Anda di halaman 1dari 46

PRODUK MINYAK BUMI

Kira-kira seratus lima puluh tahun yang lampau, satu-satunya produk minyak
bumi yang dihasilkan oleh kilang minyak adalah kerosin yang digunakan sebagai
bahan bakar lampu penerangan.. Tetapi dewasa ini sehubungan dengan kemajuan
zaman dan kemajuan teknologi produk minyak bumi telah menjadi puluhan jenisnya,
belum termasuk produk petrokimia yang dihasilkan oleh industri-industri petrokimia.
Produk minyak bumi yang dihasilkan oleh kilang minyak untuk dipasarkan haruslah
memenuhi spesifikasi pemasaran. Spesifikasi pemasaran produk minyak bumi untuk
berbagai negara pada umumnya tidaklah sama, kecuali untuk bensin penerbangan
dan bahan bakar jet, di mana spesifikasinya disesuaikan dengan spesifikasi
internasional yang dikeluarkan oleh DERD. Spesifikasi pemasaran adalah batas-batas
sifat-sifat yang harus dipenuhi oleh produk-produk minyak bumi yang ada di
pasaran. Spesifikasi ini sebenamya adalah hasil kompromi antara sifat kinerja produk
minyak bumi dengan kemampuan kilang minyak untuk menghasilkan produk dari
minyak mentah yang tersedia. Untuk Indonesia, spesifikasi produk bahan bakar
minyak ditetapkan sesuai dengan keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas
Bumi.
Ada beberapa macam cara penggolongan produk jadi yang dihasilkan oleh
kilang minyak. Di antaranya produk jadi kilang minyak dapat dibagi menjadi: produk
bahan bakar minyak (BBM) dan produk bukan bahan bakar minyak (BBBM).
Termasuk produk BBM ialah: bensin penerbangan, bensin motor, bahan bakar jet,
kerosin, solar, minyak diesel dan minyak bakar. Sedangkan yang termasuk produk
BBBM ialah: elpiji (liquified petroleum gases - LPG), pelarut, minyak pelumas,
gemuk, aspal, malam parafin, hitam karbon (carbon black) dan kokas.
Penggolongan yang lain ialah bahwa produk jadi kilang minyak dapat dibagi
menjadi:
1. Produk volatil-elpiji (LPG) dan bensin alam.
2. Minyak ringan-bensin motor, bensin penerbangan, bahan bakar turbin
penerbangan, pelarut, bahan bakar traktor dan kerosin.
3. Distilat-solar, minyak diesel dan minyak gas.
4. Minyak pelumas -meliputi berbagai jenis minyak pelumas.
5. Gemuk-meliputi berbagai jenis gemuk.
6. Malam-meliputi malam parafin, malam kristal mikro (micro crystalline wax) dan
petrolatum.
7. Residu-minyak bakar, kokas petroleum, aspal, hitam karbon dan lain-lain.
8. Produk khusus-hidrokarbon, bahan kimia, insektisida dan lain-lain.
Pada pembicaraan produk minyak bumi ini terutama ditekankan kepada produk
jadi kilang yang ada di Indonesia.

1. ELPIJI

Elpiji (liquified petroleum gases-LPG) adalah gas minyak bumi yang dicairkan
pada suhu biasa dan tekanan sedang, sehingga elpiji dapat disimpan dan diangkut
dalam bentuk cair dalam bejana dengan suatu tekanan. Komponen utama elpiji
adalah propan dan butan. Di samping itu dalam elpiji juga terdapat etan dan pentan
dalam jumlah yang sangat kecil dan terbatas. Dalam elpiji juga terdapat sejumlah
kecil belerang, yang memang sengaja ditambahkan dalam bentuk senyawa
merkaptan, etil atau butil merkaptan, yang mempunyai bau yang tidak sedap yang
dapat digunakan untuk mengetahui adanya kebocoran gas.
ASTM membagi elpiji ke dalam empat tipe (ASTM D 1835-89)., yaitu: elpiji-
propan, elpiji butan, elpiji campuran propan-butan dan elpiji propan tugas khusus
(special duty propane). Sedangkan Indonesia dewasa ini memproduksi 3 jenis elpiji
yaitu: elpiji campuran, elpiji propan dan elpiji butan, Elpiji propan mengandung
propan minimum 95% volum, elpiji butan mengandung butan minimum 97,5%
volum dan elpiji campuran mengandung propan dan butan minimum 97,5% volum.
Dalam praktek elpiji digunakan untuk beberapa keperluan, yaitu:
1. Sebagai bahan bakar dalam rumah tangga dan industri.
2. Sebagai bahan bakar mesin motor bakar. Karena propan mempunyai angka oktan
tinggi (97), maka untuk mendapatkan ekonomi penggunaan bahan bakar harus
digunakan dalam mesin motor bakar dengan perbandingan kompresi yang tinggi,
yaitu 10: 1.
3. Sebagai bahan baku industri petrokimia.

2. BENSIN MOTOR
Bensin motor adalah campuran kompleks yang terutama terdiri dari senyawa-
senyawa hidrokarbon, yang mempunyai daerah didih ASTM sekitar 40 sampai 180°
C, dan digunakan sebagai bahan bakar mesin motor bakar. Menurut ASTM, bensin
motor dibagai ke dalam lima kelas berdasarkan volatilitasnya (volatility class), yaitu
kelas volatilitas A, B, C, D dan E (ASTM D 439-89). Spesifikasi ini menetapkan
karakteristik bensin motor untuk digunakan di daerah-daerah dengan kondisi operasi
yang berbeda-beda sesuai dengan perubahan cuaca daerah di mana bensin motor
digunakan.

2.1. Mesin motor bakar


Pada mesin motor bakar empat langkah dengan bahan bakar bensin yang
digunakan dalam mobil, udara dan sejumlah kecil uap bensin ditarik masuk ke dalam
silinder pada langkah isap dan kemudian dimampatkan pada langkah kompresi.
Pembakaran bensin disebabkan oleh adanya loncatan bunga api listrik pada busi dan
apabila senyawa-senyawa hidrokarbon dalam bensin diwakili oleh oktan, maka
bensin akan bereaksi dengan oksigen dari udara menurut reaksi sebagai berikut:

2C8H18 + 25 02 ——————> 16 C02 +18 H20


Dalam proses pembakaran ini, 1 galon bensin memerlukan sekitar 1000 ft3
udara dan menghasilkan gas buang yang volumnya lebih besar yang terdiri dari
nitrogen, karbon dioksid dan sekitar 1 galon air dalam bentuk uap air. Karena
pembakaran berlangsung tak lengkap, maka dalam gas buang juga terdapat senyawa
hidrokarbon yang tak terbakar dan gas karbonmonoksid dalam jumlah sedikit (1 -
2%). Adanya karbonmonoksid menyebabkan gas buang sangat berbahaya.

2.1.1. Perbandingan udara / bahan bakar

Banyaknya bensin yang masuk ke dalam mesin diatur oleh karburator. Secara
teoritis, banyaknya bensin adalah sekitar 1 bagian berat bensin dalam 15 bagian berat
udara. Perbandingan udara/bahan bakar ini selalu dinyatakan dalam perbandingan
berat, sehingga perbandingan U/BB adalah 15:1. Dalam volum perbandingan ini
kira-kira sama dengan 2% volum bensin dalam udara. Untuk mobil yang terbaru,
banyaknya bensin yang masuk ke dalam mesin diatur oleh pompa injeksi.
Pembakaran di dalam mesin motor bakar terjadi dengan perbandingan U/BB
antara 8:1 (campuran sangat kaya) dan 20:1 (campuran sangat miskin). Perbandingan
U/BB sekitar 12,5:1 (kaya) diperlukan untuk memperoleh daya maksimum dan
perbandingan 15:1 (miskin) untuk ekonomi maksimum.

2.1.2. Perbandingan kompresi

Campuran uap bensin dan udara yang masuk silinder dimampatkan oleh torak
sampai tekanan tertentu. Tekanan ini berubah-ubah tergantung kepada perbandingan
kompresi, yaitu nisbah volum maksimum dan minimum di atas torak pada waktu
torak bergerak naik turun dalam silinder. Mesin mobil yang pertama dibuat
mempunyai perbandingan kompresi sekitar 3:1, sedangkan mesin mobil dewasa ini
mempunyai perbandingan kompresi sekitar 9,5:1.
Tekanan di dalam silinder sebelum busi menyalakan campuran uap bensin-
udara untuk mesin mobil yang mempunyai perbandingan kompresi 10:1 kira-kira
sebesar 200 psi. Pembakaran bensin menyebabkan tekanannya naik sekitar 4 kali
tekanan kompresinya. Makin tinggi perbandingan kompresi, makin besar kerja yang
dapat diperoleh dari pembakaran sejumlah tertentu bensin.

2.1.3. Waktu penyalaan

Di dalam silinder mesin motor bakar, waktu menyalakan campuran uap bensin-udara
diatur sedemikian, sehingga tekanan yang timbul sebagai akibat pembakaran
mencapai puncaknya tepat setelah torak bergerak ke bawah pada langkah daya.
Sekitar 0,004 detik diperlukan untuk pembakaran normal dan terjadi tekanan
puncak*. Sehingga campuran harus dinyalakan sebelum torak mencapai puncak.
Karena torak memerlukan waktu pendek (0,015 detik pada putaran 2.000 rpm) untuk
membuat langkah daya, maka waktu penyalaan busi harus sangat cermat. Apabila
penyalaan terlalu awal, tekanan puncak dapat dicapai sebelum torak mulai bergerak
ke bawah dan tekanan akan cenderung untuk menghentikan mesin. Apabila
penyalaan terlalu lambat, gaya maksimum dari tekanan tidak dimanfaatkan, karena
torak telah berada dalam perjalan ke bawah. Sehingga apabila waktu penyalaan busi
tidak diatur dengan tepat, konsumsi bensin akan tinggi dan daya yang dihasilkan
rendah.
2.2. Sifat bensin motor
Banyak sifat-sifat yang diperlukan bagi bensin motor agar bensin motor dapat
memberikan unjuk kerja yang sebaik-baiknya (lihat spesifikasi bensin motor), namun
diantaranya yang paling penting ialah volatilitas dan karakteristik anti ketukan
(antiknock characteristics).

2.2.1. Volatilitas
Volatilitas bensin yang dapat ditentukan dengan uji tekanan uap Reid (ASTM
D 323) dan distilasi ASTM (ASTM D 86), berpengaruh terhadap kemudahan mesin
dihidupkan dalam keadaan dingin (starting characteristics), pemanasan dan
percepatan, daya serta ekonomi penggunaan bensin pada semua kondisi mesin dan
pengenceran minyak karter.

2.2.1.a. Kemudahan mesin dihidupkan


Karburator mesin dirancang untuk memberikan sejumlah bensin ke dalam arus
udara pada waktu mesin dalam keadaan panas. Tetes bensin akan menguap di dalam
manipol (manifold) dan di dalam silinder dan membentuk suatu campuran uap bensin
dan udara. Pada waktu mesin dalam keadaan dingin, bensin yang sama jumlahnya
akan disemburkan dalam arus udara tetapi hanya sebagian kecil saja yang menguap.
Tergantung kepada suhunya, bensin sebanyak 90% dapat tetap tinggal dalam bentuk
cairan dan akan mengalir dalam bentuk lapisan sepanjang dinding manipol menuju
ke silinder, yang selanjutnya bensin akan mengalir ke bawah melalui dinding silinder
menuju ke karter. Agar bensin yang dapat menguap ke dalam udara dapat
membentuk campuran yang dapat terbakar, maka aliran udara melalui karburator
perlu dikurangi dengan menggunakan cuk (choke). Dengan mengurangi aliran udara
suatu campuran yang dapat terbakar dapat terbentuk, tetapi nisbah U/BB yang
diberikan oleh karburator adalah 1:1, dari pada nisbah U/BB normal yaitu 15:1.
Untuk mencegah kehilangan senyawa hidrokarbon berat karena tidak dapat menguap
pada kondisi mesin dihidupkan dalam keadaan dingin, ke dalam bensin perlu
ditambahkan senyawa hidrokarbon ringan, biasanya digunakan butan. Banyaknya
butan yang ditambahkan ke dalam bensin dibatasi sekitar 10% volum, untuk
mendapatkan bensin dengan RVP sekitar 10 psi. Penambahan butan yang terlampau
banyak dapat mengakibatkan tekanan uap bensin melampaui batas maksimum yang
diperkenankan, sehingga akan mengakibatkan terjadinya sumbatan uap (vapor lock)
dan mesin motor akan mati.

2.2.1.b. Sumbatan uap


Sumbatan uap (vapor lock) adalah terhentinya aliran bensin sebagian atau
seluruhnya yang disebabkan oleh terbentuknya uap di dalam sistem aliran bahan
bakar. Pada operasi normal, pompa bahan bakar dan sistem aliran bahan bakar
dirancang untuk menangani sebanyak 30 sampai 50 kali volum uap bensin yang
diperlukan. Apabila bensin dipanaskan sampai pada suhu sedemikian sehingga lebih
dari 30 sampai 50 kali uap terbentuk per volum bensin cair yang diperlukan untuk
menjalankan mesin, maka kapasitas pompa akan dilampaui. Uap bensin akan
menggantikan cairan bensin, sehingga mengurangi berat bahan bakar yang masuk ke
dalam karburator sampai pada titik di mana mesin kekurangan bensin, sehingga
mesin akan mati. Peristiwa ini disebut sumbatan uap.

2.2.1-c. Pemanasan dan percepatan

Pemanasan (warm-up) menunjukkan periode antara saat mesin dihidupkan


dalam keadaan dingin dan saat di mana percepatan yang mulus dapat diperoleh tanpa
menggunakan choke. Waktu pemanasan tergantung kepada suhu atmosfer, suhu
mesin, volatilitas bensin dan faktor-faktor rancangan mesin seperti ukuran dan
efisiensi sistem pendinginan. Karakteristik pemanasan bensin tergantung kepada
volatilitas bagian tengah dan ujung akhir bensin. Suhu pada 50% dan 90% teruapkan
dalam distilasi ASTM menunjukkan karakteristik pemanasan relatif bensin.
Percepatan pada dasarnya juga ditentukan oleh faktor volatilitas yang sama yang
mengendalikan kecepatan pemanasan.

2.2.1.d. Daya dan ekonomi


Setelah mesin dihidupkan dan dipanaskan, volatilitas bensin juga masih
berpengaruh terhadap ekonomi bahan bakar dan daya mesin. Makin besar kandungan
senyawa hidrokarbon berat dalam bensin, makin besar pula kandungan energi, yaitu
makin besar jumlah BTU/galon bensin. Sehingga bensin yang mempunyai
kandungan energi yang lebih besar, akan memberikan daya dengan konsumsi bahan
bakar paling sedikit. Namun hal ini tidaklah selalu demikian, karena bensin tersebut
akan cenderung untuk terdistribusi tidak merata di dalam silinder-silinder.
Uniformitas distribusi bensin tergantung kepada faktor mesin seperti panjang,
bentuk, suhu serta kelicinan manipol.

2.2.1.e. Pengenceran minyak karter


Pengenceran minyak karter disebabkan oleh bagian ujung berat bensin. Apabila
senyawa-senyawa hidrokarbon yang lebih berat dalam bensin tidak menguap, baik di
dalam manipol atau di dalam silinder, baik sebelum atau selama pembakaran, maka
senyawa-senyawa hidrokarbon ini yang terdapat dalam bentuk tetes-tetes kecil akan
terbawa keluar oleh gas buang atau masuk ke dalam karter. Masuknya bensin ke
dalam karter ini terjadi pada waktu mesin dihidupkan masih dalam keadaan dingin
dan selama periode pemanasan. Pengenceran minyak pelumas karter mengakibatkan
pelumasan mesin tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga mengakibatkan
terjadinya keausan-keausan. Pengenceran minyak pelumas karter dapat mencapai 5%
atau lebih dari volum minyak pelumas karter, apabila suhu pada 90% teruapkan pada
distilasi ASTM mendekati suhu 205° C. Karena umumnya bensin dibuat dengan
volatilitas tinggi, yaitu suhu pada 90% teruapkan mencapai sekitar 150 sampai
175°C, maka hanyalah sedikit saja terjadi pengenceran minyak pelumas karter.

2.2.2. Sifat anti ketuk

Setiap bensin mempunyai kemampuan untuk melakukan sejumlah kerja


maksimum tertentu dalam sebuah mesin. Apabila bensin dipaksa untuk melakukan
kerja yang melampaui kerja maksimum yang dapat dilakukannya, maka bensin akan
memberikan reaksi dengan memberikan daya yang kurang dan memberikan suara
dalam mesin yang disebut ketukan mesin (engine knock).
Apabila bensin dibakar relatif lambat, maka bensin dapat memberikan daya
secara maksimum. Pada kondisi ini, tersedia waktu yang cukup bagi tekanan untuk
disalurkan ke torak dan memberikan dorongan yang kuat. Tetapi apabila mesin
dipercepat atau mesin disuruh bekerja lebih keras, bensin tidak terbakar biasa tetapi
akan meledak. Ledakan atau pembakaran bensin yang sangat cepat mengakibatkan
mesin mengetuk. Apabila ketukan mesin terjadi, kenaikan tekanan yang disebabkan
karena pelepasan panas akan terjadi sedemikian cepatnya, sehingga kenaikan
tekanan akan dihilangkan untuk melawan kelembaman torak.
Bensin mempunyai kemampuan yang berbeda-beda untuk menahan ketukan.
Tahanan ketukan bensin disebut kualitas anti ketuk (antiknock quality) dan diukur
dengan angka oktan. Makin tinggi kualitas antiketuk, makin tinggi kemampuan
bensin untuk menahan ketukan dan makin besar pula daya maksimum yang dapat
dihasilkannya.
Perlu diketahui bahwa bensin dengan kualitas antiketuk yang tinggi hanya
diperlukan pada waktu mesin harus memberikan daya yang tinggi, seperti pada saat
ada percepatan. Pada waktu mengendarai mobil dengan kondisi yang tetap dan pada
jalan yang datar, bensin dengan angka oktan rendah sudah dapat menjalankan mesin
tanpa ada ketukan.
Pada pembakaran normal, inti-inti nyala yang kecil akan terbentuk disekitar
bunga api pada busi. Nyala api selanjutnya akan menjalar melintasi ruang
pembakaran dengan kecepatan sekitar 60 ft per detik, sedangkan tekanan dalam
ruang pembakaran akan naik dan akan mencapai puncaknya setelah torak tepat
melintasi titik mati atas.
Pada pembakaran di mana terjadi ketukan, pada awalnya pembakaran
berlangsung seperti pada pembakaran normal. Namun kemudian setelah front nyala
mencapai kira-kira setengah perjalanan dalam ruang pembakaran, campuran bahan
bakar dan udara dengan tiba-tiba menyala dan terbakar, sehingga mengakibatkan
terjadinya gelombang tekanan yang besar. Gelombang tekanan akan bergerak maju
mundur di dalam ruang pembakaran dan menimbulkan getaran pada dinding silinder
yang dapat terdengar sebagai ketukan mesin. Karena torak tidak dapat menyesuaikan
diri dengan kenaikan tekanan yang tiba-tiba, maka tenaga yang diakibatkan oleh
kenaikan tekanan yang mendadak akan diubah menjadi panas.
Ketukan yang berlebihan dalam mesin akan mengakibatkan kerusakan pada
bagian atas torak, di mana permukaan bagian atas torak akan menjadi kasar, karena
terlepasnya partikel-partikel logam oleh gelombang tekanan yang terjadi selama
ketukan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketukan ialah: mesin beserta
operasinya, dan komposisi bensin.
2.2.2.a. Mesin dan operasi mesin
Dalam hal faktor mesin, maka yang sangat berpengaruh terhadap ketukan
adalah perbandingan kompresi. Makin tinggi perbandingan kompresi, makin tinggi
pula suhu dalam ruang pembakaran, sehingga kemungkinan terjadinya penyalaan
campuran bahan bakar dan udara sebelum terbakar makin besar. Jadi makin tinggi
perbandingan kompresi mesin, dituntut bensin dengan angka oktan yang makin
tinggi pula.
Faktor operasi mesin yang berpengaruh terhadap ketukan antara lain adalah
perbandingan udara/bahan bakar. Perbandingan udara/bahan bakar yang sedikit
miskin mempunyai kecenderungan yang besar untuk mengakibatkan terjadinya
ketukan dibandingkan dengan nisbah udara/bahan bakar yang normal. Penyalaan
busi yang terlalu awal, juga cenderung untuk mengakibatkan terjadinya ketukan.
Kenaikan suhu udara yang masuk mesin, penurunan kelembaban udara, efisiensi
sistem pendinginan yang lebih rendah dan akumulasi deposit dalam ruang
pembakaran semuanya cenderung untuk menyebabkan ketukan.

2.2.2.b. Komposisi bensin


Kecenderungan mengetuk bensin di dalam silinder tergantung kepada jenis,
ukuran dan struktur molekul hidrokarbon dalam bensin dan jumlah pengungkit oktan
yang ditambahkan dalam bensin. Kecenderungan senyawa hidrokarbon untuk
mengetuk dalam mesin akan bertambah besar menurut urutan sebagai berikut:

aromat - - - - i-parafin - - - -olefin - - - -naften - - - -n - parafin


Untuk suatu deret homolog senyawa hidrokarbon, makin besar ukuran molekul,
makin besar kecenderungan mengetuk di dalam mesin. Misalnya angka oktan deret
homolog senyawa hidrokarbon n-parafm, dari metan sampai heksan akan menurun
Sekarang ini bensin yang digunakan sebagai bahan bakar motor mempunyai
angka oktan yang tinggi yaitu antara 88 sampai 98, yang merupakan campuran dari
bensin hasil distilasi minyak mentah, bensin rengkahan, bensin polimer, bensin
alkilat dan bensin reformat, serta zat warna dan ditambah dengan pengungkit oktan.
Adanya percabangan rantai karbon dalam suatu senyawa hidrokarbon akan
menurunkan kecenderungan untuk mengetuk; kecende-rungan ini akan semakin
berkurang apabila percabangan rantai karbon semakin bertambah dan letaknya makin
jauh ke tengah.

2.3. Pengungkit oktan

Untuk mendapatkan bensin dengan angka oktan yang tinggi sesuai dengan
spesifikasi pemasarannya, maka ke dalam bensin perlu ditambahkan pengungkit
oktan (octane boaster). Pengungkit oktan yang banyak digunakan pada masa lalu
adalah timbal tetraetil (tetraethyl lead -TEL), Pb(C2H5)4. Timbal tetraetil adalah suatu
cairan berat dengan densitas 1,659 g/cc, titik didih 200°C dan larut dalam bensin.
Timbal tetraetil ditemukan oleh T.Midgley dan T.A.Boyd dari General Motor
Corporation sekitar tahun 1922. Efektivitas TEL dalam menurunkan ketukan mesin
tergantung kepada jumlah TEL yang ditambahkan ke dalam bensin dan kepada
komposisi bensin. Efektifitas penambahan TEL akan turun dengan makin banyaknya
TEL yang ditambahkan. Suseptibilitas bensin terhadap TEL tergantung kepada jenis
senyawa hidrokarbon yang terdapat dalam bensin. Suseptibilitas senyawa
hidrokarbon terhadap TEL ternyata menurun menurut urutan sebagai berikut:

n-parafin —— naften ——— olefin -—— i parafin ——— aromat

Karena TEL dalam silinder mesin motor bakar dapat memberikan endapan oksid
timbal dan sulfat timbal, maka ke dalam TEL perlu ditambahkan senyawa khlor dan
brom untuk mengurangi endapan tersebut.

Dikhlorid akan bereaksi dengan timbal dan membentuk timbal bromid dan timbal
khiorid yang berupa gas pada suhu gas buang, yaitu sekitar 1600°F.
Karena TEL sangat beracun dan karena orang makin sadar akan lingkungan, maka
penggunaan TEL sebagai pengungkit oktan perlu dibatasi dan bahkan beberapa
negara sudah tidak lagi menggunakannya, seperti Jepang (1975), Amerika Serikat
(1979) dan Australia (1985). Sebagai pengganti TEL dewasa ini telah dikembangkan
oksigenat alkohol dan eter sebagai pengungkit oktan. Oksigenat alkohol yang telah
digunakan yaitu etanol (Amerika Serikat) dan campuran metanol dan tersier-
butilalkohol (TBA) yang dikenal dengan nama oxinol (Amerika dan Eropa).
Sedangkan oksigenat eter yang dewasa ini paling banyak digunakan ialah metil-
tersier butil eter (MTBE)
Oksigenat eter lainnya yang pernah dicoba ialah etil tersier-butil eter (ETBE)
dan tersier-amil metil eter (TAME). Sifat-sifat utama metanol, etanol dan butanol,
sedangkan sifat-sifat utama MTBE, ETBE dan TAME. Kelebihan sifat-sifat eter
terhadap sifat-sifat alkohol yang menyebabkan orang cenderung untuk lebih memilih
eter sebagai pengungkit oktan dari pada alkohol ialah:
a. Berat jenis eter lebih rendah dari pada berat jenis alkohol (keuntungan komersial).
b. Nilai kalor eter lebih tinggi dari pada nilai kalor alkohol. Kelarutan eter dalam air
kecil, sehingga tidak menimbulkan masalah mengenai stabilitas campuran selama
produksi, penyimpanan dan distribusi.
c. Dalam campurannya dengan bensin, eter menunjukkan kelakuan yang hampir
ideal,
d. Eter mempunyai panas laten penguapan yang kira-kira sama dengan panas laten
penguapan bensin, yaitu sekitar 80-90 kkal/kg, sehingga tidak berpengaruh negatif
terhadap kemudahan mesin untuk dihidupkan dalam keadaan dingin.

Sebaliknya alkohol juga mempunyai kelebihan terhadap eter, yaitu bahwa khususnya
metanol dan etanol, keduanya mempunyai angka oktan campuran riset dan motor
yang lebih tinggi.

3. BENSIN PENERBANGAN

Bensin penerbangan adalah campuran senyawa hidrokarbon yang mempunyai


daerah didih sekitar 35-170° C dan digunakan sebagai bahan bakar mesin pesawat
terbang. Seperti halnya dengan mesin mobil, mesin pesawat terbang adalah mesin
torak empat langkah dan dinyalakan dengan busi. Mesin pesawat terbang yang kecil
menyerupai mesin mobil, tetapi mesin pesawat terbang yang besar sangat berbeda.
Kebanyakan mesin pesawat terbang yang besar supercharged dan didinginkan
dengan udara dan mempunyai torak yang jauh lebih besar dibandingkan dengan torak
mesin mobil. Tidak seperti mesin mobil, mesin pesawat terbang harus dapat
dipindahkan dari operasi campuran kaya untuk daya maksimum ke operasi campuran
miskin untuk penjelajahan yang ekonomis. Di samping itu mesin pesawat terbang
juga mengalami perubahan suhu dan tekanan atmosfer yang cukup besar
dibandingkan dengan mesin mobil.
Menurut ASTM, ada tiga buah grade bensin penerbangan (ASTM D 910-90),
yaitu bensin penerbangan:
Bensin penerbangan grade 100 dan grade 100 LL mempunyai angka oktan yang
sama, perbedaannya ialah pada kandungan TEL. Grade 100 LL kandungan TELnya
lebih rendah dibandingkan grade 100.
Indonesia dewasa ini hanya memproduksi bensin penerbangan 73, sedangkan
bensin penerbangan 100/130 yang pernah diproduksi, sekarang sudah tidak
diproduksi lagi. Sebagai pemakai bensin penerbangan terbesar di Indonesia adalah
angkatan perang, walaupun pemakaiannya tidak banyak. Di luar negeri bensin
penerbangan grade 73 sudah tidak diproduksi lagi, demikian juga grade 100/130
sudah tidak banyak diproduksi, sebab sejak tahun 1972 sebagian besar negara-negara
di dunia ini telah mengembangkan bensin grade baru, yaitu grade 100 LL yang lebih
berwawasan lingkungan, yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan grade
100/130, tetapi yang mempunyai kandungan TEL lebih rendah, yaitu maksimum 2,0
ml TEL per galon Amerika.

Adapun sifat-sifat yang paling penting bagi bensin penerbangan ialah


komposisi, volatilitas, kualitas antiketuk dan stabilitas. Kecuali sifat antiketuk, sifat-
sifat semua jenis bensin penerbangan pada dasamya sama.

3.1. Komposisi bensin penerbangan

Senyawa hidrokarbon paling volatil yang terdapat dalam bensin penerbangan adalah
isopentan yang mendidih pada 28° C. Butan tidak terdapat dalam bensin penerbangan
karena dapat mengakibatkan sumbatan uap. Titik didih akhir (end point, EP) bensin
penerbangan sedikit lebih rendah dari pada bensin motor, untuk menjamin distribusi
bahan bakar yang lebih merata melalui sistem induksi yang kompleks pada mesin
pesawat.

Bensin penerbangan terutama terdiri dan senyawa hidrokarbon isoparafin. Senyawa


naften terdapat sekitar 30% dan senyawa aromat sekitar 10%. Senyawa normal
parafin juga terdapat dalam bensin penerbangan, tetapi karena angka oktannya rendah
jumlahnya perlu dibatasi. Senyawa olefin juga dibatasi jumlahnya, karena senyawa ini
tidak stabil untuk penyimpanan yang lama.

Timbal tetraetil juga digunakan sebagai pengungkit oktan yang jumlahnya lebih
banyak dibandingkan dengan yang digunakan dalam bensin motor. Pemah digunakan
sampai sebanyak 6 ml TEL per galon Amerika, walaupun sekarang penggunaannya
dibatasi bahkan sampai maksimum hanya 2,0 ml TEL per galon Amerika untuk
bensin penerbangan grade 100. LL. Senyawa antiketuk bensin penerbangan tidak
mengadung etilen dikhlorid, karena etilen dikhlorid kurang efektif dibandingkan
dengan etilen dibromid, di mana komposisinya dapat dilihat pada tabel 5-6. Bensin
penerbangan juga mengandung inhibitor untuk mencegah pembentukan damar selama
penyimpanan (sampai sebanyak 1 Ib per 5.000 galon Amerika bensin) dan zat warna
sebagai sarana untuk identifikasi grade bensin (1 Ib dalam 39.000 atau lebih galon
Amerika).

3.2. Volatilitas
Seperti halnya dengan bensin motor, volatilitas bensin penerbangan ditunjukkan oleh
tekanan uap Reid (RVP) dan distilasi ASTM.

Untuk menjamin kemudahan mesin dihidupkan, sekurang-kurangnya 10% volum


bensin harus menguap sebelum suhu 75° C dan untuk mencegah agar tidak terjadi
sumbatan uap, tidak lebih dari 40% volum bensin harus menguap pada suhu yang
sama. Kontrol yang lain ialah bahwa pada suhu 105 dan 135° C sekurang-kurangnya
50% dan 90% bensin teruapkan dan suhu distilasi akhir tidak melampaui 170° C.

Karena bensin penerbangan dapat mengalami perubahan suhu dari sekitar suhu 30° C
sampai -70° C pada suatu ketinggian tertentu dan perubahan tekanan dari tekanan
atmosfer sampai tekanan sekitar 0,27 atm (4 psi), maka tekanan uap adalah sangat
penting. Tekanan uap Reid bensin penerbangan dibatasi maksimum 7 psi, di mana
tekanan ini mampu mencegah bensin pada suhu sekitar 38° C (100°F) yang ada di
saluran dan tangki bahan bakar untuk mendidih pada ketinggian sekitar 7.000 m
(22.000 ft) di mana tekanannya sekitar 0,27 atm (4 psi). Di atas ketinggian ini, bensin
dapat mendidih dan dapat terjadi sumbatan .uap. Apabila bensin dapat cukup
didinginkan oleh suhu sekeliling yang rendah pada tempat yang tinggi, pendidihan
bensin dapat dicegah. Untuk menjamin bahwa mesin dapat dihidupkan dalam keadaan
dingin, maka ditetapkan bahwa tekanan uap Reid minimum bensin adalah 5,5 psi.

3.3. Sifat anti ketuk


Pembakaran di dalam silinder mesin pesawat terbang adalah sama dengan
pembakaran di dalam silinder mesin mobil, dan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
sama. Kondisi-kondisi yang menaikkan suhu dan tekanan campuran bensin-udara,
akan menaikkan kecenderungan untuk mengetuk. Jadi kenaikan perbandingan
kompresi, kenaikan suhu udara masuk, pendinginan mesin yang kurang baik, nisbah
bahan bakar-udara yang tidak benar dan penyalaan yang mendahului, semuanya akan
menyebabkan terjadinya ketukan dalam mesin pesawat terbang.

Mesin pesawat terbang digunakan dalam kondisi-kondisi yang sangat berbeda.


Dua kondisi yang sangat penting ialah kondisi pada saat pesawat terbang tinggal
landas yang memerlukan daya maksimum dan kondisi pada saat pesawat terbang
menjelajah yang memerlukan konsumsi bahan bakar minimum. Pada kondisi tinggal
landas, diperlukan daya yang besar sekitar dua kali daya yang diperlukan pada saat
pesawat terbang menjelajah, sehingga digunakan campuran kaya sekitar 11 kg bahan
bakar untuk 100 kg udara (perbandingan BB/U = 0,11). Pada kondisi penjelajahan,
digunakan suatu campuran miskin yaitu sekitar 6 kg bahan bakar untuk 100 kg udara
(perbandingan BB/U = 0,06). Pada kondisi tinggal landas ini, kemungkinan terjadinya
ketukan sangat besar sehingga pada kondisi campuran kaya, bensin penerbangan
hams mempunyai sifat antiketuk yang lebih besar.

Karena skala angka oktan hanya sampai 100, sedangkan bensin penerbangan
yang dikembangkan sejak tahun 1935 mempunyai angka oktan lebih dari 100, maka
diperlukan skala yang baru yaitu skala angka kinerja (performance number scale).
Angka kinerja adalah perbandingan keluaran daya sebuah mesin uji yang bekerja
dengan contoh bahan bakar bensin terhadap keluaran daya mesin uji yang sama dan
kondisi kerja yang sama dengan bahan bakar pembanding baku , misalnya i-oktan
atau i-oktan ditambah dengan TEL. Jadi apabila tekanan efektif rerata yang timbul
dalam sebuah mesin uji dengan menggunakan sebuah contoh bahan bakar bensin
penerbangan adalah 245 psi, sedangkan bila digunakan bahan bakar pembanding baku
adalah 210 psi, maka bilangan kinerja contoh adalah 245/210 x 100 = 115. Untuk
angka oktan di atas 100.
3.4. Sifat-sifat lain
Karena bensin penerbangan yang disimpan dan berkontak dengan udara,
khususnya pada suhu tinggi, dapat membentuk damar dan mengendapkan timbal dari
TEL, maka untuk mencegahnya digunakan inhibitor oksidasi.

Karena sebagian senyawa hidrokarbon yang mempunyai angka oktan tinggi


dapat membeku pada suhu operasi pesawat terbang, maka dalam spesifikasi bensin
penerbangan perlu ditetapkan titik beku maksimumnya, yaitu 600 F. Karena benzen
mempunyai titik beku +42° F, maka kandungan benzen dalam bensin pesawat terbang
perlu dibatasi.

Air biasanya terdapat dalam bensin penerbangan sebagai air yang terlarut sebesar
kira-kira 0,005% pada suhu 15° C. Kelarutan air dalam bensin penerbangan akan naik
dengan naiknya suhu dan juga berubah-ubah dengan komposisi bahan bakar.
Kebanyakan bahan bakar minyak akan segera menyerap uap air dari udara sehingga
diperoleh suatu kejenuhan tertentu pada suhu tertentu, sehingga penurunan suhu
bahan bakar dapat mengakibatkan pemisahan air dalam tangki penyimpan.

4. BAHAN BAKAR TURB1N PENERBANGAN

Bahan bakar turbin penerbangan atau bahan bakar jet (jel fuel} adalah campuran
senyawa hidrokarbon yang digunakan sebagai bahan bakar mesin turbin atau mesin
jet penerbangan, Karena mesin jet penerbangan bekerja dari suhu kamar sampai suhu
yang sangat rendah -70° C (-90° F), maka fraksi solar tidak dapat digunakan, karena
bahan bakar ini akan membeku pada suhu yang rendah. Fraksi ringan seperti bensin
juga tidak dapat digunakan karena pada tekanan yang sangat rendah, yaitu sekitar
1/10 tekanan di atas tanah fraksi ini akan mendidih dan habis menguap. Ternyata
bahwa bahan bakar yang paling cocok unluk mesin jet adalah fraksi kerosin. Karena
fraksi kerosin yang dihasilkan kilang jumlahnya tidak mencukupi, maka di samping
fraksi kerosin, dalam bahan bakar jet juga diikut sertakan fraksi bensin dan fraksi
minyak gas rengkahan yang mendidih dalam daerah didih kerosin (kerosin
rengkahan).

Mesin turbin pesawat terbang terdiri dari suatu pemasukan udara yang besar
dengan sebuah kompresor di dekatnya, ruangan pembakaran (biasanya beberapa
buah) di mana bahan bakar dibakar dengan udara yang telah dimampatkan dan sebuah
roda turbin. di mana udara dan gas buang dengan kecepatan tinggi akan menabrak
sudu-sudu turbin dan memutar turbin. Sumbu yang menghubungkan turbin dengan
kompresor akan menggerakkan kompresor dan alat-alat pembantu dalam pesawat. Di
dalam mesin turbin pesawat terbang, udara dan gas buang akan disemburkan dari
bagian belakang mesin dengan kecepatan tinggi dan dorongan massa gas dengan
kecepatan tinggi inilah yang menyebabkan pesawat bergerak ke depan. Sehingga
mesin turbin pesawal terbang ini juga disebut mesin jet turbo. Mesin jet dapat juga
digabung dengan propeler dan gabungan ini disebul mesin prop turbo atau mesin jet
prop. Pada mesin ini, sekitar 80% dari daya mesin digunakan untuk memutar
propeler, sedangkan 20% sisanya digunakan untuk mendorong mesin, seperti pada
mesin jet turbo. Baik mesin jet turbo dan mesin prop turbo, keduanya adalah mesin
jet.

4.1. Spesifikasi bahan baker jet

Ada beberapa macam Spesifikasi bahan bakar jet di dunia ini, yaitu Spesifikasi
menurut Angkatan Perang Amerika Serikat. ASTM, Inggris Raya (Great Britain) dan
IATA {International Air Transport Association).

Menurut Spesifikasi Angkatan Perang Amerika Serikat ada 6 jenis bahan baker
jet, yaitu:

JP-1 : kerosin penerbangan.

JP-2 : bensin penerbangan. sekarang tidak lagi digunakan. JP-3 : campuran bensin
dan kerosin, RVP 5-7 psi. JP-4 : campuran bensin dan kerosin. RVP 2-3 psi,
daerah didih 200-500° F.

JP-5 : kerosin dengan titik nyala tinggi. daerah didih 350-550°F. JP-6 : kerosin
dengan daerah didih luas (\vide cut kerosin), daerah didih 250-550"F.

Di antara bahan baker jet di atas yang paling banyak digunakan adalah JP-4.

Menurut ASTM, bahan baker jet dibagi menjadi 3 jenis (ASTM D 1655-90),
yaitu:
Jet A : menyerupai kerosin dengan titik nyala relalif tinggi.
Jet A-l : serupa dengat jet A. berbeda dalam titik beku.
Jet B : distilat dengan daerah didih yang relatif luas.

Bahan bakarjet B, sangai sesuai dengan JP-4, menurut Spesifikasi Angkatan


Perang Amerika SerikaL
Menurut Inggris Raya, bahan bakar jet dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
AVTAG (DERD 2486): campuran kerosin dan bensin (wide cut), tekanan uap Reid 2-
3 psi, titik beku maksi mum-58°C.
AVTUR (DERD 2494): kerosin penerbangan, titik beku maksimum -50° C. IATA
(International Air Transport Association) membagi bahan bakar turbin penerbangan
menjadi dua yaitu:
• Kerosin : kerosin penerbangan. tilik beku maksimum -50° C.
• Wide cut : distilat dengan daerah didih yang relalif luas.

Di Indonesia telah lama digunakan bahan bakar jet avtur 50, yang sesuai dengan
spesifikasi bahan bakar jet Inggris Raya avtur (DERD 2494). Bahan bakar ini sangat
mirip dengan bahan bakar jet A-l.

4.2. Sifat-sifat bahan bakar jet

Sifat-sifat bahan bakar jet yang penting ialah sifat-sifat yang berhubungan
dengan pembakaran bahan bahar (penyataan. stabilitas nyala. deposit karbon. dll) dan
penanganan bahan bakar (pemompaan, pengabutan, penyaringan, dll) terutama pada
penerbangan yang tinggi.

Pada ketinggian yang rendah. suhu dan tekanan adalah sedemikian sehingga
operasi mesin tidak banyak terganlung kepada sifai-sifat bahan bakar. Tetapi
kandungan aromat perlu dibatasi sampai 25% untuk mengurangi pembentukan asap.
Kecenderungan lerbentuknya asap pada pembakaran senyawa hidrokarbon akan
menurun menurut urutan sebagai berikut:

Aromat ----- naften ----- i-parafin ----- n- parafin


Di samping itu suhu 90% teruapkan atau titik didih akhir (EP) distilasi ASTM perlu
diatur agar pada pembakaran tidak cenderung untuk terbentuk karbon. Pembentukan
karbon pada nozel sembur bahan bakar dapat mengubah bentuk nyala, mengakibatkan
percampuran yang tidak baik antara bahan bakar dan udara dan pembakaran yang
tidak baik. Pembentukan karbon pada dinding ruang pembakaran. dapat
mengakibatkan terjadinya pemanasan setempat (hot spot) yang dapat merusak
dinding.

Di tempat-tempat yang tinggi. bahan bakar jet yang disimpan di dalam tangki sayap
dapat mengalami pendinginan sampai -60" F. kauri-butanol mendekati 100.

Sifat-sifat lain yang juga perlu diperhatikan ialah titik nyala, warna dan sifat korosi.
Titik nyala mempunyai kaitan dengan keamanan dalam penanganan zat pelarut
terhadap bahaya kebakaran. Makin ringan zat pelarut, makin rendah titik nyalanya
dan semakin besar kemungkinan terjadinya bahaya kebakaran. Pada umumnya
apabila uap zat pelarut hidrokarbon bercampur dengan udara dengan komposisi antara
1 sampai 7% volum. maka campuran ini mempunyai sifat dapat meledak. Warna zat
pelarut ditentukan dengan khromometer Sayboll (ASTM D 156-87), sedangkan sifat
korosi ditentukan dengan uji korosi lempeng tembaga (ASTM D 130-88).

6. KEROSIN

Kerosin ialah fraksi minyak bumi yang mempunyai daerah didih sekitar 150-
300" C. Penggunaan ulama kerosin ialah sebagai bahan bakar lampii penerangan. Di
sampingitu kerosin juga digunakan sebagai bahan bakar kompor dalam rumah tangga-

6.1. Sifat-sifat kerosin


Karena kerosin terutama digunakan sebagai bahan bakar lampu untuk
penerangan, maka salah satn sifat yang terpenting bagi kerosin ialah bahwa kerosin
harus dapat memberikan intensitas terang nyala yang tinggi dan sedikit mungkin
memberikan asap yang dapat meng-ganggu lingkungan. Uji baku yang berkailan
dengan ini ialah uji titik asap (ASTM D 1322; IP 57) dan uji kualitas pembakaran (IP
10).
Titik asap ialah tinggi nyala maksimum dalam milimeter di mana kerosin yang
dibakar dengan menggunakan lampu uji baku tidak memberikan asap. Makin tinggi
titik asap. makin baik mutu kerosin-Asap yang timbul pada pembakaran kerosin
disebabkan oteh senyawa aromat. Dewasa ini kerosin Indonesia menurul spesifikasi
pemasaran mempunyai titik asap minimum 16 mm. apabila ditentukan dengan metode
IP 57, atau minimum 15 mm apabila ditentukan dengan metode ASTM D 1322.

Pada pengujian kualitas pembakaran kerosin, kerosin dibakar dalam lampu baku
selama 24 jam. Selama ini perlu diamati bentuk. nyala api dan pada akhir pengujian
diamati adanya asap yang menempel pada cerobong lampu. berat kerosin yang
terbakar dan berat arang yang terbentuk. Yang disebut dengan nilai arang (char value)
ialah berat arang dalam mg untuk setiap kg kerosin yang terbakar. Makin kecil nilai
arang, makin baik kualitas kerosin. Menurut spesifikasi pemasaran kerosin Indonesia ,
kerosin mempunyai nilai arang maksimum 40 mg/kg.

Sifat lainnya yang perlu diperhatikan ialah titik nyala, warna, korosi dan kadar
belerang, Titik nyala yang berkaitan dengan keamanan dalam menangani kerosin.
ditetapkan minimum 100°F untuk titik nyala Abel (IP 170). dan minimum 105° F
untuk titik nyala Tag (ASTM D 56). Kerosin harus berwarna jemih seperti air (water
white), sehingga kerosin juga disebut water white distillate. Warna Sayboll (ASTM D
145) kerosin Indonesia ditetapkan minimum 9. Korosi kerosin ditentukan dengan liji
korosi lempeng tembaga (ASTM D 130), 50o C selama 3 jam. hasilnya maksimum 1.
Kadar belerang yang ditentukan dengan metode lampu (ASTM D 1266) menurut
spesifikasi maksimum ditetapkan 0,2% berat. Indonesia hanya memproduksi satu
jenis kerosin.

7. BAHAN BAKAR DIESEL

Bahan bakar diesel ialah fraksi minyak bumi yang mendidih sekitar 175-370° C
dan yang digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel. Mesin diesel ditemukan dan
dipatenkan oleh Rudoph Diesel pada tahun 1892. Sampai tahun 1920 mesin diesel
merupakan mesin stasioner besar-besar dengan dua sampai sembilan torak. dengan
diameter antara 25 sampai 50 cm dan dengan kecepatan dari 50 sampai 300 putaran
per menit, Selama tahun 1930 dan 1940, mesin diesel lebih disesuaikan untuk
keperluan transportasi. yaitu untuk truk, bis, traktor dan lokomotif yang memerlukan
kecepatan mesin yang lebih tinggi dan yang memerlukan bahan bakar yang lebih
khusus. Dewasa ini dalam praktek dijumpai mesin diesel dengan ukuran yang
bermacam-macam, dari ukuran yang kecil sampai ukuran yang sangat besar untuk
mesin diesel stasioner.

Mesin diesel bekerja dengan dengan kecepatan maksimum yang lebih rendah
dibandingkan dengan mesin bensin yang seringkali mempunyai kecepatan di atas
4.000 putaran per menit. Kebanyakan mesin diesel bekerja dengan kecepatan antara
50 sampai 2.500 putaran per menit. Mesin diesel yang bekerja dengan kecepatan
perputaran kurang dari 500 putaran per menit disebut mesin diesei dengan kecepatan
perputaran lambat: mesin diesel yang bekerja dengan kecepatan perputaran di atas
1.200 putaran per menit disebut mesin diesel dengan kecepatan perputaran tinggi.
sedangkan mesin diesel yang mempunyai kecepatan di antaranya disebut mesin diesel
dengan kecepatan perputaran sedang. Mesin diesel dengan kecepatan rendah
digunakan sebagai mesin stasioner dan digunakan dalam kapal-kapal besar: mesin
diesel dengan kecepatan sedang digunakan pada kapal-kapal dan lokomotif;
sedangkan mesin diesel kecepatan tinggi digunakan untuk traktor. bus, truk dan
mobil.

7.1. Operasi mesin diesel

Walaupun mesin diesel mempunyai kenampakan luar yang menyerupai mesin


bensin. namun keduanya mempunyai dasar cara operasi yang berbeda, Mesin diesel
tidak mempunyai karburator seperti pada mesin bensin, sebagai gantinya dipakai
sistem injeksi bahan bakar. Di samping itu mesin diesel tidak menggunakan busi dan
penyalaan terjadi karena suhu tinggi yang diperoleh pada pemampatan udara di dalam
silinder mesin. Penyalaan kompresi ini yang merupakan dasar mesin diesel. Sehingga
mesin diesel juga disebut mesin penyalaan kompresi.

Untuk memperoleh panas yang tinggi untuk dapat menyalakan bahan bakar.
mesin diesel harus mempunyai perbandingan kompresi yang lebih tinggi dari pada
perbandingan kompresi mesin bensin. Mesin diesel mempunyai perbandingan
kompresi yang berkisar dari 12:1 sampai lebih dari 18:1, yang tergantung kepada
rancangan mesin.

Tekanan kompresi dapat mencapai 400 sampai 700 psi dan suhu udara yang
dimampatkan dapat mencapai 1.000o atau lebih. Mesin diesel dapat bekerja dengan
siktus dua atau empat langkah. Tepat sebelum langkah kompresi berakhir dan pada
saat udara mencapai suhu yang tinggi. bahan bakar mulai diinjeksikan. Injeksi bahan
bakar ini berlangsung beberapa per ribu detik- Selelah injeksi bahan bakar ini. tetes
bahan bakar yang sangat kecil akan menyala dan nyala akan melebar secara spontan
dalam seluruh ruang silinder dan menyebabkan tekanannya naik menjadi 600 sampai
1.000 psi. Supaya bahan bakar diesel dapat masuk ke dalam silinder yang berisi udara
dengan tekanan tinggi, bahan bakar harus ditekan dengan pompa injektor sampai
tekanan setinggi 20.000 psi.

7.2. Kelambatan penyalaan dan ketukan diesel

Ketika bahan bakar disemprotkan ke dalam silinder mesin diesel. bahan bakar
ini tidak segera menyala. Teles-tetes bahan bakar harus lebih dahulu berubah menjadi
uap sebelum penyalaan terjadi. Kelambatan waktu yang sangai pendek akan terjadi.
kira-kira satu per ribu detik, antara permulaan injeksi dan pembentukan nyala, yang
disebut kelambatan penyataan (ignition delay). Segera setelah penyalaan terjadi,
pembakaran spontan yang tak terkontrol akan terjadi di dalam seluruh ruang
pembakaran. Nyala dengan sendirinya akan bergerak menuju ke bahan bakar segar
yang sedang diinjeksikan. Kecepatan pembakaran selanjutnya dikendalikan oleh
kecepatan injeksi bahan bakar. Apabila kelambatan penyalaan ini berlebihan,
kenaikan tekanan yang tajam akan terjadi pada saat penyalaan terjadi. Hal ini
mengakibatkan operasi mesin menjadi kasar dan terjadi kehilangan daya, terdengar
suara ketukan serupa dengan mesin bensin yang disebut ketukan diesel.

Kelambatan penyalaan tergantung kepada mesin. faktor operasi mesin dan


komposisi bahan baker. Setiap faktor mesin yang menurunkan tekanan atau suhu di
dalam silinder pada saat injeksi bahan bakar, akan menaikkan kelambatan penyalaan
dan kecenderungan untuk menghasilkan ketukan diesel. Kelambatan penyalaan akan
berkurang apabila perbandingan kompresi makin besar. turbulensi naik, suhu sistem
pendinginan tinggi dan suhu udara masuk tinggi.
Komposisi bahan bakar berpengaruh kepada kelambatan penyalaan, karena senyawa-
senyawa hidrokarbon dalam bahan bakar diesel mempunyai kelambatan penyalaan
yang berbeda-beda. Ternyata bahwa kelambatan penyalaan senyawa hidrokarbon
semakin bertambah besar menurut-urutan sebagai berikut:

n-parafin-- olefin-- diolefin - - - naften - - i-parafin - - - aromat

Urutan ini adalah kebalikan urutan kualitas antiketuk bahan bakar bensin.

Fraksi hasil distilasi langsung minyak bumi mengandung banyak sekali senyawa
hidrokarbon n-parafin dan naften, dan sedikit sekali senyawa hidrokarbon i-parafin
dan aromat, Fraksi rengkahan relalif kaya akan senyawa hidrokarbon i-parafin dan
aromatik. Sehingga banyaknya bahan rengkahan yang diiknt sertakan dalam bahan
bakar diesel tergantung kepada kualitas bahan bakar yang diinginkan.

7.3. Sifat bahan bakar diesel


Di antara sifat-sifat bahan bakar diesel yang terpenting ialah kualitas penyalaan,
volalilitas, viskositas, titik tuang dan tilik kabut.

7.3.1. Kualitas penyalaan

Kualitas penyalaan bahan bakar diesel yang berhubungan dengan kelambatan


penyalaan. seperti telah diuraikan di atas tergantung kepada komposisi bahan bakar.
Kualitas bahan bakar diesel dinyalakan dalam angka cetan. dan dapat diperoleh
dengan jalan membandingkan kelambatan menyala bahan bakar diesel dengan
kelambatan menyala bahan bakar pembanding (reference fuels) dalam mesin uji baku
CFR (ASTM D 613-86). Sebagai bahan bakar pembanding digunakan senyawa
hidrokarbon cetan atau n-heksadekan, C16H34, yang mempunyai kelambatan
penyalaan yang pendek dan heptametilnonan, isomer cetan, yang mempunyai
kelambatan penyalaan yang relatif panjang molekul heptametilnonan

Cetan ditetapkan mempunyai angka cetan 100 sedangkan heptametilnonan


mempunyai angka ceian 15. Campuran yang terdiri dari 50% volum cetan dan 50%
volum heptametilnonan mempunyai angka cetan 57,5. Secara matematis hubungan
aniara angka cetan campuran dengan persen volum tertentu cetan misalnya x%
dengan heptamelilnonan adalah sebagai berikut:

Angka cetan campuran =x+0,15(100-x)


Sebelumnya alfa-metilnaftalen (C10H7CH3) yang mempunyai kelambatan
penyalaan yang panjang pernah digunakan sebagai bahan bakar pembanding bersama-
sama dengan cetan dan diberi angka cetan 0. Pengujian angka cetan dilakukan dalam
mesin uji CFR-ASTM (ASTM D 613) yang mempunyai sebuah silinder dengan
perbandingan kompresi yang dapat diubah-ubah. Dalam mesin uji ini diukur
kelambalan penyalaan bahan bakar, yaitu selang waktu sejak permulaan injeksi bahan
bakar diesel sampai waktu permulaan penyalaan.

Angka cetan bahan bakar diesel untuk mesin diesel dengan kecepatan
perputaran tinggi mempunyai harga antara 40 sampai 60. sedangkan untuk mesin
diesel dengan kecepatan rendah antara 25 sampai 40.

Menentukan angka cetan memerlukan waktu lama dan biaya mahal, sehingga
kualitas penyalaan bahan bakar diesel seringkali didekati dengan rumus-rumus yang
menghubungkan hasil uji laboratorium yang telah dikenakan kepada contoh.
Pendekatan yang biasanya dilakukan ialah dengan menggunakan indeks diesel (IP 21)
dan indeks cetan terhitung (ASTM D 976-90), yang dapat diperoleh dari rumus-
rumus sebagai berikut:

Indeks diesel = titik anilin, 0F x gravitas API x 0,01

Indeks cetan terhitung = - 420,34 + 0,016 G2 + 0,192 G log M + 65,01(log M)2-


0.0001809 M2

atau

Indeks cetan terhitung = 454,74 - 1641.416 D + 774,74 D2 - 0.554 B + 97,803 (log B)2
di mana: G = gravitas API,
M = titik didih tengahan. °F.
D = densitas pada 15°C. g/mL,
B = titik didih tengahan. °C.
Adapun yang dimaksud dengan titik anilin ialah suhu terendah di mana bahan
bakar diesel dan anilin yang sama volumnya dapat bercampur sempuma (ASTM D
611 -82). Hubungan antara indeks diesel dengan angka cetan dapat dilihat pada tabel
berikut

Tabel 5.8. Hubungan aniara indeks diesel dengan angka celan.


Indeks Diesel Angka Cetan
26 30
34 35
42 40
49 45
56 50
64 55
72 60
Nelson, “Petroleum Refinery Engineering”, Mc Graw Hill

Indeks cetan terhitung harganya sedikit lebih rendah dari pada angka cetan,
yaitu sekitar 2%, untuk daerah angka cetan antara 30 sampai 60. Untuk memudahkan
menghitung indeks cetan terhitung, ASTM telah menyediakan sehuah nomogram

Seperti yang dapat dilihat pada gambar diatas. Pendekatan dengan indeks
cetan terhitung tidak dapat dikenakan kepada bahan hakar diesel yang mengandung
aditif (diesel dopes) yang digunakan untuk menaikkan angka cetan dan juga lidak
berlaku untuk senyawa hidrokarbon murni dan bahan bakar sintetik.
7.3.2. Volatilitas
Volatititas bahan bakar diesel yang merupakan faktor yang penting untuk
memperoleh pembakaran yang memuaskan dapat ditentukan dengan uji distilasi
ASTM (ASTM D 86 - 90). Makin tinggi tilik didih atau makin berat bahan bakar
diesel, makin tinggi nilai kalor untuk setiap galonnya dan makin diinginkan dari segi
ekonomi. Tetapi hidrokarbon berat merupakan sumber asap dan endapan karbon dan
dapat mempengaruhi operasi mesin. Sehingga bahan bakar diesel harus mempunyai
komposisi yang berimbang antara fraksi ringan dan fraksi berat agar diperoleh
volatilitas yang baik.

7.3.3. Viskositas
Viskositas bahan bakar diesel perlu dibatasi. Viskositas yang terlalu rendah
dapat mengakibatkan kebocoran pada pompa injeksi bahan bakar. sedangkan
viskositas yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi kerja cepat alat injeksi bahan bakar
dan mempersulit pengabutan bahan bakar minyak. Yang terakhir ini dapat
menyebabkan teles-tetes minyak akan menumbuk dinding dan niembentuk karbon
atau mengalir menuju ke karter dan mengencerkan minyak karter.

7.3.4. Titik tuang dan titik kabut

Bahan bakar diesel harus dapat mengalir dengan bebas pada suhu atmosfer
terendah dimana bahan bakar ini digunakan. Suhu terendah di mana bahan bakar
diesel masih dapat mengalir disebut titik tuang. suhu sekitar 10° F di atas titik tuang.
bahan bakar diesel dapat berkabut dan hal ini disebabkan oteh pemisahan kristal
malam yang kecil-kecil. Suhu ini dikenal dengan nama titik kabut. Karena kristal
malam dapat menyumbat saringan yang digunakan dalam sistem bahan bakar mesin
diesel, maka seringkali titik kabut lebih berani dari pada titik tuang. Untuk Indonesia
di mana suhu udara relatif tinggi sepanjang tahun,maka ditetapkan titik tuang bahan
bakar diesel maksimum adalah 650F.

7.3.5. Sifat-sifat lain


Sifat-sifat bahan bakar diesel lainnya yang perlu juga diperhatikan ialah
kebersihan, kecenderungan bahan bakar untuk memberikan endapan karbon dan kadar
belerang.

Bahan bakar diesel harus bebas dari kotoran, seperti pasir dan air. Adanya
pasir yang sangat halus yang terikut bahan bakar diesel dapat mengakibatkan keausan
bagian injektor bahan bakar. Kadar abu dalam bahan bakar merupakan ukuran sifat
abrasi bahan bakar.

Kecenderungan bahan bakar diesel untuk memberikan endapan karbon dan


asap dalam gas buang dapat ditunjukkan dengan uji sisa karbon.Belerang dalam
bahan bakar diesel dapat mengakibatkan korosi pada sistem injeksi bahan bakar dan
setelah pembakaran dapat mengakibatkan korosi pada cincin lorak. silinder, bantalan
dan sistem pembuangan gas buang.

7.4. Klasifikasi bahan bakar diesel

ASTM membagi bahan bakar diesel (ASTM D 975-90) menjadi tiga grade, yaitu:

Grade No.1-D: suatu bahan bakar distilat ringan. yang mencakup sebagian fraksi
kerosin dan sebagian fraksi minyak gas, digunakan untuk mesin diesel
otomotif dengan kecepatan tinggi.

Grade No.2-D: suatu bahan bakar distilat tengahan bagi mesin diesel otomotif, yang
dapat juga digunakan unluk mesin diesel bukan otomotif. khususnya
dengan kondisi kecepatan dan beban yang sering berubah-ubah.

Grade No.4-D: suatu bahan bakar distilat berat atau campuran antara distilat dengan
minyak residu. untuk mesin diesel bukan otomotif dengan kecepatan
rendah dan sedang dengan kondisi kecepatan dan beban tetap.

Indonesia dewasa ini memproduksi dua macam bahan bakar diesel. yaitu minyak
solar untuk mesin diesel dengan kecepatan perputaran tinggi dan minyak diesel untuk
mesin diesel dengan kecepatan perputaran sedang dan rendah.

8. MINYAK BAKAR

Istilah minyak bakar dalam arti yang luas ialah bahan bakar minyak yang
dibakar untuk menghasilkan panas. Dengan pengertian ini maka kerosin dapat juga
digolongkan sebagai minyak bakar, karena kerosin di samping sebagai bahan bakar
untuk lampu penerangan, dapat juga digunakan sebagai bahan bakar yang
menghasilkan panas dalam kompor yang digunakan dalam rumah tangga.

Minyak bakar dapat berupa distilat. residu atau campuran di antara keduanya. Distilat
dapat berasal dari distilasi minyak mentah atau berasal dari proses rengkahan.
Sedangkan residu dapat berasal dari residu hasil distilasi minyak mentah dan residu
yang berasal dari proses rengkahan. Distilat yang ditambahkan kepada residu
dimaksudkan unluk menurunkan viskositas sampai ke tingkat yang diinginkan.

8.1. Klasifikasi minyak bakar

ASTM membagi minyak bakar menjadi lujuh grade (ASTM D 396-90a). yaitu:
Grade No.l dan 2: bahan bakar distilat untuk digunakan dalam rumah tangga
Grade No.4 (ringan)dan 4:
bahan bakar distilat berat atau campuran distilat dan bahan bakar
residu yang digunakan dalam alat pembakar industri / komersial.

Grade No.5 (ringan), 5 (berat) dan 6:

bahan bakar residu dengan viskositas dan daerah didih yang makin
bertambah, dgunakan dalam alat pembakar industri. Biasanya
diperlukan pemanasan pendahuluan dalam penanganannya agar
diperoleh pengabutan yang baik.
Persyaratan umum bagi minyak bakar di atas ialah harus homogen, bebas dari
asam anorganik. bebas dari bahan padatan dan serat, harus tetap tinggal uniform
dalam penyimpanan biasa dan tidak lerjadi pemisahan antara komponen minyak
ringan dan berat.

9. MINYAK PELUMAS

Minyak pelumas terdapat dalam bagian minyak mentah yang mempunyai daerah
didih yang paling tinggi. yaitu sekitar 4000C ke atas. Fraksi minyak pelumas
dipisahkan dari residu hasil distilasi minyak mentah dengan distilasi hampa. Dalam
distilasi ini biasanya diperoleh tiga fraksi yaitu fraksi minyak pelumas ringan, fraksi
minyak pelumas sedang dan fraksi minyak pelumas berat. Karena malam dan aspal
mempunyai daerah didih yang kira-kira sesuai dengan daerah didih minyak pelumas
maka dalam distilasi untuk memperoleh fraksi minyak pelumas selalu akan tercampur
dengan malam atau aspal, tergantung kepada jenis minyak mentahnya.

9.1. Komposisi minyak pelumas

Minyak pelumas terdiri dari senyawa-senyawa hidrokarbon parafin, naften,


aromat dan sejumlah kecil senyawa organik yang mengandung oksigen dan belerang
yang dipandang sebagai pengotor. Struktur utama molekul minyak pelumas adalah
inti naften, inti naften dan inti aromat, yang tersusun dalam kelompok-kelompok
sampai sebanyak enam cincin. Pada kelompok cincin ini dapat terikat rantai parafin.
Makin panjang dan makin banyak rantai parafin, maka minyak pelumas makin
bersifat parafin. Minyak pelumas naftenik, mengandung lebih banyak cincin aromat
dan lebih sedikit rantai parafin.

Penghilangan malam dengan zat pelarut (solvent dewaxing) akan


menghilangkan senyawa hidrokarbon parafin normal dan isoparafin, sedangkan
ekstraksi solven akan menghilangkan molekul-molekul yang terutama mengandung
cincin aromat, maka minyak pelumas yang telah dimurnikan cenderung terdiri dari
cincin-cincin naften kompleks, dengan rantai-rantai cabang parafin.

9.2.Fungsi minyak pelumas

Sesuai dengan namanya, fungsi utama minyak pelumas ialah untuk


memberikan lapisan minyak antara dua permukaan yang bergeser satu terhadap yang
lain, sehingga dapat memperkecil gaya gesek, sehingga mencegah terjadinya keausan
dan memperkecil kehilangan daya. Di samping itu, minyak pelumas juga harus dapat
mengalir dengan bebas sehingga panas yang timbul karena gesekan dapat
dihilangkan.

Jenis mesin atau alat-alat yang memerlukan pelumasan bermacam ragam, dari
mesin yang tugasnya sangat ringan sampai dengan mesin yang tugasnya sangat berat,
maka dikenal banyak jenis minyak pelumas. Dalam diktat ini hanya akan dibicarakan
tiga jenis saja yaitu minyak pelumas mesin, minyak pelumas roda gigi dan minyak
pelumas industri.

93. Spesifikasi dan klasifikasi minyak pelumas

Berbeda dengan bahan bakar, persyaratan minyak pelumas yang digunakan


umumnya disesuaikan dengan anjuran yang diberikan oleh pabrik pembuat mesin,
sesuai dengan tugas mesin yang bersangkutan. Mengenai mutu minyak pelumas
mesin, digunakan dasar klasifikasi yang umum berlaku, yaitu klasifikasi viskositas
menurut Society of Automotive Engineers (SAE), klasifikasi menurut American Petro-
leum Institute (API) dan klasifikasi lainnya yang setaraf. Di samping itu di sini juga
akan dibicarakan klasifikasi viskositas minyak lumas industri menurut ASTM (ASTM
D 2422). Sedangkan untuk minyak pelumas transmisi yaitu klasifikasi viskositas
menurut SAE.

9.3.1. Klasifikasi minyak karter menurut SAE

Society of Automotive Engineers pada tahun 1911 untuk pertama kalinya


membagi minyak pelumas karter ke dalam bilangan viskositas SAE (SAE viscosity
number) yang didasarkan kepada daerah viskositas minyak pelumas pada suhu
tertentu. Klasifikasi ini sejak pertama kali dibuat, telah mengalami beberapa kali
penyempurnaan
Dengan digunakannya aditif yang dapat memperbaiki indeks viskositas (viscosity
index improver) yang dapat menaikkan viskositas minyak pelumas pada suhu tinggi,
maka di samping minyak pelumas karter single grade, sekarang sudah lazim
digunakan orang minyak pelumas karter multigrade, seperti minyak pelumas karter
SAE 5W.

40, SAE 5W-50, SAE 10W-40 dan SAE 10W-50. Minyak pelumas carter 10W-50
berarti bahwa minyak pelumas ini dapat digunakan untuk melumasi mesin yang
memerlukan minyak dari SAE 10W sampai SAE SOW.
Di samping mencegah keausan mesin, minyak pelumas karter juga berfungsi
untuk menjaga agar karter, sistem minyak pelumas dan bagian-bagian yang dilumasi
tetap bersih, sebagai pendingin dan sebagai sekat torak.
9.3.2. Klasifikasi minyak karter menurut API

Pada tahun 1945, American Petroleum Institute (API), membagi minyak karter
menjadi 3 jenis yaitu: reguler, premium dan heavy duty. Karena klasifikasi ini
dipandang belum mencukupi, maka pada tahun 1952 API mengadakan klasifikasi
minyak pelumas karter baru, yang didasarkan kepada kondisi pelayanan (service
conditions), yaitu bahwa dalam menentukan minyak pelumas yang akan digunakan
untuk melumasi mesin motor, harus diperhatikan konstruksi dan rancangan mesin,
bahan bakar, cara perawatan dan kondisi operasi mesin.

Menurut klasifikasi yang baru ini, minyak pelumas karter dibagi menjadi dua
kelompok besar, yaitu minyak pelumas untuk mesin motor bensin, yang diberi kode
huruf M, dan minyak pelumas untuk mesin motor diesel, yang diberi kode huruf D.
Selanjutnya berda-sarkan berat ringannya kondisi pelayanan mesin, apakah ringan,
sedang atau berat, dalam klasifikasi ini digunakan imbuhan huruf L (light), M
(medium) dan S (severe) untuk minyak pelumas mesin motor bensin, dan imbuhan
huruf G (general),M (medium) dan S (severe) untuk minyak pelumas mesin motor
diesel. Sehingga untuk minyak pelumas mesin motor bensin dengan kondisi
pelayanan ringan, sedang dan berat berturut-turut digunakan kode ML, MM dan MS;
sedangan untuk minyak pelumas mesin motor diesel untuk kondisi pelayanan yang
sesuai digunakan kode DG, DM dan DS.
Pada tahun 1969, API yang bekerjasama dengan ASTM dan SAE membuat
suatu cara klasifikasi baru, yang dirancang berdasarkan uji mesin (engine test) dan
tingkat kinerja (performance level). Dalam klasifikasi ini digunakan kode huruf S
(singkatan dari service station) bagi minyak pelumas mesin bensin; sedangkan bagi
minyak pelumas mesin diesel digunakan kode huruf C (singkatan dari kata
commersial wholesalers). Selanjutnya untuk kedua jenis minyak pelumas ini
digunakan imbuhan huruf alfabet A, B, C dan seterusnya yaitu dengan huruf alfabet
akhir yang terbuka (open ended), untuk mengantisipasi perkembangan teknologi
untuk masa-masa yang akan datang. Secara singkat arti kode dalam klasifikasi
minyak pelumas ini ialah:

Untuk mesin bensin.


SA minyak pelumas ini digunakan untuk mesin-mesin lama yang bekerja pada
kondisi yang relatif ringan dan tidak menggunakan aditif.
SB minyak pelumas ini digunakan untuk mesin-mesin lama yang bekerja pada
kondisi yang relatif ringan dan hanya mengandung aditif antioksidan.
SC minyak pelumas ini digunakan untuk mesin buatan tahun 1964 sampai tahun
1967 dan yang mampu mengurangi terjadinya deposit pada suhu tinggi dan suhu
rendah, mampu melindungi bagian-bagian mesin terhadap terjadinya keausan,
karat dan korosi.
SD minyak pelumas ini digunakan untuk mesin buatan tahun 1968 sampai tahun
1971 dan merupakan penyempurnaan dari minyak pelumas kategori SC yang
lebih mampu mencegah terjadinya deposit pada suhu tinggi dan suhu rendah,
mampu melindungi - bagian-bagian mesin terhadap terjadinya keausan, karat
dan korosi.
SE Minyak pelumas ini digunakan untuk mesin buatan tahun 1972 sampai dengan
tahun 1979 yang tahan terhadap oksidasi, mampu mencegah terjadinya karat
dan korosi.
SF Minyak pelumas ini digunakan untuk mesin buatan tahun 1980 ke atas dan
mempunyai kemampuan yang lebih baik dibanding-kan dengan minyak
pelumas kategori SE.
SG Minyak pelumas ini digunakan untuk mesin buatan mulai tahun 1990 dan
mempunyai kemampuan yang lebih baik dibandingkan dengan minyak pelumas
kategori SF.
Untuk mesin diesel.
CA Minyak pelumas ini digunakan untuk mesin diesel lama yang bekerja pada
kondisi yang relatif ringan dengan bahan bakar yang berkualitas tinggi dengan
kadar belerang sampai 0,4% berat. Mampu mencegah terjadinya korosi dan
pembentukan deposit pada suhu tinggi. Dapat juga digunakan untuk mesin
bensin dengan pelayanan yang ringan.
CB Minyak pelumas ini digunakan untuk mesin diesel lama yang bekerja pada
kondisi ringan sampai sedang dengan bahan bakar dengan kualitas lebih rendah
dengan kadar belerang tinggi sampai 1,07% berat.. Mampu memberikan
perlindungan mesin terhadap keausan dan timbulnya deposit.
CC Minyak pelumas ini digunakan untuk mesin diesel yang dileng-kapi dengan
supercharger yang bekerja pada kondisi sedang sampai berat. Dapat juga
digunakan untuk mesin bensin dengan kondisi kerja berat. Mampu melindungi
bagian mesin terhadap timbulnya karat, korosi dan endapan.
CD Minyak pelumas ini digunakan untuk mesin diesel yang dileng-kapi dengan
supercharger yang bekerja pada kondisi berat dengan beban berat dan kecepatan
tinggi. Dapat melindungi mesin terhadap keausan dan endapan pada suhu tinggi
CE Minyak pelumas ini digunakan untuk mesin diesel tugas berat yang
dilengkapi dengan supercharger buatan tahun 1983 dan seterusnya, yang
beroperasi pada kondisi kecepatan rendah-beban berat maupun kecepatan tinggi
beban berat.

9.3.3. Spesifikasi angkatan perang Amerika Serikat

Spesifikasi angkatan perang Amerika Serikat (U.S. Millitary Specification)


mula-mula digunakan dalam kalangan angkatan perang Amerika Serikat saja, tetapi
sekarang ini telah digunakan secara luas oleh berbagai perusahaan.
Adapun Spesifikasi minyak pelumas mesin motor dengan kode-kodenya adalah
sebagai berikut:
MIL-L-2104A -berlaku bagi minyak pelumas untuk mesin bensin dan diesel
yang bekerja pada kondisi ringan dan yang menggunakan bahan bakar dengan kadar
belerang rendah. Sesuai dengan kelas CA pada klasifikasi API. Supplement 1-
mempunyai unjuk kerja kerja yang lebih baik dari MIL-L-2104A, dengan
ditambahkannya aditif dispersan deterjen (detergent dispersant). Dapat bekerja
dengan bahan bakar yang mempunyai kadar belerang tinggi. Sesuai dengan kelas CB
pada klasifikasi API.
MIL-L-2104B berlaku untuk minyak pelumas mesin diesel yang dilengkapi
dengan alat penambah tenaga ekstra yang beroperasi pada kondisi yang berat. Juga
dapat digunakan untuk mesin bensin yang bekerja pada kondisi berat. Sesuai dengan
kelas CC menurut klasifikasi API.
MIL-L-45199B berlaku bagi minyak pelumas mesin diesel dengan penambah
tenaga ekstra yang mempunyai kecepatan tinggi dan bekerja pada kondisi berat dan
menggunakan berbagai jenis bahan bakar diesel. Sesuai dengan kelas CD menurut
klasifikasi API.
MEL-L-2104C Spesifikasi ini diperkenalkan pada tahun 1970 mengganti MIL-
L-2104B dan MIL-L-45199B, dan merupakan kelas minyak pelumas yang
mempunyai unjuk kerja yang lebih baik dari pada kelas CD menurut klasifikasi API.

9.3.4. Klasifikasi lain

Selain klasifikasi dan spesifikasi di atas, masih terdapat beberapa klasifikasi


atau spesifikasi minyak pelumas lainnya seperti yang dikeluarkan oleh General
Motor, Caterpillar dan Mercedes Benz.

9.3.5. Klasifikasi minyak pelumas transmisi menurut SAE

Klasifikasi minyak pelumas transmisi (roda gigi) ini serupa dengan klasifikasi
minyak pelumas karter SAE, dan didasarkan kepada daerah viskositas kinematik pada
suhu tertentu dan suhu maksimum yang diperlukan untuk mendapatkan viskositas
150000 cp,
Tidak ada hubungan antara bilangan viskositas SAE minyak pelumas mesin dengan
minyak pelumas transmisi, walaupun sepintas tampaknya sama dalam sistem
penomorannya.

Seperti halnya dengan minyak pelumas karter, di samping minyak pelumas


transmisi single grade, juga dikenal minyak transmisi multigrade, seperti SAE SOW-
140 dan SAE 85W-140, yang dapat digunakan untuk melumasi roda gigi sistem
transmisi yang beroperasi pada suhu yang rendah dan tinggi.

9.3.6. Klasifikasi viskositas minyak pelumas industri

Dalam klasifikasi ini minyak pelumas industri dibagi ke dalam 18 grade


viskositas ISO (International Organization for Standardization) berdasarkan harga
daerah viskositas kinematik minyak pelumas pada suhu 40°C (ASTM D 2422-86) .
Klasifikasi ini merupakan hasil kerjasama antara ASTM dengan American Society of
Lubrication Engineers (ASLE), British Standard Institution (BS) dan Deutsher
Normen Ausschuss (DNA). Seperti halnya dengan klasifikasi SAE, klasifikasi ini
tidaklah menunjukkan kualitas minyak pelumas, tetapi hanya memberikan informasi
mengenai kekentalan kinematik minyak pelumas pada suhu 40° C. Klasifikasi ini juga
tidak dimaksudkan sebagai pengganti klasifikasi SAE yang telah digunakan secara
luas.

9.3.7. Aditif minyak pelumas

Karena adanya tuntutan pelumasan yang semakin baik sejak tahun 1930,
berhubung dengan dibuatnya mesin-mesin baru yang bekerja dengan kecepatan dan
suhu yang semakin tinggi dan dengan beban yang semakin berat, maka sejak tahun
1932 orang telah mulai menggunakan aditif minyak pelumas untuk memenuhi
tuntutan tersebut. Aditif adalah bahan kimia yang ditambahkan ke dalam minyak
pelumas dalam jumlah sedikit dengan maksud untuk memperbaiki kinerja minyak
pelumas.
Aditif yang pertama-tama dibuat adalah paraflow, yaitu aditif penekan titik
tuang {pour point depressant) yang dapat membuat minyak pelumas tetap dapat
mengalir pada suhu 20 sampai 50° F di bawah titik tuangnya. Paraflow dibuat dari
malam terkhlorinasi dengan fenol atau naftalen. Aditif yang dapat memperbaiki
indeks viskositas minyak pelumas (viscosity index improver) pertama kali dibuat
pada tahun 1933, yaitu poli-isobutilen. Sedangkan aditif pencegah korosi (corrosion
inhibitor) dan deterjen dibuat pada tahun 1935. Sejak itu, penggunaan aditif
berkembang dengan pesat dan diantaranya ada aditif yang mempunyai fungsi ganda.
Dewasa ini aditif-aditif yang digunakan untuk memperbaiki unjuk kerja minyak
pelumas diantaranya ialah:
Penekan titik tuang (pour point depressant) - memperbaiki flui-ditas minyak
pelumas pada suhu rendah. Di antaranya ialah polialkilat aromatik terkondensi
(polyalkilated condensed aromatics), dengan gugus alkil €20 dan alkilester polimer
asam metakrilat, dengan gugus alkil Ci5 atau Czo.

Pembaik indeks viskositas (viscosity index improver) - mencegah penurunan


kekentalan karena kenaikan suhu minyak pelumas yang umumnya berupa molekul-
molekul besar dengan struktur menyerupai batang atau rantai; di antaranya ialah
poliisobutilen dengan berat molekul sedemikian sehingga berbentuk setengah fluida,
polimetakrilat dan alkil polistiren.
Anti oksidan (anti-oxydant) — untuk mencegah oksidasi minyak pelumas, mencegah
pembentukan lumpur (sludge) dan asam. Ada 3 kelompok anti oksidan yaitu: fenol,
senyawa nitrogen dan turunan belerang. Diantaranya ialah 2,6,di-ter-butil-4-
metilfenol, fenilalfanaftila-min dan turunannya.
Dispersan deterjen (detergent dispersant) - untuk mendispersikan lumpur dan
mencegah penggumpalan kotoran. Di antaranya ialah kalsium atau barium petroleum
sulfonat, kalsium alkil fosfat (Ci6), salisilat, fenilstearat dan garam logam turunan
tiofosfat dan tiofosfit organik.
Anti buih (anti foam) - mencegah terjadinya buih, di antaranya ialah senyawa silikon.

9.3.8. Sifat-sifat minyak pelumas

Sifat-sifat penting minyak pelumas ialah sifat alir dan kecocokan-nya sebagai
pelumas untuk kondisi pemakaian yang berbeda-beda. Sifat alir minyak pelumas
ditunjukkan oleh viskositas, indeks viskositas dan titik tuang. Sedangkan kecocokan
untuk kondisi pemakaian yang berbeda-beda seperti suhu, beban, kecepatan dan
adanya kontaminan (air, debu, oksigen dan hasil pembakaran) ditunjukkan dengan uji
ketahanan oksidasi, kemampuan membawa beban, sisa karbon, kadar abu, titik nyala
dan sifat-sifat lain yang ditentukan dengan uji baku.

9.3.8.a. Viskositas

Viskositas minyak pelumas dapat ditentukan dengan viskosi-meter. Dewasa ini


viskosimeter yang umum digunakan ialah viskosi-meter pipet (ASTM D 445-88).
Viskosimeter Saybolt yang telah lama digunakan sebagai alat uji baku vskositas,
sekarang sudak tidak lagi digunakan.

9.3.8.b. Indeks viskositas

Indeks viskositas adalah indeks yang berhubungan dengan kecepatan


perubahan viskositas dengan suhu. Indeks ini ditemukan oleh Dean dan Davis dari
Standard Oil Development Company pada tahun 1932. Skala indeks viskositas
didasarkan kepada minyak pembanding Pennsylvania dan Gulf Coast tertentu.
Minyak Pennsylvania adalah minyak golongan dasar parafin di mana viskositasnya
tidak banyak berubah dengan perubahan suhu dan diberi harga indeks viskositas 100,
sedangkan minyak Gulf Coast adalah minyak golongan dasar naften di mana
viskositasnya banyak berubah dengan perubahan suhu dan diberi harga indeks
viskositas 0. Berdasarkan viskositas minyak pembanding dan minyak contoh pada
suhu 40° C dan 100° C, maka indeks viskositas minyak contoh dapat ditentukan
dengan persamaan,

Indeks viskositas = ——— x 100 L-H

di mana L dan H adalah viskositas minyak referensi yang mempu nyai indeks
viskositas 0 dan 100 (keduanya mempunyai viskositas yang sama pada 100° C) dan U
adalah viskositas contoh, semuanya pada suhu 40° C.
Minyak pelumas karter biasanya diinginkan yang mempunyai indeks viskositas
tinggi. Temyata bahwa minyak pelumas yang mempunyai indeks viskositas yang
tinggi, juga mempunyai daya dukung beban yang lebih tinggi dibandingkan dengan
minyak pelumas yang mempunyai indeks viskositas yang rendah.

9.3.8.C. Titik tuang

Titik tuang adalah suhu terendah dimana minyak pelumas masih dapat
mengalir, merupakan sifat minyak pelumas yang penting apabila digunakan ditempat-
tempat yang berhawa dingin. Untuk Indonesia dimana suhu rata-rata sepanjang tahun
relatif tinggi maka kiranya tidak ada masalah untuk sifat ini.

9.3.8.d. Ketahanan oksidasi

Pada suhu rendah minyak pelumas akan teroksidasi dua kali lebih cepat
apabila suhu naik setiap 15°F dan pada suhu 150° F oksidasi akan sangat
memperpendek umur minyak pelumas. Oksidasi ini tidak dapat dihindari, tetapi dapat
dikurangi dengan menghilangkan konstituen yang mudah dioksidasi dan dengan
menambahkan inhibitor oksidasi ke dalam minyak pelumas.
Ada beberapa macam cara uji ketahanan oksidasi minyak pelumas, yang pada
dasamya dilakukan dengan jalan memanaskan minyak pelumas dan udara atau
oksigen pada suhu 200° F sampai terbentuk lumpur, banyaknya lumpur yang
:
terbentuk merupakan ukuran ketahanan minyak pelumas.

9.3.8.e. Daya dukung beban


Kemampuan lapisan minyak pelumas tipis untuk tidak putus karena adanya
beban berat tergantung kepada suhu, beban, kecepatan, kekasaran permukaan dan
komposisi permukaan logam yang dilumasi. Uji daya dukung beban dilakukan dengan
menaikkan beban pada komponen mesin yang dilumasi yang diputar dengan
kecepatan perputaran tertentu. Putusnya lapisan minyak pelumas akan ditandai
dengan timbulnya suara, naiknya suhu dan kerusakan permukaan.

10. GEMUK

Banyak bagian-bagian mesin yang dirancang sedemikian sehingga minyak


pelumas tidak dapat tinggal pada tempatnya dan melumasinya. Untuk mengatasi hal
ini minyak pelumas dipertebal dengan mendispersikan sabun, lempung atau bahan
penebal lainnya.Minyak pelumas yang telah ditebalkan, yang mempunyai konsistensi
yang berbeda-beda, dari keadaan setengah cair sampai padat mi, disebut gemuk
(grease) atau pelumas gemuk {lubricating grease).

Di samping bahan penebal, di dalam gemuk dapat ditambahkan aditif seperti


inhibitor oksidasi dan agen tekanan ekstrim (extreme pressure agent). Minyak
pelumas, bahan penebal dan aditif bersama-sama akan menentukan sifat-sifat
pelumasan gemuk.

Sabun untuk pembuatan gemuk dibuat dengan jalan mereak-sikan hidroksida


logam-logam dengan berbagai macam lemak atau asam lemak. Jenis logam sangat
berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik gemuk, sehingga gemuk diberi nama menurut
logam atau logam-logam dalam sabun. Misalnya gemuk sabun natrium, gemuk sabun
kalsium dan gemuk sabun natrium-kalsium.

Lemak-lemak yang digunakan dapat berasal dari hewan ataupun dari tumbuh-
tumbuhan. Juga asam lemak yang digunakan, dapat berasal dari lemak hewan
ataupun tumbuh-tumbuhan. Jenis lemak, asam lemak maupun logam, sangat
berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik dan kimia gemuk.

Minyak pelumas yang digunakan untuk membuat gemuk dapat berasal dari
bermacam-macam minyak mentah dan dapat mempunyai viskositas yang berbeda-
beda dari minyak spindel ringan yang mempunyai viskositas kinematik tidak lebih
dari 21 cs pada 40° C sampai minyak silinder berat yang mempunyai viskositas
kinematik dari 32-43 cs pada 100° C.

Gemuk dapat dibuat dengan dua macam cara, yaitu cara panas, di mana
campuran minyak pelumas dan sabun dipanaskan pada suhu antara 150-300° C di
dalam ketel gemuk (cooked grease) dan cara dingin, di mana campuran minyak
pelumas, minyak damar dan kapur dipanaskan pada suhu yang relatif rendah di
bawah 65° C di dalam sebuah pencampur mekanik (cold set).

Dewasa ini PERTAMINA telah memproduksi beberapa jenis gemuk, yaitu:


Gemuk Pertamina SG untuk kendaraan yang sifatnya serbaguna dengan dasar sabun
lithium 1,2 hidroksi stearat timbal;

Gemuk Pertamina TS 2 adalah gemuk dengan bahan dasar sabun kalsium untuk
bantalan yang memerlukan gemuk yang tahan air; Gemuk Pertamina 2,3 adalah
gemuk untuk industri yang sifatnya serba guna dengan dasar sabun lithium dan
Gemuk Pertamina EP 1 dan EP 2 jenis extreme pressure dengan dasar sabun lithium
1,2 hidroksistearat untuk bantalan industri yang tugasnya sedang sampai berat.

10.1. Sifat-sifat gemuk


Sifat pokok gemuk ialah kemampuannya untuk berlaku sebagai zat padat
apabila gemuk dalam keadaan diam, dan berlaku sebagai cairan apabila gemuk
mendapat tegangan geser. Jadi gemuk yang berkontak dengan permukaan-permukaan
yang bergerak akan berlaku sebagai cairan pelumas, sedangkan gemuk yang
berjauhan letaknya dari permukaan-permukaan yang bergerak akan berlaku sebagai
zat padat. Sifat pelumasan gemuk tergantung kepada sifat-sifat minyak pelumas,
terutama viskositasnya, sedangkan sabun akan menambah kekuatan lapisan kepada
minyak pelumas.

Sifat penting lainnya bagi gemuk ialah stabilitasnya terhadap oksidasi, karena
sejumlah kecil gemuk akan digunakan untuk melu-masi dalam jangka waktu yang
lama. Uji oksidasi gemuk dilakukan dengan memanaskan gemuk bersama-sama
dengan oksigen dalam sebuah bom pada suhu 100° C, sampai tekanan oksigen mulai
turun. Tekanan oksigen yang tetap untuk jangka waktu 500 jam akan sesuai dengan
umur pakai gemuk untuk empat tahun atau lebih.

Sifat lain yang menentukan mudah tidaknya gemuk dipompa-kan dengan bedil
gemuk adalah konsistensi. Konsistensi yang dikenal sebagai penetrasi diukur dengan
menggunakan penetrometer kerucut (ASTM D 217-88), di mana kerucut baku dengan
berat tertentu dijatuhkan pada gemuk yang mempunyai suhu 25° C selama 5 detik.
Jarak tembus dalam persepuluhan milimeter adalah bilangan penetrasi gemuk.
Gemuk keras mempunyai bilangan penetrasi yang lebih kecil dibandingkan dengan
angka penetrasi gemuk lunak. Kebanyakan gemuk mempunyai bilangan penetrasi
antara 250 sampai 350.

Sifat lain yang juga penting adalah dropping point (ASTM D 566-87), yaitu
suhu dimana gemuk berubah dari padat menjadi cair, yang merupakan ukuran
kemampuan sabun untuk menahan minyak yang dikandungnya.

National Lubricating Grease Institute (NLGI) menetapkan penetrasi baku


berbagai tingkat konsistensi gemuk, seperti terlihat pada tabel5-11.

10.2. Macam-macam gemuk


Berdasarkan bahan penebal yang digunakan, maka ada beberapa tipe gemuk,
yaitu:

a. Gemuk sabun kapur (Lime soap grease)

Gemuk sabun kapur dibuat dari minyak pelumas, lemak dan kapur. Perlu
digunakan air sedikit. Tanpa adanya air, maka gemuk ini tidak akan terjadi. Karena
sabun kapur tidak dapat larut dalam air, maka gemuk ini digunakan untuk melumasi
mesin-mesin yang berkontak dengan air. Tetapi gemuk ini tidak dapat digunakan
untuk pelumas-an pada suhu diatas 175° F, karena pada suhu ini air akan hilang
menguap dan sabun akan memisah dari minyaknya. Gemuk ini mempunyai tekstur
mentega. b. Gemuk sabun natrium (Sodium soap grease)

Gemuk sabun natrium dibuat dari minyak pelumas, lemak dan natrium
hidroksida. Tidak diperlukan air untuk membentuk struktur gemuk yang stabil. Dapat
digunakan untuk pelumasan pada suhu yang tinggi, karena gemuk ini mempunyai
dropping point tinggi, dapat sampai diatas 400° F. Karena sabun natrium dapat larut
dalam air, maka gemuk ini tidak dapat digunakan untuk pelumasan bagian-bagian
mesin yang berkontak dengan air. Gemuk sabun natrium mempunyai tekstur serat. c.
Gemuk sabun aluminium (Aluminium soap grease)

Gemuk sabun aliminium ini dibuat dari sabun aluminium yang didispersikan
didalam minyak pada suhu sekitar 300° F. Sabun aluminium diperoleh dengan jalan
mereaksikan aluminium sulfat dengan sabun natrium. Gemuk sabun aluminium ini
tahan terhadap air. Disamping itu sabun gemuk ini dapat juga dibuat dengan
mencampur leburan asam stearat yang dicampur dengan minyak. d. Gemuk sabun
lithium (Lithium soap grease)

Gemuk sabun lithium dibuat dengan jalan memanaskan lithium stearat dan
minyak sampai sempurna melebur. Gemuk sabun ini tahan terhadap air, dan seperti
sabun gemuk kalsium mempunyai tekstur seperti mentega. Tidak memerlukan air
untuk membentuk struktur gemuk yang stabil, sehingga dapat digunakan pada suhu
diatas titik didih air. Kalau gemuk ini dibuat dari minyak pelumas yang mempunyai
viskositas yang rendah, gemuk dapat digunakan untuk pelumasan dalam pesawat
terbang dimana suhu sekeliling dapat sangat rendah. Karena gemuk lithium dapat
digunakan pada suhu tinggi dan suhu rendah dan juga tahan terhadap air, gemuk ini
juga disebut; multi purpose grease. e. Gemuk sabun campur (Mixed soap grease)

Gemuk sabun ini dibuat dengan menggunakan lebih dari satu macam sabun. Salah
satu diantaranya dibuat dari sabun natrium-kalsium, dan yang lain dari sabun lithium-
kalsium. Gemuk yang dibuat dari sabun natrium kalsium mempunyai tekstur yang
lebih halus dari pada tekstur gemuk sabun natrium. Gemuk sabun lithium-kalsium
lebih murah dari pada gemuk sabun lithium, dan masih mempunyai sifat serupa
dengan gemuk sabun lithium. f. Gemuk bukan sabun (Non-soap grease)

Gemuk bukan sabun dibuat dari minyak pelumas yang dipertebal dengan
menggunakan bahan-bahan bukan sabun, antara lain dengan menggunakan lempung
bentonit, silika gel dan carbon black.
11. MALAM MINYAK BUMI

Senyawa hidrokarbon yang terdapat dalam malam minyak buni mempunyai


atom karbon dari 20 sampai 75 buah, dan mempunyai titik lebur dari kira-kira 45
sampai 100° C. Malam yang melebur pada suhu sekitar 65° C atau lebih rendah,
hampir seluruhnya terdiri dari senyawa hidrokarbon parafin normal dan yang
mempunyai atom karbon sampai sejumlah 34 buah. Malam minyak bumi yang
mempunyai titik lebur yang lebih tinggi, mengandung senyawa hidrokarbon napthen
dan senyawa hidrokarbon isoparafin yang jumlahnya semakin besar; senyawa
hidrokarbon aromatik dapat juga terdapat dalam malam minyak bumi ini.

Malam minyak bumi dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu :

malam parafin dan malam kristal mikro. Malam parafin diperoleh dari distilat parafin
ringan yang mendistilasi pada suhu kurang dari 400° C, sedangkan malam kristal
mikro diperoleh dari distilat parafin berat. Adapun sifat-sifat malam parafin dan
malam kristal mikro dapat dilihat pada tabel 5-12.

11.1. Sifat-sifat malam


Karena kepentingan dalam pencampuran, pengolahan dan penggunaannya,
maka suhu dimana malam meleleh digunakan sebagai dasar klasifikasi malam.
Karena malam minyak bumi terdiri dari campuran senyawa-senyawa hidrokarbon,
maka malam minyak bumi tidak mempunyai titik lebur yang pasti. Beberapa cara uji
telah dikem-bangkan untuk menentukan titik leleh malam. Cara uji yang banyak
digunakan ialah cara ASTM yang mengukur perubahan lereng kurve pendinginan
yang diperoleh pada pembekuan malam.

Titik leleh ASTM (ASTM D 87-87) adalah suhu dimana malam menunjukkan
kecepatan perubahan suhu minimum. Titik leleh ASTM juga disebut titik leleh
Inggris (English melting point). Cara yang serupa iengan metode ASTM yang
digunakan sebelumnya, memberikan titik leleh 3°F lebih tinggi dari pada titik leleh
ASTM, dan disebut titik leleh Amerika. Titik leleh diperoieh denganjalan membuat
kurve pendinginan
Penentuan titik leleh hanya dapat dikenakan kepada nalam parafin, sedangkan
malam kristal mikro tidak dapat. Sehingga mtuk malam kristal mikro, dikenakan uji
titik penetesan (dropping wint) sifat-sifat lain dari malam dapat tergantung kepada
penggunaan nalam. Wama, bau dan rasa mempunyai arti yang penting untuk nalam
yang dalam penggunaanya akan berkontak dengan bahan nakanan. Malam yang
digunakan untuk pembuatan kertas malam, 5erlu diperiksa sifat-sifatnya yang khusus
yaitu: titik lengket atau clocking point (ASTM D 1465), yaitu suhu dimana kertas
malam satu ;ama lain akan saling lengket; sealing strength yaitu kekuatan yang
iiperlukan untuk memisahkan kertas malam panas dan fleksibilitas flexibility), yaitu
jumlah lipatan yang tidak menimbulkan kerusakan cepada lapisan malam pada kertas
malam.

Disamping itu ketahanan terhadap air dan uap air juga penting sekali bagi
malam untuk pembuatan kertas malam. Kekerasan malam ditentukan dengan
penetrometer jarum (ASTM D 1321), yaitu jarak tembus jarum didalam milimeter
pada contoh malam yang diberi beban 100 g dalam waktu lima detik pada 25° C (77°
F).

11.2. Penggunaan malam


Banyak sekali penggunaan malam parafin dan malam kristal mikro antara lain
yaitu untuk melapisi kertas, melapisi papan, pembuatan lilin, korek api, pembuatan
kosmetik, pembuatan kain batik, isolasi listrik, kertas pembungkus makanan,
komponen dalam tinta cetak, bahan pemolis dan pita mesin ketik.

12. ASPAL

Aspal adalah bitumen setengah padat berwarna hitam yang berasal dari minyak bumi.
Aspal dapat terdapat dalam alam, yaitu yang disebut aspal alam, seperti aspal alam
Buton di pulau Buton Sulawesi Tenggara dan aspal alam dari Trinidad, atau diperoleh
sebagai salah satu produk dari kilang minyak bumi. Di Indonesia , spesifikasi aspal
untuk pengerasan jalan (aspal keras) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bina Marga
Departemen Pekerjaan Umum yang berlaku untuk aspal pen 60 dan 80, yang dapat
dilihat pada lam piran 16.
Aspal terdiri dari partikel-partikel koloid yang disebut aspalten yang terdispersi di
dalam resin dan konstituen minyak. Perbandingan aspalten, resin dan konstituen
minyak tergantung dari minyak bumi asal dan cara pengolahannya. Aspalten dapat
dipisahkan dari resin dan konstituen minyak dengan jalan melarutkannya dalam nafta.
Aspalten yang tidak larut akan mengendap sebagai serbuk yang berwama coklat atau
hitam. Diperkirakan aspalten terdiri dari gugus-gugus hidrokar-bon aromatik
kompleks, yang dihubungkan dengan gugus hidrokar-bon, atom belerang dan oksigen.

Minyak dapat dipisahkan dari resin dengan jalan adsorbsi dengan pertolongan
lempung. Konstituen minyak adalah minyak pelu-mas yang mempunyai viskositas
yang tinggi, yang berwarna coklat tua atau kemerah-merahan.

12.1. Sifat-sifat aspal


Aspal hams mempunyai sifat adhesi (lengket) dan kohesi (melawan tarikan). Aspal
juga harus mempunyai sifat tahan terhadap air, mempunyai sifat kimia yang stabil,
tidak terpengaruh oleh asam dan basa. Disamping itu dapat mempunyai konsistensi
yang berbeda-beda. Di antara sifat-sifat fisis aspal yang terpenting ialah titik
pelunakan, kemuluran dan kekerasan.

12.1.1. Titik pelunakan


Titik pelunakan cincin dan bola (ring and ball softening point) aspal ditentukan
dengan metode uji baku ASTM D 36. Aspal yang telah dicetak di dalam cincin
dipanaskan , sampai bola yang ditempatkan diatasnya jatuh melalui cincin. Titik
pelunakan aspal tidak terjadi pada suatu suhu tertentu tetapi terjadi pada suatu daerah
suhu. Aspal mempunyai titik pelunakan 95/100° F berarti bahwa aspal mempunyai
titik pelunakan antara 95 sampai 100°F.

12.1.2. Kemuluran
Kemuluran {ductility) aspal adalahjarak dalam sentimeter di mana aspal yang telah
dicetak dan ditarik diantara kedua ujungnya dengan kecepatan sekitar 5 cm setiap
menit pada suhu 25° C (77° F) tepat putus (ASTM D 113). Tergantung kepada
jenisnya, aspal dapat mempunyai kemuluran dari 0 sampai lebih dari 100 cm.
12.1.3. Kekerasan

Kekerasan atau penetrasi aspal ditentukan dengan penetrometer jarum, biasanya


dilakukan pada suhu 25° C (77° F) (ASTM D 5). Penetrasi jarum diukur dalam satuan
1/10 mm dan berkisar dari 0 sampai 300. Penetrasi adalah jarak tembus suatu jarum
khusus dimana dengan muatan beban tertentu jarum akan menembus aspal dalam
waktu 5 detik. Kekerasan aspal dinyatakan dalam suhu dan penetrasi, misalnya
penetrasi pada 25° C (77° F) = 60. Aspal 50/60 artinya bahwa aspal mempunyai
penetrasi antara 50 sampai 60 satuan.

12.2. Macam-macam aspal


Berdasarkan konsistensinya, aspal dibagi ke dalam tiga golong-an, yaitu: aspal padat,
aspal setengah padat dan aspal cair.

Aspal padat adalah aspal dimana pada suhu biasa berupa zat padat. Untuk dapat
digunakan dalam keadaan cair, aspal padat harus dipanaskan lebih dahulu.

Aspal setengah padat juga disebut aspal semen, dan masih dibagi lagi kedalam
beberapa grade berdasarkan kekerasannya atau konsistensinya.

Aspal cair pada umumnya adalah aspal yang dilarutkan dalam zat pelarut. Aspal cair,
juga sering disebut cut black asphalt. Ada tiga macam aspal cair tergantung kepada
zat pelarut yang digunakan, apakah zat pelarut berupa naphta, kerosin atau minyak
gas. Aspal cair dengan naphta sebagai pelarut sangat cepat mengeras, dan disebut
rapid curing atau RC asphalt. Aspal cair dengan kerosin sebagai zat pelarut lebih
lambat mengeras, disebut medium curing atau MC asphalt. Sedang aspal dengan
minyak gas sebagai zat pelarut adalah yang paling lama mengeras, disebut slow
curing atau SC asphalt.

Ketiga macam aspal tersebut masih dibagi lagi dalam enam grade, yang diberi angka
0,1,2,3,4 dan 5. Angka terkecil 0 berarti bahwa zat pelarut yang digunakan paling
banyak dan angka terbesar 5 berarti bahwa zat pelarut yang digunakan paling sedikit.
Angka yang sama untuk aspal RC, MC dan SC berarti bahwa ketiga aspal cair
tersebut mempunyai fluiditas yang kira-kira sama.
Disamping aspal cair adajuga aspal emuisi yang dibuat dengan jalan mengemulsikan
aspal dalam air dengan menggunakan emul-gator.

12.3. Penggunaan aspal

Sebagian terbesar aspal digunakan untuk perekat pada konstruksi pengerasan jalan.
Sebagian lainnya untuk melapisi atap, melapisi saluran pipa sebagai bahan pelindung,
kotak baterai, melapisi bagian bawah mobil dan lain-lainnya.

Anda mungkin juga menyukai