Anda di halaman 1dari 12

Pengantar Fisika Oseanografi

BAB VIII
PASANG SURUT
Permukaan laut dari saat ke saat, walaupun angin bahkan topan
tidak ada, selalu bergerak ke atas dan ke bawah secara berkala. Gerakan
vertikal ini disertai juga gerakan horisontal, secara berkala pula.
Fenomena ini dikenal sebagai pasang surut, disingkat pasut.
Pasut merupakan gelombang yang berfrekuensi rendah dan pada
umunya kurang dari dua kali sehari. Gerakan pasut di laut ditimbulkan
oleh adanya gaya tarik dari benda-benda angkasa, seperti matahari dan
bulan, terhadap massa air di bumi. Gerakan ini juga dipengaruhi oleh
rotasi bumi serta letak pulau dan benua. Tinggi rendahnya pasut di bumi
terutama ditentukan oleh jarak atau letak kedua benda angkasa tadi
terhadap bumi.

8.1. TENAGA PEMBANGKIT PASUT


Pada sistem bulan – bumi, dalam proses pembentukan pasut,
awalnya bumi dianggap tidak berputar pada porosnya, tetapi bulan tetap
berevolusi terhadap bumi. Anggapan selanjutnya, permukaan bumi datar
dan ditutupi lapisan air yang cukup tebal. Sistem bulan – bumi ini akan
mempunyai sumbu bersama, terhadap mana bulan dan bumi berevolusi.
Menurut hukum gravitasi Newton, gaya tarik antara bulan dan bumi
dari sistem ini, ditentukan dengan persamaan;
GMeMm
F= 8.1.
r2
Dimana F : gaya tarik bulan – bumi
G : konstanta gravitasi
Me : massa bumi
Mm : massa bulan
r : jarak antara bumi dan bulan

VIII - 1
Pengantar Fisika Oseanografi

Namun, karena bumi dan bulan selalu berada dalam keseimbangan gaya,
nyatanya bulan dan bumi tidak pernah bertubrukan; maka pasti ada gaya
lain yang mengimbangi gaya tarik tersebut. Gaya ini merupakan gaya
sentrifugal yang timbul dari revolusi bumi dan bulan terhadap sumbu
bersama tadi.
Secara keseluruhan, resultante gaya pada sistem bulan – bumi ini
sama dengan nol. Namun demikian, tiap individu partikel yang ada di
permukaan bumi mengalami gaya yang berbeda-beda, karena posisi titik
yang berbeda-beda terhadap bulan; dalam arti bahwa tiap partikel tidak
sama jaraknya terhadap titik pusat bulan. Titik-titik yang berjarak lebih
dekat ke pusat bulan, akan mengalami gaya tarik yang lebih besar.
Demikian pula halnya dengan gaya sentrifugal yang dialami titik-titik pada
permukaan bumi, akan berbeda-beda, walaupun tidak sebesar perbedaan
gaya tarik tadi. Akibatnya, resultante gaya-gaya ini berbeda-beda pada
tiap titik di bumi. Gaya ini dikenal sebagai Gaya Pembangkit Pasut (Tide
Generating Force).

Gambar 8.1. Distribusi gaya pembangkit pasang pada sistem bulan - bumi
Pada Gambar 8.1., resultante gaya pada sisi bumi yang
menghadap ke bulan, akan mengarah ke bulan; sedangkan gaya pada sisi
lainnya, yaitu sisi menjauhi bulan, akan berarah menjauhi bulan.
Selanjutnya gaya pembangkit pasut tersebut dapat diuraikan dalam dua
komponen, yakni:

VIII - 2
Pengantar Fisika Oseanografi

1. Komponen Horisontal; yang sejajar dengan permukaan bumi


(horison) dan dikenal juga sebagai shear stress terhadap permukaan
air
2. Komponen Vertikal; yang tegak lurus (normal) pada permukaan
bumi dan dikenal juga sebagai tensile stress terhadap permukaan air.
Oleh karena permukaan air hanya akan bereaksi terhadap gaya horisontal
tadi dan berbedanya gaya pembangkit pasang pada titik-titik yang
berbeda di permukaan bumi, maka gaya horisontal tersebut akan
berbeda-beda pula pada tiap titik. Gaya horisontal ini akan berharga nol
pada titik di bawah bulan (sublunar) dan anti sublunar. Sementara gaya
horisontal dari titik-titik yang semakin jauh dari sublunar atau anti sublunar,
akan semakin membesar. Pada sisi bumi yang menghadap ke bulan, gaya
horisontal ini mengarah secara terpusat pada sublunar; sedang pada sisi
lainnya gaya-gaya ini mengarah ke anti sublunar (Gambar 8.1.).
Distribusi gaya yang terpusat tersebut akan menyebabkan
penimbunan air pada titik sublunar dan anti sublunar. Penimbunan air ini
akan disertai penurunan air pada bagian tertentu dari permukaan bumi.
Dengan demikian, pada waktu yang sama, dua tempat di permukaan bumi
(sublunar dan anti sublunar) akan mengalami pasang dan dua tempat
pada arah yang berlawanan akan mengalami surut.
Pada sistem bulan – bumi yang disederhanakan ini, jika bulan berada
di atas equator pada busur 0º, maka titik sublunar terletak di perpotongan
garis equator dengan busur 0º dan anti sublunar pada busur 180º, akan
mengalami pasang. Sebaliknya daerah-daerah pada busur 90º Barat dan
90º Timur, akan mengalami surut. Jika bumi tidak berputar, sublunar dan
antisublunar akan bergerak sesuai revolusi bulan, yakni dari Barat ke
Timur. Demikian pula pasang akan akan bergerak sesuai dengan bulan
yang berkecepatan kira-kira 12º perhari.
Jika sistem bulan – bumi, dimana bumi berputar pada sumbunya, titik
sublunar akan berjalan dengan cepat sesuai dengan rotasi bumi, yaitu
sekitar 14º8’ perjam; sehingga tiap titik di equator akan mengalami titik
sublunar sekali dalam sehari. Oleh karena sublunar bergerak, maka

VIII - 3
Pengantar Fisika Oseanografi

dengan sendirinya titik anti sublunar akan bergerak pula dan letaknya
selalu antagonis dengan titik sublunar. Dengan demikian tiap titik di
equator, akan mengalami sekali sublunar dan sekali anti sublunar, dalam
sehari. Dengan kata lain, tiap titik di equator akan mengalami dua kali
pasang dan dua kali surut, dalam sehari semalam (24 jam). Pasut seperti
ini disebut Pasut Berganda atau Semi-Diurnal Tide.
Jika sistem bulan – bumi – matahari sekaligus diperhatikan, maka
gerakan akan lebih kompleks. Walaupun matahari lebih besar massanya
dari bulan, pengaruh bulan terhadap pasut di bumi, selalu lebih besar;
dikarenakan rasio jarak dan diamater matahari lebih kecil nilainya
dibanding dengan rasio jarak dan diameter bulan terhadap bumi.
Setiap perubahan posisi matahari dan bulan terhadap bumi akan
menyebabkan perubahan terhadap keadaan pasut di bumi. Rotasi bumi
sendiri juga mempengaruhi keadaan pasut. Sebagai akibat perputaran
bumi pada porosnya, terjadi dua kali pasut sehari; namun pasang
berganda ini ada yang timbul akibat pengaruh bulan, disebut M2 (M :
Moon, 2 : dua kali sehari) dan ada akibat matahari, disebut S2 (S : Sun).
Oleh karena selama rotasi bumi, dengan periode satu hari, posisi
bulan telah bergeser kira-kira 12º, sehingga satu hari bulan (satu hari
siderial) sama dengan 24 jam 50 menit. Artinya, waktu yang dibutuhkan
dari kulminasi pertama ke kulminasi bulan berikutnya dari suatu tempat di
bumi adalah 24 jam 50 menit; sehingga periode M2 adalah 12 jam 25
menit. Adapun periode S2 adalah tepat 12 jam, karena satu hari matahari
adalah 24 jam.
Selama rotasi bumi, posisi matahari hanya berpindah 1º. Oleh karena
komponen M2 lebih besar dari S2, maka periode pasut suatu perairan lebih
sering ditentukan dengan M2. Hal inilah yang menyebabkan mengapa
pasang di perairan-perairan, selalu terlambat 50 menit. Waktu ini sesuai
juga dengan terlambatnya bulan selama 50 menit setiap malam.
Namun, karena pengaruh benua dan sifat air laut, pasang di suatu
perairan tidak selalu bersamaan dengan dengan kulminasi (transit) bulan

VIII - 4
Pengantar Fisika Oseanografi

pada tempat tersebut. Perbedaan waktu kulminasi bulan dengan pasang


disebut Lunitidal Interval.
Dari kombinasi gerakan rotasi, revolusi dan deklinasi, terdapat banyak
komponen-komponen pasang yang mempunyai frekuensi berbeda-beda.
Namun dari semua komponen tersebut, yang terpenting selain M2 dan S2,
adalah:
N2 ; w = 28.44º perjam
K1 ; w = 15.04º perjam
O1 ; w = 13.94º perjam
P1 ; w = 14.96º perjam
Komponen K1, O1 dan P1 disebut komponen diurnal, karena hanya
terjadi sekali dalam sehari. Komponen diurnal ini adalah kombinasi dari
pengaruh bulan dan matahari secara serempak.

8.2. PASANG PURNAMA


Oleh karena lintasan bulan mengitari bumi berbentuk ellips, dengan
bumi sebagai titik pusatnya, maka jarak bumi ke bulan akan berubah-ubah
setiap saat. Titik terjauh bulan ke bumi disebut Apogee dan terjauh
disebut Perigee (Gambar 8.2.).

Gambar 8.2. Posisi bulan pada lintasannya

VIII - 5
Pengantar Fisika Oseanografi

Walaupun perubahan jarak tersebut kecil, namun karena besarnya gaya


pembangkit pasut berbanding terbalik pangkat dua dengan jarak, maka
peran jarak penting terhadap pasut. Tapi faktor yang lebih penting
pengaruhnya adalah posisi bulan – bumi – matahari, yang senantiasa
berubah. Posisi ketiga benda langit ini, sering dihubungkan dengan
dengan fase dari bulan, yang sering diartikan sebagai permukaan bulan
yang menghadap ke bumi yang mendapat penyinaran matahari.

Gambar 8.3. Beberapa fase bulan pada sistem matahari-bumi-bulan

Jika bulan berada di antara bumi dan matahari, dan ketiganya berada
pada garis sumbu yang sama dan lurus, maka keadaan ini disebut Bulan
Baru atau New Moon (Gambar 8.3.(a)). Pada fase ini, semua permukaan
bulan yang dilihat pengamat dari bumi, akan gelap. Jika bumi berada di
antara bulan dan matahari (Gambar 8.3.(b)), bulan disebut berada dalam

VIII - 6
Pengantar Fisika Oseanografi

keadaan Purnama atau Full Moon. Pada posisi bulan baru dan purnama,
pengaruh bulan terhadap pasang diperkuat pengaruh matahari. Pasang
yang ditimbulkannya sangat besar; pasang ini disebut Pasang Purnama
atau Spring Tide. Jika sudut matahari – bumi – bulan sekitar 90º,
pengaruh bulan diperkecil oleh pengaruh matahari, sehingga terdapat
pasang yang kecil; pasang ini disebut Pasang Perbani atau Neap Tide.
Waktu yang dibutuhkan dari Pasang Purnama ke Pasang Perbani, tidak
selamanya sama dengan waktu dari Pasang Perbani ke Pasang Purnama.
Pada Gambar 8.2, ditunjukkan beberapa posisi bulan pada
lintasannya. Jika matahari terletak pada lanjutan garis PBA, maka Bulan
Purnama terjadi bila bulan berada pada Perigee, P dan Bulan Baru pada
Apogee, A. Waktu dari Bulan Baru ke Bulan Purnama pada skema ini,
hampir sama dengan waktu yang diperlukan dari Bulan Purnama ke Bulan
Baru. Tapi jika matahari berada pada lanjutan DBF, maka waktu yang
dibutuhkan dari Bulan Baru, F ke Bulan Purnama, D, akan lebih singkat
dari waktu yang dibutuhkan dari Bulan Purnama ke Bulan Baru.
Waktu rata-rata pasang purnama ke pasang purnama berikutnya
adalah 14.7 hari, yakni seperdua dari satu bulan sinodis (satu bulan
sinodis sama dengan waktu antara bulan baru dengan bulan baru
berikutnya).

8.3. INEQUALITY (KETIDAKSAMAAN)


Tinggi pasang dari hari ke hari dari suatu perairan, tidak selalu sama.
Ketidaksamaan ini disebut inequality.
Jika bulan tidak berada di atas equator bumi, maka pasang tertinggi
tidak terdapat di daerah equator tetapi pada lintang yang sama dengan
deklinasi bulan. Pada Gambar 8.4., terlihat pada distribusi pasang tidak
simetris terhadap sumbu bumi, sehingga titik A yang berputar dengan
bumi, mengalami pasang yang berbeda pada satu rotasi (A1 dan A2). Hal
ini disebut ketidaksamaan harian atau diurnal inequality.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, perubahan fase bulan
menyebabkan perubahan pasang. Ketidaksamaan akibat perubahan fase

VIII - 7
Pengantar Fisika Oseanografi

bulan disebut ketidaksamaan semi-


bulanan (fornightly or semi-monthly
inequality), karena periodenya sekitar
setengah bulan.
Jarak dari bulan, di samping fasenya,
juga mempengaruhi pasut. Jika bulan
berada di Perigee, pasang akan besar
dan jika berada di Apogee, pasang
akan kecil. Periode ketidaksamaan ini
adalah sekitar 27.55 hari, yang
Gambar 8.4. Diurnal Inequality
disebut satu bulan anomalistik. Hal ini
disebut ketidaksamaan bulanan (monthly inequality).
Perubahan deklinasi bulan juga menyebabkan ketidaksamaan,
disebut ketidaksamaan deklinasi (declinational inequality), dengan
periode 13.66 hari (seperdua dari satu bulan tropis atau tropical month).

8.4. FAKTOR-FAKTOR ALAM YANG MEMPENGARUHI PASUT


Pada hakekatnya, pasut di laut lebih kompleks dibanding dengan
model pasang yang ideal. Di laut, pengaruh dasar, letak pulau dan benua
serta efek Coriolis mempunyai peranan penting terhadap pasut.
Dasar perairan, utamanya pada perairan dangkal, akan
memperlambat perambatan pasang; sehingga suatu tempat dapat
mempunyai Lunitidal Interval yang besar.Tahanan dasar laut juga dapat
memperkecil pasang, sehingga terdapat perairan yang mempunyai
pasang yang sangat kecil. Pantai atau pulau dapat pula menyebabkan
refraksi atau refleksi gelombang pasang. Begitu pula gaya Coriolis dapat
mengubah arah perambatan pasang.
Oleh karena faktor-faktor ini, keadaan pasang di bumi sangat
berbeda satu sama lain. Akibat adanya fenomena peredaman, pematahan
dan pemantulan, komponen pasang mengalami perubahan-perubahan
yang tidak sama. Beberapa tempat misalnya, hanya mengalami pasang
satu kali, sedang di tempat lain dua kali.

VIII - 8
Pengantar Fisika Oseanografi

Dilihat dari perbandingan magnitude dari komponen-komponen


pasang berganda maupun tunggal dari suatu perairan, pasang dapat
dibagi dalam empat golongan. Indeks yang dipakai untuk membuat
klasifikasi ini adalah perbandingan antara amplitudo dari komponen-
komponen tunggal (K1 dan O1) dengan komponen-komponen berganda
(M2 dan S2); perbandingan ini dikenal sebagai Bilangan Formzahl, F,
dimana:
K1 + O1
F= 8.2.
M 2 + S2

Empat golongan pasang yang di maksud adalah;


1. Pasang Semi Diurnal Murni, dimana nilai F terletak antara 0 –
0.25; bentuknya seperti pada Gambar 8.5.a; contohnya di
Indonesia adalah Selat Sumatera dari Bagansiapiapi ke arah utara.
2. Pasang Campuran Semi Diurnal (mixed tide predominantly semi-
diurnal), dimana semi-diurnal masih dominan (Gambar 8.5.b.); nilai
F terletak antara 0.25 – 1.5; contohnya perairan Indonesia bagian
Timur. Jenis ini, masih terjadi dua kali pasang setiap harinya,
namun pasang yang satu akan jauh lebih kecil dibanding yang
selainnya.
3. Pasang Campuran Diurnal (mixed tide predominantly diurnal),
dimana diurnal lebih dominan (Gambar 8.5.c); nilai F terletak
antara 1.5 – 3.0. Hanya terlihat satu kali pasang dan satunya lagi
sudah hilang namun masih terlihat pelandaiannya; contohnya Laut
Jawa.
4. Pasang Berganda Murni (Gambar 8.5.d); dengan F lebih besar
dari 3.0; contohnya Selat Bangka dan Selat Karimata.

Terkadang kombinasi dari jenis pasang di atas dapat terjadi pada suatu
perairan. Di Selat Bangka misalnya, dalam periode 2 minggu terdapat
kombinasi 2, 3 dan 4. Pada umumnya pasang di Selat Bangka adalah
pasang tunggal (diurnal), tapi pada waktu sekitar neap tide, jelas terlihat
pasang campuran dimana pasang semi diurnal menonjol.
VIII - 9
Pengantar Fisika Oseanografi

Gambar 8.5. Golongan Pasang Formzahl

Oleh karena itu, pada dasarnya M2 dan S2 merupakan perturbasi kecil


pada sistem pasang di Selat Bangka, dan hanya kelihatan pada waktu
komponen-komponen pasang tunggal kecil pengaruhnya.

8.5. TITIK AMPHIDROMIK


Tempat-tempat di di permukaan bumi ini ada yang mengalami
pasang pada waktu yang sama. Garis yang menghubungkan tempat-
tempat tersebut disebut Garis Co-Phase. Tempat-tempat yang terletak
pada garis co-phase tersebut tidak selamanya mengalami tinggi pasang

VIII - 10
Pengantar Fisika Oseanografi

(tidal range) yang sama. Ada tempat yang mempunyai tidal range yang
sama tetapi tidak mengalami pasang pada waktu yang sama. Garis yang
menghubungkan tempat yang mempunyai tidal range yang sama disebut
Co-Range.
Oleh karena adanya pengaruh distribusi pantai dan gaya Coriolis,
ada tempat di laut yang tidak mengalami osilasi pasang. Tempat-tempat
tersebut disebut Titik Amphidromik. Garis yang memencar dari titik
amphidromik adalah garis co-phase sedangkan garis yang melingkari titik
amphidromik adalah garis co-range.

8.6. PASUT DI MARGINAL SEAS


Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pasang terjadi karena ada
gradien gaya horisontal dari Tenaga Pembangkit Pasut (Tide Generating
Force, TGF). Pada perairan yang sempit, seperti pada marginal seas,
gaya horisontal TGF hampir sama. Oleh karenanya, gradien gaya
horisontal dapat dikatakan menghampiri nol; akibatnya pasut tidak akan
terjadi pada marginal seas. Tapi kenyataannya, semua perairan di bumi ini
yang berhubungan dengan lautan bebas, pasti mengalami pasut. Pasut-
pasut tersebut adalah hasil perambatan gelombang pasut dari perairan
bebas melalui mulut perairan (selat); dengan kata lain, marginal seas turut
berosilasi sesuai gelombang pasut di laut bebas. Pasut seperti itu disebut
Co-Oscillating Tides. Sebagai contoh, pasut di Indonesia adalah hasil
perambatan gelombang pasang dari Samudera Hindia dan Pasifik.
Pasut yang masuk ke marginal seas ini akan mengalami perubahan
dalam komposisi pasut dan karakternya (amplitudo dan fase). Hal ini
disebabkan oleh faktor dimensi dari perairan dan distribusi dari pantai.
Amplitudo dan fase dari pasut pada perairan teluk (setengah tertutup)
sangat ditentukan oleh kedalaman dari perairan dan dimensi longitudinal
dari teluk. Salah satu identitas dari perairan teluk adalah frekuensi lokal
(local frequency) yang besarnya ditentukan dengan persamaan;
2πc
ω= 8.3.
λ
VIII - 11
Pengantar Fisika Oseanografi

Dimana c: gh
h : kedalaman perairan
λ : panjang gelombang
Apabila frekuensi gelombang
pasut mendekati frekuensi lokal
ini, maka akan terjadi
amplifikasi dari amplitudo
gelombang yang datang.
Banyak contoh-contoh dimana
pasut pada teluk-teluk atau
kanal-kanal jauh lebih besar

Gambar 8.6. Bay of Fundy dari pasut di perairan bebas,


misalnya Bay of Fundy di Canada (Gambar 8.6.)
Pada perairan dangkal, perambatan pasut diperlambat oleh tahanan
geser dari dasar perairan. Besarnya tahanan ini berbanding pangkat dua
dengan kecepatan arus, yang diberikan oleh persamaan:

D = d .U 2 8.4.

Dimana D : tahanan dasar


d : koefisien geser
U : kecepatan arus pasut
Hal ini menyebabkan timbulnya komponen-komponen baru di
perairan dangkal yang frekuensinya merupakan penjumlahan linier dari
kombinasi komponen-komponen pasut utama (seperti M2 dan S2). Oleh
karena komponen-komponen ini hanya terjadi pada perairan dangkal,
maka disebut shallow water tides; contohnya M4, M6, M8, S4, MS4 dan
sebagainya. Subskrip pada komponen baru ini menunjukkan jumlah
pasang yang terjadi dalam satu hari; sehingga M4 berarti terjadi 4 kali
pasang dalam sehari; MS4 merupakan kombinasi M2 dan S2 dan
seterusnya.

VIII - 12

Anda mungkin juga menyukai