kemampuan ibu dalam memperoleh 2. Kader FGD/DK &
3. Petugas ibu, kader dan
keluarga bahan makanan WM
Kesehatan petugas
kesehatan
1. Ibu Pedoman FGD
Akses dan FGD/DK & dan WM untuk
Ketersediaan pangan di tempat 2. Kader
Pemanfaatan 3. Petugas WM ibu, kader dan
tinggal ibu
pangan Kesehatan petugas
kesehatan

4.6 Pengolahan, Analisis, dan Interpretasi Data


Langkah-langkah pengolahan data, analisis, dan interpretasi data kualitatif pada
penelitian ini antara lain (Kresno, 2016):
a. Mendeskripsikan informan, yakni mengumpulkan data terkait karakteristik informan
seperti identitas informan, sejauh mana representatif informasi mewakili kelompok.
b. Membuat field note dan transkrip wawancara serta diskusi, yakni mengurut dan
menambah atau mengurangi data dengan segera mengembangkannya menjadi catatan
yang teratur dan lengkap (transkrip), sehingga catatan ini dapat merefleksikan apa
yang dibahas dan didiskusikan sesuai topik dan tema.
c. Mengatur data sesuai kategori, yakni mengatur data sesuai topik diskusi sehingga
apabila terdapat data yang tidak relevan dapat dihilangkan.
d. Meringkas data dalam bentuk matriks, yakni menuliskan data ke dalam bentuk
matriks, tabel atau diagram untuk memberikan gambaran hubungan antarvariabel.
Matriks merupakan bagan yang menyerupai tabel yang terdiri dari kata-kata dan
dibuat berdasarkan tahapan waktu, jenis informasi, jenis kegiatan, lokasi
pengumpulan data, alasan untuk berperilaku tertentu, dan lainnya.

Universitas Indonesia
50

e. Melakukan interpretasi analisis data dengan cara analisis isi, yaitu menarik
kesimpulan tertentu melalui usaha menemukan karakteristik pesan yang dilakukan
secara objektif dan sistematis.
f. Analisis isi dapat digunakan untuk memisahkan, menghimpun, dan
menginterpretasikan tema-tema, isu-isu, motif-motif yang terkandung di dalamnya.
Analisis isi dilakukan dengan mengidentifikasi tema dan pola dalam data yang
penting dan berhubungan. Kutipan atau data hasil pengamatan yang sama atau
berkaitan dikumpulkan dengan pola atau temanya. Catatan lapangan dibaca ulang
sambil menuliskan komentar peneliti ditepi catatan tersebut. Memberi label pada
catatan lapangan atau menyamakan topik. Kemudian isi dari data tersebut dibuat
klasifikasinya dan menyederhanakan kompleksitas data ke dalam tema yang ada.
g. Menarik kesimpulan, yakni mengidentifikasi benang merah dari suatu topik dengan
memasukan beberapa quotation dari laporan agar hasil lebih baik dan mensintesis
secara lengkap sehingga dihasilkan suatu wawasan.
h. Interpretasi data diambil dari hasil FGD dan wawancara mendalam yang dilakukan
kepada masing-masing informan. Hasil penelitian ini akan menghasilkan temuan
berupa pikiran, pendapat, teori dan gagasan. Interpretasi data dilakukan setelah
analisis data selesai. Penjauan kembali hasil analisis data diperlukan, sehingga
diharpakan konsistensi analisis secara menyeluruh dalam penelitian.
i. Hasil anlisis dikembangkan dengan menggabungkan persamaan dan perbedaan antara
konsep, konteks, tempat serta subjek penelitian terhadap penelitian yang ada
sebelumnya.

4.7 Validasi Data


Validitas data mengacu pada sejauh mana pemilihan metode pengukuran benar-
benar dapat mewakili apa yang ditanyakan dalam pengukuran. Salah satu pendekatan
yang digunakan untuk mengukur validasi data kualitatif adalah triangulasi data, yaitu
pertanyaan penelitian diajukan melalui berbagai teknik wawancara dan informan yang
berbeda, buakn melalui metode tunggal (Martha dan Kresno, 2016). Adapun triangulasi
yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Triangulasi sumber, yaitu dengan melakukan cross-check data dengan fakta dari
berbagai sumber. Triangulasi sumber penelitian ini adalah ibu yang memiliki

Universitas Indonesia
51

bayi/anak usia 6-23 bulan serta telah mencapai indikator MAD maupun belum
mencapai MAD, kader posyandu, dan petugas kesehatan (petugas gizi puskesmas).
2. Triangulasi metode, yaitu dengan menggunakan beberapa metode/teknik
pengumpulan data. Triangulasi metode yang dilakukan dalam penelitian ini
menggunakan FGD dan wawancara mendalam.

4.8 Etik Penelitian


Penelitian ini telah melalui prosedur kaji etik dan dinyakatakan layak untuk
dilaksanakan oleh Komisi Etik Riset dan Pengabdian Kesehatan FKM UI pada tanggal
22 Januari 2020 dengan nomor 12/UN2.F10/PPM.00.02/2020.
Penelitian kesehatan yang mengikutsertakan subyek manusia harus
memperhatikan aspek etik dalam kaitan menaruh hormat atas martabat manusia, tertulis
dalam PP 39 tahun 1995 tentang penelitian dan pengembangan kesehatan yang
menyebutkan bahwa pelaksanaan penelitian dan pengembangan kesehatan wajib
dilakukan dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan dengan menjunjung tinggi
dan menerapkan prinsip etika penelitian.

Universitas Indonesia
52

BAB 5
HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian


Kota Administratif Jakarta Pusat merupakan salah satu dari lima wilayah kota
Administratif dan satu Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. Jakarta Pusat berada
di jantung Ibukota Jakarta yang mempunyai kekhususan, diantaranya sebagai pusat
pemerintahan nasional, pusat keuangan dan bisnis. Secara administratif wilayah Kota
Administratif Jakarta Pusat terdiri dari 8 Kecamatan (Gambir, Sawah Besar, Kemayoran,
Senen, Cempaka Putih, Menteng, Tanah Abang, dan Johar Baru), 44 kelurahan 389
Rukun Warga dan 4.566 Rukun tetangga. Permukaan tanah Jakarta Pusat relatif datar,
terletak sekitar 4 m di atas permukaan laut dan luas wilayahnya 48,13 km persegi.
Berdasarkan hasil registrasi penduduk pada akhir tahun 2015, diketahui bahwa
jumlah penduduk di Jakarta Pusat adalah orang yang terdiri dari 459.628 penduduk laki-
laki dan 461.716 penduduk perempuan. Rincian dari jumlah penduduk di masing-masing
kecamatan di Jakarta Pusat dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Table 5.1 Jumlah Penduduk di Masing-Masing Kecamatan di Jakarta Pusat


Penduduk
Jumlah
Kecamatan Laki-Laki Perempuan
(orang)
(orang) (orang)
Gambir 38.740 39.673 78.413
Sawah Besar 49.246 51.555 100.801
Kemayoran 113.136 112.640 225.776
Senen 47.883 48.900 96.783
Cempaka Putih 43.425 41.955 85.380
Menteng 33.403 34.906 68.309
Tanah Abang 74.120 72.747 146.867
Johar Baru 59.675 59.340 119.015
Jumlah 459.628 461.716 921.344
Sumber : (BPS, 2016)

Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Jakarta


Pusat memiliki Puskesmas dan Posyandu. Puskesmas di wilayah Jakarta Pusat pada
tahun 2018 tercatat bahwa terdapat 42 Puskesmas yang terdiri dari 8 Puskesmas
Kecamatan (PKC) dan 34 Puskesmas Kelurahan (PKL) dapat dilihat pada tabel 5.2.

Universitas Indonesia
53

Jumlah posyandu aktif yang ada di wilayah Jakarta Pusat sebanyak 498 Posyandu.
Pada tabel 5.2. dapat dilihat rincian dari jumlah Posyandu di Jakarta Pusat.

Table 5.2 Jumlah Puskesmas di Jakarta Pusat

Kecamatan Puskesmas (unit)


Senen 6
Gambir 6
Sawah Besar 4
Kemayoran 7
Cempaka Putih 4
Menteng 3
Tanah Abang 6
Johar Baru 6
Jumlah 42
Sumber: (Subdin Kesehatan Masyarakat, 2018)

5.2 Karakteristik Informan


Informasi pada penelitian ini diperoleh dari hasil FGD dan wawancara mendalam
yang dilakukan oleh peneliti di 6 Kelurahan di Jakarta Pusat yaitu kelurahan Kampung
Bali, Johar Baru, Galur, Senen, Kwitang dan Karet Tengsin. FGD dan Wawancara
mendalam dilakukan pada 63 informan yaitu, 23 informan ibu dengan anak MAD tercapai
31 ibu dengan MAD tidak tercapai, 6 informan kader Posyandu, dan 3 informan petugas
gizi Puskesmas, sesuai dengan informasi yang dibutuhkan. Informan utama pada
penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak usia 6-23 bulan dengan anak MAD tercapai
dan tidak tercapai. Informan kunci dalam penelitian ini adalah kader Posyandu dan
petugas gizi Puskesmas. FGD dan wawancara mendalam dilakukan kepada informan
utama dan informan kunci.
Dalam proposal penelitian, peneliti merencanakan melakukan FGD pada 6 kelurahan
dan 6 kelompok FGD, dengan jumlah peserta FGD pada masing-masing kelompok ibu 6-
12 orang, namun dikarenakan sulitnya mengumpulkan informan ibu pada satu waktu,
sehingga peneliti memutuskan apabila informan ibu berjumlah kurang dari 6 orang
peneliti melakukan diskusi kelompok dengan jumlah informan minimal adalah 4, jika
kurang dari 4 informan makan peneliti melakukan wawancara mendalam pada masing-
masing informan ibu yang sudah datang dengan menggunakan panduan FGD yang telah

Universitas Indonesia
54

dibuat sebelumnya. Sehingga didapatkan 3 kelompok diskusi kelompok dan 9 wawancara


mendalam pada kelompok ibu dengan anak MAD tercapai, kemudian pada kelompok ibu
dengan anak MAD tidak tercapai terdapat 2 kelompok FGD, 2 diskusi kepmpok dan 4
wawancara mendalam. Untuk karakteristik infroman dapat dilihat pada tabel 5.3 hingga
tabel 5.6.

Table 5.3 Karakteristik Ibu dengan Anak MAD Tercapai

Jumlah Informan Pekerjaan Rentang usia Jenis Kelamin


Kelurahan Pendidikan Ibu
Ibu Ibu balita Baliita
Kampung Bali 5 (DK) SD – SMA IRT 19 – 23 Bulan 2L/3P
Johar baru 3 (WM) SD – SMA IRT 16 – 23 Bulan 2 L/ 1 P
Galur 4 (DK) SMP – SMA IRT 17 – 23 Bulan 2L/2P
Senen 3 (WM) SD – SMA IRT 20 – 22 Bulan 3L
Kwitang 5 (DK) SMP – S1 IRT 16 – 22 Bulan 3L/2P
Karet Tengsin 3 (WM) SD – D3 IRT 21 – 23 Bulan 1L/2P

Table 5.4 Karakteristik Ibu dengan Anak MAD Tidak Tercapai

Jumlah Rentang usia Jenis Kelamin


Kelurahan Pendidikan Ibu Pekerjaan Ibu
Informan Ibu balita Balita
Kampung Bali 9 (FGD) SMA/SMK IRT 19 – 23 Bulan 4L/5P
Johar baru 4 (DK) SMP – SMA IRT 16 – 23 Bulan 3L/1P
Galur 4 (DK) SD – SMA IRT 17 – 23 Bulan 1L/3P
Senen 2 (WM) SMP – SMA IRT 20 – 22 Bulan 2P
Kwitang 2 (WM) SMK IRT 16 – 22 Bulan 2L
Karet Tengsin 10 (FGD) SD – S1 IRT 21 – 23 Bulan 5L/5P

Table 5.5 Karakteristik Informan Kader

Usia Nama Masa Kerja


Inisial Pendidikan Alamat
(Tahun) Posyandu (Tahun)
ET 69 SMA Aster 30 Kampung Bali
EK 49 SMA Bundaria 10 Johar Baru
RM 44 D3 Rambutan 10 Galur
MW 31 SMP Kenanga 4 Senen
MH 45 SMA Melati 6B 10 Kwitang
TP 52 SMA Flamboyan 1 30 Karet Tengsin

Universitas Indonesia
55

Table 5.6 Karakteristik Informan Petugas Gizi

Usia Masa Kerja


No Inisial Pendidikan Asal
(Tahun) (Tahun)
1 SH 29 S1 6 PKM. Tanah Abang
2 RR 34 S1 7 PKM.Senen
3 RM 26 S1 4 PKM. Galur

Informan kader yang menjadi peserta wawancara mendalam yang bertugas di


kelurahan Kampung Bali, Johar Baru, Galur, Senen, Kwitang, dan Karet Tengsin,
memiliki rentang usia antara 31 tahun sampai 69 tahun. Sebagian besar informan kader
memiliki tingkat pendidikan SMA dengan rentang masa kerja sebagai kader Posyandu
anatara 4 sampai 30 tahun.
Adapun informan petugas gizi yang bertugas di Puskemas Kecamatan Tanah Abang,
Senen, dan Johar Baru, memiliki rentang usia antara 26 tahun sampai 34 tahun.
Pendidikan terakhir informan S1 gizi. Masa kerja informan bevariasi antara 4 hingga 7
tahun.

5.3 Perilaku Ibu dalam Pemberian Makan Bayi dan Anak Usia 0-23 Bulan

5.3.1 Perilaku Pemberian ASI


1. MAD Tercapai

Sebagian besar ibu dengan anak MAD tercapai menyatakan masih memberikan
ASI hingga saat ini dengan alasan manfaat ASI yang bagus untuk kekebalan
tubuh/daya tahan tubuh bayi/anak, frekuensi pemberian sekehendak anak apabila
anak rewel ASI selalu di berikan
“masih kasih ASI Alhamdulillah, penting banget yah, penting karena
menurut aku ASI itu nomor satu lah vitamin yah, terus juga dia ada daya tahan
tubuhnya, gak ada duanya karena itu kan alami murni yah dari kita sendiri
ciptaan Allah, kalau sufor (susu formula) itu kan udah buatan jadi menurut aku
sih ASI di usia dini itu penting banget” (E1.4)

“sesering mungkin, tiap anak nangis paling sering, biar anak anteng” (B1.2)

Universitas Indonesia
56

Sebagian kecil ibu sudah tidak lagi memberikan ASI kepada anak dengan alasan
ASI tidak keluar lagi, luka pada puting susu, ibu mulai bekerja, dan ibu merasa
kualitas ASI sudah tidak baik. Pada sebagian kecil ibu yang sudah tidak lagi
memberikan ASI, ASI tidak lagi diberikan pada usia bayi lebih dari 6 bulan dan ASI
diganti dengan pemberian susu formula.

“Aku, anakku udah engga, udah engga di kasih ASI, kemaren terakhir kan
putting susu nya luka terus udah gitu akunya jas pas kebeneran udah mau kerja
jadi aku stop dia kasih ASI, kemaren umur 9 bulan lebih” (D1.1)

2. MAD Tidak Tercapai

Sebagian besar ibu sudah tidak memberikan ASI kepada anak dengan alasan ASI
tidak keluar lagi, luka pada puting susu, ibu mulai bekerja, dan ibu merasa kualitas
ASI sudah tidak baik. Sementara itu menurut petugas gizi cakupan pemberian ASI
ekslusif di wilayah kerjanya masih rendah. Ibu tidak memberikan ASI dikarenakan
ibu merasa ASI tidak cukup, kurangnya motivasi ibu untuk memberikan ASI, ibu
kembali bekerja, dan anak tidak mau menyusui lagi dikarenakan pemberian ASI yang
terputus-putus (bingung puting). Rendahnya pendidikan, kurangnya pengetahuan dan
faktor sosial ekonomi mempengaruhi pemberian ASI kepada anak.

“ASI di sini tuh faktor kegagalannya tuh tinggi yah karena orang tua yang
malas pengetahuannya kurang pendidikannya rendah tadi kemudian kemiskinan
ekonomi bisa jadi faktor yah, ibunya bekerja sehingga anaknya di tinggalin,
produksi ASI nya berkurang, karena ga intens kan, padahal udah kita kasih tau
yah, itu kan lebih ekonomis dengan ASI di perah, alasannya ga ada kulkas,
padahal itu kan bisa di tampung yah, 2 jam sekali 3 jam sekali ibunya pulang
ASI nya tahan lama 2-3 jam meskipun ga di kulkas udah kita kenalin seperti itu,
dari pada pake susu formula gitu yah, uang hasil petik cabe buat susu formula
mending di rumah gitu yah” (P.3)

“kebanyakan kan disini satu rumah ada mertua, jadi kalau kita kan pikiran 6
bulan anak yah di kasih makanan, tapi kalau ornag tua laper kali laper kasih
pisang, kasih pisang gitu, umur 4 bulan juga udah di kasih makanan” (K.2)

Ibu sudah tidak lagi memberikan ASI pada sejak bayi berusia kurang dari 6 bulan,
dan ASI diganti dengan pemberian susu formula. Hanya sedikit ibu pada kelompok

Universitas Indonesia
57

ini yang memberikan ASI dan mencampur ASI dengan susu formula ketika bayi
berusia lebih dari 6 bulan. hal ini diperkuat oleh penyataan kader dimana masih
banyak informan ibu yang sudah memberikan makanan/minuman selain ASI di
bawah usia 6 bulan dikarenakan faktor pengetahuan, pendidikan, dan dukungan
keluarga yang kurang,

“engga sih dia sampe umur 2 bulan doang udah gitu gak mau sendiri,
ohhh itu putingnya tuh berdarah, gak tau deh die ngisep darah atau bagaimana
gak mau sendiri” (C2.1)

“Dia itu cuman sebulan doang, apa sihh air susunya dikit di sedot juga
ga keluar, karena anak yang pertama lebih banyak sampe umur 2 tahun” (E2.1)

“Campur sama susu formula, dari ini adenya gak mau nyusu, ASI kalau
mau tidur, susu formula pas saya kerja aja sih” (B2.4)

5.3.2 Perilaku ibu dalam pemberian makan bayi/anak


1. MAD Tercapai
a. Perilaku Pengenalan MP-ASI

Sebagian besar ibu dengan anak MAD tercapai, menyatakan MP-ASI pada
bayi mulai di berikan saat usia 6 bulan. Pada ibu dengan anak MAD tercapai
memperkenalkan bubur lembut/bubur bayi, bubur instan dan buah kepada
bayinya pada saat pengenalan awal MP-ASI.

"kalau saya dari umur 6 bulan, 6 bulan baru mulai coba-coba makan bubur
lembut, kayak nasi blender misalnya atau bubur halus gitu, di kasih buah,
sayur, dikukus di rebus, ikan, tahu, telor, apa yang kita masak dikasih…,
masak sendiri lebih srek yah, bisa ngikutin selera makan sendiri, kalau beli
kan kadang minyaknya kebanyakan, lebih kurang sehat lah" (A1.1)

“sejak usai 6 atau 7 bulan saya coba kasih apa aja saya cobain jadi kalau
dia mau saya terusin, pas umur 7 bulan itu lembut dari usia 7 bulan sampe
1 tahun" (A1.5)

Kader menyatakan bahwa untuk anak usia 6 bulan awal pengenalan MPASI
sebagian besar ibu memberikan makanan lunak seperti bubur instan, buah, dan
bubur bayi yang di jual setiap pagi,

Universitas Indonesia
58

“kalau sesuai sih mungkin mereka juga tau yah cara misalkan ngasih
makan anak yang 6 bulan biasanya mereka beli nestle gitu apa, kalau
misalkan yang setaun biasanya suka beli bubur yang abang-abang bubur
ayam” (K.5)

Frekuensi pemberian MP-ASI pada saat pengenalan sebagian besar ibu


memberikan 1 – 3 kali dalam sehari. Pengolahan bubur tersebut sebagian besar
ibu mengolah sendiri bubur balita dan juga ibu sebagian kecil ibu memberikan
MP-ASI kemasan yang terfortifikasi. Hal ini sejalan dengan penyataan petugas
gizi yang menyatakan bahwa sebagian besar ibu memberikan bubur balita yang
di jual setiap pagi dan bubur instan yang frekuensi dan jumlah pemberiannya
tidak sesuai dengan kebutuhan bayi/anak dimana sebagian besar ibu memberikan
1 porsi bubur sehat dibagi untuk 3 kali pemberian makan dan petugas gizi
memberikan solusi untuk tetap menambahkan protein hewani di dalam MP-ASI
tersebut.
“…… di cobain makanan kayak itu nestle, tapi di bagi 3 kali gitu, satu
bungkus tuh gak sekali abis jadi di bagi 3” (C1.3)
“Masak sendiri, orang tua yang masak kan sekalian dagang jadi sekalian”
(D1..3)
“yang bikin sendiri juga ada, terus MPASI kemasan yang terfortifikasi
paling yang mereka kasih” (P.1)

“rata-rata mereka itu masih pake cerelac, bubur-bubur yang abang-abang


itu yah, bubur sehat itu yah, satu cup doang itu buat 3 kali, ya sangat-
sangat tidak cukup, solusinya ya itu tadi daya suruh tambahin aja protein
hewaninya karena dipaksain suruh masak juga ga bisa, ya udah boleh,
tambahin ya lauk hewaninya kan ga cukup” ( P.3)

Sebagian kecil ibu dengan anak MAD tercapai memberikan MP-ASI dini
dengan rata-rata pemberian pada usia 5 bulan, dengan alasan untuk
memperkenalkan MP-ASI kepada anak.

“dari umur 5 bulan, coba-coba pisang sih yah, buat ngenalin aja” (C1.1)

Universitas Indonesia
59

b. Pemberian Makan Bayi/Anak saat ini

Sebagian besar informan ibu dengan anak MAD tercapai, menyatakan saat
ini memberikan makanan untuk bayi/anak usia lebih dari 12 bulan dengan variasi
yang beranekaragam (nasi, sayur: sop/soto, telur, daging, ikan dan buah).
Frekuensi pemberian 2-3 kali/hari dan jumlah pemberian makan sebanyak 1-2
sendok nasi setiap kali makan, untuk makanan selingan ibu dengan anak MAD
tercapai memberikan buah (papaya, pisang, alpukat, anggur), pudding, agar-agar,
kentang goreng, dan ASI. Sebagian besar ibu mengolah makanan sendiri dan
sebagian membeli lauk matang di warung nasi.

“apa aja yah variasi, kadang pagi udah makan ikan siangnya ga mau, ganti
telor terus telor udah ga mau, sayur aja, trus paling kasih pisang
tergantung anaknya mauanya” (A1.1)

“isi piringnya, yang pasti ada sayur, kadang ada ikan, kalau ada sayur ada
ikan atau tempe, karena anaknya doyan ngemil, kalau saya kayak tempe
goreng, apalagi ikan lele dikasih tuh dia doyan, cuman kalau makan ikan
lele, ikan lele aja gak pake sayur ikan lele aja pake nasi gitu, nanti sore
baru sayurnya mix aja gitu” (C1.3)

“kadang 2 kali kadang 3 kali, kalau pake kuah sayur abis dia makan”
(E1.1)

“satu centong nasi, ayam aja tuh di suir-suir sama kuah sayur” (E1.3)

Adapun ringkasan praktik pemberian makan yang dilakukan oleh


informan ibu dengan anak MAD tercapai kepada bayi/anaknya di Jakarta
Pusat sebagai berikut:

Table 5.7 Praktik Pemberian Makan yang dilakukan Informan Ibu MAD Tercapai
Kepada Bayi/Anak

Informan ibu dengan anak MAD tercapai


Uraian
Variasi - Menu utama anak usia 12 bulan ke atas: nasi, sayur : sop/soto,
telur, daging, ikan dan buah
- Menu utama bayi (usia kurang dari 12 bulan): bubur halus
(blender/saring/tim), bubur instan
- Selingan: buah (papaya, pisang, alpukat, anggur) pudding,
agar-agar, kentang goreng, dan ASI

Universitas Indonesia
60

- Pengolahan makanan di olah sendiri dan membeli makanan


matang

Frekuensi 2-3 kali sehari

Jumlah 1-2 sendok nasi selain ikan dan sayur,

Bentuk Makanan sehari-hari/nasi biasa, bubur halus/ bubur instan

Pemberian makan Anak di ajak makan bersama anggota keluarga lain atau makan
aktif responsif sambil bermain dengan teman-temannya

2. MAD Tidak Tercapai


a. Perilaku Pengenalan MP-ASI

Sebagian ibu dengan anak MAD tidak tercapai menyatakan MP-ASI pada
pada bayi mulai diberikan saat usia kurang dari 6 bulan. Menurut kader hal ini
dikarenakan kebiasaan keluarga, seperti orang tua/ kerabat ibu
merekomendasikan ibu untuk memberikan pisang atau buah yang lainnya ketika
bayi beruasia 4 bulan dikarenakan anak terlihat lapar dan rewel.
“mulai dari umur 5 bulan itu di kasih bubur tim” (F2.7)

“dari umur 5 bulanan kali sebelum 6 bulan, pisang tuh, tau tuh neneknya, di
kasih pisang, di kata laper gitu, biar anteng” (C2.1)

“Sejak umur 6 bulan, bubur tim, beli buat dua kali, pagi sama sore, pagi sekali
terus sore itu di angetin di magic com” (D2.2)

“kebanyakan kan disini satu rumah ada mertua ada ini, jadi kalau kita kan
pikiran 6 bulan anak yah di kasih makanan, tapi kalau ornag tua laper kali
laper kasih pisang, kasih pisang gitu, umur 4 bulan juga udah di kasih
makanan” (K.2)

“kadang kan maaf-maaf kebanyakan ada yang sibuk, beli yang instan,
sementara kan sekarang bubur bayi gitu kan di wilayah kita ada, … (K.3)
Jenis makanan yang diberikan untuk perkenalan MP-ASI yaitu cerelac, bubur
tim, bubur sehat, dan buah, frekuensi pemberian 2-3 kali dalam sehari, jumlah
makan yang di berikan untuk bubur instan dan bubur bayi dalam 1 bungkus bubur
instan/ bubur bayi diberikan untuk 2-3 kali makan per hari. Pengolahan bubur
tersebut sebagian besar informan ibu membeli bubur balita/ bubur sehat yang

Universitas Indonesia
61

sudah jadi dan bubur instan dengan alasan lebih praktis, anak sulit ditinggal untuk
memasak dan keterbatasan fasilitas dapur dan kompor.

“ngalamin, ga boleh pake kompor gas, bolehnya pake kompor minyak, paling
kalau ga masak beli jadi” (F2.7)

Menurut petugas gizi hal tersebut terjadi dikarenakan kurangnya motivasi ibu
untuk memasak sendiri makanan bayi/anak dan keterbatasan fasilitas dapur dan
kompor di tempat tinggalnya dikarenakan tidak diperbolehkan memasak di area
rumah kontrakan sehingga petugas gizi memberikan saran boleh memberikan
bayi/anak bubur sehat namun tetap di tambahkan protein hewani.

“kebanyakan beli jadi itu, karenakan di rumahnya ga boleh ada kompor ga


boleh masak, makannya si bubur sehat itu” (P.1)

“cuman disini itu rata-rata itu untuk yang bikin yah, ada yang mau berubah
mereka bikin yah, cuman rata-rata mereka itu masih pake cerelac, bubur-bubur
yang abang-abang itu yah, bubur sehat itu yah, solusinya ya itu tadi daya suruh
tambahin aja protein hewaninya karena dipaksain suruh masak juga ga bisa, ya
udah boleh, tambahin ya lauk hewaninya kan ga cukup” (P.3)

b. Pemberian Makan Bayi/Anak Saat ini

Pada praktik pemberian makan bayi dan anak saat ini, sebagian besar
informan ibu dengan anak MAD tidak tercapai saat ini makanan untuk bayi/anak
usia lebih dari 12 bulan dengan variasi yang kurang beranekaragam (nasi, sayur;
sop/soto/bening, ikan, ayam, bakso) dengan jumlah yang tidak sesuai, hanya kuh
sayur atau nasi dan lauk saja yang sedikiy. Frekuensi pemberian makan 2-3
kali/hari dan jumlah pemberian makan sebanyak 1-2 sendok nasi setiap kali
makan. Untuk makanan selingan ibu memberikan makanan warung (wafer,
biskuit, ciki, oreo, dll), ASI / susu) > 3 kali dalam sehari. Hal ini juga diungkapkan
oleh kader, dimana sebagian besar ibu memberikan makanan selingan kepada

Universitas Indonesia
62

bayi/anak dengan jajan warung seperti biskuit-biskut, dan snack ringan dengan
alasan agar anak tidak rewel.
Sebagian kecil ibu mengolah makanan sendiri dan sebagian besar membeli
lauk matang dengan alasan repot dan malas untuk memasak. Menurut petugas gizi
hal tersebut dikarenakan kurangnya motivasi ibu untuk memasak sendiri makanan
bayi/anak dan keterbatasan fasilitas dapur dan kompor di tempat tinggalnya.

“sukanya yah yang empuk-empuk aja, kayak telor gitu, kuah-kuah baso,
kuah-kuah sop” (F2.9)

“ASI aja, paling kasih nabati itu pun dia ga terlalu suka, jadi dia gak mau
makan, paling kalau sama orang mau dua suap, dua suap masuk, ...” (C2.4)

“kadang anaknya juga kenyang sama ASI karena suka nyusu terus” (D2.2)

“…jajan wah ga bisa di itung, bisa ampe 7 kali” (C2.4)

“…sehari yah paling 3 kali 4 kali kalau jajan, kayak oreo apa gitu” (F2.1)

“kebanyakan beli jadi itu, karenakan di rumahnya ga boleh ada kompor ga


boleh masak, makannya si bubur sehat itu tetep laku karena mereka beli,
jadi ada pangsa pasarnya jadi ibu-ibu ini juga ya udah beli gitu praktis
anaknya suka jadi tiap hari mereka beli di situ, ada yang masak tapi ya itu
ngasihnya paling nasi sama lauk aja atau anaknya lebih suka sayur jadi
dikasih nasi sama sayur aja jadi komponen gizinya ga lengkap gitu dan
pemberian lemaknya juga jarang” (P.1)
“kalau warga sih keliatanya ini sih banyak kuahnya sih yah, yang biasa saya
sering liat, wortelnya barang 2 potong atau 3 potong kali ini yah” (K.3)

“yang biasa saya liat sih ya biasa, kentang, wortel, kalo palingan juga
kadang ada sop ayam, sop baso gitu, ayam kan pada yang suka apa sih
yang fillet yah di suir gitu” (K.5)

Adapun ringkasan praktik pemberian makan yang dilakukan oleh informan


ibu dengan anak MAD tidak tercapai kepada bayi/anaknya di Jakarta Pusat
sebagai berikut:

Universitas Indonesia
63

Table 5.8 Praktik Pemberian Makan yang dilakukan Informan Ibu dengan anak MAD
Tidak Tercapai Kepada Bayi/Anak

Uraian Informan ibu dengan anak MAD tidak tercapai

- Menu utama anak usia 12 bulan ke atas: nasi, sayur;


sop/soto/bening, ikan, ayam, bakso
- Menu utama bayi (usia kurang dari 12 bulan): bubur halus
(blender/saring/tim) bubur sehat, bubur instan
Variasi (cerelac/nestle), buah
- Selingan: makanan warung (wafer, biskuit, ciki, oreo, dll),
ASI / susu formula
- Pengolahan makanan beli makanan matang di warung nasi

2-3 kali sehari


Frekuensi
- 1-2 sendok nasi selain ikan dan sayur
- Pemberian bubur instan : 1 sachet bubur instan di bagi untuk 2-
Jumlah
3 kali makan/hari

Bentuk Makanan sehari-hari/nasi biasa, bubur halus/ bubur instan

Anak di ajak makan bersama anggota keluarga lain atau makan


Pemberian makan
aktif responsif sambil bermain dengan teman-temannya

5.3.3 Hambatan/kendala yang dihadapi ibu dalam Pemberian Makan Bayi/Anak


1. MAD Tercapai

Sebagian besar informan ibu dengan anak MAD tercapai menyatakan hambatan
yang sering di alami adalah ketika anak susah makan dikarenakan sakit dan tumbuh
gigi, untuk mengatasi hambatan tersebut ibu lebih banyak memberikan cemilan dan
ASI/susu formula kepada bayi/anak sebagai pengganti menu utama.
“kalau saya apa yah , soalnya kalau dia mau tumbuh gigi itu rewel, demem, ga
mau makan, kalau dia sih tetep yah, cuman kalau makan ya apa makan yang
misalnya dia suka diikutin, ngikutin, soalnya kalau udh tumbuh gigi aduh ya Allah”
(A1.1)

“gak mau makan itu loh mba, sampe kebingungan ini anak kenapa yah dari aku
pun udah konsumsi kayak vitamin apa gitu ASI booster lah yah untuk aku dia
pun aku kasih vitamin tapi kenapa susah gitu” (E1.4)

2. MAD Tidak Tercapai

Pada informan ibu dengan anak MAD tidak tercapai sebagian besar ibu
menyatakan hambatan yang sering di alami adalah anak susah makan. Menurut

Universitas Indonesia
64

petugas gizi, penyebab anak tidak mau makan disebabkan kurangnya variasi makanan
dimana sebagian besar ibu hanya memberikan nasi dan sayur saja atau nasi dan lauk
saja kepada anak. Hal ini juga terlihat dari penyataan ibu dimana ibu hanya
memberikan nasi dan sayur saja saat anak makan, dan anak tidak menghabiskan
makanan tersebut. Untuk mengatasi hambatan tersebut informan ibu memberikan ASI
atau susu formula dan cemilan kepada bayi/anak sebagai pengganti menu utama. Hal
ini di perkuat oleh pernyataan kader dimana, sebagian besar ibu lebih cenderung
memberikan makanan selingan/jajanan warung kepada anak, sehingga anak merasa
kenyang ketika akan makan menu utama dan anak tidak mau makan.

“banyak yang ngeluh anaknya ga mau makan atau apa, itu sebenernya
masalahnya karena mereka itu kalau bikin bubur tu, bubur wortel sama
buncis jadi lebih ke sayur padahalkan yang dibutuhkan itu dari protein nya
yah dari lauknya atau engga tambah lemak dari minyaknya tau margarin”
(P.2)

“rata-rata itu untuk yang bikin yah, ada yang mau berubah mereka bikin
yah, cuman rata-rata mereka itu masih pake cerelac, bubur-burur yang
abang-abang itu yah, bubur sehat itu yah, solusinya ya itu tadi daya suruh
tambahin aja protein hewaninya karena dipaksain suruh masak juga ga
bisa, ya udah boleh, tambahin ya lauk hewaninya kan ga cukup” (P.3)

“ada yang ibunya nyuapin makan anaknya udah ga mau makan udah gitu,
ada yang di paksa buat makan, ada yang biar anaknya mau makan bari di
kasih jajanan, gitu sih kalau ibu-ibu di sini” (K.4)

“anak itu di sini gini mba kalau udah minta keluar jajan, jadi susah,
makannya susahnya apa anak itu sudah mengerti jajanan jadi kalau mereka
kasih makan, paling sekali paling banyak dua kali selebihnya jajan” (K.3)

Keterbatasan fasilitas memasak juga dirasakan sebagai hambatan pada sebagian


besar informan ibu dengan MAD tidak tercapai, hal ini terjadi dikarenakan sebagian
besar ibu mengontrak dan tidak diperbolehkan untuk menggunakan kompor dan juga
tidak adanya fasilitas dapur yang memadai.

“ngalamin, ga boleh pake kompor gas bolehnya pak kompor minyak, soalnya
suah juga, lama juga pake kompor minyak” (F2.7)

Universitas Indonesia
65

“kebanyakan beli jadi itu, karenakan di rumahnya ga boleh ada kompor ga


boleh masak, makannya si bubur sehat itu tetep laku karena mereka beli,
jadi ada pangsa pasarnya jadi ibu-ibu ini juga ya udah beli gitu praktis
anaknya suka jadi tiap hari mereka beli di situ, ada yang masak tapi ya itu
ngasihnya paling nasi sama lauk aja atau anaknya lebih suka sayur jadi
dikasih nasi sama sayur aja jadi komponen gizinya ga lengkap gitu dan
pemberian lemaknya juga jarang” (P.1)

5.3.4 Pelaksanaan Kegiatan Konseling/Penyuluhan Pemberian Makan Bayi/Anak


di Pelayanan Kesehatan (Posyandu dan Puskesmas)
1. MAD Tercapai

Sebagian besar ibu pernah mengikuti kegiatan penyuluhan mengenai pemberian


makanan kepada anak, menggunakan alat peraga seperti gambar, penyuluhan di
laksanakan di posyandu ataupun saat pemerikasaan kehamilan terdahulu di
puskesmas.
“ada, mengenai pemberian makanan kepada anak, terus mengenai ASI,
mengenai gizi buruk teru mengenai makanan yang baik buat ibu hamil itu apa,
banyak sih, biasanya pake alat bantu model buku, buku yang ada gambarannya
ohh ini makanan yang baik untuk anak, porsinya segini-segini gitu” (D1.1)

Sebagian kecil ibu terdapat juga yang tidak mengikuti penyuluhan, sehinnga
mencari tahu mengenai pemberian makan bayi dan anak melalui internet di karenakan
ibu merasa kerepotan dengan anak apabila mengikuti penyuluhan, ibu datang ke
Posyandu hanya untuk melakukan pengukuran TB dan BB bayi/anak saja.

“ga pernah, paling aku ini aja sih di internet aja sih, arang sih, seringnya udah
timbang pulang, cuman kan next nya setelah itu ada tapi aku pikir jarang ikut
gitu, jadi aku cari info sendiri abis ga mungkin anaknya ga bisa diem jadi kalau
aku ga bisa lama di sana juga, timbang pulang gitu aja” (E1.4)

2. MAD Tidak Tercapai

Sebagian besar ibu pernah mengikuti kegiatan penyuluhan mengenai pemberian


makanan kepada anak, menggunakan alat peraga seperti gambar, penyuluhan di
laksanakan di posyandu ataupun saat pemerikasaan kehamilan terdahulu di
puskesmas. Sebagian ibu yang tidak mengikuti penyuluhan mendapatkan informasi
mengenai pemberian makan bayi dan anak dengan bertanaya kepada orangtua/kerabat

Universitas Indonesia
66

di karenakan ibu merasa kerepotan dengan anak apabila mengikuti penyuluhan, ibu
datang ke Posyandu hanya untuk melakukan pengukuran TB dan BB bayi/anak saja

“ada, kalau dari setiap posyandu pasti ada, dari ibu-ibu kader ini, paling yah,
MP-ASI nya itu apa aja menunya, terus makanannya di selingnya pake apa aja,
jangan di kasih nasi terus di selingin buah atau pudding, …. iyah paling sih
kayak bawa buku gitu pake buku kasih tau pengarahnya ada gambar-
gambarnya di liatin” (E2.2)

“ga pernah abis repot langsung pulang jadi ga dapet penyuluhan” (B2.2)

Menurut sebagian besar informan ibu dengan anak MAD tercapai maupun tidak
tercapai sudah pernah mendapatkan konseling/penyuluhan mengenai pemberian
makan bayi dan anak dari petugas gizi ataupun bidan, namun pelaksanaan kegiatan
konseling/penyuluhan selama ini hanya sebatas sosialisai/ penyuluhan kepada
masyarakat/sasaran Posyandu tentang pemberian makan bayi dan anak. Kegitana
kelas PMBA juga pernah dilaksanakan hanya saja, peseta untuk kelas ibu hamil serta
kelas bayi dan balita sangat terbatas dan lebih diprioritaskan kepada ibu yang
memiliki balita dengan BGM, sehingga tidak semua sasaran Posyandu
mengetahuinya.

“Udah bikin kelas PMBA di semua kelurahan di tanah abang, trus untuk
penyluhannya di setiap posyandu kan temanya ganti-ganti tiap bulan, jadi
dalam satu tahun itu kita pasti ada menyampaikan tentang PMBA dan MP-
ASI nya kan ada di kelas PMBA jadi si MPASI nya di sampein di kelas
PMBA itu” (P.1)

“Kalau posyandu sih yang pasti kan kita juga tadi yah standbay kalau
misalkan nanti misalkan kadangkan suka ikut pengisian KMS juga kalau
misalnya pengisian KMS teryata ada yang 2T atau 3T, keluhan anaknya
berat badannya gak naik atau BGM itu kita langusung melakukan konseling
juga dan edukasi gitu” (P.2)

“Kita ya namanya sosialisasi tuh sering banget gitu yah ngumpulin warga
ngumpulin anak warga terutama yah dari manfaat posyandu dulu yah,
efeknya seperti apa kalau anak ke posyandu itu tuh selalu gitu yah,
kemudian kita bikin kelas-kelas ibu hamil, kelas-kelas balita kita
kelompokkan gitu yah untuk anak-anak yang bermasalah, udah di sini pun
untuk konseling secara individu juga sudah gitu yah, atau biasanya pagi-
pagi tuh saya penyuluhan tentang ASI ekslusif dulu gitu yah” (P.3)

Universitas Indonesia
67

Meskipun telah dilakukan konseling/penyuluhan petugas gizi menyatakan


terdapat kendala/ hambatan dalam konseling/penyuluhan pemberian makan
bayi/anak tersebut, diantaranya informan ibu datang ke posyadu hanya untuk
menimbang BB dan pengukuran TB anak saja, kondisi fasilitas posyandu yang tidak
memadai untuk melakukan penyuluhan yang mengakibatkan fungsi dari meja 4 di
dalam posyandu yang berfungsi sebagai meja penyuluhan tidak berjalan dengan
optimal.
Tingkat kesadaran ibu dan perilaku ibu yang malas mengaplikasikan ilmu yang
sudah didapatkan juga menjadi salah satu faktor kegagalan dalam pemberian makan
bayi dan anak. Pelatihan pengukuran berat badan tinggi badan juga belum efektif,
dimana masih banyak kader yang salah dalam melakukan pengukuran BB dan TB,
sehingga petugas gizi harus melakukan monitoring selama kegiatan tersebut
berlagsung.
Refreshing atau penyegaran kepada kader terus dilaksanakan oleh petugas gizi
setiap 1 bulan sekali, namun hal ini di rasa masih belum optimal di mana kader masih
tidak dapat melakukan penyuluhan kepada ibu bayi dan anak mengenai kesehatan
terutama dalam pemberian makan bayi dan anak dan masih ditemukannya proses
pengukuran berat badan dan tinggi badan yang kurang tepat oleh kader.

“emhh, kadang penyegaran kader bukan jalan-jalan yah gitu, ada sih cuman
saya lupa tahun-tahun berapanya lupa cuman pernah, dulu sebelum ada Rpetra
kadang di puskesmas, sekarang udah ada Rpetra gitu kan di kumpulin di Rpetra”
(K.2)

Menurut petugas gizi belum adanya indikator dalam SPM (Standar Pelayanan
Minumun) untuk menilai tingkat keberhasilan penerapan pemberian makan bayi dan
anak juga sebagai salah satu kendala keberhasilan konseling/penyuluhan. Dalam
mengatasi hambatan-hambatan tersebut petugas gizi telah menyelenggarakan
penyuluhan secara individu bagi bayi dan anak yang bermaslah terhadap gizi di
Puskesmas, membuat kelas PMBA bagi bayi dan anak stunting yang didampingi oleh
kader yang dilaksanakan selama 2 hari (1 hari materi, dan 1 hari praktik), kemudian
merencanakan pembuatan kelas PMBA bagi pendamping ibu (suami, orang tua,

Universitas Indonesia
68

mertua, atau pengasuh bayi/anak) yang akan dilaksanakan pada tahun 2021. Alat
peraga yang digunakan untuk konseling/penyuluhan mengacu kepada booklet yang
di keluarkan.
Kelas PMBA baru dilakasakan di beberapa RW saja dan belum menyeluruh.
Pelaksanaan kelas PMBA yang dilakukan hanya 2 hari dirasa belum efektif
mengingat materi mengenai PMBA yang banyak dan spesifik tidak dapat diberikan
dalam 1-2 hari pelatihan.

“kalau untuk MP-ASI di SPM nya atau indikator kinerja itu kan belum ada
yah, adanya pemberian makanan pemulihan untuk anak BGM, atau Gizi
buruk jadi kita beli prodak lagi dan juga dapet drop biskuit dari kemenkes
juga, jadi untuk yang MP-ASI nya pengontrolannya karena di rumah yah
jadi belum terlihat angkanya gitu yah kalau mau lihat datanya kita ga
punya karena itu kan berarti menyangkut anak sehat, kalau anak sehat
indikatornya hanya kunjungan balita ke posyandu nya saja bukan ke
penerapan PMBA nya” (P.1)

“kalau penyuluhan kan tadi liat sendiri kalau misalkan warga nimbang itu
pasti langsung berkerubung gitu langsung banyak gitu kan sementara
mereka itu berfikirnya datang posyandu nimbang, pulang, kalau misalkan
mereka di kumpulin itu anaknya udah nangis posyandu kondisinya juga
sempit jadi mereka kayak buru-buru gitu, paling gitu sih, kesulitannya
penyuluhan di posyandu itu susah karena tempatnya kondisnya ga kondusif
sama tempatnya krang memadai, makannya aku lebih milih kalau misalkan
liat orang kayak bermasalah banget udah langsung ke puskesmas iyah, jadi
edukasi secara satu-satu gitu” (P.2)

“kita sudah buat kelas-kelas balita penyuluhan gitu yah, sampai kita
merakul bu lurahnya PKK, kepala keluarganya, emang mereka itu tau, yah
cuman kalau enggan gitu yah males, orang kalau udah males itu gimana
sih, kesedarannya tuh susah, perilakunya tuh itu susah berubahnya, yang
namanya merubah perilaku itu susah banget” (P.3)

Menurut kader pada penelitian ini kader bertugas menyampaikan informasi jadwal
penimbangan, pengisisan laporan posyandu, dan menginformasikan kegiatan
penyuluhan. Peran kader sebagai tenaga penyuluh juga belum terlaksana secara
optimal, penyuluhan yang dilakukan oleh kader hanya sebatas mengingatkan
informan ibu mengenai jenis makanan yang baik untuk bayi dan anak, sedangkan
mengenai manfaat, cara pengolahan jumlah, kualitas dan kuantitas pemberian makan

Universitas Indonesia
69

bayi dan anak kader tidak dapat menjelaskan dan tidak dapat menyampaikan
informasi tersebut kepada informan ibu.
Sebagian ibu yang tidak mengikuti posyandu dan penyuluhan akan dilakukan
jemput bola ke rumah warga oleh kader untuk dilakukan penimbangan dan
pengukuran tinggi badan dan diberikan sedikit penyuluhan mengenai pemberian
makan bayi dan anak saat jemput bola tersebut. Sebagian besar kader mengatakan
belum pernah mengikuti kelas PMBA yang di selenggarakan oleh Puskesmas

“Kalau selama posyandu sih, biasanya saya pertama kan karena kita udah
ada jawdwal penimbangan kan, yah pertama kita informasikan ada jadwal
penimbangan nih, misalnya tanggal sekian nah terus kalau misalkan ada
penyuluhan-penyulhan apa, dateng tuh ke warga-warga ngasih tau nanti
ada penyuluhan ini yah, misalkan kayak gizi, imunisasi gitu” (K.5)

“mendata balita, mendata ibu hamil, yang baru lahiran, kalau di sini
periksa aja, terus nimbang, terus ngukur, terus ngis laporan, iyah abis
posyandu bikin laporan, … anak-anak kan pada nangis pengen cepet,
ibunya pengen cepet pulang, jadi ga sempet, yang suka penyuluhan mah itu
aja yang dari puskesmas” (K.2)

5.4 Faktor Predisposisi Perilaku Ibu dalam Pemberian Makan Bayi dan Anak Usia
0-23 Bulan

5.4.1 Pengetahuan
1. MAD Tercapai
a. Manfaat ASI dan ASI Ekslusif

Sebagian besar ibu dengan anak MAD tercapai sudah mengetahui bahwa ASI
bermanfaat untuk petumbuhan, kecerdasan dan kekebalan tubuh bayi/anak
sehingga tidak mudah sakit dan ibu dapat menyebutkan bahwa ASI eklusif adalah
pemberian ASI saja 0-6 bulan. Informasi mengenai ASI ekslusif didapatkan ibu
dari bidan ketika melakukan pemerikasaan kehamilan.

"untuk daya tahan tubuh, biar sehat, kecerdasan otak, untuk kesehatan" (A1.1)

“ASI Ekslusif itu menyusui sampai anak berumur dari 0-6 bulan, itu hanya di
kasih ASI aja, jadi ga boleh di tambah campuran makanan atau air putih
khusus ASI aja” (D1.1)

Universitas Indonesia
70

b. Pemberian makan yang tepat pada bayi/anak usia 6-23 bulan

Pengetahun ibu dengan anak MAD tercapai mengenai pemberian makan bayi
dan anak usia 6-23 bulan sudah cukup baik dimana sebagian besar ibu
menyebutkan bahwa MP-ASI diberikan pada usia 6 bulan dengan tekstur
makanan lembut, 9-12 bulan bubur tim, dan 12 bulan ke atas nasi/ makanan
keluarga, jenis makanan harus bervariasi dan bergizi seperti nasi, ikan, ayam,
telur, daging, sayur dan buah, Frekuensi pemberian diberikan 2-3 kali dalam
sehari. Namun pada penelitian ini sebagian besar ibu dengan anak MAD tercapai
tidak dapat menyebutkan jumlah dan manfaat dari makanan yang akan diberikan
kepada bayi dan anak.
“….., ada karbohidratnya, protein, terus ada vitaminnya juga, terus kayak
nasi, ayam, sayur, tahu, atau ikan” (D1.1)

“itu dia 6 bulan, soalnya anaknya belum kuat buat makan, air susu ASI aja
yang di kasih” (E1.1)

“kalau kita itu 6 bulan itu, kita sedikt juga kayak nasi yang, bukan nasi sih
jadi kayak apa kayak nestle-nestle gitu bubur gitu, baru pas udah 8 bulan
baru nasi lembeknya, baru setelah sekitar 9 atau 10 baru deh di kasih nasi
kayak nasi tim, nanti kalau setelah 1 tahun baru di kasih nasi biasa” (B1.1)

c. Sumber Informasi Tentang Cara Pemberian makan Bayi/Anak Usia 6-23


bulan

Sebagian besar ibu mendapatkan informasi mengenai cara pemberian


makan bayi dan anak melalui bidan saat pemeriksaan kehamilan, buku panduan
(KIA), Internet, dan petugas kesehatan yang ditemui saat kegiatan Posyandu.

“kadang saya sih liat-liat tuh kan ada tuh di buku kan yah, apalagi anak
pertama kan, baca-baca di situ kan ada kan yah” (C1.1)

“paling kalau di posyandu suka ada, ibu makanan sehat begini yah 4 sehat 5
sempurna, tapi kadang-kadang emaknya juga ga pernah laksanai, yang ada aja
saya kasih makan” (E1.2)

Universitas Indonesia
71

"banyak ya dari internet, terus dulu kerja ngasuh anak juga, jd lebih banyak tau,
jadi udah biasalah"(A1.1)

2. MAD tidak Tercapai


a. Manfaat ASI dan ASI Ekslusif

Sebagian besar ibu dengan anak MAD tidak tercapai mengetahui bahwa ASI
bermanfaat untuk petumbuhan, kecerdasan dan kekebalan tubuh bayi/anak
sehingga tidak mudah sakit dan ibu menyebutkan bahwa ASI eklusif adalah
pemberian ASI 0-2 tahun, informasi mengenai ASI ekslusif didapatkan ibu dari
bidan ketika melakukan pemerikasaan kehamilan.

“ASI Ekslusif itu, ini yah nyusuin sampai usia 2 tahun” (F2.3)

“ga tau, mungkin sampe umur dua tahun yah?, sampe 2 tahun biasanya masih
ada yang masih pada nete, sehat, biar ga gampang sakit, gimana yah biar
anaknya lebih sehat aja gitu” (A2.1)

b. Pemberian makan yang tepat pada bayi/anak usia 6-23 bulan


Pengetahun ibu dengan anak MAD tidak tercapai mengenai pemberian makan
bayi dan anak usia 6-23 bulan kurang baik dimana sebagian besar ibu
menyebutkan bahwa MP-ASI diberikan pada usia 6 bulan dengan tekstur
makanan lembut, 9-12 bulan ke atas sudah diberikan nasi/ makanan keluarga jenis
makanan harus memenuhi unsur 4 sehat 5 sempurna yang terdiri dari karbohidrat,
protein, dan serat (nasi, ayam, sayur; sop/soto, bakso, dan buah). Frekuensi
pemberian diberikan 2-3 kali dalam sehari. Namun pada penelitian ini sebagian
besar ibu dengan anak MAD tidak tercapai tidak dapat menyebutkan jumlah dan
manfaat dari makanan yang akan diberikan kepada bayi dan anak.
.
“yang diketahui sih, makan 3 kali sehari, kalau gak 2 kali, siangnya
diselingin nyemil, kalau pemberiannya yah sesuai masa pertumbuhannya dia,
lebih ke sayur sih sama buah-buahan sama susu sehari sekali” (A2.7)

“6-8 bulan, bubur sehat, bubur yang lembek-lembek dulu, campurin sayur,
daging kek apa itu, 9-12 bulan udah di kasih nasi 3 kali sehari” (F2.8)

Universitas Indonesia
72

“variasiya sih yang penting ada unsur 4 sehat 5 sempurnanya, ada sayur,
ada dagingnya, ada proteinnya cukup, karbohidratnya, ASI paling kalau ga
cukup susu formula, kalau masih ASI yah cukup ASI aja udah cukup” (F2.5)

c. Sumber Informasi Tentang Cara Pemberian makan Bayi/Anak Usia 6-23


bulan

Sebagaian besar ibu belum pernah mendapatkan informasi mengenai PMBA


dikarenakan ketika penyuluhan berlangsung ibu memilih pulang dikarenakan
anak rewel dan repot, informasi mengenai pemberian makan bayi dan anak
didapatkan dari orangtua/kerabat dan tetangga, hanya sedikit ibu yang menerima
informasi dari bidan atau petugas kesehatan lain pada kegiatan Posyandu.

“ga pernah sih soalnya langsung pulang abis nimbang” (B2.3)

“Banyak yang ngomong, kan saya mah baru anak pertama jadi banyak yang
lebih pengalaman nagasih tau jadi banyak denger juga” (D2.2)

“sama bu bidan sih biasanya di kasih tau, trus pas ke posyandu juga suka di
kasih tau juga” (A2.7)

5.4.2 Sikap
1. Pandangan/Tanggapan Ibu Tentang Pemberian ASI Ekslusif
a. MAD Tercapai

Sebagian besar ibu dengan anak MAD tercapai, memiliki sikap mendukung
memberikan ASI Ekslusif. Hal ini diketahui dari tanggapan informan ibu yang
setuju memberikan ASI ekslusif kepada bayinya karena mengatahui manfaat dari
ASI Ekslusif.

“setuju, karena kan itu bagus buat kekebalan tubuhnya gitu di banding di
kasih susu formula kan lebih bagus ASI” (D1.1)

Universitas Indonesia
73

b. MAD Tidak Tercapai

Sebagian besar setuju memberikan ASI ekslusif kepada bayinya, namun tidak
dapat melaksanakannya dikarenakan ASI yang tidak lancar, ibu merasa ASI tidak
cukup, luka pada putting susu, kembalinya ibu bekerja, dan pemahaman yang
kurang tepat terhadap ASI ekslusif seperti pemberian ASI dari 0-2 tahun tetapi
tidak diperhatikan mengenai pemberian ASI saja 0-6 bulan, membuat ibu tidak
memberikan ASI secara ekslusif

“kalau asi ekslusif mah kalau asi nya keluar ma setuju-setuju aja cuman kan
kadang ada ibu-ibu suka ada kendala paling stress ape, aer susu juga
mandek gitu kan, namanya juga ibu-ibu” (A2.6)

“saya sih setuju banget tapi yam au gimana lagi yah posisi saya tuh maunya 2
tahun ASI ekslusif tapi saya ga bisa” (E2.2)

2. Pandangan/Tanggapan Ibu Tentang Pemberian Makan Bayi dan Anak Saat


ini
a. MAD Tercapai

Sebagian besar informan ibu dengan anak MAD tercapai masih merasa belum
baik dalam pemberian makan bayi/anak saat ini dengan alasan kondisi anak yang
masih susah makan sehingga ibu merasa masih belum baik dalam pemberian
makan bayi dan anak saat ini

“belum, mba, belum nya apa yah mungkin masih kurang gitu saya sebagai
orang tua karena merasa saya belum puas gitu ini anak ga suka sama makanan,
jadi saya ngerasa belum puas di situ gitu, belum baik gitu di sebutnya” (E1.4)

“kalau aku sih kayaknya masih kurang maksimal sih, soalnya anaknya masih
suka susah makan, jadi sampe saat ini sih masih ngikutin maunya dia” (C1.1)

b. MAD Tidak Tercapai

Sebagian kecil informan ibu dengan anak MAD tidak tercapai sudah merasa
baik dalam pemberian makan bayi/anak saat ini
“kalau buat baik sih, ya menurut kita udah baik, cuman apa bagusnya atau
gimananya kita kan ga tau, mana anak kecil jajan tinggal tunjuk aja” (C2.4)

Universitas Indonesia
74

“ya baik sih baik aja, makan apa aja dia mau” (C2.3)

5.4.3 Tradisi Makanan/minuman yang Dianggap Tabu Pantangan untuk diberikan


Kepada Bayi/ Anak Usia 6-23 Bulan
1. MAD Tercapai
Sebagian kecil ibu dengan anak MAD tercapai, masih ada kepercayaan yang
masih ada di tengah masyarakat terkait pemberian makan anak usia 6-23 bulan yaitu
pemberian telur yang dapat menimbulkan jalan anak menjadi loyo, dan kuping
menjadi luka, meskipun kepercayaan itu ada di masyarakat namun informan ibu tidak
mempercainya.

“ada jangan makan telor puyuh ntar kupingnya ledes katanya, tetep aja saya
jejelin, ikan-ikan juga saya kasih, engga tuh kupingnya masih bagus aja, tapi
saya tetep kasih terus” (E1.2)

“ada sih, telor puyuh, ntar jalannya loyo gitu, tapi tetep di kasih cuman ga
sering seminggu 2 kali lah” (E1.3)

2. MAD tidak Tercapai


Sebagian besar ibu memberikan buah pisang saat bayi berusia 4 bulan, hal tersebut
dilakukan oleh ibu dikarenakan kebiasan yang diterapkan dalam keluarga terutama
informasi yang diberikan oleh orangtua ibu atau mertua, mereka beranggapan bahwa
dengan memberikan makan sejak dini bayi tidak rewel dan tidak cepat lapar.

Sebagian kecil ibu dengan anak MAD tidak tercapai, masih ada kepercayaan yang
masih ada di tengah masyarakat terkait pemberian makan anak usia 6-23 bulan yaitu
tidak boleh memberikan makanan kepda anak apabila sudah malam dikarenakan akan
mengakibatkan anak menjadi cacingan. meskipun kepercayaan itu ada di masyarakat
namun informan ibu tidak mempercainya.

“dari umur 5 bulanan kali sebelum 6 bulan, pisang tuh, tau tuh neneknya, di
kasih pisang, di kata laper gitu, biar anteng” (D2.2)

“anak ga boleh makan malem-malem takut cacingan tapi dijelasin sama bu


dokter itu mah gak bener ga ada, kecuali makannya ga bersih” (D2.3)

Universitas Indonesia
75

5.5 Faktor Penguat Perilaku Ibu dalam Pemberian Makan Bayi dan Anak Usia 6-
23 Bulan

5.5.1 Dukungan Keluarga


1. MAD Tercapai

Sebagian besar informan ibu dengan anak MAD tercapai mengatakan, keluarga
terutama suami sangat mendukung dalam praktik pemberian makan bayi/anak sehari-
hari. Bentuk dukungan yang diberikan antara lain yaitu, membantu memberikan makan
kepada anak ketika ibu sedang sibuk, mengingatkan jadwal makan, mengantar ibu
untuk membeli bahan makanan, dan dukungan finansial.
“suami, biasanya yah kadang-kadang suka nganterin ke pasar buat beli bahan
makanan ini nih ini gitu, kalau dia sih lebih percaya ke aku, ibaratnya dia udah
tau nih yang penting kasih makanan yang penting buat anak, yang bagus buat
anak gitu” (D1.1)
Menurut petugas gizi dukungan keluarga yang paling kuat adalah dari suami,
bentuk dukungan yang di berikan anatara lain menguatkan ibu apabila ada kendala
dalam pemberian makan pada bayi/anak, dukungan secra finasial oleh suami juga
dianggap penting bagi ibu dalam pemberian makan bayi/anak.

“saya rasa ke orangtuanya sendiri lebih ke pasangan nya sendiri ayah dan
ibunya, kalau merekanya solid ada kendala ke mertua atau kandung mereka
bisa menyampaikannya pakai ilmu gitu, jadi kita udah kasih pengetahuannya
mereka bisa sampaikan, jadi kalau merekanya solid, lebih mudah
menyampaikan ke mertua atau kandung kalau ada perbedaan pendapat gitu”
(P.1)

2. MAD Tidak Tercapai

Sebagian besar informan ibu dengan anak MAD tidak tercapai di dukung oleh orang
tua dan kerabat informan ibu dalam pemberian makan bayi dan anak. Bentuk dukungan
yang di berikan antara lain yaitu, mengingatkan jadwal makan anak dan menu makan
anak.
“orang tua terutama, nenek, ya kalau masalah makan anak yah, ya di suruh
masak makanan kesukaannya, yang di suka kita masakin” (A2.9)

Universitas Indonesia
76

“ibu mertua sih, iyah suruh kasih makan anaknya, coba bikinin ini biar anaknya
nafsu makan gitu, nanti kita bikinin anaknya ga mau, kadang kita paksa juga dia ga
mau” (E2.1)

Menurut kader dukungan suami ada yang berperan ada yang tidak, namun sebagian
besar ibu didukung oleh orangtua ibu, dimana ibu selalu diingatkan untuk memberikan
makanan yang sehat bagi anak. Dukungan dari orangtua / metua ibu menurut petugas
gizi terlihat apabila suami bekerja mencari nagkah, dengan membantu nengasuh
anaknya.

“suaminya ada yang berperan aktif ada yang engga” (K.2)

“paling kalau ibunya bekerja paling pengasuhnya yah, si nenenya itu atau paling
bapaknya, di kasih uang,” (P.2)

5.5.2 Dukungan Kader Posyandu


1. MAD Tercapai

Sebagian besar informan ibu dengan anak MAD tercapai mengatakan, bahwa kader
Posyandu selama ini memberikan dukungan berupa saran yang baik untuk tumbuh
kembang anak, dan menyarankan untuk berkonsultasi dengan dokter apabila informan
ibu merasa kesulitan dalam pemberian makan bayi/anak. Menurut kader, kader
mendukung ibu dalam pemberian makan bayi/anak dengan memberikan saran jenis
makanan yang baik untuk anak. Alasan kader memberikan saran di karenakan kader
merasa bertanggung jawab kesehatan bayi/anak di wilayah kerjanya.

“ada sih, waktu itu aja timabangan anak akau kurang itu di rujuk ke puskes
untuk ke ahli gizi trus makanannya juga harus di pehatiin vitaminya juga”
(B1.1)

“saran sih yah, biar tumbuh kembangnya baik, coba konsultasi sama dokter
gimana biar makan anaknya baik gitu yah, iyah mengarahkan, jadi cuma ngasih
saran aja buat ke dokter gitu” (B1.2)

Universitas Indonesia
77

“bentuk dukungannya saya paling cuma bilang, kasih makan anaknya yang
bergizi yah bu, minimal seini jangan lupa buah, maksudnya minimalnya satu
sayuran masuk, dia ga doyan sayur ini ya coba diganti cara ininya, misalnya
dia ga suka wortel dijelasin aja, ini wortel bagus loh bentuknya kayak mata
bagus buat mata jadi kan anak-anak oh iyah yah wortel bagus buat mata, jadi
ada pengetahuannya” (K.4)

2. MAD Tidak Tecapai

Sebagian besar informan ibu dengan anak MAD tidak tercapai mengatakan, bahwa
kader Posyandu sangat membantu dalam memberikan informasi terkait cara pemberian
makan pada bayi/anak. Dukungan yang diberikan kader selama ini hanya memberikan
informasi mengenai kegiatan Posyandu.
“kalau dari ibu kadernya suka, ngorol-ngobrol tentang makanan bergizi 4 sehat
5sempurna,” (A2.4)

“posyandu paling ngasih tau aje jadwal aja besok jadwal ada pemberia apa-
apa gitu, kalau masalah makanan mah ya kita sendiri kadang liat-liat di internet
gitu” (A2.6)

“di jelasin sih bu, cuman kan karena ibu-ibu anak-anak pada repot jadi kan
pengen pulang duluan, kalau di jelasin mungkin kan bu yah dia ga betah,
pengen nangis pengen itu, jadi saya pulang duluan kalau ada penyuluhan,
pulang duluan deh bu anak saya nangis” (C2.4)
Kendala yang dihadapi kader antara lain kesulitan mengedukasi ibu untuk
mengikuti penyuluhan. Edukasi kepada ibu sudah dilakukan tetapi ibu tidak
melaksanakan apa yang sudah di edukasikan sebelumnya. Kader melakukan jemput
bola bagi ibu yang tidak datang ke Posyandu, melakukan pendekatan kepada ibu

“ya itu, kita lagi duduk-duduk, jadi penyuluhannya tidak langsung tapi mengena
gitu, alasannya biar anaknya sehat, ga kurus, ga kekurangan gizi, gak BGM,
saya laporannya kan bagus” (K.6)

Menurut petugas gizi kader telah kader melaksanakan operasi timbang, bagi ibu-
ibu yang tidak datang ke posyandu, namun kader tidak memberikan penyuluhan saat
operasi timbang berlangsung hanya sebagai penggugur kewajiban saja. Petugas gizi
juga telah memberikan pelatihan kepada kader secara berkala dengan membuat kelas
ataupun penyegaran pada saat pertemuan rutin, mengingatkan kembali kader fungsi

Universitas Indonesia
78

meja 4 di Posyandu untuk melaksanakan penyuluhan. Pelatihan pengukuran berat


badan tinggi badan juga belum efektif, dimana masih banyak kader yang salah dalam
melakukan pengukuran BB dan TB, sehingga petugas gizi harus melakukan monitoring
selama kegiatan tersebut berlagsung.
“iyah kader, juga berperan banyak karena mereka yang tau wilayahnya, tau
warganya seperti apa jadi mereka, keberhasilannya juga atas andil kader-
kadernya juga, mereka kan di setiap posyandu ada meja penyuluhan jadi udah
bisa menyuluh ke masyarakat langsug pada saat penimbangan atau pas
musrembang mereka juga bisa nyampein di Pertin (pertemuan rutin) di situ juga
mereka sampein apa yang udah kita sampein ke kader” (P.1)

Informasi yang diberikan kader, kader mengikuti pelatihan mengenai pengukuran


BB/TB anak, pengisian KMS, membuat laporan posyandu. Sebagian besar kader belum
pernah mengikuti pelatihan mengenai PMBA hanya sebatas sosialisasi mengenai
stunting dan pemberian gizi yang baik untuk bayi/anak.
Implementasi pelatihan yang sudah di berikan kepada kader di nilai masih kurang
dikarenakan masih banyak kader-kader yang belum terpapar mengenai pemberian
makan bayi/anak. Kader mengetahui mengenai pemberian makan bayi/anak akan tetapi
tidak di sampaikan secara baik kepada ibu.

“ya kalau semangatnya sih ada yah, tetapi keinginan untuk berubahnya itu ga
ada sama sekali ga ada, mau di jejelin ilmu tingkat dewa juga ga akan masuk,
mereka paham tapi gam au melaksanakan, tapi ya gitu kayak tadi penyampaian
ilmu itu ga ada, kayak cuma menggugurkan kewajiaban gitu, orang kan
sukarela” (P.3)

“ya supaya anak-anaknya sehat aja, pinter, kita maunya gitu masa anak kita
doang, anak yang lain juga harus dong yah” (K.3)

“merasa bertanggung jawab ingin berbuat yah, karena kalau kita juga mohon
maaf, kalau melihat anak kurus, walaupun anak orang lain yah” (K.1)

Universitas Indonesia
79

5.5.3 Dukungan Petugas Kesehatan


1. MAD Tercapai

Sebagian besar informan ibu dengan anak MAD tercapai merasakan dukungan dari
petugas kesehatan dengan adanya penyuluhan/konseling yang diberikan oleh petugas
gizi/ petugas kesehatan mengenai pemberian makan bayi/anak.
Petugas gizi selalu memberikan penyuluhan pada saat kegiatan posyandu
berlangsung dan bekerjasama dengan petugas kesehatan yang lain untuk dapat
memberikan penyuluhan kepada ibu. Petugas gizi sudah mengikuti pelatihan PMBA
pada tahun 2016 (5 hari). Materi pelatihan mengenai gizi ibu saat hamil, ASI ekslusif,
MPASI dengan gizi seimbang (tekstur dan jumlah diberikan secara bertahap).
Melaksanakan kegiatan kelas PMBA setiap bulan, dengan mengundang ibu yang
memiliki bayi/anak stunting yang didampingi oleh kader di wilayahnya.
“……semua materinya saya sampaikan seperti ASI Ekslusif, terus waktu
pemberian, tektur, jumlah, semuanya di sampaikan, waktu itu pas kelas PMBA nya
pake media leaflet terus, LCD juga untuk presentasi power pointnya, sama kita bikin
chart untuk ibu nya refresh lagi, jadi kayak di bikin games gitu, ibu-ibu yang ada di
kelas ini tau ga karbohidrat itu apa aja, protein itu apa aja, jadi kita bikin games,
sama chart itu juga kita bikin misalnya anak usia 6 bulan itu frekuensinya seperti apa
jumlahnya seperti apa itu kita bikin chartnya” (P.1)

“ya sama konseling juga, terkadang mereka lebih cenderung, ini loh bu yang
bagus buat anak biar Berat badan nya naik biar ga stunting gitu” (D1.1)

“Cuma itu dia bilang kalau anak mau makan itu setengah jam sebelum makan itu
jangan di kasih ASI dulu jadi dia makannya lebih” (B1.1)

“ga setiap posyandu ngasih penyuluhan sih” (F1.1)

2. MAD Tidak Tercapai

Sebagian besar informan ibu dengan anak MAD tidak tercapai merasakan
dukungan dari petugas kesehatan dimana setiap posyandu di berikan pengetahuan
mengenai makan anak.
Menurut kader, petugas kesehatan sangat mendukung dalam pemberian makan
bayi/anak, bentuk dukungan yang diberikan adalah memberikan penyuluhan di setiap
kegiatan posyandu, dan selalu memantau kondisi kesehatan bayi/anak, apabila

Universitas Indonesia
80

ditemukan bayi/anak bermasalah petugas gizi merujuk bayi/anak ke puskesmas untuk


diberikan penyuluhan secara individu.

“sering dia juga, kemaren, paling setiap balita yang bermasalah di kasih tau, bu
yang ini nah baru dia kasih tau ke ibunya, ga setiap balita ini” (K.2)

“dukungannya sangat baik, mereka support, selain support juga mereka bantu
saya buat kasih penyuluhan juga” (K.5)

“ya sama gitu mendukung juga, ibu harus ini nih bu, sebelum tanggal ini ibu
harus ngasih penyuluhan, ngasih penyuluhan, ngasih penimbangan tanggal
sekian ibu harus begini bu, jadi balita ibu datengnya lebih banyak” (K.6)

“paling sharing doang, kitanya yang nanya, sharing cara kasih makannya aja,
apa aja yang perlu dikasih, kayak dulu pernah kan bikin tim sendiri kasih ini lah
kasih campur ati atau apa gitu” (A2.8)

“sering dia juga, kemaren, paling setiap balita yang bermasalah di kasih tau, bu
yang ini nah baru dia kasih tau ke ibunya, ga setiap balita ini” (K.2)

“dukungannya sangat baik, mereka support, selain support juga mereka bantu
saya buat kasih penyuluhan juga” (K.5)

“ya sama gitu mendukung juga, ibu harus ini nih bu, sebelum tanggal ini ibu
harus ngasih penyuluhan, ngasih penyuluhan, ngasih penimbangan tanggal
sekian ibu harus begini bu, jadi balita ibu datengnya lebih banyak” (K.6)

Sebagian kecil informan ibu dengan anak MAD tidak tercapai tidak merasakan
dukungan dari petugas kesehatan di karenakan ketika ada penyuluhan ibu memilih pulang
dikarenakan anak rewel sehingga tidak mengikuti penyuluhan
“udah bagus sih bu, cuman emak-emaknya rempong” (C2.2)

“ada cuman, anaknya rewel, saya pulang dulu” (F2.1)

Universitas Indonesia
81

5.6 Faktor Pemungkin Perilaku Ibu dalam Pemberian Makan Bayi dan Anak Usia
6-23 Bulan

5.6.1 Akses Pelayanan Kesehatan


1. MAD Tercapai

Semua informan ibu dengan anak MAD tercapai mengatakan bahwa jarak antara
tempat pelayanan kesehatan Posyandu dan Puskesmas dengan tempat tinggal
berdekatan. Akses menuju pelayanan kesehatan Posyandu dan Puskesmas dapat di
tempuh dengan berjalan kaki dan menggunakan kendaraan bermotor. Sebagian besar
informan ibu dengan anak MAD tercapai mengatakan, hampir setiap bulan hadir
dalam kegiatan Posyandu
Semua informan petugas gizi mengatakan bahwa akses pelayanan kesehatan dekat
dengan pemukiman warga. Akses menuju pelayanan kesehatan Posyandu dan
Puskesmas dapat di tempuh dengan berjalan kaki dan menggunakan kendaraan
bermotor. Menurut petugas gizi, keaktifan ibu dalam mengikuti kegiatan Posyandu
sudah memenuhi sasaran, hanya keadaaan-keadaan seperti cuaca membuat posyandu
tidak memenuhi sasaran
“udah cukup sih yah, udah memadai dari segi jarak udah deket ini
mah, ga ada hambatan asalkan mereka mau” (P.1)

“aktif sih kalau ada kegiatan-kegiatan gitu cuman kalau ada kondisi
cuaca yang ujan paling kesusahannya itu gak mau dateng gitu” (P.2)

“ke posyandu ga jauh sih, kalau ke puskesmas yah kita naik kendaraan, tapi
ga ngerasa terhambat sih” (D1.1)

“Tiap bulan pasti ke posyandu sih” (C1.1)

2. MAD tidak Tercapai

Semua informan ibu dengan anak MAD tidak tercapai mengatakan bahwa jarak
antara tempat pelayanan kesehatan Posyandu dan Puskesmas dengan tempat tinggal
berdekatan. Akses menuju pelayanan kesehatan Posyandu dan Puskesmas dapat di
tempuh dengan berjalan kaki dan menggunakan kendaraan bermotor. Sebagian besar

Universitas Indonesia
82

informan ibu dengan anak MAD tidak tercapai mengatakan, hampir setiap bulan hadir
dalam kegiatan Posyandu.
Semua informan kader mengatakan bahwa akses pelayanan kesehatan dekat
dengan pemukiman warga, dapat diakses dengan jalan kaki ataupun kendaraan
bermotor. Menurut kader, keaktifan ibu dalam mengikuti kegiatan Posyandu sudah
memenuhi sasaran. Alasan ibu datang ke posyandu, menurut kader dikarenakan
adanya kesadaran masyarakat akan kesehatan bayi/anak, dan pemberian PMT ketika
posyandu menjadi daya tarik ibu untuk datang ke posyandu

“ohhh ga jauh sih deket di sini yah, ga terlalu jauh, jalan kaki ke sana”
(K.3)

“tercapai sih jadi kadang kita itu karena swipping jadi D/S nya itu kita
120 yang dateng 115 atau 110 gitu” (K.5)

“kadang, sebetulnya sebagian besar itu memeng udah ada kesadaran


juga mba, cuman ada juga yang mungkin ah cuman sekedar nimbang,
ah PMT nya apa gitu ya tergantung isi kepala masing-masing” (K.3)

“kadang naik motor, kadang jalan kaki, kadang kalau mau ke puskesmas
tanah abang naik motor gitu, kalau puskesmas karet sini jalan kaki, Cuma
cape panas, kalau posyandu mah deket, kadang di sini kadang di RPETRA”
(F2.8)

“sebulan sekali pasti dateng ke posyandu” (B2.3)

5.6.2 Daya Beli Keluarga


1. MAD Tercapai

Seluruh informan ibu dengan anak MAD tercapai mengatakan tidak ada hambatan
dan keluarga saat ini masih mampu untuk membeli kebutuhan makan sehari-hari
seperti beras, ikan, sayur mayur, telur, buah-buahan, dll. Sebagian besar informan ibu
mengatakan untuk bahan pangan seperti, sayur, buah dan lauk pauk selalu tersedia di
pasar dan tukang sayur keliling di sekitar wilayah tempat tinggal informan ibu tidak
ada kendala dalam memperoleh bahan makanan.

Universitas Indonesia
83

Menurut petugas gizi tidak ada kendala harga pangan yang digunakan untuk bahan
makanan bayi/anak di wilayah tempat tinggal ibu masih terjangkau dan tidak ada
hambatan dalam memperolehnya, namun masih banyak ibu yang lebih memilih
membeli makanan jadi dibandingkan mengolah sendiri.

“gak sih ga ada masalah yah, masih bisa, jadi balik lagi ke ibunya, yang
penting kemauannya dan pengetahuannya” (P.2)

“seharusnya sih ga ada hambatan, cuman mereka tuh maunya instan, ting
langsung jadi, repot, padahal kita udah kasih tau anak baru satu misalnya
nah anak satu itu harusnya berhasil jadi contoh ketika dia punya anak lagi
yang pertama berhasil yang kedua juga pasti berhasil kan seperti itu” (P.3)

“terjangkau, untuk dalam ekonominya, kalau memperolehnya sih gampang


cuman ada beberpa bahan makannya juga yang susah, tapi intinya sih
gampang, ga ada hambatan” (E1.4)

“ga ada hambatan, pokoknya buat makan sih di harusin ada mau mahal mau
engga harus di usahain” (F1.1)

2. MAD Tidak Tercapai

Seluruh informan ibu dengan anak MAD tidak tercapai mengatakan tidak ada
hambatan dan keluarga saat ini masih mampu untuk membeli kebutuhan makan
sehari-hari seperti beras, ikan, sayur mayur, telur, buah-buahan, dll. Sebagian besar
informan ibu mengatakan untuk bahan pangan seperti, sayur, buah dan lauk pauk
selalu tersedia di pasar dan tukang sayur keliling di sekitar wilayah tempat tinggal
informan ibu tidak ada kendala dalam memperoleh bahan makanan
“ga ada kendala, terjangkau, komplit juga pasar sini” (F2.10)

“kalau harga sih biasa aja, kalau buat anak insyallah kebeli” (A2.6)

Menurut kader harga pangan yang digunakan untuk bahan makanan bayi/anak di
wilayah tempat tinggal ibu masih terjangkau dan tidak ada hambatan dalam
memperolehnya

Universitas Indonesia
84

“kalau bahan makanan sih terjangkau sih yah, pasar deket, yah
terjangkau” (K.3)
“engga sih, ga ada hambatan, jaman sekarang kan pada canggih, tinggal
beli langsung makan, kalau pada males kan, di sini mah, sayur-sayuran
juga murah kalau mau ini mah, kalau mau gitu” (K.2)

5.6.3 Akses dan Pemanfaatan Pangan


1. MAD Tercapai

Sebagian besar informan ibu dengan anak MAD tercapai mengatakan untuk bahan
pangan seperti, sayur, buah dan lauk pauk selalu tersedia di pasar dan tukang sayur
keliling di sekitar wilayah tempat tinggal informan ibu tidak ada kendala dalam
memperoleh bahan makanan. Bahan makanan yang biasa diberikan kepada bayi/anak
antara lain sayur-sayuran, ikan, ayam, tahu, tempe, buah. Adapuan cara pengolahan
bahan makanan yang diberikan kepada bayi/anak biasanya dilakukan dengan cara
merebus. Sayuran biasanya diolah menjadi sayur bening atau sup. Sementara untuk
bahan makanan berupa ikan, ayam, tahu, tempe, telur diolah dengan cara di goreng.
Sebagian besar ibu mengolah sendiri bahan pangan dan juga sebagian kecil ibu
membeli makanan matang di warung nasi sekitar tempat tinggal ibu.
“ya itu telur dadar yang praktis, teru kalau santen tuh beli di pasar tuh santen
yang udah jadi kayak kara gitu, itu paling suka anak aku yang gurih-gurih yang
praktis aja” (B1.1)

“buat anak, biasanya sih karena dia sukanya ayam yah, goreng ayam kalau
engga sop ayam” (A1.5)

“kalau saya ga bisa masak saya beli bubur bayi, bubur sehat, satu kali makan
itu beli yang dua ribuan, kadang abis kadang engga untuk satu kali makan”
(F1.1)

“jarang sih saya masak, banyaknya beli, ya kalau lagi males, males, namanya
ibu-ibu males masak, tapi kalau lagi mau ya mau masak” (C1.2)

Menurut kader untuk akses dan ketersedian bahan pangan tidak ada kendala,
hanya sebagian besar ibu tidak mengolah bahan makan sendiri tetapi membeli
makanan jadi di warung dekat tempat tinggal ibu, dengan alasan tidak sempat
memasak di karenakan mengurus anak dan faktor ibu yang malas untuk memasak

Universitas Indonesia
85

“engga lah, kalau di kos-kosan juga di sediain, satu itu kan buat dapur kan
kos-kosannya kan di atas dapurnya itu, satu keluarga satu kompor,
malesnya doang” (K.2)

“ga sempet katanya, repot punya bayi” (K.4)

“kalau menurut kader sih yah gak segitu ini, kadang ada ibu-ibu yang
ngotrak ga ada dapur mungkin kendalanya seperti itu, kadang kan anak
banyak, gak sempet ngurusin ini itu kan” (K.3)

2. MAD Tidak Tercapai

Pada informan ibu dengan anak MAD tidak tercapai sebagian besar mengatakan
untuk bahan pangan seperti, sayur, buah dan lauk pauk selalu tersedia di pasar dan
tukang sayur keliling di sekitar wilayah tempat tinggal informan ibu tidak ada kendala
dalam memperoleh bahan makanan. Bahan makanan yang biasa diberikan kepada
bayi/anak antara lain sayur-sayuran, ikan, ayam, tahu, tempe, buah. Adapun cara
pengolahan bahan makanan yang diberikan kepada bayi/anak biasanya dilaukan
dengan cara merebus. Sayuran biasanya diolah menjadi sayur bening atau sup.
Sementara untuk bahan makanan berupa ikan, ayam, tahu, tempe, telur diolah dengan
cara di goreng. Meskipun akses dan ketersediaan pangan mudah di jangkau namun
sebagian besar ibu tidak mengolah sendiri bahan pangan tetapi membeli jadi lauk dan
sayur di warung sekitar rumah ibu.

“jarang sih kalau masak mah kalau lagi minta aja, sayur sop juga paling sayur
sopnya doang wortel doang, males masak, arepot megang-megang, soalnya
kosannya tiga lantai, di lantai 3 saya turunnya kebawah, kemaren juga masak
kalau dia minta aja” (C2.4)

“beli, aku ga seneng aja masak, kalau masak gak pernah abis gitu jadi males,
ada tempat masak juga gak kepake, paling suka makanan-makanan ciki-ciki
gitu, makan pokoknya gitu makannya biskuit-biskuit ga seneng gitu, paling
buah-buahan makan sedikit-sedikit uda , gak doyan juga sih, kalau siang kita
makan di makan, kita masak mie dia ikut makan, kita makan nasi dia ikut
makan” (F2.9)

“kalau saya anaknya suka sayur sop, kadang ayam goreng, seringnya beli kalau
masak jarang” (A2.7)

Universitas Indonesia
86

Menurut petugas gizi untuk akses dan ketersedian bahan pangan tidak ada
kendala, hanya sebagian besar ibu tidak mengolah bahan makan sendiri tetapi
membeli makanan jadi di warung dekat tempat tinggal ibu, dengan alasan tidak
sempat memasak di karenakan mengurus anak dan faktor ibu yang malas untuk
memasak.
“kebanyakannya beli jadi itu, karena kan di rumahnya ga boleh ada
kompor ga boleh masak, makannya si bubur sehat itu tetep laku karena
merka beli, jadi ada pangsa pasarnya jdai ibu-ibu ini juga ya udah beli gitu
praktis anaknya suka jadi tiap hari mereka beli di situ” (P.1)

“di deket rumah kalau di sini kan pagi-pagi tuh udah banyak yang jualan
pagi-pagi jalan beli, meskipun mereka ga kerja pun pagi-pagi mereka beli
pasti beli makanan, karena males masak mungkin yah” (P.2)

Menurut kader untuk akses dan ketersedian bahan pangan tidak ada kendala,
hanya sebagian besar ibu tidak mengolah bahan makan sendiri tetapi membeli
makanan jadi di warung dekat tempat tinggal ibu, dengan alasan tidak sempat
memasak di karenakan mengurus anak dan faktor ibu yang malas untuk memasak
“engga lah, kalau di kos-kosan juga di sediain, satu itu kan buat dapur kan
kos-kosannya kan di atas dapurnya itu, satu keluarga satu kompor,
malesnya doang” (K.2)

“ga sempet katanya, repot punya bayi” (K.4)

“kalau menurut kader sih yah gak segitu ini, kadang ada ibu-ibu yang
ngotrak ga ada dapur mungkin kendalanya seperti itu, kadang kan anak
banyak, gak sempet ngurusin ini itu kan” (K.3)

Universitas Indonesia
Table 5.9 Kesimpulan Hasil FGD dan WM Ibu dengan Anak MAD tercapai dan MAD Tidak Tercapai

Variabel Kelompok Informan dengan Anak MAD Tercapai Kelompok Informan dengan Anak MAD Tidak Tercapai
Perilaku Ibu dalam Pemberian Makan Bayi dan Anak Usia 0-23 Bulan
Sebagian besar ibu dengan MAD tercapai menyatakan masih memberikan
ASI hingga saat ini dengan alasan manfaat ASI yang bagus untuk kekebalan
Sebagian besar ibu sudah tidak memberikan ASI kepada anak dengan alasan
tubuh/daya tahan tubuh bayi/anak, pada kelompok ini juga terdapat
ASI tidak keluar lagi, luka pada puting susu, ibu mulai bekerja, dan ibu
sebagian kecil ibu sudah tidak lagi memberikan ASI kepada anak dengan
merasa kualitas ASI sudah tidak baik.
alasan ASI tidak keluar lagi, luka pada puting susu, ibu mulai bekerja, dan
Perilaku Pemberian ibu merasa kualitas ASI sudah tidak baik.
ASI Sebagian kecil ibu sudah tidak lagi memberikan ASI pada usia bayi >6 Sebagian kecil ibu sudah tidak lagi memberikan ASI pada usia bayi < 6
bulan, dan mencampur ASI dengan susu formula ketika bayi berusia > 6 bulan, dan sedikit ibu pada kelompok ini mencampur ASI dengan susu
bulan formula ketika bayi berusia > 6 bulan
Frekuensi pemberian ASI dan susu formula diberikan sekehendak anak
Frekuensi pemberian ASI sekehendak anak apabila anak rewel apabila anak rewel, susu formula yang diberikan rata-rata sekitar 150 gr
hingga 200 gr per hari
Sebagian besar ibu dengan anak MAD tercapai, menyatakan MP-ASI pada Sebagian ibu dengan MAD tidak tercapai menyatakan MP-ASI pada pada
bayi mulai di berikan saat usia 6 bulan. Pada ibu dengan MAD tercapai bayi mulai diberikan saat usia < 6 bulan. Pada ibu dengan MAD tidak
Perilaku Pengenalan memperkenalkan bubur lembut/bubur bayi, nestle dan buah kepada bayinya tercapai memperkenalkan cerelac, bubur tim.bubur sehat, dan buah kepada
MP-ASI pada saat pengenalan awal MP-ASI bayinya pada saat awal pemberian makan MPASI
Frekuensi pemberian MP-ASI pada saat pengenalan sebagian besar ibu Frekuensi pemberian MP-ASI pada saat pengenalan sebagian besar ibu
memberikan 1 – 3 kali dalam sehari memberikan 2-3 kali dalam sehari

87
Universitas Indonesia
88

Variabel Kelompok Informan dengan Anak MAD Tercapai Kelompok Informan dengan Anak MAD Tidak Tercapai
Jumlah makan yang di berikan untuk bubur instan dan bubur bayi dalam 1 Jumlah makan yang di berikan untuk bubur instan dan bubur bayi dalam 1
bungkus bubur instan/ bubur bayi diberikan untuk 2-3 kali makan per hari bungkus bubur instan/ bubur bayi diberikan untuk 2-3 kali makan per hari
Pengolahan bubur tersebut sebagian besar informan ibu membeli bubur
Pengolahan bubur tersebut sebagian besar ibu mengolah sendiri bubur balita/ bubur sehat yang sudah jadi dan bubur instan dengan alasan lebih
balita/ bubur sehat praktis, dan anak sulit ditinggal untuk memasak dan keterbatasan fasilitas
dapur dan kompor
Sebagian besar informan ibu dengan MAD tidak tercapai saat ini
Sebagian besar informan ibu dengan MAD tercapai, menyatakan saat ini
memberikan makanan untuk bayi/anak usia lebih dari 12 bulan dengan
memberikan makanan untuk bayi/anak usia lebih dari 12 bulan dengan
variasi yang kurang beranekaragam (nasi, sayur; sop/soto/bening, ikan,
variasi yang beranekaragam (nasi, sayur : sop/soto, telur, daging, ikan dan
ayam, bakso) dengan isi piring dalam satu kali makan sebagian besar hanya
buah), dengan isi piring sebagian besar sayur dan protein hewani
nasi dan sayur sop saja atau nasi dan lauk saja
Pemberian Makan
Selingan: buah (pepaya, pisang, alpukat, anggur, pudding, agar-agar, Selingan: makanan warung (wafer, biskuit, ciki, oreo, dll), ASI / susu ) > 3
Bayi/Anak saat ini
kentang goreng, ASI) kali dalam sehari
Frekuensi pemberian 2-3 kali/hari dan jumlah pemberian makan sebanyak Frekuensi pemberian 2-3 kali/hari dan jumlah pemberian makan sebanyak
1-2 sendok nasi setiap kali makan. 1-2 sendok nasi setiap kali makan.
Sebagian besar ibu mengolah makanan sendiri dan sebagian kecil membeli Sebagian besar ibu membeli makanan matang di warung nasi dan sebagian
lauk matang di warung nasi kecil mengolah makanan sendiri
Sebagian besar informan ibu dengan MAD tercapai menyatakan hambatan Sebagian besar informan ibu dengan MAD tidak tercapai menyatakan
Hambatan/kendala
yang sering di alami adalah ketika anak susah makan dikarenakan sakit dan hambatan yang sering di alami adalah ketika anak susah makan, ketika anak
yang dihadapi ibu
tumbuh gigi sakit maupun sehat

Universitas Indonesia
89

Variabel Kelompok Informan dengan Anak MAD Tercapai Kelompok Informan dengan Anak MAD Tidak Tercapai
dalam Pemberian Untuk mengatasi hambatan tersebut ibu lebih banyak memberikan cemilan Untuk mengatasi hambatan tersebut informan ibu meperbanyak pemberian
Makan Bayi/Anak dan ASI/susu formula kepada bayi/anak sebagai pengganti menu utama ASI atau susu formula dan cemilan kepada bayi/anak sebagai pengganti
namun tetap memberikan makanan utama juga. menu utama.

Sebagian besar ibu pernah mengikuti kegiatan penyuluhan mengenai Sebagian besar ibu pernah mengikuti kegiatan penyuluhan mengenai
pemberian makanan kepada anak, menggunakan alat peraga seperti gambar, pemberian makanan kepada anak, menggunakan alat peraga seperti gambar,

Pelaksanaan Kegiatan penyuluhan di laksanakan di posyandu ataupun saat pemerikasaan penyuluhan di laksanakan di posyandu ataupun saat pemerikasaan

Konseling/Penyuluhan kehamilan terdahulu di puskesmas kehamilan terdahulu di puskesmas

Pemberian Makan
Bayi/Anak di Sebagian ibu yang tidak mengikuti penyuluhan mendapatkan informasi
Sebagian ibu yang tidak mengikuti penyuluhan mencari tahu mengenai
Pelayanan Kesehatan mengenai pemberian makan bayi dan anak dengan bertanaya kepada
pemberian makan bayi dan anak melalui internet di karenakan ibu merasa
orangtua/kerabat di karenakan ibu merasa kerepotan dengan anak apabila
kerepotan dengan anak apabila mengikuti penyuluhan, ibu datang ke
mengikuti penyuluhan, ibu datang ke Posyandu hanya untuk melakukan
Posyandu hanya untuk melakukan pengukuran TB dan BB bayi/anak saja
pengukuran TB dan BB bayi/anak saja

Pengetahuan
Sebagian besar informan ibu dengan MAD tercapai sudah mengetahui Sebagain besar informan ibu dengan MAD tidak tercapai mengetahui
manfaat ASI dan ASI Ekslusif mengenai manfaat ASI
Manfaat ASI dan ASI Sebagian besar ibu menyebutkan bahwa ASI eklusif adalah pemberian ASI Sebagian besar ibu menyebutkan bahwa ASI eklusif adalah pemberian ASI
Ekslusif saja 0-6 bulan 0-2 Tahun
Menurut informan ibu, ASI bermanfaat untuk petumbuhan, kecerdasan dan Menurut informan ibu, ASI bermanfaat untuk petumbuhan, kecerdasan dan
kekebalan tubuh bayi/anak sehingga tidak mudah sakit kekebalan tubuh bayi/anak sehingga tidak mudah sakit

Universitas Indonesia
90

Variabel Kelompok Informan dengan Anak MAD Tercapai Kelompok Informan dengan Anak MAD Tidak Tercapai
Informasi mengenai ASI ekslusif didapatkan ibu dari bidan ketika Informasi mengenai ASI ekslusif didapatkan ibu dari bidan ketika
melakukan pemerikasaan kehamilan melakukan pemerikasaan kehamilan
Sebagian besar ibu memberikan MP-ASI pada usia 6 bulan dengan tekstur
Sebagian besar ibu memberikan MP-ASI pada usia 6 bulan dengan tekstur
makanan lembut, 9-12 bulan bubur tim, dan 12 bulan ke atas nasi/ makanan
makanan lembut, 9-12 bulan ke atas nasi/ makanan keluarga
Pemberian makan keluarga
yang tepat pada Sebagian besar ibu mengatakan jenis makanan harus memenuhi unsur 4
Sebagian besar ibu mengatakan jenis makanan harus bervariasi dan bergizi
bayi/anak usia 6-23 sehat 5 sempurna yang terdiri dari karbohidrat, protein, dan serat (nasi,
seperti nasi, ikan, ayam, telur, daging, sayur dan buah
bulan ayam, sayur; sop/soto, bakso, dan buah)
Frekuensi pemberian diberikan 2-3 kali dalam sehari Frekuensi pemberian diberikan 2-3 kali dalam sehari
Sebagian besar ibu tidak mengetahui manfaat makanan yang diberikan Sebagian besar ibu tidak mengetahui manfaat makanan yang diberikan
Sebagaian besar ibu belum pernah mendapatkan informasi mengenai PMBA
Sebagian besar ibu pernah mendengar mengenai PMBA, mengetahui
Sumber Informasi dikarenakan ketika penyuluhan berlangsung ibu memilih pulang
informasi tersebut dari bidan saat hamil, buku panduan (KIA), Internet, dan
Tentang Cara dikarenakan anak rewel dan repot, informasi mengenai pemberian makan
dari petugas kesehatan (saat Posyandu)
Pemberian makan bayi dan anak didapatkan dari orangtua/kerabat dan tetangga
Bayi/Anak Usia 0-23 Sebagian ibu yang pernah mendengar mengenai PMBA, dari bidan saat
bulan hamil, buku panduan (KIA), Internet, dan dari petugas kesehatan (saat
Posyandu)
Sikap
Pandangan/ Sebagian besar setuju memberikan ASI ekslusif kepada bayinya, namun
Tanggapan Ibu Sebagian besar ibu setuju memberikan ASI ekslusif kepada bayinya karena tidak dapat melaksanakannya dikarenakan ASI yang tidak lancar, ibu merasa
Tentang Pemberian mengatahui manfaat dari ASI Ekslusif ASI tidak cukup, luka pada putting susu, kembalinya ibu bekerja, dan
ASI Ekslusif pemahaman yang kurang tepat terhadap ASI ekslusif seperti pemberian ASI

Universitas Indonesia
91

Variabel Kelompok Informan dengan Anak MAD Tercapai Kelompok Informan dengan Anak MAD Tidak Tercapai
dari 0-2 tahun tetapi tidak diperhatikan mengenai pemberian ASI saja 0-6
bulan, membuat ibu tidak memberikan ASI secara ekslusif
Pandangan/
Sebagian besar ibu masih merasa belum baik dalam pemberian makan
Tanggapan Ibu Sebagian informan ibu dengan MAD tidak tercapai sudah merasa baik dalam
bayi/anak saat ini dengan alasan kondisi anak yang masih susah makan
Tentang Pemberian pemberian makan bayi/anak saat ini. Hal ini dikarenakan pengetahuan ibu
sehingga ibu mencari pengetahuan lebih banyak mengenai pemberian
Makan Bayi dan yang kurang mengenai pemberian makan bayi dan anak
makan bayi dan anak
Anak Saat ini
Tradisi
Sebagian kecil ibu masih ada kepercayaan yang masih ada di tengah Sebagian kecil ibu masih ada kepercayaan yang masih ada di tengah
masyarakat terkait pemberian makan anak usia 0-23 bulan yaitu pemberian masyarakat terkait pemberian makan anak usia 0-23 bulan yaitu tidak boleh
Tradisi
telur yang dapat menimbulkan jalan anak menjadi loyo, dan kuping menjadi memberikan makanan kepda anak apabila sudah malam dikarenakan akan
Makanan/minuman
luka, meskipun kepercayaan itu ada di masyarakat namun informan ibu mengakibatkan anak menjadi cacingan. meskipun kepercayaan itu ada di
yang Dianggap Tabu
tidak mempercainya masyarakat namun informan ibu tidak mempercainya
Pantangan untuk
Sebagian ibu memberikan buah pisang saat bayi berusia 4 bulan, hal tersebut
diberikan Kepada
dilakukan oleh ibu dikarenakan kebiasan yang diterapkan dalam keluarga
Bayi/ Anak Usia 0-23
terutama informasi yang diberikan oleh orangtua ibu atau mertua, mereka
Bulan
beranggapan bahwa dengan memberikan makan sejak dini bayi tidak rewel
dan tidak cepat lapar
Faktor Penguat Perilaku Ibu dalam Pemberian Makan Bayi dan Anak Usia 0-23 Bulan
Sebagian besar ibu didukung oleh suami dan keluarga dalam praktik Sebagian besar informan ibu di dukung oleh orang tua dan kerabat informan
Dukungan Keluarga
pemberian makan bayi/anak sehari-hari ibu dalam pemberian makan bayi dan anak

Universitas Indonesia
92

Variabel Kelompok Informan dengan Anak MAD Tercapai Kelompok Informan dengan Anak MAD Tidak Tercapai
Bentuk dukungan yang diberikan anatara lain yaitu, membantu memberikan
Bentuk dukungan yang di berikan antara laian yaitu, mengingatkan jadwal
makan kepada anak ketika ibu sedang sibuk, mengingatkan jadwal makan,
makan anak dan menu makan anak
mengantar ibu untuk membeli bahan makanan, dan dukungan finansial

Sebagian besar kader Posyandu selama inin memberikan dukungan berupa Sebagian besar kader Posyandu sangat membantu dalam memberikan
Dukungan Kader saran yang baik untuk tumbuh kembang anak, dan menyarankan untuk informasi terkait cara pemberian makan pada bayi/anak. Dukungan yang
Posyandu berkonsultasi dengan dokter apabila informan ibu merasa kesulitan dalam diberikan kader selama ini hanya memberikan informasi mengenai kegiatan
pemberian makan bayi/anak Posyandu

Sebagian besar informan ibu merasakan dukungan dari petugas kesehatan Sebagian besar informan ibu merasakan dukungan dari petugas kesehatan
dengan adanya penyuluhan/konseling yang diberikan oleh petugas gizi/ dengan adanya penyuluhan/konseling yang diberikan oleh petugas gizi/
Dukungan Petugas petugas kesehatan petugas kesehatan.
Kesehatan Sebagian informan ibu tidak merasakan dukungan dari petuhas kesehatan di
karenakan ketika ada penyuluhan ibu memilih pulang dikarenakan anak
rewel sehingga tidak mengikuti penyuluhan
Akses Pelayanan Kesehatan
Jarak Antara Tempat Semua informan ibu mengatakan bahwa jarak antara tempat pelayanan Semua informan ibu mengatakan bahwa jarak antara tempat pelayanan
Pelayanan Kesehatan kesehatan Posyandu dan Puskesmas dengan tempat tinggal berdekatan kesehatan Posyandu dan Puskesmas dengan tempat tinggal berdekatan
(Posyandu/
Akses menuju pelayanan kesehatan Posyandu dan Puskesmas dapat di Akses menuju pelayanan kesehatan Posyandu dan Puskesmas dapat di
Puskesmas) dengan
tempuh dengan berjalan kaki dan menggunakan kendaraan bermotor tempuh dengan berjalan kaki dan menggunakan kendaraan bermotor
Tempat Tinggal

Universitas Indonesia
93

Variabel Kelompok Informan dengan Anak MAD Tercapai Kelompok Informan dengan Anak MAD Tidak Tercapai

Sebagian besar informan ibu dengan MAD tercapai mengatakan, hampir Sebagian besar informan ibu dengan MAD tidak tercapai mengatakan,
Keikutsertaan dalam
setiap bulan hadir dalam kegiatan Posyandu, mengukiti seluruh kegiatan hampir setiap bulan hadir dalam kegiatan Posyandu, namun tidak mengikuti
Kegiatan Posyandu
posyandu secara keseluruhan kegiatan posyandu tersebut

Sebagian besar informan ibu mengatakan tidak ada hambatan dan keluarga Sebagian besar informan ibu mengatakan tidak ada hambatan dan keluarga
saat ini masih mampu untuk membeli kebutuhan makan sehari-hari seperti saat ini masih mampu untuk membeli kebutuhan makan sehari-hari seperti
beras, ikan, sayur mayur, telur, buah-buahan, dll beras, ikan, sayur mayur, telur, buah-buahan, dll
Daya Beli Keluarga Sebagian besar informan ibu mengatakan untuk bahan pangan seperti, Sebagian besar informan ibu mengatakan untuk bahan pangan seperti, sayur,
sayur, buah dan lauk pauk selalu tersedia di pasar dan tukang sayur keliling buah dan lauk pauk selalu tersedia di pasar dan tukang sayur keliling di
di sekitar wilayah tempat tinggal informan ibu tidak ada kendala dalam sekitar wilayah tempat tinggal informan ibu tidak ada kendala dalam
memperoleh bahan makanan memperoleh bahan makanan
Bahan makanan yang biasa diberikan kepada bayi/anak antara lain sayur- Bahan makanan yang biasa diberikan kepada bayi/anak antara lain sayur-
sayuran, ikan, ayam, tahu, tempe, buah sayuran, ikan, ayam, tahu, tempe, buah
Adapuan cara pengolahan bahan makanan untuk sayuran biasanya diolah Adapuan cara pengolahan bahan makanan untuk sayuran biasanya diolah
Akses dan
menjadi sayur bening atau sup. Sementara untuk bahan makanan berupa menjadi sayur bening atau sup. Sementara untuk bahan makanan berupa
Pemanfaatan Pangan
ikan, ayam, tahu, tempe, telur diolah dengan cara di goreng ikan, ayam, tahu, tempe, telur diolah dengan cara di goreng
sebagian besar ibu mengolah sendiri bahan pangan dan juga sebagian kecil sebagian besar ibu tidak mengolah sendiri bahan pangan dan ibu membeli
ibu membeli makanan matang di warung nasi sekitar tempat tinggal ibu makanan matang di warung nasi sekitar tempat tinggal ibu

Universitas Indonesia
BAB 6
PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dan menggunakan data primer
yang diperoleh melalui FGD dan wawancara mendalam. Keterbatasan pada penelitian ini
meliputi subjektifitas yang ada pada penliti. Penelitian ini sangat tergantung kepada
interpretasi peneliti tentang makna yang tersirat dalam FGD dan wawancara mendalam
sehingga kecenderungan untuk bias masih tetap ada. Untuk mengurangi bias maka
dilakukan proses triangulasi, yaitu triangulasi sumber dan metode. Triangulasi sumber
dilakukan dengan cara cross check data dengan fakta dari informan yang berbeda dan dari
hasil penelitian lainnya. Sedangkan triangulasi metode dilakukan dengan cara
menggunakan beberapa metode dalam pengumpulan data, yaitu metode FGD dan
wawancara mendalam.
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan oleh peneliti, dibantu seorang
pencatat untuk mencatat hasil FGD dan wawancara mendalam, peneliti telah berusaha
untuk mendapatkan data secara lengkap, tetapi tentu saja masih ada kekurangan,
dikarenakan peneliti baru pertama kali melakukan penelitian kualitatif dan waktu
penelitian yang terbatas. Sehubungan dengan itu, maka kekurang-kekurangan dalam
menggali informasi tidak dapat dihindarkan.

6.2 Perilaku Ibu dalam Pemberian Makan Bayi dan Anak Usia 6-23 Bulan

6.2.1 Perilaku Pemberian ASI


Praktik pemberian ASI pada ibu dengan anak MAD tercapai pada penelitian ini
sebagian besar ibu masih memberikan ASI, adapun ibu yang tidak lagi memberikan ASI
dilakukan pada usia bayi lebih dari 6 bulan. Sedangkan pada MAD tidak tercapai sebagian
besar ibu sudah tidak memberikan ASI sejak bayi berusia kurang dari 6 bulan dan
mengganti ASI dengan susu formula. Alasan ibu tidak memberikan ASI pada ibu dengan
anak MAD tercapai maupun MAD tidak tercapai adalah ibu merasa bahwa ASI tidak lagi
cukup untuk diberikan kepada anak, anak tidak mau menyusui lagi, produksi ASI sudah
berkurang, dan ibu akan kembali bekerja. Pemberian susu formula menjadi pilihan utama
ketika ibu tidak dapat menyusui dengan baik.
94
Universitas Indonesia
Motivasi dan edukasi oleh petugas gizi sudah dilaksanakan namun pada penelitian
ini motivasi dan edukasi mengenai management laktasi masih belum optimal. Hal ini
sejalan dengan penelitian lain yang mengatakan bahwa meskipun petugas kesehatan telah
menudukung ibu namun pemberian sosialiasi mengenai managemen laktasi yang kurang
tepat dapat mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian ASI (Putriningrum, Joebagio,
& Poncorini, 2016).
Proses managemen laktasi juga dapat dipengaruhi oleh sejumlah besar faktor dalam
lingkungan internal dan eksternal ibu. Lingkungan internal meliputi kesehatan fisik dan
mental ibu, pengalaman masa lalu, keseimbangan hormonal bersama dengan niatnya
menyusui, persepsi citra tubuh, keyakinan tentang menyusui dan membesarkan anak.
Lingkungan eksternalnya meliputi, bantuan dan dorongan suami, status pekerjaan,
dukungan dan praktik membesarkan anak dalam keluarga dan lingkungan, dan yang
paling penting, kecakapan dan praktik pengetahuan semua staf rumah sakit atau petugas
kesehatan (Hajela, 2015).
Pada penelitian ini terdapat sebagian besar ibu dengan anak MAD tidak tercapai
mengalami proses menyusui yang tidak tepat yang mengakibatkan luka atau
pembengkakan pada puting susu ibu kemudian ibu lebih memilih tidak menyusui anak
kembali dan memberikan susu formula kepada anak, sehingga ketika puting susu ibu
sembuh dan akan memberikan ASI kepada anak, anak tidak mau menyusui ASI kembali.
Kembalinya ibu bekerja juga menjadi salah satu faktor kegagalan pemberian ASI, edukasi
mengenai ASI perah yang belum optimal serta fasilitas penyimpanan ASI perah yang
tidak memadai membuat ibu lebih memilih memberikan susu formula untuk anak.

6.2.2 Perilaku Pengenalan MP-ASI


Sebagian besar ibu dengan anak MAD tercapai telah menyadari bahwa
pengenalan MP-ASI dilakukan pada saat usia 6 bulan. Hal ini sejalan dengan rekomendasi
WHO tahun 2009 yang menyatakan bahwa ASI hanya dapat memenuhi kebutuhan hingga
anak berusia 6 bulan, akan tetapi setelah usai 6 bulan ada kesenjangan energi yang perlu
ditutupi oleh makanan pendamping sehingga pemberian makanan pendamping harus
diberikan tepat waktu, artinya semua bayi harus mulai menerima makanan selain ASI
sejak usia 6 bulan ke atas, dimulai dengan bubur kental, makanan yang dihaluskan dengan

Universitas Indonesia
96

baik, frekeunsi pemberian 2-3 kali makan dengan jumlah awal pemberian 2-3 kali sendok
makan, meningkat menjadi ½ cangkir/250 ml (WHO, 2009).
Namun pada sebagian ibu dengan anak MAD tidak tercapai menyatakan MP-ASI
pada pada bayi mulai diberikan saat usia kurang dari 6 bulan. Alasan pemberian MP-ASI
di bawah usia kurang dari 6 bulan dikarenakan faktor keluarga dan kebiasaan keluarga,
seperti orang tua/ kerabat ibu yang merekomendasikan ibu untuk memberikan pisang atau
buah yang lainnya ketika bayi beruasia 4 bulan dikarenakan anak terlihat lapar dan rewel.
Hal ini dibenarkan oleh kader dimana sebagian ibu masih tinggal menyatu dengan
orangtua sehingga saran-saran yang diberikan orangtua diikuti oleh ibu. Hamilton et al,
2011 mengatakan bahwa tekanan sosial dari anggota keluarga menjadi salah satu
pengaruh penting pada perilaku ibu dalam memperkenalkan MP-ASI dimana anggota
keluarga yang lebih tua telah membuktikan mengenai keberhasilan mereka dalam
pemberian makan bayi dan anak dan mempengaruhui perilaku ibu (Hamilton et al., 2011)
Sebagian besar ibu dengan anak MAD tercapai mengolah sendiri bahan makanan
yang akan di jadikan MP-ASI, sedangan ibu dengan anak MAD tidak tercapai sebagian
besar ibu tidak mengolah sendiri bahan makanan dikarenakan motivasi yang kurang
untuk mengolah bahan makanan sendiri dan keterbatasan akan fasilitas memasak
membuat ibu membeli bubur sehat/bubur balita, bubur instan(nestle/cerelac) dan buah
sebagai makanan untuk pengenalan MP-ASI karena faktor kepraktisan. Pada penelitian
di Dhaka menunjukkan hal serupa dimana pemberian makanan MP-ASI lebih banyak di
berikan dengan makanan olahan yang kandungan gizinya buruk dan kebersihan yang
buruk pula, yang disebabkan oleh lingkungan kumuh membuat ibu kesulitan untuk
memasak dan kondisi ibu yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (Kabir &
Maitrot, 2017)
Kader dan petugas gizi menyatakan bahwa sebagian besar ibu memberikan bubur
balita yang tidak diolah sendiri dengan frekuensi dan jumlah pemberian tidak sesuai
dengan kebutuhan bayi dan anak. Hal tersebut terjadi dikarenakan kurangnya motivasi
ibu untuk memasak sendiri makanan bayi dan anak serta keterbatasan fasilitas dapur dan
kompor pada tempat tinggal ibu.
Penelitian Kumala et al tahun 2016 menjelaskan bahwa kurangnya pemahaman
dan kesadaraan dalam pemberian makan bayi dan anak menjadi salah satu faktor yang
mengakibatkan ketidaksesuaian pemberian makan bayi dan anak yang telah di

Universitas Indonesia
rekomendasikan. Hal tersebut dipengaruhi oleh kurangnya inisiatif ibu untuk menghadiri
pos layanan terpadu (dikenal sebagai posyandu), kurangnya kemauan untuk membaca
Buku KIA (Buku Catatan Kesehatan Ibu dan Anak), kurangnya kemauan untuk mencari
informasi tentang makanan pendamping dari saluran media lain seperti media sosial,
buku, majalah, dan ketidakefektifan kegiatan sosialisasi/ pendidikan yang dilakukan oleh
pemerintah, petugas kesehatan dan kader posyandu,termasuk sosialisasi / pendidikan
mengenai pedoman gizi seimbang (Kumala et al., 2016).

6.2.3 Pemberian Makan bayi dan Anak usia 6-23 bulan saat ini
Praktik pemberian makan terhadap bayi dan anak yang dilakukan oleh ibu dengan
anak MAD tercapai maupun MAD tidak tercapai masih belum optimal. Berdasarkan hasil
penelitian di ketahui, sebagian besar ibu belum memperhatikan variasi makanan yang
diberikan kepada bayi dan anak. Selain itu, beberapa ibu juga masih belum
memperhatikan frekuensi, jumlah, dan bentuk makanan yang akan diberikan kepada bayi
dan anaknya. Khususnya bagi ibu dengan anak MAD tidak tercapai pemberian makanan
instan/makanan pabrikan masih sering diberikan terutama kepada bayi dan anak usia
lebih dari 12 bulan, baik yang diberikan sebagai makanan selingan (snack ringan seperti
wafer, biskuit, chiki, oreo, dan sebagainya) maupun sebagai makanan pelengkap menu
utama seperti mie instan. Beberapa hal yang menyebabkan ibu, memberikan makanan
instan kepada anaknya antara lain:
1. Pola pikir ibu yang cenderung praktis. Makanan instan seperti bubur instan
(cerelac/nestle) lebih mudah dan cepat dibuat
2. Memberikan makanan selingan lebih sering dibandingkan makanan utama sebagai
reward agar anak tidak rewel.
3. Keterbatasan fasilitas untuk memasak dimana kebanyakan informan ibu menempati
tempat tinggal sementara (ngontrak) yang memiliki aturan tidak diperbolehkan
menggunakan kompor dan memasak di dalam rumah.

Permasalahan utama yang di alami ibu dalam praktik pemberian makan bayi dan
anak usia 6-23 bulan adalah masih belum diperhatikannya beberapa hal terkait dengan
pemberian makan bayi dan anak, seperti:
1. Variasi makanan yang diberikan pada bayi dan anak masih kurang bervariasi pada
kelompok MAD tidak tercapai, dimana sebagian besar informan ibu hanya

Universitas Indonesia
98

memberikan 2-3 kelompok makanan (padi-padian, ikan/ayam, dan sayuran),


sedangkan WHO merekosmendasikan bahwa anak usia 6-23 bulan harus menerima
setidaknya 4 dari 7 kelompok makanan yang diekomendasikan. Sedangkan pada ibu
dengan anak MAD tercapai sudah memberikan minimal 4 jenis kelompok bahan
makan (padi-padian, daging/ikan/ayam, telur, dan sayuran/buah).
2. Frekuensi makanan yang diberikan pada bayi dan anak usia lebih dari 12 bulan
sebagian besar ibu pada ibu dengan anak MAD tercapai maupun tidak tercapai
memberikannya 2-3 kali/hari. Hal ini tidak sesuai dengan rekomendasi WHO dimana
pemberian makanan pada bayi dan anak usia 12 bulan adalah 3-4 kali/hari.
3. Jumlah makanan yang diberikan oleh ibu dengan anak MAD tercapai maupun MAD
tidak tercapai kepada bayi dan anak dalam penelitian ini, sebagian besar tidak
memenuhi kebutuhan energi bayi dana anak, dimana informan ibu memeberikan
makanan dengan jumlah 1-2 centong nasi/ 1 kali makan atau 50-100 gr nasi menurut
URT.
4. Bentuk makanan yang diberikan oleh ibu dengan anak MAD tercapai maupun MAD
tidak tercapai kepada bayi/anak dalam penelitian ini sebagian besar sudah sesuai
dengan rekomendasi WHO, yaitu dengan memberikan makanan yang dilumatkan
untuk anak usis 6-9 bulan dan makanan padat pada anak berusia 9-23 bulan.

Pada penelitian Widia tahun 2019 yang dilakuakan pada populasi yang sama secara
kualitatif menunjukkan bahwa terdapat 61,2% anak yang mencapai MDD (terdiri dari untuk
anak yang masih diberi ASI sebanyak 53,8%, dan anak yang sudah tidak diberi ASI sebanyak
75,3%), sementara yang tidak tercapai MAD sebanyak 38,8%. Hasil distribusi frekuensi
capaian MAD pada anak usia 6-23 bulan di Jakarta Pusat tahun 2019, menunjukkan bahwa
hanya 38,1% anak yang mencapai MAD (terdiri dari untuk anak yang masih diberi ASI
sebesar 41,5%, dan anak yang sudah tidak diberi ASI sebanyak 31,5%), sementara yang tidak
tercapai MAD sebanyak 61,9% (Widia, 2019).
Pola pemberian makanan secara seimbang pada usia dini akan berpengaruh
terhadap selera makan anak selanjutnya. Sehingga pengenalan makanana yang
beranekaragam pada periode ini menjadi sangat penting. Secara bertahap, variasi
makanan untuk bayi usia 6-24 bulan semakin ditingkatkan, bayi mulai diberikan sayuran
dan buah-buahan, lauk pauk sumber protein hewani dan nabati, serta makanan pokok
sebagai sumber energi. Demikian pula jumlahnya ditambahkan secara bertahap dalam

Universitas Indonesia
jumlah yang tidak berlebihan dan dalam porsi yang juga seimbang (Kemenkes RI,
2014b).
Masyarakat dan petugas kesehatan kurang memahami pentingnya praktik
pemberian makan bayi dan anak secara tepat. Pada penelitian ini ibu dengan anak MAD
tercapai maupun tidak tercapai pernah mendapatkan informasi mengenai pemberian
makan bayi dan anak yang baik, namun dalam pelaksanaannya ibu mengalami
permasalahan dalam mengolah bahan makanan maupun cara menangani anak yang
mempunyai kesulitan makan.
Sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok
referensi dan perilaku masyarakat menjadikan faktor penguat informan ibu untuk dapat
mencapai keberhasilan dalam pemberian makan bayi dan anak (MCA, 2014).

6.2.4 Hambatan/Kendala dalam Pemberian Makan Bayi dan Anak


Sebagian besar informan ibu dengan anak MAD tercapai maupun MAD tidak
tercapai menyatakan hambatan/kendala yang dihadapi dalam pemberian makan bayi dan
anak adalah bayi dan anak susah makan. Hal ini juga membuat anak lebih memilih untuk
mengkonsumsi jajanan warung seperti (nabati, oreo, chiki, wafer, dan lain sebagainya).
Kemudian sebagian informan ibu juga memilih memberikan ASI atau susu selain ASI
sebagai salah satu solusi ketika anak susah makan. Kondisi ini menurut petugas gizi
disebabkan kurangnya variasi makanan dimana sebagian besar ibu hanya memberikan
nasi dan sayur saja atau nasi dan lauk saja kepada anak, kemudian permasalahan lain yang
dialami oleh ibu yaitu, tidak adanya fasilitas untuk memasak sehingga infoman ibu lebih
bayak membeli makana matang dan instan untuk pemberian makan bayi dan anak. Solusi
yang telah diberikan oleh petugas gizi yaitu memperbolehkan ibu untuk membeli
makanan matang namun dengan catatan ibu tetap menambahkan protein hewani seperti
telur di dalam makanan anak dengan cara memasak mengunakan magic com/penanak
nasi.
Anak hanya makan sedikit karena sakit, penyakit infeksi dapat menurunkan nafsu
makan anak. Keadaan ini menjadi semakin parah bila keluarganya tidak tahu bagaimana
menolong anak yang sedang sakit untuk memeperoleh makanan yang cukup (Zulkifli,
2012). Menurut Roshita, Schubert, & Whittaker, tahun 2012 dalam penelitiannya
menyatakan bahwa selain penyakit infeksi penyebab anak susah makan dapat di sebabkan

Universitas Indonesia
100

oleh pemberian makanan yang tidak teratur atau tidak sesuai jadwal kemudian, penelitian
ini juga mengatakan bahwa pemberian susu formula yang terlalu sering dan pemberian
makanan ringan kepada anak juga dapat mempengaruhi nafsu makan anak.
Pemberian makanan yang tidak bergizi merupakan suatu hal yang sesungguhnya
tidak di rencanakan oleh ibu, hal ini dapat disebabkan oleh keinginan ibu untuk
menenangkan bayi dan anak dengan berbagai cara termasuk pemberian makanan yang
tidak bergizi kepada bayi dan anak, selain itu keyakinan ibu tentang konsekuensi
penggunaan susu untuk menenangkan anak adalah suatu hal yang positif, karena dianggap
sebagai teknik penyelesaian yang paling efektif. Dukungan petugas kesehatan yang
kurang mengenai informasi mengenai makanan yang tidak bergizi juga mempengaruhi
keberhasilan pemberian makan bayi dan anak (Russell et al., 2016).

6.2.5 Pelaksanaan Kegiatan Konseling/Penyuluhan Pemberian Makan Bayi dan


Anak Selama ini di Pelayanan Kesehatan
Pelaksanaan kegiatan konseling/penyuluhan mengenai pemberian makan bayi dan
anak selama ini sudah dilaksanakan, dimana petugas gizi sudah memberikan penyuluhan
secara bertahap disetiap kegiatan Posyandu, melatih kader untuk melakukan penyuluhan
mengenai makanan bayi dan anak juga telah dilaksanakan, namun pelaksanaan
penyuluhan baik oleh petugas gizi dan kader belum sesuai dengan apa yang diharapkan.
Hal ini diketehui dari penuturan petugas dan kader Posyandu yang menyatakan, kegitan
sosialisasi mengenai pemberian makan bayi dan anak yang di jalankan salama ini baru
berupa penyuluhan. Untuk konseling sendiri, hampir jarang dilakukan terutama oleh
kader Posyandu.
Penyuluhan kesehatan dianggap suatu upaya untuk menjembatani adanya
kesenjangan antara informasi kesehatan dan juga prakteknya. Apabila informasi
kesehatan yang dimiliki telah benar maka kemudian akan memotivasi ibu untuk
menerapkan informasi tersebut salah satunya informasi mengenai pemberian makan bayi
dan anak (Nugrahaeni, 2018). Pengetahuan ibu yang meningkat karena keterpaparan
informasi mengenai kebutuhan gizi anak melalui penyuluhan, tidak menyebabkan sikap,
dan praktik ibu mengalami peningkatan secara signiikan. Hal tersebut dikarenakan subjek
tidak mendapat konseling gizi yang merupakan kegiatan komunikasi dua arah yang dapat
menanamkan dan meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku. Dalam hal ini subjek

Universitas Indonesia
hanya mendapatkan informasi gizi dari penyuluhan gizi yang mengarah pada komunikasi
satu arah, sehingga sikap dan perilaku menunjukkan tidak ada peningkatan
(Hestuningtyas & Noer, 2014)
Permasalahan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah kegiatan konseling
pemberian makan bayi dan anak yang dilakukan oleh petugas kesehatan maupun kader
posyandu belum optimal. Hal ini menyebabkan perubahan perilaku ibu dengan anak
MAD tercapai ataupun tidak tercapai dalam praktik pemberian makan bayi dan anak usia
6-23 bulan umumnya tidak jauh berbeda. Perilaku ibu dengan anak MAD tercapai dan
tidak tercapai sebagian besar masih belum menerapkan informasi yang sudah didapatkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, jumlah dan frekuensi pemberian tidak sesuai
dengan kebutuhan bayi dan anak.
Hal tersebut terjadi dikarenakan ibu pada kelompok ibu dengan anak MAD tidak
tercapai ibu datang ke posyadu hanya untuk menimbang BB dan pengukuran TB anak
saja, kondisi fasilitas posyandu yang tidak memadai untuk melakukan penyuluhan yang
mengakibatkan fungsi dari meja 4 di dalam posyandu yang berfungsi sebagai meja
penyuluhan tidak berjalan dengan optimal. Tingkat kesadaran ibu dan perilaku ibu yang
malas mengaplikasikan ilmu yang sudah didapatkan juga menjadi salah satu faktor
kegagalan dalam pemberian makan bayi dan anak.
Refreshing atau penyegaran kepada kader terus dilaksanakan oleh petugas gizi
setiap 1 bulan sekali, namun hal ini di rasa masih belum optimal di mana kader masih
tidak dapat melakukan penyuluhan kepada ibu bayi dan anak mengenai kesehatan
terutama dalam pemberian makan bayi dan anak dan masih ditemukannya proses
pengukuran berat badan dan tinggi badan yang kurang tepat oleh kader.
Menurut petugas gizi belum adanya indikator dalam SPM (Standar Pelayanan
Minumun) untuk menilai tingkat keberhasilan pemberian makan bayi dan anak juga
sebagai salah satu kendala keberhasilan konseling/penyuluhan yang sudah dilakukan.
Petugas gizi juga mengungkapkan bahwa beban keja petugas gizi yang banyak juga
menjadi salah satu kendala dimana petugas gizi saat ini di setiap kelurahan hanya
memiliki 1 petugas gizi dengan beban kerja yang berat.
Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kumala et al
tahun 2016 dimana ditemukan banyak informan mengidentifikasi bahwa tidak adanya
indikator PMBA dalam standar layanan minimum (SPM) sektor kesehatan, daftar layanan

Universitas Indonesia
102

kesehatan yang diharapkan akan diberikan oleh pemerintah daerah, sebagai faktor yang
menyebabkan pemerintah daerah gagal menetapkan pengaturan peningkatan Praktik
PMBA sebagai prioritas dalam kebijakan mereka. Ada indikator mengenai cakupan
pemberian makanan tambahan untuk anak usia 6-24 bulan di SPM, tetapi indikator ini
hanya fokus pada anak-anak dari keluarga miskin (Kumala et al., 2016).
Dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut petugas gizi telah
menyelenggarakan konseling secara individu bagi bayi dan anak yang bermaslah terhadap
gizi di Puskesmas, membuat kelas PMBA bagi bayi dan anak stunting yang didampingi
oleh kader yang dilaksanakan selama 2 hari (1 hari materi, dan 1 hari praktik), kemudian
merencanakan pembuatan kelas PMBA bagi pendamping ibu (suami, orang tua, mertua,
atau pengasuh bayi/anak) yang akan dilaksanakan pada tahun 2021. Alat peraga yang
digunakan untuk konseling/penyuluhan mengacu kepada booklet yang di keluarkan oleh
Kemenkes RI.
Dalam penelitian ini kelas PMBA belum di lakukan secara menyeluruh, dimana
sebagian besar kader mengatakan belum pernah mengikuti kelas PMBA yang di
selenggarakan oleh Puskesmas, hal ini di benarkan oleh petugas gizi, dimana kelas PMBA
baru dilakasakan di beberapa RW saja dan belum menyeluruh. Pelaksanaan kelas PMBA
yang dilakukan hanya 2 hari juga dirasa belum efektif mengingat materi mengenai PMBA
yang banyak dan spesifik tidak dapat diberikan dalam 1-2 hari pelatihan.

6.3 Faktor Predisposisi Perilaku Ibu dalam Pemberian Makan bayi dan Anak Usia
6-23 Bulan

6.3.1 Pengetahuan
Pengetahuan ibu terhadap ASI pada kelompok ibu dengan anak MAD tercapai
sudah cukup baik, dimana sebagian besar ibu mengetahui manfaat dari pemberian ASI
dan ibu juga mengetahui bahwa ASI ekslusif merupakan pemberian ASI saja sejak usia
0-6 bulan. Sedangkan pada kelompok ibu dengan anak MAD tidak tercapai pengetahuan
mengenai ASI ekslusif masih kurang dimana sebagian besar ibu mengetahui manfaat ASI
namun sebagian besar ibu mengatakan bahwa pemberian ASI eklusif merupakan
pemberian ASI dari 0-2 tahun.
Pengetahuan mengenai pemberian makan bayi dan anak pada kelompok ibu
dengan anak MAD tercapai lebih baik dimana ibu dapat menyebutkan minimal 4

Universitas Indonesia
kelompok jenis makanan yang di rekomendasikan, namun tidak dapat menyebutkan
jumlah dan manfaat dari jenis makanan tersebut. Sedangkan kelompok MAD tidak
tercapai ibu tidak dapat menyebutkan minilam 4 kelompok jenis makanan dan tidak
mengetahui jumlah dan manfaat makanan yang diberikan. Pada kelompok ibu dengan
anak MAD tercapai ibu mendapatkan informasi mengenai pemberian makan bayi dan
anak dari tenaga kesehatan dimana informasi yang diberikan oleh petugas kesehatan telah
sesuai dengan rekomendasi yang telah ditetapkan, sedangakan pada kelompok ibu dengan
anak MAD tidak tercapai ibu mendapatkan informasi dari orangtua, kerabat dekat, dan
teman, dimana informasi yang diberikan belum tentu sesuai dengan rekomendasi yang
telah ditetapkan.
Pada penelitian Widia tahun 2019 yang dilakuakan pada populasi yang sama
secara kuantitatif, diketahui bahwa ibu yang memiliki pengetahuan mengenai MP-ASI
yang rendah tidak mencapai indikator keragaman makanan (MDD), namun frekuensi
pemberian makanan memenuhi, sedangkan pada ibu dengan pengetahuan mengenai MP-
ASI yang tergolong baik lebih banyak mencapai MDD, namun lebih banyak yang tidak
mencapai MMF. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan ibu dalam pemberian
makan bayi dan anak baik pada ibu dengan anak MAD tercapai maupun tidak tercapai masih
belum baik.
Tingkat pendidikan informan ibu sebagian besar merupakan tamatan SMA
memudahkan ibu menerima informasi mengenai gizi dan kesehatan. Namun dalam
penelitian ini kurangnya pengetahuan ibu mengenai manfaat, cara pemberian, kualitas
dan kuantitas dipengaruhi ketidakhadiran ibu pada kegiatan penyuluhan di Posyandu,
kurangnya kemauan ibu dalam membaca buku KIA, serta kurang efektifnya penyuluhan
oleh petugas gizi dan kader.
Penelitian Kumala et al tahun 2016 menyatakan bahwa kurangnya pemahaman
dan kesadaran tentang praktik pemberian makanan pelengkap yang tepat sebagai faktor
yang menyebabkan praktik pemberian makanan bayi dan anak yang tidak sesuai. Hal ini
dipengaruhi oleh kurangnya inisiatif ibu untuk menghadiri penyuluhan di Posyandu,
kurangnya kemauan untuk membaca Buku KIA, kurangnya kemauan untuk mencari
informasi tentang makanan pendamping dari saluran media lain seperti media sosial,
buku, majalah, dan ketidakefektifan kegiatan sosialisasi/ pendidikan yang dilakukan oleh

Universitas Indonesia
104

pemerintah, petugas kesehatan dan kader posyandu, termasuk sosialisasi/pendidikan


mengenai pedoman gizi seimbang (Kumala et al., 2016).

6.3.2 Sikap
Pada ibu dengan anak MAD tercapai sebagian besar menyatakan setuju terhadap
pemberian ASI ekslusif dikarenakan ibu mengetahui manfaat dari ASI ekslusif. Pada
pemberian makan bayi dan anak ibu dengan anak MAD tercapai merasa belum cukup
baik dengan apa yang sudah ibu berikan kepada bayi dan anak saat ini. Hal ini membuat
ibu mencari pengetahuan lebih banyak mengenai pemberian makan bayi dan anak.
Sedangkan pada ibu dengan anak MAD tidak tercapai menyatakan setuju dan
mengetahui manfaat dari pemberian ASI ekslusif namun ibu tidak dapat
melaksanakannya secara ekslusif, dikarenakan ASI yang tidak lancar, ibu merasa ASI
tidak cukup, luka pada putting susu, kembalinya ibu bekerja, dan pemahaman yang
kurang tepat terhadap ASI ekslusif seperti pemberian ASI dari 0-2 tahun tetapi tidak
diperhatikan mengenai pemberian ASI saja 0-6 bulan, membuat ibu tidak memberikan
ASI secara ekslusif. Pemberian informasi mengenai ASI ekslusif oleh tenaga gizi atau
tenaga kesehatan lainnya sudah disampaikan sejak ibu hamil, namun penjelasan
mengenai ASI ekslusif diarasa belum optimal dimana masih banyak ibu yang
beranggapan bahwa ASI ekslusif adalah ASI 0-2 tahun.
Berra, 2014 mengatakan sebagian besar ibu mengetauhi manfaat dari ASI ekslusif,
namun ke khawatiran mereka atau rasa percaya diri ibu terhadap ketidakcukupan ASI
menjadi salah satu alasan utama ibu tidak memberikan ASI secara ekslusif, selain itu
status pendidikan, staus sosial ekonomi keluarga, pengaruh keluarga, masyarakat, dan
petugas kesehatan dalam memberikan informasi megenai menyusui juga mempengaruhi
ibu dalam pemberian ASI Ekslusif (Berra, 2014).
Sikap ibu dengan anak MAD tidak tercapai pada pemberian makan bayi dan anak
ibu merasa sudah cukup baik, namun hal ini tidak sesuai dengan perilaku ibu yang masih
memberikan makanaan yang tidak sesuai dengan rekomendasi WHO tahun 2009 dan
membuat ibu tidak ingin mencari tahu kembali mengenai pemberian makan bayi dan anak
yang baik dan benar. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Widia tahun
2019 pada wilayah yang sama memperlihatkan secara jelas bahwa hubungan antara sikap
negatif ibu mengenai praktik pemberian MP-ASI dengan capain MAD. Semakin ibu

Universitas Indonesia
memiliki sikap yang positif maka praktik pemberian MP-ASI akan menunjukkan hasil
yang baik yang di nilai dari capaian MDD, MMF, dan MAD.
Rendahnya sikap ibu mengenai gizi anaknya diakibatkan kurangnya pengetahuan
ibu balita tersebut. Kurangnya informasi yang kemudian menjadi latar belakang
kurangnya pengetahuan dan rendahya sikap ibu terhadap pemberian makan bayi dan
anak. Ibu cenderung tidak memperhatikan kebutuhan gizi anak sesuai dengan usianya.
Karena salah satu faktor yang mendasari sikap seseorang adalah pengetahuan
(Nugrahaeni, 2018)
Pada penelitian Berra tahun 2014, mengungkapkan bahwa beberapa orang ibu
tidak mematuhi semua informasi yang mereka terima dari petugas kesehatan, mereka
lebih mempercayai informasi mengenai ASI ekslusif dan pemberian makanan tambahan
yang berasal dari kerabat, nenek dan orang penting lainnya. Dengan demikian,
profesional kesehatan, dan kerabat harus dilengkapi dengan sumber daya, pelatihan, dan
keterampilan yang diperlukan untuk memungkinkan mereka memberikan informasi yang
akurat dan spesifik kepada ibu tentang praktik pemberian makan mereka (Berra, 2014).

6.3.3 Tradisi
Sebagian besar ibu dengan anak MAD tercapai maupun MAD tidak tercapai,
kader posyandu, dan petugas gizi menyatakan sudah tidak ada lagi kepercayaan-
kepercayaan atau tradisi yang berada di masyarakat hanya ada sedikit ibu pada kelompok
MAD tercapai maupun tidak tercapai yang menyatakan bahwa memberikan makan di
malam hari dapat mengakibatkan kecacingan, sehingga membuat ibu hanya memberikan
makanan 2 kali sehari yaitu pagi dan siang, namun hal tersebut telah dijelaskan oleh
petugas gizi dan petugas kesehatan lain, kemudian ibu mengikuti saran yang diberikan
oleh petugas gizi bahwasannya pemberian makan pada anak sebaiknya diberikan 3 kali
sehari, pemberian makan pada malam hari tidak mengakibatkan kecacingan, yang dapat
mengakibatkan kecacingan adalah kebersihan dalam pemberian makan bayi dan anak.
Pemberian makanan pendamping ASI usia dini juga masih ditemukan pada
penlitian ini khususnya pada kelompok MAD tidak tercapai, dimana ibu memberikan
buah pisang saat bayi berusia kurang dari usia 6 bulan, hal tersebut dilakukan oleh ibu
dikarenakan kebiasan yang diterapkan dalam keluarga terutama informasi yang diberikan

Universitas Indonesia
106

oleh orangtua ibu atau mertua, mereka beranggapan bahwa dengan memberikan makan
sejak dini bayi tidak rewel dan tidak cepat lapar.
Pengetahuan dan pemahaman keluarga mengenai pemberian makan bayi dan anak
mendorong perilaku ibu untuk memberikan makan bayi dan anak sesuai dengan
kebiasaan yang ada dalam keluarga meskipun ibu mengetahui resiko atau akibat yang
ditimbulkan dari kebiasaan tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Siagian tahun
2018 dimana ditemukan terdapat hubungan antara tradisi keluarga terhadap pemberian
makan bayi dan anak (Siagian & Herlina, 2018).

6.4 Faktor Penguat Perilaku dalam Pemberian Makan Bayi dan Anak Usia 6-23
Bulan

6.4.1 Dukungan Keluarga


Pada penelitian ini ibu dengan anak MAD tercapai merasakan bahwa dukungan
suami dan keluarga sangat dirasakan terutama dukungan dari suami yang membantu ibu
dalam memberikan makan kepada bayi dan anak, mengingatkan jadwal makan hingga
dukungan finansial dapat menguatkan ibu untuk terus melakukan yang terbaik dalam
pemberian makan bayi dan anak. Sedangkan pada MAD tidak tercapai dukungan suami
tidak dirasakan oleh ibu, ibu merasa suami hanya berperan untuk mecari nafkah,
sedangkan pengasuhan anak merupakan tanggung jawab ibu, sehingga setiap keputuasan
yang diambil oleh ibu untuk pemberian makan bayi anak, ibu memutuskan sendiri.
Penelitian Ahishakit et al tahun 2019 menyatakan bahwa keterlibatan suami yang
relatif terbatas dalam kegiatan pengasuhan anak dan pemberian makan bayi dana anak
mempengaruhi keberhasilan pemberian makan bayi dan anak. Suami dianggap sebagai
kepala keluarga, dan sering diasumsikan bahwa mereka pada umumnya bertanggung
jawab untuk menyediakan sumber daya keuangan dan lainnya untuk kegiatan rumah
tangga termasuk makanan dan melaksanakan tugas-tugas lain untuk keberlangsungan
hidup keluarga. Sebuah penelitian yang dilakukan di Kenya menunjukkan penyediaan
dukungan sosial kepada ibu oleh anggota keluarga utama seperti nenek dan ayah
meningkatkan beberapa praktik pemberian makan bayi yang ditargetkan, seperti memberi
makan bayi jumlah makanan minimum dan keragaman makanan (Ahishakiye et al., 2019)
Perlunya mengadopsi pendekatan yang lebih luas, yang berpusat pada keluarga
dengan menyediakan sumber daya seperti lebih banyak pendidikan bagi anggota keluarga

Universitas Indonesia
yang berpengaruh ini untuk meningkatkan dukungan dalam kesehatan anak, terutama
dalam PMBA dan praktik perawatan yang optimal, dikarenakan kerabat memiliki akses
terbatas untuk pengetahuan yang baru dibandingkan ibu (Ahishakiye et al., 2019).
Dukungan keluarga seperti keiktsertaan anggota keluarga lain (nenek dan saudara
ibu) dalam mengasuh dan memabantu menyediakan makanan bagi bayi dan anak sehari-
hari, akan menentukan tubuhkembang anak. Sehingga diperlukan kerjasama yang baik
anatara anggota keluarga dalam pengasuhan saat pemberian makan bayi dan anak
(Detiniaty, 2017).

6.4.2 Dukungan Kader Posyandu


Pada penelitian ini dukungan dari kader Posyandu pada kelompok ibu dengan
anak MAD tercapai maupun MAD tidak tercapai dirasakan oleh ibu, dimana pada ibu
dengan anak MAD tercapai, kader selalu memberikan saran dan informasi mengenai
pemberian makan bayi dan anak, sedangkan pada ibu dengan anak MAD tidak tercapai
kader hanya mengingatkan jadwal-jadwal kegiatan posyandu saja. Kelompok ibu dengan
anak MAD tercapai mendapatkan saran dan informasi dari kader dikarenakan keaktifan
ibu untuk bertanya kepada kader mengenai pemberian makan bayi dan anak yang benar.
Menurut petugas gizi dalam penelitian ini, kader hanya melaksanakan tugas
sebagai kewajiban dan tanggung jawab sebagai seorang kader, sehingga kader hanya
berfokus kepada pencatatan laporan mengenai kesehatan bayi dan anak yang harus di
laporkan kepada Puskesmas, sehingga kegiatan penyuluhan kepada ibu oleh kader belum
optimal untuk dilakukan.
Hambatan yang dirakasan kader pada penelitian ini adalah kader kesulitan untuk
mengedukasi ibu untuk mengikuti penyuluhan, kemudian setelah dilakukan penyuluhan,
ibu tidak melaksanakan apa yang sudah diedukasikan oleh kader dan petugas gizi, kader
juga telah melakukan penyuluhan dengan cara pendekatan terhadap ibu seperti
memberikan informasi mengenai pemberian makan bayi disaat ibu sedang berkumpul
dengan warga lain dalam keadaan yang santai dan tidak menghakimi. Belum adanya
pelatihan mengenai PMBA untuk kader pada penelitian ini membuat kader belum bisa
menerapkan penyuluhan/sosialisai mengenai PMBA, hal ini terlihat pada kelompok ibu
dengan anak MAD tidak tercapai yang merasakan dukungan kader hanya sebatas
mengingatkan jadwal kegiatan Posyadu saja.

Universitas Indonesia
108

Hal ini sejalan dengan yang dilakukan Widaryati tahun 2019, menyatakan bahwa
kader belum menerapkan hasil pelatihan kepada masyarakat. Hal ini disebabkan berbagai
faktor antara lain penerimaan masyarakat yang kurang terhadap kader, beban ganda kader
dimana selain menjadi kader bayi dan balita kader juga menjandi kader lansia, dan tingkat
pengetahuan kader yang tebatas karena pelatihan dialkuan sudah terlalu lama sehingga
materi penyuluhan terlupakan (Widaryanti & Rahmuniyati, 2019).
Usia produktif adalah faktor pendukung untuk menjadi kader di posyandu.
Sebagian besar kader memiliki tingkat pendidikan tinggi, yaitu lulusan SMA. Pendidikan
tingkat tinggi mendukung kapasitas kader untuk menerima informasi serta mengelola
masalah di Posyandu, khususnya tentang praktik PMBA. Sebagian besar kader adalah ibu
rumah tangga sehingga mereka memiliki waktu untuk menjadi sukarelawan sebagai kader
posyandu. Peningkatan nilai pengetahuan diharapkan mendorong kader untuk
menyampaikan pengetahuan gizi kepada ibu / pengasuh selama kegiatan Posyandu atau
kunjungan rumah. Model pendidikan konseling PMBA sebagai intensif secara efektif
meningkatkan pengetahuan, sikap, motivasi dan kuantitas dan kualitas kader kinerja
konseling. Kinerja kader konseling dipengaruhi oleh model pendidikan, pengetahuan,
sikap dan pelatih an yang dihadiri (Rahmawati, Madanijah, Anwar, & Kolopaking, 2019).
Dalam penelitian sebelumnya ditemukan fakta di lapangan menunjukkan kader
hanya melakukan penimbangan, dan hanya 30 persen kegiatan posyandu dilaksanakan
dengan benar. Kader dipilih masyarakat sehingga dipercaya masyarakat, saran dan
petunjuknya sering diikuti masyarakat (Fuada & Irawati, 2014).
Pelatihan dan refreshing kader telah di laksanakan oleh petugas gizi, namun hasil
dari pelatihan dan refreshing kader tersebut belum di laksanakan dengan optimal dimana
selama kegiatan Posyandu atau kunjungan rumah penyuluhan mengenai pemberian
makan bayi dan anak belum optimal menurut informan ibu. Kader hanya mengingatkan
jadwal kegitan posyandu, apabila kader mendapatkan bayi dan anak yang bermasalah
dengan gizi, kader merujuk ibu ke pelayanan kesehatan terdekat untuk di berikan
penyuluhan/konseling oleh petugas gizi.

6.4.3 Dukungan Petugas Kesehatan


Pada penelitian ini baik pada ibu dengan anak MAD tercapai maupun MAD tidak
tercapai merasakan dukungan dari petugas kesehatan dengan adanya

Universitas Indonesia
penyuluhan/konseling yang diberikan oleh petugas gizi/ petugas kesehatan lain, dimana
petugas gizi selalu memberikan penyuluhan pada saat kegiatan posyandu berlangsung,
kunjungan rumah, ataupun ketika ada kegiatan KIA dan gizi di masyarakat dan
bekerjasama dengan petugas kesehatan lain untuk dapat memeberikan penyuluhan
kepada ibu.
Petugas kesehatan memeinkan peran penting dalam dukungan bagi para ibu
mengenai laktasi dan pemberian makan bayi dan nak. Mereka diposisikan untuk
memberikan informasi kesehatan yang memadai dan konseling tentang pemberian makan
bayi dan anak yang dapat mempengaruhi sikap ibu. Sehingga penting bagi petugas
kesehatan untuk memiliki pengetahuan yang menyeluruh dan terkini mengenai
rekomendasi PMBA dan dapat menyampaikan kepada masyarakat secara optimal
(Samuel, Olaolorun, & Adeniyi, 2016)
Penyuluhan PMBA dilaksanakan dengan materi yang bergantian setiap bulan
tenrgantung dari kondisi lapangan saat penyuluhan berlangsung. Materi sosialisasi atau
penyuluhan berpegangan kepada booklet PMBA yang di keluarkan oleh KEMENKES
dan buku KIA yang dipegang oleh setiap ibu seperti materi IMD, ASI ekslusif, Gizi ibu
hamil, MP-ASI, ASI hingga 2 tahun diberikan secara bergantian setiap bulan.
Pembentukkan kelas PMBA bagi ibu yang memiliki anak dengan gangguan gizi telah di
lakuakan di beberapa RW, pelaksaan tersebut dilakukan selama 2 hari dengan pemberian
materi 1 hari dan praktek 1 hari.
Media yang digunakan dalam proses penyuluhan kesehatan juga berperan sangat
penting terhadap keberhasilan penyuluhan. media lembar balik yang digunakan mampu
membuat ibu balita memperhatikan, menerima dan memahami pesan yang disampaikan
dalam penyuluhan kesehatan. (Nugrahaeni, 2018)
Petugas gizi juga telah menerima atau mengikuti pelatihan mengenai PMBA pada
tahun 2016 yang dilaksanakan oleh suku dinas kesehatan DKI Jakarta, pelatihan diberikan
selama 5 hari untuk pelatihan PMBA. Meskipun sosialisasi dan penyuluhan sudah
dilaksanakan namun perilaku ibu dengan anak MAD tercapai maupun MAD tidak
tercapai masih belum bisa melaksanakan praktik pemberian makan bayi dan anak secara
optimal, dimana masih banyak ibu yang tidak mengikuti aturan atau anjuran yang telah
diberikan.

Universitas Indonesia
110

6.5 Faktor Pemungkin Perilaku Ibu dalam Pemberian Makan Bayi dan Anak Usia
6-23 Bulan

6.5.1 Akses ke Pelayanan Kesehatan


Seluruh informan pada penelitian ini baik ibu dengan anak MAD tercapai maupun
tidak tercapai mengungkapkan bahwa, akses pelayanan kesehatan terutama Posyandu
dekat dengan pemukiman tempat tinggal informan ibu. Hal ini dapat mempermudah
informan ibu dalam mendapatkan informasi mengenai pemberian makan bayi dan anak.
Penelitian lain menunjukkan bahwa akses pelayanan kesehatan menentukan
praktik kesehatan ibu dan anak. Apabila akses pelayanan kesehatan buruk maka
masyarakat tidak mendapatkan informasi dan pelayanan yang cukup dari petugas
kesehatan yang bermuara pada praktik kesehatan yang buruk (Zahtamal, Restuastuti, &
Chandra, 2011)
Pada penelitian ini ibu dengan anak MAD tercapai maupun MAD tidak tercapai
aktif dalam kegiatan Posyandu, dimana ibu selalu hadir setiap bulan apabila ada kegiatan
posyandu, menurut kader dan petugas gizi sebagian besar ibu aktif datang ke Posyandu
dikarenakan sudah meningkatnya kesadaran ibu mengenai pentingnya Posyandu dan
PMT menjadi daya tarik ibu untuk datang ke posyandu. Namun sebagian ibu dengan anak
MAD tercapai maupun ibu dengan anak MAD tidak tercapai tidak mengikuti kegiatan
posyandu sepenuhnya dimana ibu datang ke posyandu hanya untuk melakukan
pengukuran berat badan dan tinggi badan, dan dapat digambarkan bahwa fungsi 5 meja
dalam posyandu belum dilaksanakan secara optimal, hal ini dibenarkan oleh petugas gizi
yang menyatakan bahwa fasilitas posyandu yang kurang memadai mengakibatkan belum
berjalannya 5 meja di Posyandu secara optimal, petugas gizi selalu mengingatkan kepada
kader untuk melaksanakan penyuluhan di meja 4, dan apabila tidak dapat dilaksanakan
petugas gizi mengarahkan kader untuk merujuk ibu yang memiliki bayi dan anak dengan
gizi menyimpang untuk datang ke puskesmas yang akan diberikan konseling secara
individu oleh petugas gizi Puskesmas.
Keaktifan ibu balita dalam kegiatan Posyandu merupakan salah satu faktor
pendukung yang sangat diperlukan untuk pemantauan pertumbuhan anaknya. Sikap ibu
balita yang positif terhadap Posyandu akan mempengaruhi perubahan perilaku yang
positif yang didasari pengetahuan ibu yang baik, maka ibu akan senantiasa berupaya

Universitas Indonesia
datang ke Posyandu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sangat berguna bagi
anak-anak mereka (Abiyoga, 2019)

6.5.2 Daya Beli Keluarga


Pemberian makanan pendamping ASI sangat dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan gizi bayi dan anak, hal tersebut dapat mempengaruhi status gizi anak.
Pendapatan keluarga yang rendah menjadi salah satu hal yag menyebabkan adanya
masalah gizi. Tigkat pendapatan mempengaruhi kemampuan daya beli dan pemilihan
jenis makanan. Keluarga dengan ekonomi tidak mampu, akan membelanjakan sebagian
besar pendapatan untuk produk serelia, sehingga penghasilan akan menentukkan kualitas
dan kuantitas makanan. (Herlistia & Muniroh, 2016)
Pada penelitian ini sebagian besar ibu dengan anak MAD tercapai dan MAD tidak
tercapai menyatakan bahwa, kemampuan keluarga untuk membeli bahan pangan di
wilayah tempat tinggal informan ibu masih dalam batas terjangkau. Namun pada
penelitian ini baik MAD tercapai maupun MAD tidak tercapai ibu tidak
mempertimbangkan nilai gizi makanan yang akan diberikan kepada bayi dan anak, ibu
hanya mempertimbangkan membeli makanan yang dapat membuat anak kenyang saja.
Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan ibu dan ekonomi keluarga.

6.5.3 Akses Pemanfaatan Pangan


Sebagian besar ibu dengan anak MAD tercapai dan MAD tidak tercapai
menyatakan bahwa, bahan makanan pada umumnya tersedia di wilayah tempat tinggal
informan ibu. Letak pasar yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki memudahkan ibu
dalam meperoleh bahan makanan. Namun dalam penelitian ini didapatkan bahwa
sebagian besar ibu baik dengan anak MAD tercapai maupun MAD tidak tercapai tidak
mengolah bahan makanan sendiri melainkan membeli makanan yang sudah matang di
warung nasi yang berada dekat dengan tempat tinggal ibu, hal ini terjadi karena motivasi
ibu yang kurang dan pengetahuan ibu untuk mengolah bahan makan sendiri, tidak sempat
memasak dikarenakan mengurus anak dan fasilitas untuk memasak yang tidak memadai
membuat ibu lebih memilih untuk membeli makanan matang di warung nasi karena faktor
kepraktisan.
Sebagian besar ibu pada umumnya mengetahui bahwa MP-ASI sebaiknya diolah
sendiri, namun kenyataannya sebagian besar informan ibu dengan anak MAD tercapai

Universitas Indonesia
112

mengolah bahan makanan sendiri untuk pemberian makan bayi dan anak, sedangkan pada
ibu dengan anak MAD tidak tercapai memiliki motivasi yang kurang untuk mengolah
bahan makanan sendiri dan keterbatasan akan fasilitas memasak membuat ibu membeli
bubur sehat/bubur balita, bubur instan(nestle/cerelac) dan buah sebagai makanan untuk
pengenalan MP-ASI karena faktor kepraktisan.
Ketersediaan makanan yang baik dalam keluarga akan mempengaruhi pola
konsumsi dalam keluarga yang nantinya akan mempengaruhi intake zat gizi keluarga
(Herlistia & Muniroh, 2016). Pada masyarakat miskin anggaran terbesar yang
dikeluarkan lebih banyak pada kelompok padi-padian/umbi-umbian, kemudian diikuti
oleh kelompok komoditas makanan jadi/rokok. Kedua komoditas tersebut menyedot 55%
dari pengeluaran yang di anggarkan pada rumah tangga miskin. Tingkat pendapatan
rendah, konsumsi pangannya akan lebih memprioritaskan pada pangan yang bersifat
padat energi yang berasal dari karbohidrat, namun sejalan dengan peningkatan
pendapatan maka pola konsumsi pangannya akan semakin terdiversifikasi dan umumnya
akan terjadi peningkatan konsumsi pangan terhadap komoditas yang bernilai gizi tinggi
(Mayasari, Noor, & Satria, 2018)
Rumah tangga perkotaan umumnya memiliki mobilitas yang lebih tinggi
dibandingkan rumah tangga perdesaan, sehingga menuntut gaya hidup yang serba praktis.
Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan pangannya lebih banyak dilakukan dengan
cara membeli. Berbeda halnya dengan rumah tangga perdesaan, yang mana rata-rata
sentra produksi kebutuhan pangan terdapat di wilayah perdesaan, sehingga lebih mudah
dalam mengakses komoditas pangan untuk mencukupi kebutuhan pangannya. Selain itu,
karena sentra produksi kebanyakan berada di sana, dari segi harga pun cenderung lebih
murah dibandingkan di wilayah perkotaan (Mayasari, Satria, & Noor, 2018).

Universitas Indonesia
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Penilitian kualitatif ini dilakukan untuk mengetahui secara detail tentang
keberhasilan pemberian makan bayi dan anak dengan menggunakan metode kualitatif
sebagai lanjutan dari penelitian kuantitatif sebelumnya pada daerah yang sama yang
dilakukan oleh Widia tahun 2019, yaitu melihat faktor yang behubungan dengan capaian
MAD. Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan lebih lanjut secara kualitatif mengenai
faktor penghambat dan pendukung dalam keberhasilan pemberian makan bayi dan anak
usia 6-23 bulan di Jakarta Pusat dengan hasil sebagai berikut:
1. Perilaku ibu dalam pemberian makan bayi dan anak usia 6-23 bulan di Jakarta Pusat
belum cukup baik, yaitu dalam pemberian ASI ekslusif dan pemberian MP-ASI.
a. Dalam hal ASI Ekslusif dan lamanya pemberian ASI, kurangnya motivasi dan
terbatasnya edukasi yang didapat oleh ibu mengenai management laktasi
merupakan faktor mengapa ibu tidak memberikan ASI secara optimal, khususnya
dalam pemberian ASI ekslusif.
b. Pada pemberian makanan bayi dan anak, masih cukup banyak ibu yang belum
memperhatikan variasi makanan, frekuensi, jumlah, dan bentuk makanan yang
akan diberikan kepada bayi dan anaknya, terutama lebih banyak terjadi pada
kelompok ibu dengan anak MAD anak tidak tercapai.
2. Faktor penghambat dalam pemberian makan bayi dan anak usia 6-23 bulan yaitu,
a. Keterbatasan fasilitas memasak, pola pikir ibu yang cenderung praktis membuat
ibu membeli makanan matang untuk pemberian makan bayi dan anak.
b. Pemberian makanan selingan yang lebih sering dibandingkan makanan utama
sebagai reward agar anak tidak rewel dapat mempengaruhi nafsu makanan anak,
sehingga anak menjadi susah makan.
c. Kebiasaan yang diterapkan oleh ibu di dalam keluarga ternyata mengikuti nasehat
yang diberikan oleh orangtua atau mertua, misalnya anggapan bahwa dengan
memberikan makan sejak dini pada usia di bawah 6 bulan dapat membuat bayi
tidak rewel dan tidak cepat lapar. Hal ini masih ditemukan pada kedua kelompok
terutama pada kelompok ibu dengan anak MAD tidak tercapaiperilaku ibu

Universitas Indonesia
114

d. Belum adanya pelatihan mengenai PMBA secara menyeluruh untuk kader


menyebabkan kader belum bisa menerapkan penyuluhan/sosialisai mengenai
PMBA.
e. Keterbatsaan tenaga gizi ditambah beban kerja yang tinggi dan fasilitas
Posyandu yang kurang memadai membuat penyuluhan pemberian makan bayi
dan anak, baik untuk kader maupun ibu, tidak dapat dilakukan secara optimal.
3. Faktor pendukung dalam pemberian makan bayi dan anak usia 6-23 bulan yaitu,
a. Pengetahuan ibu yang baik dan sikap ibu yang ingin mencari tahu informasi
mengenai pemberian makan bayi dan anak, mempengaruhi perilaku ibu dalam
pemberian makan bayi dan anak
b. Akses pelayanan kesehatan yang mudah dicapai membuat ibu lebih mudah
untuk mendapatkan informasi mengenai pemberian makan bayi dan anak.
c. Keaktifan ibu dalam kegiatan Posyandu dengan mengikuti seluruh kegiatan
Posyandu mampu meningkatkan pengetahuan ibu dalam pemberian makan
bayi dan anak.
d. Daya beli keluarga yang berkaitan dengan sosial ekonomi keluarga, dimana
semakin baik ekonomi keluarga maka semakin baik pula kualitas dan kuantitas
pemberian makan bayi dan anak

7.2 Saran
Berikut ini adalah saran peneliti berdasarkan hasil penelitian yang ditujukan kepada
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat beserta Perangkatnya, serta saran bagi peneliti lain yang
memiliki ketertarikan pada tema serupa

7.2.1 Bagi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat serta Perangkatnya


1. Keterbatasan atau tidak adanya fasilitas memasak merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan ibu tidak dapat menyiapkan makanan untuk anaknya secara optimal,
perlu adanya koordinasi oleh berbagai pihak untuk mencarikan jalan keluar,
misalnya menyiapkan dapur yang dapat digunakan secara bersama oleh ibu di
lingkungan tempat tinggal ibu.
2. Membuat inovasi kedai balita sehat yang berisikan jajanan sehat yang aman dan
bergizi baik bagi balita yang dibina secara langsung oleh dinas kesehatan.

Universitas Indonesia
3. Melakukan kegiatan penyegaran (refreshing) terkait konseling pemberian makan
bayi dan anak secara berjenjang, mulai dari fasiltator kota, fasilitator Puskesmas,
sampai dengan Posyandu
4. Meningkatkan keterampilan kader dalam melakukan sosialisasi dengan melakukan
pelatihan PMBA secara menyeluruh kepada kader yang diharapkan kader dapat
membetuk kelas gizi untuk ibu dan balita, dan memfasilitasi kader alat peraga untuk
sosialisasi seperti food model dan leaflet.
5. Melibatkan anggota keluarga lain dari sasaran Posyandu (kakek, bapak, nenek, dan
saudara lain) dalam melakukan penyuluhan dan konseling pemberian makan bayi
dan anak
6. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan konseling
pemberian makan bayi dan anak di tingkat kecamatan guna mengetahui kualitas
dan kuantitas pemberian makan bayi dan anak. Hasil monitoring dan evaluasi ini
dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan solusi dalam menekan
jumlah masalah gizi seperti, stunting, wasting, dan obesitas

7.2.2 Bagi Pengembang Pengetahuan Dan Penelitian Di Bidang Gizi Dan Kesehatan
Masyarakat
Perlunya melakukan penelitian yang lebih luas mengenai ketepatan indikator
MAD dalam mengukur keadekuatan asupan makanan bayi dan anak baik termasuk
keadaan sosial ekonomi secara kuantitaif maupun kualitatif di berbagai daerah di
Indonesia.

Universitas Indonesia
116

DAFTAR PUSTAKA

Abiyoga, A. (2019). Hubungan Antara Keaktifan Ibu Dalam Kegiatan Posyandu Dengan
Status Gizi Balita. Jurnal Medika : Karya Ilmiah Kesehatan, 4(1), 1–9.
https://doi.org/10.35728/jmkik.v4i1.64

Aemro, M., Mesele, M., Birhanu, Z., & Atenafu, A. (2013). Dietary Diversity and Meal
Frequency Practices among Infant and Young Children Aged 6–23 Months in
Ethiopia: A Secondary Analysis of Ethiopian Demographic and Health Survey 2011.
Journal of Nutrition and Metabolism, 2013, 1–8.
https://doi.org/10.1155/2013/782931

Ahishakiye, J., Bouwman, L., Brouwer, I. D., Matsiko, E., Armar-Klemesu, M., &
Koelen, M. (2019). Challenges and responses to infant and young child feeding in
rural Rwanda: A qualitative study. Journal of Health, Population and Nutrition,
38(1), 1–10. https://doi.org/10.1186/s41043-019-0207-z

Aldiabat, K. M. (2013). Developing Smoking Cessation Program for Older Canadian


People: An Application of Precede-Proceed Model. American Journal of Nursing
Science, 2(3), 33. https://doi.org/10.11648/j.ajns.20130203.13

Allensworth, C. I. F. D. D. (2010). Health Promotion Programs From Theory to Practice.


Health Promotion Programes: From Theory to Practice (First Edit). United States
of America: Jossey-Bass A Wiley Imprint. https://doi.org/10.1093/heapro/13.4.349

Azwar, S. (2010). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta Pustaka Pelajar.

Barman, D., & Vadrevu, L. (2016). How is perceived community cohesion and
membership in community groups associated with children’s dietary adequacy in
disadvantaged communities? A case of the Indian Sundarbans. BMC Health Services
Research, 16, 73–82. https://doi.org/10.1186/s12913-016-1862-z

Belew, A. K., Ali, B. M., Abebe, Z., & Dachew, B. A. (2017). Dietary diversity and meal
frequency among infant and young children: a community based study. Italian
Journal of Pediatrics, 43. https://doi.org/10.1186/S13052-017-0384-6

Berhanu, Z., Alemu, T., & Argaw, D. (2019). Predictors of inappropriate complementary
feeding practice among children aged 6 to 23 months in Wonago District, South
Ethiopia, 2017; case control study. BMC Pediatrics, 19(1), 146.
https://doi.org/10.1186/s12887-019-1523-6

Universitas Indonesia
Berra, W. (2014). Knowledge, Perception and Practice of Mothers/Caretakers and
Family’s regarding Child Nutrition (under 5 years of age) in Nekemte Town,
Ethiopia. Science, Technology and Arts Research Journal, 2(4), 78.
https://doi.org/10.4314/star.v2i4.13

Black, R. E., Allen, L. H., Bhutta, Z. A., Caulfield, L. E., de Onis, M., Ezzati, M., …
Maternal and Child Undernutrition Study Group. (2008). Maternal and child
undernutrition: global and regional exposures and health consequences. Lancet
(London, England), 371(9608), 243–260. https://doi.org/10.1016/S0140-
6736(07)61690-0

BPS. (2016). BPS Kota Jakarta Pusat. Retrieved July 7, 2020, from
https://jakpuskota.bps.go.id/dynamictable/2018/02/07/24/jumlah-penduduk-
menurut-kelamin-kecamatan.html

Brody, C., Hoop, T., Vojtkova, M., Warnock, R., Dunbar, M., Murthy, P., & Dworkin, S.
L. (2015). Economic Self‐Help group Programs for Improving Women’s
Empowerment: A Systematic Review. Campbell Systematic Reviews, 11(1), 1–182.
https://doi.org/10.4073/csr.2015.19

Chand, R., Kumar, A., Singh, N., & Vishwakarma, S. (2018). Knowledge, attitude and
practices about complementary feeding among mothers of children aged 6 to 24
months in tertiary care centre of Kumaun region, India. International Journal of
Contemporary Pediatrics, 5(6), 2142. https://doi.org/10.18203/2349-
3291.ijcp20184271

Dasgupta, A., SouravNaiya, Ray, S., ArnabGhosal, Pravakar, R., & Ram, P. (2014).
Assessment of infant and young child feeding practices among the mothers in a slum
area of kolkata: a cross sectional study. Retrieved from
https://www.semanticscholar.org/paper/Assessment-of-infant-and-young-child-
feeding-among-Dasgupta-
SouravNaiya/5dbc8b2af730c3729d1bbd8caa696138ae244966

Debruyne, L. K., Pinna, K., & Whitney, E. (2016). Nutrition & Diet Therapy, Ninth
Edition. USA: Cengage Learning.

Detiniaty, F. (2017). Perilaku ibu dalam pemberian makan bayi dan anak stunting usia
0-23 bulan (studi kualitatif di kecamatan Lape, kabupaten Sumbawa tahun 2017).
Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Depok : Universitas Indonesia.

Universitas Indonesia
118

Dewey, K. G., & Adu-Afarwuah, S. (2008). Systematic review of the efficacy and
effectiveness of complementary feeding interventions in developing countries.
Maternal & Child Nutrition, 4(s1), 24–85. https://doi.org/10.1111/j.1740-
8709.2007.00124.x

Enggartiasti, R. (2017). Faktor Dominan Kejadian Stunting pada Anak Usia 6-23 Bulan
di Jakarta Utara Tahun 2017. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Depok :
Universitas Indonesia.

Eshete, T., Kumera, G., Bazezew, Y., Mihretie, A., & Marie, T. (2018). Determinants of
inadequate minimum dietary diversity among children aged 6–23 months in
Ethiopia: secondary data analysis from Ethiopian Demographic and Health Survey
2016. Agriculture & Food Security, 7(1), 66. https://doi.org/10.1186/s40066-018-
0219-8

Friedman, M. M., Bowden, V. R., & Jones, E. (2003). Family Nursing :Rresearch, Theory
&amp; Practice. (Prentice Hall, Ed.). Retrieved from
https://books.google.com.mx/books/about/Family_Nursing.html?id=mkBtAAAA
MAAJ&redir_esc=y

Fuada, N., & Irawati, A. (2014). The Ability of Integrated Health Center Cadre on
Height/Length Measurement of Underfive Children.

Gabriela Sanjaya. (2017). Suplementasi vitamin a sebagai faktor dominan kejadian


stunting pada anak usia 6-23 bulan di Jakarta Barat tahun 2017. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Depok : Universitas Indonesia.

Gautam, K. P., Adhikari, M., Khatri, R. B., & Devkota, M. D. (2016). Determinants of
infant and young child feeding practices in Rupandehi , Nepal. BMC Research Notes,
1–7. https://doi.org/10.1186/s13104-016-1956-z

Green, L., & Kreuter, M. (2005). Health program planning: An educational and
ecological approach. (4th ed., Vol. 1). Michigan: McGraw-Hill Education.

Hajela, R. (2015). Understand Lactation and Lactation Failure: Fight the curse of
insufficient breast milk. Scholars Journal of Applied Medical Sciences (SJAMS,
3(9B), 3289–3301. Retrieved from www.saspublisher.com

Hamilton, K., Daniels, L., White, K. M., Murray, N., & Walsh, A. (2011). Predicting
mothers’ decisions to introduce complementary feeding at 6 months. An
investigation using an extended theory of planned behaviour. Appetite, 56(3), 674–
681. https://doi.org/10.1016/j.appet.2011.02.002

Universitas Indonesia
Herlistia, B. H. R., & Muniroh, L. (2016). Hubungan Pemberian Makanan Pendamping
Asi (Mp-Asi) Dan Sanitasi Rumah Dengan Status Gizi Bayi Keluarga Miskin
Perkotaan. Media Gizi Indonesia, 10(1), 76–83.
https://doi.org/10.20473/MGI.V10I1.76-83

Hestuningtyas, T. R., & Noer, E. R. (2014). Pengaruh Konseling Gizi Terhadap


Pengetahuan, Sikap, Praktik Ibu Dalam Pemberian Makan Anak, Dan Asupan Zat
Gizi Anak Stunting Usia 1-2 Tahun Di Kecamatan Semarang Timur. Journal of
Nutrition College, 3(1), 17–25. https://doi.org/10.14710/jnc.v3i1.4520

Jones, A. D., Smith, L. E., Zongrone, A. A., Ickes, S. B., Jones, A. D., Smith, S. B., …
Stoltzfus, R. J. (2014). World Health Organization infant and young child feeding
indicators and their associations with child anthropometry: a synthesis of recent
findings . Maternal & Child Nutrition, 10(1), 1–17.
https://doi.org/10.1111/mcn.12070

Joshi, N., Agho, K. E., Dibley, M. J., Senarath, U., & Tiwari, K. (2012). Determinants of
inappropriate complementary feeding practices in young children in Nepal:
secondary data analysis of Demographic and Health Survey 2006. Maternal & Child
Nutrition, 8, 45–59. https://doi.org/10.1111/j.1740-8709.2011.00384.x

Kabir, A., & Maitrot, M. R. L. (2017). Factors influencing feeding practices of extreme
poor infants and young children in families of working mothers in Dhaka slums: A
qualitative study. PLoS ONE, 12(2). https://doi.org/10.1371/journal.pone.0172119

Kamran, A., Sharifirad, G., Nasiri, K., Soleymanifard, P., Savadpour, M. T., &
Akbarhaghighat, M. (2017). Determinants of Complementary Feeding Practices
among Children Aged 6-23: a Community based Study. Int J Pediatr, 5(39).
https://doi.org/10.22038/ijp.2016.7811

Kemenkes RI. (2014a). Panduan Fasilitator : Modul Pelatihan Konseling Pemberian


Makan Bayi dan Anak.

Kemenkes RI. (2014b). Pedoman Gizi Seimbang. Kementrian Kesehatan RI, 1(4), 53.

Kemenkes RI. (2017). Indonesia Minimum Service Standards for Nutrition : Technical
Brief for District Health Administrators, (April).

Universitas Indonesia
120

Khan, G. N., Ariff, S., Khan, U., Habib, A., Umer, M., Suhag, Z., … Soofi, S. (2017).
Determinants of infant and young child feeding practices by mothers in two rural
districts of Sindh, Pakistan: a cross-sectional survey. International Breastfeeding
Journal, 12, 40. https://doi.org/10.1186/s13006-017-0131-z

Khanal, V., Sauer, K., & Zhao, Y. (2013). Determinants of complementary feeding
practices among Nepalese children aged 6-23 months: Findings from demographic
and health survey 2011. BMC Pediatrics, 13(1). https://doi.org/10.1186/1471-2431-
13-131

Korday, C. S., Sharma, R. K., & Malik, S. (2018). Assessment of nutritional status in
children using WHO IYCF indicators : an institution based study, 5(3), 783–790.

Kresno, E. M. S. (2016). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Bidang Kesehatan.


Rajagrafindo Persada. Retrieved from
http://www.rajagrafindo.co.id/produk/metodologi-penelitian-kualitatif-untuk-
bidang-kesehatan/

Kumala, R., Ulfah, D., Nurmala, A., Saputri, S., Febriany, V., & Kusuma, I. N. (2016).
Toward Pro-poor Policy through Research EXECUTIVE SUMMARY Opinion
Leader Research on Barriers to Optimal Infant and Young Child Feeding Practices
in Indonesia.

Kumar, N., Scott, S., Menon, P., Kannan, S., Cunningham, K., Tyagi, P., … Quisumbing,
A. (2018). Pathways from women’s group-based programs to nutrition change in
South Asia: A conceptual framework and literature review. Global Food Security,
17, 172–185. https://doi.org/10.1016/J.GFS.2017.11.002

Kusumawardani, N., Soerachman, R., Laksono, A. D., Indrawati, L., Sari, P., & Paramita,
A. (2015). Penelitian Kualitatif di Bidang Kesehatan. Journal of Chemical
Information and Modeling (Vol. 53).
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Lohia, N., & Udipi, S. A. (2014). Infant and child feeding index reflects feeding practices,
nutritional status of urban slum children. BMC Pediatrics, 14, 290.
https://doi.org/10.1186/s12887-014-0290-7

Marotz, L. R. (2012). Health, Safety, and Nutrition for the Young Child (Eight Edit).
Cengage Learning.

Mayasari, D., Noor, I., & Satria, D. (2018). Analisis Pola Konsumsi Pangan
Rumahtangga, 18(1).

Universitas Indonesia
Mayasari, D., Satria, D., & Noor, I. (2018). Analisis Pola Konsumsi Pangan Berdasarkan
Status IPM di Jawa Timur The Pattern of Food Consumption Based on HDI in East
Java. Jurnal Ekonomi Dan Pembangunan Indonesia, 18(Januari), 191–213.

MCA. (2014). Pelatihan Konseling Pemberian Makan Bayi dan Anak ( PMBA ), (21).

McKenzie, James F, Brad L. Neiger, R. T. (2013). Planning, Implementing and


Evaluating Health Promotion Programs: A Primer. Journal of Physical Therapy
Education (Vol. 19). https://doi.org/10.1097/00001416-200507000-00017

Mekonnen, T. C., Workie, S. B., Yimer, T. M., & Mersha, W. F. (2017). Meal frequency
and dietary diversity feeding practices among children 6-23 months of age in
Wolaita Sodo town, Southern Ethiopia. Journal of Health, Population, and
Nutrition, 36(1), 18. https://doi.org/10.1186/s41043-017-0097-x

Mildred O. Guirindola, Ma. Lynell V. Maniego, Catherine J. Silvestre, and C. C. S. A.


(2018). Determinants of Meeting the Minimum Acceptable Diet Among Filipino
Children Aged 6-23 Months. Philippine Journal of Science, 147(March), 75–89.
Retrieved from
http://philjournalsci.dost.gov.ph/images/pdf_upload/pjs2018/1stQtr/determinants_o
f_meeting_the_minimum_acceptable_diet.pdf

Mitchodigni, I. M., Hounkpatin, W. A., Ntandou-Bouzitou, G., Avohou, H., Termote, C.,
Kennedy, G., & Hounhouigan, & D. J. (2017). Complementary feeding practices:
determinants of dietary diversity and meal frequency among children aged 6-23
months in Southern Benin. Food Sec, (9), 1117–1130.
https://doi.org/10.1007/s12571-017-0722-y

Mokori, A., Schonfeldt, H., & Hendriks, S. L. (2017). Child factors associated with
complementary feeding practices in Uganda. South African Journal of Clinical
Nutrition, 30(1), 7–14. https://doi.org/10.1080/16070658.2016.1225887

Molla, M., Ejigu, T., & Nega, G. (2017). Complementary Feeding Practice and
Associated Factors among Mothers Having Children 6–23 Months of Age, Lasta
District, Amhara Region, Northeast Ethiopia. Advances in Public Health, 2017, 1–
8. https://doi.org/10.1155/2017/4567829

Namey, N. M. C. W. K. M. M. G. G. E. (2005). Qualitative Research Methods Collector,


Data Module, Field Guide. USA: Family Health International.
https://doi.org/10.2307/3172595

Nankumbi, J., & Muliira, J. K. (2015). Barriers to Infant and Child-feeding Practices : A
Qualitative Study of Primary Caregivers in Rural Uganda, 33(1), 106–116.

Universitas Indonesia
122

Ng, C. S., Dibley, M. J., & Agho, K. E. (2012). Complementary feeding indicators and
determinants of poor feeding practices in Indonesia: a secondary analysis of 2007
Demographic and Health Survey data. Public Health Nutrition, 15(5), 827–839.
https://doi.org/10.1017/S1368980011002485

Nkoka, O., Mhone, T. G., & Ntenda, P. A. M. (2018). Factors associated with
complementary feeding practices among children aged 6–23 mo in Malawi: an
analysis of the Demographic and Health Survey 2015–2016. International Health,
10(6), 466–479. https://doi.org/10.1093/inthealth/ihy047

Notoatmodjo, S. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan (Edisi Revisi 2012).

Nugrahaeni, D. E. (2018). Pencegahan Balita Gizi Kurang Melalui Penyuluhan Media


Lembar Balik Gizi. Amerta Nutr, 113–124.
https://doi.org/10.20473/amnt.v2.i1.2018.113-124

Nurlinawati Sahar, J., & Permatasari, H. (2016). Dukungan Keluarga Terhadap


Pemberrian ASI Ekslusif Pada Bayi di Kota Jambi. Jambi Medical Journal “Jurnal
Kedokteran Dan Kesehatan,” 4(1). https://doi.org/10.22437/JMJ.V4I1.3102

Olatona, F. A., Adenihun, J. O., Aderibigbe, S. A., & Adeniyi, O. F. (2017).


Complementary Feeding Knowledge, Practices, and Dietary Diversity among
Mothers of Under-Five Children in an Urban Community in Lagos State, Nigeria.
International Journal of MCH and AIDS, 6(1), 46–59.
https://doi.org/10.21106/ijma.203

Putriningrum, E., Joebagio, H., & Poncorini, E. (2016). Exclusive Breast Feeding
Management. Journal of Health Policy and Management.
https://doi.org/10.26911/thejhpm.2016.01.01.03

Rahmawati, S. M., Madanijah, S., Anwar, F., & Kolopaking, R. (2019). The effectiveness
education of counseling of infant and young child feeding as intensive to improve
counseling performance of Posyandu cadres in Bogor, Indonesia. International
Journal Of Community Medicine And Public Health, 6(6), 2280.
https://doi.org/10.18203/2394-6040.ijcmph20192138

Universitas Indonesia
Roshita, A., Schubert, E., & Whittaker, M. (2012). Child-care and feeding practices of
urban middle class working and non-working Indonesian mothers: A qualitative
study of the socio-economic and cultural environment. Maternal and Child
Nutrition, 8(3), 299–314. https://doi.org/10.1111/j.1740-8709.2011.00298.x

Russell, C. G., Taki, S., Azadi, L., Campbell, K. J., Laws, R., Elliott, R., & Denney-
Wilson, E. (2016). A qualitative study of the infant feeding beliefs and behaviours
of mothers with low educational attainment. BMC Pediatrics, 16(1), 1–14.
https://doi.org/10.1186/s12887-016-0601-2

Samuel, F. O., Olaolorun, F. M., & Adeniyi, J. D. (2016). A training intervention on child
feeding among primary healthcare workers in Ibadan Municipality. African Journal
of Primary Health Care & Family Medicine, 8(1).
https://doi.org/10.4102/phcfm.v8i1.884

Sartika, R. A. D. (2010). An Analysis on The Usage of Health Service Related to


Nutritional Status of Under-five Years Old Children. Journal of Public Health
University of Indonesia, 5(2), 76–83.

Savage, J. S., Rollins, B. Y., Kugler, K. C., Birch, L. L., & Marini, M. E. (2017).
Development of a theory-based questionnaire to assess structure and control in
parent feeding (SCPF). The International Journal of Behavioral Nutrition and
Physical Activity, 14(1), 9. https://doi.org/10.1186/s12966-017-0466-2

Senarath, U., Agho, K. E., Akram, D.-S., Godakandage, S. S. P., Hazir, T., Jayawickrama,
H., … Dibley, M. J. (2012). Comparisons of complementary feeding indicators and
associated factors in children aged 6-23 months across five South Asian countries.
Maternal & Child Nutrition, 8, 89–106. https://doi.org/10.1111/j.1740-
8709.2011.00370.x

Shams, N., Mostafavi, F., & Hassanzadeh, A. (2016). Determinants of complementary


feeding practices among mothers of 6–24 months failure to thrive children based on
behavioral analysis phase of PRECEDE model, Tehran. Journal of Education and
Health Promotion, 5(1), 24. https://doi.org/10.4103/2277-9531.184565

Siagian, D. S., & Herlina, S. (2018). Analisa Pengetahun Dan Tradisi Keluarga Terhadap
Pemberian Makanan Prelakteal Di Kota Pekanbaru. Profesi (Profesional Islam) :
Media Publikasi Penelitian, 16(1), 35. https://doi.org/10.26576/profesi.292

Sinhababu, A., Mukhopadhyay, D. K., Panja, T. K., Saren, A. B., Mandal, N. K., &
Biswas, A. B. (2010). Infant- and Young Child-feeding Practices in Bankura
District, West Bengal, India. Journal of Health, Population and Nutrition, 28(3).
https://doi.org/10.3329/jhpn.v28i3.5559

Universitas Indonesia
124

Solomon, D., Aderaw, Z., & Tegegne, T. K. (2017). Minimum dietary diversity and
associated factors among children aged 6–23 months in Addis Ababa, Ethiopia.
International Journal for Equity in Health, 16(1), 181.
https://doi.org/10.1186/s12939-017-0680-1

Subdin Kesehatan Masyarakat. (2018). Daftar Puskesmas Jakarta Pusat.

Tassew, A. A., Tekle, D. Y., Belachew, A. B., & Adhena, B. M. (2019). Factors affecting
feeding 6–23 months age children according to minimum acceptable diet in
Ethiopia: A multilevel analysis of the Ethiopian Demographic Health Survey. PLOS
ONE, 14(2), e0203098. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0203098

Udoh, E. E., & Amodu, O. K. (2016). Complementary feeding practices among mothers
and nutritional status of infants in Akpabuyo Area, Cross River State Nigeria.
SpringerPlus, 5(1), 2073. https://doi.org/10.1186/s40064-016-3751-7

UNICEF/WHO/World Bank Group. (2017). Levels and Trends in Child Malnutrition


Edition. Joint Child Malnutrition Estimates 2017 Edition.

WHO. (2009). Infant and young child feeding Model Chapter for textbooks for medical
students and allied health professionals. World Helath Organization. Retrieved from
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/44117/9789241597494_eng.pdf?s
equence=1

WHO. (2011). Indicators for Assessing Infant and Young Child Feeding Practices : Part
3 Country Profiles.

WHO. (2018). WHO | Complementary feeding. WHO. Retrieved from


https://www.who.int/nutrition/topics/complementary_feeding/en/

Widaryanti, R., & Rahmuniyati, M. E. (2019). evaluasi pasca pelatihan pemberian makan
bayi dan anak (PMBA) pada kader posyandu terhadap peningkatan status gizi bayi
dan balita. Jurnal Formil (Forum Ilmiah) Kesmas Respati, 4(2), 163.
https://doi.org/10.35842/formil.v4i2.273

Widia, M. (2019). Faktor determinan terhadap capaian minimum acceptable diet pada
anak usia 6-23 bulan di jakarta pusat tahun 2019.Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Depok : Universitas Indonesia.

Universitas Indonesia
Willy Wildan Saputra. (2017). Suplementasi vitamin A sebagai faktor dominan kejadian
stunting pada anak usia 6-23 bulan di Jakarta Selatan tahun 2017. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Depok : Universitas Indonesia.

Yeganeh, S., Motamed, N., NajafpourBoushehri, S., & Ravanipour, M. (2018).


Assessment of the knowledge and attitude of infants’ mothers from Bushehr (Iran)
on food security using anthropometric indicators in 2016: a cross-sectional study.
BMC Public Health, 18(1), 621. https://doi.org/10.1186/s12889-018-5531-5

Zahtamal, Restuastuti, T., & Chandra, F. (2011). Determinant Factor Analysis on Mother
and Child Health Service Problem. Kesmas-National Public Health Journal, 6(1),
9–16.

Zulkifli. (2012). Surveilans Pertumbuhan Anak Melalui Pendekatan Learning


Organization. (F. A. Gobel, Ed.), Pustaka Timur. Yogyakarta.

Universitas Indonesia
Lampiran 1 Surat Lolos Etik Penelitian

126
Universitas Indonesia
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian

Universitas Indonesia
128

Lampiran 3 Surat Rekomendasi Izin Lokasi Penelitian

Universitas Indonesia
Lampiran 4 Informed Consent dan Panduan FGD dan WM

LEMBAR PERSETUJUAN
(Informed Consent FGD)

Assalamu’alaikum Wr. Wb /Selamat Pagi/Siang/Sore


Perkenalkan nama saya Sheila Ridhawaty, Mahasiswa S2 Reguler 2018 Peminatan Gizi
Kesehatan Masyarakat, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang faktor
penghambat dan pendukung dalam praktik pemberian makan bayi dan anak usia 6-23 bulan di
Jakarta Pusat.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mendalam tentang faktor penghambat dan
pendukung dalam praktik pemberian makan bayi dan anak usia 6-23 bulan di Jakarta Pusat Tahun
2020. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai faktor pendukung
dan penghambat dalam praktik pemberian makan bayi dan anak serta yang melatarbelakangi
faktor tersebut khususnya pada ibu yang memiliki anak usia 6-23 bulan. Melalui penelitian ini
diharapkan saudara/i juga mendapatkan gambaran mengenai faktor pendukung dan penghambat
dalam praktik pemberian makan bayi dan anak. Informan dalam penelitian ini adalah ibu yang
memiliki anak usia 6-23 bulan.
Penelitian ini aman bagi saudara/i karena hanya akan dilakukan diskusi bersama dan wawancara.
Bersama ini saya mohon kesediaan saudara/i secara sukarela untuk dapat menjadi informan dalam
penelitian ini. Selain itu kami mohon ijin untuk merekam pembicaraan saudara/i dengan
menggunakan alat perekam suara/ voice recorder sebagai bahan penelitian selama 30-60 menit.
Tidak ada penilaian (benar atau salah) terhadap jawaban yang diberikan. Saudara/i dapat
menjawab sesuai dengan apa yang saudara/i rasakan selama ini, sesuai pendapat dan pandangan
saudara/i pribadi. Identitas saudara/i dan seluruh jawaban saudara/i berikan akan saya jaga
kerahasiaanya hanya untuk kepentingan penelitian ini.
Sebagai pengganti waktu yang saudara/i, berikan untuk berdiskusi dan wawancara, saya
menyediakan souvenir. Apabila karena satu dan lain hal saudara/i merasa tidak nyaman selama
diskusi dan wawancara, saudara/i berhak mengehentikan dan tidak melanjutkan proses tersebut.
Apabila saudara/i membutuhkan keterangan lebih lanjut, saudara/i dapat menghubungi saudari
Sheila Ridhawaty di No HP: 085722393519. Terimakasih.
Saya yang bertandatangan di bawah ini, setuju untuk menjadi informan:
Nama :…………………………………………………………………………………………
Alamat :…………………………………………………………………………………………

Terimakasih atas kesediaan saudara/i untuk ikut serta dalam penelitian ini. Semoga penelitian ini
dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan menambah referensi terbaru terkait praktik
pemberian makanan bayi dan anak usia 6-23 bulan

Jakarta, / / 2020

Pewawancara Informan

(………………………….) (………………………….)

Universitas Indonesia
130

Panduan Focus Group Discussion (FGD) Informan Ibu bayi/anak


Petunjuk Diskusi
1. Memperkenalkan identitas tim fasilitator (peneliti utama, notulen, dan anggota lainnya yang
hadir).
2. Memberikan penjelasan dan membacakan informed consent dan meminta informan
menandatangani secara sukarela.
3. Menjelaskan secara singkat tentang tujuan diskusi dan hasil yang diharapkan dari diskusi
kelompok terarah ini.
4. Meminta izin memulai diskusi serta mencatat waktu awal dan akhir diskusi.
5. Meminta izin informan untuk dapat melakukan pendokumentasian selama kegiatan diskusi
kelompok terarah berlangsung.
6. Memulai diskusi dan melakukan record selama diskusi kelompok berlangsung
7. Menanyakan informasi umum identitas informan dan melakukan diskusi sesuai pedoman
pertanyaan

FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG DALAM KEBERHASILAN PRAKTIK


PEMBERIAN MAKAN BAYI DAN ANAK USIA 6-23 BULAN
(Studi Kualitatif di Jakarta Pusat Tahun 2019)

A. Data Peserta FGD

Usia
Usia Pendidikan Pekerjaan Nama Jumlah
No Nama Ibu Anak Alamat Ket
(Tahun) Terakhir Ibu Anak Anak
(Bulan)
1

10

11

12

Universitas Indonesia
B. Materi FGD

No Variabel Pertanyaan

1. Perilaku Ibu dalam 1. Bagaimana pendapat ibu mengenai pemberian ASI kepada bayi/anak?
pemberian makan Probing:
bayi dan anak usia - Apakah ASI masih diberikan sampai saat ini
0-23 bulan - Jika masih, diberikan berapa kali perhari?
- Alasan kenapa ASI masih diberikan?
- Jika sudah tidak diberikan, tanyakan alasan kenapa ASI tidak lagi diberikan?
2. Dapatkah ibu ceritakan, bagaimana pengalaman ibu dalam memberi makan
bayi/anaknya?
Probing:
- Bagaimana cara memberikan makan?
- Sejak usia berapa diberikan makanan?
- Makanan apa saja yang sudah diberikan?
- Berapa kali makanan diberikan dalam sehari?
- Berapa jumlah/makanan yang diberikan?
- Bagaimana bentuk/tekstur makanan yang diberikan?
- Bagaimana variasi/keragaman makanan yang diberikan?
- Darimana bahan makanan tersebut diperoleh?
3. Menurut ibu, apa saja hambatan/ kendala yang dihadapi selama ini dalam pemberian
makan bayi/anak?
Probing:
- Jelaskan hambatan/kendala yang dihadapi?
- Bagaimana cara ibu mengatasi hambatan/kendala dalam pemberian makan
bayi/anak?
4. Sepengetahuan ibu, bagaimana pelaksanaan kegiatan konseling/penyuluhan pemberian
makan bayi/anak selama ini di pelayanan kesehatan (Posyandu maupun di Puskesmas)?
Probing:
- Pernahkah dilakuakan kegiatan koseling/penyuluhan pemberian makan bayi/anak di
pelayanan kesehatan?
- Apa saja sarana dan prasarana yang biasa digunakan dalam konseling/penyuluhan
pemberian makan bayi/anak?
- Pernahkah ibu melakukan konseling pemberian makan bayi/anak?
- Ceritakan apa saja informasi yang ibu dapatkan?

Faktor Predisposisi

1. Menurut ibu, bagaimana ibu mengetahui tetang ASI Ekslusif?


Probing:
- Darimana informasi ASI Ekslusif diperoleh?
- Manfaat ASI yang ibu ketahui?
- Apa yang ibu ketahui mengenai ASI Ekslusif (dari segi cara pemberian dan usia
pemberian)?
2. Apakah ibu mengetahui tentang bagaimana pemberian makan yang tepat pada bayi/anak
usia 6-23 bulan?
Pengetahuan
2. Probing:
- Menurut ibu apa saja yang harus diperhatikan?
- Bagaimana jumlah, bentuk, frekuensi pemberian, variasi makanan/ penggunaan
bahan makanan lokal, kebersihan dalam mengolah dan memberi makan bayi/anak?
3. Apakah ibu pernah mendengar atau mendapatkan konseling/penyuluhan pemberian
makan bayi/anak?
Probing:
- Jika jawaban Ya, Dimana ibu diberikan penyuluhan pemberian makan bayi/anak, dan
siapa yang memberikan penyuluhan tersebut?

Universitas Indonesia
132

No Variabel Pertanyaan

- Jika jawaban tidak, darimana ibu memperoleh informasi mengenai cara pemberian
makan bayi/anak dan ceritakan apa saja informasi yang diperoleh?

3. Sikap 1. Bagaimana tanggapan/ pandangan ibu, terhadap pemberian ASI Ekslusif (ASI saja sejak
usia 0-6 bulan)?
Probing:
- Bagaimana di keluarga ibu/bapak?
2. Bagaimana tanggapan/ pandangan ibu tentang praktik pemberian makan pada bayi/anak
yang dilakukan selama ini?

4. Tradisi 1. Bagaimana menurut ibu tradisi/kebiasaan yang berlaku dimasyarakat setempat mengenai
makanan/minuman yang sebaiknya diberikan pada bayi/anak usia 6-23 bulan?
Probing:
- Apakah ada makanan/minuman tertentu yang sebaiknya di berikan dan tidak
diberikan?
2. Bagaimanan menurut ibu mengenai makanan/minuman yang dianggap tabu/pantagan
untuk diberikan pada bayi/anak usia 6-23 bulan?
Probing:
- Apakah ada jenis makanan/minuman yang dipantang?
- Jelaskan alasan mengapa makanan/minuman tersebut dipantang?

Faktor Penguat
5. Dukungan 1. Bagaimana dukungan dari keluarga dekat (suami, nenek, pengasuh lain) kepada ibu
Keluarga selama ini dalam praktik pemberian makan pada bayi/anak?
Probing:
- Bagaimana bentuk dukungan yang diberikan?

6. Dukungan Kader 1. Bagaimana dukungan dari kader kepada ibu selama ini dalam praktik pemberian makan
Posyandu pada bayi/anak?
Probing:
- Bagaimana bentuk dukungan yang diberikan?

7. Dukungan petugas 1. Bagaimana dukungan petugas kesehatan (bidan, perugas gizi atau petugas kesehatan
kesehatan lainnya) kepada ibu selama ini dalam praktik pemberian makan pada bayi/anak?
Probing:
- Bagaimana bentuk dukungan yang diberikan?

Faktor Pemungkin
8. Akses ke 1. Bagaimana cara ibu selama ini jika ingin berkunjung ke pelayanan kesehatan (Posyandu,
pelayanan bidan atau puskesmas)?
kesehatan Probing:
- Bagaimana jarak anatara tempat pelayan kesehatan dan tempat tinggal ibu?
- Apa saja hambatan yang ibu temui?
- Bagaimana cara ibu mengatasi hambatan tersebut?
2. Bagaimana keikutsertaan ibu dalam pelaksanaan kegiatan posyandu selama ini?
Probing:
- Selama beberpa bulan terakhir ini berapa kali ibu membawa bayi/anak ke posyandu?

9. Daya beli keluarga 1. Bagaimana harga pangan yang digunakan untuk bahan makanan bayi/anak di wilayah
tempat ibu tinggal?
Probing:
- Sejauh mana keterjangkauan keluarga ibu membeli bahan pangan tersebut?
2. Apa saja hambatan yang dihadapi ibu tekait harga pangan yang digunakan sebagai bahan
makan bayi/anak?

Universitas Indonesia
No Variabel Pertanyaan

3. Bagaimana solusi yang ibu lakukan untuk mengatasi hambatan tersebut?

10. Akses dan 1. Bagaimana ketersediaan pangan, di tempat tinggal ibu?


pemanfaatan Probing:
pangan - Bagaimana selama ini ibu memperoleh pangan yang digunakan sebagai bahan
makanan bagi bayi/anak?
- Apakah ada hambatan yang ditemui ibu untuk memperoleh pangan tersebut?
- Bagaimana solusi yang ibu lakukan untuk mengatasi hambatan tersebut?
2. Apa saja bahan makanan yang biasa ibu berikan kepada bayi/anak?
Probing:
- Bagaimana cara pengolahan bahan makanan tersebut?

Universitas Indonesia
134

LEMBAR PERSETUJUAN
(Informed Consent Wawancara Mendalam Kader)

Assalamu’alaikum Wr. Wb/Selamat Pagi/Siang/Sore


Perkenalkan nama saya Sheila Ridhawaty, Mahasiswa S2 Reguler 2018 Peminatan Gizi
Kesehatan Masyarakat, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang faktor
Penghambat dan Pendukung dalam Praktik Pemberian Makan Bayi dan Anak Usia 6-23 Bulan di
Jakarta Pusat.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mendalam tentang faktor penghambat dan
pendukung dalam praktik pemberian makan bayi dan anak usia 6-23 bulan di Jakarta Pusat Tahun
2020. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai faktor pendukung
dan penghambat dalam praktik pemberian makan bayi dan anak serta yang melatarbelakangi
faktor tersebut khususnya pada ibu yang memiliki anak usia 6-23 bulan. Melalui penelitian ini
diharapkan saudara/i juga mendapatkan gambaran mengenai faktor pendukung dan penghambat
dalam praktik pemberian makan bayi dan anak. Informan dalam penelitian ini adalah Kader
Posyandu.
Penelitian ini aman bagi saudara/i karena hanya akan dilakukan wawancara. Bersama ini saya
mohon kesediaan saudara/i secara sukarela untuk dapat menjadi informan dalam penelitian ini.
Selain itu kami mohon ijin untuk merekam pembicaraan saudara/i dengan menggunakan alat
perekam suara/ voice recorder sebagai bahan penelitian selama 30-60 menit. Tidak ada penilaian
(benar atau salah) terhadap jawaban yang diberikan. Saudara/i dapat menjawab sesuai dengan apa
yang saudara/i rasakan selama ini, sesuai pendapat dan pandangan saudara/i pribadi. Identitas
saudara/i dan seluruh jawaban saudara/i berikan akan saya jaga kerahasiaanya hanya untuk
kepentingan penelitian ini.
Sebagai pengganti waktu yang saudara/i, berikan untuk wawancara, saya menyediakan souvenir.
Apabila karena satu dan lain hal saudara/i merasa tidak nyaman selama wawancara, saudara/i
berhak mengehentikan dan tidak melanjutkan proses tersebut. Apabila saudara/i membutuhkan
keterangan lebih lanjut, saudara/i dapat menghubungi saudari Sheila Ridhawaty di No HP:
085722393519. Terimakasih.
Saya yang bertandatangan di bawah ini, setuju untuk menjadi informan:
Nama :…………………………………………………………………………………………
Alamat :…………………………………………………………………………………………

Terimakasih atas kesediaan saudara/i untuk ikut serta dalam penelitian ini. Semoga penelitian ini
dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan menambah referensi terbaru terkait praktik
pemberian makanan bayi dan anak usia 6-23 bulan

Jakarta, / / 2020

Pewawancara Informan

(………………………….) (………………………….)

Universitas Indonesia
Panduan Wawancara Mendalam (WM) Kader Posyandu
Petunjuk Diskusi
1. Memperkenalkan identitas tim fasilitator (peneliti utama, notulen, dan anggota lainnya yang
hadir).
2. Memberikan penjelasan dan membacakan informed consent dan meminta informan
menandatangani secara sukarela.
3. Menjelaskan secara singkat tentang tujuan diskusi dan hasil yang diharapkan dari wawancara
ini.
4. Meminta izin memulai diskusi serta mencatat waktu awal dan akhir diskusi.
5. Meminta izin informan untuk dapat melakukan pendokumentasian selama kegiatan diskusi
kelompok terarah berlangsung.
6. Memulai diskusi dan melakukan record selama wawancara berlangsung
7. Menanyakan informasi umum identitas informan dan melakukan wawancara sesuai
pedoman pertanyaan

FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG DALAM KEBERHASILAN PRAKTIK


PEMBERIAN MAKAN BAYI DAN ANAK USIA 6-23 BULAN
(Studi Kualitatif di Jakarta Pusat Tahun 2019)

A. Data Informan

Nama Informan

Usia Informan (Tahun)

Pendidikan Terakhir

Nama Posyandu

Masa Kerja Sebagai Kader (Tahun)

Alamat

Nomor Handphone

Universitas Indonesia
136

B. Materi Wawancara

No Variabel Pertanyaan

1. Perilaku Ibu dalam 1. Bagaimana pengalaman ibu selama menjadi kader posyandu?
pemberian makan Probing:
bayi dan anak usia - Apa saja yang sudah ibu lakukan sebagai kader posyandu sampai saat ini?
0-23 bulan 2. Menurut ibu, apa hambatan/kendala yang dihadapi dalam menjalankan peran/tugas
sebagai kader posyandu?
Probing:
- Bagaimana solusinya?
3. Pelatihan apa saja yang pernah ibu peroleh selama menjadi kader posyandu?
Probing:
- Apa saja informasi yang didapat dari tiap pelatihan yang diikuti?
4. Menurut kader posyandu, bagaimana pemanfaatan bahan makanan lokal yang dilakukan
oleh ibu untuk bahan makan bayi/anak?
Probing:
- Bagaimana cara memperoleh bahan makanan?
- Bagaimana cara mengolahnya?
5. Sepengetahuan ibu, bagaimana praktik pemberian makan yang dilakukan ibu kepada
bayi/anak di wilayah ini?
Probing:
- Bagaimana cara pemberian makan bayi/anak dilihat dari bentuk? Jelaskan!
- Bagaimana cara pemberian makan bayi/anak dilihat dari tekstur? Jelaskan!
- Bagaimana cara pemberian makan bayi/anak dilihat dari jumlah? Jelaskan!
- Bagaimana cara pemberian makan bayi/anak dilihat dari frekuensi pemberian?
Jelaskan!
- Bagaimana cara pemberian makan bayi/anak dilihat dari variasi makanan? Jelaskan!
6. Bagaimana pelaksanaan pelatihan konseling pemberian makan bayi/anak di wilayah
kerja ibu?
Probing:
- Apakah ibu pernah mengikuti pelatihan?
- kapan pelatihan diikuti?
- dimana pelatihan dilakukan?
- Siapa yang melatih?
- Informasi apa yang diperoleh?
- Berapa lama konseling di lakukan (jam/hari)
7. Menurut ibu, apa saja hambatan/kendala dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan konseling
pemberian makan bayi/anak?
Probing:
- Bagaimana solusinya?
8. Menurut ibu, apa saja saran dan harapan ibu terkait pelaksanaan kegiatan
konseling/penyuluhan pemberian makan bayi/anak di wilayah ini?

Faktor Penguat

1. Sepengetahuan kader, bagaimana dukungan dari kelurarga dekat ibu yag memeiliki
bayi/anak usia 6-23 bulan (suami, nenek, pengasuh lain) terhadap praktik pemberian
Dukungan
makan pada bayi/anak?
2. Keluarga
Probing:
- Bagaimana bentuk dukungannya?

3. Dukungan kader 1. Menurut kader, bagaimana peranan kader Posyandu selama ini terhadap praktik
posyandu pemberian makan pada bayi/anak?
Probing:
- Bagaimana bentuk dukungannya?

Universitas Indonesia
No Variabel Pertanyaan

2. Apa yang memotivasi kader untuk membantu ibu dalam praktik pemberian makan
bayi/anak?
Probing:
- Alasan kader melakukan konseling/penyuluhan pemberian makan bayi/anak ke ibu
bayi/anak 6-23 bulan?

4. Dukungan petugas 1. Menurut kader, sejauh mana petugas kesehatan (bida, petugas gizi, dan petugas
kesehatan kesehatan lainnya) membantu ibu dalam praktik pemberian makan bayi/anak?
Probing:
- Bagaimana bentuk dukungannya

Faktor Pemungkin
5. Akses ke 1. Bagaimana cara ibu selama ini jika ingin berkunjung ke pelayanan kesehatan (Posyandu,
pelayanan bidan atau puskesmas)?
kesehatan Probing:
- Bagaimana jarak anatara tempat pelayan kesehatan dan tempat tinggal ibu?
- Apa saja hambatan yang ibu temui?
- Bagaimana cara ibu mengatasi hambatan tersebut?
2. Sepengetahuan ibu, bagaimana keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan Posyandu
selama ini?
Probing:
- Selama beberapa bulan terakhir ini bagaimana keaktifan sasaran posyandu?
- Apa saja yang membuat sasaran mau datang ke posyandu?
- Bagaimana hambatan/kendala yang dihadapi?
- Bagaimana solusinya?

6. Daya beli keluarga 1. Bagaimana harga pangan yang digunakan untuk bahan makanan bayi/anak di wilayah
tempat ibu tinggal?
Probing:
- Sejauh mana keterjangkauan keluarga ibu membeli bahan pangan tersebut?
- Biasanya apa saja yang dibeli oleh ibu yang memiliki bayi/anak usia 6-23 bulan untuk
bahan makanan yang akan diberikan ke bayi/anak?
2. Sepengetahuan kader apa saja hambatan yang dihadapi ibu tekait harga pangan yang
digunakan sebagai bahan makan bayi/anak?
Probing:
- Bagaimana solusi yang ibu lakukan untuk mengatasi hambatan tersebut?

7. Akses dan 1. Bagaimana ketersediaan pangan, di tempat tinggal ibu?


pemanfaatan Probing:
pangan - Bagaimana selama ini ibu memperoleh pangan yang digunakan sebagai bahan
makanan bagi bayi/anak?
- Apakah ada hambatan yang ditemui ibu untuk memperoleh pangan tersebut?
- Bagaimana solusi yang ibu lakukan untuk mengatasi hambatan tersebut?
2. Sepengetahuan ibu, bagaimanan pemanfaatan pangan pada keluarga ibu yang memeiliki
bayi usia 6-23 bulan?
Probing:
- apa saja bahan makanan yang biasa ibu berikan kepada bayi/anak?
- Bagaimana cara pengolahan bahan makanan tersebut?

Universitas Indonesia
138

LEMBAR PERSETUJUAN
(Informed Consent Wawancara Mendalam Petugas Gizi)

Assalamu’alaikum Wr. Wb/Selamat Pagi/Siang/Sore


Perkenalkan nama saya Sheila Ridhawaty, Mahasiswa S2 Reguler 2018 Peminatan Gizi
Kesehatan Masyarakat, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang faktor
penghambat dan pendukung dalam praktik pemberian makan bayi dan anak usia 6-23 bulan di
Jakarta Pusat.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mendalam tentang faktor penghambat dan
pendukung dalam praktik pemberian makan bayi dan anak usia 6-23 bulan di Jakarta Pusat Tahun
2020. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai faktor pendukung
dan penghambat dalam praktik pemberian makan bayi dan anak serta yang melatarbelakangi
faktor tersebut khususnya pada ibu yang memiliki anak usia 6-23 bulan. Melalui penelitian ini
diharapkan saudara/i juga mendapatkan gambaran mengenai faktor pendukung dan penghambat
dalam praktik pemberian makan bayi dan anak. Informan dalam penelitian ini adalah petugas gizi
Puskesmas.
Penelitian ini aman bagi saudara/i karena hanya akan dilakukan wawancara. Bersama ini saya
mohon kesediaan saudara/i secara sukarela untuk dapat menjadi informan dalam penelitian ini.
Selain itu kami mohon ijin untuk merekam pembicaraan saudara/i dengan menggunakan alat
perekam suara/ voice recorder sebagai bahan penelitian selama 30-60 menit. Tidak ada penilaian
(benar atau salah) terhadap jawaban yang diberikan. Saudara/i dapat menjawab sesuai dengan apa
yang saudara/i rasakan selama ini, sesuai pendapat dan pandangan saudara/i pribadi. Identitas
saudara/i dan seluruh jawaban saudara/i berikan akan saya jaga kerahasiaanya hanya untuk
kepentingan penelitian ini.
Sebagai pengganti waktu yang saudara/i, berikan untuk wawancara, saya menyediakan souvenir.
Apabila karena satu dan lain hal saudara/i merasa tidak nyaman selama wawancara, saudara/i
berhak mengehentikan dan tidak melanjutkan proses tersebut. Apabila saudara/i membutuhkan
keterangan lebih lanjut, saudara/i dapat menghubungi saudari Sheila Ridhawaty di No HP:
085722393519. Terimakasih.
Saya yang bertandatangan di bawah ini, setuju untuk menjadi informan:
Nama :…………………………………………………………………………………………
Alamat :…………………………………………………………………………………………

Terimakasih atas kesediaan saudara/i untuk ikut serta dalam penelitian ini. Semoga penelitian ini
dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan menambah referensi terbaru terkait praktik
pemberian makanan bayi dan anak usia 6-23 bulan

Jakarta, / / 2020

Pewawancara Informan

(………………………….) (………………………….)

Universitas Indonesia
Panduan Wawancara Mendalam (WM) Petugas Gizi
Petunjuk Diskusi
1. Memperkenalkan identitas tim fasilitator (peneliti utama, notulen, dan anggota lainnya yang
hadir).
2. Memberikan penjelasan dan membacakan informed consent dan meminta informan
menandatangani secara sukarela.
3. Menjelaskan secara singkat tentang tujuan diskusi dan hasil yang diharapkan dari wawancara
ini.
4. Meminta izin memulai diskusi serta mencatat waktu awal dan akhir diskusi.
5. Meminta izin informan untuk dapat melakukan pendokumentasian selama kegiatan diskusi
kelompok terarah berlangsung.
6. Memulai diskusi dan melakukan record selama wawancara berlangsung
7. Menanyakan informasi umum identitas informan dan melakukan wawancara sesuai
pedoman pertanyaan

FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG DALAM KEBERHASILAN PRAKTIK


PEMBERIAN MAKAN BAYI DAN ANAK USIA 6-23 BULAN
(Studi Kualitatif di Jakarta Pusat Tahun 2019)

A. Data Informan

Nama Informan

Usia Informan (Tahun)

Pendidikan Terakhir

Pekerjaan

Alamat

Nomor Handphone

B. Materi Wawancara

No Variabel Pertanyaan

1. Perilaku Ibu dalam 1. Bagaimana pengalaman anda selama menjadi petugas gizi di wilayah ini?
pemberian makan Probing:
bayi dan anak usia - Adakah hambatan kendala yang dihadapi dalam menjalankan tugas? Bagaimana
0-23 bulan solusinya?
2. Apakah anda sebagai petugas gizi pernah melakukan sosialisasi mengenai pemberian
makan bayi/anak?
Probing:
- Bagaimana materi sosialisasinya

Universitas Indonesia
140

No Variabel Pertanyaan

3. Sepengetahuan anda, bagaimana pelaksanaan 4 rekomendasi WHO mengenai pemberian


makan bayi/anak (ASI Ekslusif dan pemberian makanan tambahan setelah 6 bulan dan
melanjutkan pembeian ASI sampai dengan usia 2 tahun)?
Probing:
- Apakah bejalan dengan baik?
- Sebutkan hambatan/kendalanya?
- Bagaimana solusinya?
4. Apakah ada kebijakan dari pemerintah di tingkat kabupaten atau kecamatan terkait
pelaksanaan 4 rekomendasi WHO tersebut?
Probing:
- Jika ada, jelaskan
5. Sepengetahuan anda, pelatihan apa saja yang pernah diberikan kepada kader Posyandu
di wilayah kerjanya?
Probing:
- Jelaskan pelatihan seperti apa yang pernah di berikan?
- Berapa lama konseling dilakuka (hari/jam)?
- Informasi apa yang diberikan?
- Siapa yang mendanai pelatihan?
- Bagaimana implementasi dari pelatihan tersebut, apakah sudah dijalnkan,
hambatan dan solusinya seperti apa?
6. Sepengetahuan anda, bagaimana prkatik pemberian makan bayi/anak yang dilakukan
oleh sasaran posyandu di wilayah kerjanya?
Probing:
- Bagaimana pelaksanaan pemberian makan dilihat dari bentuk/teksturnya, jumlah,
frekuensi pemberian, variasi makanan, dan pengolahan makanannya?
7. Menurut anda, sejauh mana pemanfaatan bahan makanan lokal yang selama ini
dilakukan oleh sasaran posyandu (ibu bayi/anak usia 6-23 bulan)?
Probing:
- Apa saja bahan makanan lokal yang biasanya digunakan ibu untuk makanan
bayi/anaknya?
- Darimana bahan makanan diperoleh, bagaimana cara mengolahnya, apa alasan
pemberiannya?
8. Sepengetahuan anda, bagaimana kebiasaan/tradisi yang dilakukan masyarakat terkait
pemberian makan bayi/anak?
Probing:
- Kebiasaan seperti apa?
- Alasan kebiasaan tersebut?
- Apakah ada makanan yang dipantang?
- Apa alasannya?
9. Apakah anda pernah mendapatkan pelatihan konseling pemberian makan bayi/anak?
Apa informasi yang didaptkan dari pelatihan tersebut?
10. Apa yang anda ketahui mengenai penyuluhan pemberian makan bayi/anak?
Probing:
- Informasi apa yang biasa disampaikan?
- Dimana biasanya diadakan?
11. Apakah anda pernah melatih kader posyandu mengenai pemberian makan bayi/anak?
Probing:
- Kapan dilakukan dan dimana pelatihan berlangsung?
12. Menurut anda bagaimana pelaksanaan kegiatan konseling pemberian makan bayi/anak
yang dilakukan kade posyandu selama ini?
Probing:
- Apakah ada kendala dana bagaimana solusinya?

Universitas Indonesia
No Variabel Pertanyaan

13. Apa saran dan harapan anda terkait pelaksanaan kegiatan konseling pemberian makan
bayi/anak?

Faktor Penguat

2. Sepengetahuan anda, bagaimana dukungan dari kelurarga dekat ibu yag memeiliki
Dukungan bayi/anak usia 6-23 bulan (suami, nenek, pengasuh lain) terhadap praktik pemberian
2. Keluarga makan pada bayi/anak?
Probing:
- Bagaimana bentuk dukungannya?

3. Dukungan kader 3. Menurut anda, bagaimana peranan kader Posyandu selama ini terhadappraktik
posyandu pemberian makan pada bayi/anak?
Probing:
- Bagaimana bentuk dukungannya?

4. Dukungan petugas 2. Menurut anda, sejauh mana petugas kesehatan (bida, petugas gizi, dan petugas kesehatan
kesehatan lainnya) membantu ibu dalam praktik pemberian makan bayi/anak?
Probing:
- Bagaimana bentuk dukungannya

Faktor Pemungkin
5. Akses ke 3. Bagaimana cara ibu selama ini jika ingin berkunjung ke pelayanan kesehatan (Posyandu,
pelayanan bidan atau puskesmas)?
kesehatan Probing:
- Bagaimana jarak anatara tempat pelayan kesehatan dan tempat tinggal ibu?
- Apa saja hambatan yang ibu temui?
- Bagaimana cara ibu mengatasi hambatan tersebut?
4. Sepengetahuan ibu, bagaimana keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan Posyandu
selama ini?
Probing:
- Selama beberapa bulan terakhir ini bagaimana keaktifan sasaran posyandu?
- Apa saja yang membuat sasaran mau datang ke posyandu?
- Bagaimana hambatan/kendala yang dihadapi?
- Bagaimana solusinya?

6. Daya beli keluarga 3. Bagaimana harga pangan yang digunakan untuk bahan makanan bayi/anak di wilayah
tempat ibu tinggal?
Probing:
- Sejauh mana keterjangkauan keluarga ibu membeli bahan pangan tersebut?
- Biasanya apa saja yang dibeli oleh ibu yang memiliki bayi/anak usia 6-23 bulan untuk
bahan makanan yang akan diberikan ke bayi/anak?
4. Sepengetahuan anda apa saja hambatan yang dihadapi ibu tekait harga pangan yang
digunakan sebagai bahan makan bayi/anak?
Probing:
- Bagaimana solusi yang ibu lakukan untuk mengatasi hambatan tersebut?

7. Akses dan 1. Bagaimana ketersediaan pangan, di tempat tinggal ibu?


pemanfaatan Probing:
pangan - Bagaimana selama ini ibu memperoleh pangan yang digunakan sebagai bahan
makanan bagi bayi/anak?
- Apakah ada hambatan yang ditemui ibu untuk memperoleh pangan tersebut?
- Bagaimana solusi yang ibu lakukan untuk mengatasi hambatan tersebut?

Universitas Indonesia
142

No Variabel Pertanyaan

2. Sepengetahuan anda, bagaimanan pemanfaatan pangan pada keluarga ibu yang


memeiliki bayi usia 6-23 bulan?
Probing:
- apa saja bahan makanan yang biasa ibu berikan kepada bayi/anak?
- Bagaimana cara pengolahan bahan makanan tersebut?

Universitas Indonesia
Lampiran 4 Kode Informan Penelitian

1. Kelompok informan ibu yang memiliki bayi dan anak 6-23 bulan dengan
MAD (+)
Usia Usia
Inisial Pendidikan Pekerjaan Inisial Jumlah
No Kode Ibu Anak Alamat
Ibu ibu ibu Anak Anak
(Tahun) (bulan)
1 A1.1 NL 28 SMA IRT BG 22 2 Kampung Bali
2 A1.2 MA 37 SMA IRT DAF 19 3 Kampung Bali
3 A1.3 RO 31 SD IRT ASA 23 2 Kampung Bali
4 A1.4 TR 39 SMEA IRT RA 21 2 Kampung Bali
5 A1.5 SU 31 SMP IRT RPS 19 2 Kampung Bali
6 B1.1 RO 36 SD IRT AL 23 2 Johar Baru
7 B1.2 MY 24 SMK IRT A 19 3 Johar Baru
8 B1.3 AN 23 SMK IRT AA 16 2 Johar Baru
9 C1.1 KW 33 SMK IRT AR 20 3 Galur
10 C1.2 RT 34 SMP IRT RO 19 3 Galur
11 C1.3 DY 32 SMA IRT ARA 17 3 Galur
12 C1.4 AN 31 SMP IRT RA 23 2 Galur
13 D1.1 AS 34 SMP IRT AR 20 4 Senen
14 D1.2 MG 28 SMA IRT HR 22 2 Senen
15 D1.3 TS 40 SD IRT HZ 20 7 Senen
16 E1.1 DN 35 SMP IRT AE 22 3 Kwitang
17 E1.2 NV 38 SMA IRT SA 20 3 Kwitang
18 E1.3 SY 43 SMEA IRT KA 18 3 Kwitang
19 E1.4 MS 29 S1 IRT MS 16 1 Kwitang
20 E1.5 DP 30 SMA IRT NA 20 2 Kwitang
21 F1.1 AS 35 SMK IRT NA 23 1 Karet Tengsin
22 F1.2 YA 38 D3 IRT BRR 23 1 Karet Tengsin
23 F1.3 PJ 41 SD IRT MAP 21 2 Karet Tengsin

Universitas Indonesia
2. Kelompok informan ibu yang memiliki bayi dan anak 6-23 bulan dengan
MAD (-)
Usia
Inisial Usia Ibu Pendidikan Pekerjaan Inisial Jumlah
No Kode Anak Alamat
Ibu (Tahun) ibu ibu Anak Anak
(bulan)
1 A2.1 IN 25 SMK IRT AR 19 1 Kampung Bali
2 A2.2 NC 32 SMK IRT RS 16 4 Kampung Bali
3 A2.3 RU 44 SMEA IRT TAE 18 2 Kampung Bali
4 A2.4 RY 28 SMK IRT ESS 22 2 Kampung Bali
5 A2.5 NH 34 SMA IRT AN 16 2 Kampung Bali
6 A2.6 DD 46 SMA IRT AP 18 1 Kampung Bali
7 A2.7 YL 28 SMK IRT AZ 16 3 Kampung Bali
8 A2.8 IS 29 SMA IRT FN 18 2 Kampung Bali
9 A2.9 IL 24 SMA IRT AF 23 2 Kampung Bali
10 B2.1 SF 26 SMA IRT SR 22 2 Johar Baru
11 B2.2 NN 18 SMP IRT MT 15 1 Johar Baru
12 B2.3 RO 30 SMA IRT HB 22 2 Johar Baru
13 B2.4 MJ 26 SMP IRT FA 20 2 Johar Baru
14 C2.1 SD 30 SMK IRT AV 18 2 Galur
15 C2.2 RN 45 SD IRT RT 19 3 Galur
16 C2.3 RT 36 SMA IRT RA 18 2 Galur
17 C2.4 DW 19 SMP IRT MW 22 1 Galur
18 D2.1 RW 36 SMP IRT SK 22 2 Senen
19 D2.2 GT 20 SMA IRT AA 22 1 Senen
20 E2.1 IRJ 24 SMK IRT YS 22 2 Kwitang
21 E2.2 IRH 23 SMK IRT EAK 22 1 Kwitang
22 F2.1 DS 30 S1 IRT AF 15 3 Karet Tengsin
23 F2.2 AST 39 SMA IRT NR 17 2 Karet Tengsin
24 F2.3 NA 22 SD IRT SA 20 2 Karet Tengsin
25 F2.4 KW 29 SD IRT IS 20 2 Karet Tengsin
26 F2.5 NRH 37 SMA IRT DW 21 3 Karet Tengsin
27 F2.6 TT 32 SMK IRT KAP 22 2 Karet Tengsin
28 F2.7 SY 32 SMK IRT SHL 19 1 Karet Tengsin
29 F2.8 ROP 36 SD IRT NA 21 3 Karet Tengsin
30 F2.9 HS 37 SMP IRT MFP 23 3 Karet Tengsin
31 F2.10 SU 36 SMP IRT YA 18 3 Karet Tengsin

Universitas Indonesia
3. Kelompok Informan petugas Kader
Masa
Usia Nama
No Kode Inisial Pendidikan Kerja Alamat
(Tahun) Posyandu
(Tahun)
1 K.1 ET 69 SMA Aster 30 Kampung Bali
2 K.2 EK 49 SMA Bundaria 10 Johar Baru
3 K.3 RM 44 D3 Rambutan 10 Galur
4 K.4 MW 31 SMP Kenanga 4 Senen
5 K.5 MH 45 SMA Melati 6B 10 Kwitang
6 K.6 TP 52 SMA Flamboyan 1 30 Karet Tengsin

4. Kelompok Informan Kesehatan


Masa
Usia
No Kode Inisial Pendidikan Kerja Asal
(Tahun)
(Tahun)
PKM. Tanah
1 P.1 SH 29 S1 6
Abang
2 P.2 RR 34 S1 7 PKM.Senen
3 P.3 RM 26 S1 4 PKM. Galur

Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Lampiran 5 Matriks Hasil FGD dan Wawancara Mendalam

Kelompok Informan dengan Anak Kelompok Informan dengan Anak Kelompok Informan Kader Kelompok Informan Petugas
Variabel
MAD Tercapai MAD Tidak Tercapai Posyandu Gizi
Perilaku Ibu dalam Pemberian Makan Bayi dan Anak Usia 0-23 Bulan
Sebagian besar ibu dengan MAD
tercapai menyatakan masih
memberikan ASI hingga saat ini Alasan ibu tidak memberikan ASI
dengan alasan manfaat ASI yang dikarenakan ibu merasa ASI tidak
Sebagian besar ibu sudah tidak
bagus untuk kekebalan tubuh/daya Alasan tidak memberikan ASI cukup, kurangnya motivasi ibu
memberikan ASI kepada anak dengan
tahan tubuh bayi/anak, pada kelompok dikarenakan faktor pengetahuan, untuk memberikan ASI, ibu
alasan ASI tidak keluar lagi, luka pada
ini juga terdapat sebagian kecil ibu pendidikan, dan dukungan kembali bekerja, dan anak tidak
puting susu, ibu mulai bekerja, dan ibu
sudah tidak lagi memberikan ASI keluarga yang kurang. mau menyusui lagi dikarenakan
merasa kualitas ASI sudah tidak baik.
kepada anak dengan alasan ASI tidak pemberian ASI yang terputus-
Perilaku Pemberian keluar lagi, luka pada puting susu, ibu putus (bingung puting)
ASI mulai bekerja, dan ibu merasa kualitas
ASI sudah tidak baik.
sebagian kecil ibu sudah tidak lagi sebagian ibu sudah tidak lagi
memberikan ASI pada usia bayi >6 memberikan ASI pada usia bayi < 6
bulan, dan mencampur ASI dengan bulan, dan sedikit ibu pada kelompok
susu formula ketika bayi berusia > 6 ini mencampur ASI dengan susu
bulan formula ketika bayi berusia > 6 bulan
Frekuensi pemberian sekehendak Frekuensi pemberian sekehendak
anak apabila anak rewel ASI selalu di anak apabila anak rewel ASI selalu di
berikan berikan
Sebagian besar kader menyatakan
Sebagian ibu dengan MAD tidak
Sebagian besar ibu dengan anak MAD bahwa untuk anak usia 6 bulan
tercapai menyatakan MP-ASI pada
tercapai, menyatakan MP-ASI pada awal pengenalan MPASI sebagian
pada bayi mulai diberikan saat usia <
bayi mulai di berikan saat usia 6 besar ibu memberikan makanan Sebagian besar ibu memberikan
Perilaku Pengenalan 6 bulan. Pada ibu dengan MAD tidak
bulan. Pada ibu dengan MAD tercapai lunak seperti bubur instan, buah, bubur balita yang di jual setiap pagi
MP-ASI tercapai memperkenalkan cerelac,
memperkenalkan bubur lembut/bubur dan bubur bayi yang di jual setaip dan bubur instan
bubur tim.bubur sehat, dan buah
bayi, nestle dan buah kepada bayinya pagi, namun terdapat sebagian ibu
kepada bayinya pada saat awal
pada saat pengenalan awal MP-ASI yang memberikan buah sebagai
pemberian makan MPASI
awal pengenalan MPASI yang

Universitas Indonesia
Kelompok Informan dengan Anak Kelompok Informan dengan Anak Kelompok Informan Kader Kelompok Informan Petugas
Variabel
MAD Tercapai MAD Tidak Tercapai Posyandu Gizi
diberikan ketika bayi berusia < 4
bulan faktor keluarga dan
kebiasaan keluarga, seperti orang
tua/ kerabat ibu
merekomendasikan ibu untuk
memberikan pisang atau buah
yang lainnya ketika bayi beruasia
4 bulan dikarenakan anak terlihat
lapar dan rewel
frekuensi dan jumlah
pemberiannya tidak sesuai dengan
Frekuensi pemberian MP-ASI pada Frekuensi pemberian MP-ASI pada
Frekuensi pemberian makanan kebutuhan bayi/anak dimana
saat pengenalan sebagian besar ibu saat pengenalan sebagian besar ibu
diberikan 2-3 kali/hari sebagian besar ibu memberikan 1
memberikan 1 – 3 kali dalam sehari memberikan 2-3 kali dalam sehari
porsi bubur sehat dibagi untuk 3
kali pemberian makan
Hal tersebut terjadi dikarenakan
Jumlah makan yang di berikan untuk Jumlah makan yang di berikan untuk
kurangnya motivasi ibu untuk
bubur instan dan bubur bayi dalam 1 bubur instan dan bubur bayi dalam 1
memasak sendiri makanan
bungkus bubur instan/ bubur bayi bungkus bubur instan/ bubur bayi
bayi/anak dan keterbatasan
diberikan untuk 2-3 kali makan per diberikan untuk 2-3 kali makan per
fasilitas dapur dan kompor di
hari hari
tempat tinggalnya
Pengolahan bubur tersebut sebagian
besar informan ibu membeli bubur
Solusi : petugas gizi memberikan
Pengolahan bubur tersebut sebagian balita/ bubur sehat yang sudah jadi
saran boleh memberikan bayi/anak
besar ibu mengolah sendiri bubur dan bubur instan dengan alasan lebih
bubur sehat namun tetap di
balita/ bubur sehat praktis, anak sulit ditinggal untuk
tambahkan protein hewani
memasak dan keterbatasan fasilitas
dapur dan kompor
Sebagian besar informan ibu dengan Sebagian besar informan ibu dengan Sebagian ibu membeli makanan
Sebagian besar kader menyatakan
MAD tercapai, menyatakan saat ini MAD tidak tercapai saat ini matang di warung nasi dan
Pemberian Makan bahwa sebagian besar ibu
memberikan makanan untuk memberikan makanan untuk sebagian ibu mengolah sendiri
Bayi/Anak saat ini memberikan bayi dan anak setiap
bayi/anak usia lebih dari 12 bulan bayi/anak usia lebih dari 12 bulan makanan yang akan diberikan
pagi bubur ayam untuk sarapan.
dengan variasi yang beranekaragam dengan variasi yang kurang kepada anak

Universitas Indonesia
Kelompok Informan dengan Anak Kelompok Informan dengan Anak Kelompok Informan Kader Kelompok Informan Petugas
Variabel
MAD Tercapai MAD Tidak Tercapai Posyandu Gizi
(nasi, sayur : sop/soto, telur, daging, beranekaragam (nasi, sayur;
ikan dan buah) sop/soto/bening, ikan, ayam, bakso)
Selingan: buah (papaya, pisang, Selingan: makanan warung (wafer, Frekuensi pemberian makanan Frekuensi dan jumlah
alpukat, anggur, pudding, agar-agar, biskuit, ciki, oreo, dll), ASI / susu ) > diberikan 2-3 kali/hari dengan pemberiannya tidak sesuai dengan
kentang goreng, ASI) 3 kali dalam sehari jumlah 1-2 centong nasi kebutuhan bayi/anak
Untuk anak usai lebih dari 12 Kurangnya motivasi ibu untuk
Frekuensi pemberian 2-3 kali/hari dan Frekuensi pemberian 2-3 kali/hari dan bulan sebagian besar ibu memasak sendiri makanan
jumlah pemberian makan sebanyak 1- jumlah pemberian makan sebanyak 1- memberikan makanan padat bayi/anak dan keterbatasan
2 sendok nasi setiap kali makan. 2 sendok nasi setiap kali makan. berupa nasi, sayur, mie, dan ayam fasilitas dapur dan kompor di
fillet atau suir tempat tinggalnya
Sebagian besar ibu memberikan
makanan selingan kepada
Sebagian besar ibu mengolah
Sebagian besar ibu membeli makanan bayi/anak dengan jajan warung
makanan sendiri dan sebagian
matang di warung nasi seperti biskuit-biskut, dan snack
membeli lauk matang di warung nasi
ringan dengan alasan agar anak
tidak rewel
Sebagian besar ibu mengolah
makanan sendiri dan sebagian
membeli lauk matang dengan
alasan repot dan malas untuk
memasak
Kondisi ini menurut petugas gizi
anak tidak mau makan disebabkan
kurangnya variasi makanan
Menurut kader, sebagian besar ibu
dimana sebagian besar ibu hanya
Sebagian besar informan ibu dengan lebih cenderung memberikan
Hambatan/kendala Sebagian besar informan ibu dengan memberikan nasi dan sayur saja
MAD tercapai menyatakan hambatan makanan selingan/jajanan warung
yang dihadapi ibu MAD tidak tercapai menyatakan atau nasi dan lauk saja kepada
yang sering di alami adalah ketika kepada anak, sehingga anak
dalam Pemberian hambatan yang sering di alami adalah anak, tidak adanya fasilitas untuk
anak susah makan dikarenakan sakit merasa kenyang ketika akan
Makan Bayi/Anak ketika anak susah makan memasak sehingga infoman ibu
dan tumbuh gigi makan menu utama dan anak tidak
lebih bayak membeli makana
mau makan.
matang dan instan untuk
pemberian makan bayi dan anak

Universitas Indonesia
Kelompok Informan dengan Anak Kelompok Informan dengan Anak Kelompok Informan Kader Kelompok Informan Petugas
Variabel
MAD Tercapai MAD Tidak Tercapai Posyandu Gizi
Untuk mengatasi hambatan tersebut Untuk mengatasi hambatan tersebut Solusi yang diberikan oleh petugas
ibu lebih banyak memberikan cemilan informan ibu meperbanyak pemberian gizi yaitu memperbolehkan ibu
dan ASI/susu formula kepada ASI atau susu formula dan cemilan untuk membeli makanan matang
bayi/anak sebagai pengganti menu kepada bayi/anak sebagai pengganti namun dengan catatan ibu tetap
utama namun tetap memberikan menu utama. menambahkan protein hewani
makanan utama juga seperti telur di dalam makanan
anak dengan cara memasak
mengunakan magic com/penanak
nasi.
Kegiatan konseling/penyuluhan
Sebagian besar ibu pernah mengikuti Sebagian besar ibu pernah mengikuti
sudah dilaksanakan, baik melalui
kegiatan penyuluhan mengenai kegiatan penyuluhan mengenai Kader bertugas menyampaikan
penyuluhan secara umum,
pemberian makanan kepada anak, pemberian makanan kepada anak, informasi jadwal penimbangan,
membuat kelas PMBA maupun
menggunakan alat peraga seperti menggunakan alat peraga seperti pengisisan laporan posyandu, dan
individu dengan materi pemberian
gambar, penyuluhan di laksanakan di gambar, penyuluhan di laksanakan di menginformasikan kegiatan
makanan bayi/anak yang
posyandu ataupun saat pemerikasaan posyandu ataupun saat pemerikasaan penyuluhan
disesuaikan dengan keadaan
kehamilan terdahulu di puskesmas kehamilan terdahulu di puskesmas
lapangan di setiap bulannya
Kendala/ hambatan dalam
Peran kader sebagai tenaga
Pelaksanaan Kegiatan konseling/penyuluhan pemberian
penyuluh juga belum terlaksana makan bayi/anak:
Konseling/Penyuluhan
secara optimal, penyuluhan yang
Pemberian Makan Sebagian ibu yang tidak mengikuti  Informan ibu datang ke
Sebagian ibu yang tidak mengikuti dilakukan oleh kader hanya
Bayi/Anak di penyuluhan mendapatkan informasi posyadu hanya untuk
penyuluhan mencari tahu mengenai sebatas mengingatkan informan
Pelayanan Kesehatan mengenai pemberian makan bayi dan menimbang BB dan
pemberian makan bayi dan anak ibu mengenai jenis makanan yang
anak dengan bertanaya kepada pengukuran TB anak saja.
melalui internet di karenakan ibu baik untuk bayi dan anak,
merasa kerepotan dengan anak apabila
orangtua/kerabat di karenakan ibu
sedangkan mengenai manfaat,  Kondisi fasilitas posyandu
merasa kerepotan dengan anak apabila yang tidak memadai untuk
mengikuti penyuluhan, ibu datang ke cara pengolahan jumlah, kualitas
mengikuti penyuluhan, ibu datang ke melakukan penyuluhan yang
Posyandu hanya untuk melakukan dan kuantitas pemberian makan
Posyandu hanya untuk melakukan mengakibatkan fungsi dari
pengukuran TB dan BB bayi/anak saja bayi dan anak kader tidak dapat
pengukuran TB dan BB bayi/anak saja meja 4 di dalam posyandu yang
menjelaskan dan tidak dapat
menyampaikan informasi tersebut berfungsi sebagai meja
penyuluhan tidak berjalan
kepada informan ibu.
dengan optimal.

Universitas Indonesia
Kelompok Informan dengan Anak Kelompok Informan dengan Anak Kelompok Informan Kader Kelompok Informan Petugas
Variabel
MAD Tercapai MAD Tidak Tercapai Posyandu Gizi
 Tingkat kesadaran ibu dan
perilaku ibu yang malas
mengaplikasikan ilmu yang
sudah didapatkan juga menjadi
salah satu faktor kegagalan
dalam pemberian makan bayi
dan anak.
 Pelatihan pengukuran berat
badan tinggi badan juga belum
efektif, dimana masih banyak
kader yang salah dalam
melakukan pengukuran BB dan
TB, sehingga petugas gizi harus
melakukan monitoring selama
kegiatan tersebut berlagsung
Refreshing atau penyegaran
kepada kader terus dilaksanakan
Kendala yang dihadapi kader
oleh petugas gizi setiap 1 bulan
selama ini sebagian ibu tidak
sekali, namun hal ini di rasa masih
mengikuti saran yang telah
belum optimal di mana kader
diberikan oleh kader dalam
masih tidak dapat melakukan
pemberian makan bayi dan anak,
penyuluhan kepada ibu bayi dan
ketika penyuluhan berlangsung di
anak mengenai kesehatan terutama
Posyandu sebagian ibu memilih
dalam pemberian makan bayi dan
untuk pulang dan tidak mengikuti
anak dan masih ditemukannya
penyuluhan tersebut dengan
proses pengukuran berat badan dan
alasan anak rewel dan repot
tinggi badan yang kurang tepat
oleh kader.
Sebagian ibu yang tidak Menurut petugas gizi belum
mengikuti posyandu dan adanya indikator dalam SPM
penyuluhan akan dilakukan (Standar Pelayanan Minumun)
jemput bola ke rumah warga oleh untuk menilai tingkat keberhasilan
kader untuk dilakukan penerapan pemberian makan bayi

Universitas Indonesia
Kelompok Informan dengan Anak Kelompok Informan dengan Anak Kelompok Informan Kader Kelompok Informan Petugas
Variabel
MAD Tercapai MAD Tidak Tercapai Posyandu Gizi
penimbangan dan pengukuran dan anak juga sebagai salah satu
tinggi badan dan diberikan sedikit kendala keberhasilan
penyuluhan mengenai pemberian konseling/penyuluhan.
makan bayi dan anak saat jemput
bola tersebut
 Dalam mengatasi hambatan-
hambatan tersebut petugas gizi
telah menyelenggarakan
penyuluhan secara individu
bagi bayi dan anak yang
bermaslah terhadap gizi di
Puskesmas, membuat kelas
PMBA bagi bayi dan anak
stunting yang didampingi oleh
kader yang dilaksanakan
Sebagian besar kader mengatakan
selama 2 hari (1 hari materi,
belum pernah mengikuti kelas
dan 1 hari praktik).
PMBA yang di selenggarakan
oleh Puskesmas  Kemudian merencanakan
pembuatan kelas PMBA bagi
pendamping ibu (suami, orang
tua, mertua, atau pengasuh
bayi/anak) yang akan
dilaksanakan pada tahun 2021.
Alat peraga yang digunakan
untuk konseling/penyuluhan
mengacu kepada booklet yang
di keluarkan oleh Kemenkes
RI .
Kelas PMBA baru dilakasakan di
beberapa RW saja dan belum
menyeluruh. Pelaksanaan kelas
PMBA yang dilakukan hanya 2
hari dirasa belum efektif

Universitas Indonesia
Kelompok Informan dengan Anak Kelompok Informan dengan Anak Kelompok Informan Kader Kelompok Informan Petugas
Variabel
MAD Tercapai MAD Tidak Tercapai Posyandu Gizi
mengingat materi mengenai
PMBA yang banyak dan spesifik
tidak dapat diberikan dalam 1-2
hari pelatihan.
Pengetahuan
Sebagian besar informan ibu dengan Sebagain besar informan ibu dengan
MAD tercapai sudah mengetahui MAD tidak tercapai mengetahui -
manfaat ASI dan ASI Ekslusif mengenai manfaat ASI
Sebagian besar ibu menyebutkan Sebagian besar ibu menyebutkan
bahwa ASI eklusif adalah pemberian bahwa ASI eklusif adalah pemberian -
ASI saja 0-6 bulan ASI 0-2 Tahun
Manfaat ASI dan ASI
Menurut informan ibu, ASI Menurut informan ibu, ASI
Ekslusif
bermanfaat untuk petumbuhan, bermanfaat untuk petumbuhan,
-
kecerdasan dan kekebalan tubuh kecerdasan dan kekebalan tubuh
bayi/anak sehingga tidak mudah sakit bayi/anak sehingga tidak mudah sakit
Informasi mengenai ASI ekslusif Informasi mengenai ASI ekslusif
didapatkan ibu dari bidan ketika didapatkan ibu dari bidan ketika -
melakukan pemerikasaan kehamilan melakukan pemerikasaan kehamilan
Sebagian besar ibu memberikan MP-
Sebagian besar ibu memberikan MP-
ASI pada usia 6 bulan dengan tekstur
ASI pada usia 6 bulan dengan tekstur
makanan lembut, 9-12 bulan bubur -
makanan lembut, 9-12 bulan ke atas
tim, dan 12 bulan ke atas nasi/
nasi/ makanan keluarga
makanan keluarga
Sebagian besar ibu mengatakan jenis
Pemberian makan Sebagian besar ibu mengatakan jenis makanan harus memenuhi unsur 4
yang tepat pada makanan harus bervariasi dan bergizi sehat 5 sempurna yang terdiri dari
bayi/anak usia 6-23 -
seperti nasi, ikan, ayam, telur, daging, karbohidrat, protein, dan serat (nasi,
bulan
sayur dan buah ayam, sayur; sop/soto, bakso, dan
buah)
Frekuensi pemberian diberikan 2-3 Frekuensi pemberian diberikan 2-3
- -
kali dalam sehari kali dalam sehari
Sebagian besar ibu tidak mengetahui Sebagian besar ibu tidak mengetahui
- -
manfaat makanan yang diberikan manfaat makanan yang diberikan

Universitas Indonesia
Kelompok Informan dengan Anak Kelompok Informan dengan Anak Kelompok Informan Kader Kelompok Informan Petugas
Variabel
MAD Tercapai MAD Tidak Tercapai Posyandu Gizi
Sebagaian besar ibu belum pernah
mendapatkan informasi mengenai
Sebagian besar ibu pernah mendengar
PMBA dikarenakan ketika
mengenai PMBA, dari bidan saat
penyuluhan berlangsung ibu memilih
hamil, buku panduan (KIA), Internet, - -
Sumber Informasi pulang dikarenakan anak rewel dan
dan dari petugas kesehatan (saat
Tentang Cara repot, informasi mengenai pemberian
Posyandu)
Pemberian makan makan bayi dan anak didapatkan dari
Bayi/Anak Usia 0-23 orangtua/kerabat dan tetangga
bulan Sebagian ibu yang pernah mendengar
mengenai PMBA, dari bidan saat
hamil, buku panduan (KIA), Internet, - -
dan dari petugas kesehatan (saat
Posyandu)
Sikap
Sebagian besar setuju memberikan
ASI ekslusif kepada bayinya, namun
tidak dapat melaksanakannya
dikarenakan ASI yang tidak lancar,
ibu merasa ASI tidak cukup, luka pada
Pandangan/
Sebagian besar ibu setuju memberikan putting susu, kembalinya ibu bekerja,
Tanggapan Ibu
ASI ekslusif kepada bayinya karena dan pemahaman yang kurang tepat - -
Tentang Pemberian
mengatahui manfaat dari ASI Ekslusif terhadap ASI ekslusif seperti
ASI Ekslusif
pemberian ASI dari 0-2 tahun tetapi
tidak diperhatikan mengenai
pemberian ASI saja 0-6 bulan,
membuat ibu tidak memberikan ASI
secara ekslusif
Sebagian besar ibu masih merasa
Pandangan/
belum baik dalam pemberian makan Sebagian informan ibu dengan MAD
Tanggapan Ibu
bayi/anak saat ini dengan alasan tidak tercapai sudah merasa baik
Tentang Pemberian - -
kondisi anak yang masih susah makan dalam pemberian makan bayi/anak
Makan Bayi dan
sehingga ibu merasa masih belum baik saat ini
Anak Saat ini
dalam pemberian makan bayi anak

Universitas Indonesia
Kelompok Informan dengan Anak Kelompok Informan dengan Anak Kelompok Informan Kader Kelompok Informan Petugas
Variabel
MAD Tercapai MAD Tidak Tercapai Posyandu Gizi
saat ini membuat ibu mencari
pengetahuan lebih banyak mengenai
pemberian makan bayi dan anak
Tradisi
Sudah tidak ada lagi kepercayaan-
kepercayaan atau tradisi yang
Sebagian besar kader menyatakan
beradar di masyarakat hanya ada
bahwa untuk anak usia 6 bulan
sedikit ibu yang menyatakan
awal pengenalan MPASI sebagian
bahwa memberikan makan di
besar ibu memberikan makanan
malam hari dapat mengakibatkan
Sebagian kecil ibu masih ada lunak seperti bubur instan, buah,
Sebagian kecil ibu masih ada kecacingan, sehingga membuat ibu
kepercayaan yang masih ada di tengah dan bubur bayi yang di jual setaip
kepercayaan yang masih ada di tengah hanya memberikan makanan 2 kali
masyarakat terkait pemberian makan pagi, namun terdapat sebagian ibu
masyarakat terkait pemberian makan sehari yaitu pagi dan siang, namun
anak usia 0-23 bulan yaitu tidak boleh yang memberikan buah sebagai
anak usia 0-23 bulan yaitu pemberian hal tersebut telah dijelaskan oleh
memberikan makanan kepda anak awal pengenalan MPASI yang
telur yang dapat menimbulkan jalan petugas gizi dan petugas kesehatan
Tradisi apabila sudah malam dikarenakan diberikan ketika bayi berusia < 4
anak menjadi loyo, dan kuping lain, kemudian ibu mengikuti saran
Makanan/minuman akan mengakibatkan anak menjadi bulan faktor keluarga dan
menjadi luka, meskipun kepercayaan yang diberikan oleh petugas gizi
yang Dianggap Tabu cacingan. meskipun kepercayaan itu kebiasaan keluarga, seperti orang
itu ada di masyarakat namun informan bahwasannya pemberian makan
Pantangan untuk ada di masyarakat namun informan tua/ kerabat ibu
ibu tidak mempercainya pada anak sebaiknya diberikan 3
diberikan Kepada ibu tidak mempercainya merekomendasikan ibu untuk
kali sehari, pemberian makan pada
Bayi/ Anak Usia 0-23 memberikan pisang atau buah
malam hari tidak mengakibatkan
Bulan yang lainnya ketika bayi beruasia
kecacingan, yang dapat
4 bulan dikarenakan anak terlihat
mengakibatkan kecacingan adalah
lapar dan rewel
kebersihan dalam pemberian
makan bayi dan anak
Sebagian ibu memberikan buah
pisang saat bayi berusia 4 bulan, hal
tersebut dilakukan oleh ibu
dikarenakan kebiasan yang diterapkan
dalam keluarga terutama informasi
yang diberikan oleh orangtua ibu atau
mertua, mereka beranggapan bahwa

Universitas Indonesia
Kelompok Informan dengan Anak Kelompok Informan dengan Anak Kelompok Informan Kader Kelompok Informan Petugas
Variabel
MAD Tercapai MAD Tidak Tercapai Posyandu Gizi
dengan memberikan makan sejak dini
bayi tidak rewel dan tidak cepat lapar
Faktor Penguat Perilaku Ibu dalam Pemberian Makan Bayi dan Anak Usia 0-23 Bulan
Menurut kader dukungan suami
ada yang berperan ada yang tidak,
Sebagian besar ibu didukung oleh Sebagian besar informan ibu di
namun sebagian besar ibu Menurut petugas gizi dukungan
suami dan keluarga dalam praktik dukung oleh orang tua dan kerabat
didukung oleh orangtua ibu, keluarga yang paling kuat adalah
pemberian makan bayi/anak sehari- informan ibu dalam pemberian makan
dimana ibu selalu diingatkan dari suami
hari bayi dan anak
untuk memberikan makanan yang
sehat bagi anak
Dukungan Keluarga Bentuk dukungan yang di berikan
Bentuk dukungan yang diberikan
anatara lain menguatkan ibu
anatara lain yaitu, membantu
Bentuk dukungan yang di berikan apabila ada kendala dalam
memberikan makan kepada anak
antara laian yaitu, mengingatkan pemberian makan pada bayi/anak,
ketika ibu sedang sibuk,
jadwal makan anak dan menu makan dukungan secra finansial oleh
mengingatkan jadwal makan,
anak suami juga dianggap penting bagi
mengantar ibu untuk membeli bahan
ibu dalam pemberian makan
makanan, dan dukungan finansial
bayi/anak.
Kader mendukung ibu dalam
Sebagian besar kader Posyandu Sebagian besar kader Posyandu sangat Peran kader melaksanakan operasi
pemberian makan bayi/anak
selama inin memberikan dukungan membantu dalam memberikan timbang, bagi ibu-ibu yang tidak
dengan memberikan saran jenis
berupa saran yang baik untuk tumbuh informasi terkait cara pemberian datang ke posyandu, namun kader
makanan yang baik untuk anak.
kembang anak, dan menyarankan makan pada bayi/anak. Dukungan tidak memberikan penyuluhan saat
Alasan kader memberikan saran di
untuk berkonsultasi dengan dokter yang diberikan kader selama ini hanya operasi timbang berlangsung
karenakan kader merasa
apabila informan ibu merasa kesulitan memberikan informasi mengenai hanya sebagai penggugur
bertanggung jawab kesehatan
Dukungan Kader dalam pemberian makan bayi/anak kegiatan Posyandu kewajiban saja
bayi/anak di wilayah kerjanya.
Posyandu
Kader mengikuti pelatihan Memberikan pelatihan kepada
mengenai pengukuran BB/TB kader secara berkala dengan
anak, pengisian KMS, membuat membuat kelas ataupun
laporan posyandu. - Sebagian penyegaran pada saat pertemuan
besar kader belum pernah rutin - Mengingatkan kembali
mengikuti pelatihan mengenai kader fungsi meja 4 di Posyandu
PMBA hanya sebatas sosialisasi untuk melaksanakan penyuluhan

Universitas Indonesia
Kelompok Informan dengan Anak Kelompok Informan dengan Anak Kelompok Informan Kader Kelompok Informan Petugas
Variabel
MAD Tercapai MAD Tidak Tercapai Posyandu Gizi
mengenai stunting dan pemberian
gizi yang baik untuk bayi/anak
Kendala yang dihadapi kader
Implementasi pelatihan yang sudah
antara lain kesulitan mengedukasi
di berikan kepada kader di nilai
ibu untuk mengikuti penyuluhan. -
masih kurang dikarenakan masih
Edukasi kepada ibu sudah
banyak kader-kader yang belum
dilakukan tetapi ibu tidak
terpapar mengenai pemberian
melaksanakan apa yang sudah di
makan bayi/anak - Kader tau
edukasikan sebelumnya - Solusi :
mengenai pemberian makan
jemput bola bagi ibu yang tidak
bayi/anak tetapi tidak di sampaikan
datang ke posyandu, melakukan
secara baik kepada ibu
pendekatan kepada ibu
Pelatihan pengukuran berat badan
tinggi badan juga belum efektif,
dimana masih banyak kader yang
salah dalam melakukan
pengukuran BB dan TB, sehingga
petugas gizi harus melakukan
monitoring selama kegiatan
tersebut berlagsung
Petugas gizi selalu memberikan
penyuluhan pada saat kegiatan
posyandu berlangsung dan
bekerjasama dengan petugas
Sebagian besar informan ibu Sebagian besar informan ibu kesehatan yang lain untuk dapat
merasakan dukungan dari petugas merasakan dukungan dari petugas Petugas kesehatan sangat memberikan penyuluhan kepada
Dukungan Petugas
kesehatan dengan adanya kesehatan dengan adanya mendukung dalam pemberian ibu- Petugas gizi sudah mengikuti
Kesehatan
penyuluhan/konseling yang diberikan penyuluhan/konseling yang diberikan makan bayi/anak, pelatihan PMBA pada tahun 2016
oleh petugas gizi/ petugas kesehatan oleh petugas gizi/ petugas kesehatan. (hari) - Materi pelatiahn mengenai
gizi ibu saat hamil, ASI ekslusif,
MPASI dengan gizi seimbang
(tekstur dan jumlah diberikan
secara bertahap)- Melaksanakan

Universitas Indonesia
Kelompok Informan dengan Anak Kelompok Informan dengan Anak Kelompok Informan Kader Kelompok Informan Petugas
Variabel
MAD Tercapai MAD Tidak Tercapai Posyandu Gizi
kegiatan kelas PMBA setiap bulan,
dengan mengundang ibu yang
memiliki bayi/anak stunting yang
didampingi oleh kader di
wilayahnya
Bentuk dukungan yang diberikan
Materi sosialisasi berpegang
adalah memberikan penyuluhan di
Sebagian informan ibu tidak kepada booklet PMBA yang di
setiap kegiatan posyandu, dan
merasakan dukungan dari petuhas keluarkan oleh KEMENKES dan
selalu memantau kondisi
kesehatan di karenakan ketika ada buku KIA yang dipegang oleh
kesehatan bayi/anak, apabila
penyuluhan ibu memilih pulang setiap ibu - Materi IMD, ASI
ditemukan bayi/anak bermasalah
dikarenakan anak rewel sehingga Ekslusif, Gizi ibu hamil, MP-ASI,
petugas gizi merujuk bayi/anak ke
tidak mengikuti penyuluhan ASI hingga 2 tahun diberikan
puskesmas untuk diberikan
bergantian setiap bulan
penyuluhan secara individu
Akses Pelayanan Kesehatan
Semua informan ibu mengatakan Semua informan ibu mengatakan Semua informan kader Semua informan petugas gizi
bahwa jarak antara tempat pelayanan bahwa jarak antara tempat pelayanan mengatakan bahwa akses mengatakan bahwa akses
kesehatan Posyandu dan Puskesmas kesehatan Posyandu dan Puskesmas pelayanan kesehatan dekat dengan pelayanan kesehatan dekat dengan
Jarak Antara Tempat
dengan tempat tinggal berdekatan dengan tempat tinggal berdekatan pemukiman warga pemukiman warga
Pelayanan Kesehatan
Akses menuju pelayanan
(Posyandu/ Akses menuju pelayanan
Akses menuju pelayanan kesehatan Akses menuju pelayanan kesehatan kesehatan Posyandu dan
Puskesmas) dengan kesehatan Posyandu dan
Posyandu dan Puskesmas dapat di Posyandu dan Puskesmas dapat di Puskesmas dapat di tempuh
Tempat Tinggal Puskesmas dapat di tempuh dengan
tempuh dengan berjalan kaki dan tempuh dengan berjalan kaki dan dengan berjalan kaki dan
berjalan kaki dan menggunakan
menggunakan kendaraan bermotor menggunakan kendaraan bermotor menggunakan kendaraan
kendaraan bermotor
bermotor
Menurut petugas gizi, keaktifan
ibu dalam mengikuti kegiatan
Sebagian besar informan ibu dengan Sebagian besar informan ibu dengan Menurut kader, keaktifan ibu
Posyandu sudah memenuhi
Keikutsertaan dalam MAD tercapai mengatakan, hampir MAD tidak tercapai mengatakan, dalam mengikuti kegiatan
sasaran, hanya keadaaan-keadaan
Kegiatan Posyandu setiap bulan hadir dalam kegiatan hampir setiap bulan hadir dalam Posyandu sudah memenuhi
seperti cuaca membuat posyandu
Posyandu kegiatan Posyandu sasaran
tidak memenuhi sasaran

Universitas Indonesia
Kelompok Informan dengan Anak Kelompok Informan dengan Anak Kelompok Informan Kader Kelompok Informan Petugas
Variabel
MAD Tercapai MAD Tidak Tercapai Posyandu Gizi
Alasan ibu datang ke posyandu,
menurut kader dikarenakan apabila tidak memenuhi sasaran
adanya kesadaran masyarakat kader melakukan swiping ke
akan kesehatan bayi/anak, dan rumah-rumah warga untuk
pemberian PMT ketika posyandu melakukan pengukuran dan
menjadi daya tarik ibu untuk penimbangan badan bayi/anak.
datang ke posyandu
Menurut petugas gizi tidak ada
kendala harga pangan yang
Sebagian besar informan ibu Sebagian besar informan ibu Menurut kader harga pangan yang digunakan untuk bahan makanan
mengatakan tidak ada hambatan dan mengatakan tidak ada hambatan dan digunakan untuk bahan makanan bayi/anak di wilayah tempat
keluarga saat ini masih mampu untuk keluarga saat ini masih mampu untuk bayi/anak di wilayah tempat tinggal ibu masih terjangkau dan
membeli kebutuhan makan sehari-hari membeli kebutuhan makan sehari-hari tinggal ibu masih terjangkau dan tidak ada hambatan dalam
seperti beras, ikan, sayur mayur, telur, seperti beras, ikan, sayur mayur, telur, tidak ada hambatan dalam memperolehnya, namun masih
buah-buahan, dll buah-buahan, dll memperolehnya banyak ibu yang lebih memilih
membeli makanan jadi
Daya Beli Keluarga
dibandingkan memgolah sendiri.
Sebagian besar informan ibu Sebagian besar informan ibu
mengatakan untuk bahan pangan mengatakan untuk bahan pangan
seperti, sayur, buah dan lauk pauk seperti, sayur, buah dan lauk pauk
selalu tersedia di pasar dan tukang selalu tersedia di pasar dan tukang
sayur keliling di sekitar wilayah sayur keliling di sekitar wilayah
tempat tinggal informan ibu tidak ada tempat tinggal informan ibu tidak ada
kendala dalam memperoleh bahan kendala dalam memperoleh bahan
makanan makanan
akses dan ketersediana bahan untuk akses dan ketersediana
pangan tidak ada kendala, hanya bahan pangan tidak ada kendala,
Bahan makanan yang biasa diberikan Bahan makanan yang biasa diberikan sebagian besar ibu tidak mengolah hanya sebagian besar ibu tidak
Akses dan kepada bayi/anak antara lain sayur- kepada bayi/anak antara lain sayur- bahan makan sendiri tetapi mengolah bahan makan sendiri
Pemanfaatan Pangan sayuran, ikan, ayam, tahu, tempe, sayuran, ikan, ayam, tahu, tempe, membeli makanan jadi di warung tetapi membeli makanan jadi di
buah buah dekat tempat tinggal ibu, dengan warung dekat tempat tinggal ibu,
alasan tidak sempat memasak di dengan alasan tidak sempat
karenakan mengurus anak dan memasak di karenakan mengurus

Universitas Indonesia
Kelompok Informan dengan Anak Kelompok Informan dengan Anak Kelompok Informan Kader Kelompok Informan Petugas
Variabel
MAD Tercapai MAD Tidak Tercapai Posyandu Gizi
faktor ibu yang malas untuk anak dan faktor ibu yang malas
memasak untuk memasak
Adapuan cara pengolahan bahan Adapuan cara pengolahan bahan
makanan untuk sayuran biasanya makanan untuk sayuran biasanya
diolah menjadi sayur bening atau sup. diolah menjadi sayur bening atau sup.
Sementara untuk bahan makanan Sementara untuk bahan makanan
berupa ikan, ayam, tahu, tempe, telur berupa ikan, ayam, tahu, tempe, telur
diolah dengan cara di goreng diolah dengan cara di goreng
sebagian besar ibu mengolah sendiri sebagian besar ibu tidak mengolah
bahan pangan dan juga sebagian kecil sendiri bahan pangan dan ibu membeli
ibu membeli makanan matang di makanan matang di warung nasi
warung nasi sekitar tempat tinggal ibu sekitar tempat tinggal ibu

Universitas Indonesia
Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai