Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perkerasan Jalan Raya

Perkerasan jalan merupakan lapisan yang berada di atas tanah dasar yang

dipadatkan yang berfungsi untuk memikul beban lalu lintasnya ke tanah dasar

agar beban yang diterima tanah dasar tidak melebihi daya dukung tanah yang

diijinkan (Sukirman, 1992).

Fungsi utama dari perkerasan sendiri adalah untuk menyebarkan atau

mendistribusikan beban roda ke area permukaan tanah-dasar (sub-grade) yang

lebih luas dibandingkan luas kontak roda dengan perkerasan, sehingga mereduksi

tegangan maksimum yang terjadi pada tanah-dasar. Perkerasan harus memiliki

kekuatan dalam menopang beban lalu-lintas. Permukaan pada perkerasan haruslah

rata tetapi harus mempunyai kekesatan atau tahan gelincir (skid resistance) di

permukaan perkerasan. Perkerasan dibuat dari berbagai pertimbangan, seperti:

persyaratan struktur, ekonomis, keawetan, kemudahan, dan pengalaman

(Christiady, 2011).

Berdasarkan bahan pengikat yang menyusunnya, konstruksi perkerasan

jalan dibedakan atas:

1. Konstruksi perkerasan lentur (Flexible Pavement), yaitu perkerasan jalan yang

menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya

bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ketanah dasar.

13
2. Konstruksi perkerasan kaku (Rigid Pavement), yaitu perkerasan jalan yang

menggunakan semen sebagai bahan pengikat. Plat beton dengan atau tanpa

tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah.

Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh plat beton.

3. Konstruksi perkerasan komposit (Composite Pavement), yaitu perkerasan jalan

yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur, dapat berupa perkerasan lentur

diatas perkerasan kaku atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur.

B. Lapisan Permukaan (Surface Course)

Lapisan permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas. Lapisan

yang bersentuhan langsung dengan ban kendaraan. Lapisan ini berfungsi sebagai

penahan beban roda. Lapisan ini memiliki stabilitas yang tinggi, kedap air untuk

melindungi lapisan dibawahnya sehingga air mengalir ke saluran di samping

jalan, tahan terhadap keausan akibat gesekan rem kendaraan, dan diperuntukkan

untuk meneruskan beban ke lapisan dibawahnya. Dalam hal sebagai penyumbang

kekuatan konstruksi bukan merupakan fungsi utama dari lapis permukaan. Bahan

untuk lapisan permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk lapis

pondasi, dengan persyaratan yang lebih tinggi. Pemilihan bahan untuk lapis

permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan, umur rencana serta pentahapan

konstruksi (DPU, 1978).

14
Lapisan permukaan itu sendiri masih bisa dibagi lagi menjadi tiga lapisan

lagi, yaitu:

1. Lapis Aus (Wearing Course)

Lapis aus (wearing course) merupakan bagian dari lapis permukaan yang

terletak di atas lapis antara (binder course). Fungsi dari lapis aus adalah:

a. Mengamankan perkerasan dari pengaruh air.

b. Menyediakan permukaan yang halus.

c. Menyediakan permukaan yang kesat.

2. Lapis Antara (Binder Course)

Lapis antara (binder course) merupakan bagian dari lapis permukaan yang

terletak di antaralapis aus (wearing course) dengan lapis pondasi (base).

Fungsi dari lapis antara adalah:

a. Mengurangi tegangan.

b. Menahan beban paling tinggi akibat beban lalu lintas sehingga harus

mempunyai kekuatan yang cukup.

3. Lapis Pondasi (Base)

Lapis pondasi (base) adalah lapisan yang terletak diantara lapis antara (binder

course) dan lapis pondasi atas (base course) yang berfungsi untuk menerima

beban dan meneruskan ke lapis pondasi atas (base course). Struktur lapisan

perkerasan jalan lapisan aspal, dapat dilihat pada gambar 1. Lapisan perkerasan

jalan:

15
Sumber : Sertifikasi Ahli Pelaksana Jalan/Ahli PelaksanaJembatan (HPJI)

Gambar 1. Lapisan perkerasan jalan

C. Stone Matrix Asphalt (SMA)

Salah satu jenis perkerasan yang didesain untuk mendapatkan stabilitas dan

durabilitas yang tinggi adalah jenis perkerasan Stone Matrix Asphalt. Stone

Matrix Asphalt adalah salah satu bahan konstruksi lapis perkerasan lentur dengan

campuran material agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal yang membentuk

mortar dengan aspal sebagai bahan pengikat yang dicampur dalam keadaan panas.

Penggunaan dan pengembangan Stone Matrix Asphalt pertama kali pada tahun

1968 yang diperkenalkan oleh Dr. Zichner, yang berprofesi sebagai manajer

laboratorium untuk pelaksanaan jalan di Strabag Bau AG, Jerman dan

memperoleh hak paten di Jerman tahun 1969. Campuran Stone Matrix Asphalt

dapat digunakan sebagai pembangunan jalan baru atau sebagai overlay pada suatu

lapisan lama yang di treatment.

Campuran ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan akan suatu lapisan

permukaan (wearing course) karena memiliki ketahanan terhadap deformasi

16
(rutting) dan juga memiliki beberapa keuntungan bagi pengguna jalan, yaitu

gelincir (skid resistant) yang cukup tinggi dan mengeliminasi kebisingan. Stone

Matrix Asphalt terdiri dari 3 jenis yaitu SMA Tipis, SMA Halus, SMA Kasar

dengan ukuran partikel maksimum agregat masing-masing campuran adalah 12,5

mm, 19 mm, dan 25 mm. Setiap campuran SMA yang menggunakan bahan aspal

Polymer disebut masing-masing sebagai SMA Tipis Modifikasi, SMA Halus

Modifikasi, dan SMA Kasar Modifikasi. Sumber : (https://en.m.wikipedia.org &

Spesifikasi Umum Bina Marga 2018).

D. Spesifikasi Stone Matrix Asphalt (SMA)

Spesifikasi ini menetapkan ketentuan dan ketahanan campuran Stone Matrix

Asphalt untuk lapis permukaan atau lapis aus, baik yang menggunakan aspal

penetrasi 60/70 atau aspal modifikasi. Proses perancangan saat ini menggunakan

metode pengujian Marshall (ASTM D6927-06). Perencanaan dasar untuk

menentukan parameter volumetric campuran dalam pori dalam campuran (VIM ),

poriantar mineral agregat (VMA) dan adanya kontak antara butiran agregat kasar.

Stone Matrix Asphalt yang menggunakan bahan pengikat aspal penetrasi 60/70

yang menggunakan bahan pengikat aspal modifikasi disebut SMA Mod

(Menurut : Spesifikasi Umum Bina Marga 2018).

Stone Matrix Asphalt terdiri dari beberapa material yang bercampur menjadi

satu. Oleh karena itu, material penyusun Stone Matrix Asphalt adalah material

berkualitas baik (Roberts et al, 1996). Adapun material penyusun dari SMA yaitu:

17
1. Agregat Kasar (Coarse Aggregate)

Dalam campuran, fungsi atau peranan agregat kasar ialah sebagai penahan

mortar yaitu bila ada tekanan terhadap campuran akan menimbulkan

kecenderungan flow tersebut akan ditahan oleh agregat kasar sehingga jumlah

agregat kasar dalam campuran sangat berpengaruh terhadap stabilitas dan

kekuatan perkerasan jalan.

Agregat kasar memiliki butiran tajam, kuat maupun keras yang bersifat

kekal, tidak hancur akibat pengaruh cuaca. Agregat kasar secara umum harus

memenuhi bentuk gradasi yang dibutuhkan dan terdiri dari batu pecah dan

kerikil alami yang bersih dan bebas dari tanah atau bahan yang tidak

dikehendaki dengan memenuhi persyaratan Spesifikasi Umum Bina Marga

2018 dalam Tabel 1 sebagai berikut:

18
Tabel 1. Ketentuan Agregat Kasar
Pengujian Standar Nilai
Natrium Maks.
sulfat SNI 12%
Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan
Magnesium 3407:2008 Maks.
sulfat 18%
100 Maks.
putaran 6%
Campuran AC Modifikasi
500 Maks.
Abrasi dengan
putaran SNI 30%
mesin Los
100 2417:2008 Maks.
Angeles? Semua jenis campuran putaran 8%
Beraspal bergradasi lainnya 500 Maks.
putaran 40%
SNI Min.
Kelekatan agregat terhadap aspal
2439:2011 95%
SMA SNI 100/90
Butir Pecah pada Agregat Kasar
Lainnya 7619:2012 95/90
ASTM Maks.
SMA
D4791-10 5%
Partikel Pipih dan Lonjong
Perbandingan Maks.
Lainnya
1:5 10%
SNI ASTM Maks
Material lolos Ayakan No.200
C 117:2002 1%
Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2018.

Tabel 2. Ukuran Nominal Agregat Kasar Penampung Dingin Untuk Campuran


Aspal
Ukuran nominal agregat kasar
penampung dingin (Cold Bin) minimum
Jenis Campuran yang diperlukan (mm)

5-8 8-11 1-16 6-22


Stone Mastic Asphalt – Tipis Ya Ya
Stone Mastic Asphalt – Halus Ya Ya Ya
Stone Mastic Asphalt – Kasar Ya Ya Ya Ya
5-10 0-14 4-22 2-30
Lataston Lapis Aus Ya Ya
Lataston Lapis Pondasi Ya Ya
Laston Lapis Aus Ya Ya
Laston Lapis Antara Ya Ya Ya
Laston Lapis Pondasi Ya Ya Ya Ya
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2018.

19
2. Agregat Halus (Fine Aggregate)

Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau

hasil pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos ayakan No.4

(4,75 mm). Fraksi agregat halus pecah mesin dan pasir harus ditempatkan

terpisah dari agregat kasar.

Agregat halus harus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari

lempung, atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Fungsi agregat halus

adalah sebagai bahan pengisi rongga diantara agregat kasar sehingga

menjadikan ikatan lebih kuat antara agregat sehingga dapat menambah

stabilitas campuran. Batu pecah halus harus diperoleh dari batu yang

memenuhi ketentuan mutu dalam Pasal (6.3.2.1) Spesifikasi Umum Bina

Marga 2018

Spesifikasi agregat halus dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini :

Tabel 3. Ketentuan Agregat Halus


Pengujian Standar Nilai

Nilai Setara Pasir SNI 03 - 4428 – 1997 Min 50%

Angularitas dengan Uji Kadar


SNI 03 - 6877 – 2002 Min 45%
Rongga
Gumpalan lempung dan Butir –
SNI 03 - 4141 – 1996 Maks 1%
butir Mudah Pecah dalam Agregat

Agregat Lolos Ayakan No.200 SNI ASTM C117 : 2012 Maks. 10%

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2018.

Gradasi agregat gabungan untuk campuran aspal, ditunjukkan dalam

persen terhadap berat agregat dan bahan pengisi, harus memenuhi batas-batas

20
yang diberikan dalam Tabel. Rancangan dan perbandingan campuran untuk

gradasi agregat gabungan harus mempunyai jarak terhadap batas-batas yang

diberikan dalam Tabel 4.

Tabel 4.Gradasi Agregat Gabungan Untuk Campuran Aspal

Ukuran % Berat Yang Lolos Terhadap Total Agregat Dalam Campuran


Ayakan
(mm) Stone Matrix Asphalt
Lataston (HRS) Laston (AC)
(SMA)

ASTM (mm) Tipis Halus Kasar WC Base WC BC Base

1½ 37,5 100
1 25 100 100 90-100
¾ 19 100 90-100 100 100 100 90-100 76-90
½ 12,5 100 90-100 50-88 90-100 90-100 90-100 75-90 60-78
3/8 9,5 70-95 50-80 25-60 75-85 65-90 77-90 66-82 52-71
No. 4 4,75 30-50 20-35 20-28 53-69 46-64 35-54
No. 8 2,36 20-30 16-24 16-24 50-72 35-55 33-53 30-49 23-41
No. 16 1,18 14-21 21-40 18-38 13-30
No. 30 0,600 12-18 35-60 15-35 14-30 12-28 10-22
No. 50 0,300 10-15 9-22 7-20 6-15
No.100 0,150 6-15 5-13 4-10
No.200 0,075 8-12 8-11 8-11 6-10 2-9 4-9 4-8 3-7
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2018.

3. Silica Fume (Filler)

Menurut hasil penelitian Yetti Riris Rotua Saragi silika fume adalah hasil

produksi sampingan dari reduksi quarsa murni (SiO 2) dengan batu bara di tanur

listrik dalam pembuatan campuran silikon atau ferro silikon. Silika fume

mengandung kadar SiO2 yang tinggi, dan merupakan bahan yang sangat halus,

bentuk bulat, yang berdiameter 1/100 kali diameter semen.

21
Ditinjau dari sifat mekanik, secara geometrikal silika fume mengisi

rongga-rongga diantara bahan semen. Pengisian rongga-rongga dalam beton ini

berdampak pada peningkatan kuat tekan beton secara signifikan. Silika Fume

bersifat pozzolan sehingga silika fume akan bereaksi dengan Ca(OH) 2 yang

merupakan residu dari reaksi semen dan air semen menghasilkan C 3S2H3. C3S2H3

inilah yang merupakan sumber kekuatan beton. Penggunaan silika fume dalam

beton akan memberikan dampak peningkatan kuat tekan beton jauh lebih besar

dibandingkan fly ash. Peranan silika fume :

1. Sebagai water reduction, sehingga faktor air semen kecil dan kuat tekan

meningkat.

2. Mempertinggi peranan beton akibat meningkatnya daerah lemah zone transisi

yang meningkatkan lekatan antara pasta semen dan agregat.

3. Sebagai filler (pengisi rongga-rongga udara) karena ukurannya sangat kecil

(1/100 diameter semen).

Penggunaan silika fume dalam pencampuran beton dimaksudkan untuk

menghasilkan beton dengan kekuatan tekan yang tinggi. Beton dengan

kekuatan tinggi digunakan, misalnya untuk kolom struktur atau dinding geser,

precast dan beberapa keperluan lain. Kriterian kekuatan beton berkinerja tinggi

saat ini sekitar 50-70 MPa untuk umur 28 hari. Untuk memperbaiki

karakteristik kekuatan dan keawetan beton dengan faktor air semen sebesar

0,34 dan 0,28 dengan atau tanpa bahan superplasticizer dan nilai slump 50 mm.

22
4. Aspal

Aspal didefinisikan sebagai material perekat dengan kandungan utamanya

yaitu bitumen dan lapisan kedap air. Bitumen adalah zat perekat (cementtitius)

berwarna hitam atau gelap. Aspal dapat diperoleh di alam atau pun merupakan

residu dari pengilangan minyak bumi. Aspal merupakan material yang

termoplastis yang bersifat kental atau lebih padat apabila temperature

berkurang dan akan bersifat lunak/cair apabila temperature bertambah sehingga

dapat membungkus partikel agregat pada waktu pembuatan aspal beton.

Fungsi aspal sebagai material perkerasan jalanya itu sebagai bahan

pengikat aspal dan agregat atau antara aspal itu sendiri, dan juga sebagai bahan

pengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori yang ada di dalam butir agregat

itu sendiri.

23
Tabel 5. Persyaratan Aspal Keraspenetrasi 60/70
Tipe II Aspal yang
Dimodifikasi
Tipe I
N Metode A B
Jenis Pengujian Aspal
o Pengujian Asbuton
Pen.60/70 Elastomer
yang
Sintetis
Diproses
1 Penetrasi pada 25°C SNI 06-2456-2011 60/70 Min. 50 Min. 40

Viskositas Dinamis 600°C


2 SNI 06-6441-2000 160-240 240-360 320-480
(pas)
Viskositas Kinematis 135°C 385-
3 ASTM D2170-10 > 300 < 3000
(cSt) 2000
4 Titik Lembek (°C) SNI 2334-2011 > 48 > 53 > 54

5 Daktilitas 25°C (cm) SNI 2432-2011 ≥ 100 ≥ 100 ≥ 100

6 Titik Nyala (°C) SNI 2433-2011 ≥ 232 ≥ 232 ≥ 232


7 Kelarutan dalam AASHTO T44-03 ≥ 99 ≥ 90 ≥ 99
Trichloroethylene (%)

8 Bera tJenis SNI 2441-2011 ≥ 1,0 ≥ 1,0 ≥ 1,0


ASTM D 5976-00
Stabilitas Penyimpanan:
9 part 6.1 dan SNI - ≥ 2,2 ≥ 2,2
Perbedaan Titik Lembek (°C)
2434:2011
SNI 03-3637-9-
10 Kadar parafinlilin (%) Min. 95 -
2002
Pengujian Residu TFOT (SNI 06-2440) atau RTFOT (SNI 03-6835-2002)

11 Berat yang Hilang (%) SNI 06-2441-1991 < 0,8 < 0,8 < 0,8

12 Viskositas Dinamis 60°C (pa.s) SNI 03-6441-200 ≤ 800 ≤ 1200 ≤ 1600


Penetrasi pada 25°C (%
13 SNI 06-2456-1991 ≥ 54 ≥ 54 ≥ 54
semula)

24
14 Daktilitas 25°C (cm) SNI 2432-2011 ≥ 100 ≥ 50 ≥ 25
Keelastisan setelah AASHTO T 301-
15 ≥ 60
pengambilan 98
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2018.

E. Material PembentukCampuran (SMA)

Dalam pengolahan campuran SMA ada beberapa metode yang digunakan, yaitu:

1. Bahan Aditif

Jenis aditif dapat berupa bubuk atau berupa butiran atau anti

pengelupasan. Untuk masing-masing jenis aditif, proses penggunaan produk

manual.

2. Gradasi Agregat Gabungan

Gradasi agregat gabungan untuk mencampur Stone Matrix Asphalt

(SMA), mengangkat dalam persen terhadap berat agregat. Pemilihan gradasi

disesuaikan dengan produksi minimum dan harus memenuhi batas-batas sesuai

pada Tabel 6 berikut :

Tabel 6. Gradasi Agregat Gabungan Stone Matrix Asphalt


Ukuran ayakan % Berat yang Lolos
ASTM Mm SMA Kasar SMA Halus SMA Tipis
1" 25 100
¾" 19 90-100 100
½" 12,5 50-88 90-100 100
3/
8 ” 9,5 25-60 50-80 70-95
No.4 4,75 20-28 20-35 30-50
No.8 2,36 16-24 16-24 20-30
No.16 1,18 14-21
No.30 0,600 12-18
No.50 0,300 10-15
25
No.100 0,150
No.200 0,075 8-11 8-11 8-12
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2018

3. BahanPengisi (Filler)

Metode pengujian yang dilakukan terhadap filler adalah :


Tabel 7. Spesifikasi Filler
Pengujian Metode Pengujian Nilai
BeratJenis Filler SNI ASTM C117: 2012 -
Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2018.

F. Karakteristik Campuran Stone Matrix Asphalt

Salah satu hal yang cukup berpengaruh terhadap karakteristik Stone Matrix

Asphalt adalah rancangan campuran, baik itu pada saat pencampuran,

penghamparan, pemadatan, atau pada saat pemanfaatannya. Suatu rancangan

campuran dengan proporsi tertentu akan menghasilkan karakteritik campuran

tertentu pula.

Tabel 8. Ketentuan Sifat- Sifat Campuran Stone Matrix Asphalt


SMA SMA Mod
Sifat-sifat campuran Tipis, Tipis,
Halus dan Halus dan
Kasar Kasar

Jumlah tumbukan per bidang 50


Rongga dalam campuran (%) (4) Min. 4
Maks. 5
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min. 17
Rasio VCAmix/VCAdrc(1) <1
Draindown pada temperature produksi,
% berat dalam campuran (waktu 1 jam) Maks. 0,3
(2)

Stabilitas Marshall (kg) Min. 600 750


Min. 2
Pelelehan ( mm )
Maks. 4,5
26
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah
Min 90
perendaman selama 24 jam, 600C (5)
Stabilitas Dinamis (kg) Min 2500 3000
Kadar Aspal ( % ) 6-7
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2018.

Catatan :

1. Rongga dalam campuran dihitung berdasarkan pengujian berat jenis

maksimum (Gmm Test, SNI 03-6893-2002).

2. Penentuan VCA mix dan VCAdrc sesuai AASHTO R46-08 (2002).

 VCAmix : Voids In Coarse Agregate Within Compacted Mixture.

 VCAdrc : Voids In Coarse Agregate Fraction In Dry-Rodded Condition

3. Pengujian drain down sesuai AASHTO T305-14

4. Modifikasi Marshall.

5. Pengawas pekerjaan dapat atau menyetujui AASTHO T283-14 sebagai

alternative pengujian kepekaan terhadap kadar air. Pengkondisian beku cair

(freeze thaw conditioning) tidak diperlukan. Nilai Indirect Tensile Strength

(ITSR) minimum 80% pada VIM (Rongga Dalam Campuran) 7% ± 0,5%.

Untuk mendapatkan VIM 7% ± 0,5% buatlah benda uji Marshall dengan

variasi tumbukan pada kadar aspal optimum, missal 2x40, 2x50, 2x65, dan

2x75 tumbukan. Kemudian dari setiap benda uji tersebut, hitung nilai VIM

dan buat hubungan antara jumlah tumbukan dan VIM. Dari grafik tersebut

dapat diketahui jumlah tumbukan yang memiliki nilai VIM 7% ± 0,5%,

kemudian lakukan pengujian ITSR untuk mendapatkan Indirect Tensile

Strength Ratio sesuai SNI6753:2008 atau AASTHO T283-14 tanpa

mengkondisikan -18 ± 3 °C.

27
6. Untuk menentukan kepadatan membal (Refusal), di sarankan

menggunakan penumbuk bergetar (vibratory hammer) agar pecahnya

butiran agregat dalam campuran dapat dihindari jika menggunakan

penumbuk manual jumlah tumbukan perbidang harus 600 untuk cetakan

berdiameter 6 inch dan 400 untuk cetakan berdiameter 6 inch.

7. Pengujian Wheel Tracking machine harus dilakukan pada temperatur 60

°C. Prosedur pengujian harus mengikuti serta pada Technical Guideline For

Pavament Design and Contruction, Japan Road Association ( JRA ).

1. Stabilitas

Stabilitas adalah kemampuan lapisan perkerasan menerima beban lalu

lintas tanpa mengalami perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur

maupun bleeding (pengumpulan aspal di permukaan perkerasan). Stabilitas

terjadi dari gesekan antar butiran, penguncian antar partikel dan daya ikat yang

baik dari lapisan aspal. Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi

jalandan volume lalu lintas. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan

mayoritas kendaraan berat membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas

tinggi.

Kestabilan yang terlalu tinggi menyebabkan lapisan menjadi kaku dan

cepat mengalami retak, disamping itu karena volume antara agregat kurang,

mengakibatkan kadar aspal yang dibutuhkan rendah. Hal ini menghasilkan film

aspal tipis dan mengakibatkan ikatan aspal mudah lepas sehingga

durabilitasnya rendah, dengan demikian stabilitas yang tinggi dapat diperoleh

dengan mengusahakan penggunaan:


28
a. Agregat dengan gradasi rapat.

b. Agregat dengan permukaan kasar.

c. Agregat berbentuk kubus.

d. Aspal dengan penetrasi rendah.

e. Aspal dengan jumlah mencukupi untuk ikatan antar butir.

2. Durabilitas (Keawetan/Daya Tahan)

Durabilitas adalah kemampuan beton aspal menerima repetisi beban lalu

lintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dan

permukaan jalan serta menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim,

seperti udara, air, dan perubahan temperatur, sehingga durabilitas diperlukan

pada lapisan permukaan. Durabilitasnya aspal dipengaruhi oleh tebalnya film

atau selimut aspal, banyaknya pori dalam campuran, kepadatan dan kedap air

campuran. Faktor-faktor yang mempengaruhi durabilitas lapisan beton aspal

adalah:

a. Film atau selimut aspal. Selimut aspal yang tebal dapat menghasilkan lapis

beton aspal yang berdurabilitas tinggi, tetapi kemungkinan terjadi bleeding

yang tinggi.

b. VIM kecil sehingga hasil kedap air dan udara tidak masuk ke dalam

campuran yang menyebabkan terjadinya oksidasi dan aspal menjadi rapuh.

c. VMA besar sehingga selimut aspal dapat dibuat tebal. Jika VMA dan VIM

kecil serta kadar aspal tinggi kemungkinan terjadinya bleeding

(pengumpulan aspal di permukaan perkerasan) besar.

29
Yang dimaksud dengan VIM (Void In Mix) adalah pori dalam campuran

yang telah dipadatkan atau banyaknya pori udara yang ada dalam campuran

beton aspal. Sedangkan VMA (Void in Mix Aggregate) adalah pori di antara

partikel agregat pada suatu perkerasan beraspal, termasuk pori udara dan

volume aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang cukup diserap

agregat).

3. Fleksibilitas

Fleksibilitas dari campuran perkerasan aspal adalah kemampuan lapisan

untuk mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas berulang tanpa

timbulnya retak dan perubahan volume. Fleksibilitas yang tinggi dapat

diperoleh dengan :

a. Penggunaan agregat bergradasi senjang maupun bergradasi semi senjang

sehingga diperoleh VMA yang besar.

b. Penggunaan aspal lunak (aspal dengan penetrasi tinggi)

c. Penggunaan aspal yang cukup banyak sehingga diperoleh VIM yang kecil.

4. Tahan Geser / Kekesatan (Skid Resistance)

Tahan geser adalah kemampuan permukaan beton aspal terutama pada

kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda kendaraan sehingga

kendaraan tidak tergelincir ataupun slip. Faktor-faktor mendapatkan kekesatan

jalan sama dengan untuk mendapatkan stabilitas tinggi, yaitu kekasaran

permukaan dari butir-butir agregat, kepadatan campuran dan tebal film aspal.

Tahan geser akan tinggi jika:

30
a. Penggunaan kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding

b. Penggunaan agregat berbentuk kubus.

c. Penggunaan agregat kasar yang cukup.

5. Ketahanan Terhadap Kelelehan

Ketahanan terhadap kelelehan adalah ketahanan dari lapisan atas aspal

beton (lataston) dalam menerima beban berulang tanpa terjadinya kelelehan

yang berupa alur (rutting) dan retak. Faktor yang mempengaruhi ketahanan

adalah:

a. VIM yang tinggi dan kadar aspal yang rendah akan mengakibatkan

kelelahan yang lebih cepat.

b. VMA yang tinggi dan kadar aspal yang tinggi dapat mengakibatkan lapis

perkerasan menjadi flexible.

6. Kemudahan Pekerjaan (Workability)

Workability adalah kemampuan campuran beton aspal untuk mudah

dihamparkan dan dipadatkan sehingga hasil yang diperoleh memenuhi

kepadatan yang diharapkan dari tingkat effisensi pekerjaan. Faktor yang

mempengaruhi kemudahan pekerjaan adalah:

a. Gradasi agregat, agregat bergradasi baik lebih mudah dilaksanakan dari

pada agregat bergradasi jelek.

b. Temperatur campuran ikut mempengaruhi kekerasan bahan pengikat yang

bersifat termoplastis.

31
c. Kandungan bahan pengisi (filler) yang tinggi menyebabkan pelaksanaan

yang lebih sukar.

Dalam pengujian karakteristik beton aspal dilakukan dengan tujuan yaitu

untuk mengetahui sifat-sifat dari campuran beton aspal tersebut. Pengujian itu

antara lain dilakukan dengan :

a. Uji stabilitas dengan alat uji Marshall.

b. Uji perendaman Marshal untuk indeks perendaman.

Agar diperoleh karakteristik campuran yang maksimal, maka harus

dilakukan pengujian pada kondisi dimana persen (%) aspal dari campuran

adalah optimum.

G. Pengujian Marshall

1. Pemeriksaan Marshall Konvensional

Kinerja campuran Stone Matrix Asphalt dapat diperiksa dengan alat

Marshall. Pengujian Marshall dilakukan untuk mengetahui nilai stabilitas,

kelelehan plastis (flow), pori dalam campuran (Void In Mix),dan pori dalam

agregat (Void In Mineral Aggregate) campuran beraspal. Stabilitas merupakan

kemampuan menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis dengan kata lain

stabilitas Marshall ialah beban maksimum yang dapat diterima oleh campuran

sebelum runtuh. Sedangkan kelelehan plastis adalah perubahan bentuk

campuran aspal yang terjadi akibat suatu beban hingga batasr untuh. Proses

perendaman benda uji dilakukan sebelum pengujian Marshall dengan

pemeriksaan Marshall sesuai prosedur SNI-06-2489-1991.

32
Proses pemeriksaan dengan alat Marshall untuk campuran SMA,

diperoleh data-data sebagai berikut :

a. Berat volume, dinyatakan dalam ton/m3.

b. Stabilitas, dinyatakan dalam kg. Stabilitas menunjukkan kekuatan,

ketahanan terhadap terjadinya alur (ruting).

c. Kelelehan plastis (flow), dinyatakan dalam mm atau 0,01”. Flow merupakan

indicator terhadap lentur.

d. Kadar aspal optimum, dinyatakan dalam %.

2. Pemeriksaan Marshall Immertion

Pemeriksaan ini bertujuan untuk membandingkan nilai stabilitas antara

campuran yang dipanaskan selama 30 menit dengan nilai stabilitas campuran

Stone Matrix Asphalt yang direndam selama 24 jam dengan suhu 60oC. Nilai

perbandingan untuk mengetahui nilai Stabilitas Marshall Sisa (%) sesuai

standar yang telah ditentukan oleh Bina Marga yaitu minimal 90%.

H. Standar Rujukan / Acuan

Pemeriksaan karakteristik agregat kasar dan halus Stone Matrix Asphalt :

1. Analisa Saringan

Pemeriksaan Analisa saringan agregat kasar dan agregat halus mengacu

pada metode atau standar ASTMC136:2012. Dengan rumus sebagai berikut.

a. Persen lolos (%) X = 100% - Kumulatif (%)...............................................1

33
b.

W 10( gram)
Persen Tertahan (%) Y =Σ W 11( gram) ......................................................2

2. Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Air

a. Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan air agregat kasar mengacu pada

standar rujukan SNI 1969:2016.

b. Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan air agregat halus mengacu pada

standar rujukan SNI 1970:2016.

Dihitung menggunakan rumus:

1) Berat Jenis Bulk (atas dasar kering oven)

W7
Berat jenis bulk Sd = W 8−W 9 ....................................................................3

2) Berat Jenis Bulk (atas dasar kering permukaan)

W8
W 8−W 9
Berat jenis bulk Ss= …...............................................................4

3) Berat Jenis Semu

W7
W 8−W 9
Berat Jenis semu Sa= ................................................................5

4) Penyerapan Air

W 8−W 9
Penyerapan air Sw= W 9 ...................................................................6

3. Pemeriksaan Kadar Lumpur

Pemeriksaan kadar lumpur dan SE (Sand Equivalent) mengacu pada

rujukan SNI 03-4428-1997. Dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

34
Sp
x 100 %
Sl
a. Sand Equivalent (SE) = ...........................................................7

b. Kadar lumpur (KL) = 100% - SE ..................................................................8

4. Pengujian Keausan (Abrasion)

Pengujian Keausan (Abration) ini mengacu pada standar rujukan SNI

2417:2008. Dihitung dengan rumus :

W 12−W 13
Keausan A= W 12 ........................................................................................9

5. Pemeriksaan Partikel Pipih dan Partikel Lonjong

Pemeriksaan indeks kepipihan dan kelonjongan mengacu pada standar

rujukan ASTM D4791-10. Dihitung dengan rumus :

W 12( gram)
x 100 %
W 13( gram)
a. Indeks Kepipihan (%)F= ..........................................10

W 12( gram)
x 100 %
W 13( gram)
b. Indeks Kelonjongan (%) E= ...........................................11

6. Pemeriksaan Material Lolos Ayakan No.200

Pemeriksaan material lolosayakan No.200 mengacu pada standar rujukan

ASTM C117:2012. Dihitung dengan rumus:

a. Berat kering benda uji awal :

w3 = w1 - w2....................................................................................................12

b. Berat kering benda uji sesudah pencucian:

w5 = w4 – w2....................................................................................................13

c. Bahan lolos saringan No. 200 :


35
W 3−W 5
x 100%
W3
w6 = .......................................................................................14

I. Penelitian Sejenis

Adapun penelitian terkait yang dipublikasikan berupa jurnal sehingga

penulis dapat memperluas teori yang akan digunakan dalam mengkaji penelitian

yang akan dilakukan. Berikut merupakan beberapa penelitian sejenis yang terkait

dengan penelitian yang akan dilakukan :

1. Paris Tangke Pongrekun dan Luther Junior Lethe, 2016 “Uji Karakteristik

Marshall Campur Laston AC-WC dengan menggunakan limbah cangkang

kepiting sebagai Filler”. Pengunaan cangkang kepiting dalam campuran AC-

WC ( 0%, 25%, 50%, 75%, 100% ) terhadap parameter Marshall dapat dilihat

bahwa nilai yang didapatkan untuk Stabilitas, VIM, Flow (kelelehan), VMA,

VFB, MQ (Marshall Quoetient) , secara keseluruhan memenuhi spesifikasi

campuran asphalt concrete – wearing course (AC–WC). Penggunaan

cangkang kepiting sebagai filler memberikan keuntungan pada stabilitas,

durabilitas, dan fleksibilitas. Namun juga memberikan dampak kelemahan

yaitu penggunaan kadar aspal yang cenderung lebih tinggi karena sifat filler

cangkang kepiting mudah menyerap aspal.

2. Delly Alex Putra dan Benedicto Pratama T, 2017 “Pengaruh Serbuk Arang

Tempurung Kemiri Sebagai Filler Pada Campuran Laston AC–WC Dan

Laston AC–BC”. Laston AC–WC dengan komposisi kadar filler serbuk arang

tempurung kemiri 25%, agregat kasar = 48,72%, agregat halus = 40,15, filler =

36
5,43%, aspal = 5,7% dan komposisi campuran laston AC–BC dengan kadar

filler serbuk arang tempurung 75%, agregat kasar = 43,22%, agregat halus =

45,33%, filler = 6,55%, aspal = 4,9%. Uji karakteristik Marshall campuran

laston AC–WC dan laston AC–BC dengan mengunakan serbuk tempurung

kemiri sebagai filler pada marsall konvensional dapat memenuhi syarat

spesifikasi umum 2010 divisi 6, Direktorat Jendral Bina Marga Departemen

Pekerjaan Umum Republik Indonesia, mulai dari VIM, Stabilitas, Flow, MQ,

VMA, sampai dengan VFB.

3. Suardi Mendila dan Ryeky, 2018 “Uji Karakteristik Marshall Campuran Laston

AC-WC dengan Menggunakan Cangkang Keong Mas Sebagai Pengganti

Filler”. Dari hasil penelitian yang dilakukan rancangan komposisi yang

digunakan pada campuran Laston AC-WC dengan variasi cangkang keong mas

0%, 25%, 50%, 75% dan 100%, diperoleh nilai Flow antara 3,80 – 4,81, nilai

Flow dengan kadar filler cangkang keong mas 0% - 100% untuk Laston AC-

WC terdapat dua kadar filler cangkang keong mas yang tidak memenuhi syarat

yang dikeluarkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen

Pekerjaan Umum Tahun 2010 Revisi 3 yaitu pada kadar filler cangkang keong

mas 75% dan 100%, bahwa penggunaan filler cangkang keong mas yang

sebanyak 75% dalam campuran beraspal membuat ikatan antara agregatnya

berkurang yang menyebabkan kelenturan besar, tetapi jika penggunaan filler

cangkang keong mas kurang dari 75% maka ikatan antara agregat daam

campuran menjadi lebih kuat yang mengakibatkan kelenturan campuran

37
menurun, yang artinya kekuatan campuran/stabilitas akan berbanding terbalik

dengan kelenturan campuran/flow.

Dari hasil pengujian marshall immertion diperoleh indeks perendaman Laston

AC-WC sebesar 90,74 dengan kadar filler cangkang keong mas sebesar 50%.

Nilai indeks peredaman ini telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh

Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum Tahun

2010 Revisi 3, yaitu minimal 90%. Berdasarkan nilai tersebut dapat

disimpulkan bahwa perkerasan jalan yang menggunakan filler cangkang keong

mas dalam campuran Laston AC-WC dapat tahan terhadap suhu dan lamanya

perendaman dalam air.

4. Yetty Riris Rotua Saragi, Partahi Lumbangaol, Konteks 9 2015, “Kinerja

Campuran Beton dengan Filler Sika Fume Ditinjau Dari Faktor Lama

Perendaman” Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh

penambahan Sika Fume terhadap nilai slump dan kuat tekan beton. Kadar Sika

Fume yang digunakan sebanyak 0%, 5%, 5.5%, 6% , 6.5% dan 7% dari berat

semen. Nilai slump yang direncanakan adalah 5.0 cm – 7.5 cm, sesuai

penggunaan beton pada perkerasan jalan. Mutu beton yang direncanakan f’c 30

MPa dan kuat tekan beton karakteristik (σ’bk) adalah 300 kg/cm2 yang diuji

pada umur 3 hari, 7 hari, 9 hari 14 hari, 21 hari dan 28 hari setelah terlebih

dahulu dilakukan perendaman Semakin besar persentase kadar Sika Fume

yang ditambahkan pada adukan beton maka kelecakan adukan akan berkurang.

Hal ini terjadi karena butiran Sika Fume sangat halus sehingga memerlukan air

yang lebih banyak untuk membasahi permukaan butiran silika fume, yang pada

38
akhirnya akanmengurangi kelecakan beton pada kadar silika fume yang lebih

tinggi. Penambahan persentase penggunaan Sika Fume tidak secara langsung

menambah kuat tekan beton, tetapi konversi beton 28 hari menunjukkan bahwa

waktu pengerasan beton akan semakin cepat seiring bertambahanya kadar

Sika Fume yang digunakan. Penggunaan kadar Sika Fume yang digunakan

sebanyak 0%, 5%, 5.5%, 6% , 6.5% dan 7% dari berat semen juga memenuhi

target kuat tekan beton karakteristik (σ’bk) 300 kg/cm2.

J. Kerangka Pikir Penelitian

Sebagai acuan dalam penelitian, maka dibuat sebagai pedoman dalam

merancang tahapan dalam pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 2 di

bawah ini:

Lapis Permukaan

Pemanfaatan Silica Fume

Peningkatan Kualitas campuran SMA Tipis


Mendapatkan
dengan Karateristik
Bahan Substitusi FillerMarshall
Silica Fume
Konvensiona sebagai
ldan Marshall
filler Immertion
terhadap campuran Stone Matrix Asphalt
Tipis
Penelitiantentang Silica Fume sebagai bahan
subsitusi filler pada Campuran Stone Matrix
Asphalt Tipis

Tersedianya Prasarana Transportasi sesuai


dengan masa layanan jalan 39
Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian

40

Anda mungkin juga menyukai