Anda di halaman 1dari 103

Undang-Undang

Hubungan Keuangan antara


Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah
MODUL
UU HKPD Undang-Undang
Hubungan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah
UU HKPD

DAFTAR ISI

Pajak Daerah & Retribusi Daerah ... 1

Pembiayaan Utang Daerah ... 49

Pembentukan Dana Abadi Daerah ... 55

Sinergi Pendanaan ... 57

Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional ... 59

Pengelolaan Belanja Daerah ... 65

Transfer ke Daerah ... 73

iv
Pajak Daerah &
Retribusi Daerah

v
UU HKPD

PAJAK DAERAH

Dalam rangka e. Pajak Air Permukaan;


mengalokasikan sumber daya f. Pajak Rokok; dan
nasional secara lebih efisien,
g. Opsen Pajak Mineral Bukan
Pemerintah memberikan
Logam dan Batuan.
kewenangan kepada Daerah
untuk memungut Pajak Pajak yang dipungut oleh
Daerah dan Retribusi Daerah. Pemerintah Kabupaten/Kota
Terdapat 16 jenis pajak yang terdiri atas:
menjadi kewenangan
a. Pajak Bumi dan Bangunan
Pemerintah Daerah di mana 7
Perdesaan dan Perkotaan;
di antaranya merupakan
kewenangan Pemerintah b. Bea Perolehan Hak atas
Provinsi dan 9 lainnya Tanah dan Bangunan;
merupakan kewenangan c. Pajak Barang dan Jasa
Pemerintah Kabupaten/Kota. Tertentu;
d. Pajak Reklame;
Pajak yang dipungut oleh
Pemerintah Provinsi terdiri e. Pajak Air Tanah;
atas: f. Pajak Mineral Bukan Logam
a. Pajak Kendaraan dan Batuan.
Bermotor; g. Pajak Sarang Burung Walet;
b. Bea Balik Nama Kendaraan h. Opsen Pajak Kendaraan
Bermotor; Bermotor; dan
c. Pajak Alat Berat; i. Opsen Bea Balik Nama
d. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
Kendaraan Bermotor;

2
PajakPajak
Daerah
Daerah
dandan
Retribusi
RetribusiDaerah
Daerah

JENIS PAJAK DAERAH

Pajak Kendaraan Bermotor


No. Judul Keterangan

1. Definisi 1. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) adalah pajak atas kepemilikan


dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.

2. Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta


gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat atau
kendaraan yang dioperasikan di air yang digerakkan oleh
peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang
berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu
menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan.

2. Objek pajak 1. Objek PKB adalah kendaraan bermotor yang wajib didaftarkan di
wilayah provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2. Terdapat pengecualian dalam Objek PKB, yaitu kepemilikan dan/
atau penguasaan atas:

a. kereta api;
b. kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan untuk
keperluan pertahanan dan keamanan negara;
c. kendaraan bermotor kedutaan, konsulat, perwakilan negara
asing dengan asas timbal balik, dan lembaga-lembaga
internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak
dari Pemerintah;
d. kendaraan bermotor berbasis energi terbarukan; dan
kendaraan bermotor lainnya yang ditetapkan dengan Perda.

3. Subjek Pajak 1. Subjek PKB adalah orang pribadi atau Badan yang memiliki dan/
atau menguasai kendaraan bermotor.

2. Wajib PKB adalah orang pribadi atau Badan yang memiliki


kendaraan bermotor.

4. Dasar Pengenaan 1. Dasar pengenaan PKB untuk jenis kendaraan di darat adalah
Pajak hasil perkalian dari:
a. nilai jual kendaraan bermotor; dan
b. bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan
jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan
kendaraan bermotor.

3
UU HKPD

No. Judul Keterangan

2. Bobot dinyatakan dalam koefisien, dengan ketentuan sebagai


berikut:
a. koefisien sama dengan 1 (satu) berarti kerusakan jalan dan/
atau pencemaran lingkungan oleh penggunaan kendaraan
bermotor tersebut dianggap masih dalam batas toleransi;
dan
b. koefisien lebih besar dari 1 (satu) berarti kerusakan jalan dan/
atau pencemaran lingkungan oleh penggunaan kendaraan
bermotor tersebut dianggap melewati batas toleransi.

3. Bobot dihitung berdasarkan faktor-faktor:


a. tekanan gandar, yang dibedakan atas dasar jumlah
sumbu/as, roda, dan berat kendaraan bermotor;
b. jenis bahan bakar kendaraan bermotor, yang dibedakan
menurut bahan bakar bensin, diesel, atau jenis bahan bakar
lainnya selain bahan bakar berbasis energi terbarukan; dan
c. jenis, penggunaan, tahun pembuatan, dan ciri-ciri mesin
kendaraan bermotor yang dibedakan berdasarkan isi silinder.

4. Dasar pengenaan PKB untuk jenis kendaraan di air hanya


berdasarkan nilai jual kendaraan bermotor.

5. Nilai jual kendaraan bermotor ditentukan berdasarkan harga


pasaran umum atas suatu kendaraan bermotor yang ditetapkan
pada minggu pertama bulan Desember tahun pajak sebelumnya.

6. Harga pasaran umum adalah harga rata-rata yang diperoleh dari


berbagai sumber data yang akurat.

7. Dalam hal harga pasaran umum suatu kendaraan bermotor tidak


diketahui, nilai jual kendaraan bermotor dapat ditentukan
berdasarkan sebagian atau seluruh faktor-faktor:
a. harga kendaraan bermotor dengan isi silinder dan/atau
satuan tenaga yang sama;
b. penggunaan kendaraan bermotor untuk umum atau pribadi;
c. harga kendaraan bermotor dengan merek kendaraan
bermotor yang sama;
d. harga kendaraan bermotor dengan tahun pembuatan
kendaraan bermotor yang sama;
e. harga kendaraan bermotor dengan pembuat kendaraan
bermotor;
f. harga kendaraan bermotor dengan kendaraan bermotor
sejenis; dan
g. harga kendaraan bermotor berdasarkan dokumen
pemberitahuan impor barang.

4
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

No. Judul Keterangan

8. Dasar pengenaan PKB dinyatakan dalam suatu tabel yang


ditetapkan dengan ketentuan:
a. untuk kendaraan bermotor baru ditetapkan dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri setelah mendapat pertimbangan dari
Menteri Keuangan; dan
b. untuk selain kendaraan bermotor baru ditetapkan dengan
Peraturan Gubernur berdasarkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri dengan memperhatikan penyusutan nilai jual
kendaraan bermotor dan bobot yang mencerminkan secara
relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran
lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.

5. Tarif Pajak 1. Tarif PKB ditetapkan sebagai berikut:


a. untuk kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor
pertama, ditetapkan paling tinggi 1,2% (satu koma dua
persen); dan
b. untuk kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor
kedua dan seterusnya, dapat ditetapkan secara progresif
paling tinggi sebesar 6% (enam persen).

2. Khusus untuk daerah yang setingkat dengan daerah provinsi


yang tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom, tarif
PKB ditetapkan sebagai berikut:
a. untuk kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor
pertama paling tinggi sebesar 2% (dua persen); dan
b. untuk kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor
kedua dan seterusnya, dapat ditetapkan secara progresif
paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

3. Tarif PKB atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan


bermotor yang digunakan untuk angkutan umum, angkutan
karyawan, angkutan sekolah, ambulans, pemadam kebakaran,
sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah,
dan Pemerintah Daerah, ditetapkan paling tinggi 0,5% (nol koma
lima persen).

4. Kepemilikan kendaraan bermotor didasarkan atas nama, nomor


induk kependudukan, dan/atau alamat yang sama.

5. Tarif PKB ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

6. Penghitungan 1. Besaran pokok PKB yang terutang dihitung dengan cara


Pajak mengalikan dasar pengenaan PKB dengan tarif PKB.

2. PKB yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat


kendaraan bermotor terdaftar.

3. PKB dikenakan untuk 12 (dua belas) bulan berturut-turut


terhitung sejak tanggal pendaftaran kendaraan bermotor.

5
UU HKPD

Bea Balik Nama Kendaraan


Bermotor
No. Judul Keterangan

1. Definisi Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) adalah pajak atas
penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian
dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena
jual beli, tukar-menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam
badan usaha.

2. Objek Pajak 1. Objek BBNKB adalah penyerahan pertama atas kendaraan


bermotor.

2. Termasuk dalam kendaraan bermotor adalah kendaraan


bermotor yang wajib didaftarkan di wilayah provinsi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Terdapat pengecualian dalam Objek BBNKB, yaitu penyerahan


atas:
a. kereta api;
b. kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan untuk
keperluan pertahanan dan keamanan negara;
c. kendaraan bermotor kedutaan, konsulat, perwakilan negara
asing dengan asas timbal balik, dan lembaga-lembaga
internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak
dari Pemerintah;
d. kendaraan bermotor berbasis energi terbarukan; dan
e. kendaraan bermotor lainnya yang ditetapkan dengan Perda.

4. Termasuk penyerahan kendaraan bermotor adalah pemasukan


kendaraan bermotor dari luar negeri untuk dipakai secara tetap
di Indonesia, kecuali:
a. untuk diperdagangkan;
b. untuk dikeluarkan kembali dari wilayah kepabeanan
Indonesia; dan
c. digunakan untuk pameran, objek penelitian, contoh, dan
kegiatan olahraga bertaraf internasional.

5. Jika kendaraan bermotor tidak dikeluarkan kembali dari wilayah


kepabeanan Indonesia selama 12 (dua belas) bulan berturut-
turut maka pengecualian tidak berlaku.

3. Subjek Pajak 1. Subjek Pajak BBNKB adalah orang pribadi atau Badan yang
menerima penyerahan kendaraan bermotor.

2. Wajib Pajak BBNKB adalah orang pribadi atau Badan yang


menerima penyerahan kendaraan bermotor.

6
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

No. Judul Keterangan

4. Dasar Pengenaan Dasar pengenaan BBNKB adalah nilai jual kendaraan bermotor yang
Pajak ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Peraturan
Gubernur.

5. Tarif Pajak 1. Tarif BBNKB ditetapkan paling tinggi sebesar 12% (dua belas
persen).

2. Khusus untuk Daerah yang setingkat dengan Daerah provinsi


yang tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom, tarif
BBNKB ditetapkan paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen).

3. Tarif BBNKB ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

6. Penghitungan 1. Besaran pokok BBNKB yang terutang dihitung dengan cara


Pajak mengalikan dasar pengenaan BBNKB dengan tarif BBNKB.

2. BBNKB yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat


kendaraan bermotor terdaftar.

3. Pembayaran BBNKB dilakukan sebelum pendaftaran kendaraan


bermotor.

4. Bukti pembayaran BBNKB menjadi persyaratan dalam


pendaftaran kendaraan bermotor baru sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pajak Alat Berat


No. Judul Keterangan

1. Definisi 1. Pajak Alat Berat (PAB) adalah Pajak atas kepemilikan dan/atau
penguasaan alat berat.

2. Alat Berat adalah alat yang diciptakan untuk membantu


pekerjaan konstruksi dan pekerjaan teknik sipil lainnya yang
sifatnya berat apabila dikerjakan oleh tenaga manusia,
beroperasi menggunakan motor dengan atau tanpa roda, tidak
melekat secara permanen serta beroperasi pada area tertentu,
termasuk tetapi tidak terbatas pada area konstruksi,
perkebunan, kehutanan, dan pertambangan.

7
UU HKPD

No. Judul Keterangan

2. Objek Pajak 1. Objek PAB adalah kepemilikan dan/atau penguasaan Alat Berat.

2. Terdapat pengecualian dalam Objek PAB, yaitu kepemilikan dan/


atau penguasaan atas:
a. alat berat yang dimiliki dan/atau dikuasai Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan Tentara Nasional Indonesia/
Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b. alat berat yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat,
perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan
lembaga internasional yang memperoleh fasilitas
pembebasan pajak dari Pemerintah; dan
c. kepemilikan dan/atau penguasaan alat berat lainnya yang
diatur dalam Perda.

3. Subjek Pajak 1. Subjek PAB adalah orang pribadi atau Badan yang memiliki dan/
atau menguasai alat berat.

2. Wajib PAB adalah orang pribadi atau Badan yang memiliki dan/
atau menguasai alat berat.

4. Dasar Pengenaan 1. Dasar pengenaan PAB adalah nilai jual alat berat.
Pajak
2. Nilai jual ditentukan berdasarkan harga rata-rata pasaran umum
alat berat yang bersangkutan.

3. Harga rata-rata pasaran umum ditetapkan berdasarkan harga


rata-rata yang diperoleh dari berbagai sumber data yang akurat
pada minggu pertama bulan Desember Tahun Pajak
sebelumnya.

4. Penetapan dasar pengenaan PAB diatur dalam Peraturan


Menteri Dalam Negeri setelah mendapat pertimbangan dari
Menteri Keuangan.

5. Dasar pengenaan PAB ditinjau kembali paling lama setiap 3


(tiga) tahun dengan memperhatikan indeks harga dan
perkembangan perekonomian.

5. Tarif Pajak 1. Tarif PAB ditetapkan paling tinggi sebesar 0,2% (nol koma dua
persen).

2. Tarif PAB ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

8
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

No. Judul Keterangan

6. Penghitungan 1. Besaran pokok PAB yang terutang dihitung dengan cara


Pajak mengalikan dasar pengenaan PAB dengan tarif PAB.

2. PAB yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat


penguasaan alat berat.

3. PAB terutang terhitung sejak Wajib Pajak diakui secara sah


memiliki dan/atau menguasai alat berat.

4. PAB dikenakan untuk setiap jangka waktu 12 (dua belas) bulan


berturut-turut.

5. PAB dibayar sekaligus di muka.

6. Dalam hal terjadi keadaan kahar yang mengakibatkan


penggunaan alat berat belum sampai 12 (dua belas) bulan ,
Wajib Pajak dapat mengajukan restitusi atas PAB yang sudah
dibayar untuk porsi jangka waktu yang belum dilalui.

Pajak Bahan Bakar


Kendaraan Bermotor
No. Judul Keterangan

1. Definisi 1. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) adalah Pajak


atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor dan alat
berat

2. Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (BBKB) adalah semua jenis


bahan bakar cair atau gas yang digunakan untuk kendaraan
bermotor dan alat berat.

2. Objek Pajak Objek PBBKB adalah penyerahan BBKB oleh penyedia BBKB kepada
konsumen atau pengguna kendaraan bermotor.

3. Subjek Pajak 1. Subjek PBBKB adalah konsumen BBKB.

2. Wajib Pajak PBBKB adalah orang pribadi atau Badan penyedia


BBKB yang menyerahkan BBKB.

3. Pemungutan PBBKB dilakukan oleh penyedia BBKB, yaitu


produsen dan/atau importir bahan bakar kendaraan bermotor,
baik untuk dijual maupun untuk digunakan sendiri.

4. Dasar Pengenaan Dasar pengenaan PBBKB adalah nilai jual BBKB sebelum dikenakan
Pajak pajak pertambahan nilai.

9
UU HKPD

No. Judul Keterangan

5. Tarif Pajak 1. Tarif PBBKB ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh
persen).

2. Khusus tarif PBBKB untuk bahan bakar kendaraan umum dapat


ditetapkan paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari tarif PBBKB
untuk kendaraan pribadi.

3. Untuk jenis BBKB tertentu, Pemerintah melalui Peraturan


Presiden, dapat menyesuaikan tarif PBBKB yang sudah
ditetapkan dalam Peraturan Daerah dalam rangka stabilisasi
harga.

4. Tarif PBBKB ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

6. Penghitungan Besaran pokok PBBKB yang terutang dihitung dengan cara


Pajak mengalikan dasar pengenaan PBBKB dengan tarif PBBKB.

Pajak Air Permukaan

No. Judul Keterangan

1. Definisi 1. Pajak Air Permukaan (PAP) adalah Pajak atas pengambilan dan/
atau pemanfaatan air permukaan.

2. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan


tanah.

2. Objek Pajak 1. Objek PAP adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air


permukaan.

2. Terdapat pengecualian dalam Objek PAP, yaitu pengambilan dan/


atau pemanfaatan untuk:
a. keperluan dasar rumah tangga;
b. pengairan pertanian rakyat;
c. perikanan rakyat;
d. keperluan keagamaan;
e. kegiatan yang mengambil dan memanfaatkan air laut baik
yang berada di lautan dan/atau di daratan (air payau); dan
f. kegiatan lainnya yang ditetapkan dalam Perda, dengan tetap
memperhatikan kelestarian lingkungan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

10
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

No. Judul Keterangan

3. Subjek Pajak 1. Subjek PAP adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan
pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan.

2. Wajib PAP adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan


pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan.

4. Dasar Pengenaan 1. Dasar pengenaan PAP adalah nilai perolehan air permukaan.
Pajak
2. Nilai perolehan air permukaan adalah hasil perkalian antara
harga dasar air permukaan dengan bobot air permukaan.

3. Harga dasar air permukaan ditetapkan dalam rupiah


berdasarkan biaya pemeliharaan dan pengendalian sumber daya
air permukaan.

4. Bobot air permukaan dinyatakan dalam koefisien yang


didasarkan paling sedikit atas faktor-faktor:
a. lokasi pengambilan air;
b. volume air; dan
c. kewenangan pengelolaan sumber daya air.

5. Besaran nilai perolehan air permukaan ditetapkan dengan


Peraturan Gubernur.

6. Ketentuan lebih lanjut mengenai harga dasar air permukaan dan


bobot air permukaan ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat setelah mendapat pertimbangan dari
Menteri Keuangan.

5. Tarif Pajak 1. Tarif PAP ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

2. Tarif PAP ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

6. Perhitungan 1. Besaran pokok PAP yang terutang dihitung dengan cara


mengalikan dasar pengenaan PAP dengan tarif PAP.

2. PAP yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat air


permukaan berada.

11
UU HKPD

Pajak Rokok

No. Judul Keterangan

1. Definisi Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh
Pemerintah.

2. Objek Pajak 1. Objek Pajak Rokok adalah konsumsi rokok.

2. Termasuk dalam rokok meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, dan


bentuk rokok lainnya yang dikenai cukai rokok.

3. Dikecualikan dari objek Pajak Rokok adalah rokok yang tidak


dikenai cukai rokok berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang cukai.

3. Subjek Pajak 1. Subjek Pajak Rokok adalah konsumen rokok.

2. Wajib Pajak Rokok adalah pengusaha pabrik rokok/produsen


dan importir rokok yang memiliki izin berupa nomor pokok
pengusaha barang kena cukai.

4. Dasar Pengenaan Dasar pengenaan Pajak Rokok adalah cukai yang ditetapkan oleh
Pajak Pemerintah terhadap rokok,

5. Tarif Pajak Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari
cukai rokok.

6. Perhitungan 1. Besaran pokok Pajak Rokok yang terutang dihitung dengan cara
mengalikan dasar pengenaan Pajak Rokok dengan tarif Pajak
Rokok.

2. Pajak Rokok dipungut oleh instansi Pemerintah yang berwenang


memungut cukai bersamaan dengan pemungutan cukai rokok.

3. Pajak Rokok yang dipungut oleh instansi Pemerintah disetor ke


rekening kas umum daerah provinsi secara proporsional
berdasarkan jumlah penduduk.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemungutan dan


penyetoran Pajak Rokok diatur dengan Peraturan Menteri.

12
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Pajak Bumi dan Bangunan


Perdesaan dan Perkotaan

No. Judul Keterangan

1. Definisi 1. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)


adalah Pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki,
dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan.

2. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan


pedalaman.

3. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau


dilekatkan secara tetap di atas permukaan bumi dan di bawah
permukaan bumi.

2. Objek Pajak 1. Objek PBB-P2 adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki,
dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan,
kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

2. Dimaksud dengan bumi termasuk permukaan bumi hasil


kegiatan reklamasi atau pengurukan.

3. Terdapat pengecualian dalam Objek PBB-P2 adalah kepemilikan,


penguasaan, dan/atau pemanfaatan atas:
a. bumi dan/atau bangunan kantor Pemerintah, kantor
Pemerintahan Daerah, dan kantor penyelenggara negara
lainnya yang dicatat sebagai barang milik negara atau barang
milik Daerah;
b. bumi dan/atau bangunan yang digunakan semata-mata
untuk melayani kepentingan umum di bidang keagamaan,
panti sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional,
yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
c. bumi dan/atau bangunan yang semata-mata digunakan
untuk tempat makam (kuburan), peninggalan purbakala, atau
yang sejenis;
d. bumi yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam,
hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang
dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani
suatu hak;
e. bumi dan/atau bangunan yang digunakan oleh perwakilan
diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal
balik;

13
UU HKPD

No. Judul Keterangan

f. bumi dan/atau bangunan yang digunakan oleh badan atau


perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan
Peraturan Menteri;
g. bumi dan/atau bangunan untuk jalur kereta api, moda raya
terpadu (Mass Rapid Transit), lintas raya terpadu (Light Rail
Transit), atau yang sejenis;
h. bumi dan/atau bangunan tempat tinggal lainnya berdasarkan
NJOP tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Daerah; dan
i. bumi dan/atau bangunan yang dipungut pajak bumi dan
bangunan oleh Pemerintah.

3. Subjek Pajak 1. Subjek PBB-P2 adalah orang pribadi atau Badan yang secara
nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh
manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau
memperoleh manfaat atas bangunan.

2. Wajib PBB-P2 adalah orang pribadi atau Badan yang secara


nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh
manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau
memperoleh manfaat atas bangunan

4. Dasar Pengenaan 1. Dasar pengenaan PBB-P2 adalah Nilai Jual Objek Pajak.
Pajak
2. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang
diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan
bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan
melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau
nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.

3. NJOP ditetapkan berdasarkan proses penilaian PBB-P2.

4. NJOP Tidak Kena Pajak ditetapkan paling sedikit sebesar


Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak.

5. Dalam hal Wajib Pajak memiliki atau menguasai lebih dari satu
objek PBB-P2 di satu wilayah kabupaten/kota, NJOP Tidak Kena
Pajak hanya diberikan atas salah satu objek PBB-P2 untuk setiap
tahun pajak.

6. NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 ditetapkan


paling rendah 20% (dua puluh persen) dan paling tinggi 100%
(seratus persen) dari NJOP setelah dikurangi NJOP Tidak Kena
Pajak.

7. NJOP ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun, kecuali untuk objek pajak


tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan
perkembangan wilayahnya.

8. Besaran NJOP ditetapkan oleh Kepala Daerah.

9. Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian PBB-P2 diatur dengan


Peraturan Menteri.

14
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

No. Judul Keterangan

5. Tarif Pajak 1. Tarif PBB-P2 ditetapkan paling tinggi sebesar 0,5% (nol koma
lima persen).

2. Tarif PBB-P2 yang berupa lahan produksi pangan dan ternak


ditetapkan lebih rendah daripada tarif untuk lahan lainnya.

3. Tarif PBB-P2 ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

6. Perhitungan 1. Besaran pokok PBB-P2 yang terutang dihitung dengan cara


mengalikan dasar pengenaan PBB-P2 dengan tarif PBB-P2.

2. Tahun pajak PBB-P2 adalah jangka waktu 1 (satu) tahun


kalender.

3. Saat yang menentukan untuk menghitung PBB-P2 yang terutang


adalah menurut keadaan objek PBB-P2 pada tanggal 1 Januari.

4. Tempat PBB-P2 yang terutang adalah di wilayah Daerah yang


meliputi letak objek PBB-P2.

Bea Perolehan Hak Atas


Tanah dan Bangunan
No. Judul Keterangan

1. Definisi 1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah
Pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.

2. Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan


atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak
atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan.

3. Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah hak atas tanah,


termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya,
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang
pertanahan dan bangunan.

2. Objek Pajak 1. Objek BPHTB adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan.

2. Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan meliputi:


a. pemindahan hak karena:
1) jual beli;
2) tukar-menukar;
3) hibah;

15
UU HKPD

No. Judul Keterangan

4) hibah wasiat;
5) waris;
6) pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain;
7) pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
8) penunjukan pembeli dalam lelang;
9) pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan
hukum tetap;
10) penggabungan usaha;
11) peleburan usaha;
12) pemekaran usaha; atau
13) hadiah; dan
b. pemberian hak baru karena:
1) kelanjutan pelepasan hak; atau
2) di luar pelepasan hak.

3. Hak atas Tanah dan/atau Bangunan meliputi:


a. hak milik;
b. hak guna usaha;
c. hak guna bangunan;
d. hak pakai;
e. hak milik atas satuan rumah susun; dan
f. hak pengelolaan.

4. Terdapat pengecualian dalam objek BPHTB adalah perolehan


hak atas tanah dan/atau bangunan:
a. untuk kantor Pemerintah, Pemerintahan Daerah,
penyelenggara negara dan lembaga negara lainnya yang
dicatat sebagai barang milik negara atau barang milik
Daerah;
b. oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau
untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;
c. untuk badan atau perwakilan lembaga internasional dengan
syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain
di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan lembaga
tersebut yang diatur dengan Peraturan Menteri;
d. untuk perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal balik;

16
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

No. Judul Keterangan

e. oleh orang pribadi atau Badan karena konversi hak atau


karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya
perubahan nama;
f. oleh orang pribadi atau Badan karena wakaf;
g. oleh orang pribadi atau Badan yang digunakan untuk
kepentingan ibadah; dan
h. untuk masyarakat berpenghasilan rendah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Subjek Pajak 1. Subjek Pajak BPHTB adalah orang pribadi atau Badan yang
memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan.

2. Wajib Pajak BPHTB adalah orang pribadi atau Badan yang


memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan.

4. Dasar Pengenaan 1. Dasar pengenaan BPHTB adalah nilai perolehan objek pajak.
Pajak
2. Nilai perolehan objek pajak ditetapkan sebagai berikut:
a. harga transaksi untuk jual beli;
b. nilai pasar untuk tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris,
pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya,
pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, peralihan hak
karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai
kekuatan hukum tetap, pemberian hak baru atas tanah
sebagai kelanjutan dari pelepasan hak, pemberian hak baru
atas tanah di luar pelepasan hak, penggabungan usaha,
peleburan usaha, pemekaran usaha, dan hadiah; dan
c. harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang untuk
penunjukan pembeli dalam lelang.

3. Dalam hal nilai perolehan objek pajak tidak diketahui atau lebih
rendah daripada NJOP pada tahun terjadinya perolehan, dasar
pengenaan BPHTB yang digunakan adalah NJOP pada tahun
terjadinya perolehan.

4. Dalam menentukan besaran BPHTB terutang, Pemerintah


Daerah menetapkan nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak
sebagai pengurang dasar pengenaan BPHTB.

5. Besarnya nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak ditetapkan


paling sedikit sebesar Rp80.000.000,00 (delapan puluh juta
rupiah) untuk perolehan hak pertama Wajib Pajak di wilayah
Daerah tempat terutangnya BPHTB.

17
UU HKPD

No. Judul Keterangan

7. Atas perolehan hak karena hibah wasiat atau waris tertentu,


Pemerintah Daerah dapat menetapkan nilai perolehan objek
pajak tidak kena pajak yang lebih tinggi daripada nilai perolehan
objek pajak tidak kena pajak.

8. Nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak ditetapkan dengan


Peraturan Daerah.

5. Tarif Pajak 1. Tarif BPHTB ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen).

2. Tarif BPHTB ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

6. Perhitungan 1. Besaran pokok BPHTB yang terutang dihitung dengan cara


mengalikan dasar pengenaan BPHTB setelah dikurangi nilai
perolehan objek pajak tidak kena pajak, dengan tarif BPHTB.

2. BPHTB yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat tanah


dan/atau bangunan berada.

3. Saat terutangnya BPHTB ditetapkan:


a. pada tanggal dibuat dan ditandatanganinya perjanjian
pengikatan jual beli untuk jual beli;
b. pada tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta untuk tukar-
menukar, hibah, hibah wasiat, pemasukan dalam perseroan
atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang
mengakibatkan peralihan, penggabungan usaha, peleburan
usaha, pemekaran usaha, dan/atau hadiah;
c. pada tanggal penerima waris atau yang diberi kuasa oleh
penerima waris mendaftarkan peralihan haknya ke kantor
bidang pertanahan untuk waris;
d. pada tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum yang tetap untuk putusan hakim;
e. pada tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak
untuk pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari
pelepasan hak;
f. pada tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak
untuk pemberian hak baru di luar pelepasan hak; atau
g. pada tanggal penunjukan pemenang lelang untuk lelang.

18
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Pajak Barang dan Jasa Tertentu


No. Judul Keterangan

1. Definisi 1. Pajak Barang dan Jasa Tertentu yang selanjutnya disingkat


PBJT adalah Pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas
konsumsi barang dan/atau jasa tertentu.

2. Barang dan Jasa Tertentu adalah barang dan jasa tertentu yang
dijual dan/atau diserahkan kepada konsumen akhir.

3. Makanan dan/atau Minuman adalah makanan dan/atau


minuman yang disediakan, dijual dan/atau diserahkan, baik
secara langsung maupun tidak langsung, atau melalui pesanan
oleh restoran.

4. Restoran adalah fasilitas penyediaan layanan makanan dan/atau


minuman dengan dipungut bayaran.

5. Tenaga listrik adalah tenaga atau energi yang dihasilkan oleh


suatu pembangkit tenaga listrik yang didistribusikan untuk
bermacam peralatan listrik.

6. Jasa Perhotelan adalah jasa penyediaan akomodasi yang dapat


dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum, kegiatan
hiburan, dan/atau fasilitas lainnya.

7. Jasa Parkir adalah jasa penyediaan atau penyelenggaraan


tempat parkir di luar badan jalan dan/atau pelayanan
memarkirkan kendaraan untuk ditempatkan di area parkir, baik
yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang
disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat
penitipan kendaraan bermotor.

8. Jasa Kesenian dan Hiburan adalah jasa penyediaan atau


penyelenggaraan semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan,
ketangkasan, rekreasi, dan/atau keramaian untuk dinikmati.

2. Objek Pajak 1. Objek PBJT merupakan penjualan, penyerahan, dan/atau


konsumsi barang dan jasa tertentu yang meliputi:
a. Makanan dan/atau Minuman;
b. Tenaga Listrik;
c. Jasa Perhotelan;
d. Jasa Parkir; dan
e. Jasa Kesenian dan Hiburan.

19
UU HKPD

No. Judul Keterangan

2. Objek Pajak 2. Penjualan dan/atau penyerahan makanan dan/atau minuman


meliputi makanan dan/atau minuman yang disediakan oleh:
a. Restoran yang paling sedikit menyediakan layanan penyajian
Makanan dan/atau Minuman berupa meja, kursi, dan/atau
peralatan makan dan minum;
b. penyedia jasa boga atau katering yang melakukan:
1) proses penyediaan bahan baku dan bahan setengah jadi,
pembuatan, penyimpanan, serta penyajian berdasarkan
pesanan;
2) penyajian di lokasi yang diinginkan oleh pemesan dan
berbeda dengan lokasi dimana proses pembuatan dan
penyimpanan dilakukan; dan
3) penyajian dilakukan dengan atau tanpa peralatan dan
petugasnya.

3. Terdapat pengecualian dalam objek PBJT adalah penyerahan


Makanan dan/atau Minuman:
a. dengan peredaran usaha tidak melebihi batas tertentu yang
ditetapkan dalam Perda;
b. dilakukan oleh toko swalayan dan sejenisnya yang tidak
semata-mata menjual Makanan dan/atau Minuman;
c. dilakukan oleh pabrik Makanan dan/atau Minuman; atau
d. disediakan oleh penyedia fasilitas yang kegiatan usaha
utamanya menyediakan pelayanan jasa menunggu pesawat
(lounge) pada bandar udara.

4. Konsumsi tenaga listrik adalah penggunaan tenaga listrik oleh


pengguna akhir.

5. Terdapat pengecualian dalam konsumsi tenaga listrik meliputi:


a. konsumsi tenaga listrik oleh instansi Pemerintah, Pemerintah
Daerah dan penyelenggara negara lainnya;
b. konsumsi tenaga listrik pada tempat yang digunakan oleh
kedutaan, konsulat, dan perwakilan asing berdasarkan asas
timbal balik;
c. konsumsi tenaga listrik pada rumah ibadah, panti jompo,
panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis;
d. konsumsi tenaga listrik yang dihasilkan sendiri dengan
kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dari instansi
teknis terkait; dan
e. konsumsi tenaga listrik lainnya yang diatur dengan Perda.

20
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

No. Judul Keterangan

2. Objek Pajak 6. Jasa Perhotelan meliputi jasa penyediaan akomodasi dan


fasilitas penunjangnya, serta penyewaan ruang rapat/pertemuan
pada penyedia jasa perhotelan seperti:
a. hotel;
b. hostel;
c. vila;
d. pondok wisata;
e. motel;
f. losmen;
g. wisma pariwisata;
h. pesanggrahan;
i. rumah penginapan/guesthouse/bungalo/resort/cottage;
j. tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel; dan
k. glamping.

7. Terdapat pengecualian dalam Jasa Perhotelan meliputi:


a. jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau Pemerintah Daerah;
b. jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti
jompo, panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis;
c. jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan
keagamaan;
d. jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata; dan
e. jasa persewaan ruangan untuk diusahakan di hotel.

8. Jasa Parkir meliputi:


a. penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir; dan/atau
b. pelayanan memarkirkan kendaraan (parkir valet).

9. Terdapat pengecualian dalam jasa penyediaan tempat parkir


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. jasa tempat parkir yang diselenggarakan oleh Pemerintah
dan Pemerintah Daerah;
b. jasa tempat parkir yang diselenggarakan oleh perkantoran
yang hanya digunakan untuk karyawannya sendiri;
c. jasa tempat parkir yang diselenggarakan oleh kedutaan,
konsulat, dan perwakilan negara asing dengan asas timbal
balik; dan
d. jasa tempat parkir lainnya yang diatur dengan Perda.

21
UU HKPD

No. Judul Keterangan

10. Jasa Kesenian dan Hiburan meliputi:


a. tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang
dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu;
b. pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana;
c. kontes kecantikan;
d. kontes binaraga;
e. pameran;
f. pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap;
g. pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor;
h. permainan ketangkasan;
i. olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang
dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan
kebugaran;
j. rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan,
wahana budaya, wahana salju, wahana permainan,
pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang;
k. panti pijat dan pijat refleksi; dan
l. diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

11. Terdapat pengecualian dalam Jasa Kesenian dan Hiburan


adalah Jasa Kesenian dan Hiburan yang semata-mata untuk:
a. promosi budaya tradisional dengan tidak dipungut bayaran;
b. kegiatan layanan masyarakat dengan tidak dipungut bayaran;
dan/atau
c. bentuk kesenian dan hiburan lainnya yang diatur dengan
Perda.

3. Subjek Pajak 1. Subjek PBJT adalah konsumen barang dan jasa tertentu.

2. Wajib PBJT adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan


penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa
tertentu.

4. Dasar Pengenaan 1. Dasar pengenaan PBJT adalah jumlah yang dibayarkan oleh
Pajak konsumen barang atau jasa tertentu.

2. Dalam hal tidak terdapat pembayaran, dasar pengenaan PBJT


dihitung berdasarkan harga jual barang dan jasa sejenis yang
berlaku di wilayah Daerah yang bersangkutan.

22
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

No. Judul Keterangan

5. Tarif Pajak 1. Tarif PBJT ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh
persen).

2. Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke,


kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah
40% (empat puluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh
lima persen).

3. Khusus tarif PBJT atas tenaga listrik untuk:

4. konsumsi tenaga listrik dari sumber lain oleh industri,


pertambangan minyak bumi dan gas alam, ditetapkan paling
tinggi sebesar 3% (tiga persen); dan

5. konsumsi tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, ditetapkan paling


tinggi 1,5% (satu koma lima persen).

6. Tarif PBJT ditetapkan dengan Perda.

6. Perhitungan 1. Besaran pokok PBJT yang terutang dihitung dengan cara


mengalikan dasar pengenaan PBJT dengan tarif PBJT.

2. PBJT yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat


penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa
tertentu dilakukan.

3. Saat terutangnya PBJT dihitung sejak saat pembayaran/


penyerahan/konsumsi barang dan jasa tertentu dilakukan.

Pajak Barang dan Jasa Tertentu


No. Judul Keterangan

1. Definisi 1. Pajak Reklame adalah Pajak atas penyelenggaraan reklame.

2. Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk


dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial
memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau
menarik perhatian umum terhadap sesuatu.

2. Objek Pajak 3. Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan reklame,


meliputi:
a. reklame papan/billboard/videotron/megatron;
b. reklame kain;
c. reklame melekat/stiker;

23
UU HKPD

No. Judul Keterangan

2. Objek Pajak d. reklame selebaran;


e. reklame berjalan, termasuk pada kendaraan;
f. reklame udara;
g. reklame apung;
h. reklame film/slide; dan
i. reklame peragaan.

4. Terdapat pengecualian dalam objek Pajak Reklame adalah:


a. penyelenggaraan Reklame melalui internet, televisi, radio,
warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan
sejenisnya;
b. label/merek produk yang melekat pada barang yang
diperdagangkan, yang berfungsi untuk membedakan dari
produk sejenis lainnya;
c. nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat
pada bangunan dan/atau di dalam area tempat usaha atau
profesi yang jenis, ukuran, bentuk, dan bahan Reklamenya
diatur dalam Perkada dengan berpedoman pada ketentuan
yang mengatur tentang nama pengenal usaha atau profesi
tersebut;
d. reklame yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah;
e. reklame yang diselenggarakan dalam rangka kegiatan politik,
sosial, dan keagamaan yang tidak disertai dengan iklan
komersial; dan
f. Reklame lainnya yang diatur dengan Perda.

3. Subjek Pajak 1. Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang
menggunakan reklame.

2. Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang


menyelenggarakan reklame.

4. Dasar Pengenaan 1. Dasar Pengenaan Pajak Reklame adalah nilai sewa reklame.
Pajak
2. Dalam hal reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, nilai sewa
reklame ditetapkan berdasarkan nilai kontrak reklame.

3. Dalam hal reklame diselenggarakan sendiri, nilai sewa reklame


dihitung dengan memperhatikan faktor jenis, bahan yang
digunakan, lokasi penempatan, waktu penayangan, jangka waktu
penyelenggaraan, jumlah, dan ukuran media reklame.

24
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

No. Judul Keterangan

4. Dalam hal nilai sewa reklame tidak diketahui dan/atau dianggap


tidak wajar, nilai sewa reklame ditetapkan dengan menggunakan
faktor jenis, bahan yang digunakan, lokasi penempatan, waktu
penayangan, jangka waktu penyelenggaraan, jumlah, dan ukuran
media reklame.

5. Perhitungan nilai sewa reklame ditetapkan dengan Perkada.

5. Tarif Pajak 1. Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (dua
puluh lima persen).

2. Tarif Pajak Reklame ditetapkan dengan Perda.

6. Perhitungan 1. Besaran pokok Pajak Reklame yang terutang dihitung dengan


cara mengalikan dasar pengenaan Pajak Reklame dengan tarif
Pajak Reklame.

2. Pajak Reklame yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat


reklame tersebut diselenggarakan.

3. Khusus untuk reklame berjalan, Pajak Reklame yang terutang


dipungut di wilayah Daerah tempat usaha penyelenggara
reklame terdaftar.

Pajak Air Tanah

No. Judul Keterangan

1. Definisi 1. Pajak Air Tanah (PAT) adalah Pajak atas pengambilan dan/atau
pemanfaatan air tanah.

2. Air Tanah adalah air yang terdapat di dalam lapisan tanah atau
batuan di bawah permukaan tanah.

2. Objek Pajak 1. Objek PAT adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.

2. Terdapat pengecualian dalam objek PAT adalah pengambilan


untuk:
a. keperluan dasar rumah tangga;
b. pengairan pertanian rakyat;
c. perikanan rakyat;
d. peternakan rakyat;
e. keperluan keagamaan; dan
f. kegiatan lainnya yang diatur dengan Perda.

25
UU HKPD

No. Judul Keterangan

3. Subjek Pajak 1. Subjek PAT adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan
pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.

2. Wajib PAT adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan


pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.

4. Dasar Pengenaan 1. Dasar pengenaan PAT adalah nilai perolehan air tanah.
Pajak
2. Nilai perolehan air tanah adalah hasil perkalian antara harga air
baku dengan bobot air tanah.

3. Harga air baku ditetapkan berdasarkan biaya pemeliharaan dan


pengendalian sumber daya air tanah.

4. Bobot air tanah dinyatakan dalam koefisien yang didasarkan


atas faktor-faktor berikut:
a. jenis sumber air;
b. lokasi sumber air;
c. tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air;
d. volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan;
e. kualitas air; dan
f. tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh
pengambilan dan/atau pemanfaatan air.

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan nilai perolehan air


tanah diatur dengan Peraturan Gubernur dengan berpedoman
pada Peraturan Menteri ESDM.

6. Peraturan yang ditetapkan oleh Menteri ESDM disusun dengan


memperhatikan kebijakan kemudahan berinvestasi dan
ditetapkan setelah mendapat pertimbangan dari Menteri
Keuangan.

5. Tarif Pajak 1. Tarif PAT ditetapkan paling tinggi sebesar 20% (dua puluh
persen).

2. Tarif PAT ditetapkan dengan Perda.

6. Perhitungan 1. Besaran pokok PAT yang terutang dihitung dengan cara


mengalikan dasar pengenaan PAT dengan tarif PAT.

2. PAT yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat


pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.

3. Saat terutangnya PAT dihitung sejak saat pengambilan dan/atau


pemanfaatan air tanah.

26
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan


No. Judul Keterangan

1. Definisi 1. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (Pajak MBLB) adalah
Pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan
batuan dari sumber alam di dalam dan/atau di permukaan bumi
untuk dimanfaatkan.

2. Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah mineral bukan logam


dan batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan
perundang-undangan di bidang mineral dan batu bara.

2. Objek Pajak 1. Objek Pajak MBLB adalah kegiatan pengambilan MBLB yang
meliputi:
a. asbes;
b. batu tulis;
c. batu setengah permata;
d. batu kapur;
e. batu apung;
f. batu permata;
g. bentonit;
h. dolomit;
i. feldspar;
j. garam batu (halite);
k. grafit;
l. granit/andesit;
m. gips;
n. kalsit;
o. kaolin;
p. leusit;
q. magnesit;
r. mika;
s. marmer;
t. nitrat;
u. obsidian;
v. oker;
w. pasir dan kerikil;
x. pasir kuarsa;
y. perlit;
z. fosfat;
aa. talk;
ab. tanah serap (fullers earth);

27
UU HKPD

No. Judul Keterangan

2. Objek Pajak ac. tanah diatom;


ad. tanah liat;
ae. tawas (alum);
af. tras;
ag. yarosit;
ah. zeolit;
ai. basal;
aj. trakhit;
ak. belerang;
al. mineral ikutan dalam suatu pertambangan mineral; dan
am. MBLB lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

2. Terdapat pengecualian dalam objek Pajak MBLB meliputi


pengambilan MBLB:
a. untuk keperluan rumah tangga dan tidak diperjualbelikan/
dipindah tangankan;
b. untuk keperluan pemancangan tiang listrik/telepon,
penanaman kabel, penanaman pipa, dan sejenisnya yang
tidak mengubah fungsi permukaan tanah; dan
c. untuk keperluan lainnya yang ditetapkan dengan Perda.

3. Subjek Pajak 1. Subjek Pajak MBLB adalah orang pribadi atau Badan yang dapat
mengambil MBLB.

2. Wajib Pajak MBLB adalah orang pribadi atau Badan yang


mengambil MBLB.

4. Dasar Pengenaan 1. Dasar pengenaan Pajak MBLB adalah nilai jual hasil
Pajak pengambilan MBLB.

2. Nilai jual dihitung berdasarkan perkalian volume/tonase


pengambilan MBLB dengan harga patokan tiap-tiap jenis MBLB.

3. Harga patokan dihitung berdasarkan harga jual rata-rata tiap-


tiap jenis MBLB pada mulut tambang yang berlaku di wilayah
daerah yang bersangkutan.

4. Harga patokan ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan


perundang-undangan di bidang pertambangan mineral dan batu
bara.

28
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

No. Judul Keterangan

5. Tarif Pajak 1. Tarif Pajak MBLB ditetapkan paling tinggi sebesar 20% (dua
puluh persen).

2. Khusus untuk daerah yang setingkat dengan daerah provinsi


yang tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom, tarif
Pajak MBLB ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (dua puluh
lima persen).

3. Tarif Pajak MBLB ditetapkan dengan Perda.

6. Perhitungan 1. Besaran pokok Pajak MBLB yang terutang dihitung dengan cara
mengalikan dasar pengenaan Pajak MBLB dengan tarif Pajak
MBLB.

2. Pajak MBLB yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat


pengambilan MBLB.

Pajak Sarang Burung Walet

No. Judul Keterangan

1. Definisi 1. Pajak Sarang Burung Walet adalah Pajak atas kegiatan


pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.

2. Burung Walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia,


yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia
esculanta, dan collocalia linchi.

2. Objek Pajak 1. Objek Pajak Sarang Burung Walet adalah pengambilan dan/atau
pengusahaan sarang burung walet.

2. Terdapat pengecualian dalam objek Pajak Sarang Burung Walet


adalah:
a. pengambilan sarang Burung Walet yang telah dikenakan
penerimaan negara bukan pajak; dan
b. kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang Burung
Walet lainnya yang ditetapkan dengan Perda.

3. Subjek Pajak 1. Subjek Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau
Badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan
sarang Burung Walet.

2. Wajib Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau


Badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan
sarang Burung Walet.

29
UU HKPD

No. Judul Keterangan

4. Dasar Pengenaan 1. Dasar pengenaan Pajak Sarang Burung Walet adalah nilai jual
Pajak sarang burung walet.

2. Nilai jual sarang burung walet dihitung berdasarkan perkalian


antara harga pasaran umum sarang burung walet yang berlaku
di daerah yang bersangkutan dengan volume sarang burung
walet.

5. Tarif Pajak 1. Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi sebesar
10% (sepuluh persen).

2. Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan dengan Perda.

6. Perhitungan Besaran pokok Pajak Sarang Burung Walet yang terutang dihitung
dengan cara mengalikan dasar pengenaan Pajak Sarang Burung
Walet dengan tarif Pajak Sarang Burung Walet.

Opsen BBNKB sesuai dengan


ketentuan peraturan
Opsen adalah pungutan perundang-undangan.
tambahan Pajak menurut
persentase tertentu. Opsen Opsen Pajak MBLB adalah
dikenakan atas pajak terutang Opsen yang dikenakan oleh
dari PKB, BBNKB, dan Pajak provinsi atas pokok Pajak
MBLB. Wajib Pajak untuk MBLB sesuai dengan ketentuan
Opsen merupakan Wajib Pajak peraturan perundang-
atas jenis pajak PKB, BBNKB, undangan.
dan Pajak MBLB.
Tarif Opsen, yang dihitung dari
Opsen PKB adalah Opsen yang besaran pajak terutang,
dikenakan oleh kabupaten/kota ditetapkan dengan Peraturan
atas pokok PKB sesuai dengan Daerah dengan ketentuan
ketentuan peraturan sebagai berikut:
perundang-undangan. 1. Opsen PKB sebesar 66%
(enam puluh enam persen);
Opsen BBNKB adalah Opsen
yang dikenakan oleh 2. Opsen BBNKB sebesar 66%
kabupaten/kota atas pokok (enam puluh enam persen);
dan

30
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

3. Opsen Pajak MBLB sebesar dibagi secara proporsional


25% (dua puluh lima paling kurang berdasarkan
persen). panjang sungai dan/atau luas
daerah tangkapan air.

Bagi Hasil Pajak Hasil penerimaan Pajak Rokok


Provinsi dibagihasilkan sebesar 70%
(tujuh puluh persen) kepada
Hasil penerimaan PBBKB kabupaten/kota. Bagian Pajak
dibagihasilkan sebesar 70% Rokok untuk kabupaten/kota
(tujuh puluh persen) kepada dibagi secara proporsional
kabupaten/kota. Bagian PBBKB paling kurang berdasarkan
untuk kabupaten/kota dibagi jumlah penduduk kabupaten/
secara proporsional paling kota di provinsi yang
rendah 70% (tujuh puluh bersangkutan.
persen) berdasarkan jumlah
kendaraan bermotor yang Ketentuan lebih lanjut
terdaftar di kabupaten/kota mengenai bagi hasil kepada
yang bersangkutan dan kabupaten/kota diatur dengan
selisihnya dibagi rata kepada Perda provinsi.
seluruh kabupaten/kota di
provinsi yang bersangkutan.
Penerimaan Pajak yang
Hasil penerimaan PAP Diarahkan
dibagihasilkan sebesar 50% Penggunaannya
(lima puluh persen) kepada
kabupaten/kota. Khusus untuk Hasil penerimaan atas PKB dan
penerimaan PAP dari sumber Opsen PKB; PBJT atas tenaga
air yang berada hanya pada 1 listrik; Pajak Rokok; dan PAT
(satu) wilayah kabupaten/kota, baik bagian provinsi maupun
hasil penerimaan PAP bagian kabupaten/kota dapat
dimaksud dibagihasilkan dialokasikan untuk mendanai
kepada kabupaten/kota yang kegiatan yang telah ditentukan
bersangkutan sebesar 80% penggunaannya.
(delapan puluh persen). Bagian
Besaran persentase tertentu
PAP untuk kabupaten/kota
dan kegiatan yang dibiayai

31
UU HKPD

diselaraskan dengan pelayanan Jenis Pajak Daerah yang


publik yang berkaitan dengan dipungut berdasarkan
jenis pajaknya. Ketentuan lebih perhitungan sendiri oleh Wajib
lanjut mengenai besaran Pajak adalah sebagai berikut.
persentase tertentu dan 1. PBBKB;
kegiatan tersebut diatur
2. Pajak Rokok;
dengan Peraturan Pemerintah.
3. Opsen Pajak MBLB;
4. BPHTB;
Ketentuan Umum Pajak
5. PBJT;
Daerah
6. Pajak MBLB; dan
Jenis Pajak Daerah yang
7. Pajak Sarang Burung Walet.
dipungut berdasarkan
penetapan Kepala Daerah Dokumen yang digunakan
adalah sebagai berikut. sebagai dasar pemungutan
1. PKB; jenis pajak yang dipungut
berdasarkan perhitungan
2. BBNKB;
sendiri oleh Wajib Pajak antara
3. PAB; lain adalah antara lain adalah
4. PAP; surat pemberitahuan pajak
5. PBB-P2; daerah. Dokumen surat
pemberitahuan pajak daerah
6. Pajak Reklame;
wajib diisi dengan benar dan
7. PAT; lengkap serta disampaikan
8. Opsen PKB; dan oleh Wajib Pajak kepada
9. Opsen BBNKB. Pemerintah Daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan
Dokumen yang digunakan perundang-undangan.
sebagai dasar pemungutan
jenis pajak yang dipungut Pemerintah Daerah dilarang
berdasarkan penetapan Kepala memungut Pajak selain jenis
Daerah antara lain adalah surat pajak lain yang diatur UU HKPD
ketetapan pajak daerah dan
surat pemberitahuan pajak
terutang.

32
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Melalui Perda mengenai Pajak sengaja tidak memenuhi


dan Retribusi, Pemerintah kewajiban perpajakan diancam
Daerah dapat mengatur untuk dengan pidana penjara paling
tidak melakukan pemungutan lama 2 (dua) tahun atau pidana
pajak daerah, dalam hal: denda paling banyak 4 (empat)
1. potensinya kurang kali jumlah Pajak terutang yang
memadai; dan/atau tidak atau kurang dibayar.
Penerimaan dari denda
2. Pemerintah Daerah
tersebut merupakan
menetapkan kebijakan
pendapatan negara.
untuk tidak memungut.
Tindak pidana di bidang
Ketentuan Pidana Pajak perpajakan Daerah tidak dapat
dituntut apabila telah
Daerah melampaui jangka waktu 5
Wajib Pajak yang karena (lima) tahun terhitung sejak
kealpaannya tidak memenuhi saat Pajak terutang atau Masa
kewajiban perpajakan sehingga Pajak berakhir atau bagian
merugikan Keuangan Daerah, Tahun Pajak berakhir atau
diancam dengan pidana Tahun Pajak yang
kurungan paling lama 1 (satu) bersangkutan berakhir.
tahun atau pidana denda paling
banyak 2 (dua) kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar. Sementara itu,
Wajib Pajak yang dengan

33
UU HKPD

Retribusi yang tidak


B. RETRIBUSI melaksanakan
DAERAH kewajibannya dengan
membayar atas layanan
Retribusi Daerah adalah yang digunakan/dinikmati
pungutan Daerah sebagai sehingga merugikan
pembayaran atas jasa atau Keuangan Daerah diancam
pemberian izin tertentu yang dengan pidana kurungan
khusus disediakan dan/atau paling lama 3 (tiga) bulan
diberikan oleh Pemerintah atau pidana denda paling
Daerah untuk kepentingan banyak 3 (tiga) kali dari
orang pribadi atau badan. jumlah Retribusi terutang
Terdapat beberapa istilah yang yang tidak atau kurang
perlu diperhatikan terkait dibayar. Penerimaan dari
dengan Retribusi, yaitu: denda tersebut merupakan
- Objek Retribusi: pendapatan negara.
penyediaan/pelayanan
Dibandingkan dengan
barang dan/atau jasa dan
pengaturan tentang Retribusi
pemberian izin tertentu
sebelumnya pada UU Nomor
kepada orang pribadi atau
28 Tahun 2009 tentang Pajak
Badan oleh Pemerintah
Daerah dan Retribusi Daerah,
Daerah.
terdapat Penyederhanaan yang
- Subjek Retribusi: orang dilakukan melalui rasionalisasi
pribadi atau badan yang jumlah Retribusi. Retribusi
menggunakan/menikmati diklasifikasikan dalam 3 (tiga)
pelayanan barang, jasa, jenis, yaitu Retribusi Jasa
dan/atau perizinan. Umum, Retribusi Jasa Usaha,
- Wajib Retribusi: orang dan Retribusi Perizinan
pribadi atau Badan yang Tertentu. Lebih lanjut, jumlah
menggunakan/menikmati atas jenis Objek Retribusi
pelayanan barang, jasa, disederhanakan dari 32 (tiga
dan/atau perizinan dan puluh dua) jenis menjadi 18
wajib membayar atas (delapan belas) jenis
layanan yang digunakan/ pelayanan. Rasionalisasi
dinikmati. Bagi Wajib tersebut memiliki tujuan agar

34
PajakPajak
Daerah
Daerah
dandan
Retribusi
RetribusiDaerah
Daerah

Retribusi yang akan dipungut dalam rangka pelaksanaan


Pemerintah Daerah adalah kebijakan nasional/daerah
Retribusi yang dapat dipungut untuk memberikan pelayanan
dengan efektif, serta dengan tersebut secara cuma-cuma.
biaya pemungutan dan biaya Objek Retribusi Jasa Umum
kepatuhan yang rendah. Selain mencakup:
itu, rasionalisasi dimaksudkan 1. pelayanan kesehatan;
untuk mengurangi beban
2. pelayanan kebersihan;
masyarakat dalam mengakses
layanan dasar publik yang 3. pelayanan parkir di tepi
menjadi kewajiban Pemerintah jalan umum;
Daerah. Rasionalisasi juga 4. pelayanan pasar; dan
sejalan dengan implementasi 5. pengendalian lalu lintas.
Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 dalam rangka
mendorong kemudahan B. RETRIBUSI JASA
berusaha, iklim investasi yang USAHA
kondusif, daya saing Daerah,
Jasa Usaha adalah jasa yang
dan penciptaan lapangan kerja
disediakan atau diberikan oleh
yang lebih luas. 3 (tiga) jenis
Pemerintah Daerah yang dapat
Retribusi mancakup:
bersifat mencari keuntungan
karena pada dasarnya dapat
A. RETRIBUSI JASA pula disediakan oleh sektor
UMUM swasta. Yang termasuk ke
dalam Retribusi Jasa Usaha
Jasa Umum adalah jasa yang adalah:
disediakan atau diberikan oleh
1. penyediaan tempat
Pemerintah Daerah untuk
kegiatan usaha berupa
tujuan kepentingan dan
pasar grosir, pertokoan, dan
kemanfaatan umum serta
tempat kegiatan usaha
dapat dinikmati oleh orang
lainnya;
pribadi atau Badan. Retribusi
Jasa Umum dapat tidak 2. penyediaan tempat
dipungut apabila potensi pelelangan ikan, ternak,
penerimaannya kecil dan/atau hasil bumi, dan hasil hutan

35
UU HKPD

termasuk fasilitas lainnya C. RETRIBUSI


dalam lingkungan tempat PERIZINAN TERTENTU.
pelelangan;
3. penyediaan tempat khusus Perizinan Tertentu adalah
parkir di luar badan jalan; kegiatan tertentu Pemerintah
Daerah dalam rangka
4. penyediaan tempat
pemberian izin kepada orang
penginapan/pesanggrahan/
pribadi atau Badan yang
vila;
dimaksudkan untuk
5. pelayanan rumah pembinaan, pengaturan,
pemotongan hewan ternak; pengendalian dan pengawasan
6. pelayanan jasa atas kegiatan, pemanfaatan
kepelabuhanan; ruang, serta penggunaan
7. pelayanan tempat rekreasi, sumber daya alam, barang,
pariwisata, dan olahraga; prasarana, sarana, atau
fasilitas tertentu guna
8. pelayanan penyeberangan
melindungi kepentingan umum
orang atau barang dengan
dan menjaga kelestarian
menggunakan kendaraan di
lingkungan. Retribusi jenis ini
air;
mencakup:
9. penjualan hasil produksi
1. persetujuan bangunan
usaha Pemerintah Daerah;
Gedung: pungutan atas
dan
penerbitan persetujuan
10. pemanfaatan aset daerah bangunan gedung oleh
yang tidak mengganggu Daerah
penyelenggaraan tugas dan
2. penggunaan tenaga kerja
fungsi organisasi perangkat
asing: dana kompensasi
daerah dan/atau
penggunaan tenaga kerja
optimalisasi aset daerah
asing atas pengesahan
dengan tidak mengubah
rencana penggunaan
status kepemilikan sesuai
tenaga kerja asing
dengan ketentuan
perpanjangan sesuai
peraturan perundang-
wilayah kerja tenaga kerja
undangan.
asing.
3. pengelolaan pertambangan

36
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

rakyat: pungutan daerah penghitungannya. Besaran


berupa iuran pertambangan Retribusi yang terutang
rakyat kepada pemegang dihitung sebagai berikut:
izin pertambangan rakyat
oleh Pemerintah Daerah Retribusi terutang = Tingkat
dalam rangka menjalankan Penggunaan Jasa x Tarif
delegasi kewenangan Retribusi
Pemerintah di bidang Keterangan:
pertambangan mineral dan
batu bara. Tingkat penggunaan jasa :
jumlah penggunaan jasa yang
Penambahan jenis Retribusi dijadikan dasar alokasi beban
selain ketiga jenis tersebut biaya yang dipikul Pemerintah
(seperti pelayanan Daerah untuk penyelenggaraan
pengendalian perkebunan jasa yang bersangkutan
kelapa sawit) dapat ditetapkan
melalui Peraturan Pemerintah. Tarif Retribusi :
Contoh penambahan jenis - nilai rupiah yang ditetapkan
Retribusi misalnya adalah untuk menghitung besarnya
pelayanan pengendalian Retribusi yang terutang,
perkebunan kelapa sawit, dapat ditentukan seragam
Peraturan Pemerintah tersebut atau bervariasi menurut
setidaknya harus memuat golongan sesuai dengan
Objek Retribusi, Subjek dan prinsip dan sasaran
Wajib Retribusi, prinsip dan penetapan tarif Retribusi
sasaran penetapan tarif
- Tarif Retribusi ditetapkan
Retribusi, serta tata cara
dengan Perda dan ditinjau
penghitungan Retribusi.
kembali paling lama 3 (tiga)
Ketentuan lebih lanjut
tahun sekali yang dilakukan
mengenai Retribusi diatur
dengan memperhatikan
dengan atau berdasarkan
indeks harga dan
Peraturan Pemerintah.
perkembangan
Hal lain yang perlu diperhatikan perekonomian, tanpa
terkait pengaturan Retribusi melakukan penambahan
adalah tata cara objek Retribusi.

37
UU HKPD

C. MUATAN DAN EVALUASI RANCANGAN


PERDA DAN PERDA
EVALUASI PERDA PAJAK DAERAH DAN
TENTANG PAJAK RETRIBUSI DAERAH
DAN RETRIBUSI Evaluasi rancangan Perda
provinsi mengenai Pajak
Pemda perlu menetapkan 1
Daerah dan Retribusi Daerah
(satu) Peraturan Daerah
dilakukan oleh Menteri Dalam
(Perda) tentang Pajak dan
Negeri dan Menteri Keuangan.
Retribusi sebagai dasar
Rancangan Perda provinsi
pemungutan Pajak Daerah dan
mengenai Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah untuk seluruh
Retribusi Daerah yang telah
jenis Pajak dan Retribusi yang
disetujui bersama oleh DPRD
akan dipungut. Perda dimaksud
provinsi dan gubernur sebelum
harus memuat:
ditetapkan wajib disampaikan
1. Jenis Pajak dan Retribusi kepada Menteri Dalam Negeri
2. Subjek Pajak dan Wajib dan Menteri Keuangan paling
Pajak lama 3 (tiga) hari kerja
3. Subjek Retribusi dan Wajib terhitung sejak tanggal
Retribusi persetujuan. Selanjutnya,
4. Objek Pajak dan Retribusi Menteri Dalam Negeri
5. Dasar Pengenaan Pajak melakukan evaluasi terhadap
Rancangan Perda untuk
6. Tingkat penggunaan jasa
menguji kesesuaian rancangan
Retribusi
Perda dengan ketentuan UU
7. saat terutang Pajak
HKPD, kepentingan umum,
8. wilayah pemungutan Pajak dan/atau peraturan perundang-
9. tarif Pajak dan Retribusi, undangan lain yang lebih tinggi.
untuk seluruh jenis Pajak
dan Retribusi ditetapkan Sementara itu, evaluasi
dalam 1 (satu) Perda dan rancangan Perda kabupaten/
menjadi dasar pemungutan kota mengenai Pajak Daerah
Pajak dan Retribusi di dan Retribusi Daerah dilakukan
Daerah. oleh gubernur, Menteri Dalam

38
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Negeri dan Menteri Keuangan. tersebut disampaikan oleh


Rancangan Perda kabupaten/ Menteri Dalam Negeri kepada
kota mengenai Pajak Daerah gubernur untuk rancangan
dan Retribusi Daerah yang Perda provinsi dan oleh
telah disetujui bersama oleh gubernur kepada bupati/wali
DPRD kabupaten/kota dan kota untuk rancangan Perda
bupati/wali kota sebelum kabupaten/kota dalam jangka
ditetapkan wajib disampaikan waktu paling lama 15 (lima
kepada gubernur, Menteri belas) hari kerja sejak
Dalam Negeri dan Menteri diterimanya rancangan Perda
Keuangan paling lama 3 (tiga) dimaksud dengan tembusan
hari kerja terhitung sejak kepada Menteri Keuangan. Jika
tanggal persetujuan. hasil evaluasi berupa
Selanjutnya, gubernur penolakan, maka disertai
melakukan evaluasi terhadap dengan alasan penolakan.
Rancangan Perda untuk Dalam hal hasil evaluasi berupa
menguji kesesuaian rancangan persetujuan, rancangan Perda
Perda dengan ketentuan UU dimaksud dapat langsung
HKPD, kepentingan umum, ditetapkan. Namun dalam hal
dan/atau peraturan perundang- hasil evaluasi berupa
undangan lain yang lebih tinggi. penolakan, rancangan Perda
dimaksud dapat diperbaiki oleh
Dalam melakukan evaluasi gubernur, bupati/wali kota
terhadap rancangan Perda, bersama dengan DPRD yang
baik Menteri Dalam Negeri bersangkutan, untuk kemudian
maupun gubernur disampaikan kembali kepada
berkoordinasi dengan Menteri Menteri Dalam Negeri dan
Keuangan. Dalam pelaksanaan Menteri Keuangan untuk
koordinasi tersebut, Menteri rancangan Perda provinsi dan
Keuangan melakukan evaluasi kepada gubernur dan Menteri
dari sisi kebijakan fiskal Keuangan untuk rancangan
nasional. Hasil evaluasi yang Perda kabupaten/kota.
telah dikoordinasikan dengan Ketentuan lebih lanjut
Menteri Keuangan dapat mengenai tata cara evaluasi
berupa persetujuan atau rancangan Perda tentang Pajak
penolakan. Hasil evaluasi

39
UU HKPD

Daerah dan Retribusi Daerah perubahan Perda dilakukan


diatur dengan atau paling lama 20 (dua puluh) hari
berdasarkan Peraturan kerja sejak tanggal diterimanya
Pemerintah. Perda. Berdasarkan
rekomendasi perubahan Perda
Selanjutnya, Perda yang telah tersebut, Menteri Dalam Negeri
ditetapkan oleh gubernur/ memerintahkan gubernur/
bupati/wali kota disampaikan bupati/wali kota untuk
kepada Menteri Dalam Negeri melakukan perubahan Perda
dan Menteri Keuangan paling dalam waktu 15 (lima belas)
lama 7 (tujuh) hari kerja setelah hari kerja. Jika dalam waktu 15
ditetapkan untuk dilakukan (lima belas) hari kerja,
evaluasi. Menteri Keuangan gubernur/bupati/wali kota tidak
dan Menteri Dalam Negeri melakukan perubahan atas
melakukan evaluasi Perda Perda tersebut, Menteri Dalam
provinsi/kabupaten/kota Negeri menyampaikan
tentang Pajak dan Retribusi rekomendasi pemberian sanksi
yang telah berlaku untuk kepada Menteri Keuangan.
menguji kesesuaian antara Ketentuan lebih lanjut
Perda dimaksud dengan mengenai tata cara evaluasi
kepentingan umum, ketentuan Perda tentang Pajak dan
peraturan perundang- Retribusi dan pengawasan
undangan yang lebih tinggi, pelaksanaan Perda mengenai
dan kebijakan fiskal nasional. Pajak dan Retribusi dan aturan
Dalam hal berdasarkan pelaksanaannya diatur dengan
evaluasi Perda bertentangan atau berdasarkan Peraturan
dengan kepentingan umum, Pemerintah.
peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi, Pelanggaran terhadap
dan/atau kebijakan fiskal ketentuan evaluasi rancangan
nasional, Menteri Keuangan Perda dan Perda Pajak Daerah
merekomendasikan dan Retribusi Daerah oleh
dilakukannya perubahan atas Pemerintah Daerah dikenakan
Perda dimaksud kepada sanksi berupa penundaan atau
Menteri Dalam Negeri. pemotongan DAU dan/atau
Penyampaian rekomendasi DBH. Pemberian sanksi

40
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

tersebut oleh Menteri Dalam hal jangka waktu


Keuangan dilaksanakan sesuai tersebut tidak dapat dipenuhi,
dengan ketentuan peraturan ketentuan mengenai Pajak dan
perundang-undangan. Retribusi mengikuti ketentuan
berdasarkan UU HKPD.
Perda mengenai Pajak dan
Retribusi yang disusun
berdasarkan UU Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah
D. PEMUNGUTAN
masih tetap berlaku paling PAJAK DAN
lama 2 (dua) tahun terhitung
sejak tanggal diundangkannya
RETRIBUSI
UU HKPD. Khusus ketentuan
Pemungutan Pajak dan
mengenai Pajak Kendaraan
Retribusi dilaksanakan sesuai
Bermotor, Bea Balik Nama
dengan ketentuan umum dan
Kendaraan Bermotor, Pajak
tata cara pemungutan Pajak
Mineral Bukan Logam dan
dan Retribusi yang diatur
Batuan, Bagi Hasil Pajak
dengan atau berdasarkan
Kendaraan Bermotor, dan Bagi
Peraturan Pemerintah.
Hasil Bea Balik Nama
Ketentuan umum dan tata cara
Kendaraan Bermotor dalam
pemungutan Pajak dan
Perda yang disusun
Retribusi meliputi pengaturan
berdasarkan UU Nomor 28
mengenai:
Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah a. pendaftaran dan
masih tetap berlaku sampai pendataan;
dengan 3 (tiga) tahun terhitung b. penetapan besaran Pajak
sejak tanggal diundangkannya dan Retribusi terutang;
UU HKPD. Dalam hal jangka c. pembayaran dan
waktu tersebut tidak dapat penyetoran;
dipenuhi, ketentuan mengenai
d. pelaporan;
Pajak dan Retribusi mengikuti
ketentuan berdasarkan UU e. pengurangan, pembetulan,
HKPD. dan pembatalan ketetapan;
f. pemeriksaan Pajak;

41
UU HKPD

g. penagihan Pajak dan yang ditempati Wajib Pajak


Retribusi; atau Wajib Retribusi dari
h. keberatan; golongan tertentu, dan nilai
Objek Pajak sampai dengan
i. gugatan;
batas tertentu. Terhadap hak
j. penghapusan piutang Pajak dan kewajiban Wajib Pajak dan
dan Retribusi oleh Kepala Wajib Retribusi yang belum
Daerah; dan diselesaikan sebelum UU HKPD
k. pengaturan lain yang diundangkan, penyelesaiannya
berkaitan dengan tata cara dilakukan berdasarkan
pemungutan Pajak dan peraturan perundang-
Retribusi. undangan di bidang Pajak dan
Retribusi yang ditetapkan
Kepala Daerah dapat sebelum berlakunya UU HKPD.
memberikan keringanan,
pengurangan, pembebasan,
dan penundaan pembayaran E. PENGATURAN
atas pokok dan/atau sanksi PAJAK DAERAH DAN
Pajak dan Retribusi. Pemberian RETRIBUSI DAERAH
dimaksud dilakukan dengan
memperhatikan kondisi Wajib DALAM RANGKA
Pajak atau Wajib Retribusi dan/ MENDUKUNG
atau objek Pajak atau objek KEMUDAHAN
Retribusi.
BERUSAHA DAN
Adapun yang dimaksud dengan BERINVESTASI
Kondisi Wajib Pajak atau Wajib
Retribusi antara lain adalah Dalam rangka pelaksanaan
kemampuan membayar Wajib kebijakan fiskal nasional dan
Pajak atau Wajib Retribusi atau untuk mendukung kebijakan
tingkat likuiditas Wajib Pajak kemudahan berinvestasi serta
atau Wajib Retribusi. untuk mendorong
Sementara Kondisi Objek Pajak pertumbuhan industri dan/atau
antara lain adalah lahan usaha yang berdaya saing
pertanian yang sangat tinggi serta memberikan
terbatas, tanah dan bangunan pelindungan dan pengaturan

42
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

yang berkeadilan, Pemerintah Pemerintah.


Pusat sesuai dengan program
prioritas nasional dapat Dalam mendukung kebijakan
melakukan penyesuaian kemudahan berinvestasi,
terhadap kebijakan Pajak gubernur/bupati/wali kota
Daerah dan Retribusi Daerah dapat memberikan insentif
yang ditetapkan oleh fiskal kepada pelaku usaha di
Pemerintah Daerah berupa daerahnya, yaitu berupa
mengubah tarif Pajak Daerah pengurangan, keringanan, dan
dan tarif Retribusi Daerah pembebasan, atau
dengan penetapan tarif Pajak penghapusan pokok Pajak
Daerah dan tarif Retribusi Daerah, pokok Retribusi
Daerah yang berlaku secara Daerah, dan/atau sanksinya.
nasional serta pengawasan Insentif fiskal dimaksud dapat
dan evaluasi terhadap Perda diberikan atas permohonan
mengenai Pajak Daerah dan Wajib Pajak dan Wajib Retribusi
Retribusi Daerah yang atau diberikan secara jabatan
menghambat ekosistem oleh Kepala Daerah
investasi dan kemudahan berdasarkan pertimbangan,
dalam berusaha. Penetapan antara lain:
tarif Pajak Daerah yang berlaku 1. kemampuan membayar
secara nasional mencakup tarif Wajib Pajak dan Wajib
atas jenis Pajak provinsi dan Retribusi;
jenis Pajak kabupaten/kota dan 2. kondisi tertentu objek Pajak,
penetapan tarif Retribusi seperti objek Pajak terkena
Daerah yang berlaku secara bencana alam, kebakaran,
nasional mencakup objek dan/atau penyebab lainnya
Retribusi Jasa Umum, yang terjadi bukan karena
Retribusi Jasa Usaha dan adanya unsur kesengajaan
Retribusi Perizinan Tertentu. yang dilakukan oleh Wajib
Ketentuan lebih lanjut Pajak dan/atau pihak lain
mengenai tata cara penetapan yang bertujuan untuk
tarif Pajak Daerah dan menghindari pembayaran
Retribusi Daerah diatur dengan pajak;
atau berdasarkan Peraturan
3. untuk mendukung dan

43
UU HKPD

melindungi pelaku usaha dan Retribusi Daerah dalam


mikro dan ultra mikro; APBD mempertimbangkan
4. untuk mendukung kebijakan paling sedikit kebijakan
Pemerintah Daerah dalam makroekonomi Daerah dan
mencapai program prioritas potensi Pajak Daerah dan
daerah; dan/atau Retribusi Daerah. Kebijakan
makroekonomi Daerah meliputi
5. untuk mendukung kebijakan
struktur ekonomi Daerah,
Pemerintah dalam
proyeksi pertumbuhan
mencapai program prioritas
ekonomi Daerah, ketimpangan
nasional.
pendapatan, indeks
Pemberian insentif fiskal pembangunan manusia,
diberitahukan kepada DPRD kemandirian fiskal, tingkat
dengan melampirkan pengangguran, tingkat
pertimbangan Kepala Daerah kemiskinan, dan daya saing
dalam memberikan insentif Daerah. Kebijakan
fiskal tersebut. Pemberian makroekonomi dimaksud
insentif fiskal dimaksud diselaraskan dengan kebijakan
ditetapkan dengan Perkada. makroekonomi regional dan
Ketentuan lebih lanjut kebijakan makroekonomi yang
mengenai tata cara pemberian mendasari penyusunan APBN.
insentif fiskal diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan G. INSENTIF
Pemerintah.
PEMUNGUTAN
F. PENETAPAN PAJAK DAERAH DAN
TARGET RETRIBUSI DAERAH
PENERIMAAN Instansi yang melaksanakan
PAJAK DAERAH DAN pemungutan Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah dapat diberi
RETRIBUSI DAERAH insentif atas dasar pencapaian
DALAM APBD kinerja tertentu. Pemberian
insentif dimaksud ditetapkan
Penganggaran Pajak Daerah melalui APBD. Ketentuan lebih

44
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

lanjut mengenai tata cara pelaksanaan ketentuan


pemberian dan pemanfaatan peraturan perundang-
insentif diatur dengan atau undangan di bidang perpajakan
berdasarkan Peraturan Daerah. Larangan dikecualikan
Pemerintah. Ketentuan bagi
mengenai insentif pemungutan a. Pejabat dan/atau tenaga
Pajak dan Retribusi hanya dapat ahli yang bertindak sebagai
dilaksanakan sampai dengan saksi atau ahli dalam
diberlakukannya pengaturan sidang pengadilan; dan
mengenai penghasilan aparatur
b. Pejabat dan/atau tenaga
sipil negara yang telah
ahli yang ditetapkan oleh
mempertimbangkan kelas
Kepala Daerah untuk
jabatan untuk tugas dan fungsi
memberikan keterangan
pemungutan Pajak dan
kepada pejabat lembaga
Retribusi.
negara atau instansi
Pemerintah Pusat yang
H. KERAHASIAAN berwenang melakukan
pemeriksaan dalam bidang
DATA WAJIB Keuangan Daerah.
PAJAK Pejabat atau tenaga ahli yang
Setiap pejabat dilarang melanggar larangan diancam
memberitahukan kepada pihak dengan pidana berdasarkan
lain segala sesuatu yang peraturan perundang-
diketahui atau diberitahukan undangan. Penerimaan atas
kepadanya oleh Wajib Pajak pidana denda merupakan
dalam rangka jabatan atau pendapatan negara.
pekerjaannya untuk Namun demikian, untuk
menjalankan ketentuan kepentingan Daerah, Kepala
peraturan perundang- Daerah berwenang
undangan di bidang perpajakan memberikan izin tertulis
Daerah. Larangan berlaku juga kepada pejabat dan tenaga ahli
terhadap tenaga ahli yang agar memberikan keterangan,
ditunjuk oleh Kepala Daerah memperlihatkan bukti tertulis
untuk membantu dalam dari atau tentang Wajib Pajak

45
UU HKPD

kepada pihak yang ditunjuk. Acara Pidana. Penyidik adalah


Serta untuk kepentingan pejabat pegawai negeri sipil
pemeriksaan di pengadilan tertentu di lingkungan
dalam perkara pidana atau Pemerintah Daerah yang
perdata, atas permintaan diangkat oleh pejabat yang
hakim sesuai dengan hukum berwenang sesuai dengan
acara pidana dan hukum acara ketentuan peraturan
perdata, Kepala Daerah dapat perundang-undangan.
memberikan izin tertulis Wewenang penyidik antara lain
kepada pejabat dan tenaga a. menerima, mencari,
untuk memberikan dan mengumpulkan, dan
memperlihatkan bukti tertulis meneliti keterangan atau
dan keterangan Wajib Pajak laporan berkenaan dengan
yang ada padanya. Permintaan tindak pidana di bidang
hakim tersebut harus perpajakan Daerah dan
menyebutkan nama tersangka Retribusi agar keterangan
atau nama tergugat, atau laporan tersebut
keterangan yang diminta, serta menjadi lebih lengkap dan
kaitan antara perkara pidana jelas;
atau perdata yang
b. meneliti, mencari, dan
bersangkutan dengan
mengumpulkan keterangan
keterangan yang diminta.
mengenai orang pribadi
atau Badan tentang
I. PENYIDIKAN kebenaran perbuatan yang
dilakukan sehubungan
Pejabat pegawai negeri sipil dengan tindak pidana
tertentu di lingkungan perpajakan Daerah dan
Pemerintah Daerah diberi Retribusi;
wewenang khusus sebagai c. meminta keterangan dan
penyidik untuk melakukan bahan bukti dari orang
penyidikan tindak pidana di pribadi atau Badan
bidang perpajakan Daerah dan sehubungan dengan tindak
Retribusi Daerah, sebagaimana pidana di bidang
dimaksud dalam Undang- perpajakan Daerah dan
Undang mengenai Hukum Retribusi;

46
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

d. memeriksa buku, catatan, i. memanggil orang untuk


dan dokumen lain didengar keterangannya
berkenaan dengan tindak dan diperiksa sebagai
pidana di bidang tersangka atau saksi;
perpajakan Daerah dan j. menghentikan penyidikan;
Retribusi; dan/atau
e. melakukan penggeledahan k. melakukan tindakan lain
untuk mendapatkan bahan yang perlu untuk
bukti pembukuan, kelancaran penyidikan
pencatatan, dan dokumen tindak pidana di bidang
lain, serta melakukan perpajakan Daerah dan
penyitaan terhadap bahan Retribusi sesuai dengan
bukti tersebut; ketentuan peraturan
perundang-undangan.
f. meminta bantuan tenaga
Penyidik memberitahukan
ahli dalam rangka
dimulainya penyidikan dan
pelaksanaan tugas
menyampaikan hasil
penyidikan tindak pidana di
penyidikannya kepada
bidang perpajakan Daerah
penuntut umum melalui
dan Retribusi;
penyidik pejabat Polisi Negara
g. menyuruh berhenti dan/ Republik Indonesia, sesuai
atau melarang seseorang dengan ketentuan yang diatur
meninggalkan ruangan atau dalam Undang-Undang
tempat pada saat mengenai Hukum Acara
pemeriksaan sedang Pidana.
berlangsung dan
memeriksa identitas orang,
benda, dan/atau dokumen J. KETENTUAN
yang dibawa; LAIN
h. memotret seseorang yang
berkaitan dengan tindak UU Nomor 28 Tahun 2009
pidana di bidang tentang Pajak Daerah dan
perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana
Retribusi; telah beberapa kali diubah,

47
UU HKPD

terakhir dengan UU Nomor 11


Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku dengan
diterbitkannya UU HKPD.
Adapun peraturan perundang-
undangan yang merupakan
peraturan pelaksanaan dari
kedua UU tersebut serta
peraturan terkait HKPD dan
PDRD dinyatakan tetap berlaku
sepanjang belum diganti dan
tidak bertentangan dengan
ketentuan dalam UU HKPD.

48
Pembiayaan Utang Daerah

Pembiayaan
Utang Daerah
49
UU HKPD

PEMBIAYAAN
UTANG DAERAH

Pembiayaan Utang Daerah c. Nilai bersih maksimal


adalah setiap penerimaan Pembiayaan Utang Daerah
Daerah yang harus dibayar dalam 1 (satu) tahun
kembali, baik pada tahun anggaran terlebih dahulu
anggaran yang bersangkutan mendapat persetujuan
maupun pada tahun-tahun DPRD yang diberikan pada
anggaran berikutnya, meliputi saat pembahasan APBD.
Pinjaman Derah, Obligasi d. Dalam hal kondisi
Daerah, dan Sukuk Daerah. kedaruratan yang
Pembiayaan Utang Daerah mengakibatkan perkiraan
digunakan untuk membiayai pendapatan daerah
Urusan Pemerintahan yang mengalami penurunan
menjadi kewenangan Daerah paling sedikit 20% (dua
dengan ketentuan: puluh persen) dari APBD,
a. Pemerintah Pusat tidak Kepala Daerah dapat
memberikan jaminan atas melakukan Pembiayaan
Pembiayaan Utang Daerah melebihi nilai bersih
b. Pemerintah Daerah dilarang maksimal yang telah
melakukan Pembiayaan disetujui DPRD dan
langsung dari pihak luar dilaporkan sebagai
negeri. perubahan APBD tahun
yang bersangkutan.

50
Pembiayaan
Pembiayaan
Utang
UtangDaerah
Daerah

Pembiayaan Utang Daerah a. Pemerintah, melalui Menteri


yang memenuhi persyaratan Keuangan yang dapat
teknis dapat dilakukan melebihi dilakukan melalui
sisa masa jabatan Kepala penugasan kepada lembaga
Daerah setelah mendapat keuangan bank atau
pertimbangan dari menteri lembaga keuangan bukan
keuangan, menteri yang bank yang dianggap mampu
menyelenggarakan urusan oleh Menteri Keuangan,
pemerintahan dalam negeri dan setelah mendapatkan
menteri yang pertimbangan menteri yang
menyelenggarakan urusan menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri
perencanaan pembangunan dan menteri yang
nasional. menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang
perencanaan pembangunan
A. PINJAMAN nasional.
DAERAH b. Pemerintah daerah lain.
c. Lembaga Keuangan Bank.
Pinjaman Daerah adalah
pembiayaan utang daerah yang d. Lembaga Keuangan Bukan
diikat dalam suatu perjanjian Bank.
pinjaman dan bukan dalam
Pinjaman daerah dilakukan
bentuk surat berharga, yang
dalam rangka:
mengakibatkan daerah
menerima sejumlah uang atau a. Pengelolaan kas, dapat
menerima manfaat yang dilakukan tanpa persetujuan
bernilai uang dari pihak lain, DPRD dan harus dilunasi
sehingga Daerah tersebut dalam tahun anggaran
dibebani kewajiban untuk berkenaan.
membayar kembali. Pinjaman b. Pembiayaan pembangunan
daerah dapat berbentuk infrastruktur Daerah, dapat
konvensional dan syariah yang berupa pinjaman tunai dan/
bersumber dari: atau pinjaman kegiatan.

51
UU HKPD

c. Pengelolaan portofolio berharga berdasarkan prinsip


utang daerah. syariah sebagai bukti atas
d. Penerusan pinjaman dan/ bagian penyertaan aset Sukuk
atau penyertaan modal Daerah yang diterbitkan oleh
kepada BUMD berupa Pemerintah Daerah. Penerbitan
penugasan dari Pemerintah Obligasi Daerah dan Sukuk
Pusat/Pemerintah Daerah Daerah dilakukan dengan
kepada BUMD untuk ketentuan:
membiayai program/ 1. Diterbitkan melalui pasar
kegiatan yang bersifat modal domestik dan dalam
strategis nasional atau mata uang Rupiah.
penugasan lainnya sesuai 2. Dilakukan dengan
dengan ketentuan peraturan persetujuan Menteri
perundang-undangan. Keuangan setelah
Sedangkan penugasan mendapat pertimbangan
Pemerintah Daerah kepada menteri yang
BUMD yang bukan menyelenggarakan urusan
merupakan program/ pemerintahan dalam negeri.
kegiatan yang bersifat
3. Khusus untuk penerbitan
strategis nasional harus
Sukuk Daerah, dilakukan
mendapatkan persetujuan
setelah mendapat
menteri yang
pernyataan kesesuaian
menyelenggarakan urusan
Sukuk Daerah terhadap
pemerintahan dalam negeri.
prinsip-prinsip syariah dari
ahli syariah pasar modal.
B. OBLIGASI 4. Barang milik daerah dan/
DAERAH DAN atau objek pembiayaan
yang dibiayai dari Sukuk
SUKUK DAERAH Daerah baik berupa tanah
dan/atau bangunan
Obligasi Daerah adalah surat ataupun selain tanah dan/
berharga berupa pengakuan atau bangunan (barang
utang yang diterbitkan oleh berwujud ataupun barang
Pemerintah Daerah, sedangkan tidak berwujud yang
Sukuk Daerah adalah surat

52
Pembiayaan Utang Daerah

memiliki nilai ekonomis


dan/atau memiliki aliran
C. PENGELOLAAN
penerimaan kas), dapat DAN PERTANG-
digunakan sebagai dasar
penerbitan Sukuk Daerah
GUNGJAWABAN
namun tidak dimaksudkan
Kepala Daerah bertanggung
sebagai jaminan penerbitan
jawab atas pengelolaan dan
Sukuk Daerah. Aset daerah
pertanggungjawaban
tersebut tidak dapat
pembiayaan utang daerah
dipindahtangankan dan/
dengan ketentuan antara lain:
atau dihapuskan sampai
dengan jatuh tempo Sukuk a. Pemerintah Daerah dilarang
daerah. memberikan jaminan atas
Pembiayaan utang pihak
Penerbitan Obligasi Daerah dan lain termasuk diantaranya
Sukuk Daerah dilakukan dalam barang milik daerah.
rangka: b. Pemerintah Daerah wajib
a. Pembiayaan pembangunan membayar kewajiban
infrastruktur daerah yang Pembiayaan Utang Daerah
dilakukan untuk penyediaan pada saat jatuh tempo yang
sarana dan prasarana dianggarkan dalam APBD
Daerah. sampai dengan berakhirnya
b. Pengelolaan portofolio kewajiban. Dalam hal
utang Daerah. Pemerintah Daerah tidak
menganggarkan
c. Penerusan pinjaman dan/
pembayaran kewajiban
atau penyertaan modal
Pembiayaan Utang Daerah,
kepada BUMD atas dana
Kepala Daerah dan DPRD
hasil penjualan Obligasi
dikenai sanksi administratif
Daerah dan Sukuk Daerah.
berupa tidak dibayarkannya
hak keuangan yang diatur
dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan
selama 6 (enam) bulan.

53
UU HKPD

c. Dalam hal daerah tidak Ketentuan lebih lanjut


membayar kewajiban mengenai persyaratan, tata
pinjaman daerah yang cara, dan mekanisme
bersumber dari Pemerintah Pembiayaan Utang Daerah
Pusat dan lembaga yang serta barang milik Daerah
mendapat penugasan dari dan/atau objek Pembiayaan
Pemerintah Pusat yang yang dibiayai dari Sukuk Daerah
telah jatuh tempo, Menteri dalam rangka penerbitan Sukuk
Keuangan dapat melakukan Daerah, diatur dengan/atau
pemotongan dana DAU dan/ berdasarkan Peraturan
atau DBH yang tidak Pemerintah.
ditentukan penggunaannya
sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang
dilakukan setelah
berkoordinasi dengan
menteri yang
menyelenggarakan urusan
pemerintahan dalam negeri.

54
Pembentukan Dana Abadi Daerah

Pembentukan
Dana Abadi
Daerah
55
UU HKPD

PEMBENTUKAN
DANA ABADI DAERAH
Dana Abadi Daerah adalah Dana Abadi Daerah dikelola
dana yang bersumber dari oleh bendahara umum daerah
APBD yang bersifat abadi dan atau badan layanan umum
dana hasil pengelolaannya daerah. Pengelolaan Dana
dapat digunakan untuk belanja Abadi Daerah dilakukan dalam
daerah dengan tidak investasi yang bebas dari risiko
mengurangi dana pokok. penurunan nilai yaitu
Daerah dapat membentuk penempatan dana pada
Dana Abadi Daerah yang instrumen keuangan yang
ditetapkan dengan Peraturan ditawarkan oleh lembaga
Daerah dengan keuangan yang telah diakui
mempertimbangkan antara kredibilitasnya sehingga nilai
kapasitas fiskal daerah dan pokok/awal investasi tidak
pemenuhan kebutuhan urusan dipengaruhi fluktuasi di pasar
pemerintahan wajib yang uang/pasar modal, fluktuasi
terkait dengan pelayanan dasar hanya akan memengaruhi
publik. Hasil pengelolaan Dana imbal hasil. Hasil pengelolaan
Abadi Daerah ditujukan untuk: Dana Abadi Daerah menjadi
a. Memperoleh manfaat pendapatan daerah.
ekonomi, manfaat sosial,
Ketentuan lebih lanjut
dan/atau manfaat lainnya
mengenai tata cara
yang ditetapkan
pembentukan dan pengelolaan
sebelumnya.
Dana Abadi Daerah diatur
b. Memberikan sumbangan dengan atau berdasarkan
kepada penerimaan daerah. Peraturan Pemerintah.
c. Menyelenggarakan
kemanfaatan umum lintas
generasi.

56
Sinergi Pendanaan

Sinergi
Pendanaan

57
UU HKPD

SINERGI
PENDANAAN

Dalam rangka percepatan dapat berupa kerja sama


penyediaan infrastruktur dan/ dengan pihak swasta, badan
atau program prioritas lainnya usaha milik negara, BUMD,
sesuai dengan urusan yang dan/atau Pemerintah Daerah
menjadi kewenangan Daerah, lainnya.
Pemerintah Daerah dapat
melakukan Sinergi Pendanaan. Dalam rangka mendukung
Sinergi Pendanaan dapat Sinergi Pendanaan tersebut,
dilaksanakan melalui berbagai Pemerintah Pusat dapat
sumber pendanaan baik dari menyinergikan dengan belanja
APBD maupun selain dari kementerian/lembaga dan/
APBD. Pendanaan dari APBD atau tugas pembantuan.
dapat berasal dari Pendapatan Ketentuan lebih lanjut
Asli Daerah (PAD), Transfer ke mengenai Sinergi Pendanaan
Daerah (TKD), dan/atau diatur dengan atau
Pembiayaan Utang Daerah. berdasarkan Peraturan
Pendanaan selain dari APBD Pemerintah.

58
Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional

Sinergi
Kebijakan
Fiskal Nasional

59
UU HKPD

SINERGI
KEBIJAKAN
FISKAL NASIONAL

Pemerintah Pusat 1. PENYELARASAN


menyinergikan kebijakan fiskal KEBIJAKAN FISKAL
nasional. Sinergi dimaksud
PUSAT DAN DAERAH.
dalam rangka mendukung
pengelolaan fiskal pusat dan Pemerintah Daerah
Daerah yang terintegrasi antara menyinergikan kebijakan
lain adalah refocusing, pembangunan dan kebijakan
penyesuaian Belanja Daerah fiskal Daerah dengan rencana
dan belanja pusat, mendukung pembangunan jangka
kebijakan anti-cyclical, serta menengah nasional, rencana
penyelarasan kebijakan fiskal kerja pemerintah, kerangka
nasional dan target capaian ekonomi makro dan pokok-
pembangunan nasional. Sinergi pokok kebijakan fiskal, arahan
kebijakan fiskal nasional Presiden, dan peraturan
dilakukan melalui: perundang-undangan yang

60
Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional

mengatur sinergi kebijakan APBD untuk tahun


fiskal nasional. Rencana anggaran berikutnya, paling
pembangunan jangka lama bulan Agustus tahun
menengah nasional dan anggaran berjalan, dengan
rencana kerja pemerintah memperhatikan keadaan
mempertimbangkan berbagai dan perkembangan
usulan program strategis perekonomian nasional;
Daerah sesuai dengan b. jumlah kumulatif defisit
mekanisme yang diatur dalam APBD dan defisit APBN
ketentuan perundang- tidak melebihi 3% (tiga
undangan mengenai sistem persen) dari perkiraan
perencanaan pembangunan produk domestik bruto
nasional. tahun anggaran berkenaan;
dan
Penyelarasan dengan rencana
jangka menengah nasional dan c. jumlah kumulatif pinjaman
rencana kerja pemerintah Pemerintah Pusat dan
tersebut dilakukan melalui Pembiayaan Utang Daerah
penyelarasan target kinerja tidak melebihi 60% (enam
makro Daerah dan target puluh persen) dari perkiraan
kinerja program Daerah dengan produk domestik bruto
prioritas nasional. tahun anggaran berkenaan.

2. PENETAPAN BATAS 3. PENGENDALIAN


MAKSIMAL DEFISIT DALAM KONDISI
APBD DAN DARURAT
PEMBIAYAAN UTANG Yang dimaksud dengan
DAERAH “kondisi darurat” adalah
memburuknya kondisi ekonomi
Penetapan batas maksimal
makro dan keuangan yang
defisit APBD dan Pembiayaan
menyebabkan fungsi dan peran
Utang Daerah dilakukan
APBN dan APBD tidak dapat
dengan ketentuan:
berjalan secara efektif dan
a. Menteri menetapkan batas efisien, antara lain:
maksimal kumulatif defisit

61
UU HKPD

a. proyeksi pertumbuhan c. ketentuan mengenai


ekonomi di bawah asumsi pengutamaan penggunaan
dan deviasi asumsi dasar alokasi anggaran untuk
ekonomi makro lainnya kegiatan tertentu
secara signifikan; (refocusing), perubahan
b. proyeksi penurunan alokasi, dan perubahan
pendapatan negara/Daerah penggunaan APBD dan
dan/atau meningkatnya penyesuaian batas
belanja negara/Daerah maksimal defisit APBD dan
secara signifikan; dan/atau Pembiayaan Utang Daerah
sebagaimana disebutkan
c. adanya ancaman yang
pada poin a dan b, diatur
membahayakan
lebih lanjut oleh Peraturan
perekonomian nasional
Menteri setelah
dan/atau stabilitas sistem
berkoordinasi dengan
keuangan.
menteri yang
Pengendalian dalam kondisi menyelenggarakan Urusan
darurat dilakukan dengan Pemerintahan dalam
ketentuan: negeri.
a. Pemerintah Pusat dapat
mewajibkan Daerah untuk 4. SINERGI BAGAN
melakukan pengutamaan AKUN STANDAR.
penggunaan alokasi
anggaran untuk kegiatan Sinergi bagan akun standar
tertentu (refocusing), merupakan upaya sinergi dan
perubahan alokasi, dan pengintegrasian antara bagan
perubahan penggunaan akun standar pada Pemerintah
APBD; Pusat dan Pemerintah Daerah
b. Pemerintah Pusat dapat yang dilakukan paling sedikit
melakukan penyesuaian melalui penyelarasan program
besaran batas maksimal dan kegiatan serta keluaran
defisit APBD dan dengan kewenangan Daerah
Pembiayaan Utang Daerah; sesuai dengan ketentuan
dan peraturan perundang-
undangan.

62
Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional

Pemerintah Pusat dapat penganggaran, pelaksanaan


memberikan sanksi berupa anggaran, dan pelaporan.
penundaan dan/atau
pemotongan TKD dalam hal Pemerintah Pusat membangun
Pemerintah Daerah tidak sistem informasi
melakukan kewajibannya pembangunan Daerah,
tersebut. pengelolaan Keuangan Daerah,
dan informasi lainnya melalui
Sinergi kebijakan fiskal platform digital yang
nasional juga didukung dengan: terinterkoneksi dengan sistem
informasi konsolidasi kebijakan
1. Penyusunan konsolidasi fiskal nasional. Informasi
informasi keuangan lainnya antara lain adalah
Pemerintah Daerah secara informasi kepegawaian dan
nasional sesuai dengan layanan pengadaan barang dan
bagan akun standar untuk jasa.
Pemerintah Daerah.
2. Penyajian informasi
Konsolidasi informasi keuangan Daerah secara
keuangan Pemerintah Daerah nasional.
meliputi informasi keuangan,
informasi kinerja, informasi Dalam rangka penyajian
publik, informasi eksekutif, dan informasi keuangan Daerah
informasi terkait lainnya secara nasional, Pemerintah
termasuk data transaksi Daerah menyediakan informasi
Pemerintah Daerah, selaras keuangan Daerah secara digital
dengan bagan akun standar dalam jaringan.
untuk Pemerintah Daerah yang
terintegrasi dengan bagan 3. Pemantauan dan evaluasi
akun standar untuk Pemerintah pendanaan desentralisasi.
Pusat, dengan tujuan
menciptakan statistik Pemerintah Pusat melakukan
keuangan dan laporan pemantauan dan evaluasi
keuangan secara nasional yang secara berkala paling sedikit
selaras dan terkonsolidasi yang terhadap pelaksanaan TKD dan
meliputi perencanaan, pelaksanaan APBD.

63
UU HKPD

Pelaksanaan pemantauan dan informasi. Hasil pemantauan


evaluasi terhadap pelaksanaan dan evaluasi dapat dijadikan
TKD dan pelaksanaan APBD sebagai bahan pertimbangan
setidaknya berfokus pada i) Pemerintah Pusat dalam
pelaksanaan belanja wajib pengambilan kebijakan fiskal
(mandatory spending), seperti nasional, TKD, dan/atau
belanja pendidikan, kesehatan, pemberian sanksi atau insentif
dan infrastruktur; ii) likuiditas kepada Pemerintah Daerah.
Keuangan Daerah; iii) SiLPA;
serta iv) pemantauan dan Ketentuan lebih lanjut
evaluasi terhadap pencapaian mengenai sinergi kebijakan
output atas program-program fiskal nasional diatur dengan
prioritas nasional dan Daerah. atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
Pemantauan dan evaluasi
dilaksanakan dengan
menggunakan sistem

64
Pengelolaan Belanja Daerah

Pengelolaan
Belanja Daerah

65
UU HKPD

PENGELOLAAN
BELANJA
DAERAH

a. kerangka pengeluaran
A. PENGANGGAR- jangka menengah Daerah;
AN BELANJA b. penganggaran terpadu; dan
DAERAH c. penganggaran berbasis
kinerja.
Belanja Daerah adalah semua
kewajiban Daerah yang diakui Pemerintah Daerah menyusun
sebagai pengurang nilai program pembangunan Daerah
kekayaan bersih dalam periode sesuai dengan prioritas dan
tahun anggaran yang kebutuhan Daerah yang
bersangkutan. Belanja Daerah berorientasi pada pemenuhan
disusun dengan menggunakan kebutuhan Urusan
pendekatan: Pemerintahan wajib yang

66
Pengelolaan
Pengelolaan
Belanja
BelanjaDaerah
Daerah

terkait dengan pelayanan dasar berdasarkan skala prioritas.


publik dan pencapaian sasaran
pembangunan. Program Belanja Daerah disusun
pembangunan Daerah tersebut berdasarkan standar harga dan
disinkronisasikan dan analisis standar belanja.
diharmonisasikan dengan Standar harga tersebut
program yang dilaksanakan mencakup standar harga untuk
oleh Pemerintah. Adapun belanja operasi dan standar
Urusan Pemerintahan adalah tunjangan kinerja aparatur sipil
kekuasaan pemerintahan yang negara pada Pemerintah
menjadi kewenangan Presiden Daerah. Standar harga untuk
yang pelaksanaannya belanja operasi disusun
dilakukan oleh kementerian berdasarkan standar harga
negara dan penyelenggara satuan regional dengan
Pemerintahan Daerah untuk mempertimbangkan
melindungi, melayani, kebutuhan, kepatutan, dan
memberdayakan, dan kewajaran. Standar tunjangan
menyejahterakan masyarakat. kinerja aparatur sipil negara
pada Pemerintahan Daerah
Alokasi anggaran untuk setiap disusun dengan paling sedikit
perangkat Daerah ditentukan mempertimbangkan capaian
berdasarkan target kinerja reformasi birokrasi Daerah,
pelayanan publik tiap-tiap kelas jabatan, dan kemampuan
Urusan Pemerintahan. Alokasi Keuangan Daerah yang
tersebut tidak dilakukan bersangkutan. Analisis standar
berdasarkan pertimbangan belanja disusun berdasarkan
pemerataan antarperangkat penilaian kewajaran atas beban
Daerah atau berdasarkan kerja dan biaya yang digunakan
alokasi anggaran pada tahun untuk melaksanakan suatu
anggaran sebelumnya. Dalam kegiatan. Pedoman mengenai
rangka memfokuskan standar harga dan analisis
pencapaian target pelayanan standar belanja diatur lebih
publik, perangkat Daerah lanjut dengan atau
menganggarkan program dan berdasarkan Peraturan
kegiatan yang menjadi Pemerintah.
kewenangan Daerah

67
UU HKPD

Belanja untuk pemenuhan berasal dari TKD yang telah


kebutuhan Urusan ditentukan penggunaannya
Pemerintahan wajib yang dianggarkan dan dilaksanakan
terkait dengan pelayanan dasar sesuai dengan ketentuan
publik disesuaikan dengan peraturan perundang-
kebutuhan untuk pencapaian undangan.
standar pelayanan minimal.
Belanja Daerah dapat Daerah wajib mengalokasikan
dialokasikan untuk belanja pegawai Daerah di luar
pelaksanaan Urusan tunjangan guru yang
Pemerintahan wajib yang tidak dialokasikan melalui TKD
terkait dengan pelayanan dasar paling tinggi 30% (tiga puluh
dan Urusan Pemerintahan persen) dari total belanja APBD.
pilihan setelah Dalam hal persentase belanja
mempertimbangkan pegawai telah melebihi 30%
pemenuhan kebutuhan Urusan (tiga puluh persen), Daerah
Pemerintahan wajib yang harus menyesuaikan porsi
terkait dengan pelayanan dasar belanja pegawai paling lama 5
publik. (lima) tahun terhitung sejak
tanggal UU HKPD
Daerah wajib mengalokasikan diundangkan. Besaran
belanja untuk mendanai persentase belanja pegawai
Urusan Pemerintahan Daerah dapat disesuaikan melalui
tertentu yang besarannya telah keputusan Menteri setelah
ditetapkan sesuai dengan berkoordinasi dengan menteri
ketentuan peraturan yang menyelenggarakan
perundang-undangan. Alokasi Urusan Pemerintahan dalam
belanja untuk mendanai negeri dan menteri yang
Urusan Pemerintahan Daerah menyelenggarakan Urusan
tertentu yang besarannya telah Pemerintahan di bidang
ditetapkan sesuai dengan pendayagunaan aparatur sipil
ketentuan peraturan negara dan reformasi birokrasi.
perundang-undangan seperti Adapun Belanja pegawai
anggaran pendidikan, anggaran Daerah termasuk di dalamnya
kesehatan, dan alokasi dana aparatur sipil negara, Kepala
desa. Belanja Daerah yang Daerah, dan anggota DPRD.

68
Pengelolaan Belanja Daerah

Belanja pegawai Daerah yang yang menyelenggarakan


dimaksud tidak termasuk Urusan Pemerintahan dalam
belanja untuk tambahan negeri dan menteri teknis
penghasilan guru, tunjangan terkait dengan
khusus guru, tunjangan profesi mempertimbangkan antara lain
guru, dan tunjangan sejenis arah pembangunan
lainnya yang bersumber dari infrastruktur nasional. Adapun
TKD yang telah ditentukan yang dimaksud dengan
penggunaannya. “belanja infrastruktur
pelayanan publik” adalah
Daerah wajib mengalokasikan belanja infrastruktur Daerah
belanja infrastruktur pelayanan yang langsung terkait dengan
publik paling rendah 40% percepatan pembangunan dan/
(empat puluh persen) dari total atau pemeliharaan fasilitas
belanja APBD di luar belanja pelayanan publik yang
bagi hasil dan/atau transfer berorientasi pada
kepada Daerah dan/atau desa. pembangunan ekonomi Daerah
Belanja bagi hasil dan/atau dalam rangka meningkatkan
transfer kepada Daerah dan/ kesempatan kerja, mengurangi
atau desa dilaksanakan sesuai kemiskinan, dan mengurangi
dengan ketentuan peraturan kesenjangan penyediaan
perundang-undangan. Dalam layanan publik antar-Daerah.
hal persentase belanja Sedangkan yang dimaksud
infrastruktur pelayanan publik dengan “belanja bagi hasil dan/
belum mencapai 40% (empat atau transfer kepada Daerah
puluh persen), Daerah harus dan/atau desa” adalah belanja
menyesuaikan porsi belanja bagi hasil dan/atau transfer
infrastruktur pelayanan publik yang diwajibkan sesuai dengan
paling lama 5 (lima) tahun ketentuan peraturan
terhitung sejak tanggal UU perundang-undangan, antara
HKPD diundangkan. Besaran lain bagi hasil Pajak provinsi
persentase belanja kepada kabupaten/kota, bagi
infrastruktur pelayanan publik hasil Pajak dan Retribusi
dapat disesuaikan melalui kabupaten/kota kepada desa,
keputusan Menteri setelah dan transfer kepada desa yang
berkoordinasi dengan menteri

69
UU HKPD

berasal dari Dana Desa dan Dalam hal SiLPA Daerah tinggi
alokasi dana desa. dan kinerja layanan tinggi,
SiLPA dapat diinvestasikan
Dalam hal Daerah tidak dan/atau digunakan untuk
melaksanakan ketentuan pembentukan Dana Abadi
alokasi Belanja Daerah, Daerah Daerah dengan memperhatikan
dapat dikenai sanksi kebutuhan yang menjadi
penundaan dan/atau prioritas Daerah yang harus
pemotongan dana TKD yang dipenuhi.
tidak ditentukan
penggunaannya. Dalam hal SiLPA Daerah tinggi
dan kinerja layanan rendah,
Pemerintah dapat
B. OPTIMALISASI mengarahkan penggunaan
SiLPA UNTUK SiLPA dimaksud untuk belanja
infrastruktur pelayanan publik
BELANJA Daerah yang berorientasi pada
DAERAH pembangunan ekonomi
Daerah. Penilaian kinerja
Sisa Lebih Perhitungan layanan menggunakan hasil
Anggaran yang selanjutnya penilaian kinerja yang berlaku
disebut SiLPA adalah selisih untuk penghitungan DAU.
lebih realisasi penerimaan dan
pengeluaran anggaran selama Ketentuan lebih lanjut
1 (satu) periode anggaran. mengenai optimalisasi SiLPA
Dalam hal terdapat SiLPA yang untuk Belanja Daerah diatur
telah ditentukan dengan atau berdasarkan
penggunaannya berdasarkan Peraturan Pemerintah.
peraturan perundang-
undangan pada tahun
anggaran sebelumnya, Daerah
wajib menganggarkan SiLPA
dimaksud sesuai dengan
penggunaannya.

70
Pengelolaan Belanja Daerah

Daerah. Pelaksanaan kewajiban


C. PENGEMBANG- sertifikasi dilaksanakan dengan
AN APARATUR masa transisi sampai dengan 3
(tiga) tahun terhitung sejak
PENGELOLA tanggal UU HKPD
KEUANGAN diundangkan.
DAERAH Ketentuan lebih lanjut
mengenai penyelenggaraan
Pemerintah menyelenggarakan pengembangan aparatur
pengembangan kapasitas pengelola Keuangan Daerah
aparatur pengelola Keuangan dan standardisasinya diatur
Daerah dengan tujuan untuk dengan atau berdasarkan
memperbaiki kualitas Peraturan Pemerintah.
pengelolaan Keuangan Daerah
dan meningkatkan kompetensi
secara berkelanjutan. Adapun D. PENGAWASAN
yang dimaksud Keuangan APBD
Daerah adalah semua hak dan
kewajiban Daerah dalam Pengawasan pengelolaan
rangka penyelenggaraan APBD dilaksanakan sesuai
Pemerintahan Daerah yang dengan ketentuan peraturan
dapat dinilai dengan uang serta perundang-undangan.
segala bentuk kekayaan yang Lembaga pemerintahan yang
dapat dijadikan milik Daerah membidangi pengawasan yang
berhubung dengan hak dan bertanggung jawab langsung
kewajiban Daerah tersebut. kepada Presiden, dalam hal
tertentu, melakukan
Aparatur pengelola Keuangan
pengawasan intern terhadap
Daerah harus mendapatkan
rancangan APBD ataupun
sertifikasi yang diberikan oleh
pelaksanaan APBD dalam
lembaga yang ditugaskan oleh
rangka memberikan masukan
Pemerintah untuk
kepada Presiden. Adapun yang
menyelenggarakan
dimaksud dengan “dalam hal
pengembangan kapasitas
tertentu” adalah dalam rangka
aparatur pengelola Keuangan
menjalankan arahan Presiden

71
UU HKPD

untuk kepentingan strategis pemerintahan yang


nasional dan untuk membidangi pengawasan yang
memberikan masukan yang bertanggung jawab langsung
bersifat lintas sektor. kepada Presiden melakukan
penguatan terhadap kapabilitas
Dalam melakukan aparat pengawasan intern
pengawasan, lembaga Pemerintah Daerah untuk
pemerintahan yang mendukung peningkatan
membidangi pengawasan yang kualitas pengelolaan APBD.
bertanggung jawab langsung
kepada Presiden berkoordinasi Ketentuan lebih lanjut
dengan menteri yang mengenai tata cara
menyelenggarakan Urusan pengelolaan Belanja Daerah
Pemerintahan dalam negeri. dan pengawasan APBD diatur
Kementerian yang dengan atau berdasarkan
menyelenggarakan Urusan Peraturan Pemerintah.
Pemerintahan dalam negeri
bekerja sama dengan lembaga

72
Transfer ke Daerah

Transfer ke
Daerah
73
UU HKPD

TRANSFER KE
DAERAH

Transfer ke Daerah (TKD) melindungi, melayani,


adalah dana yang bersumber memberdayakan, dan
dari APBN dan merupakan menyejahterakan masyarakat.
bagian dari belanja negara Transfer ke Daerah (TKD) terdiri
yang dialokasikan dan atas:
disalurkan kepada Daerah a. Dana Bagi Hasil;
untuk dikelola oleh Daerah
b. Dana Alokasi Umum;
dalam rangka mendanai
penyelenggaraan Urusan c. Dana Alokasi Khusus;
Pemerintahan yang menjadi d. Dana Otonomi Khusus;
kewenangan Daerah. Adapun e. Dana Keistimewaan Daerah
Urusan Pemerintahan adalah Istimewa Yogyakarta; dan
kekuasaan pemerintahan yang
f. Dana Desa.
menjadi kewenangan Presiden
yang pelaksanaannya Kebijakan TKD mengacu pada
dilakukan oleh kementerian rencana pembangunan jangka
negara dan penyelenggara menengah nasional dan
Pemerintahan Daerah untuk

74
Transfer
TransferkekeDaerah
Daerah

peraturan perundang- Anggaran TKD ditetapkan


undangan terkait, selaras setiap tahun dalam undang-
dengan rencana kerja undang mengenai APBN dan
pemerintah dan dituangkan rincian alokasi TKD menurut
dalam nota keuangan dan provinsi/ kabupaten/kota
rancangan APBN tahun ditetapkan dalam Peraturan
anggaran berikutnya. Kebijakan Presiden. Kebijakan TKD dan
TKD disampaikan kepada besaran anggarannya dapat
Dewan Perwakilan Rakyat disesuaikan dengan
setiap tahunnya dan dibahas memperhatikan kondisi
terlebih dahulu dalam forum perekonomian nasional dan
dewan pertimbangan otonomi dilakukan sesuai dengan
daerah sebelum penyampaian ketentuan peraturan
nota keuangan dan rancangan perundang-undangan.
APBN ke Dewan Perwakilan
Rakyat.

75
UU HKPD

A. DANA BAGI HASIL


Dana Bagi Hasil yang d. panas bumi; dan
selanjutnya disingkat DBH e. perikanan.
adalah bagian dari TKD yang
dialokasikan berdasarkan
persentase atas pendapatan DBH PAJAK
tertentu dalam APBN dan PENGHASILAN
kinerja tertentu, yang dibagikan
DBH Pajak Penghasilan
kepada Daerah penghasil
merupakan Pajak Penghasilan
dengan tujuan untuk
Pasal 21 serta Pajak
mengurangi ketimpangan fiskal
Penghasilan Pasal 25 dan
antara Pemerintah dan Daerah,
Pajak Penghasilan Pasal 29
serta kepada Daerah lain
Wajib Pajak Orang Pribadi
nonpenghasil dalam rangka
Dalam Negeri yang dipungut
menanggulangi eksternalitas
oleh Pemerintah sesuai dengan
negatif dan/atau meningkatkan
ketentuan peraturan
pemerataan dalam satu
perundang-undangan. DBH dari
wilayah. Pagu DBH ditetapkan
Pajak Penghasilan Pasal 25
berdasarkan realisasi
dan Pajak Penghasilan Pasal
penerimaan 1 (satu) tahun
29 Wajib Pajak Orang Pribadi
sebelumnya. DBH terdiri atas:
Dalam Negeri termasuk yang
1. DBH pajak terdiri atas: pemungutannya bersifat final
a. Pajak Penghasilan; berdasarkan peraturan
b. Pajak Bumi dan perundang-undangan. DBH
Bangunan; dan Pajak Penghasilan ditetapkan
sebesar 20% (dua puluh
c. cukai hasil tembakau.
persen) untuk Daerah,
2. DBH sumber daya alam dibagikan kepada:
terdiri atas:
a. provinsi yang bersangkutan
a. kehutanan; sebesar 7,5%;
b. mineral dan batu bara; b. kabupaten/kota penghasil
c. minyak bumi dan gas sebesar 8,9%; dan
bumi; c. kabupaten dan kota lainnya

76
Transfer
TransferkekeDaerah
Daerah

dalam provinsi yang DBH CUKAI HASIL


bersangkutan sebesar 3,6%. TEMBAKAU
Yang dimaksud dengan DBH cukai hasil tembakau
“kabupaten/kota penghasil” ditetapkan sebesar 3% (tiga
adalah kabupaten/kota tempat persen) dari penerimaan cukai
wajib pajak terdaftar. hasil tembakau dalam negeri.
Pendaftaran wajib pajak atas DBH cukai hasil tembakau
Pajak Penghasilan untuk Daerah dibagikan kepada
dilaksanakan berdasarkan Daerah penghasil cukai,
Peraturan Menteri. penghasil tembakau, dan/atau
Daerah lainnya yang meliputi:
DBH PAJAK BUMI DAN a. provinsi yang bersangkutan
BANGUNAN sebesar 0,8% (nol koma
delapan persen);
DBH Pajak Bumi dan Bangunan
b. kabupaten/kota penghasil
ditetapkan sebesar 100%
sebesar 1,2% (satu koma
(seratus persen) untuk Daerah.
dua persen); dan
DBH Pajak Bumi dan Bangunan
untuk Daerah dibagikan c. kabupaten dan kota lainnya
kepada: dalam provinsi yang
bersangkutan sebesar 1%
a. provinsi yang bersangkutan
(satu persen).
sebesar 16,2% (enam belas
koma dua persen); Penggunaan DBH cukai hasil
b. kabupaten/kota penghasil tembakau dilaksanakan sesuai
sebesar 73,8% (tujuh puluh dengan ketentuan peraturan
tiga koma delapan persen); perundang-undangan.
dan
c. kabupaten/kota lainnya DBH SUMBER DAYA
dalam provinsi yang ALAM KEHUTANAN
bersangkutan sebesar 10%
(sepuluh persen). DBH sumber daya alam
kehutanan bersumber dari
penerimaan:

77
UU HKPD

a. iuran izin usaha sebesar 16% (enam belas


pemanfaatan hutan; persen);
b. provisi sumber daya hutan; b. kabupaten/kota penghasil
dan sebesar 32% (tiga puluh
c. dana reboisasi. dua persen);
c. kabupaten/kota lainnya
Penerimaan sumber daya alam yang berbatasan langsung
kehutanan yang dibagihasilkan dengan kabupaten/kota
dilaksanakan sesuai dengan penghasil sebesar 16%
ketentuan peraturan (enam belas persen); dan
perundang-undangan.
d. kabupaten/kota lainnya
DBH sumber daya alam dalam provinsi yang
kehutanan yang bersumber bersangkutan sebesar 16%
dari iuran izin usaha (enam belas persen).
pemanfaatan hutan ditetapkan
Yang dimaksud dengan
sebesar 80% (delapan puluh
“kabupaten/kota penghasil”
persen) untuk bagian Daerah,
adalah kabupaten/kota yang
dibagikan kepada:
menjadi tempat pengusahaan
a. provinsi yang bersangkutan hutan.
sebesar 32% (tiga puluh
dua persen); dan DBH sumber daya alam
b. kabupaten/kota penghasil kehutanan yang bersumber
sebesar 48% (empat puluh dari dana reboisasi ditetapkan
delapan persen). sebesar 40% (empat puluh
persen) untuk provinsi
DBH sumber daya alam penghasil dan digunakan
kehutanan yang bersumber sesuai dengan ketentuan
dari provisi sumber daya hutan peraturan perundang-
yang dihasilkan dari wilayah undangan di bidang kehutanan.
Daerah yang bersangkutan, Adapun yang dimaksud dengan
ditetapkan sebesar 80% “provinsi penghasil” adalah
(delapan puluh persen), provinsi yang menjadi tempat
dibagikan kepada: pengusahaan hutan.
a. provinsi yang bersangkutan

78
Transfer ke Daerah

DBH SUMBER DAYA yang diperoleh dari wilayah laut


ALAM MINERAL DAN di atas 4 (empat) mil dari garis
pantai sampai dengan 12 (dua
BATU BARA
belas) mil dari garis pantai,
DBH sumber daya alam ditetapkan sebesar 80%
mineral dan batu bara (delapan puluh persen) untuk
bersumber dari penerimaan: provinsi penghasil. Adapun
yang dimaksud dengan
a. iuran tetap; dan
“provinsi penghasil” adalah
b. iuran produksi. provinsi yang menjadi wilayah
DBH sumber daya alam pertambangan mineral dan
mineral dan batu bara yang batu bara. Pertambangan yang
bersumber dari iuran tetap berada di atas 12 (dua belas)
yang diperoleh dari wilayah mil tidak dibagihasilkan
darat dan wilayah laut sampai mengingat kewenangan batas
dengan 4 (empat) mil dari garis wilayah Daerah adalah sampai
pantai, ditetapkan sebesar 80% dengan 12 (dua belas) mil laut
(delapan puluh persen) untuk sebagaimana diatur dalam
Daerah, dibagikan kepada: peraturan perundang-
undangan.
a. provinsi yang bersangkutan
sebesar 30% (tiga puluh DBH sumber daya alam
persen); dan mineral dan batu bara yang
b. kabupaten/kota penghasil bersumber dari iuran produksi
sebesar 50% (lima puluh yang dihasilkan dari wilayah
persen). darat dan wilayah laut sampai
dengan 4 (empat) mil dari garis
Yang dimaksud dengan pantai ditetapkan sebesar 80%
“kabupaten/kota penghasil” (delapan puluh persen) untuk
adalah kabupaten/kota yang Daerah, dibagikan kepada:
menjadi wilayah pertambangan
a. provinsi yang bersangkutan
mineral dan batu bara.
sebesar 16% (enam belas
DBH sumber daya alam persen);
mineral dan batu bara yang b. kabupaten/kota penghasil
bersumber dari iuran tetap sebesar 32% (tiga puluh

79
UU HKPD

dua persen); pantai sampai dengan 12 (dua


c. kabupaten/kota lainnya belas) mil dari garis pantai
yang berbatasan langsung ditetapkan sebesar 80%
dengan kabupaten/kota (delapan puluh persen),
penghasil sebesar 12% (dua dibagikan kepada:
belas persen); a. provinsi penghasil sebesar
d. kabupaten/kota lainnya 26% (dua puluh enam
dalam provinsi yang persen);
bersangkutan sebesar 12% b. kabupaten/kota lainnya
(dua belas persen); dan dalam provinsi yang
e. kabupaten/kota pengolah bersangkutan sebesar 46%
sebesar 8% (delapan (empat puluh enam persen);
persen). dan
c. kabupaten/kota pengolah
Yang dimaksud dengan sebesar 8% (delapan
“kabupaten/kota penghasil” persen).
adalah kabupaten/kota yang
menjadi lokasi tambang Yang dimaksud dengan
mineral dan batu bara yang “provinsi penghasil” adalah
telah berproduksi dan provinsi yang menjadi lokasi
menghasilkan komoditas tambang mineral dan batu bara
tambang mineral dan batu yang telah berproduksi dan
bara. Sedangkan yang menghasilkan komoditas
dimaksud dengan “kabupaten/ tambang mineral dan batu
kota pengolah” adalah bara.
kabupaten/kota yang menjadi
lokasi pengolahan mineral dan
DBH SUMBER DAYA
batu bara dan berisiko terkena
dampak eksternalitas negatif. ALAM MINYAK BUMI
DAN GAS BUMI
DBH sumber daya alam
mineral dan batu bara yang DBH sumber daya alam minyak
bersumber dari iuran produksi bumi dan gas bumi bersumber
yang diperoleh dari wilayah laut dari bagian negara yang
di atas 4 (empat) mil dari garis diperoleh dari pengusahaan

80
Transfer ke Daerah

pertambangan minyak bumi menghasilkan minyak bumi


dan gas bumi setelah dikurangi berdasarkan kriteria yang
komponen pajak dan pungutan ditetapkan oleh menteri yang
lainnya sesuai dengan membidangi Urusan
ketentuan peraturan Pemerintahan di bidang
perundang-undangan. pertambangan minyak dan gas
bumi.
DBH sumber daya alam minyak
bumi yang dihasilkan dari Sedangkan yang dimaksud
wilayah darat dan wilayah laut dengan “kabupaten/kota
sampai dengan 4 (empat) mil pengolah” adalah kabupaten/
dari garis pantai, ditetapkan kota yang menjadi lokasi
sebesar 15,5% (lima belas pengolahan minyak bumi dan
koma lima persen), dibagikan berisiko terkena dampak
kepada: eksternalitas negatif.
a. provinsi yang bersangkutan
DBH sumber daya alam minyak
sebesar 2% (dua persen);
bumi yang dihasilkan dari
b. kabupaten/kota penghasil wilayah laut di atas 4 (empat)
sebesar 6,5% (enam koma mil dari garis pantai sampai
lima persen); dengan 12 (dua belas) mil dari
c. kabupaten/kota lainnya garis pantai ditetapkan sebesar
yang berbatasan langsung 15,5% (lima belas koma lima
dengan kabupaten/kota persen), dibagikan kepada:
penghasil sebesar 3% (tiga a. provinsi penghasil sebesar
persen); 5% (lima persen);
d. kabupaten/kota lainnya b. kabupaten/kota lainnya
dalam provinsi yang dalam provinsi yang
bersangkutan sebesar 3% bersangkutan sebesar 9,5%
(tiga persen); dan (sembilan koma lima
e. kabupaten/kota pengolah persen); dan
sebesar 1% (satu persen). c. kabupaten/kota pengolah
sebesar 1% (satu persen).
Yang dimaksud dengan
“kabupaten/kota penghasil” Yang dimaksud dengan
adalah kabupaten/kota yang “provinsi penghasil” adalah

81
UU HKPD

provinsi yang menghasilkan menghasilkan gas bumi


minyak bumi berdasarkan berdasarkan kriteria yang
kriteria yang ditetapkan oleh ditetapkan oleh menteri yang
menteri yang membidangi membidangi Urusan
Urusan Pemerintahan di bidang Pemerintahan di bidang
pertambangan minyak dan gas pertambangan minyak dan gas
bumi. bumi.

DBH sumber daya alam gas Sedangkan yang dimaksud


bumi yang dihasilkan dari dengan “kabupaten/kota
wilayah darat dan wilayah laut pengolah” adalah kabupaten/
sejauh 4 (empat) mil dari garis kota yang menjadi lokasi
pantai, ditetapkan sebesar pengolahan gas bumi dan
30,5% (tiga puluh koma lima berisiko terkena dampak
persen), dibagikan kepada: eksternalitas negatif.
a. provinsi yang bersangkutan
DBH sumber daya alam gas
sebesar 4% (empat persen);
bumi yang diperoleh dari
b. kabupaten/kota penghasil wilayah laut di atas 4 (empat)
sebesar 13,5% (tiga belas mil dari garis pantai sampai
koma lima persen); dengan 12 (dua belas) mil dari
c. kabupaten/kota lainnya garis pantai ditetapkan sebesar
yang berbatasan langsung 30,5% (tiga puluh koma lima
dengan kabupaten/kota persen), dibagikan kepada:
penghasil sebesar 6% a. provinsi penghasil sebesar
(enam persen); 10% (sepuluh persen);
d. kabupaten/kota lainnya b. kabupaten/kota lainnya
dalam provinsi yang dalam provinsi yang
bersangkutan sebesar 6% bersangkutan sebesar
(enam persen); dan 19,5% (sembilan belas
e. kabupaten/kota pengolah koma lima persen); dan
sebesar 1% (satu persen). c. kabupaten/kota pengolah
sebesar 1% (satu persen).
Yang dimaksud dengan
“kabupaten/kota penghasil” Yang dimaksud dengan
adalah kabupaten/kota yang “provinsi penghasil” adalah

82
Transfer ke Daerah

provinsi yang menghasilkan b. kabupaten/kota penghasil


gas bumi berdasarkan kriteria sebesar 32% (tiga puluh
yang ditetapkan oleh menteri dua persen);
yang membidangi Urusan c. kabupaten/kota lainnya
Pemerintahan di bidang yang berbatasan langsung
pertambangan minyak dan gas dengan kabupaten/kota
bumi. penghasil sebesar 12% (dua
belas persen);
DBH SUMBER DAYA d. kabupaten/kota lainnya
ALAM PANAS BUMI dalam provinsi yang
bersangkutan sebesar 12%
DBH sumber daya alam panas (dua belas persen); dan
bumi bersumber dari:
e. kabupaten/kota pengolah
a. iuran tetap; dan sebesar 8% (delapan
b. iuran produksi. persen).

DBH sumber daya alam panas Yang dimaksud dengan


bumi termasuk yang “kabupaten/kota penghasil”
bersumber dari setoran bagian adalah kabupaten/kota yang
Pemerintah atas dasar kontrak menjadi wilayah kerja panas
pengusahaan panas bumi yang bumi. Sedangkan yang
ditandatangani sebelum dimaksud dengan “kabupaten/
Undang-Undang Nomor 27 kota pengolah” adalah
Tahun 2003 tentang Panas kabupaten/kota yang menjadi
Bumi. lokasi pengolahan panas bumi
dan berisiko terkena dampak
DBH sumber daya alam panas eksternalitas negatif.
bumi yang dihasilkan dari
wilayah Daerah yang
bersangkutan ditetapkan DBH SUMBER DAYA
sebesar 80% (delapan puluh ALAM PERIKANAN
persen), dibagikan kepada:
DBH sumber daya alam
a. provinsi yang bersangkutan perikanan ditetapkan sebesar
sebesar 16% (enam belas 80% (delapan puluh persen)
persen); dari penerimaan pungutan

83
UU HKPD

pengusahaan perikanan dan dalam provinsi yang sama


penerimaan pungutan hasil maupun berbeda;
perikanan. DBH sumber daya 3) kabupaten/kota pengolah;
alam perikanan untuk Daerah
dibagikan kepada kabupaten/ dengan mempertimbangkan
kota di seluruh Indonesia dan antara lain dampak
Daerah provinsi yang tidak eksternalitas.
terbagi dalam daerah
Kinerja Pemerintah Daerah
kabupaten/kota otonom
merupakan kinerja Pemerintah
dengan mempertimbangkan
Daerah dalam mendukung
luas wilayah laut.
antara lain optimalisasi
penerimaan negara, seperti
PENGALOKASIAN DBH pajak pusat dan penerimaan
negara bukan pajak dan/atau
Alokasi DBH per Daerah
kinerja pemeliharaan
provinsi/kabupaten/kota
lingkungan, seperti pengelolaan
dihitung berdasarkan
lingkungan dan energi ramah
pembobotan sebagai berikut:
lingkungan.
a. 90% (sembilan puluh
persen) berdasarkan Dalam hal tidak terdapat
persentase bagi hasil dan kabupaten/kota pengolah
penetapan Daerah untuk DBH sumber daya alam
penghasil; dan mineral dan batu bara, minyak
bumi dan gas bumi, panas
b. 10% (sepuluh persen)
bumi, maka porsi kabupaten/
berdasarkan kinerja
kota pengolah dibagikan
Pemerintah Daerah.
secara merata kepada
Bagian dari 90% (sembilan kabupaten/kota lainnya dalam
puluh persen) DBH SDA satu provinsi yang
tersebut, termasuk yang bersangkutan dan kabupaten/
ditujukan untuk: kota lainnya yang berbatasan
1) kabupaten/kota lainnya langsung dengan kabupaten/
dalam provinsi yang sama; kota penghasil.

2) kabupaten/kota yang
berbatasan langsung baik

84
Transfer ke Daerah

Persentase pembagian DBH Ketentuan mengenai DBH


dapat diubah dengan Peraturan sebagaimana diatur dalam
Pemerintah setelah Undang-Undang Nomor 11
berkonsultasi dengan komisi Tahun 2006 tentang
yang membidangi keuangan Pemerintahan Aceh dan
pada Dewan Perwakilan Undang-Undang Nomor 21
Rakyat. Tahun 2001 tentang Otonomi
Khusus Provinsi Papua
Selain Jenis DBH yang telah sebagaimana telah beberapa
ditetapkan, Pemerintah dapat kali diubah, terakhir dengan
menetapkan jenis DBH lainnya. Undang-Undang Nomor 2
DBH lainnya bersumber dari Tahun 2021 tentang Perubahan
penerimaan negara yang dapat Kedua atas Undang-Undang
diidentifikasi Daerah Nomor 21 Tahun 2001 tentang
penghasilnya. DBH lainnya Otonomi Khusus Provinsi
digunakan untuk mendanai Papua, dinyatakan tetap
kegiatan tertentu sesuai berlaku selama tidak diatur lain
dengan kewenangan Daerah dalam UU HKPD. Ketentuan
dan/atau prioritas nasional. mengenai alokasi atas DBH
Ketentuan lebih lanjut dilaksanakan sepenuhnya
mengenai DBH lainnya diatur mulai Tahun Anggaran 2023.
dalam Peraturan Pemerintah
setelah berkonsultasi dengan
komisi yang membidangi
keuangan pada Dewan
Perwakilan Rakyat. DBH
lainnya antara lain dapat
berupa bagi hasil yang terkait
dengan perkebunan sawit.

85
UU HKPD

kinerja layanan Daerah.


B. DANA ALOKASI Penggunaan DAU terdiri atas
UMUM bagian DAU yang tidak
ditentukan penggunaannya dan
Dana Alokasi Umum (DAU) bagian DAU yang ditentukan
adalah bagian dari TKD yang penggunaannya yang
dialokasikan dengan tujuan didalamnya termasuk untuk
mengurangi ketimpangan mendukung pembangunan
kemampuan keuangan dan sarana dan prasarana serta
layanan publik antardaerah. pemberdayaan masyarakat di
Pagu nasional DAU ditetapkan kelurahan. Bagi Daerah yang
dengan mempertimbangkan: tidak menerima alokasi DAU,
a. kebutuhan pelayanan untuk mendukung
publik sebagai bagian dari pembangunan sarana dan
pelaksanaan Urusan prasarana serta pemberdayaan
Pemerintahan yang menjadi masyarakat di kelurahan
kewenangan Daerah; diperhitungkan dari alokasi
DBH.
b. kemampuan Keuangan
Negara; Proporsi pagu DAU antara
c. pagu TKD secara Daerah provinsi dan Daerah
keseluruhan; dan kabupaten/kota
d. target pembangunan mempertimbangkan kebutuhan
nasional. pendanaan dalam rangka
pelaksanaan Urusan
Penghitungan kebutuhan Pemerintahan yang menjadi
pelayanan publik juga kewenangan Daerah antara
mempertimbangkan provinsi dan kabupaten/kota.
kesinergisan pendanaan Proporsi pagu DAU Daerah
pelaksanaan urusan antara provinsi dan Daerah
Pemerintah dan Daerah. kabupaten/kota dibagi menjadi
beberapa kelompok
DAU digunakan untuk
berdasarkan karakteristik
memenuhi pencapaian standar
tertentu. Adapun yang
pelayanan minimal
dimaksud dengan “karakteristik
berdasarkan tingkat capaian
tertentu” adalah karakteristik

86
Transfer
TransferkekeDaerah
Daerah

kewilayahan, seperti letak khususnya penyediaan layanan


geografis dan perekonomian dasar yang menjadi
Daerah. kewenangan Daerah yang
dihitung berdasarkan perkiraan
DAU untuk tiap-tiap Daerah satuan biaya dikalikan dengan
dialokasikan berdasarkan celah jumlah unit target layanan
fiskal untuk 1 (satu) tahun untuk tiap-tiap urusan dan
anggaran. Celah fiskal dihitung dikalikan dengan faktor
sebagai selisih antara penyesuaian, serta
kebutuhan fiskal Daerah dan mempertimbangkan kebutuhan
potensi pendapatan Daerah. dasar penyelenggaraan
Data untuk menghitung pemerintahan antara lain
kebutuhan fiskal Daerah dan kebutuhan penggajian aparatur
potensi pendapatan Daerah sipil negara, baik PNS maupun
diperoleh dari lembaga PPPK.
Pemerintah yang berwenang
menerbitkan data sesuai Satuan biaya dihitung dengan
dengan ketentuan peraturan memperhitungkan biaya
perundang-undangan. Adapun investasi dalam rangka
rumusan DAU secara umum penyelenggaraan Urusan
adalah: Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah. Adapun
DAU = Celah Fiskal (CF) yang dimaksud dengan “biaya
Celah Fiskal (CF) = Kebutuhan investasi” adalah rerata 3 (tiga)
Fiskal - Potensi Pendapatan tahun Belanja Daerah sektor
Daerah tertentu dibagi dengan rerata 3
(tiga) tahun target layanan.

KEBUTUHAN FISKAL Jumlah unit target layanan


DAERAH untuk tiap-tiap urusan adalah
jumlah target penerima
Kebutuhan fiskal Daerah layanan, seperti jumlah
merupakan kebutuhan penduduk atau jumlah siswa,
pendanaan Daerah dalam dan kesenjangan tingkat
rangka penyelenggaraan kebutuhan infrastruktur dasar
Urusan Pemerintahan dalam pelaksanaan Urusan

87
UU HKPD

Pemerintahan yang menjadi PAD yang dibagihasilkan dari


kewenangan Daerah. Adapun provinsi. Alokasi DAK nonfisik
Jumlah unit target layanan yang diperhitungkan antara lain
diperoleh dari lembaga statistik adalah bidang pendidikan dan
Pemerintah dan/atau lembaga kesehatan.
Pemerintah yang berwenang
menerbitkan data.
PENGALOKASIAN DAU
Faktor penyesuaian adalah
DAU suatu provinsi dihitung
indikator yang memperhatikan
berdasarkan perkalian bobot
antara lain luas wilayah,
provinsi yang bersangkutan
karakteristik wilayah, dan
dengan jumlah DAU seluruh
indeks kemahalan konstruksi.
provinsi dalam kelompok
Adapun Karakteristik wilayah
berdasarkan karakteristik
yang dimaksud antara lain
tertentu. Bobot provinsi
adalah Daerah yang berciri
dihitung dengan membagi
kepulauan dan Daerah dengan
celah fiskal provinsi yang
basis perekonomian tertentu
bersangkutan dengan total
seperti sektor pariwisata atau
celah fiskal seluruh provinsi
sektor pertanian dan perikanan
dalam kelompok tersebut.
yang mendukung ketahanan
Adapun rumus perhitungan
pangan.[Hasil pembahasan di
DAU suatu Provinsi adalah:
DPR
DAU Provinsii = Bobot provinsii
POTENSI PENDAPATAN x Jumlah DAU Provinsi dalam
kelompok provinsi
DAERAH
Potensi pendapatan Daerah CF Provi
merupakan penjumlahan dari Bobot Provi =
ƩCF Prov
potensi PAD, alokasi DBH, dan
alokasi DAK nonfisik. Untuk
provinsi, PAD tidak termasuk
Keterangan:
PAD yang dibagihasilkan ke
kabupaten dan kota dan untuk CF Provinsii : Celah Fiskal
kabupaten dan kota termasuk untuk provinsii.

88
Transfer ke Daerah

ƩCF Provinsi : Jumlah Celah ƩCF kabupaten dan kota :


Fiskal seluruh provinsi dalam Jumlah Celah Fiskal seluruh
kelompok provinsi kabupaten dan kota dalam
kelompok kabupaten/kota
DAU suatu kabupaten/kota
dihitung berdasarkan perkalian Penerapan DAU sesuai dengan
bobot kabupaten/kota yang ketentuan dalam UU HKPD
bersangkutan dengan jumlah tidak boleh mengakibatkan
DAU seluruh kabupaten/kota penurunan alokasi DAU per
dalam kelompok berdasarkan daerah paling lama 5 (lima)
karakteristik tertentu. Bobot tahun terhitung sejak
kabupaten/kota dihitung diberlakukannya ketentuan
dengan membagi celah fiskal mengenai alokasi DAU
kabupaten/kota yang berdasarkan Undang-Undang
bersangkutan dengan total tersebut. Ketentuan mengenai
celah fiskal seluruh kabupaten/ alokasi atas DAU dilaksanakan
kota dalam kelompok tersebut. sepenuhnya mulai Tahun
Adapun rumus perhitungan Anggaran 2023.
DAU suatu Kabupaten/Kota
adalah:

DAU kabupaten/kotai = Bobot


kabupaten/kotai x jumlah DAU
kabupaten dan kota dalam
kelompok kabupaten/kota

CF Kab/Kotai
Bobot Kab/Kotai =
ƩCF Kab/Kota

Keterangan:

CF kabupaten/kotai :
Celah Fiskal untuk kabupaten/
kotai.

89
UU HKPD

a. rencana pembangunan
C. DANA ALOKASI jangka menengah nasional;
KHUSUS b. rencana kerja pemerintah;
c. kerangka ekonomi makro
Dana Alokasi Khusus (DAK)
dan pokok-pokok kebijakan
adalah bagian dari TKD yang
fiskal;
dialokasikan dengan tujuan
untuk mendanai program, d. arahan Presiden; dan
kegiatan, dan/atau kebijakan e. ketentuan peraturan
tertentu yang menjadi prioritas perundang-undangan.
nasional dan membantu
operasionalisasi layanan publik, DAK terdiri atas:
yang penggunaannya telah a. DAK fisik, yang digunakan
ditentukan oleh Pemerintah. untuk mendukung
DAK dialokasikan sesuai pembangunan/ pengadaan
dengan kebijakan Pemerintah sarana dan prasarana
untuk mendanai program, layanan publik Daerah;
kegiatan, dan/atau kebijakan b. DAK nonfisik, yang
tertentu dengan tujuan: digunakan untuk
a. mencapai prioritas mendukung
nasional; operasionalisasi layanan
b. mempercepat publik Daerah; dan
pembangunan Daerah; c. hibah kepada Daerah, yang
c. mengurangi kesenjangan digunakan untuk
layanan publik; mendukung pembangunan
fisik dan/atau layanan
d. mendorong pertumbuhan
publik Daerah tertentu yang
perekonomian Daerah; dan/
didasarkan pada perjanjian
atau
antara Pemerintah dan
e. mendukung Pemerintah Daerah.
operasionalisasi layanan
publik. Perencanaan dan
pengalokasian DAK dapat
Adapun Kebijakan Pemerintah disinergikan dengan
tersebut didasarkan pada: pendanaan lainnya dan

90
Transfer
TransferkekeDaerah
Daerah

ditetapkan setiap tahun dalam dalam hal Daerah telah


Undang-Undang mengenai memiliki kinerja baik dalam
APBN sesuai dengan pengelolaan APBD.
kemampuan Keuangan Negara.
Penyinergian DAK dengan DAK juga dialokasikan untuk
pendanaan lainnya bertujuan mencapai target kinerja Daerah
untuk mendukung pencapaian yang ditetapkan oleh
program, kegiatan, dan/atau Pemerintah. Selanjutnya,
kebijakan tertentu. Pendanaan pelaksanaan Hibah kepada
lainnya dapat berasal dari TKD Daerah yang bersumber dari
lainnya, Pembiayaan Utang luar negeri, dilakukan melalui
Daerah, APBD, kerja sama Pemerintah.
pemerintah dan badan usaha,
kerja sama antar-Daerah, dan
belanja kementerian/lembaga.
Belanja kementerian/lembaga
yang masih mendanai urusan
Daerah dialihkan menjadi DAK

91
UU HKPD

yang memiliki otonomi khusus


D. DANA sesuai dengan Undang-Undang
OTONOMI mengenai otonomi khusus
yang dibagi antara provinsi dan
KHUSUS kabupaten/kota di wilayah
provinsi yang bersangkutan
Dana Otonomi Khusus adalah
secara adil dan transparan
bagian dari TKD yang
sesuai dengan Undang-Undang
dialokasikan kepada Daerah
mengenai otonomi khusus.
tertentu untuk mendanai
Pengelolaan Dana Otonomi
pelaksanaan otonomi khusus
Khusus dilaksanakan
sebagaimana ditetapkan dalam
berdasarkan perencanaan yang
undang-undang mengenai
mengacu pada rencana
otonomi khusus yang
pembangunan jangka
bertujuan untuk mendukung
menengah nasional dan
penyelenggaraan otonomi
rencana pembangunan jangka
khusus berdasarkan ketentuan
menengah Daerah serta target
peraturan perundang-
kinerja.
undangan.

Dana Otonomi Khusus


dialokasikan kepada Daerah

92
Transfer ke Daerah

Dana Keistimewaan dapat


E. DANA diserahkan kepada kabupaten/
KEISTIMEWAAN kota di wilayah Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta sesuai
DAERAH dengan urusan keistimewaan
ISTIMEWA Pemerintah Daerah provinsi
daerah istimewa yogyakarta
YOGYAKARTA yang dilaksanakan oleh
pemerintah kabupaten/kota.
Dana Keistimewaan Daerah
Pendanaan atas urusan
Istimewa Yogyakarta yang
keistimewaan diusulkan oleh
selanjutnya disebut Dana
pemerintah kabupaten/kota
Keistimewaan adalah bagian
kepada Pemerintah Daerah
dari TKD yang dialokasikan
provinsi daerah istimewa
untuk mendukung urusan
yogyakarta dengan
keistimewaan Daerah Istimewa
memperhatikan kebutuhan dan
Yogyakarta sebagaimana
prioritas tiap-tiap kabupaten/
ditetapkan dalam undang-
kota.
undang mengenai
keistimewaan Yogyakarta. Pengelolaan Dana
Keistimewaan dilaksanakan
Dana Keistimewaan
berdasarkan perencanaan yang
dialokasikan kepada
mengacu pada rencana
Pemerintah Daerah provinsi
pembangunan jangka
daerah istimewa yogyakarta
menengah nasional dan
sesuai dengan ketentuan
rencana pembangunan jangka
peraturan perundang-
menengah Daerah serta target
undangan mengenai
kinerja.
keistimewaan Daerah Istimewa
Yogyakarta yang bertujuan
untuk mendukung
penyelenggaraan urusan
keistimewaan Daerah Istimewa
Yogyakarta berdasarkan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.

93
UU HKPD

Pemerintah dapat menentukan


F. DANA DESA fokus penggunaan Dana Desa
setiap tahunnya sesuai dengan
Dana Desa adalah bagian dari
prioritas nasional yang
TKD yang diperuntukkan bagi
ditetapkan dalam peraturan
desa dengan tujuan untuk
perundang-undangan
mendukung pendanaan
mengenai perencanaan
penyelenggaraan
nasional dan alokasi TKD.
pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, pemberdayaan Penganggaran, pengalokasian,
masyarakat, dan pelaporan, pemantauan, dan
kemasyarakatan. Dana Desa evaluasi Dana Desa
merupakan pendapatan desa dilaksanakan sesuai dengan
yang dananya bersumber dari ketentuan peraturan
APBN yang dialokasikan perundang-undangan
dengan mempertimbangkan
pemerataan dan keadilan yang
dihitung berdasarkan kinerja
desa, jumlah desa, jumlah
penduduk, angka kemiskinan,
luas wilayah, dan tingkat
kesulitan geografis. Dana Desa
bertujuan untuk mendukung
penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan,
pemberdayaan masyarakat,
dan kemasyarakatan yang
menjadi kewenangan desa.

94
Transfer
TransferkekeDaerah
Daerah

dan/atau wilayah kerja panas


G. INSENTIF bumi yang menjadi dasar
FISKAL penetapan Daerah penghasil
sumber daya alam.
Pemerintah dapat memberikan
insentif fiskal kepada Daerah Daerah induk menganggarkan
atas pencapaian kinerja bagian dana TKD untuk Daerah
berdasarkan kriteria tertentu persiapan sesuai dengan
berupa perbaikan dan/atau alokasi sebagai anggaran
pencapaian kinerja Belanja Daerah persiapan
Pemerintahan Daerah, antara dalam APBD Daerah induk.
lain pengelolaan Keuangan
Dalam hal Daerah persiapan
Daerah, pelayanan umum
berada di wilayah Daerah yang
pemerintahan, dan pelayanan
memiliki otonomi khusus atau
dasar.
yang memiliki keistimewaan,
pengalokasian termasuk
H. TKD UNTUK bagian dana TKD yaitu Dana
Otonomi Khusus dan Dana
DAERAH Keistimewaan.
PERSIAPAN Pengalokasian dana TKD untuk
Daerah persiapan diberikan
Menteri Keuangan
dalam jangka waktu sesuai
mengalokasikan bagian dana
dengan ketentuan peraturan
TKD yaitu DAU dan DBH untuk
perundang-undangan.
Daerah persiapan. Bagian dana
TKD untuk Daerah persiapan
dihitung secara proporsional I. TKD UNTUK
dari alokasi dana TKD yang
diterima Daerah induk
DAERAH BARU
berdasarkan jumlah penduduk,
Dana TKD untuk Daerah baru
luas wilayah, target layanan,
dialokasikan secara mandiri
dan/atau lokasi. Adapun yang
pada tahun anggaran
dimaksud dengan “lokasi”
berikutnya sejak undang-
adalah letak pengusahaan
undang pembentukan Daerah
hutan, tambang, kepala sumur
tersebut diundangkan. Adapun
minyak bumi atau gas bumi,

95
UU HKPD

yang dimaksud dengan sumber daya alam.


“dialokasikan secara mandiri”
adalah alokasi TKD dalam Dalam hal undang-undang
statusnya sebagai daerah pembentukan Daerah baru
otonom baru yang diundangkan setelah
perhitungannya sesuai dengan penetapan APBN tahun
formula yang telah ditetapkan berikutnya, pembagian TKD
dalam peraturan perundang- antara Daerah induk dengan
undangan mengenai TKD Daerah baru dituangkan dalam
Peraturan Presiden.
Ketentuan tersebut berlaku
untuk Daerah baru yang
undang-undang
J. PENYALURAN
pembentukannya diundangkan TKD
sebelum atau pada tanggal 30
Juni tahun berkenaan. Dalam Dalam rangka sinergi
hal undang-undang pengelolaan fiskal nasional,
pembentukan Daerah baru penyaluran TKD dilakukan
diundangkan setelah tanggal melalui pemindahbukuan dari
30 Juni tahun berkenaan, dana kas negara ke kas Daerah dan
TKD untuk Daerah baru dapat dilakukan secara
diperhitungkan secara sekaligus atau bertahap
proporsional dari dana TKD dengan mempertimbangkan:
yang dialokasikan untuk a. kemampuan Keuangan
Daerah induk. Proporsi dana Negara;
TKD antara lain dihitung
b. kinerja pelaksanaan
berdasarkan jumlah penduduk,
kegiatan di Daerah yang
luas wilayah, target layanan,
didanai dari Pajak dan dana
lokasi, dan/atau status Daerah
TKD; dan/atau
penghasil DBH. Adapun yang
dimaksud dengan “lokasi” c. kebijakan pengendalian
adalah letak pengusahaan Belanja Daerah dan kas
hutan, tambang, kepala sumur Daerah,
minyak bumi atau gas bumi,
Penyaluran TKD dapat
dan/atau wilayah kerja panas
dilakukan secara langsung ke
bumi yang menjadi dasar
rekening penerima manfaat,
penetapan Daerah penghasil

96
Transfer ke Daerah

seperti desa dan/atau sekolah. pengawasan, pemantauan, dan


Dalam hal penyaluran TKD evaluasi TKD diatur dengan
dilaksanakan dengan atau berdasarkan Peraturan
mekanisme tersebut, transaksi Pemerintah.
dimaksud tetap tercatat dalam
APBD.
K. KETENTUAN
Dalam rangka pengelolaan kas LAIN
pemerintahan yang efektif dan
efisien, penyaluran Pada saat UU HKPD mulai
dilaksanakan dalam skema berlaku, maka UU Nomor 33
pengelolaan kas Daerah yang Tahun 2004 tentang
terpadu. Hal ini dapat dilakukan Perimbangan Keuangan antara
melalui penggunaan akun Pemerintah Pusat dan
tertentu yang dikelola oleh Pemerintahan Daerah dicabut
Pemerintah yang dan dinyatakan tidak berlaku.
merepresentasikan rekening Selanjutnya, peraturan
kas tiap-tiap Daerah. perundang-undangan yang
Dalam hal terdapat beban merupakan peraturan
Keuangan Negara akibat pelaksanaan dari UU Nomor 33
perbuatan hukum yang Tahun 2004 tentang
dilakukan oleh unsur Perimbangan Keuangan antara
penyelenggara Pemerintahan Pemerintah Pusat dan
Daerah dan telah mendapatkan Pemerintahan Daerah
putusan pengadilan yang dinyatakan tetap berlaku
berkekuatan hukum tetap, sepanjang belum diganti dan
tanggung jawab atas tidak bertentangan dengan
perbuatan hukum dimaksud ketentuan dalam UU HKPD.
diperhitungkan dengan Selain itu, semua peraturan
pemotongan TKD. perundang-undangan yang
berkaitan dengan Hubungan
Ketentuan lebih lanjut Keuangan antara Pemerintah
mengenai mekanisme Pusat dan Pemerintahan
perencanaan, penganggaran, Daerah dinyatakan tetap
pengalokasian, penyaluran, berlaku sepanjang tidak
penggunaan, pelaporan, bertentangan dengan UU HKPD.

97
UU HKPD

98
Transfer ke Daerah

Address :
Jl. DR. Wahidin No. 1
Gedung Radius Prawiro Lantai 9
Jakarta Pusat 10710
E-mail : callcenter.djpk@kemenkeu.go.id

@ditjenpk www.djpk.kemenkeu.go.id

@ditjenpk 150 420


99
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 0811 150 420 7

Anda mungkin juga menyukai