Anda di halaman 1dari 6

RESUME SEMINAR NASIONAL 2015

PELUANG DAN TANTANGAN INVESTASI DI PROVINSI


BANTEN

Penyusun
Nama

Nana Suryana

NPM

AB201210033

Jurusan

Administrasi Niaga

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI (STIA) BANTEN


2015

KESIAPAN INDONESIA DALAM MENGHADAPI MEA 2015


1. ASEAN bukanlah sebuah pasar yang monolithic.
ASEAN merupakan kelompok negara dengan kondisi perekonomian,
sosial politik yang beragam. Indonesia memiliki share sekitar 40% dari total PDB
ASEAN dan menjadi anggota G-20, sedangkan Myanmar merupakan merupakan
negara berkembang (emerging) yang relatif masih terisolasi. PDB per kapita
Singapura lebih dari 30 kali lipat Laos dan lebih dari 50 kali lipat Kamboja dan
Myanmar; telah menjadi perekonomian yang maju seperti USA dan Kanada.
Standar deviasi dalam pendapatan rata-rata (average incomes) diantara negaranegara ASEAN lebih dari 7 kali-nya anggota Uni Eropa; dengan kultur, bahasa,
agama yang sangat beragam. Indonesia, hampir 90% Muslim, sedangkan
Philipina lebih dari 80% Katholik Roma, Thailand lebih dari 95% Budha.
Meskipun ASEAN telah semakin terintegrasi, para investor seharusnya tetap
aware terhadap local preferences dan sensitivitas budaya; mereka tidak dapat
percaya pada one-size-fits-all strategy ketika masuk di setiap pasar di ASEAN
yang sangat bervariasi ini.
2. Stabilitas makro ekonomi telah menjadi platform bagi negara- negara ASEAN
dalam mewujudkan pertumbuhan ekonominya
Memori atas krisis keuangan 1997/98 masih tetap hidup, banyak para
outsider atau analis/investor dari luar masih beranggapan bahwa ASEAN masih
berpotensi

menjadi

sumber

volatilitas.

Namun,

faktanya

ASEAN

telah

membuktikan dirinya mampu bertahan dari krisis keuangan global 2008 dan hari
ini memiliki posisi fiskal yang lebih kuat: utang pemerintah di bawah 50% dari
PDB, jauh di bawah UK dan USA yang debt to GDP ratio-nya mencapai 90% dan
105%. Sejauh ini, sebagian besar negara-negara ASEAN telah mempersiapkan
diri terkait dengan rencana pengakhiran program Quantitative Easing (QE) oleh
bank sentral USA, the US Federal Reserve. Faktanya, ASEAN telah
membuktikan relatif lebih stabil (much lower volatility) pertumbuhan ekonominya
sejak 2000 dibanding Uni Eropa. Tingkat tabungan masyarakat juga tetap terjaga
secara konsisten sejak 2005, sekitar sepertiga dari PDB, sekalipun terdapat
perbedaan yang cukup mencolok antara negara yang tergolong high saving

economies seperti Brunei, Malaysia, dan Singapura dengan negara yang


tergolong low-saving economies seperti Kamboja, Laos, dan Philipina.
3. ASEAN sedang tumbuh menjadi hub-nya consumer demand
ASEAN mengalami peningkatan PDB perkapita secara cepat sejak
akhir 1970- an. Pertumbuhan pendapatan masih tetap kuat sejak 2000, dengan
rata-rata pertumbuhan tahunan lebih dari 5%. Beberapa negara ASEAN memiliki
pertumbuhan yang sangat cepat, seperti Vietnam hanya membutuhkan 11 tahun
(1995 - 2006) untuk meningkatkan PDB per kapitanya menjadi dua kali lipat dari
$1,300 menjadi $2,600. Tingkat kemiskinan yang ekstrem juga menurun cepat.
Pada 2000, sebanyak 14% penduduk di ASEAN berada di bawah garis
kemiskinan (menggunakan standar internasional $1,25 per hari, dihitung dalam
purchasing power-parity).
Tetapi, pada 2013 penduduk miskin tersebut tinggal 3%. Terdapat
sekitar 67 juta rumah tangga di ASEAN yang menjadi bagian dari consuming
class, . Jumlah ini bisa meningkat dua kali lipat menjadi 125 juta rumah tangga
pada 2025, yang akan membuat ASEAN sebagai pasar konsumer yang sangat
penting. ASEAN tidak memiliki konsumer yang sejenis (typical consumer); namun
kini telah muncul kecenderungan tertentu: leisure, modern retail, dan brand
awareness.

4. ASEAN memiliki posisi yang bagus dalam arus perdagangan global.


ASEAN adalah kawasan pengekspor terbesar ke-4 di dunia setelah
Uni Eropa, Amerika Utara, dan China/Hong Kong. Ekspor ASEAN mencapai 7%
dari ekspor global, dengan produk ekspor yang sangat terdiversifikasi. Vietnam
spesialis ekspor di tekstil dan pakaian, Singapura dan Malaysia elektronik,
Thailand spare part otomotif, sedang Indonesia eksportir terbesar di CPO,
batubara, kakao, dan timah. Myanmar baru saja membuka ekonominya memiliki
banyak cadangan migas dan mineral. Philipina memposisikan dirinya sebagai
basis outsourcing industri global. China, yang merupakan pesaing ASEAN, kini
juga telah menjadi customer dan telah menjadi pasar ekspor penting bagi
Singapura dan Malaysia. Zona kawasan processing ekspor yang sebelumnya
didominasi oleh China, kini telah dibangun di ASEAN, seperti Batam (SingaporeIndonesia), the Southern Regional Industrial Estate (Thailand), Tanjung Emas

(Indonesia), the Port Klang (Malaysia), Thilawa Special Economic Zone


(Myanmar), dan Tan Thuan Export Processing Zone (Vietnam) diharapkan
mampu mendorong pertumbuhan ekspor.

5. Perdagangan

intra-regional

dapat

meningkat

secara

signifikan

dengan

implementasi MEA 2015, namun masih banyak kendala.


Sekitar 25% ekspor ASEAN ditujukan ke partner di luar ASEAN,
konsisten sejak 2003. Kurang dari separuh ekspor diarahkan ke negara-negara
NAFTA (Kanada, Meksiko, USA, dan Uni Eropa), nilai ekspor meningkat secara
cepat seiring dengan pengembangan kawasan yang lebih kuat di dalam crossborder supply chains. Seiring dengan implementasi MEA 2015, perdagangan
intra-regional akan meningkat. Namun, progress implementasi MEA masih belum
merata. Tarif sudah mendekati nol di banyak sektor, terutama di 6 negara
pertama anggota ASEAN (Brunei, Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura, dan
Thailand).
6. ASEAN merupakan rumah bagi banyak perusahaan kelas dunia.
Pada 2006, ASEAN telah menjadi headquarters dari 49 perusahaan
yang terdaftar dalam Forbes Global 2000. Pada 2013, jumlahnya meningkat
menjadi 74 perusahaan. Di ASEAN terdapat 227 perusahaan kelas dunia dengan
pendapatan lebih dari $1 miliar, atau 3% dari total pendapatan perusahaan
seluruh dunia. Singapura menduduki peringkat ke-5 sebagai negara tujuan
pendirian headquarters perusahaan-perusahaan kelas dunia dan menduduki
peringkat ke-1 sebagai negara tujuan pendirian anak perusahaan di luar negeri.
ASEAN-5 (Indonesia, Malaysia, Philpina, Singapura, dan Thailand) mampu
menarik FDI lebih besar dibanding China ($128 miliar versus $117 miliar) pada
2013. ASEAN menjadi salah satu tempat tujuan IPO bagi perusahaanperusahaan multinasional, menguasai sekitar 38% pangsa pasar IPO di Asia.

RELASI KORUPSI POLITIK-BISNIS DI TINGKAT LOKAL


1. Otonomi Daerah
Otonomi daerah menjadi jawaban atas berbagai permasalahan yang
muncul dalam sistem sentralisasi, termasuk korupsi Tujuan otonomi daerah
antara lain: memperkuat demokrasi, mendekatkan pelayanan, memudahkan
perizinan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah Otonomi
daerah makin diperkuat dengan kebijakan pemilihan kepala daerah (pilkada)
secara langsung
2. Korupsi Daerah
Menurut direktur jenderal otonomi daerah kementrian dalam negeri
(Ditjen Otda Kemendagri) Djohermansyah Djohan hingga 2014 setidaknya
318 orang dari total 425 orang kepala daerah dan wakil kepala daerah
tersangkut korupsi (www.jpnn.com/news.php?id=216728). Mereka terlibat
dalam berbagai kasus, mulai dari korupsi dana hibah dan bantuan sosial, alat
kesehatan, hingga suap hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
a. Hasil kajian Bank Dunia: Otonomi membawa implikasi pada terjadinya
pergeseran relasi kekuasaan pusat daerah dan antar lembaga di daerah.
Berbagai perubahan membuka peluang maraknya money politics oleh
kepala daerah untuk memperoleh dan mempertahankan dukungan dari
legislatif, pemanfaatan berbagai sumber pembiayaan oleh anggota
legislatif sebagai setoran bagi partai politik serta yang paling umum,
adalah keinginan untuk memperkaya diri sendiri.
b. Peluang korupsi semakin terbuka dengan adanya perbedaan/inkonsistensi
peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan daerah,
c. kerjasama antara legislatif dan eksekutif
d. Minimnya porsi partisipasi dan pengawasan publik.
e. Modus korupsi Legislatif antara lain: memperbanyak dan memperbesar
mata anggaran; menyalurkan dana APBD bagi lembaga/yayasan fiktif; dan
manipulasi perjalanan dinas.
f. Modus korupsi di eksekutif: penggunaan sisa dana (UUDP) tanpa
prosedur, penyimpangan prosedur pengajuan dan pencairan dana kas
daerah; sisa APBD, manipulasi dalam proses pengadaan.

3. Gambaran Umum Banten


a. Masalah yang dihadapi Banten sama seperti daerah lain terkait dengan
korupsi
b. Gubernur pertama dan kedua Provinsi Banten terjerat dalam kasus
korupsi
c. Banten kerap dijadikan rujukan terkait dengan dinasti mengingat keluarga
gubernur (Ratu Atut) yang menempati hampir semua jabatan publik
d. Era Ratu Atut sebagai gubernur, teori mengenai shadow state bisa
dijadikan sebagai rujukan
e. Walau Ratu Atut yang memimpin, tapi ada orang kuat dibelakangnya yang
justru bisa mengendalikan pemerintahan
f. Konsolidasi proyek-proyek yang bersumber dari APBN/APBD dalam
kendali keluarga gubernur
g. Kajian ICW terkait proyek di Banten era Ratu Atut, hampir semuanya
dikuasai oleh perusahaan miliki keluarga

4. Korupsi dan Peluang Bisnis di Banten


a. Secara umum Banten mandiri dari sisi fiskal (provinsi, tapi ada beberapa
kabupaten yang juga bergantung pada transfer dari pusat)
b. Letak Geografis strategis (daerah Hub Sumatra- Jawa Pelabuhan
c. Potensi Pariwisata,

Supply Tenaga

Kerja,

Pasar Besar,

Potensi

Agrobisnis- ketersediaan supply pangan


d. Untuk bisnis berkaitan dengan proyek yang didanai APBD/APBD sulit
mengharapkan munculnya kompetisi yang jujur
e. Para pengusaha biasanya sudah memiliki patron dan mereka biasanya
terlibat dalam proses pemenangan sejak dalam proses pemilihan
f. Karena itu, proyek APBN/APBD biasanya sulit ditembus pengusaha yang
tidak memiliki cantolan kepada kekuasaan
g. Untuk investasi, akan terbentur dengan berbagai permasalahan antara
lain: Setoran politik, Birokrasi Perizinan, Koordinasi Birokrasi Antar
Daerah, Infrastruktur, Pungli, Disparitas Pertumbuhan Ekonomi, Isolasi
Ekonomi

Anda mungkin juga menyukai