Anda di halaman 1dari 46

Product Blending

BAB I
PENDAHULUAN

Peningkatan fleksibilitas operasi dan keuntungan akan dihasilkan ketika operasi


penyulingan menghasilkan aliran basis produk yang dapat dicampurkan (blend) sehingga
dapat dihasilkan berbagai variasi spesifikasi produk akhir. Sebagai contoh, naptha dapat
dicampurkan untuk dihasilkan gasoline atau jet fuel bergantung kebutuhan produk. Di
samping minyak pelumas, penyulingan yanga dihasilkan dari blending adalah gasoline, jet
fuel, heating oil, dan diesel fuel. Tujuan produk blending adalah untuk mengalokasikan
komponen dasar blending yang tersedia untuk dicampurkan sehingga didapatkan spesifikasi
produk yang diinginkan dengan biaya minimal dan akan memaksimalkan keuntungan.
Sekarang, penyulingan memakai kontrol komputer untuk melakukan blending
gasoline dan produk lain dengan volume tinggi. Volume bahan blending dengan harga dan
data karakteristik fisika dikelola pada komputer. Ketika volume tertentu dari produk
dispesifikasikan, komputer memakai model program linear untuk mengoptimasi operasi
blending dengan memilih komponen blending untuk menghasilkan volume yang diperlukan
sehingga didapatkan biaya yang terendah.
Komponen blending untuk memenuhi spesifikasi kritis sangat ekonomis dilakukan
dengan prosedur trial eror dengan bantuan komputer. Banyaknya variabel membuat komputer
memungkinkan untuk melakukan perhitungan sehingga didapatkan beberapa solusi ekuivalen
dan diperoleh total biaya dan keuntungan.

Pengolahan Minyak Bumi

Product Blending

BAB II
PEMBAHASAN

I. GASOLINE BLENDING
I.1 Latar belakang Gasoline Blending
Gasoline adalah suatu senyawa organik yang dibutuhkan dalam suatu pembakaran
dengan tujuan untuk mendapatkan energi/tenaga. Gasolin ini merupakan hasil dari proses
distilasi minyak bumi (Crude Oil) menjadi fraksi-fraksi yang diinginkan. Kisaran fraksi
minyak bumi untuk spesifikasi gasoline adalah fraksi hidrokarbon ringan yaitu C5 C12.
Sekarang di Indonesia jumlah kendaraan bermotor terus meningkat, yang melebihi
2.818.305 mobil penumpang, 1.609.440 mobil beban, 633.368 bus dan 12.877.527 sepeda
motor. Semua alat transportasi ini memakai bensin. Peningkatan jumlah kendaraan yang tidak
diimbangi dengan peningkatan sarana dan prasarana jalan akan menimbulkan kemacetan
yang dapat menyebabkan pemborosan bahan bakar dan polusi udara yang meningkat. Dari
17.938.640 buah kendaraan tersebut, 3,14 juta mobil dan 12,88 juta sepeda motor
menggunakan gasolin dan selebihnya adalah kendaraan berbahan bakar solar atau lainnya.
Kebutuhan gasolin 1998-1999 untuk jumlah kendaraan di atas adalah 11.608.994 KL
(kilo liter) dan sulit bagi Pertamina memenuhi angka ini bila tidak menggunakan tambahan
timbal yang murah. Produksi dan kebutuhan premium dapat dilihat pada Tabel 1.

Pengolahan Minyak Bumi

Product Blending

Tabel 1. Produksi dan Kebutuhan Premium

Dari data yang ada diketahui bahwa konsumsi gasolin di Indonesia pada tahun 19971998 mencapai 10,97 KL dengan laju pertumbuhan rata-rata per tahun 8,5%. Jenis gasolin
yang diproduksi dan dipasarkan oleh Pertamina dengan nama premium saat ini memiliki
angka oktan 88 dengan kandungan timbal maksimum 3 gram/liter dan kadar belerang
maksimum 2% bobot. Di samping premium disediakan pula gasolin yang beroktan lebih
tinggi , yaitu Premix, dengan angka oktan 94. Proses produksinya ditempuh dengan cara
pencampuran premium dengan 15% MTBE (Methyl Tertiery Butyl Ether) sehingga
kandungan timbalnya sama dengan premium.
Jenis gasoline dengan kandungan timbalnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis gasolin dan kandungan timbalnya

Sebelum menentukan alasan mengapa gasoline perlu dilakuakan perlakuan khusus


maka sudah selayaknya perlu tinjauan mengenai gasoline itu sendiri sebagai bahan
bakar.Gasoline adalah salah satu sumber energi yang penting dan banyak dimanfaat oleh
Pengolahan Minyak Bumi

Product Blending
setiap lapisan masyarakat dan permintaannya terus meningkat dari tahun ke tahun maka
tinjauan ini berfungsi untuk meningkatkan nilai guna gasoline yang efektif bagi setiap
penggunanya. Berikut ini adalah beberapa tinjauan mengenai gasoline :

I.2. Spesifikasi Gasoline


Gasoline yang digunakan sebagai bahan bakar motor harus memenuhi beberapa
spesifikasi. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi pembakaran pada mesin dan
mengurangi dampak negatif dari gas buangan hasil pembakaran bahan bakar yang dapat
menimbulkan berbagai masalah lingkungan dan kesehatan. Gasolin yang digunakan sebagai
bahan bakar harus memenuhi spesifikasi yang berlaku di Indonesia pada saat ini,
sebagaimana ditetapkan pemerintah melalui surat keputusan Direktur Jendral Minyak dan
Gas Bumi No. 22K/72/DDJM/1990 dan No. 18K/72/DDJM/1990. Gasolin yang digunakan
sebagai bahan bakar harus memiliki nilai oktan yang cukup tinggi dan memiliki kandungan
bahan bahan berbahaya seperti timbal, sulfur, senyawa senyawa nitrogen , yang dapat
menimbulkan efek kerusakan lingkungan dan masalah kesehatan. Nilai oktan yang harus
dimiliki oleh gasoline yang digunakan sebagai bahan bakar ditampilkan dalam Tabel 3
berikut.
Tabel 3. Spesifikasi Gasoline

Jangkauan titik didih senyawa gasolin antara 40C sampai 220C yang terdiri dari
senyawa karbon C5 sampai C12. Gasolin tersebut berasal dari berbagai jenis minyak mentah
yang diolah melalui proses yang berbeda-beda baik secara distilasi langsung maupun dari
hasil perengkahan, reformasi, alkilasi danisomerisasi. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa komposisi kimia gasolin terdiri dari senyawa hidrokarbon tak jenuh (olefin),
hidrokarbon jenuh (parafin) dan hidrokarbon siklik atau hidrokarbon aromatik.

Pengolahan Minyak Bumi

Product Blending
Pada dasarnya spesifikasi bensin mengatur parameter parameter tertentu sesuai dengan
yang diperlukan oleh gasoline dalam penggunaannya. Parameter parameter tersebut
dikelompokan mejadi tiga kelompok. Ketiga kelompok sifat tersebut adalah :
1. Angka Oktan Hidrokarbon
Pada mesin pembakaran mesin gasoline, beberapa senyawa dapat terbakar sebelum
mereka mencapai busi pembakaran. Pembakaran lebih dulu ini menghasilkan knocking
dimana dapat mereduksi tenaga yang dihasilkan oleh mesin,meningkatkan tingkat gesekan
mesin, dan dapat menyebabkan kerusakan serius pada mesin dan komponen komponennya.
Angka oktan adalah suatu tingkat kecenderungan dari bahan bakar untuk melakukan
ketukan pada mesin. Hal ini diaplikasikan dengan perbandingan naftalene yang berjumlah nol
dengan angka oktan dari isookatan (2,2,4-trimethylpentane) yang berjumlah 100.
Ketika bahan bakar tersebut dites dengan mesin silinder tunggal standar, campuran
dari isooktan dan n-heptana digunakan sebagai standar. ASTM D2699 and ASTM D2700
menjelakan tentang metode mengukur Research Octane Number (RON) dan Motor Octane
Number (MON) secara jelas. Kecepatan mesin untuk tes RON adalah 600 rpm dan 900 rpm
untuk tes MON. RONC dan MONC kadang kadang digunakan untuk tes RON dan MON.
Kata C berarti bahan bakar tidak mengandung aditif timbal atau mangan.
Tabel 4 menjelaskan tentang nilai MON dan RON dari beberapa senyawa. Aromatik,
olefin, dan isomer senyawa bercabang memiliki nilai oktan lebih tinggi parafin dengan
jumlah atom karbon yang sama. Angka oktan dari naftaenik relatif lebih rendah daripada
senyawa aromatik. Angka oktan tidak bercampur secara linear. Contohnya ketika RON untuk
4-metil-2-pentena murni adalah 99 dan senyawa itu dicampur dengan RON 130.
Pada Amerika Utara, aliran gasoline yang dialirkan melalui pipa mempunyai nilai
RON dan MON rata rata dengan rumus (R+M)/2.Angka ini ditunjukkan pada pompa
SPBU. Jenis regular gasoline mempunyai angka oktan 87, tingkat menengah mempunyai
angka oktan 89, dan premium mempunyai angka oktan 91 hingga 93.Pelanggan dapat
memesan angka oktan dari 87 hingga 93 sesuai dengan yang mereka inginkan.

Pengolahan Minyak Bumi

Product Blending

Tabel 4. Angka Oktan untuk Beberapa Senyawa Murni

Banyak aliran penyulingan mempunyai tekanan uap , jangkauan titik didih, dan angka
oktan untuk dicampurkan pada tanki pencampuran gasoline. Tabel 5 menunjukkan sifat
properti dari campuran yang sering digunakan saat pencampuran gasoline pada pabrik
penyulingan di Eropa. Rafinat berasal dari unit ekstraksi aromatik dan pirolisis gasoline
berasal pabrik etilen.
Tabel 5. Contoh Bahan Utama Gasoline Blend

Pengolahan Minyak Bumi

Product Blending
2. Sifat Pembakaran
Karakteristik utama yang diperlukan dalam gasoline adalah sifat pembakarannya.
Sifat pembakaran ini biasanya diukur dengan angka oktan. Angka oktan merupakan ukuran
kecenderungan gasoline untuk mengalami pembakaran tidak normal yang timbul sebagai
ketukan mesin. Semakin tinggi angka oktan suatu bahan bakar, semakin berkurang
kecenderungannya untuk mengalami ketukan dan semakin tinggi kemampuannya unutk
digunakan pada rasio kompresi tinggi tanpa mengalami ketukan.
Angka oktan diukur dengan menggunakan mesin baku, yaitu mesin CFR (
Cooperative Fuel Reseach ) yang dipoerasikan pada kondisi tertentu, di mana bahan bakar
dibandingkan dengan bahan bakar rujukan yang terbuat dari n heptana ( angka oktan 0) san
isooktana (angka oktan 100). Angka oktan bensin yang diukur didefinisikan sebagai
persentase isooktana dalam bahan bakar rujukan yang memberikan intensitas ketukan yang
sama pada mesin uji. Ada dua macam angka oktan, yaitu angka oktan riset (RON) yang
memberikan gambaran mengenai unjuk kerja dalam kondisi pengendaraan biasa dan angka
oktan motor (MON) yang memberikan gambaran mengenai unjuk kerja dalam kondisi
pengendaraan yang lebih berat.
Angka oktan menunjukkan kadar isooktan yang terdapat dalam campuran isooktan
dan n-heptan. Angka ini mempresentasikan kesukaran bahan bakar untuk terbakar secara
spontan dan kemampuan untuk meredam ketukan yang mungkin akan terjadi pada mesin.
Jadi semakin tinggi angka oktan, semakin baik perfomansi dari suatu bahan bakar.
Indeks anti-ketukan (anti-knocking index) bensin ditunjukkan dengan Research
Octane Number (RON) dan Motor Octane Number (MON). RON ditentukan dengan uji
mesin saat berkecepatan rendah atau biasanya pada saat berkendaraan di dalam kota.
Sedangkan MON diukur pada saat kendaraan berada pada kecepatan tinggi yang
mensimulasikan berkendaraan di jalan bebas hambatan. Pada sebagian besar komponen
bahan bakar, nilai RON lebih besar daripada nilai MON. Perbedaan antara RON dan MON
ditunjukkan pada Tabel 6 berikut :
Tabel 6. Perbedaan antara RON dan MON

Pengolahan Minyak Bumi

Product Blending

Semakin tinggi angka RON dan MON suatu bahan bakar berarti semakin baik pula
kualitasnya. Angka RON dan MON ini dapat ditingkatkan dengan cara menambahkan
oksigenat ke dalam suatu bahan bakar bensin. Sampai sekarang sudah terdapat banyak
oksigenat, diantaranya adalah metanol, etanol, IPA (Isopropil Alkohol), MTBE (Metil Tersier
Etil Eter), ETBE (Etil Tersier Butil Eter) dan TAME ( Tersier Amil Metil Eter). Perbedaan
berbagai macam oksigenat tersebut disajikan pada Tabel 7 berikut ini.
Tabel 7. Perbedaan beberapa senyawa oksigenat

Kecenderungan bahan bakar untuk mengalami ketukan bergantung pada struktur


kimia hidrokarbon yang menjadi penyusun bensin. Pada umumnya, hidrokarbon aromatik,
olefin dan isoparafin mempunyai sifat antiketuk yang relatif baik, sedangkan n paraffin
mempunyai angka oktan yang kurang baik, kecuali yang berat molekulnya rendah.
Proses mendapatkan mendapatkan bensin dengan angka oktan yang cukup tinggi,
dapat dilakukan dengan cara cara sebagai berikut:
a. Memilih minyak bumi yang mempunyai kandungan aromat tinggi, dalam
trayek didih bensin.
Pengolahan Minyak Bumi

Product Blending
b. Meningkatkan kandungan aromatik melalui pengolahan reformasi, atau alkana
bercabang, atau olefin bertitik didih rendah.
c. Menambah aditif peningkat angka oktan seperti timbal alkil, biasanya timbal
tetra etil (TEL) dan timbal tetra metil (TML).
d. Menggunakan komponen berangka oktan tinggi sebagai ramuan, misalnya
alcohol atau eter.
3. Sifat Volatilitas
Ada tiga sifat volatilitas yang biasa digunakan dalam spesifikasi bensin / gasoline
antara lain: kurva distilasi, tekanan uap, dan perbandingan V/L. Dua parameter pertama
digunakan dalam spesifikasi bensin di Indonesia, sedangkan parameter ketiga belum
digunakan di Indonesia.
Kurva distilasi dihasilkan dari distilasi gasoline menurut metode baku ASTM. Kurva
distilasi ASTM berkaitan dengan masalah operasi dan unjuk kerja kendaraan bermotor.
Bagian ujung depan kurva distilasi berkaitan dengan kemudahan mesin dinyalakan pada
waktu dingin. penyalaan pada waktu panas dan kecenderungan mengalami pembentukan es
pada karburator bagian ujung belakang kurva berkaitan dengan masalah pembentukan getah
bensin / gasoline, pembentukan endapan di ruang bakar dan busi serta pengenceran terhadap
minyak pelumas. Sedangkan bagian tengah berkaitan dengan daya dan percepatan,
kemulusan operasi serta konsumsi bahan bakar.
Beberapa sifat bagian depan kurva distilasi yang disebutkan di atas berkaitan dengan
ukuran kedua sifat volatilitas yaitu tekanan uap. Pada spesifikasi bensin digunakan
pengukuran tekanan uap yang agak khusus yaitu tekanan uap reid (RVP), dimana tekanan uap
diukur dalam tabung tekanan udara pada suhu 100 0F.
4. Sifat Stabilitas dan Kebersihan
Bensin / gasoline harus bersih, aman, tidak rusak dan tidak merusak dalam
penyimpanan dan pemakaiannya. Parameter spesifikasi yang berkaitan dengan sifat ini antara
lain adalah zat getah, korosi dan berbagai uji tentang kandungan senyawa belerang yang
bersifat korosif.
Bensin yang diuapkan biasanya meninggalkan sisa berbentuk getah padat yang melekat pada
permukaan saluran dan bagian bagian mesin. Apabila pengendapan getah ini terlalu banyak,

Pengolahan Minyak Bumi

Product Blending
kemulusan operasi mesin dapat terganggu. Oleh karena itu kandungan getah dalam bensin
harus dibatasi dalam spesifikasi.
Selain getah yang sudah ada sejak awal dalam bensin, getah juga dapat terbentuk
karena komponen komponen bensin bereaksi dengan udara selama penyimpanan.
Hidrokarbon jenuh mempunyai kecenderungan untuk mengalamipembentukan getah bensin.
Minyak bumi mengandung senyawa belerang dalam jumlah kecil. Senyawa belerang
ini ada yang bersifat korosif dan semuanya akan terbakar di dalam mesin dan menghasilkan
belerang oksida yang korosif dan dapat merusak bagian bagian mesin, selain itu juga
beracun dan dapat menimbulkan kerusakan pada lingkungan. Karena itu kandungan belerang
dalam bensin dibatasi dalam suatu spesifikasi.
Beberapa tinjauan diatas amat jelas menunjukkan bahwa perlakuan khusus terhadap
gasoline (gasoline blending) bertujuan untuk meningkatkan nilai guna dari pemakaian
gasoline dengan mengindahkan nilai nilai kesehatan manusia dan efeknya bagi
lingkungan.Ketiga hal ini, peningkatan performa gasolin dan dampak pemakaian gasolin bagi
makhkluk hidup serta lingkungan, turut berperan serta dalam menentukan teknologi proses
gasoline blending yang diinginkan mengingat teknologi proses yang beraneka ragam
diharapkan tetap mampu menghasilkan nilai ekonomis gasolin yang optimal. Hal ini perlu
ditinjaua mengingat gasoline adalah sumber energi yang cukup ekonomis untuk
komersialisasi terhadap seluruh elemen masyarakat.

I.3 Bahan Gasoline Blending


1. Reformulated Gasoline (RFG)
Pada tahun 1970, gasoline blending menjadi lebih kompleks.US Clean Air

Act

menyatakan bahwa TEL (Tetra Ethyl Lead) jadi pihak penyulingan minyak bumi mencari
jalan lain untuk meningkatkan angka oktan. Pada tahun 1990, US Clean Air Act diamanden.
Hal ini dikuatkan oleh EPA untuk mengurangi emisi dari mobil dan membutuhkan jenis
gasoline yang baru yaitu RFG (Reformulated Gasoline).
Phase I dari peraturan RFG (Tabel 8) membutuhkan jumlah minimum untuk senyawa
kimia yang mengikat oksigen, menurunkan batas atas dari benzene dan Reid Vapor Pressure
(RVP) dan reduksi 15% dari senyawa hidrokarbon volatil (VOC/Volatile Organic Compound)
dan udara berbahaya. VOC bereaksi dengan NO x untuk memproduksi ozone level bawah.
Udara berbahaya yaitu 1,3-butadiena, asetaldehid, benzena, dan formaldehid.
Oksigen dapat diproduksi dengan penambahan etanol atau eter C 5 hingga C7. Eter
(tabel 2.5) menampilkan hasil pencampuran yang bagus dan tekanan uap yang rendah. Hal ini
Pengolahan Minyak Bumi

10

Product Blending
membuat mereka sangat baik untuk bahan pencampuran gasoline.Studi tentang kandungan
MTBE pada aliran air bawah tanah menunjukkan hasil yang berbahaya karena MTBE
terakumulasi di air.Hal ini menunjukkan masa depan penggunaan MTBE patut dipertanyakan
sehingga pada tahun 1999 Gubernur California memerintahkan pelarangan MTBE sebagai
aditif gasoline.Pada beberapa energi eropa , MTBE dianggap sebagai premium yang relatif
lebih aman sebagai bahan baku pencampuran gasoline.
Tabel 8. Model Sederhana untuk Spesifikasi RFG

RFG diimplementasikan pada dua tahap. Tahap I dimulai pada tahun 1995 dan
diberlakukan pada 10 area kota metropolitan. Beberapa kota dan empat negara bagian juga
memulai program ini secara sukarela. Pada tahun 2000 sekitar 35% dari gasoline di USA
telah direformulasi
Peraturan Tahap II, dimana dimulai pada Januari tahun 2000, berdasarkan EPA
Complex Model dimana peraturan tersebut mengestimasi emisi buang berdasarkan wilayah
geografi, waktu per tahun, campuran dari tipe mesin, dan yang paling penting pada
penyulingan adalah karakteristik bahan bakar.

Tabel 9. Pencampuran Oktan dan RVP untuk eter dan alkohol

Pengolahan Minyak Bumi

11

Product Blending
Sebagai garis besar, Tahap II adalah peraturan yang berbasis emisi dari formula bahan
bakar yang digunakan.Akan tetapi, pihak penyulingan tidak perlu mengukur emisi gas buang
dari setiap campuran gasoline. pihak penyulingan dapat menggunakan model komputer EPA,
yaitu MOBILE6, untuk mengjkalkulasi emisi.Secara hukum, perhitungan model kompleks
hanya valid pada tes dinamometer mesin kendaraan.
Tabel 10. Contoh Karakteristik Jangkauan Produk Dihitung oleh Model Phase II Complex

Secara prkatiknya, pencampuran melalui model kompleks dapat lebih lunak


perlakuannya terhadap kesalahan daripada pengkalkulasian bahan awal blending.Hal ini
dikarenakan perubahan jumlah satu bahan baku pencampuran (contoh: perubahan mendadak
pada penambahan dan pengurangan jumlahnya) dapat dirubah dengan penambahan jumlah
bahan baku yang lain.
2. Low-Sulfur Gasoline and Ultra-Low-Sulfur Diesel
Pada beberapa tahun belakangan, US Environmental Protection Agency (EPA) dan
European parliament mempromosikan peraturan tentang bahan bakar ramah lingkungan yang
bertujuan merendahkan kadar sulfur pada gasoline dan minyak diesel.Standar kandungan
sulfur baru untuk beberapa negara telah berkembang ditunjukkan pada Tabel 11 dimana
menunjukkan pada implementasi target data.
Tabel 11. Bahan Bakar Bersih: Pembatasan Sulfur

Pengolahan Minyak Bumi

12

Product Blending

Tabel 12 menunjukkan , berdasarkan tahun 2004, FCC gasoline jauh dari kandungan
sumber utama sulfur pada gasoline, kira kira berjumlah 85 95% dari total sulfur pada
pencampuran gasoline. Sesungguhnya, cara mereduksi sulfur pada gasoline yaitu dengan
penghilangan sulfur pada masukan unit FCC atau menghilangkan sulfur setelah produk
FCC.Kedua hal itu dilaksanakan secara bersamaan.Tabel berikut menunjukkan beberapa
kontribusi komponen terhadap gasoline dan sulfur.

Tabel 12. Sumber Sulfur pada Gasoline (sebelum 2004)

Pengolahan Minyak Bumi

13

Product Blending

3. FCC Gasoline Post-Treating


a. Hidrotreating FCC Gasoline.
Hidrotreating konvensional menghasilkan hasil yang baik pada penghilangan sulfur di
unit FCC gasoline.Sayangnya, hal ini menghasilkan hasil yang baik terhadap penurunan
angka oktan pula dengan penjenuhan olefin C 6 C10.Beberapa tahun ini, industri telah
mengembangkan beberapa proses untuk penghilangan sulfur dengan jumlah kehilangan
angka oktan yang minimum.Lisensornya adalah Axens (IFP), CDTECH, ExxonMobil, and
UOP.
b. Sulfur Removal by Selective Adsorption.
The ConocoPhillips S Zorb Process menggunakan adsorpsi

selektif untuk

penghilangan sulfur dari gasoline pada unit FCC. Masukan dikombinasikan dengan hidrogen
pada jumlah kecil,pemanasan, dan diinjeksikan ke fluid-bed reaktor tambahan dimana pelarut
dapat menghilangkan sulfur dari masukan.Zona tidak terikat pada fluid-bed reaktor
menghilangkan pelarut tersuspensi dari uap dimana keluar dari reaktor sebagai bahan rendah
sulfur yang cocok untuk gasoline blending.
Pelarut tersebut dapat diambil dari reaktor reaktor fluid-bed dan dikirim ke bagian
regenerasi dimana sulfur dihilangkan hingga menjadi SO2 dan dialirkan ke recovery
unit.Pelarut bersih dikondisikan kembali dan dialirkan kembali ke reaktor.Laju alir sirkulasi
sorbent dikontrol untuk membantu menjaga konsentrasi sulfur yang diinginkan di produk.

I.4 Aditif Gasoline


Sesuai dengan perkembangan teknologi otomotif, pada dasawarsa terakhir ini
tentunya perlu diimbangi dengan kualitas dari bahan bakar yang digunakan. Salah satu
parameter untuk menentukan kualitas bahan bakar adalah angka oktannya. Jika angka okktan
bahan bakar yang diigunakan terlalu rendah, maka timbul gejala ketukan (knocking) pada
Pengolahan Minyak Bumi

14

Product Blending
motor dan selanjutnya akan mengurangi performansi motor secara keseluruhan. Untuk
meningkatkan performa dari bahan bakar pada dasarnya ditambahkan beberapa senyawa
pada gasoline sehingga dapat dihasilkan bahan bakar gasoline berkualitas tinggi. Aditif
tersebut dikenal dengan sebutan Aditif octane Booster. Aditif octane Booster merupakan
komponen dari senyawa yang digunakan untuk meningkatkan angka oktan dari bahan bakar
dan sekaligus sebagai komponen anti-ketuk :
1. Tetra Ethyl Lead (TEL)
Salah satu komponen yang digunakan sebagai bahan anti ketuk pada saat ini adalah
Tetra Ethyl Lead (TEL), Pb(C2 H5)4 . Namun penggunaan zat aditif tersebut diduga sebagai
penyebab utama keberadaan timbal di atmosfer. Para ahli lingkungan meneliti sampai sejauh
mana mekanisme transportasi timbal di atmosfer serta dampak yang ditimbulkannya terhadap
kehidupan manusia dan lingkungannya.
Timbal adalah neurotoksin - racun penyerang syaraf - yang bersifat akumulatif clan
dapat merusak pertumbuhan otak pada anak-anak. Studi mengungkapkan bahwa dampak
timbal sangat berbahaya pada anak-anak karena berpotensi menurunkan tingkat kecerdasan
(IQ). Selain itu, timbal (Pb) sebagai salah satu komponen polutan udara mempunyai efek
toksit yang luas pada manusia clan hewan dengan mengganggu fungsi ginjal, saluran
pencemaan, sistem saraf pada remaja, menurunkan fertilitas, menurunkan jumlah
spermatozoa clan meningkatkan spermatozoa abnormal serta aborsi spontan.
Ada beberapa pertimbangan mengapa timbal digunakan sebagai aditif bensin, di
antaranya adalah timbal memiliki sensitivitas tinggi dalam meningkatkan angka oktan, di
mana setiap tambahan 0.1 gram timbal per 1 liter gasoline mampu menaikkan angka oktan
sebesar 1.5 - 2 satuan angka oktan. Di samping itu, timbal merupakan komponen dengan
harga relatif murah untuk kebutuhan peningkatan 1 satuan angka oktan dibandingkan dengan
menggunakan senyawa lainnya. Pertimbangan lain adalah bahwa pemakaian timbal dapat
menekan kebutuhan aromat sehingga proses produksi relatif lebih murah dibandingkan
produksi gasoline tanpa timbal.
Berbagai pertimbangan di atas menyimpulkan bahwa dengan menambahkan senyawa
timbal pada gasoline berangka oktan rendah akan didapatkan gasoline dengan angka oktan
tinggi melaui proses produksi berbiaya murah - meski berdampak inefisiensi pada perawatan
mesin - dibandingkan dengan proses produksi gasoline dengan campuran senyawa lainnya.
Dampak positif lainnya bahwa adanya timbal dalam gasoline juga bermanfaat dengan
kemampuannya memberikan fungsi pelumasan pada dudukan katup dalam proses
Pengolahan Minyak Bumi

15

Product Blending
pembakaran khususnya untuk kendaraan produksi tahun lama. Adanya fungsi pelumasan ini
akan mendorong dudukan katup terlindung dari proses keausan sehingga lebih awet - untuk
mobil yang diproduksi tahun lama.
Satu hal yang menjadi kegalauan kita, bahwa timbal pada gasoline memiliki dampak
negatif terhadap lingkungan hidup termasuk kepada kesehatan manusia. Dampak negatif ini
adalah bahwa pencemaran timbal dalam udara menurut penelitian merupakan penyebab
potensial terhadap peningkatan akurnulasi kandungan timbal dalam darah terutarna pada
anak-anak. Akumulasi timbal dalam darah yang relatif tinggi akan menyebabkan sindroma
saluran pencernaan, kesadaran (cognitive effect), anemia, kerusakan ginjal hipertensi,
neuromuscular dan konsekuensi pathophysiologis serta kerusakan syaraf pusat dan perubahan
tingkah laku. Pada kondisi lain, akumulasi timbal dalam darah ini juga menyebabkan
ganggua n fertilitas, keguguran janin pada wanita hamil, serta menurunkan tingkat
kecerdasan (IQ) pada anak-anak. Penyerapan timbal secara terus menerus melalui pernafasan
dapat berpengaruh pula pada sistem haemopoietic.
Amerika Serikat sendiri telah melakukan

suatu studi yang mendalam mengenai

sejauh mana kemungkinan keterlibatan gasoline bertimbal dalam peningkatan timbal dalam
darah. Studi ini dinamakan NHANES (National Health and Nutrition Examination Study ) 2
dan 3. NHANES 2 mensurvey 27,801 orang antara tahun 1976-1980dengan rentang umur 6
bulan hingga 74 tahun yang tinggal di 64 daerah di Amerika Serikat.
Hasilnya menunjukkan bahwa penurunan penggunaan timbal dalam gasoline sebesar
50% juga berakibat menurunkan 30% kandungan timbal dalam darah. Oleh karenanya dapat
disimpulkan bahwa timbal dalam gasoline merupakan penyebab

utama timbulnya

penumpukan timbal dalam darah yang nantinya akan dapat menyebabkan timbulnya kanker.
Berdasarkan hasil riset senyawa TEL ini pertama-tama terurai pada temperatur sekitar
100C dengan bantuan panas dari ruang bakar, melalui reaksi penguraian sebagai berikut:

Reaksi radikal etil dengan TEL dapat menghasilkan alkana, alkena, hidrogen dan juga
radikal Pb-trietil. Yang bertindak sebagai bahan anti ketuk adalah Pb-oksida, dimana
Pboksida ini berada dalam bentuk radikal-radikal yang tersebar dalam ruang bakar dan
Pengolahan Minyak Bumi

16

Product Blending
sebagian akan melekat pada dinding silinder membentuk endapan, dan sebagian lagi akan
keluar ke atmosfir bersama-sama dengan gas sisa pembakaran. Pb-oksida yang dibebaskan ke
atmosfir inilah yang sangat berbahaya bagi lingkungan, sehingga perlu dicarikan bahan
substitusi untuk menggantikan TEL sebagai aditif octane booster.
2. Senyawa Oksigenat
Di Amerika dan beberapa negara-negara Eropa Barat, penggunaan TEL sebagai aditif
anti ketuk di dalam bensin makin banyak digantikan oleh senyawa organic beroksigen
(oksigenat) seperti alkohol (methanol, etanol, isopropil alkohol) dan eter (Metil Tertier Butil
Eter (MTBE), Etil Tertier Butil Eter (ETBE) dan Tersier Amil Metil Eter (TAME)). Oksigenat
adalah senyawa organic cair yang dapat dicampur ke dalam bensin untuk menambah angka
oktan dan kandungan oksigennya.
Selama pembakaran, oksigen tambahan di dalam bensin dapat mengurangi emisi
karbon monoksida, CO dan material- material pembentuk ozon atmosferik. Selain itu
Penggunaan alkohol sebagai zat aditif pengganti TEL masih terbatas karena beberapa
masalah antara lain tekanan uap dan daya hidroskopisnya yang tinggi. Oleh karena itu
senyawa eter lebih banyak digunakan daripada alkohol. Senyawa eter yang telah banyak
digunakan adalah MTBE, sedangkan ETBE dan TAME masih terbatas karena teknologi
prosesnya masih belum banyak dikembangkan. Deskripsi beberapa senyawa oksigenat
sebagai aditif gasoline dengan lebih jelas dapat dilihat pada berikut ini :
a. Metanol
Metanol memiliki angka oktan yang tinggi dan mudah didapat dan
penggunaannya sebagai aditif bensin tidak menimbulkan pencemaran udara. Namun
perbedaan struktur molekul methanol yang sangat berbeda deari struktur hidrokarbon
bensin menimbulkan permasalahan dalam penggunaannya, antara lain kandungan
oksigen yang sangat tinggi dan rasio stoikiometri udara per bahan bakar. Nilai bakarnya
pun hanya 45% dari bensin. Metanol merupakan cairan alkohol yang tak berwarna dan
bersifat toksik. Pada kadar tertentu (kurang dari 200 ppm) methanol dapat menyebabkan
iritasi ringan pada mata, kulit dan selaput lendir dalam tubuh manusia. Efek lain jika
keracunan methanol adalah meningkatnya keasaman darah yang dapat mengganggu
kesadaran.
b. Etanol
Pengolahan Minyak Bumi

17

Product Blending
Etanol memiliki angka oktan yang hampir sama dengan metanol. Daya
toleransi etanol terhadap air lebih baik daripada metanol. Di negara-negara yang
mempunyai kelebihan produksi pertanian etanol dibuat dari fermentasi produk pertanian.
Etanol juga bersifat toksik. Di dalam tubuh manusia keberadaan etanol diproses di dalam
hati di mana enzim dehidrogenasi mengubah etanol menjadi asetaldehida. Akumulasi
asetaldehida itu dapat mengganggu sistem kesadaran otak manusia. Namun begitu
penggunaan etanol sebagai aditif bensin dinilai relatif lebih aman dibanding metanol.
c. Metil Tersier Butil Eter (MTBE)
Pada proses pembakaraan bahan bakar yang mengandung senyawa TEL
dihasilkan senyawa Pb anorganik, Pb0 (Oksida Pb) pada gas buang dan pada umumnya
dapat bertahan di atmosfir untuk kurun waktu yang cukup lama. Senyawa oksida Pb di
udara dan di alam ini dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan maupun
rantai makanan. Dampak negatif yang ditimbulkan jika senyawa tersebut berada di dalam
tubuh manusia akan mempengaruhi kecerdasaan dan menurunkan IQ terutama pada
anak-anak, menimbulkan permasalahan tekanan darah tinggi maupun penyakit pembuluh
darah jantung. Berdasarkan dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan TEL
sebagai bahan aditif untuk bahan bakar, maka penggunaan TEL di negara maju dan
sebagian negara sedang berkembang sudah dilarang.
Beberapa senyawa aditif pengganti TEL sudah ditemukan dan salah satu
diantara senyawa tersebut adalah Methyl tertiary Buthyl Ether (MTBE). MTBE
merupakan salah satu senyawa organik yang tidak mengandung logam dan

tidak

membentuk senyawa peroksida yang berbahaya bagi lingkungan serta mampu bercampur
secara memuaskan dengan hidrokarbon. Senyawa ini terdiri dari gugusan Methyl dan
Buthyl tertier dengan rumus molekul CH3 OC4 H9 atau C5H12O , sedangkan rumus
bangunnya adalah:

Kisaran angka oktan MTBE adalah 116 118 RON, berat molekul 88 dan titik
didihnya 55C, kalor pembakaran 8.400 kkal/kg. Karena kisaran angka oktan yang
tinggi, maka MTBE dapat digunakan sebagai aditif octane booster untuk meningkatkan
Pengolahan Minyak Bumi

18

Product Blending
angka oktan bensin dasar. Disamping itu karena titik didihnya yang rendah, maka MTBE
bersifat mudah menguap. Karena sifatnya yang mudah menguap maka ada batasan
konsentrasi volume tertentu jika senyawa tersebut digunakan untuk meningkatkan angka
oktan bensin dasar. Pembatasan ini perlu dilakukan untuk menghindari penguapan yang
berlebihan dari bahan bakar secara sia sia, disamping itu juga untuk menghindari
terjadinya vapour lock sehingga menyumbat saluran udara masuk karburator.
Karakteristik bensin didasarkan pada beberapa parameter sesuai dengan
penggunaannya dalam kendaraan bermotor. Beberapa karakteristik tersebut diantaranya
adalah angka oktan dan sifat volatilitas dari bahan bakar yang diberi tambahan MTBE.
Senyawa bensin yang telah ditambahkan aditif MTBE memiliki Reid Vapour
Pressure (RVP) kurang dari 9 Karena sifat volatilitas dan tekanan uap Reid yang dimiliki
oleh senyawa Methyl Tertiary Buthyl Ether, maka senyawa tersebut memiliki
kemampuan untuk berfungsi sebagai additivive otane booster guna meningkatkan angka
oktan bahan bakar.
d. Isopropil Alkohol (IPA) ;Modifikasi dari etanol
Ada beberapa kelemahan dalam penggunaan MTBE sebagai aditif gasoline.
Kelarutan MTBE dalam air tinggi, sehingga dapat menimbulkan kerugian kepada

manusia. Apabila terjadi kebocoran tangki SPBU maka bensin akan meresap ke dalam
tanah. Air tanah yang terminum manusia ini berbahaya karena sudah tercemari dengan
MTBE yang bersifat karsinogenik (zat penyebab penyakit kanker).
Setelah itu dikembangkan beberapa penelitian tentang bahan aditif bahan
bakar yang dapat meningkatkan angka oktan, RON, dan MON serta dapat memenuhi
standar emisi. Bahan yang ditemukan adalah metanol dan etanol. Metanol dapat
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan etanol dalam hal peningkatan angka
oktan, RON, dan MON, namun metanol tidak dapat dipakai karena sifatnya yang korosif
sehingga berbahaya bagi mesin. Etanol adalah bahan yang ramah lingkungan karena
tidak mengeluarkan emisi gas racun.
Pembuatan etanol, atau yang lebih sering disebut alkohol dalam perdagangan,
sebagai aditif bahan bakar tidak jarang disalahgunakan menjadi minuman. Penyebabnya,
harga jual etanol sebagai minuman lebih tinggi dibandingkan harga jual etanol sebagai
bahan aditif bahan bakar. Oleh karena itu, penelitian dilanjutkan untuk menemukan
alternatif-alternatif lainnya yang memiliki resiko penyimpangan yang lebih kecil. Salah
satunya adalah isopropil alkohol (IPA). IPA adalah zat yang tidak beracun. Zat ini
Pengolahan Minyak Bumi

19

Product Blending
berpotensi menjadi bahan aditif bahan bakar karena merupakan salah satu hasil samping
dari produksi berbahan baku gas alam, sehingga tersedia dalam jumlah yang cukup besar.
Isopropil alkohol (IPA) atau isopropanol adalah nama lain dari 2-propanol.
Rumus kimianya adalah CH3CHOHCH3. Senyawa ini merupakan turunan kedua setelah
propilen dari propana. Isopropil alkohol dapat membentuk azeotrop dengan air pada
87,4% isopropanol. IPA adalah zat yang sangat mudah menguap, mudah terbakar, berbau
khas dan beracun.
IPA yang biasanya dihasilkan adalah IPA dengan kandungan 95%-v dalam
larutan, Padahal, agar dapat menjadi aditif bahan bakar, kemurniannya harus mencapai
minimal 99,85%-v sehingga agar IPA tersebut dapat digunakan sebagai bahan aditif perlu
dilakukan upaya untuk mendehidrasi IPA 95%-v menjadi IPA 99,85%-v. Salah satu
caranya adalah dengan menggunakan metode adsorpsi. Metode adsorpsi merupakan
metode yang sederhana dan tidak membutuhkan biaya operasi yang terlalu tinggi.
Namun, untuk merancang suatu kolom adsorpsi yang memberikan kinerja maksimal,
baik untuk skala pilot maupun komersial, dibutuhkan data empiris dari percobaan. Oleh
karena itu, diperlukan suatu penelitian untuk memberikan data empiris adsorpsi isopropil
alkohol yang dapat digunakan untuk merancang kolom adsorpsi baik untuk skala pilot
maupun skala komersial.
Zat ini berpotensial sebagai bahan aditif bahan bakar karena memiliki
beberapa keunggulan. Keunggulan-keunggulan IPA adalah sebagai berikut.
1. Tersedia dalam jumlah yang cukup besar dalam bentuk propana karena merupakan
salah satu hasil samping dari kilang minyak bumi. Jumlah

produksi propana

pada

kilang PT. Badak adalah sekitar 125.000 m3/hari atau sekitar 1.250 ton/hari.
2. IPA kering, yaitu IPA dengan kemurnian 99,8%-v, dapat digunakan sebagai penghilang
air dalam bahan bakar sehingga dapat mencegah pembekuan pada

bahan bakar.

3. IPA kering (anhidrous) dapat meningkatkan kinerja kendaraan bermotor karena


merupakan komponen pencampur beroktan cukup tinggi (nilai RON 118 dan nilai MON
98)
4. Tidak korosif pada mesin kendaraan bensin sehingga memiliki keunggulan bila
dibandingkan metanol. Metanol memiliki sifat korosif pada mesin bensin sehingga
apabila digunakan sebagai zat aditif, mesin kendaraan harus diganti
yang tahan korosi terhadap metanol. Penggantian mesin
biaya mahal, sehingga metanol tidak dapat dipakai
Pengolahan Minyak Bumi

sebagai

dengan mesin baru

tersebut
aditif

membutuhkan
bensin.

Jadi,
20

Product Blending
walaupun metanol memiliki angka RON dan MON
tetapi metanol tidak dapat digunakan karena

yang lebih besar daripada IPA

alasan di atas.

5. Tidak dapat dikonsumsi dalam bentuk minuman sehingga memiliki nilai lebih

bila

dibandingkan etanol. Harga jual etanol bila dibuat menjadi minuman keras lebih tinggi
dibandingkan harga jual etanol bila dibuat menjadi aditif

bahan

bakar,

sehingga

pembuatan etanol menjadi aditif memungkinkan untuk disalahgunakan menjadi bahan


minuman keras.
Tabel 13. Karakteristik IPA

IPA yang biasanya dijual adalah IPA dengan kandungan 95%-v dalam larutan,
sedangkan untuk aditif bahan bakar harus memakai IPA dengan kemurnian minimal
99,8%-v. Untuk mencapai IPA 99,8%-v harus dilakukan permurnian lebih lanjut, yaitu
dengan cara dehidrasi IPA sehingga menjadi IPA anhidrat (atau kering). Beberapa metode
yang biasa dipakai untuk mengeringkan adalah metode distilasi, pervaporasi dengan
membran dan adsorpsi.
e. MMT
Methylcyclopentadienyl Manganese Tricarbonyl (MMT) adalah senyawa
organologam yang digunakan sebagai pengganti bahan aditif TEL, dan telah digunakan
selam dua puluh tahun terakhir di Kanada, Amerika Serikat serta beberapa negara Eropa
lainnya. RVP-nya rendah yaitu 2,43 psi dan penggunaannya dibatasi hingga 18 mg
Pengolahan Minyak Bumi

21

Product Blending
Mn/liter bensin. Indeks pencampuran RVP yang rendah menguntungkan dalam proses
pencampuran bensin karena mengurangi tekanan uap bahan bakar RVP sehingga emisi
uap selama operasi dan penggunaan bahan bakar pada kendaraan bermotor berkurang.
Penggunaan MMT hingga 18 mg Mn/liter bensin dapat meningkatkan angka oktan
bensin sebesar 2 poin, namun masih kurang menguntungkan jika dibandingkan dengan
peningkatan angka oktan yang lebih tinggi yang dihasilkan senyawa oksigenat. Dalam
penerapannya MMT memiliki tingkat toksisitas yang lebih rendah daripada TEL.
f. Naphtalene
Naftalena adalah salah satu komponen yang termasuk benzena aromatik
hidrokarbon, tetapi tidak termasuk polisiklik. Naftalena memiliki kemiripan sifat yang
memungkinkannya menjadi aditif bensin untuk meningkatkan angka oktan. Sifat-sifat
tersebut antara lain: sifat pembakaran yang baik, mudah menguap sehingga tidak
meninggalkan getah padat pada bagian-bagian mesin.
Penggunaan Naftalena sebagai aditif memang belum terkenal karena masih
dalam tahap penelitian. Sampai saat ini memang belum diketahui akibat buruk
penggunaan naftalena terhadap lingkungan dan kesehatan, namun ia relatif aman untuk
digunakan.

II. KEROSENE DAN JET FUEL


1. Spesifikasi
Kerosene yang biasanya digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga dan industri
serta bahan bakar turbin gas pesawat terbang memiliki titik didih antara 129 0-5750F.
Komponen utamanya terdiri dari hidrokarbon parafin, naften dan aromatik yang
perbandingannya tergantung pada bahan mentah asal. Titik beku kerosen untuk turbin gas
pesawat terbang harus rendah dan kadar belerangnya juga harus rendah
Ada beberapa karakteristik yang perlu diketahui untuk bahan bakar turbin gas pesawat
terbang:
a. Volatilitas
yaitu tendensi untuk menguap, menentukan besarnya kehilangan karena penguapan,
penyumbatan oleh uap, engine starting.
b. Panas (kalor) pembakaran.
c. Kontaminasi oleh kotoran padat, air dan cairan lain.
Pengolahan Minyak Bumi

22

Product Blending
Kotoran padat dapat menyumbat sistem bahan bakar dan membuat cepat ausnya
sistem bahan bakar. Air beku dapat menyumbat sistem bahan bakar sehingga
mengurangi daya mesin. Cairan lain dapat menyebabkan terbentuknya polimerendapan, dll., tergantung bahan cairannya.
d. Bau dan korosivitas, dimana penyebab bau tak enak dan korosi ialah senyawa belerang,
seperti merkaptan.
Jet fuel. Aviation Turbine Fuel (AVTUR) atau secara internasional lebih dikenal
dengan nama Jet A-1 adalah bahan bakar untuk pesawat terbang jenis jet atau turbo jet (baik
tipe jet propulsion atau propeller). Bahan bakar yang paling umum adalah Jet A dan Jet A-1
yang diproduksi secara internasional untuk menetapkan standar dari spesifikasi. Satu-satunya
bahan bakar jet lainnya yang umum digunakan dalam mesin-turbin sipil powered
penerbangan disebut Jet B dan digunakan untuk meningkatkan kinerja dalam cuaca dingin.
AVTUR adalah bahan bakar dari fraksi minyak tanah yang dirancang sebagai bahan
bakar pesawat terbang yang menggunakan mesin turbin atau mesin yang memiliki ruang
pembakaran eksternal (External Combustion Engine). Kinerja/kehandalan AVTUR terutama
ditentukan oleh karakteristik kebersihannya, pembakaran, dan performanya pada temperatur
rendah. Berdasarkan spesifikasi tersebut, AVTUR harus memenuhi persyaratan yang
dibutuhkan, seperti memiliki titik beku (freeze point) maksimum -47C dan titik nyala (flash
point) minimum 38C (100 F). Kerosene-type jet fuel (including Jet A and Jet A-1) memiliki
jumlah distribusi antara karbon sekitar 8 dan 16 karbon nomor; sedangkan bahan bakar jet B,
antara sekitar 5 dan 15 carbon number. Berikut merupakan table spesifikasi dari jet fuel.
Tabel 14. AVTUR (Aviation Turbine Fuel) / Jet A-1 BRITISH MINISTRY OF DEFENCE
DEFENCE STANDARD 91-91/ISSUE 5
Test
1
1.1

Property
Appearance
Visual Appearance

1.2
1.3

Colour
Particulate Contamination, at
point of manufacture
Composition
Total Acidity

2
2.1

Pengolahan Minyak Bumi

Units

Limits

Mg/l

Clear,bright and
visually free
from solid
matter and
undissolved
water at
ambient
temperature
Report
Max 1.0

mg

Max 0.015

Method

ASTM D 156 or ASTM


IP423/ASTM D 5452 (see NOTE
2)
IP 354/ ASTM D 3242

23

Product Blending
KOH/g
2.2
2.2.1
or
2.2.2
2.3
2.4

Aromatic Hydrocarbon Types


Aromatics
Total Aromatics

% v/v
% v/v

Max 25.0
Max 26.5

Sulphur, Total
Sulphur, Mercapatan

% v/v
% m/m

Max 0.30
Max 0.0030

2.5

Doctor Test

2.6

3
3.1
3.1.1
3.1.2
3.1.3
3.1.4
3.15
3.1.6
3.1.7
3.2
3.3

Refining Components at point of


manufacture
Hydroprocessed Components
Severely Hydroprocessed
Components
Volatility
Distillation
Initial Boiling Point
10% Recovery
50% Recovery
90% Recovery
End Point
Residue
Loss
Flash Point
Density at 15 C

4
4.1

Fluidity
Freezing Point

4.2
5
5.1

Viscosity at minus 20C


Combustion
Smoke Point

or

Smoke Point

2.6.1
2.6.2

Doctor
Negative

IP 156/ ASTM D 1319


IP 436/ ASTM D 6379 (see NOTE
3)
IP 336
IP 342/ ASTM D3227 (see NOTE
4)
IP 30

% v/v
% v/v

Report
Report

C
C
C
C
C
% v/v
% v/v
C
kg/m

Report
Max 205.0
Report
Report
Max 300.0
Max 1.5
Max 1.5
Min 38.0
Min 775.0 Max
840.0

IP 16/ ASTM D 2386

mm/s

Max minus
47.0
Max 8.000

mm

Min 25.0

IP 57/ASTM D 1322 (see NOTE


7)

mm

Min 19.0

(see NOTE 5)
IP 123/ ASTM D 86 (see NOTE 6)

IP 170
IP 365/ ASTM D 4052

IP 71/ASTM D 445

IP 57 ASTM D 1322
5.2

And Naphthalenes

% v/v

Max 3.00

5.3
6
6.1

Specific Energy
Corrosion
Copper Strip

MJ/Kg

Min 42.80

Class

Max 1

Thermal Stability JFTOT at


Control Temperature of 260
C
Tube Rating Visual

IP 154/ ASTM D130 (see NOTE


9)
IP 323 /ASTM D 3241 (see NOTE
10)
(See NOTE 11)

mm Hg

Less than 3. No
Peacock (P) or
Abnormal (A)
Max 25
max 7
max 7

IP 131/ASTM D 381
IP 131/ASTM D 381 (see NOTE
12)

7.1
7.2
8
8.1.1
or
8.1.2

Pressure Diffrential
Contaminants
Existent Gum
Existent Gum with Air

Water Separation
Characteristics
Microseparometer, at Point of
Manufacture

9.1

Pengolahan Minyak Bumi

mg/100
ml
mg/100
ml

ASTM D 1840
(see NOTE 8)

ASTM D 3948 (See NOTE 13)

24

Product Blending
9.1.1
9.1.2
10
10.1

MSEP Without SDA


MSEP With SDA
Conductivity
Electrical Conductivity

Rating
Rating

Min 85
Min 70

pS/m

Min 50

11

Lubricity
Wear Scar Diameter

mm

Max 0.85

IP 274/ASTM D 2624 (See NOTE


14)
ASTM D 5001 (see NOTE 15 )

2. Aditif-Aditif
Bahan bakar jet tersebut dapat berisi sejumlah zat tambahan seperti:
a. Antioxidants untuk mencegah gumming, biasanya berdasarkan alkylated phenols, eg.
AO-30, AO-31, or AO-37; AO-30, AO-31, atau AO-37;
b. Antistatic agents ,mencegah sparking, dengan dinonylnaphthylsulfonic Asam
(DINNSA) sebagai bahan aktifnya
c. Corrosion inhibitors
d. Fuel System Icing Inhibitor (Sistem bahan bakar zat yg mencegah icing ) atau (FSII)
agen, misalnya di-EGME; FSII sering dicampur pada point-of-sale sehingga pengguna
dengan saluran air panas bahan bakar tidak perlu membayar biaya tambahan.
e. Biocide dapat ditambahkan jika ada koloni bakteri di dalam sistem bahan bakar..

III. DIESEL BLENDING


1. Spesifikasi
Bahan bakar diesel atau minyak diesel dipakai untuk mengoperasikan mesin diesel
atau compression ignition engine. Diesel Blending adalah proses pencampuran berbagai
produk intermediet untuk menghasilkan produk akhir berupa diesel yang sesuai dengan
spesifikasi yang diinginkan. Diesel blending lebih sederhana daripada gasoline blending
karena pembatasnya lebih sedikit. Pembatas tersebut hanya kandungan sulfur, angka setana,
kandungan aromatik, dan densitas.
Sulfur menyumbang emisi partikulat besar pada mesin diesel dan juga sulfur dapat
meracuni katalis pada konverter katalitik yang dipakai untuk mengeliminasi timbal pada
emisi buang mesin diesel (Metode yang digunakan ASTM D 1551). Dengan demikian,
pengurangan kandungan sulfur sangatlah penting. Untuk jenis solar, ratarata kandungan
belerang adalah 1.561 ppm dengan range minimum 700 ppm sampai dengan maksimum
3.300ppm.
Berikutmerupakangrafikkadarsulphurdi20kotabesardiIndonesia

Pengolahan Minyak Bumi

25

Product Blending

Gambar 1. Grafik kadar sulfur di Indonesia


Angka setana adalah ukuran dari kualitas pembakaran pada mesin diesel. Seperti
angka oktan, angka setana mengukur kecenderungan bahan bakar untuk melakukan autoignition pada mesin test standar. Semakin mudah mesin terbakar maka semakin tinggi angka
setananya. Hal ini berarti Makin tinggi angka cetana, dari suatu bahan bakar diesel makin
tinggi unjuk kerja yang diberikan oleh bahan bakar diesel. Angka cetana adalah besarnya
kadar volume cetana dalam campurannya dengan metilnaphtalen. Cetan murni mempunyai
angka cetana = 100, sedang aromatik mempunyai angka cetana = 0. Unjuk kerja adalah
persentase rata-rata daya yang dapat diperoleh dari mesin dengan bahan bakar tertentu
dibandingkan dengan daya yang diperoleh dari bahan bakar yang mempunyai angka cetana =
100.
Kandungan sentawa Aromatik akan menaikkan temperatur dalam silinder mesin
sehinggaakanmenaikkanemisiNOx.Multiringaromaticsdanpolyaromaticshydrocarbon
dalam bahan bakar disel dapat menaikkan partikulat. Sedangkan distilasi minyak Solar
mempengaruhi kinerja mesin dan emisi gas buang. Distilasi 50% yang rendah dapat
menurunkanemisipartikulat.EmisipartikulatdanHCyangtidakterbakarakanmeningkat
jika distilasi 90% terlalu tinggi. Pengujiannya menggunakan metode ASTM D 86,
denganperalatansebagaiberikut:

Pengolahan Minyak Bumi

26

Product Blending

Gambar2.PeralatanuntukASTMD86
Faktor penting selanjutnya adalah Viskositas minyak Solar. Hal ini sangat
berpengaruh pada sistem pompa dan injeksi bahan bakar. Jika viskositas minyak Solar terlalu
tinggi maka atomisasi bahan bakar kurang sempurna yang akan menghasilkan pembakaran
tidak sempurna sehingga menaikkan emisi CO dan HC dalam gas buang. Viskositas minyak
Solar yang terlalu rendah akan mengakibatkan penetrasi bahan bakar kedalam silinder kurang
baik sehingga menurunkan tenaga dan efisiensi mesin disamping akan menurunkan sifat
lubrisitas bahan bakar yang dapat berakibat keausan komponen sistim bahan bakar. Pengujian
ini menggunakan metoda ASTM D 445, peralatan yang digunakan sebagai berikut :

Pengolahan Minyak Bumi

27

Product Blending

Gambar 3. Peralatan untuk ASTM D 445


Karakteristik penting lain pada bahan bakar diesel adalah cloud point, pour point,
viskositas kinematik, dan lubrisitas. Cloud point dan pour point mengindikasikan temperatur
dimana bahan bakar mulai membentuk gel pada udara dingin. Viskositas mengukur
kecenderungan fluida untuk mengalir. Lubrisitas mengukur kemampuan bahan bakar untuk
mengurangi friksi antara permukaan solid pada gerak relatif.
Pengolahan Minyak Bumi

28

Product Blending
2. Aditif Diesel
Penggunaan solar sebagai bahan bakar mesin diesel menghasilkan gas buang dengan
kandungan NOx, SOx, hidrokarbon dan partikulat-partikulat. Gas buang yang dihasilkan oleh
kendaraan di Indonesia masih berada di atas baku mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah
Indonesia. Emisi partikulat yang dikeluarkan oleh mesin diesel ini sangat berbahaya
dibandingkan dengan emisi yang dikeluarkan oleh mesin berbahan bakar bensin. Hal ini
disebabkan karena partikulat yang dikeluarkan oleh mesin diesel mempunyai kadar toksisitas
relative paling tinggi, yaitu 106,7 dibandingkan dengan emisi CO yang memiliki toksisitas
relatif=1[1].
Ukuran partikulat atau jelaga (PM-10) yang lebih kecil dari 10 m yang
menyebabkan mudah terhirup ke paru-paru bersama udara. Untuk mengurangi laju polusi
udara ini maka perlu dilakukan perbaikan pada mesin diesel dan bahan bakar solar. Salah satu
cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi emisi gas buang seperti NOx, SOx, dan
partikulat adalah dengan meningkatkan Cetane Number (CN) pada solar. CN yang tinggi
berarti waktu tunda
penyalaan lebih singkat.
Bahan bakar diesel (solar) memiliki 3 jenis kategori, yaitu :
1. Solar kategori I: memiliki CN minimum 48 dengan kandungan sulfur maksimum adalah
5000 ppm.
2. Solar kategori II: memiliki CN minimum 52 dengan kandungan sulfur maksimum adalah
300 ppm.
3. Solar kategori III: memiliki CN minimum 54 serta bebas kandungan sulfur.
.
Ada beberapa cara untuk menaikkan cetane number solar :
1. Dengan melakukan "Upgrading Process" dari solar yang ada (hasilnya jadi Solar Plus)
Pada dasarnya hydrocarbon penyusun solar dapat dibagi jadi 4 categori :
Paraffin(&Iso Paraffin) ;Naphtana;Aromatics & Olefin. Paraffin & Napthana merupakan
senyawa jenuh & punya cetane number tinggi sedangkan senyawa Aromatics & Olefin
merupakan senyawa hydrocarbon tak jenuh dan punya cetane number rendah. Senyawa tak
jenuh ini dijenuhkan dalam suatu reaktor bertemperatur tinggi dgn menambahkan gas
hydrogen (hydrotreating process). Senyawa aromatics akan jadi naphtana sedang senyawa
olefin akan jadi paraffin. Hasilnya solar akan punya cetane number lebih besar hal ini
dikarenakan Cetane number Napthena 40-70, Aromatics 0-60, Parafin 80-110.
2. Dengan mencampur dengan Biodiesel
Pengolahan Minyak Bumi

29

Product Blending
Biodiesel dari minyak kelapa (Coconut Methyl Ester) punya CN samapi 70, dari
Sawit (Palm Methyl Ester) punya CN sampai 65 ; makin tinggi prosentase biodieselnya;
makin tinggi kenaikan CN nya.
3. Menambahkan additve
Ada beberapa additive yang dipakai untuk menaikkan CN, yaitu :
a. Nitrate & derivatives ; senyawa nitrete yang paling banyak dipakai untuk additive
adalah 2 Ethylhexylnitrate (2 EHN). 500-4000 ppm dari senyawa ini bisa menaikkan
3-8 angka CN. 2 EHN merupakan additive CN yang paling banyak dipakai saat ini
b. Peroxides & derivatives : senyawa peroxide yg paling umum dipakai Ditertiary butyl
peroxide (DTBP) namun penggunaannya masih belum sebanyak 2 EHN
c. Vegetable oil + chemical & derivatives :
Mulai banyak dikembangkan sebagai alternatif additive termasuk BioAdd

IV. KARAKTERISTIK PRODUCT BLENDING


1. Reid Vapor Pressure
RVP dari gasoline yang diinginkan dapat dihasilkan dari mencampurkan n-butane
dengan C5-380oF naptha. Banyaknya n-butane yang diperlukan untuk memberikan RVP yang
diharapkan dihitung dengan persamaan:
n

M t ( RVP ) t M i ( RVP ) i
i 1

dimana:
Mt

= total mol produk yang dicampurkan

(RVP)t = spesifikasi RVP untuk produk, psi


Mi

= mol komponen i

(RVP)i = RVP dari komponen I, psi atau kPa


Contoh 1:

Campurkan untuk nilai RVP 10 psi (n-butane: MW = 58, RVP =52 psi)
Butane yang diperlukan:
Pengolahan Minyak Bumi

30

Product Blending
(2,179)(5.38) + M(52.0) = (2,179 + M)(10)
11,723 + 52.0M + 21,790 + 10.0.M
42.0M = 10,067
M = 240 mol nC4 yang dibutuhkan
BPD
1640

n-Butane

lb/hr
13920

MW
58

mol/hr
240

Total 10 psi RVP gasoline = 21000 + 1640 = 22640 BPD


Data karakteristik pencampuran untuk beberapa aliran penyulingan ditampilkan pada
Tabel 15.
Metode teoritis pencampuran untuk menghasilkan RVP yang diinginkan memerlukan
data tentang berat molekul rata-rata tiap aliran. Terdapat cara lain yang lebih baik untuk hal
ini seperti yang dikembangkan oleh Chevron Research Company. Vapor pressure blending
indices (VPBI) telah disusun sebagai fungsi RVP dari aliran seperti pada Tabel 16. RVP dari
campuran didekati dari jumlah perkalian fraksi volume denga VPBI tiap komponen. Berikut
persamaannya:
RVPblend = vi(VPBI)i
Dalam kasus dimana volume butane yang akan dicampur untuk menghasilkan RVP
tertentu akan dicari, maka dipakai persamaan:
A(VPBI)a + B(BPBI)b W(VPBI)w = (Y = W)(VPBI)m
Dimana:
A = bbl komponen a, dst
W = bbl dari n-butane (w)
Y = A + B + C + . . . (semua komponen kecuali n-butane)
(VPBI)m = VPBI pada nilai RVP campuran yang diinginkan
w = subskrip untuk n-butane

Pengolahan Minyak Bumi

31

Product Blending
Tabel 15. Nilai Pencampuran Komponen untuk Aliran Pencampuran
Gasoline

Pengolahan Minyak Bumi

32

Product Blending

Tabel 16. Angka Indeks RVP untuk Bahan Bakar Gasoline dan Turbin

Pengolahan Minyak Bumi

33

Product Blending

Contoh 2:

Untuk 10 psi RVP, (VPBI)m = 17.8


17.8(21000 + W) = 174070 + 138W
(138 - 17.8)W = 373800 - 174070
120.2W = 199730
W = 1660 bbl n-butane diperlukan
Total 10 psi RVP gasoline = 21000 + 1660 = 22660 BPCD
Perbedaan ini cukup signifikan tetapi tidak dipermasalhkan dalam prakteknya.

2. Pencampuran Oktane
Angka oktan dicampurkan pada basis volumetrik dengan pencampuran angka oktan
komponen-komponennya. Angka oktan sebenarnya tidak bercampur secara linear. Oktan
sebenarnya didefinisikan sebagai angka oktan yang diperoleh dengan memakai mesin uji
CFR. Persamaan yang dipakai untuk perhitungan adalah:
n

BtONt ( BiONi )
i 1

dimana:
Bt

= total gasoline campuran, bbl

ONt

= angka oktan campuran yang diinginkan

Bi

= bbl dari komponen i

ONi

= angka oktan komponen i

Pengolahan Minyak Bumi

34

Product Blending

Gambar 4. Skema Pencampuran Gasoline

3. Pencampuran untuk Karakteristik Lain


Terdapat beberapa metode untuk memperkirakan harga karakteristik fisika campuran
dari karakteristik masing-masing bahan penyusunnya. Salah satu cara yang baik untuk
menentukan karakteristik yang tidak bercampur secara linear adalah menggantikan nilai
karakteristik bahan-bahan yang akan dicampur tersebut dengan karakteristik lain yang bisa
bercampur secara linear. Nilai tersebut biasa disebut angka blending index. Chevron
Research Company telah mengeluarkan nilai faktor atau index untuk tekanan uap, viskositas,
flash point, dan aniline point. Nilai-nilai tersebut ditampilkan dalam Tabel 16,17,18, dan 19
secara berurutan. Tabel 20 menunjukkan nilai pencampuran untuk meningkatkan oktan.
Contoh diberikan pada tiap tabel dalam menggunakan indeks pencampuran. Karena
lebih rumit dari yang lain, pencampuran viskositas akan dibahas lebih jauh pada bab ini.
Pada pencampuran beberapa produk, viskositas merupakan salah satu spesifikasi yang harus
dipenuhi. Viskositas campuran dihitung dari viskositas tiap komponennya dengan teknik
khusus. Metode yang umum diterima adalah dengan memakai grafik yang dikembangkan dan
didapatkan dari ASTM.
Pencampuran untuk viskositas dapat dihitung dengan baik dengan memakai faktor
viskositas dari Tabel 17. Pendekatan yang dipakai adalah viskositas campuran merupakan
jumlah perkalian fraksi volume semua produk dengan faktor viskositas tiap komponennya.
Dalam persamaan dituliskan:
Pengolahan Minyak Bumi

35

Product Blending
VFblend = (Vi x VFi)
Tabel 17 menunjukkan contoh perhitungan
Pencampuran untuk viskositas kinematika (centistokes) dapat dilakukan pada
berbagai temperatur, tetapi viskositas untuk semua komponen campuran harus dinytakan
pada temperatur yang sama. Pencampuran viskositas Saybolt Universal juga dapat dilakukan
pada berbagai temperatur. Dengan demikian, Tabel 17 dapat dipakai untuk mengubah
viskositas yang dinyatakan dalam centistokes ke dalam Saybolt Universal seconds (SUS) dan
sebaliknya.
Faktor viskositas juga diberikan pada Tabel 17 untuk viskositas dinyatakan dalam Saybolt
Universal Furol (SFS). Hal yang penting bahwa viskositas Saybolt Furol hanya dapat
dicampur pada temperatur 122oF. Jika viskositas SFS ingin dilakukan pada temperatur lain,
SFS harus diubah terlebih dahulu ke cantistokes atau SUS sebelum dicampur.
Faktor viskositas untuk SFS pada 122oF (50oC) dapat dipakai secara bergantian
dengan faktor viskositas untuk SUS pada temperatur 130 oF (54.4oC) dan dengan centistokes
pada 130oF. Kemudian, Tabel 17 dapat juga dipakai untuk mengubah viskositas untuk SFS
pada 122oF ke viskositas kinematik atau Saybolt Universal pada 130oF.
Metode yang hampir sama, dikembangkan oleh Reid dan Allen dari Chevron
Research Company untuk memperkirakan pour point dari wax distillate blend. Indeks pour
point untuk bahan distilasi diberikan pada Tabel 21. Index pour point untuk campuran adalah
jumlah perkalian fraksi volume dengan pour point blending index (PPBI) tiap komponennya.
PPBIblend = ViPPBIi

Pengolahan Minyak Bumi

36

Product Blending
Tabel 17. Angka Indeks Pencampuran Viskositas

Pengolahan Minyak Bumi

37

Product Blending
Tabel 18. Angka Indeks Pencampuran Flash Point

Pengolahan Minyak Bumi

38

Product Blending
Tabel 19. Angka Indeks Pencampuran Aniline Point

Pengolahan Minyak Bumi

39

Product Blending
Tabel 20. Angka Pencampuran untuk Peningkatan Oktan

V. CONTOH BLENDING
1. Pencampuran Bensin
Persyaratannya adalah untuk memproduksi pembagian 50/50 dari premium dan
regular gasoline yang memiliki angka oktan 91 dan 87 secara berurutan dan Reid vapor
pressure adalah 10.2 psi (70.3 kPa).
Untuk pembagian antara regular dan premium ini, pool octane number (PON) yang
dibutuhkan adalah 89.0. Bahan baku yang tersedia kemudian dipilih untuk dicampurkan. Ini
merupakan proses trial error. Setelah memilih bahan-bahan, sejumlah n-butane yang
diperlukan untuk memberikan tekanan uap yang diinginkan dihitung pertama karena n-butane
memberikan kontribusi yang signifikan kepada angka oktan pada produk akhir.
Aliran untuk pencampuran gasoline yang tersedia dari berbagai unit adalah sebagai
berikut:

Pengolahan Minyak Bumi

40

Product Blending
Tabel 21.Indeks Pencampuran Pour Point untuk Bahan Distilasi

Pengolahan Minyak Bumi

41

Product Blending
Pada perhitungan pertama, dihitung volume n-butane, W, yang akan ditambahkan dan
disusun bahan-bahan lainnya seperti berikut:

18.2(47603 + W) = 394688 + 138W


866375 + 18.2W = 394688 +138W
119.8W = 471687
W = 3937 bbl C4
Total volume 10.2 RVP untuk premium gasoline = 51540 BPCD

Pool octane [(MON + RON)/2)] = 88.38 PON


Hal ini tidak dapat diterima karena persyaratan angka oktan untuk pool gasoline
adalah 89 PON. Terdapat beberapa cara untuk mengkoreksi hal ini. Beberapa kemungkinan
yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan kekuatan reforming untuk memproduksi 98.8 atau 100 RON reformat
bersih. (Hal ini sepertinya tidak menarik karena kandungan aromatik gasoline akan
menigkat dan volume akan berkurang)
Pengolahan Minyak Bumi

42

Product Blending
2. Memakai agen pencampur oktan, seperti MTBE atau ETBE untuk meningkatkan pool
octane.
Perhitungan kembali RVP pool gasoline dan PON setelah menambahkan MTBE
secukupnya untuk meningkatkan PON ke 89 akan memberikan:

419520 + 138W = 18.2(49195 + W)


119.8W + 895349 = 419520 = 475829
W = 3984 bbl
Total pool 10.2 psi RVP, 89.0 PON gasoline = 53,179 BPCD

2. Pencampuran Bahan Bakar Diesel dan Jet


Dalam rangka memenuhi spesifikasi kandungan sulfur pada diesel fuel, bahan baku
utama, atmospheric gas oil dan light cooker gas oil (LCGO), dilakukan hydrotreatment untuk
menghilangkan sulfur dan meningkatkan angka setana dengan campuran olefinik jenuh pada
LCGO. Hydrotreater dioperasikan untuk mengurangi kandungan sulfur mesin diesel sampai
<0.05%wt (<500 ppm). Produk hydrotreated ini ditambah sedikit alkylate bottom dicampur
ke diesel fuel.
Tes laboratorium diperlukan untuk menentukan kandungan aromatik diesel fuel dan
ini tidak disediakan untuk siswa. Dengan demikian, spesifikasi alternatif untuk angka setana
45.0 dipakai.
Tabel 22. Pencampuran Bahan Bakar Diesel dan Home Heating Oil

Pengolahan Minyak Bumi

43

Product Blending
Jika tambahan diesel fuel diperlukan, FCC LGO dapat dialihkan dari umpan
hydrocracker atau hydrocracker dapat dioperasikan untuk memproduksi diesel fuel daripada
untuk memaksimalkan produksi jet fuel.
Jet fuel dicampurkan dari hydrotreated kerosene dari unit distilasi atmosfer, fraksi
heavy naptha (350 400oF) dari unit distilasi atmosfer, dan fraksi jet fuel (400 525oF) dari
hydrocracker.
Spesifikasi kandungan sulfur jet fuel diasumsikan sama dengan diesel fuel oil.
Tabel 24. Pencampuran Jet Fuel

Kuantitas relatif dari diesel fuel dan jet fuel dapat divariasikan pada jangkauan
tertentu dengan mengubah cut point dan kuantitas relatif dari aliran side cut dan bottom dari
middle distillate hydrotreater.

Pengolahan Minyak Bumi

44

Product Blending
BAB III
PENUTUP

Dari makalah ini, dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini:


1. Di pengilangan minyak modern, terdapat proses pencampuran produk untuk
memproduksi

berbagai

variasi

produk sesuai spesifikasi

yang

diinginkan;

mengoptimalkan fleksibilitas operasi; dan memaksimalkan keuntungan.


2. Proses blending sangat mudah dilakukan pada prosesnya dan digunakan bantuan
linear programming komputer untuk memudahkan perhitungan jumlah dan jenis
bahan baku yang dipakai agar produk yang dihasilkan sesuai spesifikasi.
3. Produk hasil blending biasanya adalah gasoline, jet fuel, kerosene, dan diesel fuel.
4. Pada blending gasoline, karakteristik utama yang perlu diperhatikan berupa reid vapor
pressure dan angka oktan. Aditif pada gasoline blending dapat meningkatkan angka
oktan produk yang diasilkan.
5. Pada diesel fuel blending, karakteristik utama yang sangat diperhatikan adalah angka
setana dan kandungan sulfur produk. Aditif pada diesel blending diperlukan untuk
meningkatkan angka setana.
6. Pada jet fuel blending, karakteristik yang diperhatikan adalah volatilitas, kandungan
sulfur, dan keberadaan mikroorganisme/ mikrobakteri yang menyebabkan kerusakan
mesin. Aditif ditambahkan pada jet fuel blending sebagai anti korosi dan anti bakteri.
7. Karakteristik lain yang perlu dispesifikasi dalam blending product adalah viskositas,
flash point, aniline point, dan vapor pressure.

Pengolahan Minyak Bumi

45

Product Blending
DAFTAR PUSTAKA
Rahman,

Basyar.

Petroleum

Refining

Process.

www.fsas.upm.edu.my/~kimia/basya

/chm3602/pdf/Product%20Blending.pdf (diakses tanggal 7 April 2009)


Speight, James G. 2007. The Chemistry and Technology of Petroleum. London: CRC Press.
Gary, James H. Petroleum Refining Technology and Economics Fourth Edition. New York:
Marcel Dekker Inc.
Robinson, Paul R. 1990. Petroleum Processing. Texas: PQ Optimization Services, Inc.

Pengolahan Minyak Bumi

46

Anda mungkin juga menyukai