Anda di halaman 1dari 2

KAITAN ANTARA PELAKSANAAN KULIAH SECARA HYBRID DI

FAPERTA UNPAD DENGAN PEMANASAN GLOBAL

DIAN FEBRIANTI MANURUNG


150610220003

Pada awal 2020, adanya pandemi COVID-19 menyebabkan pembatasan kontak fisik
antara satu sama lain, dimana hal ini menyebabkan adanya metode pembelajaran baru yaitu
Hybrid Learning. Hybrid Learning ada guna mengatasi permasalahan pembatasan kontak fisik
yang berpengaruh terhadap jalannya proses pembelajaran di perkuliahan. Namun, adanya
pembatasan kontak fisik dan juga pengimplementasian hybrid learning menyebabkan adanya
penurunan emisi gas rumah kaca yang menjadi penyebab dari pemanasan global.
Hybrid Learning adalah metode belajar dengan penggabungan pembelajaran daring dan
pembelajaran tatap muka dimana dalam pelaksanaannya, peserta didik dan tenaga pendidik tidak
diwajibkan untuk bertatap muka secara langsung. Dalam pelaksanaannya juga, terdapat beberapa
metode. Yang pertama adalah kelas dibagi dua secara berkala, yaitu secara offline dan secara
online. Dalam metode ini, kelas dijadwalkan secara berkala, misal dalam seminggu kelas tatap
muka dijadwalkan sebanyak 2 kali, dan untuk kelas daring sebanyak 3 kali. Tujuan metode ini
dilakukan adalah untuk tetap mempertahankan kelas tatap muka dimana metode tatap muka
sebenarnya tetap diperlukan dalam pembelajaran untuk meningkatkan interaksi sosial antar
mahasiswa, terutama karena sejak pandemi masuk, interaksi sosial dalam perkuliahan sangat
minim.
Metode yang kedua adalah dengan adanya kolaborasi dalam pelaksanaan pembelajaran.
Sebagai contoh, ketika kelas berlangsung terdapat dua pilihan yaitu secara tatap muka ataupun
secara daring. Biasanya, peserta didik yang mengikuti pembelajaran tatap muka akan
dijadwalkan dan bergantian dengan peserta didik lainnya, dan peserta didik yang lainnya akan
mengikuti pembelajaran secara daring. Hal ini dapat berguna, terutama bagi mereka yang
memiliki masalah atau acara dadakan. Peserta didik dapat mengikuti pembelajaran meskipun
berada tidak di kelas. Pada dasarnya, memang semua siswa memiliki hak untuk mendapatkan
ilmu pengetahuan.
Disamping keuntungan yang terdapat pada pembelajaran hybrid learning, pelaksanaan ini
tetap menghasilkan emisi karbon dari alat elektronik yang digunakan. Contohnya jika dalam satu
kelas dan alat elektornik beroperasi selama 11 jam menghasilkan emisi karbon :
- 1 buah proyektor → 6.65 kg CO2
- 1 buah laptop → 3.25 kg CO2
- 2 pendingin ruangan → 15.52kg CO2
- 4 buah lampu → 0.55 kg CO2

Hal ini masih tidak termasuk dengan bahan bakar yang digunakan oleh mahasiswa
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Namun ini merupakan pengecualian, yaitu
dikarenakan mahasiswa baru Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran tidak diperbolehkan
menggunakan kendaraan selama proses perkuliahan. Gas emisi yang dihasilkan dari kendaraan
motor dengan bensin 1.5 liter per jam dengan jarak 7 km menghasilakn 0.09 kg CO2 per
motornya. Jika mahasiswa baru UNPAD berjumlah 6000 orang, dan perhitungan 70% mahasiswa
baru mengguunakan motor, gas emisi yang dihasilkan akan jauh lebih banyak dari gas emisi
yang dihasilkan dari pembelajaran hybrid.
Hal ini berarti, pembelajaran hybrid menghasilkan lebih sedikit gas emisi dari
pembelajaran tatap muka. Namun, terdapat beberapa saran yang dapat disampaikan mengenai hal
ini. Diharapkan mahasiswa baru Universitas Padjadjaran menggunakan kendaraan umum
dibandingkan kendaraan pribadi. Karena satu kendaraan umum di lingkungan kampus dapat
mengangkut sekitar 20 orang dimana hal ini sangat menghemat baik itu penggunaan bensin. Dan
juga dapat mengurangi penghasilan gas emisi karbon. Penggunaan listrik, contohnya lampu dan
AC, dapat dikurangi terutama saat siang hari dimana lampu tidak perlu diperlukan, dan ketika
pagi atau sore hari, ketika cuaca tidak sedang panas.

DAFTAR PUSTAKA
Versteijlen, Marieke. 2017. Pros and cons of online education as a measure to reduce carbon
emissions in higher education in the Netherlands.

Anda mungkin juga menyukai