Anda di halaman 1dari 52

TUGAS AKHIR

ANALISIS PENGULANGAN FOTO PADA PEMERIKSAAN


PANORAMIC DI RUMAH SAKIT HERMINA

Proposal Karya Tulis Ilmiah Diajukan untuk menyusun karya tulis ilmiah
dalamprogram studi Diploma III APIKES Talitakum.

Disusun oleh
GLEND ADAM SITUMORANG
NIM 201020007
2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang


maha esa, yang dengan segala anugerah-NYA penulis dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tepat pada waktunya
yang berjudul “ANALISIS PENGULANGAN FOTO PADA
PEMERIKSAAN PANORAMIC DI RUMAH SAKIT
HERMINA”

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat


untuk menyelesaikan Pendidikan Diploma III Radiologi
Teknik Radiologi AKADEMI PENDIDIKAN KESEHATAN
TALITAKUM . Meskipun penulis telah berusaha
semaksimal mungkin agar Karya Tulis Ilmiah ini sesuai
dengan yang diharapkan, akan tetapi karena keterbatasan
kemampuan, pengetahuan dan pengalaman penulis, penulis
menyadari sepenuhnya dalam penyusunan Karya Tulis
Ilmiah ini banyak kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun.
3

ANALISIS PENGULANGAN FOTO PADA PEMERIKSAAN


PANORAMIC DI RUMAH SAKIT HERMINA

GLEND ADAM SITUMORANG


AKADEMI PENDIDIKAN KESEHATAN TALITAKUM
ABSTRAK

Pada penelitian pemeriksaan radiografi Panoramic di Rumah Sakit Hermina


banyak sekali berbagai potensi kegagalan. Penyebab kegagalan seperti
adanya reject foto atau pengulangan pemeriksaan, Potensi kegagalan tetap
terjadi walaupun sudah dibantu dengan mengunakan alat pemeriksaan yang
sesuai. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis berbagai faktor dari jumlah
reject film dan faktor pengulangan pada pemeriksaan panoramic.

Dalam penelitian ini penulis melakukan observasi langsung dalam


mengumpulkan data data kemudian dilakukan pengolahan data pada periode
Mei 2023, Penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif di Instalasi
Radiologi Rumah Sakit Hermina, Instrumen yang digunakan yaitu berupa
lembar kerja. Hasil dari penelitian ini yaitu jumlah reject film dan
pengulangan pemeriksaan panoramic yang sering terjadi di Rumah Sakit
Hermina

Faktor penyebab reject film (pengulangan) panoramic yang paling sering


terjadi yaitu posisi pasien yang tidak sesuai atau pasien bergerak , pasien
menggunakan perhiasan, gigi palsu Tidak berkontaknya lidah dengan
palatum.

Kata Kunci : Pengulangan atau Reject Panoramic


4

ANALYSIS OF REPEATED PHOTOS ON PANORAMIC


EXAMINATION AT HERMINA HOSPITAL
GLEND ADAM SITUMORANG
TALITAKUM HEALTH EDUCATION ACADEMY
ABSTRACT
In the Panoramic radiographic examination study at Hermina Hospital there
are many potential failures. Causes of failure such as photo rejects or repeated
inspections. The potential for failure still occurs even though it has been
assisted by using the appropriate inspection tool. The purpose of this study
was to analyze various factors from the number of reject films and the
repetition factor in panoramic examination.

In this study, the authors made direct observations in collecting data and then
processed the data for the period May 2023. The authors used a qualitative
descriptive method at the Hermina Hospital Radiology Installation. The
instrument used was a worksheet. The results of this study are the number of
reject films and repeated panoramic examinations that often occur at Hermina
Hospital

The most common cause of panoramic film rejection (repetition) is the


patient's position that is inappropriate or the patient moves, the patient wears
jewelry, dentures The tongue does not contact the palate.

Keywords: Repetition or Reject Panoramic


5

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Teknik radiograf panoramik adalah teknik radiografi untuk

menghasilkan gambar tunggal dari struktur wajah yang mencakup lengkung

gigi maksila dan mandibula serta struktur pendukungnya. Radiograf

panoramik berguna untuk membantu menegakkan diagnosis yang

membutuhkan cakupan yang luas,contohnya evaluasi trauma, lokasi molar

ketiga, penyakit gigi atau tulang yang luas, lesi besar yang diketahui atau

dicurigai, perkembangan gigi, ujung akar, gangguan sendi

temporomandibular (TMJ), dan anomali perkembangan.

Radiograf panoramik dapat memberikan kualitas gambar yang baik

pada dosis radiasi rendah. Pasien juga merasa lebih nyaman misalnya pasien

anak-anak yang mungkin tidak dapat mentolerir proyeksi intraoral akan lebih

mudah untuk duduk diam selama paparan radiograf panoramik. Radiograf

panoramik memiliki beberapa keterbatasan karena gambar yang terlihat pada

gambar panoramik tidak setajam gambar yang dihasilkan dengan proyeksi

intraoral, sering terdapat perbesaran dan distorsi jika dibandingkan dengan

ukuran yang sesungguhnya sehingga diperlukan pengetahuan serta keahlian

khusus untuk menghindari kesalahan informasi saat menginterpretasi

radiograf panoramik.

Radiograf panoramik rentan terhadap berbagai kesalahan yang dapat

mempengaruhi validitas informasi, apabila kualitas radiograf yang dihasilkan

tidak memuaskan perlu dilakukan pengulangan foto yang menyebabkan


6

peningkatan paparan radiasi, lebih banyak biaya, dan menghabiskan waktu.

Kualitas gambar yang tidak memuaskan dihasilkan bukan dari keterbatasan

peralatan radiografi yang ada melainkan biasanya hasil dari kesalahan yang

dilakukan oleh operator selama penyesuaian pasien.1 Penelitian Kumar et al

(2020) mengevaluasi 1000 radiografer panoramik yang dipilih secara acak,

hasilnya 776 radiograf menunjukkan satu atau lebih kesalahan persiapan dan

posisi pasien.5 Menurut Shuhaimi et al (2017) proporsi terbesar kesalahan

radiograf adalah dari kriteria tidak berkontak antara lidah dan langit-langit

(46,41%), diikuti oleh dagu menghadap ke atas (23,44%) dan bibir terbuka

(20,81%).6 Penelitian Pandey et al (2014) kesalahan yang disebabkan dari

kesalahan teknis sebesar 11,3% dan kesalahan posisi sebesar 16,2%, hasil

tersebut menunjukkan kesalahan paling umum adalah kesalahan posisi

pasien.

Gambar yang dihasilkan akibat berbagai kesalahan dalam pembuatan

radiograf dapat menyulitkan dokter gigi dalam menginterpretasikan suatu

penyakit sehingga dapat terjadi kesalahan dalam menentukan

radiodiagnosis.1 Lidah yang tidak diletakkan pada palatum adalah kesalahan

paling umum yang ditemukan pada penelitian Subbulakshmi et al (2016).

Kesalahan posisi lidah menghasilkan gambaran ruang udara berupa

radiolusen yang menutupi akar dari gigi maksila yang dapat didiagnosis

sebagai periodontitis apikal atau resorpsi akar seperti yang disebutkan pada

penelitian Granlund et al (2012). Posisi kepala pasien yang menghadap ke

salah satu sisi juga dapat menyebabkan gambaran skeletal asymmetry.


7

Perubahan kualitas radiograf dapat menyebabkan kesalahan dalam

interpretasi, diagnosis dan rencana perawatan. Kualitas radiograf panoramik

yang baik juga dapat meminimalkan paparan radiasi dan biaya bagi pasien.

Berdasarkan penjelasan tersebut dilakukan penelitian untuk mengetahui

frekuensi kesalahan radiograf panoramik di Rumah Sakit Khusus Gigi dan

Mulut Provinsi Sumatera Selatan sehingga dapat diketahui dan diperbaiki

kedepannya.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah terdapat kesalahan radiograf panoramik di Rumah Sakit Khusus Gigi

dan Mulut Provinsi Sumatera Selatan

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui kesalahan radiograf panoramik di Rumah Sakit Khusus Gigi

dan Mulut Provinsi Sumatera Selatan.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui frekuensi kesalahan radiograf panoramik akibat

kesalahan

persiapan alat di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut

Provinsi Sumatera Selatan.

2. Mengetahui frekuensi kesalahan radiograf panoramik akibat

kesalahan persiapan pasien di Rumah Sakit Khusus Gigi dan

Mulut Provinsi Sumatera Selatan


8

3. Mengetahui frekuensi kesalahan radiograf panoramik akibat

kesalahan emposisikan pasien di Rumah Sakit Khusus Gigi

dan Mulut Provinsi Sumatera Selatan

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

Manfaat teoritis sebagai pengembangan keilmuan di bagian Radiologi

Kedokteran Gigi mengenai kesalahan radiograf panoramik di Rumah Sakit

Khusus Gigi Mulut Provinsi Sumatera Selatan.

1.4.2 Manfaat praktis

1. Bagi Institusi

Memberikan informasi kepada pihak institusi

mengenai frekuensi kesalahan radiograf panoramik

agar pihak institusi mengetahui dan memperbaiki

kesalahan tersebut sehingga dapat meningkatkan mutu

di bidang radiologi.

2. Bagi Operator dan Dokter Gigi

Memberikan informasi kepada operator dan dokter

gigi mengenai gambaran kesalahan radiograf

panoramik yang sering terjadi sehingga dapat

diminimalisir kedepannya dan tidak menyebabkan

kesalahan dalam interpretasi


9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Radiograf Panoramik

2.1.1 Definisi radiograf panoramic

Radiograf panoramik merupakan salah satu teknik radiografi dengan

menggunakan film yang ditempatkan di luar rongga mulut digunakan untuk

memeriksa maksila dan mandibula pada satu proyeksi. Radiograf panoramic

dikenal sebagai pantomografi atau radiografi rotasi karena prosedur

radiografi yang menghasilkan gambar tomografi tunggal dari struktur wajah

termasuk lengkung maksila dan mandibula serta struktur pendukungnya.

2.1.2 Manfaat radiograf panoramik

Manfaat utama dari radiografi dalam kedokteran gigi memungkinkan

dokter gigi untuk mengidentifikasi segala kondisi yang mungkin tidak

terdeteksi dan untuk melihat kondisi yang tidak dapat diidentifikasi secara

klinis.13 Radiografi yang dibuat dengan teknik yang tepat, dipapar dan

diproses dengan baik, kegunaannya sebagai pendeteksian penyakit memiliki

nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan resiko yang didapatkan dari

paparan sinar X.3 Radiografi dental berguna untuk:

1. Membantu dalam diagnosis agar dental professional dapat

mengidentifikasi kondisi yang tidak terdeteks

2. Kegunaan utamanya adalah membantu dalam mendeteksi penyakit,

lesi dan kondisi gigi dan tulang.


10

3. Manfaat mendeteksi penyakit melebihi dari bahaya radiasi dosis

rendah.

4. Banyak penyakit yang tidak memiliki tanda atau gejala klinis, dapat

terdeteksi dengan radiografi.

2.1.3 Indikasi radiograf panoramik

Radiografi panoramik atau disebut juga orthopantomography (OPG)

adalah suatu teknik radiografi ekstraoral yang memberikan gambaran dari

lengkung gigi maksila dan mandibula serta struktur pendukungnya,

temporomandibular joints (TMJ) dan lobus dari sinus maksilaris. Panoramik

memproyeksikan mandibula dan maksila pada satu radiograf dari kondilus

mandibula kiri ke kondilus mandibula kanan. Gambaran panoramik sangat

berguna secara klinis untuk diagnostik yang membutuhkan cakupan rahang

yang luas (gambar 2.1). Manfaat gambaran tersebut dapat digunakan untuk

evaluasi trauma yaitu fraktur rahang, lokasi molar ketiga, penyakit gigi, lesi

yang besar, perkembangan dan erupsi gigi (terutama pada gigi campuran),

gigi impaksi dan sisa akar (dalam pasien edentulous), nyeri sendi

temporomandibular (TMJ), dan perkembangan anomali. Gambar panoramik

juga berguna untuk pasien yang tidak dapat menerima prosedur intraoral

dengan baik.

2.1.4 Prinsip kerja

Radiograf panoramik, reseptor dan kepala tabung sinar X bergerak di sekitar

pasien. Tabung sinar X berputar membentuk setengah lingkaran di belakang

kepala pasien dalam satu arah, sedangkan reseptor berputar di depan kepala

pasien dalam arah yang berlawanan (Gambar 2.1).14 Film bergerak dengan
11

kecepatan yang mengikuti proyeksi pergerakan titik tertentu, titik tersebut

akan selalu diproyeksikan di tempat yang sama pada film dan tidak akan

muncul ketidaktajaman pada radiograf. Pasien dapat berdiri atau duduk

dalam posisi diam, tergantung pada jenis mesin sinar X panoramik yang

digunakan. Pergerakan reseptor dan kepala tabung menghasilkan gambar

melalui proses yang dikenal sebagai tomografi.

Prinsip pengambilan gambar diagnostik dalam panormik tergantung pada

penggunaan focal trough. Focal trough adalah zona volumetrik berbentuk

seperti tapal kuda yang meniru lengkung gigi. Focal trough merupakan area

tak terlihat yang terletak pada ruang antara sumber radiasi dan image

receptor. Bentuk focal trough bervariasi. Bentuk berbeda dari focal trough

telah dibuat oleh pabrik agar sesuai dengan berbagai bentuk lengkung gigi

pasien. Focal trough dibuat dengan bagian anterior sempit dan bagian

posterior lebih lebar untuk mengakomodasi gigi Struktur anatomi seperti

gigi insisivus proklinasi atau retroklinasi dapat mengakibatkan sebagian gigi

(terutama apeks) tergeser di focal trough terlihat kabur. Struktur yang

terdapat dalam focal trough tampak lebih fokus.

Gambar 2.2 Ukuran Focal trough


12

Posisi pasien yang akurat dalam focal trough sangat penting. Radiograf

panoramik dilengkapi dengan lampu posisi. Lampu posisi memberikan

panduan dalam dimensi vertikal, horizontal dan anteriore posterior dan

memungkinkan operator untuk memposisikan pasien dengan benar. Lampu

posisi akan menempatkan lengkungan maksila dan mandibula dalam focal

trough. Deviasi dari posisi ideal pasien pada bidang anteriore posterior akan

mengakibatkan gigi insisivus sentral dan lateral tergeser di luar focal trough

sehingga terlihat perubahan lebar gigi pada gambaran radiograf.Kualitas

gambar panoramik yang dihasilkan bergantung pada posisi gigi pasien di

dalam focal trough dan seberapa dekat penyesuaian maksila dan mandibula

pasien dengan focal trough yang dirancang untuk rahang rata-rata.

2.1.5 Teknik dan posisi pengambilan gambar panoramik

1. Persiapan pasien dimulai dengan memberitahu prosedur

kepada pasien sehingga pasien tidak bergerak selama paparan

dan kaset film atau tabung bergerak di sekitar kepala pasien

dan dapat menyentuh bahu atau telinga selama paparan.


13

2. Pasien tidak memakai kacamata, kalung, jepit rambut,

perhiasan wajah (piercing), gigi palsu lepasan, dan bahan lain

yang dapat mengganggu prosedur radiografi seperti permen

karet atau pakaian seperti hooded tebal.

3. Apron yang digunakan adalah apron timbal tanpa kerah tiroid

sehingga apron tidak akan menghalangi rotasi dari kaset atau

image receptor.

4. Kaset yang mengandung film atau pelat fosfor dimasukkan ke

dalam rakitan carriage.

5. Operator memakai sarung tangan pelindung yang sesuai (latex

atau nitrile).

6. Kolimasi diatur sesuai ukuran bidang yang diperlukan.

7. Faktor paparan yang tepat dipilih dalam kisaran tegangan

tabung ±70–90 kVp, arus tabung ±4–12 mA dan Waktu

paparan ±15-18 detik.10

8. Posisi pasien tegak lurus dengan lantai

9. Penanda sinar membantu sehingga bidang midsagital

berhimpit dengan garis vertikal, bidang frankfort berhimpit


14

dengan garis horizontal dan canine lightterletak di antara gigi

insisivus lateral atas dan gigi kaninus

10. Posisi dagu pasien di atas chin rest dan pasien menggigit bite

block atau cotton roll di antara insisal gigi atas dan bawah

11. Pasien menutup bibir dan lidah di palatum. Pasien dalam

posisi menelan dan posisi lidah pada palatum. Posisi tersebut

membantu untuk mencegah pembentukan udara yang

direpresentasikan sebagai area radiolusen di ata

2.1.6 Kelebihan dan kekurangan radiograf panoramik

2.1.6.1 Kelebihan radiograf panoramik:

1. Cakupan Gambar

Maksila dan mandibula yang terletak di dalam focal through dapat

divisualisasikan pada satu film. Visualisasi penuh dari semua gigi dan

tulang di sekitarnya, termasuk area molar ketiga, adalah yang

terpenting.13 Unit pantomografi lebih banyak struktur anatomi yang

dapat dilihat pada gambar daripada dengan Complete Mouth

Radiographic Series (CMRS). Lesi dan kondisi


15

rahang yang mungkin tidak terlihat pada gambar intraoral dapat

dideteksi pada gambar panoramik.

2. Kesederhanaan

Prosedur pantomografi relatif sederhana untuk dilakukan.14

Prosedur sederhana tersebut hanya membutuhkan sedikit kepatuhan

pasien.13 Pelatihan minimal dengan perhatian lebih terhadap detail,

setiap anggota dental team dapat menjadi ahli dalam mengambil film.

3. Kenyamanan pasien.

Paparan gambar panoramik lebih dapat diterima pasien karena

tidak ada ketidaknyamanan yang terlibat.13 Pantomografi praktis

menghilangkan masalah pasien dengan reflek muntah tinggi, pasien

dengan trismus, dan anak-anak yang ketakutan atau tidak

kooperatif.14

4. Dosis radiasi yang rendah.

Gambar panoramik hanya melibatkan paparan radiasi minimal pasien

dibandingkan dengan radiografi intaroral. Dosis radiasi aplikasi

(setara dosis efektif) 0,08 mSv adalah sekitar sepertiga dari dosis dari

full mouth survey of intraoral films

2.1.6.2 Kekurangan radiograf panoramik:

1. Kualitas gambar.

Gambar yang terlihat pada gambar panoramik tidak setajam

gambar yang dihasilkan dengan proyeksi intraoral.3 Faktor yang

cenderung menurunkan gambar dibandingkan dengan film intraoral

adalah (1) penempatan film secara eksternal sehingga jarak objek-

film meningkat, (2) penggunaan intensifiying screens, dan (3)


16

film yang lebih cepat dengan ukuran large grain size. Gambar

panoramik tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis karies gigi,

penyakit periodontal, atau lesi periapikal karena hal tersebut.

2. Batasan Focal trough.

Area yang terletak di luar (baik di depan atau di belakang) focal

trough dapat terlihat kurang jelas atau tidak sama sekali terlihat.

Gerakan tomografi dan adanya jarak antara focal trough dan reseptor

gambar dapat menghasilkan distorsi dan perbesaran gambar akhir

(kira-kira. × 1,3).10

3. Distorsi.

Jumlah penyimpangan vertikal dan horizontal bervariasi sehingga

dapat menghasilkan gambaran yang lebih besar pada radiograf

daripada yang sebenarnya atau terlihat gambaran yang tumpang

tindih dengan struktur anatomi. Dokter gigi menggunakan radiograf

panoramik untuk evaluasi tulang dan perencanaan perawatan

sehingga perlu diperhatikan.14 Radiografi dianggap baik secara

teknis dan memiliki kualitas baik jika memenuhi kriteria berikut:

ketajaman atau detail, distorsi minimal, tidak ada artefak atau ghost

image, dan kontras memadai.17

4. Biaya peralatan.

Biaya unit sinar X panoramik relatif tinggi dibandingkan dengan

biaya unit sinar X intraoral.14

2.1.7 Penilaian kualitas radiograf panoramik

Penilaian kualitas gambar pada dasarnya melibatkan tiga tahap

terpisah, yaitu:
17

1. Perbandingan gambar dengan kriteria kualitas ideal

2. Peringkat subyektif kualitas gambar menggunakan standar yang

ditetapkan.

3. Penilaian terperinci atas film yang terdapat kesalahan untuk

menentukan sumber kesalahan.

2.1.7.1 Kriteria radiograf panoramik yang ideal

Radiograf panoramik pasien yang diposisikan dengan benar

umumnya menunjukkan simetris ukuran ramus mandibula dan

kondilus mandibula, seluruh gigi atas dan bawah di bidang vertikal

dan horizontal, gigi molar kanan dan kiri mesiodistal vertikal dan

horizontal harus sama, gigi molar kanan dan kiri harus sama dalam

mesiodistalnya.18Densitas pada gambar harus sama secara

menyeluruh dan tidak terdapat gambaran radiolusen lidah pada

bagian atas akar gigi maksila, gambaran palatum terlihat di atas akar

gigi maksila, tidak ada bayangan artefak karena gigi palsu, anting-

anting dan perhiasan lainnya, label identifikasi pasien tidak boleh

mengaburkan salah satu gambaran radiograf, gambar harus diberi

label yang jelas dengan nama pasien dan tanggal pemeriksaan, dan

tanda kanan atau kiri gambar harus jelas


18

Kriteria peringkat kualitas radiograf panoramik berdasarkan 2001 Guidance

Notes for Dental Practitioners on the Safe Use of X-ray Equipment, yaitu:

1. Excellent

Tidak terdapat kesalahan persiapan pasien, paparan, posisi, pemrosesan

atau penanganan film

2. Diagnostically acceptable

Terdapat beberapa kesalahan persiapan pasien, paparan, posisi,

pemrosesan atau penanganan film, tetapi yang tidak mengurangi kegunaan

diagnostik radiograf.

3. Unacceptable

Terdapat kesalahan persiapan pasien, paparan, posisi, pemrosesan atau

penanganan film, yang membuat radiografi tidak dapat diterima secara

diagnostic

2.1.8 Kesalahan yang terjadi pada radiograf panoramik


19

2.1.8.1 Kesalahan persiapan alat

1. Pengaturan ketinggian yang tidak benar

Mesin disesuaikan untuk mengakomodasi ketinggian pasien, dan

disejajarkan semua bagian yang dapat digerakkan.16 Dudukan kepala pasien

juga diatur kurang lebih setinggi pasien, kemudian dudukan kepala

digerakkan untuk memungkinkan pasien mengatur posisi.

2. Kesalahan memilih pengaturan paparan

Kesalahan pengaturan paparan mempengaruhi gambar dengan

mengurangi kontras keseluruhan dari radiograf dengan menghilangkan

identifikasi dari gigi dan struktur sekitarnya pada radiograf. Gambar

overexposure tampak gelap atau densitasnya tinggi dan waktu paparan yang

terlalu lama adalah penyebab paling umum dari overexposure.

Underexposure gambar terlihat terang atau densitasnya rendah disebabkan

oleh waktu paparan yang terlalu cepat. Faktor paparan yang tepat harus

dipilih dalam tegangan tabung kisaran ±70–90 kVp, arus tabung ±4–12 mA

dan waktu paparan ±15-18 detik.


20

2.1.8.2 Kesalahan persiapan pasien

1. Pasien menggunakan perhiasan/ protesa lepasan

Pasien memakai protesa atau perhiasan saat paparan dapat terlihat pada

radiograf Benda logam yang tidak dilepaskan akan menyebabkan ghosting

radiopak pada sisi yang berlawanan pada film dan dapat mengaburkan

struktur, membuat film tidak terdiagnosis.14 Ghost image adalah artefak

radiopak yang terlihat pada film panoramik yang dihasilkan ketika objek

radiodenseditembus dua kali oleh sinar.16 Ghost image terlihat di sisi yang

berlawanan dari gambar sebenarnya karena reseptor berada di sisi yang

berlawanan ketika sinar-X melewati struktur tersebut. Ghost image terlihat

buram dan terdistorsi karena strukturnya terletak jauh dari focal trough.

Ghost image terlihat pada gambar di sisi berlawanan dari lokasi anatomis

sebenarnya dan terlihat lebih tinggi karena inklinasi dari sinar x-ray yang

lebih keatas.
21

Pelayanan yang memenuhi standar akan memberikan hasil yang terbaik dan

akan lebih terarah dalam pelaksanannnya(Rahmaddian, 2019).

Pelayanan radiologi adalah pelayanan untuk melakukan diagnosis yang

meliputi antara lain pelayanan radiografi konvensional, Computed

Tomography Scan (CT-Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI),

mammography, dental, panoramic dan pelayanan lainnya. Pelayanan radiologi

diagnostik adalah pelayanan penunjang yang menggunakan radiasi pengion

atau radiasi non pengion yang terdiri dari pelayanan radiodiagnostik, imaging

diagnostik, dan radiologi intervensional untuk menegakkan suatu penyakit,

Salah satu parameter untuk menilai pelayanan radiologi adalah waktu tunggu

(Kepmenkes, 2010).

Waktu tunggu pelayanan adalah waktu yang digunakan pasien untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan mulai tempat pendaftaran sampai masuk ke

ruang pemeriksaan dokter. Waktu tunggu pelayanan merupakan masalah yang

masih banyak dijumpai dalam praktik pelayanan kesehatan, dan salah satu

komponen yang potensial menyebabkan ketidakpuasan, dimana dengan

menunggu dalam waktu yang lama menyebabkan ketidakpuasan terhadap

pasien (Laeliyah, 2017).

Waktu tunggu di Instalasi Rawat Jalan di bagi menjadi dua bagian

besar yaitu: waktu tunggu saat mendaftar di loket pendaftaran atau disebut
22

juga waktu tunggu di rekam medis atau loket. Menurut Standar Pelayanan

Minimal Rumah Sakit tahun(2008), standar pelayanan radiologi salah satunya

adalah waktu tunggu hasil pelayanan thorax foto dengan standar minimal

yang ditetapkan ≤3 jam, pelaksana ekspertisi oleh dokter spesialis radiologi,

kejadian kegagalan pelayanan rontgen kerusakan foto ≤ 2 % , kepuasan

pelanggan ≤ 80%.

Waktu tunggu hasil pelayanan foto thorax adalah tenggang waktu

mulai pasien datang sampai dengan menerima hasil yang sudah di expertise.

Waktu tunggu pasien dalam mendapatkan pelayanan kesehatan merupakan

salah satu hal penting dan sangat menentukan kualitas pelayanan kesehatan

yang diberikan oleh suatu unit pelayanan kesehatan, sekaligus mencerminkan

bagaimana rumah sakit mengelola komponen pelayanan yang disesuaikan

dengan situasi dan harapan pasien di rumah sakit(Laeliyah,2017).

Penyediaan layanan di rumah sakit terdapat rumah sakit umum dan

rumah sakit khusus, klasifikasi rumah sakit umum berdasarkan fasilitas dan

kemampuan pelayanan yaitu rumah sakit umum kelas A, kelas B , kelas C,

kelas D. Adapun di provinsi Riau terdapat RSUD kelas B yaitu RSUD Arifin

Achmad(Permenkes, 2010)

RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau merupakan rumah sakit umum

yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang

kurangnya sebelas spesialis dan sub spesialistik terbatas. Rumah sakit umum

kelas B pendidikan yang mempunyai tugas dan fungsi mencakup upaya

pelayanan kesehatan perorangan, pusat rujukan dan pembina Rumah Sakit

Kabupaten Provinsi. Instalasi Radiologi merupakan salah satu instalasi

penunjang medis di RSUD Arifin Achmad yang memberikan layanan

pemeriksaan berupa foto atau gambar untuk membantu dokter yang merawat

pasien dalam penegakkan diagnosa. Instalasi radiologi di RSUD Arifin


23

Achmad Provinsi Riau dibawah penanganan para dokter ahli dan para

radiografer yang berpengalaman, memiliki peran lengkap yang mampu

menunjang kebutuhan diagnostik seluruh bidang spesialis (Profil RSUD

Arifin Achmad, 2018).

Berdasarkan survey pendahuluan yang didapatkan oleh peneliti

melalui wawancara terkait waktu tunggu pelayanan pasien rawat jalan di

instalasi radiologi RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Hasil yang didapat

terkait hal tersebut bahwa di dalam pelaksanaan waktu tunggu rontgen foto

thorax rawat jalan dari pasien masuk ke ruangan radiologi hingga pasien

membawa hasil foto thorax, tenggang waktu yang diberikan kepada pasien

yaitu pada keesokan harinya. Oleh karena itu peneliti tertarik menganalisis

waktu tunggu foto thorax rawat jalan apakah sesuai Standar Pelayanan

Minimal Rumah Sakit tahun (2008), dan apa alasan diberikan hasil foto thorax

yang diberikan kepada pasien di hari setelah pemeriksaan. Peneliti melakukan

observasi dan pencatatan berapa waktu tunggu pasien rawat jalan foto thorax

selama periode tertentu lalu melakukan perhitungan jumlah lamanya waktu

tunggu, kemudian menghitung rata-rata waktu tunggu pasien rawat jalan foto

thorax.

Berdasarkan data tersebut akan dibandingkan dengan Standar

Kepmenkes No. 129/Menkes/SK/II/2008 tentang standar pelayanan minimal

radiologi, menyatakan bahwa waktu tunggu hasil pelayanan foto thorax yaitu

≤ 3 jam. Sehingga akan dapat diketahui apakah waktu tunggu hasil pelayanan

foto thorax mulai pasien di foto sampai menerima hasil yang sudah

diekspertise oleh dokter spesialis radiologi melebihi batas waktu yang

ditentukan atau tidak, dan dari hal tersebut dapat diketahui di instalasi

radiologi baik atau tidak ditinjau dari lamanya waktu tunggu pasien. Sebagai

acuan bagi sarana pelayanan kesehatan khususnya dalam melakukan waktu


24

tunggu foto thorax rawat jalan di instalasi radiologi yang berpengaruh dalam

pelayanan penunjang medis dan penentuan diagnosis kepada pasien. Oleh

karena itu penulis tertarik melakukan penelitian dalam bentuk Karya Tulis

Ilmiah dengan judul “Analisis Waktu Tunggu Pelayanan Foto Thorax Pasien

Rawat Jalan di Instalasi Radiologi RSUD Arifin Achmad Provinsi

Riau”.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka penulis dapat menarik

permasalahan yang akan dibahas yaitu :

1.2.1 Bagaimana waktu tunggu pelayanan foto thorax pasien rawat jalan di

instalasi radiologi Arifin Achamd Provinsi Riau?

1.2.2 Bagaimana upaya rumah sakit dalam menyesuaikan Standar

Pelayanan Minimal di Instalasi radiologi RSUD Arifin Achmad

Provinsi Riau?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.3.1 Untuk mengetahui waktu tunggu pelayanan foto thorax pasien rawat

jalan di instalasi radiologi Arifin Achmad Provinsi Riau apakah sesuai

standar pelayanan minimal rumah sakit.

1.3.2 Untuk mengetahui upaya rumah sakit dalam menyesuaikan Standar

Pelayanan Minimal di Instalasi radiologi RSUD Arifin Achmad

Provinsi Riau.
25

1.4 MANFAAT PENELITIAN


Manfaat yang dikehendaki dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.4.1 Bagi Peneliti

Penelitian ini untuk mengetahui waktu tunggu pelayanan foto thorax

pasien rawat jalan di instalasi radiologi RSUD Arifin Achmad Provinsi

Riau.

1.4.2 Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi rumah sakit

sebagai masukan dalam melakukan pemeriksaan khusus.

1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan

Manfaat penelitian ini bagi institusi pendidikan diharapkan dapat

menjadi bahan pembelajaran dan referensi bagi kalangan yang akan

melakukan penelitian lebih lanjut dengan topik yang berhubungan

dengan judul penelitian diatas.

1.4.4 Bagi Responden

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan


terhadap peneliti lakukan
26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TINJAUAN TEORITIS

2.1.1 Rumah sakit


Menurut World Health Organization (WHO) Pengertian Rumah

Sakit adalah suatu bagian dari organisasi medis dan sosial yang

mempunyai fungsi untuk memberikan pelayanan kesehatan lengkap

kepada masyarakat, baik kuratif maupun preventif pelayanan

keluarnya menjangkau keluarga dan lingkungan rumah

(Nugroho,2017).

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat

darurat. Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan

pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah

sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama

pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin

ilmu, golongan umur, organ atau jenis penyakit. (Permenkes,2010)

Rumah sakit umum dapat diklasifikasikan berdasarkan

kepemilikan, jenis pelayanan, dan kelas berdasarkan kelasnya

dibedakan atas rumah sakit umum kelas A, kelas B , kelas C, kelas D.

Klasifikasi rumah sakit dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesi No. 340/Menkes/Per/III/ 2010 sebagai berikut :

a) Rumah Sakit Umum Kelas A 8


27

Rumah sakit umum kelas A harus mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat)

pelayanan medik spesialis dasar, 5 (lima) pelayanan spesialis

penunjang medik, 12 (dua belas) pelayanan medik spesialis

lain dan 13 (tiga belas) pelayanan medik sub spesialis.

Kriteria, fasilitas dan kemampuan rumah sakit umum kelas A

meliputi pelayanan medik umum, pelayanan gawat darurat,

pelayanan medik spesialis dasar, pelayanan spesialis

penunjang medik, pelayanan medik spesialis lain, pelayanan

medik spesialis gigi mulut, pelayanan medik sub spesialis,

pelayanan keperawatan dan kebidanan, pelayanan penunjang

klinik, dan pelayanan penunjang non klinik.

b) Rumah Sakit Umum Kelas B

Rumah sakit umum kelas B harus mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat)

pelayanan medik spesialis dasar, 4 (empat) pelayanan spesialis

penunjang medik, 8 (delapan) pelayanan medik spesialis

lainnya dan 2 (dua) pelayanan medik sub spesialis dasar.

Kriteria, fasilitas dan kemampuan rumah sakit umum kelas B

meliputi pelayanan medik umum, pelayanan gawat darurat,

pelayanan medik spesialis dasar, pelayanan spesialis

penunjang medik, pelayanan medik spesialis lain, pelayanan

medik spesialis gigi mulut, pelayanan medik sub spesialis.

c) Rumah Sakit Umum Kelas B


28

Rumah sakit umum kelas B harus mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat)

pelayanan medik spesialis dasar, 4 (empat) pelayanan spesialis

penunjang medik, 8 (delapan) pelayanan medik spesialis

lainnya dan 2 (dua) pelayanan medik sub spesialis dasar.

Kriteria, fasilitas dan kemampuan rumah sakit umum kelas B

meliputi pelayanan medik umum, pelayanan gawat darurat,

pelayanan medik spesialis dasar, pelayanan spesialis

penunjang medik, pelayanan medik spesialis lain, pelayanan

medik spesialis gigi mulut, pelayanan medik sub spesialis,

pelayanan keperawatan dan kebidanan, pelayanan penunjang

klinik dan pelayanan penunjang non klinik.

d) Rumah Sakit Umum Kelas C

Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat)

pelayanan medik spesialis dasar dan 4 (empat) pelayanan

spesialis penunjang medik. Kriteria, fasilitas dan kemampuan

Rumah Sakit Umum Kelas C meliputi pelayanan medik

umum, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik spesialis

dasar, pelayanan spesialis penunjang medik, pelayanan medik

spesialis gigi mulut, pelayanan keperawatan dan kebidanan,

pelayanan penunjang klinik dan pelayanan penunjang non

klinik.

e) Rumah Sakit Umum Kelas D

Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) pelayanan


29

medik spesialis dasar. Kriteria, fasilitas dan kemampuan

Rumah Sakit Umum Kelas D meliputi pelayanan medik

umum, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik spesialis

dasar, pelayanan keperawatan dan kebidanan, pelayanan

penunjang klinik dan pelayanan penunjang non klinik. Rumah

Sakit Umum Kelas B

Rumah sakit umum kelas B harus mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat)

pelayanan medik spesialis dasar, 4 (empat) pelayanan spesialis

penunjang medik, 8 (delapan) pelayanan medik spesialis

lainnya dan 2 (dua) pelayanan medik sub spesialis dasar.

Kriteria, fasilitas dan kemampuan rumah sakit umum kelas B

meliputi pelayanan medik umum, pelayanan gawat darurat,

pelayanan medik spesialis dasar, pelayanan spesialis

penunjang medik, pelayanan medik spesialis lain, pelayanan

medik spesialis gigi mulut, pelayanan medik sub spesialis,

pelayanan keperawatan dan kebidanan, pelayanan penunjang

klinik dan pelayanan penunjang non klinik.

f) Rumah Sakit Umum Kelas C

Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat)

pelayanan medik spesialis dasar dan 4 (empat) pelayanan

spesialis penunjang medik. Kriteria, fasilitas dan kemampuan

Rumah Sakit Umum Kelas C meliputi pelayanan medik

umum, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik spesialis

dasar, pelayanan spesialis penunjang medik, pelayanan medik


30

spesialis gigi mulut, pelayanan keperawatan dan kebidanan,

pelayanan penunjang klinik dan pelayanan penunjang non

klinik.

g) Rumah Sakit Umum Kelas D

Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) pelayanan

medik spesialis dasar. Kriteria, fasilitas dan kemampuan

Rumah Sakit Umum Kelas D meliputi pelayanan medik

umum, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik spesialis

dasar, pelayanan keperawatan dan kebidanan, pelayanan

penunjang klinik dan pelayanan penunjang non klinik.

2.1.2 Pelayanan

Pelayanan adalah suatu aktivitas yang tidak kasat mata yang

terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dan pemberi

layanan untuk memecahkan permasalahan konsumen atau pelanggan.

Pelayanan dapat diartikan sebagai aktivitas yang diberikan untuk

membantu, menyiapkan, dan mengurus baik itu berupa barang atau

jasa dari satu pihak ke pihak lain. Pelayanan pada hakikatnya adalah

serangkaian kegiatan, karena itu proses pelayanan berlangsung secara

rutin dan berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan organisasi

dalam masyarakat. Proses yang dimaksudkan dilakukan sehubungan

dengan saling memenuhi kebutuhan antara penerima dan pemberi

pelayanan(Hardiansyah,2011).

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang


31

diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu

organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah

dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan,

keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat Tenaga medis merupakan

unsur yang berpengaruh besar dalam menentukan kualitas pelayanan

yang diberikan. Fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan

medik kepada pasien dengan mutu sebaikbaiknya, menggunakan tata

cara dan teknik berdasarkan ilmu kedokteran dan etik yang berlaku

serta dapat dipertanggung jawabkan kepada pasien dan rumah

sakit(Kemenkes RI, 2009).

Pelayanan kesehatan yaitu setiap upaya yang diselenggarakan

sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk

memlihara dan meningkatkan kesehatan pelayanan merupakan salah

satu ujung tombak dari upaya pemuasan pelanggan dan sudah

merupakan keharusan yang wajib dioptimalkan baik oleh individu

maupun organisasi, karena dari bentuk pelayanan yang diberikan

tercermin kualitas individu atau organisasi yang memberikan

pelayanan. Pelayanan kesehatan tersebut dapat juga dikatakan sebagai

suatu upaya pelayanan kesehatan yang melembaga dengan

berdasarkan fungsi sosial di bidang pelayanan kesehatan bagi individu

serta keluarga.

Fungsi sosial disini berarti lebih menitik beratkan pada unsur

kemanusiaan dan juga tidak mengambil keuntungan dengan secara

komersial(Azwar,2010).

2.1.3 Radiologi
32

Radiologi merupakan ilmu cabang kedokteran yang bertujuan

mempelajari dan mendalami masalah penegakan diagnosis dan

pengobatan terhadap penyakit dengan menggunakan sinar-X atau sinar

radioaktif. Radiologi terbagi menjadi dua yaitu radiodiagnostik dan

radioterapi. Radiodiagnostik merupakan salah satu cabang ilmu radiologi

yang menggunakan pencitraan untuk mendiagnois penyakit yang

memanfaatkan radiasi pengion berupa sinar-X. Radioterapi merupakan

pengobatan penyakit dengan menggunakan radiasi sinar-X serta sinar

radioaktif lainnya(Rahayu,2014).

Radiologi merupakan sarana pemeriksaan penunjang untuk

menegakkan diagnosis penyakit dan pemberian terapi yang cepat dan

tepat bagi pasien yang menjadikan pelayanan radiologi telah

diselenggarakan di berbagai sarana pelayanan kesehatan seperti

puskesmas, klinik swasta dan rumah sakit di seluruh Indonesia.

Pelayanan unit radiologi yang diberikan kepada pasien rumah sakit harus

sesuai dengan standar mutu pelayanan. Pelayanan yang memenuhi

standar akan memberikan hasil yang terbaik dan akan lebih terarah

dalam pelaksanannnya(Tosi Rahmaddian, dkk, 2019).

2.1.4 Pelayanan Radiologi

Pelayanan radiologi adalah pelayanan untuk melakukan

diagnosis yang meliputi antara lain pelayanan radiografi konvensional,

Computed Tomography Scan (CT-Scan), Magnetic Resonance

Imaging (MRI), mammography, dental, panoramic dan pelayanan

lainnya. Pelayanan radiologi diagnostik adalah pelayanan penunjang

yang menggunakan radiasi pengion atau radiasi non pengion yang

terdiri dari pelayanan radiodiagnostik, imaging diagnostik, dan

radiologi intervensional untuk menegakkan suatu penyakit, Salah satu


33

parameter untuk menilai pelayanan radiologi adalah waktu tunggu

(Kepmenkes, 2010).

Pelayanan radiologi merupakan pelayanan kesehatan yang

menggunakan sinar peng-ion ataupun bahan radioaktif sehingga

penggunaan bahan tersebut mempunyai dua sisi yang saling

berlawanan, yaitu dapat sangat berguna bagi penegakan diagnosa dan

terapi penyakit dan di sisi lain akan sangat berbahaya bila

penggunaannya tidak tepat dan tidak terkontrol. Pelayanan Radiologi

merupakan hal penting dalam menunjang praktek kedokteran

seharihari. Sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan, radiologi

dapat memberikan pelayanan jasa kesehatan di rumah sakit atau di

laboratorium klinik swasta yang sudah banyak tersebar di masyarakat,

sehingga dapat meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelayanan

diberikan. Salah satunya adalah pelayanan di bidang radiologi.

Radiologi merupakan pemeriksaan penunjang dalam bidang

kedokteran dimana radiologi ini digunakan untuk menunjang

diagnosa, perawatan atau rencana perawatan dan evaluasi atau

kontrol(Endradita, 2017).

Pelayanan unit radiologi yang diberikan kepada pasien rumah

sakit harus sesuai dengan standar mutu agar dapat memenuhi

kebutuhan dan keinginan pasien dalam memperoleh pelayanan,

sehingga kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diterima pada

akhirnya dapat meningkatkan kredibilitas rumah sakit itu sendiri.

Pelayanan prima dapat diwujudkan jika ada standar yang dipatuhi.

Pelayanan yang memenuhi standar akan memberikan hasil yang

terbaik dan akan lebih terarah dalam pelaksanaannya


34

Penyelenggaraan pelayanan radiologi umumnya dan radiologi

diagnostik khususnya telah dilaksanakan di berbagai sarana pelayanan

kesehatan.Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi ini telah memungkinkan berbagai penyakit dapat dideteksi

dengan menggunakan fasilitas radiologi diagnostik yaitu pelayanan

yang menggunakan radiasi pengion dan non pengion. Dengan

berkembangnya waktu, radiologi diagnostik juga telah mengalami

kemajuan yang cukup pesat, baik dari peralatan maupun metodenya.

Standar pelayanan radiologi diagnostik di sarana pelayanan

kesehatan. Pelayanan radiologi sebagai bagian yang terintergrasi dari

pelayanan kesehatan secara menyeluruh merupakan bagian dari

amanat undang-undang dasar 1945 dimana kesehatan adalah hak

fundamental setiap rakyat dan amanat undang-undang no 23 tahun

1992 tentang kesehatan. Pelayanan radiologi yang dimiliki rumah sakit

dan dilaksanakan unit radiologi juga harus melakukan pelayanan

sesuai standar pelayanan yang mengacu kepada Keputusan Menteri

Kesehatan Nomor 1014/Menkes/SK/XI/2008 tentang Standar

Pelayanan radiologi diagnostik disarana pelayanan

kesehatan(Kemenkes,2008).

Berdasarkan dari hal tersebut serta makin meningkatnya

kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, akan pelayanan

radiologi sudah selayaknya diberikan pelayanan yang berkualitas

sesuai dengan standar ketenagakerjaan. Ketenagakerjaan adalah segala

hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum,

selama dan sesudah masa kerja, setiap orang yang mampu melakukan

pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk

memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Tenaga kerja


35

memiliki peranan dan kedudukan yang penting sebagai pelaku

sekaligus tujuan pembangunan, adanya peningkatan kualitas dan

perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai harkat dan martabat

manusia.

Kualifikasi tenaga dalam penggunaan pesawat sinar-X

radiologi diagnostik, USG dan CT Scan terdiri dari satu dokter

spesialis radiologi yang berkompeten sesuai dengan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku, PPR bidang kesehatan atau

diagnostik, dua radiografer Diploma III teknik radiologi dan tenaga

IT. Standar Ketenagaan ditentukan berdasarkan :

a. Jenis sarana kesehatan yaitu ;

Kemampuan /kompetensi , beban kerja dan Jumlah peralatan

(pesawat)

b. Distribusi Ketenagakerjaan diantaranya adalah:

1) Tugas dokter spesialis radiologi

a) Menyusun dan mengevaluasi secara berkala SOP tindakan

medis radiodiagnostik, imejing diagnostik dan radiologi

intervensional serta melakukan revisi bila diperlukan

b) Melaksanakan dan mengevaluasi tindakan

radiodiagnostik, imaging diagnostik dan radiologi

intervensional sesuai SOP

c) Melaksanakan pemeriksaan dengan kontras dan

floroskopi bersama dengan radiografer

d) Menjelaskan dan menandatangani informed consent/izin

tindakan medis kepada pasien atau keluarga pasien


36

e) Membaca hasil pemeriksaan radiodiagnostik, imejing

diagnostik dan radiologi intervensional

f) Melaksanakan teleradiologi dan konsultasi

radiodiagnostik, imejing diagnostik dan radiologi

intervensional

g) Memberikan layanan konsultasi terhadap pemeriksaan

yang akan dilaksanakan

h) Menjamin pelaksanaan seluruh aspek proteksi radiasi

terhadap pasien

i) Menjamin bahwa paparan pasien serendah mungkin untuk

mendapatkan citra radiografi yang se-optimal mungkin

dengan mempertimbangkan tingkat panduan paparan

medis

j) Memberikan rujukan dan justifikasi pelaksanaan diagnosis

atau intervensional dan mempertimbangkan informasi

pemeriksaan sebelumnya

l). Mengevaluasi kecelakaan radiasi dari aspek klinis dan

meningkatkan kemampuan diri sesuai perkembangan

IPTEK radiologi

2). Tugas Radiografer

a) Mempersiapkan pasien, obat-obatan dan peralatan untuk

pemeriksaan dan pembuatan foto radiologi

b) Memposisikan pasien sesuai dengan teknik pemeriksaan

c) Mengoperasionalkan peralatan radiologi sesuai SOP,

khusus untuk pemeriksaan dengan kontras dan floroskopi,

pemeriksaan dikerjakan bersama dokter spesialis radiologi


37

d) Melakukan kegiatan prosesing film (kamar gelap dan work

station)

e) Melakukan penjaminan dan kendali mutu

f) Memberikan proteksi radiasi terhadap pasien, diri sendiri

dan masyarakat di sekitar ruang pesawat sinar-X

g) Menerapkan teknik dan prosedur yang tepat untuk

meminimalkan paparan yang diterima pasien sesuai

kebutuhan

h) Merawat dan memelihara alat pemeriksaan radiologi secara

rutin

3) Tugas tenaga PPR

a) Membuat program proteksi dan keselamatan radiasi

b) Memantau aspek operasional program proteksi dan

keselamatan radiasi

c) Memastikan ketersediaan dan kelayakan perlengkapan

proteksi radiasi dan memantau pemakaiannya

d) Meninjau secara sistematik dan periodik, program

pemantauan di semua tempat dimana pesawat sinar-X

digunakan

e) Memberikan konsultasi yang terkait dengan proteksi dan

keselamatan radiasi

f) Berpartisipasi dalam mendesain fasilitas radiologi

g) Memelihara rekaman

h) Mengidentifikasi kebutuhan
i) Melaksanakan latihan penanggulangan dan pencarian

keterangan dalam hal kedaruratan

j) Melaporkan kepada pemegang izin setiap kejadian

kegagalan operasi yang berpotensi kecelakaan radiasi


38

k) Menyiapkan laporan tertulis mengenai pelaksanaan

program proteksi dan keselamatan radiasi serta verifikasi

keselamatan yang diketahui PI untuk dilaporkan kepada

Bapeten.

l) Melakukan inventarisasi zat radioaktif

4) Tugas tenaga perawat

a) Mempersiapkan pasien dan peralatan yang dibutuhkan

untuk pemeriksaan radiologi

b) Membantu dokter pemasangan alat-alat pemeriksaan

dengan bahan kontras

c) Membersihkan dan melakukan sterilisasi alat

d) Bertanggung jawab atas keutuhan dan kelengkapan pasien

5) Tugas tenaga IT ( Informasi Teknologi)

a) Memasukkan dan menyimpan data secara elektronik

dengan rutin

b) Memelihara dan memperbaiki alat-alat IT

6) Tugas tenaga administrasi

Melakukan pencatatan dan pelaporan semua kegiatan

pemeriksaan yang dilakukan di institusi pelayanan.


2.1.4 Waktu Tunggu Pelayanan

Waktu tunggu pelayanan adalah waktu yang digunakan pasien untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan mulai tempat pendaftaran sampai

masuk ke ruang pemeriksaan dokter. Waktu tunggu pelayanan

merupakan masalah yang masih banyak dijumpai dalam praktik

pelayanan kesehatan, dan salah satu komponen yang potensial

menyebabkan ketidakpuasan, dimana dengan menunggu dalam waktu


39

yang lama menyebabkan ketidakpuasan terhadap pasien (Laeliyah,

2017).

Waktu tunggu pelayanan merupakan masalah yang sering

menimbulkan keluhan pasien di beberapa rumah sakit. Lamanya waktu

tunggu pasien mencerminkan bagaimana Rumah Sakit tersebut

mengelola komponen pelayanan yang diseusaikan dengan situasi dan

harapan pasien. Pelayanan yang baik dan bermutu tercermin dari

pelayanan yang ramah, cepat, dan nyaman (Utami, 2015).

Menurut Menkes RI Nomor :129/Menkes/SK/II/2008 tentang

standar pelayanan minimal rumah sakit disebutkan bahwa standar waktu

tunggu pelayanan rawat jalan ≤ 60 menit. Kategori jarak antara waktu

tunggu dan waktu periksa yang diperkirakan bisa memuaskan atau

kurang memuaskan pasien antara lain yaitu saat pasien mulai dari

mendaftar ke loket, antri dan menunggu panggilan ke poli umum untuk

dianamnesis dan diperiksa oleh dokter, perawat atau bidan lebih dari ≥

60 menit (kategori lama) namun dalam hal ini yang akan diteliti yaitu analisis waktu

tunggu foto thorax rawat jalan waktu dengan waktu tunggu ≤ 3 jam.

2.1.5 Standar Pelayanan Minimal(SPM)


Standar Pelayanan Minimal adalah ketentuan tentang jenis dan

mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang

berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Juga merupakan

spesifikasi teknis tentang tolak ukur pelayanan minimum yangdiberikan

oleh badan layanan umum kepada masyarakat. Imu pengetahuan dan

teknologi kedokteran yang berkembang sangat pesat yang perlu diikuti

oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian pelayanan yang bermutu

standar, membuat semakin kompleksnya permasalahan di rumah sakit.


40

Pada hakekatnya rumah sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan

penyakit dan pemulihan kesehatan. Fungsi dimaksud memiliki makna

tanggung jawab yang pemerintah dalam meningkatkan taraf

kesejahteraan masyarakat.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun

2005 Tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

Minimal BAB I ayat 6 menyatakan : Standar pelayanan Minimal yang

selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu

pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak

diperoleh setiap warga negara secara minimal. Ayat 7. Indikator SPM

adalah tolak ukur untuk prestasi kuantitatif dan kualitatif yang

digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuh

didalam pencapaian suatu SPM tertentu berupa masukan, proses, hasil

dan atau manfaat pelayanan.

Standar pelayanan minimal (Kepmenkes No. 129 Tahun 2008)

adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang

merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga

secara minimal. Selain itu juga merupakan spesifikasi teknis tentang

tolak ukur pelayanan minimum yang diberikan oleh Badan Layanan

Umum. Dengan disusunnya Standar Pelayanan Minimal (SPM)

diharapkan dapat membantu pelaksanaan penerapan Standar Pelayanan

Minimal di rumah sakit. SPM ini dapat dijadikan acuan bagi pengelola

rumah sakit dan unsur terkait dalam melaksanakan perencanaan,

pembiayaan dan pelaksanaan setiap jenis pelayanan.

Pelayanan radiologi yang dimiliki rumah

sakit dan dilaksanakan unit radiologi juga harus melakukan


41

pelayanan sesuai standar pelayanan yang mengacu kepada Keputusan

Menteri Kesehatan

Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal

Rumah Sakit. Berdasarkan Kepmenkes tersebut, Standar Pelayanan

Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan

dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh

setiap warga secara minimal. Standar Pelayanan Minimal (SPM) rumah

sakit dalam pedoman ini meliputi jenis-jenis pelayanan, 25ndicator dan

standar pencapaian kinerja pelayanan rumah sakit(Kemenkes,2008)

Menurut Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit tahun(2008), standar

pelayanan radiologi salah satunya adalah waktu tunggu hasil pelayanan

thorax foto dengan standar minimal yang ditetapkan ≤3 jam, pelaksana

ekspertisi oleh dokter spesialis radiologi, kejadian kegagalan pelayanan

rontgen kerusakan foto ≤ 2 % , kepuasan pelanggan ≤ 80%.

Berikut ini adalah tabel standar pelayanan minimal radiologi :

Tabel 2.1
Tabel Standar Pelayanan Minimal Radiologi
Jenis Pelayanan Indikator Standar
1.Waktu tunggu hasil 1. ≤ 3 jam
pelayanan thorax foto

Radiologi 2.Pelaksana ekspertise 2.dokter


spesialis
3.Kejadian kegagalan 3.kerusakan
pelayanan rontgen foto ≤ 2%
4.Kepuasan pelanggan 4.≥ 80 %

Standar pelayanan minimal ini dimaksudkan agar tersedianya

panduan bagi daerah dalam melaksanakan perencanaan pelaksanaan dan


42

pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban

penyelenggaraan standar pelayanan minimal rumah sakit. Standar

pelayanan minimal ini bertujuan untuk menyamakan pemahaman

tentang definisi operasional, indikator kinerja, dan ukuran target.

Dengan cara perhitungan, rumus, pembilangan penyebut, standar,

satuan pencapaian kinerja dan sumber data.

2.2 Kerangka Teori

Rumah Sakit

Pelayanan

Pelayanan Radiologi
Menteri Kesehatan
Republik
Indonesia Nomor
129/Menkes/SK/II
Waktu Tunggu Pelayanan /2008 tentang
Standar
Pelayananan
Minimal Rumah
Sakit
Standar Pelayanan Minimal (SPM)

Gambar.2.1 Kerangka Teori

2.3 PENELITIAN TERKAIT


Penelitian ini diperlukan penelitian terkait guna membantu dalam

mempersiapkan penelitian ini serta mencari bahan-bahan penelitian yang

relevan karena sangat berguna untuk mendukung kajian teoritis yang

dikemukakan. Hasil penelitian terkait penelitian ini adalah :


43

1. Penelitian Hermiati, dkk (2017) dengan judul “ Analisa waktu tunggu

pelayanan radiologi RS Santa Elisabeth Batam”. Pendekatan penelitian ini

adalah kualitatif dengan pendekatan secara deskriptif analitikuntuk

memperoleh informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

lamanya waktu tunggu pelayanan radiologi di RS Santa Elisabeth Batam.

Metode yang digunakan adalah observasi, telaah dokumen, wawancara

tidak berstruktur.

2. Penelitian Putri Amanah, dkk(2018) dengan judul “ Analisis Waktu

Tunggu Pelayanan Radiologi Di Rumah Sakit Syarif Hidayatullah tahun

2018”. Pendekatan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan

kualitatif dan kuantitatif untuk waktu tunggu pelayanan radiologi di

Instalasi Radiologi Rumah Sakit Syarif Hidayatullah dengan melakukan

pengamatan, telaah dokumen dan wawancara mendalam dengan Kepala

Instalasi Radiologi, Dokter Spesialis Radiologi, Kepala Unit Radiologi dan

Radiografer yang terlibat dengan pelayanan radiologi di Instalasi

Radiologi Rumah Sakit Syarif Hidayatullah seperti Sumber Daya Manusia,

Kebijakan, Sarana Prasarana dan SIM RS. Data hasil wawancara akan

diolah dan disajikan dalam tabel matrix wawancara.

3. Penelitian Yeni Cahyati dkk, 2019 dengan judul “ Pengaruh Waktu

Tunggu Pasien Rawat Jalan Foto Thorax Dalam Peningkatan Mutu

Pelayaanan Di Instalasi Radiologi”. Pendekatan penelitian kualitatif

pendekatann korelasional Peneliti melakukan observasi dan pencatatan

berapa waktu tunggu pasien rawat jalan foto thorax selama periode tertentu

lalu melakukan perhitungan jumlah lamanya waktu tunggu, kemudian

menghitung rata-rata waktu tunggu pasien rawat jalan foto thorax. Dari

data tersebut akan diandingkan dengan Standar Kepmenkes No.

129/Menkes/SK/II/2008 tentang standar pelayanan minimal radiologi,


44

menyatakan bahwa waktu tunggu hasil pelayanan foto thorax yaitu ≤ 3

jam. Sehingga akan dapat diketahui apakah waktu tunggu hasil pelayanan

foto thorax mulai pasien di foto sampai menerima hasil yang sudah

diekspertise oleh dokter spesialis radiologi melebihi batas waktu yang

ditentukan atau tidak, dan dari hal tersebut dapat diketahui mutu pelayanan

Instalasi Radiologi baik atau tidak ditinjau dari lamanya waktu tunggu

pasien.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 JENIS DAN DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan penelitian mix methods, metode

penelitian dengan mengkombinasikan antara dua metode penelitian

sekaligus yaitu menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif dalam suatu

kegiatan penelitian, sehingga akan diperoleh data yang lebih komprehensif,

valid, reliabel dan objektif(Sugiyono, 2015)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik

campuran bertahap. Menurut Cressweell (2010) penelitian pada tahap

pertama menggabungkan data yang ditemukan dari suatu metode dengan

metode lainnya, strategi ini dapat dilakukan dengan observasi, telaah

dokumen, wawancara tidak bersruktur kepada petugas yang terkait dalam

proses waktu tunggu foto thorax di instalasi radiologi RSUD Arifin

Achmad Provinsi Riau untuk mendapatkan data kualitatif, kemudian

mengumpulkan data kuantitatif dan menganalisisnya pada tahap kedua yang

didasarkan pada hasil dari tahap pertama.

3.2. SUBJEK PENELITIAN

3.2.1 Subjek Penelitian

Subjek penelitian merupakan suatu Batasan subjek penelitian sebagai

benda, hal atau orang tempat data untuk variabel penelitian melekat, dan
yang di permasalahan. Dalam sebuah penelitian,subjek penelitian

mempunyai peran yang sangat strategis karena pada subjek penelitian,

itulah data tentang variabel yang peneliti amati. Pada penelitian ini

terdapat subjek kualitatif dan kuantitatif sebagai berikut :

3.2.1.1 Kualitatif

Pada penelitian kualitatif responden atau subjek penelitian disebut

dengan informan, yaitu orang yang memberi informasi tentang

data yang diinginkan peneliti(Arikunto, 2016).

Subjek dalam penelitian ini adalah informan kunci, yaitu 1 (satu)

petugas administrasi dan 3 (tiga) radiografer.

3.2.1.2 Kuantitatif

Pada penelitian kuantitatif menggunakan teknik sampling jenuh.

Teknik sampel jenuh merupakan teknik penentuan sampel jika

semua anggota populasi digunakan sebagai sampel(Sugiyono,

2015).

Subjek pada penelitian ini adalah pasien foto thorax rawat jalan ≤

3jam

3.3. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

3.3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Instalasi Radiologi RSUD Arifin

Achmad Provinsi Riau.

3.3.2 Waktu Penelitian

Pelaksanaan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli

2021.
3.4. KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep adalah gambaran tentang hubungan variabel dalam

suatu penelitian yang diuraikan oleh jalan pikiran menurut kerangka yang

logis. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.4.1 Variabel Independen

Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor,

antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel

bebas. Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi

atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel

dependen atau terikat (Sugiyono, 2015).

Dalam penelitian ini sebagai variabel independen adalah waktu

tunggu foto thorax rawat jalan, jumlah pemeriksaan foto thorax rawat

jalan, jumlah pasien foto tghorax rawat jalan yang waktu tunggu ≤ 3

jam dan peraturan kemenkes No.129 tahun 2008 waktu tunggu foto

thorax ≤ 3 jam.

3.4.2 Variabel dependen

Variabel ini sering disebut variabel output, kriteria, konsekuen.

Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat.


Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat karena adanya variabel bebas(Sugiyono, 2015).

Dalam Penelitian inin sebagai variabel dependen adalah presentase

waktu tunggu foto thorax pasien rawat jalan ≤ 3 jam. Adapun kerangka

konsep sebagai berikut :


Waktu tunggu foto thorax

Rata -rata waktu tunggu foto Peraturan kemenkes no. 129


thorax pasien rawat jalan di tahun 2008
RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau

Jumlah pemeriksaan foto


thorax
Presentase waktu
tunggu foto thorax ≤
Jumlah pasien foto thorax 3 jam
yang waktu tunggu≤ 3 jam

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Berikut ini adalah tabel standar pelayanan minimal radiologi :

Tabel 2.1
Tabel Standar Pelayanan Minimal Radiologi
Jenis Pelayanan Indikator Standar
1.Waktu tunggu hasil 1. ≤ 3 jam
pelayanan thorax foto

Radiologi 2.Pelaksana ekspertise 2.dokter


spesialis
3.Kejadian kegagalan 3.kerusakan
pelayanan rontgen foto ≤ 2%
4.Kepuasan pelanggan 4.≥ 80 %
Standar pelayanan minimal ini dimaksudkan agar tersedianya

panduan bagi daerah dalam melaksanakan perencanaan pelaksanaan dan

pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban

penyelenggaraan standar pelayanan minimal rumah sakit. Standar

pelayanan minimal ini bertujuan untuk menyamakan pemahaman

tentang definisi operasional, indikator kinerja, dan ukuran target.

Dengan cara perhitungan, rumus, pembilangan penyebut, standar,

satuan pencapaian kinerja dan sumber data.

2.2 Kerangka Teori

Rumah Sakit

Pelayanan

Pelayanan Radiologi
Menteri Kesehatan
Republik
Indonesia Nomor
129/Menkes/SK/II
Waktu Tunggu Pelayanan /2008 tentang
Standar
Pelayananan
Minimal Rumah
Sakit
Standar Pelayanan Minimal (SPM)

Gambar.2.1 Kerangka Teori

2.3 PENELITIAN TERKAIT


Penelitian ini diperlukan penelitian terkait guna membantu dalam

mempersiapkan penelitian ini serta mencari bahan-bahan penelitian yang

relevan karena sangat berguna untuk mendukung kajian teoritis yang

dikemukakan. Hasil penelitian terkait penelitian ini adalah :

4. Penelitian Hermiati, dkk (2017) dengan judul “ Analisa waktu tunggu

pelayanan radiologi RS Santa Elisabeth Batam”. Pendekatan penelitian ini

adalah kualitatif dengan pendekatan secara deskriptif analitikuntuk

memperoleh informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

lamanya waktu tunggu pelayanan radiologi di RS Santa Elisabeth Batam.

Metode yang digunakan adalah observasi, telaah dokumen, wawancara

tidak berstruktur.

5. Penelitian Putri Amanah, dkk(2018) dengan judul “ Analisis Waktu

Tunggu Pelayanan Radiologi Di Rumah Sakit Syarif Hidayatullah tahun

2018”. Pendekatan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan

kualitatif dan kuantitatif untuk waktu tunggu pelayanan radiologi di

Instalasi Radiologi Rumah Sakit Syarif Hidayatullah dengan melakukan

pengamatan, telaah dokumen dan wawancara mendalam dengan Kepala

Instalasi Radiologi, Dokter Spesialis Radiologi, Kepala Unit Radiologi dan

Radiografer yang terlibat dengan pelayanan radiologi di Instalasi

Radiologi Rumah Sakit Syarif Hidayatullah seperti Sumber Daya Manusia,

Kebijakan, Sarana Prasarana dan SIM RS. Data hasil wawancara akan

diolah dan disajikan dalam tabel matrix wawancara.

6. Penelitian Yeni Cahyati dkk, 2019 dengan judul “ Pengaruh Waktu

Tunggu Pasien Rawat Jalan Foto Thorax Dalam Peningkatan Mutu

Pelayaanan Di Instalasi Radiologi”. Pendekatan penelitian kualitatif

pendekatann korelasional Peneliti melakukan observasi dan pencatatan


berapa waktu tunggu pasien rawat jalan foto thorax selama periode tertentu

lalu melakukan perhitungan jumlah lamanya waktu tunggu, kemudian

menghitung rata-rata waktu tunggu pasien rawat jalan foto thorax. Dari

data tersebut akan diandingkan dengan Standar Kepmenkes No.

129/Menkes/SK/II/2008 tentang standar pelayanan minimal radiologi,

menyatakan bahwa waktu tunggu hasil pelayanan foto thorax yaitu ≤ 3

jam. Sehingga akan dapat diketahui apakah waktu tunggu hasil pelayanan

foto thorax mulai pasien di foto sampai menerima hasil yang sudah

diekspertise oleh dokter spesialis radiologi melebihi batas waktu yang

ditentukan atau tidak, dan dari hal tersebut dapat diketahui mutu pelayanan

Instalasi Radiologi baik atau tidak ditinjau dari lamanya waktu tunggu pasi

Anda mungkin juga menyukai