Anda di halaman 1dari 10

Asia Tenggara sebagai Mitra Dagang China: ASEAN-China Free Trade Agreement

Latifah Amelia - 119105094


Mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Falsafah dan Peradaban,
Universitas Paramadina

Abstrak
Asia Tenggara merupakan kawasan yang sangat strategis, sehingga tidak heran jika kawasan
ini menjadi tujuan utama para investor asing dalam menanamkan modalnya. Banyak kerja sama
yang dijalin negara-negara di Asia Tenggara, khususnya yang tergabung dalam Association of
Southeast Asian Nations (ASEAN). ASEAN menjalin kerja sama dengan berbagai mitra dalam
mencapai kepentingan nasional dari negara-negara anggotanya, dan salah satu mitra kerja sama
ASEAN adalah China, dengan menyepakati ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA).
ACFTA dibentuk sebagai upaya ASEAN dalam mencapai kepentingan nasional negara
anggotanya, dan diharapkan akan berdampak bagi integrasi ekonominya. Dalam pertumbuhan
ekonomi, investasi asing sangat diperlukan dengan tujuan bertukar teknologi dan tenaga ahli
di suatu negara. Aktor yang berinvestasi di suatu negara tidak hanya memiliki kontrol atas
bidang ekonomi saja, namun juga dalam bidang politik di negara penerima modal.

Kata Kunci: Identitas Asia Tenggara, Kerja sama internasional, investasi asing

1. Pendahuluan
Asia Tenggara merupakan kawasan strategis yang dilalui 2 samudra yaitu samudra Hindia dan
samudra Pasifik, yang terdiri dari 11 negara dari India Timur dan China. Negara-negara di Asia
Tenggara terdiri dari negara-negara berkembang yang memerlukan kerja sama. Salah satu kerja
sama yang dilakukan dengan perdagangan internasional yang berperan penting dalam
pertumbuhan ekonomi negara dengan melakukan kegiatan ekspor dan impor antara negara.
Perdagangan internasional berperan penting bagi suatu negara dan bermanfaat secara langsung
maupun tidak langsung. Manfaat langsung adalah dengan adanya spesialisasi negara yang
dapat mengekspor komoditi yang di produksi dalam pertukaran yang dihasilkan negara dengan
biaya yang lebih rendah. Maka, negara akan mendapat keuntungan langsung dari kenaikan
pendapatan nasional dan pada akhirnya akan menaikkan laju output dan juga pertumbuhan
ekonomi (Jhingan, 2003).
China merupakan negara dengan kekuatan populasi yang besar, dana memiliki potensi dalam
menggerakkan kehidupan ekonomi, sosial dan politik yang besar dalam sistem internasional.
Sensus penduduk China pada 2020 menunjukkan angka 1,4 Miliar yang menunjukkan bahwa
China memiliki sumber daya manusia yang sangat memiliki potensial sebagai model
perekonomian. Meskipun China memiliki power yang besar, tetapi China tetap menjalin kerja
sama terutama dalam bidang ekonomi dengan negara lain dalam mengejar kepentingan pada
tingkat kawasan. Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) merupakan salah satu
partner kerja sama China dalam mengejar kepentingan terutama dalam bidang ekonomi dengan
kawasan Asia Tenggara. Pada tahun 1980, China merupakan salah satu negara di Asia yang
memiliki orientasi ke dalam negara maju. China merupakan satu-satunya negara dunia ketiga
yang merupakan anggota Dewan Keamanan PBB. Sikap yang diambil China merupakan dilatar
belakangi oleh aspek historis China yang mengontrol pemerintah terhadap hubungan dengan
negara lain, tetapi sikap ini muncul setelah perang dingin usai (Yahuda, 1995).

Semua negara di Asia Tenggara memiliki penduduk dengan etnis China yang memiliki peran
dalam pertumbuhan ekonomi di negaranya. Pertama kali China menanamkan modalnya pada
akhir abad ke-19, pada masa itu lembaga kapitalis China menanamkan modalnya untuk
penambangan timah di Malaysia serta produksi gula di Indonesia. Produk tersebut merupakan
produk incaran barat, sehingga etnis China yang menanamkan modalnya mendapatkan
keuntungan dalam jumlah yang besar. Kebangkitan etnis China ini didasari karena adanya
ekspansi ekonomi oleh bangsa barat, yang menyebabkan masuknya modal dari barat secara
besar-besaran dan disusul dengan revolusi transportasi. Pada akhir abad ke-19, kaum China
mendominasi pada perekonomian pasar. Kaum China yang memiliki keahlian dalam bisnis,
kemampuan dalam berorganisasi dan memiliki karakter yang berkualitas sehingga mendapat
kepercayaan dalam mendapat bantuan. Kaum China juga banyak mendirikan perbankan yang
bersaing dengan bank barat. Pada awalnya, kaum China hanya memiliki sedikit keterampilan
dalam perbankan, namun dalam mengatasinya kaum China merekrut kaum China yang lainnya
yang bekerja di bank barat atau menyewa karyawan dari bank barat untuk menjabat sebagai
managerial (Widiyanta, 2010). Namun, kaum China memiliki kekurangan modal serta
teknologi yang terlihat pada peleburan timah di Malaysia yang menggunakan metode
tradisional. Dan juga mereka memiliki keterbatasan dalam memproduksi gula pada modal yang
besar. Di beberapa negara ASEAN, kaum China tidak hanya memiliki peran dalam lingkup
swasta saja, tetapi juga dalam lingkup pemerintahan. Mereka menempati posisi-posisi penting
dalam pemerintahan, seperti menteri dan juga perdana menteri.
Associaton of Southeast Asian Nations (ASEAN) merupakan organisasi geo-politik dan
ekonomi di Asia Tenggara yang didirikan pada 8 Agustus 1867 dan memiliki 10 anggota
negara yaitu Brunei, Filipina, Malaysia, Indonesia, Singapura, Kamboja, Thailand, Myanmar,
Laos, dan Vietnam. Dalam upaya peningkatan hubungan perdagangan bebas dengan China
dalam kerangka ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) yang dibentuk di Brunei pada
akhir tahun 2001. ACFTA bertujuan untuk menghilangkan tarif (normal track) berupa lalu
lintas barang dan jasa dengan kapasitas yang besar dan bergerak cepat dalam perpindahannya
seakan tidak ada batasnya. Dalam kesepakatannya, ACFTA mewujudkan kawasan
perdagangan barang baik tarif ataupun non-tarif, meningkatkan akses pasar jasa, peraturan dan
ketentuan investasi, dan juga peningkatan aspek kerja sama ekonomi dalam mendorong
hubungan perekonomian aktor yang tergabung dalam ACFTA dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China (Efnita, 2012).

2. Tinjauan Pustaka
2.1 Identitas Asia Tenggara
Identitas kawasan Asia tenggara merupakan gagasan di wilayah Asia Tenggara yang memiliki
ciri khas dan wilayah yang beda dari kawasan lain seperti Asia Timur dan Asia Selatan yang
sebelumnya tidak diberikan dan tidak ditentukan. Identitas kawasan Asia tenggara didasarkan
pada kesamaan faktor sejarah, politik, budaya, serta geografi. Syarat ini merupakan dasar
identitas asosiasi di kawasan Asia Tenggara. ASEAN sebagai organisasi regional di Asia
Tenggara dibangun dengan cara sosial dan politik, dengan interaksi antara pemerintah dan juga
masyarakatnya. Identitas ASEAN merupakan gagasan yang dibuat- buat namun tetap memiliki
makna tersendiri karena mengalami perubahan strategis, arus politik, serta ekonomi di kawasan
tersebut. Sepuluh negara yang tergabung dalam ASEAN mempunyai keragaman politik,
ekonomi, serta budaya. Meski terdapat banyaknya perbedaan di negara anggota ASEAN,
terbentuknya regionalisme ASEAN yang berjangka panjang dan relatif kuat menciptakan rasa
identitas kawasan bersama dengan identitas nasional negara-negara Asia tenggara yang khas.
Identitas ASEAN terbentuk disebabkan oleh lima faktor utama
1. Nasionalisme
Nasionalisme di Asia Tenggara merupakan sebuah perjuangan anti-kolonial yang
ditunjukkan untuk melawan ancaman eksternal oleh negara di kawasan tersebut.
Dalam sejarah disebutkan bahwa semua negara di Asia tenggara merupakan negara
yang pernah menjadi bagian dari kerajaan kolonial Barat, kecuali Thailand yang
menyerahkan wilayahnya dan menjadi sasaran pembatasan atas tindakan eksternal
tersebut. Nasionalisme saat ini adalah sumber dari ketegangan di kawasan terutama
dalam hubungan Thailand-Kamboja yang memicu terjadinya konflik bersenjata karena
kuil perbatasan Preah Viehar; dan juga hubungan Thailand-Myanmar; Singapura-
Malaysia; Singapura-Indonesia; dan juga Singapura-Filipina. Ciri khas yang sangat
terlihat di Asia Tenggara yaitu, meskipun telah tunduk pada kolonialisme eksternal dan
imperialisme intra-regional, negara-negara besar seperti Kamboja, Myanmar,
Thailand, Indonesia, Vietnam, dan juga Malaysia tidak sebanding dengan jenis konflik
identitas atau konflik sejarah yang sangat terlihat jelas di kawasan Asia Timur seperti
Jepang-Korea; Cina-Korea, ataupun di kawasan Asia Selatan seperti India-Pakistan.
2. Agama
Agama merupakan faktor yang kuat dalam identitas nasional, namun agama jarang
menjadi konflik antara negara-negara besar. Di negara-negara besar, agama telah
menjadi faktor dalam gerakan separatis, perselisihan etnis, dan juga kekerasan
ekstrimis. Ekstrimisme agama terutama Islam di luar negara kawasan Asia Tenggara
sering menjadi ancaman stabilitas kawasan. Namun, Islam di Asia tenggara lebih
moderat dan toleran jika dibandingkan dengan Islam yang berasal dari Jazirah Arab.
Asia Tenggara merupakan ‘rumah’ bagi agama-agama besar seperti Kamboja,
Thailand, dan Myanmar adalah rumah bagi agama Budha; Filipina merupakan rumah
bagi agama Katolik; Sementara Indonesia, Malaysia, dan Brunei merupakan rumah
bagi agama Islam.
3. Norma budaya dan Mode interaksi
Negara di Asia Tenggara cenderung memodifikasi gagasan Barat yang lebih universal
tentang pembangunan ekonomi dan juga pemerintahan, sehingga menghasilkan
kecenderungan menuju kapitalisme yang dipimpin negara dan sistem politik partai
dominan seperti Malaysia dan Singapura; pemerintahan militer seperti Thailand, dan
juga bentuk demokrasi yang tidak liberal lainnya. Nilai-nilai Asia Tenggara murni
berasal dari Asia Tenggara yang menekankan masyarakat sendiri; menghormati
otoritas; nilai yang melekat pada pendidikan; dan juga kecenderungan untuk menabung
yang tinggi. Namun, norma-norma tersebut tidak hadir secara homogen, karena
keragaman pendekatan agama, politik, dan juga ekonomi di kawasan Asia Tenggara.
4. Orientasi dan Pendekatan pembangunan negara modernis
Kawasan Asia Tenggara memiliki orientasi pada pembangunan negara, yang berfokus
pada pertumbuhan ekonomi berdasarkan ideologi dan juga politik identitas serta
menyerukan peran negara yang kuat untuk menopang pembangunan, berlaku di
seluruh negara Asia tenggara. Walaupun dengan persentase yang berbeda, hal tersebut
bisa menjembatani ketegangan budaya, politik, dan juga keamanan di kawasan Asia
Tenggara.
5. Regionalisme
Terlepas dari keragaman, Asia Tenggara sudah mengembangkan rasa identitas
regional yang relatif besar dibandingkan kawasan Asia Selatan dan Asia Timur.
Gagasan Asia Tenggara sebagai kawasan berkaitan dengan peran negara anggota
ASEAN. Identitas nasional dan kawasan di Asia Tenggara hidup berdampingan dan
bahkan saling melengkapi di antara negara anggotanya.

2.2 Kerjasama internasional


Kerja sama dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masing-masing dan mencapai kepentingan
nasionalnya. Kerja sama juga merupakan bentuk interaksi yang paling utama karena kerja sama
merupakan bentuk interaksi yang timbul untuk mencapai tujuan tertentu (Suryadi, 2015).
Dalam bentuknya, kerja sama dapat dilakukan melalui kerangka bilateral maupun multilateral.
Hubungan bilateral merupakan sebuah konsep hubungan internasional yang memiliki makna
lebih kompleks dan beragam yang berkaitan dengan dinamika hubungan internasional.
Hubungan bilateral adalah keadaan yang menggambarkan adanya hubungan yang saling
mempengaruhi atau terjadi hubungan timbal balik antara dua pihak atau dua negara (Krisna,
1993). Menurut Keohane, free trade agreement adalah kondisi atau aktivitas aktor internasional
dalam menentukan kebijakan yang akan dibentuk. Kerja sama internasional menurut Kohane
merupakan kepentingan yang dimiliki aktor yang terlibat. Dalam kondisinya, kerja sama
internasional memiliki dua kondisi dalam mencegah timbulnya situasi yang dapat memicu
suatu sengketa dan juga kondisi kerja sama internasional yang dapat memicu konflik karena
adanya kepentingan dalam suatu kerja sama internasional yang membawa ancaman bagi aktor
lainnya (Keohane, 1984).
Sebuah negara memutuskan untuk menjalin kerja sama dengan negara lain, baik secara
bilateral, multilateral ataupun kawasan, tentunya dengan tujuan untuk mencapai kepentingan
ekonomi di negaranya seperti meningkatkan pendapatan negaranya, memperluas pasar serta
memperluas kerja sama dengan negara lain. Tetapi, selain dari kepentingan ekonomi adalah
kekhawatiran suatu negara menjadi terbelakang dibanding negara lain. Maka, suatu negara
memutuskan untuk terlibat dalam kerja sama perdagangan bebas dipengaruhi oleh partner
negara atau pun kawasan dalam melakukan kerja sama tersebut (Todaro, 1994). Kondisi
tersebut merupakan salah satu alasan utama untuk terlibat dalam suatu kerja sama perdagangan.
Dalam implementasinya, ACFTA merupakan suatu bentuk kerja sama perdagangan bebas
dalam bentuk kawasan, dengan mencapai tujuan untuk peningkatan kerja sama ASEAN dengan
negara partner yaitu China. Diharapkan kerja sama ini dapat menguntungkan kedua belah pihak
yaitu dengan meningkatkan perekonomiannya melalui keuntungan dari perdagangan
internasional yang dijalin, dan juga akan diberlakukan tarif khusus dalam kegiatan ekspor atau
impor dari kedua belah pihak tersebut.

Kerja sama bisa dilakukan melalui kegiatan perdagangan bebas, perdagangan bebas yang
terjalin antara ASEAN dan juga China secara teknis diatur dalam rencana komprehensif yang
tertuang dalam Framework Agreement On Comphrehensive Economic Co-Operation Between
The Association Of South East Asian Nations And The People’s Republic of China. Dalam
rencana tersebut, disebutkan bahwa tujuan kerja sama yang dibangun adalah untuk menguatkan
dan juga meningkatkan kerja sama ekonomi, perdagangan dan investasi antara negara
anggotanya; memajukan liberalisasi serta meningkatkan perdagangan barang serta jasa;
memperluas cakupan kerja sama dalam upaya menciptakan hubungan yang lebih erat antara
anggota; dan juga memfasilitasi integrasi ekonomi yang efektif bagi negara-negara anggota
ASEAN dan menengahi bila terjadi kesenjangan berkembang antara anggota (Indriastuti,
2005). Integrasi ekonomi yang dilakukan, tidak lain hanyalah untuk mencapai ekonomi
kawasan, dan salah satunya adalah dengan diterapkannya Free Trade Agreement, dalam
mencapai kepentingan ekonomi di kawasan tersebut.

2.3 Investasi China di Asia Tenggara


Investasi asing merupakan bentuk investasi internasional yang dilakukan suatu negara dengan
menanamkan modalnya di perusahaan negara lain. Investasi yang dilakukan tidak hanya
memberi modal, namun negara pemberi modal (home country) memiliki kontrol dalam
mengelola perusahaan di negara tujuan dalam menanam modal (host country). Investasi asing
diperlukan suatu negara untuk menyediakan kesempatan kerja yang berupah tinggi dan jarang
diberikan oleh perusahaan lokal, menyediakan pelatihan pada keterampilan pekerja dan
manajemen yang diperoleh karena bekerja di sebuah perusahaan besar yang memiliki
hubungan dengan pasar global, sehingga terjadinya alih teknologi. Faktor pengaruh masuknya
investasi asing ke suatu negara adalah nilai tukar, stabilitas politik, tingkat bunga dan juga
pertumbuhan ekonomi.
Investasi asing merupakan salah satu faktor yang penting dalam peningkatan pertumbuhan
ekonomi di suatu negara, hal tersebut disebabkan oleh negara pemberi modal (home country)
juga membawa teknologi serta pengetahuannya kepada negara tujuan dalam menanam modal
(host country). Dan hal ini juga merupakan harapan negara penanam modal (host country)
untuk mendapatkan peningkatan stok pengetahuan dengan transfer pengetahuan dari negara
pemberi modal (home country). Sehingga, dengan adanya investasi asing di suatu negara dapat
mempromosikan teknologi yang lebih maju di perusahaan host country melalui akumulasi
modal di home country. Dengan memiliki wilayah yang luas dan penduduk banyak, mendorong
investasi asing untuk masuk ke wilayah Asia Tenggara, terutama home country mencari potensi
pasar yang lebih luas. Investasi terutama diperuntukkan bagi jasa keuangan dan industri yang
memiliki teknologi tinggi. Faktor utama yang menjadi penarik para investor ke kawasan Asia
Tenggara adalah pertumbuhan ekonomi yang cepat, sehingga menarik minat para investor
untuk berinvestasi secara langsung. Investasi langsung merupakan sebuah bentuk investasi
internasional dari home country untuk menanamkan modalnya kepada perusahaan di host
country.

Investasi China di Asia Tenggara diawali dengan hadirnya BRI China yang menancapkan
pengaruhnya di kawasan Asia Tenggara. Pada tahun 2016, Mukhtar Hussain menyatakan
bahwa proyek BRI tersebar di delapan negara ASEAN dengan nilai investasi sebanyak $1,77
M dalam bentuk 300 perusahaan China yang dibangun pada 26 kerja sama ekonomi (Toruan,
2021). Alasan kuat China yang menjadikan Asia Tenggara sebagai target investasinya yaitu
karena Asia Tenggara merupakan rumah bagi kurang lebih 600 juta penduduk, peningkatan
ekonomi yang kuat dalam jangka beberapa waktu terakhir dalam membantu meningkatkan
kelas menengah di Asia Tenggara, pemerintah anggota ASEAN umumnya telah menjalankan
kebijakan yang fokus pada isu climate change, dan juga mengambil kebijakan dalam
menurunkan atau menyederhanakan sistem perpajakan untuk menarik lebih banyak investor
dua negara-negara anggota ASEAN.

3. Pembahasan
Identitas ASEAN merupakan cerminan dari Identitas kawasan Asia Tenggara, namun tidak
identik dengan kawasan tersebut, melainkan identitas Asia Tenggara sebagai identitas
kelembagaan dari ASEAN. ASEAN tersebut bukanlah sebuah kawasan Asia Tenggara,
melainkan sebuah lembaga atau organisasi regional yang berada di kawasan Asia Tenggara.
Identitas Asia tenggara akan bertahan lebih lama dibandingkan identitas ASEAN, walaupun
melemahnya identitas ASEAN akan berdampak pada identitas Asia Tenggara. Sentralitas
ASEAN merupakan ide yang menjadikan ASEAN sebagai suatu kekuatan dalam mendorong
perkembangan kawasan (Park, 2012). Dalam konteks sentralitas ASEAN terbagi ke dalam dua
kategori yaitu internal dan juga eksternal. Konteks internal berupa isu-isu kejahatan dan juga
isu-isu perdagangan antara negara anggota ASEAN, namun ASEAN berhasil menjawab
tantangannya dengan mengesahkan konvensi dalam memangkas isu tersebut. Sedangkan,
Konteks eksternal berupa peran ASEAN dalam bernegosiasi sebagai upaya dalam peningkatan
bargaining position dari sepuluh negara anggota ASEAN kepada negara adidaya terutama
China. Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki sumber daya pangan dan pertanian
yang besar di dunia, maka negara-negara di Asia Tenggara harus dapat mempertahankan dan
juga memperluas pasarnya sehingga dapat menaikkan perekonomian setiap negara anggotanya.
Kerja sama free trade agreement dipilih dalam mencapai upaya ini, karena China memiliki
pasar yang besar sehingga terjadinya ekspor dan impor dengan besar tarif yang sudah
disepakati secara lancar, apalagi negara partner kerja sama yang dipilih ASEAN adalah negara
dengan jumlah penduduk banyak di dunia dan pastinya membutuhkan stok pangan dan juga
raw material yang banyak (Ann, 2008). Keinginan China untuk mengenspansi pasar ke
ASEAN didasari oleh kepentingan geopolitik dan juga pertanian. Kedua hal tersebut yang
menjadi alasan utama China memiliki kepentingan ekonomi politik di kawasan ASEAN.
Pada sekitar tahun 1970-an pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara tidak dapat dilepaskan
dari peranan negara-negara di Asia Timur terutama China. Bisnis China telah memiliki jaringan
serta memiliki peran yang dominan dalam perekonomian di Asia Tenggara. Dan di beberapa
negara di kawasan Asia Tenggara, etnis China tidak hanya memiliki peran dalam bidang
ekonomi saja, tetapi juga dalam bidang politik diperlukan demi kelangsungan usaha yang
dimiliki etnis China. Mereka juga mengikut sertakan sanak-kerabat untuk mengurusi bisnis
mereka di dalam maupun luar negeri. Etnis China juga melakukan aktivitas dalam kegiatan
komersial, percepatan perputaran uang, arus uang yang terus mengalami peningkatan sejak
etnis China berperan penting bagi pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara.

Dalam implementasi ACFTA, melalui kerangka regulasi yang diatur dalam Peraturan Presiden
Nomor 48 Tahun 2004 tentang pengesahan Framework Agreement On The Comprehensive
Economic Cooperation Between The Association of South East Asian Nations and The People’s
Republic of China. Dalam kerangka tersebut, dijelaskan pengaturan tarif yang berlaku dalam
perdagangan barang ACFTA. Pada penciptaan perdagangan, arus atau volume perdagangan
menjadi semakin besar akibat dari pembentukan free trade area. Tarif yang dihapuskan dalam
skema tersebut menyebabkan penciptaan perdagangan baik dalam peningkatan volume
perdagangan atau terciptanya pasar dari suatu produk baru yang sebelumnya memiliki harga
yang tidak terjangkau. Maka, diberlakukannya free trade area akan berdampak positif dengan
meningkatnya volume dan juga nilai perdagangan antara kedua negara (Setiawan, 2012).
4. Kesimpulan
Berdasarkan perspektif liberalist, kerja sama yang dilakukan ASEAN-China mendapatkan
keuntungan bersama yang menyebabkan terjalinnya kerja sama tersebut. Kerja sama juga
dilakukan untuk mencapai kepentingan bersama oleh aktor-aktor yang terlibat dalam kerja
sama tersebut. Dalam tercapainya kerja sama yang baik oleh aktor-aktor yang terlibat, perlu
adanya keterbukaan antara aktor dan juga mendapatkan keuntungan setimpal antara aktor yang
terlibat. Sehingga tercapainya kerja sama yang saling memberikan kesempatan yang sama bagi
para aktor untuk berperan dan tidak bersifat berat sebelah. Etnis China yang mulai berkembang
pesat di kawasan Asia Tenggara pada sekitar tahun 1970-an tidak hanya berperan dalam bidang
ekonomi saja, tetapi juga dalam bidang politik, sehingga dapat mempengaruhi para aktor yang
berperan dalam ekonomi. Dengan hal tersebut, etnis China berperan penting dalam
pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara terutama pada aktivitas produksi, distribusi serta
pemasaran barang, arus perputaran uang yang merupakan sumber penghasilannya.
Dalam implementasinya, ACFTA sangat berdampak bagi pertumbuhan ekonomi domestik di
negara-negara anggota ASEAN. Diantaranya adalah Singapura yang muncul menjadi negara
industrialisasi baru yang bersamaan dengan negara di kawasan Asia Timur yaitu Korea,
Taiwan, dan juga Hongkong. Serta, Malaysia, Thailand, dan juga Indonesia merubah dari
ekonomi yang berbasis pertanian menjadi ekonomi yang berbasis manufaktur melalui
industrialisasi dan pertumbuhan berkelanjutan. Lalu, Vietnam yang mulai memiliki
pertumbuhan ekonomi yang konsisten jika dibandingkan dengan negara-negara anggota
ASEAN lainnya.
5. Referensi

Ann, C. (2008). Twenty Years Australia Engagement with Asia. Journal of International
Affairs.

Efnita. (2012). Pengaruh ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) Terhadap


Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia . Riau: Fakultas Ekonomi Universitas Islam Riau.

Indriastuti, S. (2005). Pembentukan Perdagangan Bebas ASEAN-China. Jurnal Ilmu-Ilmu


Pertanian, Vol. 1, No. 2, 25.

Jhingan, M. L. (2003). Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. (D. Guritno, Penerj.)


Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Keohane, R. (1984). After Hegemony: Cooperation andd Ddiscord in World Political


Economy. World Political Economy, 51-53.

Krisna, D. (1993). Kamus Politik Internasional. Jakarta: Grasindo.

Park, J. K. (2012). ASEAN Centrality. Cogitasia. Diambil kembali dari


https://www.cogitasia.com/asean-centrality-the-case-of-rcep/

Setiawan, S. (2012, Desember). ASEAN-China FTA. Jurnal Litbang Perdagangan, Vol.6,


No.2, 8.

Suryadi, A. (2015, Oktober). Kepentingan Indonesia dalam Kerja Sama Ekonomi. JOM FISIP,
Vol.2, No.2, 6.

Todaro, M. P. (1994). Economic Development. New York: Longman.

Toruan, G. T. (2021). Kebijakan Belt and Road Initiative sebagai Alat Soft Power China dalam
Membangun Hegemoni di Kawasan Asia Tenggara. Jurnal Soshum Insentif, Vol. 4,
No.1, 93.

Yahuda, M. (1995). The International Politics of The Asia-Pacific. London: Routledge.

Anda mungkin juga menyukai