Anda di halaman 1dari 7

DASAR HUKUM

Berdasarkan Undang-Undang Perguruan Tinggi nomer 12 tahun 2012, pasal 31 tentang


Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) menjelaskan bahwa PJJ  merupakan proses belajar
mengajar yang dilakukan secara jarak jauh melalui penggunaan berbagai media
komunikasi. PJJ akan memberikan layanan Pendidikan Tinggi kepada kelompok
Masyarakat yang tidak dapat mengikuti Pendidikan secara tatap muka atau reguler; dan
memperluas akses serta mempermudah layanan Pendidikan Tinggi dalam Pendidikan
dan pembelajaran. PJJ  diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan
yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin
mutu lulusan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

Secara legal formal berdasarkan Permendikbud No. 109/2013 (Pasal 2),  PJJ bertujuan
untuk memberikan 2016 – layanan pendidikan tinggi kepada kelompok masyarakat
yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka, dan memperluas akses serta
mempermudah layanan pendidikan tinggi dalam pembelajaran. Dengan begitu dapat
diartikan bahwa PJJ adalah suatu sistem pendidikan yang memiliki karakteristik
terbuka, belajar mandiri, dan belajar tuntas dengan memanfaatkan TIK dan/atau
menggunakan teknologi lainnya, dan/atau berbentuk pembelajaran terpadu perguruan
tinggi. Melalui sistem PJJ ini, setiap orang dapat memperoleh akses terhadap
pendidikan yang berkualitas seperti halnya pendidikan tatap muka/reguler pada
umumnya tanpa harus meninggalkan keluarga, rumah, kampung halaman, pekerjaan,
dan tidak kehilangan kesempatan berkarir. Selain perolehan akses yang mudah, sistem
PJJ juga diharapkan mampu meningkatkan pemerataan kualitas pendidikan bagi setiap
orang. Sifat masal sistem PJJ dalam mendistribusikan pendidikan berkualitas yang
berstandar dengan memanfaatkan TIK, standardisasi capaian pembelajaran (learning
outcomes), materi ajar, proses pembelajaran, bantuan belajar, dan evaluasi
pembelajaran, menjadikan pendidikan berkualitas dapat diperoleh  oleh berbagai
kalangan lintas ruang dan waktu. Program D3 Teknik Informatika PJJ PENS telah
mendapatkan SK perijinan penyelenggaraan program PJJ pada lingkup Program Studi
D3 Teknik Informatika dengan SK nomor 62/M/KPT/2017 dan Program Studi D4
Teknik Telekomunikasi dengan SK nomor 184/M/KPT/2017 dari Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (KemenristekDikti) . Untuk menjalankan amanat SK
perijinan program PJJ tersebut, perlu direncakan proses pembelajaran program PJJ
untuk menghasilkan lulusan program PJJ yang berkualitas dan sesuai standar
pendidikan tinggi.
Penyesuaian Keputusan Bersama Empat Menteri
tentang Panduan Pembelajaran di Masa Pandemi
COVID-19  07 Agustus 2020  ← Back
Jakarta, Kemendikbud --- Mempertimbangkan kebutuhan pembelajaran, berbagai masukan dari para ahli
dan organisasi serta mempertimbangkan evaluasi implementasi SKB Empat Menteri, Pemerintah
melakukan penyesuaian keputusan bersama Empat Menteri terkait pelaksanaan pembelajaran di zona
selain merah dan oranye, yakni di zona kuning dan hijau, untuk dapat melaksanakan pembelajaran tatap
muka dengan penerapan protokol kesehatan yang sangat ketat.

“Prioritas utama pemerintah adalah untuk mengutamakan kesehatan dan keselamatan peserta didik,
pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat secara umum, serta mempertimbangkan
tumbuh kembang peserta didik dan kondisi psikososial dalam upaya pemenuhan layanan pendidikan
selama pandemi COVID-19,” jelas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar
Makarim dalam taklimat media Penyesuaian Kebijakan Pembelajaran di Masa Pandemi COVID-19, di
Jakarta, Jumat (07/08).

Bagi daerah yang berada di zona oranye dan merah dilarang melakukan pembelajaran tatap muka di
satuan pendidikan dan tetap melanjutkan Belajar dari Rumah (BDR). Berdasarkan data per 3 Agustus
2020 dari http://covid19.go.id terdapat sekitar 57 persen peserta didik masih berada di zona merah dan 
oranye. Sementara itu, sekitar 43 persen peserta didik berada di zona kuning dan hijau.

Mendikbud mengatakan kondisi Pandemi COVID-19 tidak memungkinkan kegiatan belajar mengajar
berlangsung secara normal. Terdapat ratusan ribu sekolah ditutup untuk mencegah penyebaran, sekitar
68 juta siswa melakukan kegiatan belajar dari rumah, dan sekitar empat juta guru melakukan kegiatan
mengajar jarak jauh.

Beberapa kendala yang timbul dalam pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) diantaranya kesulitan
guru dalam mengelola PJJ dan masih terfokus dalam penuntasan kurikulum. Sementara itu, tidak semua
orang tua mampu mendampingi anak-anak belajar di rumah dengan optimal karena harus bekerja
ataupun kemampuan sebagai pendamping belajar anak. “Para peserta didik juga mengalami kesulitan
berkonsentrasi belajar dari rumah serta meningkatnya rasa jenuh yang berpotensi menimbulkan
gangguan pada kesehatan jiwa,” ujar Mendikbud.

Untuk mengantisipasi kendala tersebut, Pemerintah mengeluarkan penyesuaian zonasi untuk


pembelajaran tatap muka. Dalam perubahan SKB Empat Menteri ini, izin pembelajaran tatap muka
diperluas ke zona kuning, dari sebelumnya hanya di zona hijau. Prosedur pengambilan keputusan
pembelajaran tatap muka tetap dilakukan secara bertingkat seperti pada SKB sebelumnya.
Pemda/kantor/kanwil Kemenag dan sekolah memiliki kewenangan penuh untuk menentukan apakah
daerah atau sekolahnya dapat mulai melakukan pembelajaran tatap muka. “Jadi bukan berarti ketika
sudah berada di zona hijau atau kuning, daerah atau sekolah wajib mulai tatap muka kembali ya,”
Mendikbud menjelaskan.

Mendikbud juga menekankan, bahwa sekali pun daerah sudah dalam zona hijau atau kuning, pemda
sudah memberikan izin, dan sekolah sudah kembali memulai pembelajaran tatap muka, orang tua atau
wali tetap dapat memutuskan untuk anaknya tetap melanjutkan belajar dari rumah.
Penentuan zonasi daerah sendiri tetap mengacu pada pemetaan risiko daerah yang dilakukan oleh
satuan tugas penanganan COVID-19 nasional, yang dapat diakses pada
laman https://covid19.go.id/peta-risiko. Berdasarkan pemetaan tersebut, zonasi daerah dilakukan pada
tingkat kabupaten/kota. “Dikecualikan untuk pulau-pulau kecil, zonasinya menggunakan pemetaan risiko
daerah yang dilakukan oleh satgas penanganan COVID-19 setempat,” tambah Mendikbud.

Tahapan pembelajaran tatap muka satuan pendidikan di zona hijau dan zona kuning dalam SKB Empat
Menteri yang disesuaikan tersebut dilakukan secara bersamaan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah dengan pertimbangan risiko kesehatan yang tidak berbeda untuk kelompok umur pada dua
jenjang tersebut. Sementara itu untuk PAUD dapat memulai pembelajaran tatap muka paling cepat dua
bulan setelah jenjang pendidikan dasar dan menengah.

“Selain itu, dengan pertimbangan bahwa pembelajaran praktik adalah keahlian inti SMK, pelaksanaan
pembelajaran praktik bagi peserta didik SMK diperbolehkan di semua zona dengan wajib menerapkan
protokol kesehatan yang ketat,” ucap Mendikbud.

Madrasah dan sekolah berasrama di zona hijau dan zona kuning dapat membuka asrama dan melakukan
pembelajaran tatap muka secara bertahap sejak masa transisi. Kapasitas asrama dengan jumlah peserta
didik kurang dari atau sama dengan 100 orang pada masa transisi bulan pertama adalah 50 persen,
bulan kedua 100 persen, kemudian terus dilanjutkan 100 persen pada masa kebiasaan baru. Untuk
kapasitas asrama dengan jumlah peserta didik lebih dari 100 orang, pada masa transisi bulan pertama 25
persen, dan bulan kedua 50 persen, kemudian memasuki masa kebiasaan baru pada bulan ketiga 75
persen, dan bulan keempat 100 persen.  

“Evaluasi akan selalu dilakukan untuk mengutamakan kesehatan dan keselamatan. Dinas Pendidikan,
Dinas Kesehatan Provinsi atau Kabupaten/Kota, bersama Kepala Satuan Pendidikan akan terus
berkoordinasi dengan gugus tugas percepatan penanganan COVID-19 untuk memantau tingkat risiko
COVID-19 di daerah,” imbuh Mendikbud.

KONDISI 3T

Muyanto.id–Pandemi Covid-19 yang melanda dunia saat ini telah mengubah


kegiatan sehari-hari manusia. Penyebaran virus yang terjadi melalui kontak fisik
menjadikan interaksi fisik pun terhenti. Hal ini juga dialami di dunia pendidikan,
seperti madrasah, sekolah, dan perguruan tinggi. Akibatnya, seluruh kegiatan
tatap muka berpindah ke media lain yang tidak memerlukan adanya kontak
fisik, seperti komunikasi melalui internet. Hal ini dilakukan semata-mata dalam
rangka mengurangi risiko terpapar Covid-19.

Pembelajaran yang biasanya dilakukan dengan tatap muka terpaksa dilakukan


secara virtual melalui media internet. Bahan pembelajaran yang dibutuhkan
disimpan di server sekolah. Proses pembelajaran dilakukan siswa dari rumah
maupun tempat lain. Interaksi antara guru dengan siswa melalui
aplikasi chatting atau video conferencing secara daring. Dengan demikian,
kegiatan tetap dapat berlangsung tanpa melakukan kontak fisik. Proses
pembelajaran yang demikian dinamakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Penyelenggaraan PJJ ini membutuhkan infrastruktur yang memadai, seperti


gawai berupa smartphone, tablet, dan laptop serta ketersediaan jaringan
internet, yaitu sinyal wi-fi ataupun sinyal selular 3G/4G. Siswa yang tinggal di
daerah yang telah tersedia akses internet dan memiliki salah satu gawai
tersebut, dapat mengikuti PJJ sebagaimana yang diharapkan. Lain halnya
dengan siswa yang tinggal di daerah yang jaringan internetnya belum bagus
apalagi jika ditambah tidak adanya gawai, PJJ akan terkendala seperti banyak
terjadi saat ini.
Apabila jaringan internet tersedia, pemerintah daerah dapat mengambil
kebijkan dengan memberikan akses wi-fi gratis atau mengalokasikan
dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) untuk membeli kuota internet. Jika
jaringan internet belum memadai apalagi belum tersedia serta diperparah
dengan tiadanya gawai, kegiatan PJJ secara daring akan terancam gagal.

Di Indonesia, kondisi daerah yang tidak memiliki infrastuktur jaringan internet


yang baik maupun tidak tersedianya listrik tercatat masih cukup banyak.
Daerah ini tergolong kategori 3T atau terluar, terdepan, dan tertinggal.
Mayoritas daerah 3T menjadi gerbang tapal batas Indonesia. Daerah ini
umumnya terletak jauh dari ibu kota provinsi yang biasanya infrastruktur
sangat tertinggal, bahkan listrik pun bisa jadi belum tersedia. Data Dapodik
Kemdikbud menunjukkan, sekitar 16% dari total siswa yang ada di Indonesia
terletak di daerah 3T.

Sisi lain dari daerah 3T selain ketidaktersediaan infrastruktur adalah akses jalan
raya yang tidak memadai, jarak sekolah dengan rumah siswa sangat jauh,
pemukiman warga di pulau yang sangat terpencil, dan kondisi alam yang luar
biasa menantang seperti jalanan di perbukitan, berawa, melintasi sungai yang
sangat panjang, bahkan dipenuhi binatang buas. Kondisi tersebut menyebabkan
PJJ tidak dapat berlangsung dengan baik. Menilik lagi persoalan tersebut,
Kemendikbud dan pemerintah daerah perlu mencarikan solusi.

Baca juga:   Menakar Kualitas Pembelajaran Jarak Jauh di SD

Sebelum menentukan alternatif solusi diperlukan pemetaan secara lebih rinci


kondisi riil daerah 3T. Adapun pemetaan daerah 3T adalah sebagai berikut.

1. Ketersediaan infrastruktur jaringan listrik;


2. ketersediaan akses internet (3G/4G);
3. jarak antartempat tinggal siswa;
4. kepadatan siswa per daerah;
5. jarak daerah tempat tinggal siswa ke daerah lain yang memiliki akses
internet;
6. kondisi keamanan daerah (daerah perbatasan negara, konflik teroris/gerakan
separatis);
7. kondisi daerah yang sulit diakses (akses jalan raya, berbukit-bukit, hutan
lebat, kepulauan, rawa); dan
8. kondisi sosial budaya (suku yang menolak teknologi).
Berdasarkan pemetaan kondisi daerah 3T, berbagai pertimbangan yang ada
telah dianalisis dan berujung pada alternatif solusi seperti gawai yang memiliki
kapasitas penyimpanan besar dengan akses sinyal seluler (3G/4G). Secara garis
besar, pengajuan alternatif solusi pada perbedaan kondisi daerah 3T bermuara
pada tiga hal, yaitu sebagai berikut.

1. Alternatif solusi 1
o Gawai dilengkapi dengan bahan pembelajaran tanpa akses internet
atau secara luring;
o Sumber daya listrik portabel, misalnya tenaga surya, tenaga
manusia (kayuh), tenaga angin.
2. Alternatif solusi 2
o Gawai dilengkapi dengan bahan pembelajaran tanpa akses internet
atau secara luring;
o Daerah 3T dapat dikembangkan untuk PJJ.
3. Alternatif solusi 3
o Tersedianya bahan pembelajaran pada gawai masing-masing siswa;

o Tersedia akses internet;


o Dapat melakukan pengunduhan dokumen bahan ajar tambahan;
o Dapat melakukan ujian online walaupun masih terbatas.
Paparan alternatif solusi perlu segera digunakan sebagai dasar pembuatan
kebijakan yang tepat oleh Kemendikbud dan pemerintah daerah dalam
pengadaan sarana dan prasarana PJJ di daerah 3T. Hal tersebut mengingat
sarana dan prasarana PJJ sangat diperlukan untuk daerah 3T dengan berbagai
kondisi yang genting.

Dengan demikian, siswa yang berada di daerah 3T tetap dapat melanjutkan


pendidikannya dalam kondisi pandemi Covid-19. Hal ini sesuai amanat UUD
1945 Pasal 31 yang menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak
mendapatkan pendidikan dan pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan akses
pendidikan bagi seluruh warga negara Indonesia. (*)

KONDISI PJJ DI DERAH 3T

JAKARTA - Kemendikbud akan terus melakukan sinergi dengan berbagai pihak


untuk membantu proses pembelajara jarak jauh (PJJ) mahasiswa. Tidak hanya
untuk penyediaan infrastruktur, akses namun juga pulsa dan perangkat
tablet.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam mengupayakan


bantuan perangkat pembelajaran untuk membantu mahasiswa di daerah
tertinggal, terdepan dan terluar (3T) mengakses pembelajaraan jarak jauh.

Nizam menyampaikan, untuk mendukung pelaksanaan PJJ, Ditjen Dikti telah


melakukan berbagai koordinasi dan menjalin kerja sama dengan berbagai
pihak terkait penyediaan akses layanan internet maupun penyediaan platform
pembelajaran jarak jauh atau pembelajaran daring. (Baca juga: Wamenag
Dukung UIN Jakarta Jadi Universitas Generasi Ketiga )

“Kami upayakan berbagai bentuk dukungan sebagai upaya menyukseskan


pelaksanaan pembelajaran daring dengan menjalin kerja sama dan koordinasi
dengan berbagai pihak antara lain Kementerian Kominfo, penyedia jasa
internet serta content providers nasional maupun internasional serta
menyiapkan platform pembelajaran (Learning Management System) yang
dapat digunakan secara gratis oleh perguruan tinggi," katanya pada diskusi
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di Wilayah 3T, antara Harapan dan Kenyataan
yang diselenggarakan oleh Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah XV.

Terkait daerah 3T, Nizam menjelaskan bahwa Ditjen Dikti mengupayakan


berbagai dukungan antara lain dengan melakukan sinergi dengan Badan
Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Kominfo
untuk penyediaan infrastruktur dan layanan akses internet di daerah 3T.

Selain itu Nizam juga sedang berupaya memberikan bantuan kepada


mahasiswa di daerah 3T berupa pulsa untuk akses pembelajaran daring dan
perangkat pembelajaran berupa tablet. (Baca juga: Pengumuman Kelulusan
SIMAK UI Sudah Dirilis, Cek Namamu di Sini )

Lebih lanjut Nizam menjelaskan upaya Ditjen Dikti untuk mempersiapkan


kapasitas dosen dalam pelaksanaan pembelajaran daring.

Berbagai pelatihan dan modul pembelajaran telah disiapkan untuk digunakan


dalam pembelajaran daring tahun akademik 2020/2021.

“Selama masa libur semester ini kami mempersiapkan berbagai pelatihan dan
modul untuk dosen agar pembelajaran daring semester yang akan datang
bisa berjalan lebih baik. Pelatihan yang berakhir pada 14 Agustus lalu diikuti
lebih dari 100.000 dosen dan mahasiswa," jelasnya.

Anda mungkin juga menyukai