Lampiran Khusus 1a
Kompetensi Dasar:
3.10 Memahami data dalam lampiran khusus nomor 1a.
Berdasarkan penjelasan pasal 11 ayat (1 dan 2) Undang Undang nomor 7 tahun 1983
stdtd Undang Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh)
dikatakan bahwa metode penyusutan yang dibolehkan berdasarkan ketentuan ini
dilakukan:
1. dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi
harta tersebut (metode garis lurus atau straight-line method); atau
2. dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas
nilai sisa buku (metode saldo menurun atau declining balance method).
Penggunaan metode penyusutan atas harta harus dilakukan secara taat asas. Untuk
harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus.
Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau
metode saldo menurun. Dalam hal Wajib Pajak memilih menggunakan metode saldo
menurun, nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus. Sesuai
dengan pembukuan Wajib Pajak, alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis
dapat disusutkan dalam satu golongan.
Metode ini dasar penyusutannya adalah harga perolehan dengan menganggap aktiva
tetap akan memberikan kontribusi yang merata (tanpa fluktuasi) disepanjang masa
penggunaannya, sehingga aktiva tetap akan mengalami tingkat penurunan fungsi yang
sama dari periode ke periode hingga aktiva ditarik dari penggunaannya.
Metode ini termasuk yang paling luas dipakai. Untuk penerapan “Matching Cost
Principle”, metode garis lurus dipergunakan untuk menyusutkan aktiva-aktiva yang
fungsionalnya tidak terpengaruh oleh besar kecilnya volume produk/jasa yang
dihasilkan. Misalnya : bangunan, peralatan kantor
Metode ini sesuai jika dipergunakan untuk jenis aktiva tetap yang tingkat
kehausannya tergantung dari volume produk yang dihasilkan, yaitu jenis aktiva mesin
produksi.
Cara perlakuan nilai sisa buku suatu aktiva tetap pada akhir masa manfaat yang
disusutkan dengan metode saldo menurun adalah nilai sisa buku suatu aktiva pada
akhir masa manfaat yang disusutkan dengan metode saldo menurun harus disusutkan
sekaligus.
Biaya yang boleh dikurangi dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai
hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan, biaya-biaya dan penyusutan. Biaya
yang tidak boleh dikurangi dari penghasilan bruto adalah biaya yang tidak mempunyai
hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan, biaya-biaya dan penyusutan.
Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan
sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi.
Walaupun demikian, tidak ada larangan jika wajib pajak melakukan amortisasi atas
biaya sewa tersebut. Larangan hanya untuk pembebanan sekaligus. Metode untuk
penyusutan dan amortisasi untuk keperluan pajak sebagai berikut:
a. Garis Lurus (GL), yaitu dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama
masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.
b. Saldo Menurun (SM), yaitu dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama
masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa
buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan
syarat dilakukan secara taat asas.
TARIF DEPRESIASI
KELOMPOK HARTA MASA
BERWUJUD MANFAAT
GARIS LURUS SALDO MENURUN
II. Bangunan
Permanen 20 tahun 5% –
Tidak Permanen
10 tahun 10% –
Kelompok 1
Nomor
Jenis Usaha Jenis Harta
1 Semua jenis usaha a. Mebel dan peralatan dari kayu atau rotan termasuk meja,
bangku, kursi, lemari dan sejenisnya yang bukan bagian dari
bangunan.
b. Mesin kantor seperti mesin tik, mesin hitung, duplikator,
mesin fotokopi, mesin akunting/pembukuan, komputer,
printer, scanner dan sejenisnya.
Pertanian, perkebunan, Alat yang digerakkan bukan dengan mesin seperti cangkul,
2
kehutanan, peternakan, perikanan, garu dan lain-lain.
Industri makanan dan Mesin ringan yang dapat dipindah-pindahkan seperti, huller,
3
minuman pemecah kulit, penyosoh, pengering, pallet, dan sejenisnya.
Transportasi dan Mobil taksi, bus dan truk yang digunakan sebagai angkutan
4
Pergudangan umum.
Jasa Persewaan
Anchor, Anchor Chains, Polyester Rope, Steel Buoys, Steel
6 Peralatan Tambat Air
Wire Ropes, Mooring Accessoris.
Dalam
Jasa telekomunikasi
7 Base Station Controller
selular
Kelompok 2
1 Semua jenis usaha a. Mebel dan peralatan dari logam termasuk meja,
Nomor Jenis Harta
Jenis Usaha
Transportasi dan c. Kapal yang dibuat khusus untuk menghela atau
7
Pergudangan mendorong kapal-kapal suar, kapal pemadam kebakaran,
kapal keruk, keran terapung dan sejenisnya yang
mempunyai berat sampai dengan 100 DWT;
Air Dalam
Kelompok 3
Pertambangan
Mesin-mesin yang dipakai dalam bidang pertambangan,
1 selain minyak dan
termasuk mesin-mesin yang mengolah produk pelikan.
gas
Kelompok 4
Bangunan Permanen
Pengertian Bangunan Permanen adalah bangunan yang bersifat tetap dan terbuat dari
bahan yang tahan lama atau bangunan yang dapat tidak dapat dipindah-pindahkan,
yang mempunyai masa manfaat 20 (dua puluh) tahun.Contoh Bangunan Permanen
antara lain :
Dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1994 menjelaskan bahwa pada umumnya dalam
jual beli harta, harga perolehan harta bagi pihak pembeli adalah harga yang
sesungguhnya dibayar dan harga penjualan bagi pihak penjual adalah harga yang
sesungguhnya diterima. Termasuk dalam harga perolehan adalah harga beli dan biaya
yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh harta tersebut, seperti bea masuk, biaya
pengangkuta, biaya pemasangan, biaya asuransi waktu pemasangan, biaya komisi,
biaya balik nama dan lain-lain.
Dalam jual beli yang dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 ayat (4) UU PPh, maka bagi pihak pembeli nilai perolehannya adalah jumlah
yang seharusnya dibayar dan bagi pihak penjual nilai penjualannya adalah jumlah
yang seharusnya diterima. Adanya hubungan istimewa antara pembeli dan penjual
dapat menyebabkan harga, perolehan menjadi lebih besar atau lebih kecil
dibandingkan dengan jika jual beli tersebut tidak dipengaruhi oleh hubungan
istimewa. Oleh karena itu dalam ketentuan ini diatur bahwa nilai perolehan atau nilai
penjualan harta bagi pihak-pihak yang bersangkutan adalah jumlah yang seharusnya
dikeluarkan atau yang seharusnya diterima.
Adapun hubungan istimewa yang dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) UU No. 36 Tahun
2008 adalah sebagai berikut.
a. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling
rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib
Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib
Pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut
terakhir;
b. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak
berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
c. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan
lurus dan/atau ke samping satu derajat.
Contoh Soal:
PT.Citra Nusa yang beroperasi di Kota Bogor membeli sebuah mesin dari perusahaan
supplier di Cikarang seharga Rp100.000.000, PPh 22 sebesar 7,5% PT Citra Nusa,
mesin dikirim via kurir yang ditunjuk, ongkos kirim dari Cikarang ke Bogor sebesar
Rp1000.000 dan instalasi pemasangan mesin memakan biaya Rp.500.000 dan asuransi
pengiriman sebesar Rp150.000. Tentukan harga perolehan mesin tersebut!
Pembahasan :
Jika diuraikan semua pengeluaran untuk memperoleh mesin tersebut adalah sebagai
berikut :
Pembelian Mesin Rp 100.000.000
PPh 22 Rp 7.500.000
Ongkos kirim Rp 1.000.000
Asuransi Rp 150.000
Biaya Instalasi Rp 500.000 +
Rp 109.150.000
Penentuan harga perolehan dan harga penjualan aktiva tetap dapat terjadi dalam
beberapa situasi atau kondisi. Situasi atau kondisi yang dimaksud, diantaranya saat
jual beli harta, tukar menukar harta, pengambilalihan usaha, hibah/ bantuan/
sumbangan, pengalihan harta termasuk setoran tunai sebagai pengganti penyertaan
modal, serta penilaian atau pemakaian persediaan. Berikut ini masing-masing
penjelasannya.
Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak
dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4)
adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila
terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau
diterima.
Contoh Kasus :
CV AXA menjual mobil kepada CV BETA dengan harga Rp100.000.000, tetapi harga
pasar/nilai wajar dari mobil tersebut adalah Rp150.000.000. Nilai buku mobil tersebut
bagi CV AXA adalah Rp90.000.000.
Jika CV AXA dan CV BETA ada hubungan istimewa. Harga penjualan adalah harga
pasar wajar yakni Rp150.000.000, sehingga keuntungan yang diperoleh oleh CV
AXA sebesar Rp50.000.000.
Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah
jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar.
Contoh Kasus :
Pada prinsipnya apabila terjadi pengalihan harta, penilaian harta yang dialihkan
dilakukan berdasarkan harga pasar. Pengalihan harta tersebut dapat dilakukan dalam
rangka pengembangan usaha berupa penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, dan pengambilalihan usaha. Selain itu pengalihan tersebut dapat
dilakukan pula dalam rangka likuidasi usaha atau sebab lainnya. Selisih antara harga
pasar dengan nilai sisa buku harta yang dialihkan merupakan penghasilan yang
dikenakan pajak.
Contoh:
PT A PT B
Pada dasarnya, penilaian harta yang diserahkan oleh PT A dan PT B dalam rangka
peleburan menjadi PT C adalah harga pasar dari harta. Dengan demikian, PT A
mendapat keuntungan sebesar Rp100.000.000,00 (Rp300.000.000,00 –
Rp200.000.000,00) dan PT B mendapat keuntungan sebesar Rp150.000.000,00
(Rp450.000.000,00 – Rp300.000.000,00). Sedangkan PT C membukukan semua harta
tersebut dengan jumlah Rp750.000.000,00 (Rp300.000.000,00 + Rp450.000.000,00).
Namun dalam rangka menyelaraskan dengan kebijakan di bidang sosial, ekonomi,
investasi, moneter dan kebijakan lainnya, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk
menetapkan nilai lain selain harga pasar, yaitu atas dasar nilai sisa buku (“pooling of
interest”). Dalam hal demikian PT C membukukan penerimaan harta dari PT A dan
PT B tersebut sebesar Rp 500.000.000,00 (Rp 200.000.000,00 + Rp 300.000.000,00).
4. Hibah/Bantuan/Sumbangan
Dalam hal terjadi penyerahan harta karena hibah, bantuan, sumbangan yang
memenuhi syarat dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a atau warisan, maka nilai perolehan
bagi pihak yang menerima harta adalah nilai sisa buku harta dari pihak yang
melakukan penyerahan. Apabila Wajib Pajak tidak menyelenggarakan pembukuan
sehingga nilai sisa buku tidak diketahui, maka nilai perolehan atas harta ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pajak.
Dalam hal terjadi penyerahan harta karena hibah, bantuan, sumbangan yang tidak
memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a, maka nilai
perolehan bagi pihak yang mengalihkan adalah harga pasar.
Adapun syarat yang adala dalam pasal 4 ayat (3) huruf a UU No. 36 Tahun 2008
adalah sebagai berikut.
1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima
oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib
bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga
keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh
penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah; dan
2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,
koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara
pihak-pihak yang bersangkutan;
Contoh Kasus :
a. CV Sinar menghibahkan mobil kepada Yayasan Panti Jompo. Nilai buku mobil
tersebut bagi CV Sinar adalah Rp100.000.000 dan Harga Pasarnya Rp150.000.000.
Harga pengalihan mobil tersebut adalah sebesar nilai bukunya Rp100.000.000,
sehingga tidak ada keuntungan yang diakui oleh CV Sinar. Demikian juga bagi
Yayasan Panti Jompo, harga perolehan mobil adalah sebesar Rp100.000.000
b. CV Sinar menghibahkan mobil kepada Tuan Han yang merupakan salah satu
mitra bisnis CV Sinar. Nilai buku mobil tersebut bagi CV Sinar adalah
Rp100.000.000 dan harga pasarnya Rp150.000.000. Mobil tersebut bagi Tuan Han
merupakan objek pajak, karena antara CV Sinar dan Tuan Han terdapat hubungan
usaha. Harga pengalihan mobil tersebut adalah sebesar harga pasarnya
Rp150.000.000. Sehingga keuntungan yang diakui oleh CV Sinar sebesar
Rp50.000.000. Bagi Tuan Han, Harga Perolehan mobil adalah sebesar
Rp150.000.000.
Penyertaan Wajib Pajak dalam permodalan suatu badan dapat dipenuhi dengan
setoran tunai atau pengalihan harta. Penilaian harta yang diserahkan sebagai pengganti
saham atau penyertaan modal akan dinilai berdasarkan nilai pasar dari harta yang
dialihkan tersebut.
Contoh:
Wajib Pajak X menyerahkan 20 unit mesin bubut yang nilai bukunya adalah
Rp25.000.000,00 kepada PT Y sebagai pengganti penyertaan sahamnya dengan nilai
nominal Rp20.000.000,00. Harga pasar mesin-mesin bubut tersebut adalah
Rp40.000.000,00. Dalam hal ini PT Y akan mencatat mesin bubut tersebut sebagai
aktiva dengan nilai Rp40.000.000,00 dan sebesar nilai tersebut bukan merupakan
penghasilan bagi PT Y. Selisih antara nilai nominal saham dengan nilai pasar harta,
yaitu sebesar Rp20.000.000,00 (Rp40.000.000,00 – Rp20.000.000,00) dibukukan
sebagai agio. Bagi Wajib Pajak X selisih sebesar Rp15.000.000,00 (Rp40.000.000,00
– Rp25.000.000,00) merupakan Objek Pajak.
Pada umumnya terdapat 3 (tiga) golongan persediaan barang, yaitu barang jadi atau
barang dagangan, barang dalam proses produksi, bahan baku dan bahan pembantu.
Penilaian persediaan barang hanya boleh menggunakan harga perolehan. Penilaian
pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok hanya boleh dilakukan
dengan cara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang didapat
pertama (“first-in first-out atau disingkat FIFO”). Sesuai dengan kelaziman, cara
penilaian tersebut juga diberlakukan terhadap sekuritas. Sekali Wajib Pajak memilih
salah satu cara penilaian pemakainan persediaan untuk penghitungan harga pokok
tersebtu, maka untuk tahun-tahun selanjutnya harus digunakan cara yang sama.
PT. Dongan Sahuta membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta
berwujud seharga Rp.100.000.000 pada tanggal 10 Juli 2009, maka pembebanan atas
biaya penyusutan aktiva tersebut berdasarkan metode garis lurus adalah sebagai
berikut :
PT. Ai So Ise membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta
berwujud seharga Rp.100.000.000 pada tanggal 10 Juli 2009, maka pembebanan atas
biaya penyusutan aktiva tersebut berdasarkan metode saldo menurun adalah sebagai
berikut :
Tahun
Harga Perolehan %Penyusutan Biaya Penyusutan Nilai Sisa Buku