Anda di halaman 1dari 4

Ayyuhal muslimuna ‘ibadallah, jama’ah shalat jum’at yang semoga dimuliakan

Allah ‘azza wajalla, barangkali kita sering menganggap bahwa amalan ataupun perbuatan
yang bernilai tinggi adalah sesuatu yang besar dan berat hitungannya. Sebagaimana
terungkap dalam sebuah kaedah yang disimpulkan berdasarkan hadits Rasulullah
shallallahu’alaihiwassalam, yaitu “AL AJRU ‘ALA QADRI MASYAQQAH” (Pahala yang
akan diraih, tergantung pada kadar kesulitan yang dialami)
Tetapi, ma’asyiral muslimin rahimani warahimakumullah, akan menjadi sebuah
kekeliruan bila anggapan ini menjadikan kita sering meremehkan perbuatan-perbuatan
kecil. Padahal sekecil apapun amalan, seringan apapun pengorbanan jika dikerjakan
dengan ikhlas, maka nilainya akan berlipat ganda di sisi Allah Azza wajalla.
Ma’asyiral muslimin a’azzani wa a’azzakumullah, jama’ah shalat jum’at yang
semoga dirahmati Allah, sahabat yang mulia Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah
menyampaikan sebuah hadits dari Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam, bahwa beliau
bersabda: “MAN TASHADDAQA BI’ADLI TAMRATIN MIN KASBIT THAYYIBI
WALA YASH’ADU ILALLAHI ILLAT THAYYIBU, FAINNALLAHA
YATAQABBALAHA BIYAMINIH, TSUMMA YURABBIHA LISHAHIBIHA KAMA
YURABBI AHADUKUM FALUWWAHU, HATTA TAKUNA MITSLAL JABALI” (Siapa
yang bersedekah dengan separuh kurma dari usaha yang halal, dan tidak akan sampai
kepada Allah melainkan yang baik, maka sungguh Allah akan menerima sedekah tersebut
dengan tangan kanan-Nya, kemudian Allah akan mengembangkannya untuk pemilik
sedekah tersebut seperti salah seorang dari kalian memelihara anak kudanya hingga
sedekah tadi akan menjadi sebesar gunung)
Sungguh betapa banyak amalan yang kecil tetapi berlipat ganda nilainya di sisi Allah
Azza wajalla, dan sebaliknya, banyak sekali amalan-amalan besar nan agung yang akhirnya
hanya menjadi debu yang beterbangan, terlebih jika amalan itu diselingi dengan praktik-
praktik kesyirikan, baik yang besar seperti berdoa dan memohon kepada orang-orang
shalih yang telah wafat, ataupun yang kecil seperti keinginan agar amalannya diperhatikan
dan didengar orang lain. Sungguh perkara syirik ini ma’asyiral muslimin rahimani
warahimakumullah, sehalus apapun bentuknya bukanlah perkara yang sepele, bagaimana
tidak, bahkan kepada kekasih-Nya , sosok yang telah Allah pilih secara khusus untuk diri-
Nya sebagai makhluk yang paling Dia cintai, Allah Azza wajalla tetap mewanti-wanti dari
perbuatan tersebut, Allah berfirman di dalam surah Az Zumar: “WALAQAD UHIYA
ILAIKA WAILAL LADZINA MIN QABLIKA LAIN ASYRAKTA LAYAHBATHANNA
‘AMALUK, WALATAKUNANNA MINAL KHASIRIN” (Dan sesungguhnya telah
diwahyukan kepadamu dan kepada para nabi sebelummu, jika kamu berbuat syirik, niscaya
akan terhapus amalanmu dan tentu kamu akan termasuk orang-orang yang merugi)
Allah subhanahu wata’ala juga berfirman di dalam surah Al Kahfi: “QUL HAL
NUNABBI’UKUM BIL AKHSARINA A’MALA, ALLADZINA DHALLA SA’YUHUM
FIL HAYATID DUNYA WAHUM YAHSABUNA ANNAHUM YUHSINUNA SHUN’A”
(Katakanlah, maukah Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling
merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam
kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka sedang berbuat
kebaikan)
Kaum muslimin yang saya hormati, bersama-sama mari kita ingat kembali sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim dari sahabat Abu Hurairah
radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda:

‫ْت‬
ُ ‫ قَاتَل‬:‫ال‬ َ َ‫يها؟ ق‬ َ ِ‫ْت ف‬ َ َ‫ ق‬،‫ فَأُِِتَ بِهِ فَ َع َّرفَهُ نِ َع َمهُ فَ َع َرفَ َها‬،‫استُ ْش ِه َد‬
َ ‫ فَ َما عَ ِمل‬:‫ال‬ ِ ِ ِ
ْ ‫ضى يَ ْو َم الْقيَ َامة عَل َْيه َر ُج ٌل‬ ِ ‫إِ َّن أ ََّو َل الن‬
َ ‫َّاس يُ ْق‬
‫ب عَلَى َو ْج ِههِ َح ََّّت أُل ِْق َي ِِف‬ ِ َ‫ ُُثَّ أ ُِمر بِهِ ف‬.‫ فَ َق ْد قِيل‬،‫ ج ِريء‬:‫ال‬ ِ َ ‫َّك قَاتَ ل‬ َ ‫ َولَكِن‬،‫ت‬ ُ ‫استُ ْش ِه‬ َ ِ‫ف‬
َ ‫سح‬ ُ َ َ ٌ َ َ ‫ْت ِلَ ْن يُ َق‬ َ ْ‫ َك َذب‬:‫ال‬
َ َ‫ ق‬.‫دت‬ ْ ‫يك َح ََّّت‬
،‫النَّا ِر‬
“Sesungguhnya orang yang pertama kali diputuskan perkaranya adalah; seseorang
yang mati syahid. Kemudian dihadapkan (kepada Allah) lalu diperlihatkan kepadanya
nikmatnya, dan dia mengenalnya. Allah bertanya, ‘Apa yang engkau perbuat dengan
kenikmatan itu?’ Orang itu berkata, ‘Saya berperang demi Engkau hingga mati syahid.’
Allah berfirman, ‘Engkau dusta. Sebetulnya engkau berperang agar dikatakan pemberani,
dan itu sudah diucapkan (orang).’ Lalu dia dibawa dalam keadaan diseret di atas mukanya
sampai dilemparkan ke dalam neraka.

ُ‫ت الْعِلْ َم َو َعلَّ ْمتُه‬ َ َ‫ْت فِ َيها؟ ق‬


ُ ‫ تَ َعلَّ ْم‬:‫ال‬ َ ‫ فَ َما َع ِمل‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫ فَ َع َّرفَهُ نِ َع َمهُ فَ َع َرفَ َها‬،ِ‫ فَأُِِتَ بِه‬،‫َو َر ُج ٌل تَ َعلَّ َم الْعِل َْم َو َعلَّ َمهُ َوقَ َرأَ الْقُ ْرآ َن‬
‫ب‬ ِ َ‫ ُُثَّ أ ُِمر بِهِ ف‬.‫ فَ َق ْد قِيل‬،‫ئ‬ ٌ ‫ ُه َو قَا ِر‬:‫ال‬ َ ‫ َوقَ َرأ‬،ٌ‫ َع ِاِل‬:‫ال‬
َ ‫ْت الْقُ ْرآ َن لِيُ َق‬ َ ‫ْم لِيُ َق‬ ِ َ ‫َّك تَ َعلَّم‬ ِ َ ْ‫ َك َذب‬:‫ال‬ َ ِ‫ْت ف‬
َ ‫سح‬ ُ َ َ َ ‫ت الْعل‬ ْ َ ‫ت َولَكن‬ َ َ‫ ق‬.‫يك الْقُ ْرآ َن‬ ُ ‫َوقَ َرأ‬
‫عَلَى َو ْج ِههِ َح ََّّت أُل ِْق َي ِِف النَّا ِر‬
Berikutnya adalah orang yang menuntut ilmu (syariat), mengajarkannya, dan
membaca Al-Qur’an. Dia dibawa ke hadapan Allah, diperlihatkan nikmatnya, lalu dia
mengenalnya. Allah bertanya, ‘Apa yang engkau perbuat padanya?’ ‘Saya mencari ilmu
dan mengajarkannya serta membaca Al-Qur’an karena Engkau,’ jawabnya. Kata Allah,
‘Kamu dusta. Sebetulnya engkau mencari ilmu agar dikatakan alim dan membaca Al-
Qur’an agar digelari qari. Sungguh, semua itu sudah diucapkan (orang).’ Dia pun dibawa
dalam keadaan diseret di atas mukanya lalu dilemparkan ke dalam neraka.

َ َ‫ْت فِ َيها؟ ق‬ َ َ‫ ق‬،‫ فَأُِِتَ بِهِ فَ َع َّرفَهُ نِ َع َمهُ فَ َع َرفَ َها‬،ِ‫ال ُكلِِّه‬ ِ َ‫َصن‬ ِ
‫ت‬
ُ ‫ َما تَ َرْك‬:‫ال‬ َ ‫ فَ َما عَ ِمل‬:‫ال‬ ِ ‫اف ال َْم‬ ْ ‫َو َر ُج ٌل َو َّس َع هللاُ عَلَيْهِ َوأَ ْعطَاهُ م ْن أ‬
‫ب‬ ِ َ‫ ُُثَّ أ ُِمر بِهِ ف‬.‫ فَ َق ْد قِيل‬،‫ ُهو جوا ٌد‬:‫ال‬ ِ َ ‫َّك فَعل‬ ِ َ ْ‫ َك َذب‬:‫ال‬ َ ِ‫ت ف‬ َ ِ‫ب أَ ْن يُْن َف َق ف‬
ُ ‫يها إِالَّ أَنْ َف ْق‬ ُّ ‫يل ُُِت‬ٍ ِ‫ِم ْن َسب‬
َ ‫سح‬ ُ َ َ َ َ َ َ ‫ْت ليُ َق‬ َ َ ‫ َولَكن‬،‫ت‬ َ َ‫ ق‬.‫َك‬َ ‫يها ل‬
‫ ُُثَّ أُل ِْق َي ِِف النَّا ِر‬،ِ‫َعلَى َو ْج ِهه‬
Dan terakhir adalah orang yang telah Allah beri kelapangan hidup serta kelebihan
harta benda, lantas dia dihadapkan kepada Allah, dan diperlihatkan nikmatnya, lalu dia
mengakuinya. Allah bertanya, ‘Apa yang engkau perbuat padanya?’ ‘Tidak pernah saya
lewatkan satu jalan yang Engkau cintai untuk saya berinfak padanya, melainkan saya
melakukannya karena Engkau,’ katanya. Allah berfirman, “Kamu dusta. Sebetulnya kamu
berbuat demikian agar dikatakan dermawan, dan itu sudah diucapkan (orang).’ Lalu dia
diseret di atas mukanya hingga dilemparkan ke dalam neraka.”[2]
Lihatlah betapa sia-sia amalan mereka. Perbuatan mulia nan agung yang mereka
kerjakan, pengorbanan besar yang mereka persembahkan ternyata berujung di neraka.
Wal’iyadzubillah, FA’TABIRU YA ULIL ABSHAR

Ma’asyiral muslimin, jama’ah shalat jum’at yarhamukumullah, perkara tauhid,


yang berinti keikhlasan, demikian tinggi dan besar pengaruhnya dalam diri dan kehidupan
seorang insan. Terlebih bagi seorang mukmin. Sampai dosa yang besar sekalipun, akan
lebur dengan adanya tauhid dan keikhlasan yang murni dalam hati seseorang.
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari Anas radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Allah berfirman,
ً‫ض َخطَايَا ث ُ َّم لَقِيتَنِي ََل تُش ِْركُ بِي شَيْئ ًا َْلَتَيْت ُكَ بِقُ َرابِهَا َمغْفِ َرة‬
ِ ‫يَا ابْ َن آ َد َم إِنَّكَ لَ ْو أَتَيْتَنِي بِقُ َرابِ ْاْل َ ْر‬
‘Hai anak Adam, seandainya engkau datang kepada-Ku membawa dosa sepenuh
bumi, kemudian engkau menghadap-Ku tanpa menyekutukan-Ku dengan sesuatu pun,
sungguh Aku pasti datangkan kepadamu ampunan sepenuh itu pula’
Diantara contoh buah dari ketauhidan dan keikhlasan yang dimiliki seseorang
adalah sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
‫س َرائِي َل فَنَ َزعَتْ ُموقَهَا فَسَقَتْهُ فَ غُفِ َر لَهَا ِب ِه‬
ْ ِ‫ش إِذْ َرأَتْهُ بَ ِغ ٌّي ِمنْ بَغَايَا بَنِي إ‬
ُ َ‫ِيف ِب َر ِكيَّ ٍة كَا َد يَقْتُلُهُ الْعَط‬ ٌ ْ‫بَيْنَ َما كَل‬
ُ ‫ب يُط‬
“Suatu ketika ada seekor anjing yang berputar-putar mengelilingi sebuah sumur,
dalam keadaan hampir mati kehausan. Tiba-tiba seorang pelacur dari kalangan Bani Israil
melihatnya. Kemudian wanita itu melepas sepatunya lalu memberi minum anjing tersebut.
Karena perbuatannya itu, diapun diampuni oleh Allah.”
Di suatu siang yang begitu terik, ketika tanah dan batu tak ubahnya tungku api
raksasa yang siap membakar segala sesuatu di atasnya. Seekor anjing berjalan tertatih-tatih
sambil menjulurkan lidah, dengan rasa panik karena kehausan, dia mengitari sebuah sumur
sambil memikirkan bagaimana caranya untuk minum, karena airnya jauh berada di dasar
sumur. Anjing itu tidak sekadar berusaha, karena anjing juga makhluk Allah subhanahu
wa ta’ala, yang bahkan bisa lebih mulia dari kebanyakan makhluk yang berpakaian. Anjing
juga ciptaan Allah subhanahu wa ta’ala. Bahkan, ada yang lebih taat kepada Penciptanya
daripada sebagian orang yang memakai sorban.
Pernah dinukil dari sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
“Seekor anjing yang tepercaya lebih baik daripada manusia yang berkhianat.” Itulah seekor
anjing. Dia juga bertasbih, beribadah, berdoa dengan cara yang Allah tentukan bagi
mereka.
Di dalam surah Al Isra’, Allah berfirman:
َ ‫س ۡب ُع َوٱ ْۡل َ ۡرضُ َو َمن فِي ِه َّۚ َّن َو ِإن مِن ش َۡيءٍ ِإ ََّل ُي‬
َّۚۡ‫س ِب ُح ِبح َۡم ِد ِهۦ َو َٰلَكِن ََّل ت َۡفقَهُو َن ت َۡس ِبي َحهُم‬ َّ ‫س َٰ َم َٰ َوتُ ٱل‬
َّ ‫س ِب ُح لَهُ ٱل‬
َ ُ‫ت‬
“Tujuh lapis langit, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah.
Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pasti bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kalian
tidak memahami tasbih mereka….”
Sambil berputar-putar dia berdoa dengan cara yang hanya dimengerti oleh
Penciptanya subhanahu wa ta’ala. Dan Allah subhanahu wa ta’ala adalah Dzat Yang Maha
Pengasih lagi Penyayang kepada hamba-hamba-Nya, siapa pun dia, makhluk apa pun itu.
Apa pun pekerjaannya dan bagaimana statusnya. Semua yang ada di langit dan di bumi,
Allah subhanahu wa ta’ala adalah Dzat Yang mengatur dan menjamin rezeki mereka.
Walaupun itu seekor anjing, Allah Azza wajalla tetap memerhatikan kebutuhannya.
Akhirnya lewatlah seorang wanita Bani Israil, yang dikenal sebagai baghiy (pelacur).
Ketika melihat seekor anjing yang kehausan sama seperti dirinya, dia segera menuruni
sumur itu sambil membawa sepatunya dan keluar dari dalam sumur dengan sepatu yang
telah berisi air lalu meminumkannya kepada hewan tersebut, sementara dirinya masih
kehausan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan bahwa Allah telah
mengampuni dosa-dosanya. Hanya karena memberi minum seekor anjing, wanita itu
diampuni oleh Allah Azzaa wajalla. Padahal, pekerjaannya selama ini bukanlah pekerjaan
yang mulia bahkan termasuk deretan dosa besar.
Allah berfirman,
ً ‫َو ََل ت َۡق َربُواْ ٱ ِلزنَ َٰى إِنَّهُۥ كَا َن َٰفَحِ شَةً َوسَا َء سَ ِب‬
‫يل‬

“Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji, serta jalan yang buruk.” (al-Isra: 32)
Maka kaum muslimin a’azzani wa a’azzakumullah, tentu saja, semua perbuatan baik
yang kita kerjakan harus didasari oleh keimanan yang murni dan bersih dari kesyirikan,
sebagaimana ditegaskan dalam hadits Anas radhiyallahu ‘anhu di atas. Kalau tidak, belum
tentu para pelaku kenistaan seperti baghiy yang telah dikisahkan tadi, akan memperoleh
ampunan hanya karena memberi minum seekor anjing. Mudah-mudahan Allah subhanahu
wa ta’ala memelihara keikhlasan itu dalam hati kita sampai kita menghadap-Nya. Amin.

Anda mungkin juga menyukai