Anda di halaman 1dari 5

Kaum muslimin rahimakumullah,

Bertakwalah kepada Allah, dekatkanlah diri kepada-Nya dengan cara pendekatan seseorang yang
menyadari bahwa Allah Maha Mengetahui lagi Maha Melihat. Takwa kepada Allah adalah melakukan
suatu ketaatan sesuai dengan syariat yang ditetapkan Allah disertai dengan berharap pahala dari-
Nya dan meninggalkan perbuatan maksiat dengan petunjuk dari-Nya disertai perasaan takut akan
adzab-Nya.

Ibadallah,

Kaum muslimin telah berpisah dengan suatu masa yang agung dan utama. Suatu masa yang hati-hati
manusia begitu mudah untuk melakukan ketaatan. Suatu masa dimana orang-orang berlomba-
lomba melakukan berbagai bentuk amalan shaleh. Waktu dimana orang-orang begitu termotivasi
untuk mekhatamkan bacaan Alquran-nya, menghilangkan kesusahan yang ada pada janda-janda
miskin dan anak-anak yatim. Itulah waktu dimana dua amalan utama puasa dan shalat saling
beriringan. Itulah musim semi amalan ketaatan yang Allah mudahkan bagi siapa yang Dia kehendaki.
Alangkah banyak perbendaharaan di bulan itu. Langkah besar keuntungan dari perniagaannya. Dan
alangkah baiknya harta yang ia simpan.

Ibadallah,

Kita kaum muslimin telah berpisah dari bulan Ramadhan, dimana ampunan Allah masa-masa penuh
ampunan, pembebasan dari api neraka, dan perlombaan amalan ketaatan. Namun perpiasahan
dengan bulan tersebut bukan berarti perpisahan dengan pintu-pintu kebaikan. Masa-masa kebaikan
senantiasa silih berganti dan pintu-pintu kebaikan datang berturut-turut. Wajib bagi seorang hamba
Allah yang beriman untuk mempersembahkan hidupnya dan menyibukkan dirinya dengan hal-hal
yang mulia serta berpacu bersama orang-orang shaleh untuk menggapai ridha Rabbul ‘alamin
Subhanahu wa Ta’ala.

Ibdallah,

Sesungguhnya termasuk tanda diterimanya suatu amalan ketaatan yang kita lakukan adalah kita
merasa mudah melakukan ketaatan setelahnya. Kebaikan itu akan mengajak saudaranya yaitu
kebaikan jenis lainnya. Para ulama rahimahumullah mengatakan, “Sesungguhnya tanda diterimanya
puasa dan shalat seseorang di bulan Ramadhan adalah ia merasakan ketenangan, syukur kepada
Allah Tabaraka wa Ta’ala, dan mudah melakukan ibadah lainnya yang Allah ‘Azza wa Jalla
perintahkan. Jika keadaan keadaan seseorang demikian, maka itulah tanda diterimanya amalannya”.
Adapun jika keadaan seseorang setelah Ramadhan berubah dari ketaatan menjadi menyia-nyiakan
ketaatan dan mengerjakan kemaksiatan dan dosa, maka yang demikian bukanlah tanda kebaikan.
Salah seorang salam dahulu, ketika diceritakan keadaan sebagian orang yang bersungguh-sungguh
beribadah di bulan Ramadhan, namun setelah Ramadhan berlalu ia berhenti beramal dan malas,
ulama tersebut mengatakan,

‫ان‬
َ ‫ض‬َ ‫هللا ِإاَّل فِي َر َم‬ َ ‫ِبْئ‬
َ ‫س ال َق ْو ُم اَل َيعْ ِرفُ ْو َن‬

“Mereka adalah sejelek-jelek orang, karena mereka tidak mengenal Allah kecuali hanya di bulan
Ramadhan”.

Ibdallah,

Sesungguhnya Rabb dari setiap bulan adalah Rabb yang sama, Rabb-nya Ramadhan adalah juga
Rabb-nya bulan Syawal dan bulan-bulan lainnya. Sebagian salaf mengatakan, “Janilah seorang
Rabbani bukan seoarang Ramadhani”. Maksudnya, janganlah engkau taat dan beribadah kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya terbatas pada bulan Ramadhan saja. Hidup kita semuanya adalah
masa-masa ketaatan kepada Allah Jalla wa ‘Ala. Allah Ta’ala berfirman,

َ ‫َّك َح َّتى َيْأ ِت َي‬


ُ‫ك ْال َيقِين‬ َ ‫َواعْ ب ُْد َرب‬

“Dan sembahlah Rabb-mu hingga datang kematian menjemputmu.” (QS. Al-Hijr: 99).

Firman-Nya juga,

َ ‫ِين آ َم ُنوا ا َّتقُوا هَّللا َ َح َّق ُت َقا ِت ِه َواَل َتمُو ُتنَّ ِإاَّل َوَأ ْن ُت ْم مُسْ لِم‬
‫ُون‬ َ ‫َيا َأ ُّي َها الَّذ‬

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan
janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran: 102).

Allah juga berfirman,

َ ‫ِين َقالُوا َر ُّب َنا هَّللا ُ ُث َّم اسْ َت َقامُوا َفاَل َخ ْوفٌ َعلَي ِْه ْم َواَل ُه ْم َيحْ َز ُن‬
‫ون‬ َ ‫ِإنَّ الَّذ‬
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap
istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.”
(QS. Al-Ahqaf: 13).

Dan firman-Nya,

َ ‫ِين َقالُوا َر ُّب َنا هَّللا ُ ُث َّم اسْ َت َقامُوا َت َت َن َّز ُل َعلَي ِْه ُم ْال َماَل ِئ َك ُة َأاَّل َت َخافُوا َواَل َتحْ َز ُنوا َوَأبْشِ رُوا ِب ْال َج َّن ِة الَّتِي ُك ْن ُت ْم ُتو َعد‬
‫ُون‬ َ ‫ِإنَّ الَّذ‬

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan:
“Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang
telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS. Fushshilat: 30).

Ibadallah,

Ada sebuah permisalan yang perlu untuk diperhatikan. Bagaimana pendapat Anda sekalian jika ada
seorang perempuan yang memintal benang menjadi pakaian selama satu bulan sempurna. Setelah
selesai ia urai lagi pakaian yang telah jadi itu menjadi benang-benang? Mungkin Anda akan
mengatakan perempuan ini tidak pintar atau bodoh, atau perempuan ini tidak memiliki sifat hikmah.
Demikian pula yang Allah firmankan,

‫ت َغ ْزلَ َها مِنْ َبعْ ِد قُ َّو ٍة َأ ْن َك ًاثا‬ َ ‫َواَل َت ُكو ُنوا َكالَّتِي َن َق‬
ْ ‫ض‬

“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal
dengan kuat, menjadi cerai berai kembali…” (QS. An-Nahl: 92).

Demikianlah, jika seorang hamba diberi taufik untuk menaati Allah Jalla wa ‘Ala, lalu ia mengajak
dirinya agar melakukan ketaatan kemudian setelah itu ia kembali lagi kepada kerusakan dan
merusak sendi-sendi yang sudah ia bangun. Keadaan ini sama halnya dengan wanita yang telah
memintal benang tadi, lalu merusak hasil yang telah ia upayakan.

Ibadallah,

Sesungguhnya waktu setelah Ramadhan adalah waktu bersyukur kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala,

َ ‫َولِ ُت ْكمِلُوا ْال ِع َّد َة َولِ ُت َك ِّبرُوا هَّللا َ َعلَى َما َه َدا ُك ْم َولَ َعلَّ ُك ْم َت ْش ُكر‬
‫ُون‬
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas
petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 185).

Dan kita ketahui bersama, melakukan kemaksiatan setelah sebelumnya kita mengamalkan ketaatan
adalah bukan wujud dari rasa syukur atas Dia yang memberikan taufik untuk taat, yaitu Allah Jalla wa
‘Ala. Allah Ta’ala berfirman,

ُ ‫اعْ َملُوا آ َل َداوُ و َد‬


‫ش ْكرً ا‬

“Beramallah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah).” (QS. Saba’: 13).

Ibdallah,

Marilah kita memuhasabah diri kita, menimbang amalan kita, dan merenungkan keadaan kita.
berlalunya bulan Ramadhan memang membuat kita sedih. Karena kita hidup di dalam ruang waktu
yang terbatas. Apabila waktu kita berakhir, selesai sudah umur kita di dunia. Karena itu, berlalunya
bulan demi bulan dan tahun demi tahun sebagai nasihat dan pengingat seorang mukmin. Karena
hari-hari, bulan-bulan, dan tahun-tahun yang kita lewati adalah bagian dari umur kita. Umur kita
berkurang seiring dengan bertambahnya bulan dan tahun yang kita lewati. Hari, bulan, dan tahun
yang kita habiskan semakin mendekatkan kita pada ajal kita.

Oleh karena itu, hendaknya kita merenung dan berpikir, terus memuhasabah diri dan menimbang
amal. Periksalah amalan kita sebelum nanti Allah yang memeriksa. Timbang-timbanglah sebelum
nanti ditimbang di hari kiamat. Hari ini, adalah masa-masa beramal tanpa ada hisab perhitungan dan
kiamat kelak adalah hisab perhitungan tanpa adanya amalan.

Ya Allah, ya Rabb kami, jadikanlah hari-hari kami adalah saat-saat dimana kami sibuk dalam kebaikan
dan ketakwaan. Bantulah kami untuk menaati-Mu ya Hayyu ya Qayyum. Tunjukilah kami jalan yang
lurus dan jangan biarkan kami bersandar kepada diri kami sendiri walau hanya sekejap mata.

ٍ ‫اِئر المُسْ لِ ِمي َْن مِنْ ُك ِّل َذ ْن‬


َ ‫ب َفاسْ َت ْغفِر ُْوهُ َي ْغفِرْ لَ ُك ْم ِإ َّن ُه ه َُو الغَ فُ ْو ُر‬
‫الر ِح ْي ُم‬ َ ‫َأقُ ْو ُل َه َذا ال َق ْو ِل َوَأسْ َت ْغفِ ُر‬.
ِ ‫هللا لِي َولَ ُك ْم َول َِس‬

Khutbah Kedua:
‫ َوَأ ْش َه ُد َأنَّ محمداً َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُ ُه ؛‬, ‫ك لَ ُه‬ َ ‫ َوَأ ْش َه ُد َأنْ اَل ِإلَ َه ِإاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل َش ِر ْي‬, ‫ان‬ ِ ‫اَ ْل َحمْ ُد هَّلِل ِ َعظِ ي ِْم اِإلحْ َس‬
ِ ‫ان َواسِ ِع ال َفضْ ِل َوالج ُْو ِد َواالِمْ ِت َن‬
‫صلَّى هللاُ َو َسلَّ َم َعلَ ْي ِه َو َعلَى آلِ ِه َوَأصْ َح ِاب ِه َأجْ َم ِعي َْن َو َسلَّ َم َتسْ لِيْما ً َك ِثيْرً ا‬َ
ُ‫ َوَأرْ َش َدهُ ِإلَى َخي ٍْر ُأم ُْو ٍر ِد ْي ِن ِه َو ُد ْن َياه‬، ُ‫هللا َو َقاه‬ َ ‫ ِا َّتقُ ْوا‬: ‫ َأمَّا َبعْ ُد َأ ُّي َها المُْؤ ِم ُن ْو َن‬.
َ ‫هللا َت َعالَى ؛ َفِإنَّ َم ِن ا َّت َقى‬

Ibadallah,

Jika bulan Ramadhan adalah bulan dimana kita diwajibkan untuk berpuasa telah berlalu, namun
bulan-bulan dimana kita dianjurkan untuk berpuasa sunnah tidaklah berlalu. Ada puasa ayyamul bid,
yakni puasa sunnah di setiap 3 hari pertengahan bulan, ada puasa senin dan kamis, ada puasa 10
Muharam, puasa Arafah, dll. semua puasa itu tetap ada seiring bergantinya bulan-bulan qomariyah.

Dan saat ini kita berada di bulan Syawal. Di bulan Syawal terdapat masa-masa yang banyak pahala
dan keutamaan. Diriwayatkan dari Abu Ayyub al-Anshari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

‫ان َكصِ َي ِام الدَّهْ ر‬ ٍ ‫ان ُث َّم َأ ْت َب َع ُه سِ ًّتا مِنْ َش َّو‬


َ ‫ال َك‬ َ ‫ض‬ َ ْ‫َمن‬
َ ‫صا َم َر َم‬

“Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan, kemudian menyertainya dengan berpuasa enam hari di
bulan Syawal, maka seperti berpuasa satu tahun.”

Ibadallah,

Mengamalkan enam hari puasa Syawal termasuk di antara tanda diterimanya puasa Ramadhan kita.
karena balasan dari kebaikan adalah kebaikan setelahnya. Dan puasa Syawal juga merupakan
perwujudan dari rasa syukur kepada Allah Tabawaka wa Ta’ala atas taufik-Nya membantu kita
menunaikan puasa Ramadhan.

Puasa Syawal juga sama kedudukannya seperti shalat wajib dengan shalat sunnah, dalam arti puasa
sunnah Syawal ini menutupi kekurangan-kekurangan yang ada pada puasa wajib di bulan Ramadhan.
Dan tentu saja keutamaannya sebagaimana telah disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bahwa dengan berpuasa Syawal setelah puasa Ramadhan, kita dhitung berpuasa selama satu tahun
penuh.

Ya Allah, segala puji hanya untuk-Mu atas apa yang telah Engkau anugerahkan kepada kami kebaikan
demi kebaikan, ibadah satu ke ibadah yang lain. Ya Allah, segala puji bagi-Mu atas nikmat yang tiada
terputus dan anugerah yang tak terhitung dan tak terhingga.

Anda mungkin juga menyukai