Saat itu, dirinya menilai perlu ada simbol pemersatu bangsa untuk melawan
segala bentuk penjajahan.
Sejumlah tokoh yang turut mendirikan organisasi ini antara lain, Dr Soetomo,
Soeraji Tirtonegoro, Goenawan Mangoenkoesoemo, Gondo Soewarno,
Soelaiman, Angka Prodjosudirdjo, M. Soewarno, Moehammad Saleh, dan
RM. Goembrek.
Namun ada satu sosok yang berperan penting dan menginspirasi yaitu dr.
Wahidin Soedirohusodo, yang juga alumni STOVIA.
dr. Wahidin sering pergi ke kota-kota besar di Jawa untuk mengkampanyekan
gagasan mengenai bantuan dana bagi pelajar pribumi berprestasi yang tidak
mampu sekolah.
Saat itulah, ia bertemu dengan pendiri Budi Utomo. dr. Wahidin mencetuskan
ide untuk mencerdaskan bangsa melalui ‘studiefonds’ atau dana pendidikan
agar tidak mudah diadu oleh penjajah.
Hal itu membuat Soetomo dan kawannya yang memiliki rasa nasionalisme
perjuangan yang tinggi menyepakati pembentukan Budi Utomo, yang menjadi
cikal bakal dibentuknya Hari Kebangkitan Nasional.
Awalnya, organisasi Budi Utomo hanya bergerak pada bidang sosial dan
budaya. Sejumlah sekolah bernama Boedi Oetomo didirikan untuk
memajukan kebudayaan Jawa.
Anggota Budi Utomo pun terdiri atas kalangan yang berasal dari suku Jawa
dan Madura. Organisasi ini mulai bergerak di bidang politik pada tahun 1915.
Hal ini dipicu oleh Perang Dunia I.
Pada tahun 1920, organisasi Budi Utomo mulai menerima anggota dari
kalangan masyarakat biasa.
Saat itu, bangsa Indonesia dinilai butuh pemersatu. Bung Karno pun memilih
berdirinya organisasi Boedi Oetomo sebagai awal dari kebangkitan bangsa
Indonesia melawan para penjajah.