Anda di halaman 1dari 5

PELUANG DAN TANTANGAN DALAM KERJA SAMA BILATERAL INDONESIA – LAOS

Pendahuluan

1. Laos merupakan negara landlocked atau seluruh wilayahnya berbatasan darat dengan
negara-negara tetangganya dan tidak memiliki wilayah laut. Laos terletak di kawasan
Asia Tenggara dan berada di sub-kawasan yang sejak dahulu disebut Indochina serta
saat ini dikenal juga sebagai wilayah CLMV (Cambodia, Laos, Myanmar & Viet Nam).
Laos secara geografis berbatasan langsung atau dikelilingi 5 negara, yakni Kamboja,
Vietnam, Tiongkok, Myanmar, dan Thailand.

2. Laos juga berada di daerah yang disebut Greater Mekong Sub-Region (GMS) atau sub-
kawasan Mekong Raya, yang berarti termasuk wilayah yang dilalui Sungai Mekong.
Negara-negara lain yang dilalui Sungai Mekong adalah Kamboja, Myanmar, Thailand,
Viet Nam, dan Tiongkok di Provinsi Yunnan. Laos merupakan negara anggota ASEAN
dan menjadi anggota ASEAN sejak tahun 1997 pada saat ASEAN memperingati
usianya ke-30 tahun.

3. Laos merdeka dari Perancis pada tahun 1953 dan mulanya berbentuk negara monarki.
Laos kemudian terlibat dalam konflik regional di Indochina sebagai imbas perang
saudara di kedua negara tetangganya saat itu, yakni Vietnam Utara yang komunis pro-
Tiongkok dengan Vietnam Selatan yang liberal yang didukung Amerika Serikat. Rezim
komunis Pathet Lao memenangkan perangnya dengan pemerintah Kerajaan Laos pada
2 Desember 1975 sejak itu memerintah Laos hingga kini. Nama Laos berubah menjadi
Republik Demokratik Laos dan hingga kini menjadi partai politik tunggal yang
memerintah Laos. Nama Pathet Lao kemudian berubah menjadi Partai Rakyat
Revolusioner Laos.

4. Laos memiliki luas wilayah 236,800 km2 dan berpenduduk 7,38 juta jiwa (data tahun
2021). Produk Domestik Bruto (PDB) per kapitanya USD ,2551,- (tahun 2021) atau 75%
dari PDB per kapita Indonesia sebesar USD ,4,291,- (tahun yang sama).

Perekonomian Laos

5. Di bidang ekonomi, sejak tahun 1986 perekonomian Laos berubah dari ekonomi kolektif
menjadi ekonomi pasar. Pada tahun 2018, Perdana Menteri (PM) Laos, Thongloun
Sisoulith meminta kementerian terkait untuk membuat kebijakan yang memungkinkan
para pelaku usaha setempat dan asing berbisnis. Langkah Pemerintah Laos tersebut
antara lain yang membuat peringkat ease-of-doing-business index Laos meningkat.

6. Laos memiliki potensi yang sangat besar di sektor pertambangan, karena adanya
sumber daya mineral seperti tembaga, timah, dan emas, serta memiliki pembangkit
listrik tenaga air (hydropower).

7. Di bidang perdagangan, 70% perdagangan internasional Laos merupakan perdagangan


lintas batas (melalui jalan darat) dengan negara-negara tetangganya, dan sisanya
merupakan perdagangan melalui transportasi udara. Sekitar 50% penduduk Laos
tinggal di daerah-daerah perbatasan negara itu.

8. Karena Laos merupakan negara landlocked, negara itu tidak memiliki akses
perdagangan melalui laut. Memperhatikan hal tersebut, Pemerintah Laos bertekad
mengubah negaranya menjadi land-linked dengan memposisikan Laos sebagai negara
penghubung jalur perdagangan antar negara–negara tetangganya di kawasan GMS.
Potensi pasar di kawasan itu adalah 268 juta orang yang merupakan total jumlah
penduduk di negara-negara GMS.

1
9. Untuk mendukung tekadnya mengubah negaranya menjadi land-linked, Pemerintah
Laos melakukan pembangunan infrastruktur, khususnya infrastruktur jalan yang
menghubungkan Viet Nam, Myanmar, Tiongkok, dan Thailand.

10. Sektor pertanian menjadi perhatian utama Pemerintah Laos karena sekitar 75%
penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Dalam kaitan ini Laos memiliki
15,000 varian padi terbesar kedua setelah India dan memiliki lahan pertanian yang total
luasnya 778,000 ha. Sejak tahun 2000 Laos berhasil mengekspor 300,000 ton beras
per tahun ke negara-negara tetangganya, yakni Viet Nam, Tiongkok, dan Thailand.
Produksi beras Laos pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 5 juta ton. Pertanian di
Laos dikenal mempunyai standar yang cukup baik dan ramah lingkungan, dimana para
petani di negara itu hanya menggunakan 16 kg pupuk NPK per hektarnya.

11. Laos telah menjalankan proses pembangunan yang sangat baik dalam 20 tahun
terakhir, dengan berhasil mengurangi tingkat kemiskinan, tren malnutrisi, serta
meningkatkan akses kesehatan dan pendidikan. Pertumbuhan ekonomi negara itu pun
selama dua dekade terakhir baik, yang sebagian besar karena adanya investasi besar-
besaran di sektor padat modal, khususnya di bidang pertambangan dan tenaga air.

12. Di bidang investasi, pada tahun 2019, nilai investasi asing di Laos mencapai USD 7,93
miliar, dengan negara investor terbesar adalah Tiongkok dengan nilai investasi USD 1
miliar. Investasi paling banyak di Laos adalah di sektor energi, khususnya di bidang
pembangunan bendungan untuk pembangkit listrik tenaga air.

13. Untuk meningkatkan potensi ekonomi Laos, negara itu memiliki potensi di 5 sektor,
yakni pembangkit listrik tenaga air, produksi pertanian, pariwisata, pertambangan, dan
bahan bangunan untuk konstruksi manufaktur,

14. Salah satu kunci pertumbuhan investasi Laos adalah zona-zona ekonomi khusus
(special economic zones / SEZs) dimana saat ini terdapat 10 zona ekonomi khusus di
Laos.

15. Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan bagian integral pembangunan nasional
Laos yang meliputi 90% aktivitas bisnis di negara itu. Menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN pada akhir tahun 2015, Pemerintah Laos mengeluarkan kebijakan untuk
menambah dana promosi sekitar USD 30 juta guna mendukung dana operasional UKM.

16. Pada bulan Februari 2019, Laos kembali melakukan deregulasi peizinan bisnis yang
menjadikan lama waktu perizinan bisnis menjadi 2 bulan disbanding sebelumnya yang
memerlukan waktu 174 hari.

17. Pariwisata merupakan salah satu primadona perekonomian Laos. Pada tahun 2019,
kontribusi pariwisata terhadap PDB Laos mencapai 12% dari total PDB negara itu.
Pemerintah Laos mengharapkan angka tersebut meningkat menjadi USD 3,3 miliar
pada tahun 2028. Namun pada tahun 2018 target penerimaann dari sektor pariwisata
yang diharapkan dari kunjungan 5 juta orang wisatawan asing dan menghasilkan devisa
USD 900 juta tidak tercapai karena beberapa faktor, termasuk faktor terjadinya bencana
alam.

Kondisi Sosial Budaya Laos

18. Di bidang sosial budaya, Laos membuat kemajuan signifikan dalam pembangunan
sumber daya manusia, khususnya pada orang-orang muda yang jumlahnya lebih dari
separuh penduduk Laos. Karenanya pemerintah memandang perlu penempatan orang-
orang muda di garis depan pembangunan Laos dalam upaya mewujudkan 8 Rencana
Nasional Pembangunan Sosial Ekonomi negara itu.

2
Pengaruh Negara-negara Asing terhadap Laos

19. Laos memiliki hubungan politik dengan Viet Nam sebagai negara komunis yang juga
merupakan refleksi sistem politik Laos. Terkait hal itu, Tiongkok dan Viet Nam
berlomba-lomba secara agresif untuk mempengaruhi Laos dengan berbagai cara, mulai
dari memberikan beasiswa, bantuan, pinjaman, dan investasi infrastruktur. Meski
banyak pihak memperkirakan pemerintahan Laos saat ini akan lebih pro-Viet Nam,
kunjungan para pejabat senior Tiongkok dan 10 dokumen yang ditandatangani Laos
dan Tiongkok menandakan bahwa Laos akan terus menjaga hubungan baiknya dengan
Tiongkok.

20. Pengaruh RRT terhadap Laos juga semakin kuat dengan pembangunan jalur rel kereta
api Laos – Tiongkok serta beberapa program kerja sama kedua negara lainnya seperti
pembangunan jalan tol Vientiane (Laos) dengan Vangvieng (Tiongkok) serta perayaan
ulang tahun ke-100 Partai Komunis Tiongkok dengan mengundang para elit Partai
Rakyat Revolusioner Laos.

Hubungan Bilateral Indonesia - Laos

21. Hubungan diplomatik Indonesia dengan Laos terjalin sejak 30 Agustus 1957 dan
selama lebih dari separuh abad terakhir hampir tidak ada isu bilateral yang mengganjal
hubungan kedua negara. Secara historis Pemerintah Laos sangat menghargai
dukungan Pemerintah RI saat perjuangan Laos meraih kemerdekaan usai Perang
Dunia II dan kemudian dukungan Indonesia agar Laos bergabung menjadi anggota
ASEAN pada tahun 1997.

22. Indonesia dan Laos telah memiliki Memorandum Kesepahaman Pembentukan Komisi
Bersama untuk Kerja Sama Bilateral pada 25 April 2002. Pertemuan Komisi Bersama
terakhir kali merupakan yang ke-5 diadakan pada 27 Juli 2017 di Jakarta. Terdapat 3
prioritaas kerja sama, yakni di bidang politik, pertahanan, dan keamanan, bidang
ekonomi, serta bidang sosial budaya. Pertemuan Komisi Bersama membahas pula kerja
sama kekonsuleran.

Ketertarikan BUMN-BUMN Indonesia Berinvestasi di Laos

23. Perkembangan lain kerja sama bilateral kedua negara antara lain dengan ketertarikan
delegasi pimpinan badan-badan usaha milik negara (BUMN) Indonesia mengadakan
kerja sama dengan pemerintah Laos di bidang pertanian, pertambangan, dan
infrastruktur perkeretaapian. Hal itu sebagai tindak lanjut kunjungan Menteri BUMN RI
ke Vientiane, Laos, pada 25 Juni 2019. BUMN-BUMN tersebut antara lain PT.
Petrokimia Gresik, PT. INKA, PT. Timah, dan PT. Bukit Asam. Secara rinci, sektor-
sekktor yang akan menjadi prioritas kerja sama ke depan adalah pertanian, dimana
BUMN Indonesia terkait akan berinvestasi pabrik pupuk di Laos, infrastruktur, dimana
BUMN Indonesia akan berinvestasi melaksanakan pembangunan rel kereta dan
pemerintah Laos akan melakukan pembelian produk kereta api Indonesia, serta
pertambangan, dimana BUMN Indonesia akan turut melakukan penambangan
potassium di Laos, dan pemerintah Laos akan membeli batubara dari Indonesia.

Defisit Perdagangan Indonesia dalam Perdagangannya dengan Laos


24. Hal yang menarik adalah pada tahun 2017 dan 2018, volume perdagangan Indonesia
dengan Laos mengalami defisit di pihak Indonesia, karena Indonesia banyak
mengimpor potassium chloride, yakni bahan baku pembuatan pupuk, yang diimpor oleh
PT. Pupuk Kujang dari Laos. Importasi bahan baku pupuk dari Laos ini meringankan
Indonesia karena dapat menghemat hingga 30% daripada Indonesia harus mengimpor
bahab baku yang sama dari Belarus atau Kanada seperti sebelumnya. Defisit
perdagangan dengan Laos pada tahun 2018 terjadi karena Indonesia mengimpor

3
potassium chloride bernilai USD 18,3 juta dari Laos. Perdagangan Indonesia – Laos
umumnya dilakukan melalui negara ketiga, yakni Thailand dan Viet Nam.

Potensi dan Tantangan Kerja Sama di bidang Pertanian


25. Di bidang pertanian, khususnya budidaya buah-buahan, terdapat peluang Indonesia
untuk berinvestasi mengingat produksi buah-buahan di Laos masih berskala kecil. Buah
asal Indonesia yang belum ditemui di Laos adalah salak manis dan cempedak. Durian,
manga dan manggis kebanyakan diimpor Laos dari Thailand. Impor dari Thailand mulai
mengkhawatirkan pemerintah Laos karena buah-buahan yang diimpor dari negara itu
merupakan hasil dari genetically modified organism (GMO). Hal ini menjadi peluang
bagi Indonesia untuk mengekspor buah-buahan serupa non-GMO ke Laos. Namun
terdapat tantangan, yakni berupa persaingan harga dan waktu pengiriman dari
Indonesia ke Laos mungkin akan relatif lebih murah dan cepat apabila dibandingkan
harga dan lama waktu pengiriman buah-buahan impor dari Thailand.

Kerja Sama di bidang Sosial Budaya


26. Di bidang sosial budaya, salah satu titik berat kerja sama dalam bentuk pengembangan
dan peningkatan kapasitas SDM melalui bantuan pendidikan dan pelatihan teknis oleh
Indonesia antara lain melalui mekanisme pemberian beasiswa pelajaran budaya dan
bahasa Indonesia oleh Kementerian Luar Negeri RI. Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia juga memberikan beasiswa tingkat Master bagi mahasiswa asal
Laos untuk studi di beberapa universitas di Indonesia. Jurusan yang ditawarkan cukup
beragam dan antusiasme masyarakat Laos sangat baik untuk mendapatkan beasiswa
ini.

Kesimpulan
27. Begitu banyak peluang kerja sama yang masih dapat dijajaki atau dikembangkan oleh
Indonesia dengan Laos, baik di bidang ekonomi maupun sosial budaya. Terdapat
sejumlah tantangan yang disebabkan oleh posisi geografis Laos sebagai negara
landlocked yang tidak memiliki akses perdagangan internasional melalui laut. Sebagian
besar aktivitas perdagangan internasional Laos adalah perdagangan dengan negara-
negara tetangganya (sekitar 80%) dan hanya sebagian kecil melalui jalur udara.
Perdagangan Indonesia – Laos pun masih harus melalui negara ketiga, yakni negara-
negara tetangga Laos seperti Thailand dan Viet Nam. Karenanya diperlukan
perusahaan penerbangan Indonesia yang “berani” membuka layanan penerbangan
penumpang dan kargo secara langsung antara Indonesia dan Laos guna mengatasi
tantangan tersebut.

28. Berinvestasi di Laos pun memerlukan “keberanian” atau keyakinan dari perusahaan-
perusahaan Indonesia. Keyakinan tersebut terkait infrastruktur transportasi atau
distribusi produk hasil olahan pabrik wujud mereka berinvestasi di wilayah tertentu ke
Laos ke pasar domestik dan luar negeri atau ke poin-poin penjualan, terutama terkait
delivery time produk-produk tersebut kepada pelanggan atau pemesan, di dalam dan
luar negeri. Sementara ini perusahaan-perusahaan Indonesia yang tampaknya berminat
untuk berinvestasi di Laos adalah BUMN-BUMN yang didukung Pemerintah RI. Belum
tampak adanya perusahaan-perusahaan swasta Indonesia yang menyatakan minat
untuk berinvestasi di Laos. Memperhatikan kondisi umumnya infrastruktur di Laos,
investor asing yang berminat berinvestasi tampaknya harus mengerti bahwa investasi
yang diharapkan dari mereka adalah “green field investments” (investasi secara
keseluruhan yang berarti investor harus bersedia berinvestasi mulai dari pendirian
perusahaan, melakukan pembangunan infrastruktur jalan dari jalan raya ke lokasi pabrik
selain mengurus semua izin, membangun pabrik dan melakukan rekrutmen pekerja)
daripada “brown field investment” (investasi atas pabrik atau perusahaan yang sudah
ada sebelumnya dengan melakukan akuisisi saham atau pengambilalihan).
29. Di bidang sosial budaya, upaya untuk mendekatkan people-to-people contacts antara
masyarakat Indonesia dan masyarakat Laos melalui pemberian beasiswa bagi anak-
anak muda Laos untuk menempuh studi di universitas-universitas di Indonesia
terkendala bahasa, karena pengajaran di universitas-universitas Indonesia adalah
4
dalam bahasa Indonesia. KBRI Vientiane telah berupaya memberikan pengajaran
bahasa Indonesia bagi anak-anak muda Laos yang berminat studi di Indonesia.

__________________________

Anda mungkin juga menyukai