ABSTRAK
Pada tahun 70-an di Indonesia mulai digunakan material Asphaltic Concrete (AC), namun penggunaan AC
dengan tebal minimum pada perkerasan yang belum mantap menimbulkan kerusakan berupa retak-retak.
Selanjutnya pada pertengahan tahun 80-an, diperkenalkan HRS yang mempunyai kelenturan yang tinggi,
selaput aspal yang lebih tebal. Permasalahan retak hilang, namun muncul masalah baru dengan terjadinya
deformasi permanen, khususnya pada jalan dengan lalu-lintas berat. Pengalaman tersebut menunjukkan
perlunya dikembangkan material yang dapat mengatasi masalah deformasi permanen, tanpa harus kehilangan
durabilitas. Salah satu material yang dikembangkan di Indonesia adalah Stone Matrix Asphalt Asbuton (SMAB)
yang merupakan pengembangan lebih lanjut dari Split Mastic Asphalt atau Stone Matrix Asphalt (SMA) dengan
memanfaatkan bahan lokal aspal buton. Metodologi penelitian dilaksanakan dengan cara melakukan kajian
literatur dan selanjutnya melaksanakan pengujian empiris dan simulasi di laboratorium. Hasil penelitian
menunjukkan pencampuran yang sesuai untuk SMAB adalah dengan cara-basah (urutan pencampuran adalah
agregat-aspal-Asbuton), dan apabila digunakan pemadat Marshall jumlah pemadatan yang disarankan adalah
2 x 50 tumbukan meskipun untuk lalu-lintas berat. Hasil pengujian menunjukkan penambahan Asbuton dapat
mengurangi terjadinya pengaliran aspal sehingga dapat menggantikan fungsi serat selulosa sebagai bahan
penstabil. Penambahan Asbuton juga meningkatkan ketahanan campuran terhadap deformasi permanen. Dalam
penelitian ini telah dikembangkan rumus pendekatan untuk menghitung kadar aspal optimum SMAB.
Kata kunci: SMA, SMAB, Asbuton , serat selulosa, pengaliran aspal, deformasi permanen
ABSTRACT
In the 70's, Asphaltic Concrete (AC) material was innitially used in Indonesia, but the use of AC with the
minimum thickness in unstable pavement caused damage in the form of cracks. Later in the mid-80s, high
flexibility and thicker asphalt film of HRS was introduced. The problem of cracks disappeared, but new
problems arose with the occurrence of permanent deformation, especially in the road with heavy traffic. Such
experience indicated the need to develop materials that can overcome the problem of permanent deformation,
without loss of durability. The material that was developed in Indonesia is Stone Matrix Asphalt Asbuton
(SMAB) which is a further development of the Split Mastic Asphalt or Stone Matrix Asphalt (SMA) with utilizing
local material Asbuton (Buton asphalt). The research methodology carried out was literature study and
followed by empirical and simulation testing in the laboratory. The results showed that the appropriate method
of mixing SMAB is wet-method (the order of mixing is aggregate-asphalt-Asbuton), and when using Marshall’
compactor , the number of recommended compaction is 2 x 50 blows even for heavy traffic. Test results
showed that the addition of Asbuton can reduce the occurrence of draindown asphalt so that it can replace the
function of fiber cellulose as stabilizers. The addition of Asbuton also increase the resistance to permanent
deformation. The study also developed a formulation approach for calculating the optimum bitumen content for
SMAB.
Keywords: SMA, SMAB, Asbuton, fiber cellulose, asphalt draindown, permanent deformation
67 Kajian Material Stone Matrix Asphalt Asbuton Berdasarkan Kriteria Deformasi Permanen, (Nyoman Suaryana)
dengan mastik, yaitu campuran antara aspal, Persyaratan material SMA secara umum
agregat halus dan bahan pengisi. Proporsi mengacu pada EN 13108-5 (European Standard
campuran yang digunakan adalah: 2005) dan standar Amerika (AASHTO 2008).
1. Agregat kasar 5-8 mm : 70 % Persyaratan untuk agregat dan gradasi SMA
2. Pasir pecah 0-2 mm : 12 % diperlihatkan pada Tabel 1 dan Tabel 2.
3. Bahan pengisi : 10,5 % SMA mengandalkan kekuatan dari rangka
4. Aspal (B65) : 7,5 % (skeleton) agregat kasar, dan rongga
diantaranya diisi dengan mastik dengan kadar
Dalam campuran tersebut tidak aspal yang tinggi untuk memberikan durabilitas
digunakan agregat ukuran 2 – 5 mm, sehingga yang baik. Akibat kadar aspal yang tinggi
menghasilkan gradasi yang senjang. tersebut maka ada kecenderungan aspal akan
SMA berkembang pesat di Eropa setelah mengalir (draindown) atau terpisah sebagian
dipublikasikannya standar teknis Jerman untuk pada saat penyimpanan di silo (jika ada) dan
SMA (ZTV bit-StB 84). Sementara pengangkutan. Pada saat ini dikenal dua cara
perkembangan SMA di luar Eropa, terutama di untuk mengurangi pengaliran aspal yaitu:
Amerika Serikat dimulai awal tahun 1990-an, 1. Bahan tambah yang menyerap sebagian
dengan diperkenalkannya metode standar aspal (binder absorbers). Bahan tambah ini
Amerika (AASHTO) untuk merencanakan diantaranya adalah selulosa, mineral fiber,
campuran SMA. Keberhasilan SMA di Amerika textile dan plastik. Diantara bahan tambah
Utara memicu penggunaan SMA dibeberapa tersebut yang paling umum digunakan
negara lain, seperti Australia, New Zealand dan adalah serat selulosa.
China. 2. Bahan tambah yang meningkatkan
Kelebihan dan kekurangan SMA secara kekentalan aspal (viscosity boosters). Bahan
umum adalah seperti berikut (K. Blazejowski tambah ini diantaranya adalah polimer.
2011):
1. Umur pelayanan yang tinggi. Persyaratan pengaliran dan campuran
2. Ketahanan yang tinggi terhadap deformasi SMA diperlihatkan pada Tabel 3.
sebagai akibat dari kandungan agegat kasar
yang besar dan membentuk rangka agregat SMA di Amerika Serikat
yang kuat. SMA mulai dikembangkan di Amerika
3. Ketahanan terhadap retak lelah yang baik Serikat pada tahun 1990-an, setelah beberapa
karena kadar aspal yang tinggi. ahli Amerika melakukan kunjungan ke Eropa.
4. Makro tekstur yang baik dan mengurangi Berdasarkan hasil evaluasi pemanfaatan SMA di
cipratan air akibat kendaraan pada saat Amerika yang dilakukan oleh NCAT (Ray
permukaan basah. Brown et al 1997), dari 86 proyek yang
5. Mengurangi kebisingan. menggunakan SMA diperoleh kesimpulan
antara lain: 1) lebih dari 90 % perkerasan
Disamping kelebihan seperti di atas, SMA mempunyai alur kurang dari 4 mm, 2) retak
mempunyai kekurangan yaitu: bukan menjadi masalah besar, 3) tidak terbukti
1. Biaya relatif lebih mahal dibanding terjadinya pelepasan butir (ravelling).
campuran beraspal konvensional, sekitar 10 Spot aspal (fat spot) menjadi problem
– 20 % sebagai akibat dari penggunaan utama sebagai akibat segregasi, pengaliran
kadar aspal yang tinggi dan penambahan (draindown), kadar aspal yang tinggi, atau
bahan penstabil. penstabil (stabilizer) yang tidak memadai (Ray
2. Resiko munculnya spot – spot aspal pada Brown et al 1997). Penstabil yang digunakan
permukaan sebagai akibat kesalahan atau untuk mencegah terjadinya pengaliran
variasi selama produksi atau pelaksanaan. (draindown) umumnya berupa serat (fiber) dan
polimer.
69 Kajian Material Stone Matrix Asphalt Asbuton Berdasarkan Kriteria Deformasi Permanen, (Nyoman Suaryana)
SMA di Indonesia HIPOTESIS
Pemakaian SMA di Indonesia
diperkenalkan pada tahun 90-an, namun Asbuton butir dapat digunakan sebagai
dianggap kurang berhasil. Kegagalan terjadi bahan penstabil untuk mengurangi pengaliran
karena sulitnya mencampur serat selulosa aspal dan Stone Matrix Asphalt Asbuton
secara merata dalam campuran SMA. (SMAB) lebih tahan terhadap deformasi
Dengan perkembangan teknologi permanen dibandingkan dengan SMA.
pengemasan serat selulosa, pada tahun 2010
Pusjatan telah melaksanakan uji coba skala
penuh teknologi SMA dengan serat selulosa METODOLOGI
yang dikemas berbentuk pelet pada ruas jalan
Jatibarang – Palimanan (Jawa Barat), dengan Untuk mencapai tujuan penelitian, pada
tebal lapisan 5 cm padat. Sampai dengan saat tahap awal dilakukan kajian pustaka untuk
ini kondisi SMA tersebut masih dalam kondisi mengkaji teknologi SMA yang digunakan di
baik (Iriansjah 2010). beberapa negara. Selanjutnya dilaksanakan
pengujian karakteristik bahan, karakteristik
Asbuton volumetrik dan karakteristik Marshall untuk
Seperti telah diketahui, terdapat dua jenis menentukan kadar aspal optimum. Pengujian
aspal alam yaitu aspal alam danau (lake pengaliran (draindown) dilaksanakan untuk
asphalt) seperti yang terdapat di Kanada dan melihat efektifitas penggunaan bahan penstabil
aspal alam batuan (rock asphalt) seperti Asbuton butir dibandingkan dengan serat
terdeposit di Indonesia. Aspal alam di selulosa. Untuk melihat ketahanan terhadap
Indonesia terdeposit di Pulau Buton Sulawesi deformasi permanen digunakan alat uji simulasi
Tenggara dan biasa disebut dengan Asbuton wheel tracking.
singkatan dari Aspal Batu Buton.
Secara umum dapat dibedakan dua jenis
Asbuton dengan karakteristik berbeda yaitu HASIL DAN ANALISIS
bersifat keras seperti dari Kabungka dan
bersifat relatif lunak dari Lawele. Asbuton Pembuatan rancangan campuran
butir dari Kabungka dikenal dengan istilah Metode rancangan campuran dan
Buton Granular Asphlat (BGA), mempunyai persyaratan untuk SMA terdiri dari beberapa
ukuran butir maksimum 1,16 mm dan penetrasi variasi, namun secara umum dapat dipisahkan
sekitar 5 dmm dengan kadar aspal sekitar 20 %. menjadi dua, yaitu metode yang berdasarkan
Sementara Asbuton butir dari Lawele dikenal standar Eropa (EN 2005) dan berdasarkan
dengan istilah Lawele Granular Asphalt standar Amerika (AASHTO 2008). Pada
(LGA), mempunyai ukuran butir maksimum 9,4 penelitian ini metode rancangan campuran dan
mm dengan penetrasi sekitar 50 dmm dan kadar persyaratan yang digunakan mengacu kepada
bitumen sekitar 30 %. dua metode tersebut.
Menurut hasil penelitian di Pusjatan,
penambahan Asbuton butir dengan proporsi Karakteristik aspal
yang tepat dalam campuran beraspal Asphaltic Aspal yang digunakan adalah aspal
Concrete (AC) akan meningkatkan ketahanan minyak penetrasi 60 yang diproduksi oleh PT.
campuran tersebut terhadap deformasi Pertamina (Persero). Hasil pengujian
permanen tanpa mengurangi ketahanan karakteristik aspal minyak pen 60 diperlihatkan
terhadap lelah. pada Tabel 4.
Hasil Pengujian
No Jenis Pengujian Metode Pengujian Satuan
Aspal Pen 60
Tabel 5. Karakteristik Asbuton LGA (hasil pengujian bitumen Asbuton tanpa mineral)
Hasil Pengujian
No. Jenis Pengujian Metode Pengujian Satuan
Asbuton Butir
71 Kajian Material Stone Matrix Asphalt Asbuton Berdasarkan Kriteria Deformasi Permanen, (Nyoman Suaryana)
Karakteristik Asbuton Karakteristik serat selulosa
Asbuton yang digunakan berupa Asbuton Serat selulosa yang digunakan berbentuk
butir yang diproduksi oleh PT. BAI (Buton pelet dan merupakan produksi dari Jerman
Asphalt Indonesia), berupa Asbuton butir LGA. dengan nama Arbocell. Karakteristik dari serat
Asbuton ini mempunyai nilai penetrasi yang selulosa tersebut berdasarkan informasi
relatif tinggi yaitu termasuk dalam klasifikasi produsen, adalah sebagai berikut:
aspal pen 40/60. Penggunaan Asbuton dengan 1. Panjang serat : 0,25 inci
penetrasi tinggi tersebut memungkinkan 2. Lolos saringan
pemakaian yang lebih banyak, sementara 3. No. 20 : 85% (± 10%)
mineral yang terkandung di dalamnya dapat 4. No. 40 : 40% (± 10%)
bermanfaat untuk sebagai bahan pengisi (filler) 5. No. 140 : 30% (± 10%)
dalam SMA yang kebutuhannya cukup tinggi. 6. PH : 7,5 (± 1,0)
Hasil pengujian karakteristik Asbuton 7. Absorpsi minyak : 5,0 (± 1,0) kali berat
diperlihatkan pada Tabel 5. serat selulosa (fiber)
8. Kadar air : maksimal 5%
Karakteristik agregat
Agregat yang digunakan berasal dari
daerah Sewo, Kabupaten Subang Provinsi Jawa Gradasi campuran
Barat. Karakteristik agregat diperlihatkan pada Gradasi campuran yang digunakan
Tabel 6. mengacu pada spesifikasi AASHTO M 325-08
dan EN 13108-5. Mengingat adanya perbedaan
ukuran saringan yang tersedia, maka dilakukan
interpolasi dengan hasil seperti diperlihatkan
pada Gambar 1.
Hasil Pengujian
No Jenis Pengujian Metode Pengujian Agregat Agregat Agregat Satuan
Kasar Sedang Halus
1 Keausan agregat dengan Mesin Abrasi SNI 03-2417-1991 16,91 - - %
2 Setara pasir SNI 03-4428-1997 - - 74,2 %
3 Berat jenis agregat kasar & penyerapan SNI 03-1969-1990
Berat jenis agregat halus & penyerapan SNI 03-1970-1990
- Berat jenis curah (bulk) 2,657 2,677 -
- Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) 2,695 2,706 -
- Berat jenis semu (apparent) 2,762 2,758 -
- Penyerapan 1,434 1,092 %
4 Kadar Rongga Agregat Halus SNI 03-6877-2002 - - 45,16 %
5 Persentase Partikel Pecah ASTM D 5821-01 100/100 100/100 - %
6 Kelekatan Agregat terhadap Aspal SNI 03-2439-1991 - 95 + - %
7 Agregat Kasar Pipih dan Lonjong ASTM D 4791-05 0,0 - - %
8 Kekekalan Bentuk SNI 03-3407-1994 1,04 1,54 1,73 %
9 Agregat Lolos Saringan No.200 SNI 03-4142-1996 0,7 4,0 10,2 %
10 Analisa Saringan SNI 03-1968-1990
½” 100 %
3/8” 77,5 100,0 100,0 %
No.4 1,5 38,9 99,4 %
No.8 1,2 11,5 74,9 %
No.16 1,1 85,0 49,4 %
No.30 1,1 6,2 32,9 %
No.50 1,0 5,4 21,7 %
No.100 0,9 4,4 14,6 %
No.200 0,8 3,4 9,7 %
73 Kajian Material Stone Matrix Asphalt Asbuton Berdasarkan Kriteria Deformasi Permanen, (Nyoman Suaryana)
4. Pemilihan kadar aspal optimum
berdasarkan kriteria parameter:
- Void in Mix (VIM) dengan persyaratan
4 %.
- Void in Mineral Aggregate (VMA)
dengan syarat minimum 17 %.
- Kadar aspal campuran dengan syarat
minimum 6 %.
Tabel 9. Rancangan campuran SMA/SMAB gradasi AASHTO (kadar Asbuton 10 % dan 12,5 %)
Komposisi dalam campuran Spek
No
Properties Campuran 10 % Asbuton 7,5 % Asbuton (AASHTO Satuan
.
0,0 sel. 0,2 sel. 0,4 sel. 0,0 sel. 0,2 sel. 0,4 sel. M 325-08)
1 Kadar aspal optimum 7,44 7,50 8,05 8,12 8,36 8,64 min. 6 %
2 Kepadatan 2,311 2,253 2,290 2,283 2,278 2,274 - t/m3
3 Rongga dalam campuran (VIM) 4,0 4,0 4,3 4,2 4,4 4,0 4,0 %
4 Rongga terisi aspal (VMA) 79,2 79,4 79,8 79,8 79,8 79,3 - %
5 Rongga diantara min agregat (VMA) 19,5 19,7 20,9 21,0 21,6 21,8 min. 17 %
6 Stabilitas 527 576 526 499 545 519 - Kg
7 Kelelehan 4,1 4,7 5,1 4,1 4,4 4,9 - mm
8 F/B (fines/Ka.asp.efektif) 1,3 1,3 1,3 1,2 1,2 1,1
9 Marshall Quetiont 128,6 140,5 103,2 121,7 123,8 105,9 - kg/mm
10 Draindown 0,13 0,1 0,09 0,19 0,15 0,07 maks. 0,3 %
Hasil rancangan metode Jerman - Void in Mix (VIM), dengan nilai 2,5 % - 3 %
Seperti telah diketahui, SMA pertamakali - Kadar aspal minimum 6,6 %
dikembangkan di Jerman dan persyaratannya
dicantumkan pada EN 13108 – 5 dan selanjutnya Hasil pengujian rancangan campuran
berkembang dan digunakan secara luas di secara lengkap dengan metode Jerman
seluruh dunia. Langkah-langkah yang digunakan diperlihatkan pada Lampiran, ringkasan hasil
dalam pembuatan rancangan campuran dengan kadar aspal optimum yang diperoleh dan
metode tersebut adalah sebagai berikut: karakteristik campuran SMA/SMAB
1. Perancangan komposisi agregat sesuai diperlihatkan pada Tabel 10 dan Tabel 11.
dengan batas-batas gradasi SMA dalam Secara umum kadar aspal optimum yang
persyaratan. Proporsi agregat kasar berkisar diperoleh akan bertambah sesuai dengan
antara 70 % sampai dengan 80 %. bertambahnya pemakaian serat selulosa dan
2. Penentuan variasi kadar aspal dalam bertambahnya kadar Asbuton dalam campuran.
campuran. Sementara nilai pengaliran (draindown)
3. Penyiapan contoh Marshall dengan bertambah kecil dengan penambahan serat
pemadatan 2 x 50 tumbukan. selulosa dan penambahan pemakaian kadar
4. Penentuan parameter volumetrik. Asbuton dalam campuran.
5. Pemilihan kadar aspal optimum
berdasarkan kriteria:
75 Kajian Material Stone Matrix Asphalt Asbuton Berdasarkan Kriteria Deformasi Permanen, (Nyoman Suaryana)
Tabel 10. Rancangan campuran SMA/SMAB gradasi Germany ZTV (kadar Asbuton 0 % dan 7,5 %)
Komposisi dalam campuran Spek
No. Properties Campuran 0 % Asbuton 7,5 % Asbuton (AASHTO Satuan
0,0 sel. 0,2 sel. 0,4 sel. 0,0 sel. 0,2 sel. 0,4 sel. M 325-08)
1 Kadar aspal 6,44 6,52 6,66 6,83 7,18 7,64 min. 6,6 %
2 Kepadatan 2,370 2,370 2,370 2,250 2,360 2,341 - t/m3
3 Rongga dalam campuran (VIM) 2,5 2,5 2,5 3,0 3,0 3,0 2,5 - 3,5 %
4 Rongga terisi aspal (VFB) 85,1 85,1 85,2 83,0 83,9 83,9 - %
5 Rongga diantara min agregat (VMA) 16,9 16,9 17,1 17,7 18,3 16,6 - %
6 Stabilitas 648 641 524 714 679 563 - Kg
7 Kelelehan 4,3 4,6 4,4 6,4 5,8 4,9 - mm
8 F/B (fines/Ka.asp.efektif) 1,5 1,5 1,5 1,4 1,4 1,4
9 Marshall Quetiont 150,7 139,4 119,1 111,6 117,1 114,9 - kg/mm
10 Draindown 0,32 0,11 0,09 0,13 0,11 0,08 maks. 0,3 %
Tabel 11. Rancangan campuran SMA/SMAB gradasi Germany ZTV (kadar Asbuton 10 % dan 12,5 %)
Komposisi dalam campuran Spek
No. Properties Campuran 0 % Asbuton 7,5 % Asbuton (AASHTO Satuan
0,0 sel. 0,2 sel. 0,4 sel. 0,0 sel. 0,2 sel. 0,4 sel. M 325-08)
1 Kadar aspal 7,82 7,79 8,19 8,11 8,40 8,73 min. 6,6 %
2 Kepadatan 2,330 2,358 2,310 2,260 2,304 2,380 - t/m3
3 Rongga dalam campuran (VIM) 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 2,5 - 3,5 %
4 Rongga terisi aspal (VFB) 85,2 85,2 85,2 85,3 84,9 84,0 - %
5 Rongga diantara min agregat (VMA) 19,3 19,3 20,2 19,6 20,7 21,7 - %
6 Stabilitas 640 701 560 608 583 524 - Kg
7 Kelelehan 6,3 5,4 5,8 5,1 5,9 5,9 - mm
8 F/B (fines/Ka.asp.efektif) 1,3 1,3 1,2 1,2 1,2 1,1
9 Marshall Quetiont 101,6 129,8 96,6 119,2 98,9 88,8 - kg/mm
10 Draindown 0,12 0,07 0,07 0,11 0,08 0,07 maks. 0,3 %
Kepadatan, t/m3
2.320
2.300
Amerika) 2.240
2.220
2.200
0.0 5.0 10.0 15.0 20.0
Kadar Asbuton, %
2.400
Kepadatan, t/m3
2.350
2.300
Kadar Asbuton, %
Pengaruh serat dan Asbuton pada Gambar 7. Pengaruh serat selulosa dan Asbuton
kepadatan pada kepadatan (Metode Jerman)
Kepadatan SMA/SMAB terlihat
cenderung berkurang seiring dengan Pengaruh serat dan Asbuton pada VIM,
bertambahnya kadar Asbuton. Hasil tersebut VMA dan VFB
terjadi karena adanya penambahan kadar aspal Berdasarkan metode pencampuran
optimum, sementara rongga dalam campuran Amerika maupun Jerman, nilai VIM dibatasi
(VIM) dibuat relatif tetap, yaitu sekitar 4 % dengan rentang tertentu. Sehingga pengaruh
untuk metode Amerika dan sekitar 3 % untuk serat dan Asbuton pada sifat volumetrik
metode Jerman. Penambahan kadar aspal pada campuran terlihat pada nilai VMA dan VFB.
VIM yang tetap menyebabkan volume aspal Persyaratan nilai VIM untuk metode Amerika
bertambah dan volume agregat berkurang. disarankan 4 %, dan dalam penelitian ini
Kepadatan akan menurun karena berat jenis nilainya berkisar antara 4 % sampai 4,4 %.
aspal jauh lebih kecil dibanding berat jenis Sementara untuk metode Jerman nilai VIM
agregat. Secara lebih jelas dapat dilihat pada disyaratkan antara 2,5 % sampai 3,5 %, dan
rumus berat jenis maksimum campuran (Gmm) dalam penelitian ini nilainya antara 2,5 %
yang merupakan fungsi dari kadar aspal/berat sampai 3 %. Sementara hasil pengujian
jenis aspal dan persentase agregat/berat jenis menunjukkan nilai VFB relatif seragam, yaitu
efektif agregat. antara 78,8 % sampai 79,9 % untuk metode
Gmm = 100/(Ps/Gse + Pb/Gb) ……….....……( 1) Amerika dan antara 83 % sampai 85,3 % untuk
metode Jerman.
77 Kajian Material Stone Matrix Asphalt Asbuton Berdasarkan Kriteria Deformasi Permanen, (Nyoman Suaryana)
Nilai VMA bertambah seiring dengan Pengaruh serat dan Asbuton pada nilai
bertambahnya kadar Asbuton dalam campuran. stabilitas dan kelelehan
Hal dapat dimengerti karena VMA adalah Pengaruh penambahan serat selulosa
rongga diantara mineral agregat pada stabilitas campuran tidak terlihat jelas.
(volume/volume), dan rongga tersebut nantinya Pada Gambar 10 terlihat indikasi penambahan
akan terisi aspal efektif dan sisanya berupa selulosa akan menurunkan nilai stabilitas,
rongga dalam campuran (VIM). Dengan kadar sementara pada Gambar 11 pengaruh tersebut
aspal efektif bertambah maka dibutuhkan tidak terlihat jelas. Sementara penambahan
rongga yang lebih banyak, maka nilai VMA Asbuton memperlihatkan indikasi peningkatan
akan bertambah. Secara lebih jelas dapat dilihat nilai stabilitas sampai kadar Asbuton 10 % dan
dari rumus VMA sebagai fungsi dari persentase kemudian turun. Nilai stabilitas yang naik
agregat dikali berat jenis bulk campuran dibagi tersebut ada kemungkinan disebabkan karena
berat jenis bulk agregat. naiknya titik lembek aspal sebagai kombinasi
dari aspal minyak (pen 60) dan aspal Asbuton
VMA = 100 – (Gmb.Ps/Gsb) …….………..…. (2)
yang lebih keras (pen 40). Kenaikan titik
Sementara penambahan serat selulosa lembek menyebabkan campuran kurang peka
tidak menunjukkan indikasi yang jelas, Pada terhadap perubahan temperatur dan menjadi
Gambar 8 terlihat indikasi kenaikan VMA akibat lebih kaku pada suhu pengujian dibandingkan
penambahan serat selulosa, namun indikasi dengan tanpa Asbuton. Sementara penurunan
tersebut tidak terlihat jelas pada Gambar 9. nilai kepadatan seperti yang dibahas
sebelumnya akan menyebabkan penurunan nilai
28.0
Selulosa 0 % stabilitas. Pengaruh dari peningkatan titik
26.0
Selulusa 0,2 %
Selulusa 0,4 %
lembek dan penurunan kepadatan diperkirakan
menyebabkan bentuk kurva stabilitas seperti
VMA, %
24.0
demikian.
22.0 Nilai kelelehan (flow) seperti
diperlihatkan pada Gambar 12 dan Gambar 13
20.0
tidak menunjukkan pola yang jelas.
18.0 Berdasarkan hasil pengamatan selama proses
16.0
pengujian Marshall ditemukan prilaku
0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 keruntuhan SMA yang berbeda dengan AC.
Kadar Asbuton, %
Keruntuhan SMA terjadi secara bertahap
Gambar 8. Pengaruh serat selulosa dan Asbuton sehingga pembacaan nilai kelelehan menjadi
pada VMA dan VFB (Metode cukup sulit.
Amerika)
800.0
28.0 Selulosa 0 %
750.0
Selulosa 0 % Selulusa 0,2 %
Selulusa 0,2 % 700.0 Selulusa 0,4 %
26.0
Selulusa 0,4 % 650.0
Stabilitas, kg
VMA, %
600.0
24.0
550.0
500.0
22.0
450.0
400.0
20.0
350.0
300.0
18.0
0.0 5.0 10.0 15.0 20.0
Kadar Asbuton, %
16.0
0.0 5.0 10.0 15.0 20.0
Kadar Asbuton, % Gambar 10. Pengaruh serat selulosa dan Asbuton
pada stabilitas (Metode Amerika)
Gambar 9. Pengaruh serat selulosa dan Asbuton
pada VMA dan VFB (Metode Jerman)
7.0
sebelumnya di atas 0,3 % menjadi jauh
6.0
menurun.
Berfungsinya Asbuton sebagai bahan
5.0
3.0
termobilisasinya aspal dalam Asbuton secara
2.0
0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 keseluruhan dan kelas penetrasi Asbuton yang
Kadar Asbuton, % lebih rendah (pen 40) mengakibatkan lebih
Gambar 11. Pengaruh serat selulosa dan Asbuton rendahnya kekentalan (viskositas) aspal dalam
pada kelelehan (Metode Amerika) Asbuton dibandingkan dengan aspal minyak
1000.0
Selulosa 0 % Selulusa 0,2 %
dengan kelas pen 60.
900.0
Selulusa 0,4 % 1.00
Selulusa 0 %
0.90 Selulusa 0,2 %
800.0
0.80 Selulusa 0,4 %
Stabilitas, kg
700.0 0.70
Draindown, %
0.60
600.0
0.50
500.0 0.40
0.30
400.0
0.20
300.0 0.10
7.0
0.70
Draindown, %
6.0 0.60
5.0 0.50
0.40
4.0
0.30
3.0 0.20
0.10
2.0
0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 0.00
0.0 5.0 10.0 15.0 20.0
Kadar Asbuton, %
Kadar Asbuton, %
Gambar 13. Pengaruh serat selulosa dan Asbuton
Gambar 15. Pengaruh serat selulosa dan Asbuton
pada kelelehan (Metode Jerman)
pada nilai pengaliran (Metode Jerman)
Pengaruh serat dan Asbuton pada nilai Pengaruh kadar Asbuton pada nilai
pengaliran aspal stabilitas dinamis
Pengaliran (draindown) aspal pada saat Pengujian stabilitas dinamis dilaksanakan
pengangkutan dan penghamparan, merupakan untuk melihat pengaruh penambahan Asbuton
alasan utama ditambahkannya serat selulosa butir pada campuran SMA, dan hasil yang
pada campuran SMA. Penambahan serat diperoleh diperlihatkan pada Gambar 16.
selulosa akan mengurangi pengaliran aspal Dalam gambar terlihat nilai stabilitas dinamis
sampai batas yang dapat ditoleransi. Hasil bertambah sesuai dengan bertambahnya kadar
pengujian dengan penambahan serat selulosa Asbuton, namun pada kadar Asbuton 12,5 %
0,2 % dan 0,4 % seperti yang ditunjukkan pada terlihat ada sedikit penurunan. Nilai stabilitas
Gambar 14 dan Gambar 15 membuktikan
79 Kajian Material Stone Matrix Asphalt Asbuton Berdasarkan Kriteria Deformasi Permanen, (Nyoman Suaryana)
dinamis untuk SMA dengan gradasi AASHTO FF = filler lolos ayakan No. 200
lebih tinggi dibandingkan dengan gradasi K = konstanta
Jerman pada kadar Asbuton 10 % dan 12,5 %.
Pola nilai stabilitas dinamis dengan Sementara untuk SMA pendekatan yang
stabilitas Marshall terlihat hampir serupa dapat digunakan adalah persyaratan kadar aspal
dimana penambahan Asbuton sampai dengan minimum, yaitu berdasarkan metode Amerika
10 % menyebabkan penambahan nilai stabilitas sebesar 6 % dan metode Jerman sebesar 6,6 %.
dinamis, dan kemudian menurun pada kadar Untuk SMAB, perlu dibuatkan rumus
Asbuton 12,5 %. Seperti halnya penjelasan pendekatan dengan mempertimbangkan faktor
sebelumnya hal ini karena penambahan luas permukaan, kadar Asbuton dan kadar
Asbuton menyebabkan aspal kurang peka selulosa. Hasil penelitian dengan 24 data
terhadap perubahan temperatur sehingga relatif diperoleh rumus pendekatan kadar aspal
lebih kaku pada suhu pengujian sehingga nilai optimum adalah sebagai berikut :
stabilitasnya meningkat. Sementara
penambahan kadar aspal menyebabkan Pb = 0,065 CA + 0,061 MF + 0,925 Ps + 0,126
kepadatan berkurang sehingga cenderung Pasb dengan R2 0,9 ……...…………………. (4)
menurunkan stabilitas. Dua faktor tersebut
mengakibatkan terbentuknya kurva yang Keterangan:
mempunyai nilai puncak (kurva cembung). CA = agregat kasar > No. 8
MF = agregat halus dan fille < No. 8
Ps = kadar selulosa
Pasb = kadar Asbuton
Kesimpulan
Dari uraian sebelumnya, dapat diambil
beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut:
1. Metode pencampuran Asbuton pada SMAB
sebaiknya dilaksanakan secara basah, yaitu
Gambar 16. Pengaruh kadar Asbuton pada nilai dengan urutan agregat-selulosa-aspal-
stabilitas dinamis Asbuton.
2. Apabila menggunakan pemadat Marshall,
Kadar aspal optimum perkiraan untuk maka jumlah tumbukan yang disarankan
SMAB adalah 2 x 50 tumbukan.
Untuk memperoleh rentang kadar aspal 3. Penggunaan Asbuton butir dapat mencegah
yang memadai pada pembuatan contoh uji terjadinya pengaliran aspal sehingga dapat
Marshall, maka untuk AC dan HRS dibuat digunakan untuk menggantikan fungsi serat
rumus pendekatan kadar aspal optimum, Pb selulosa sebagai bahan penstabil.
yaitu: 4. Penambahan Asbuton dapat meningkatkan
ketahanan SMAB terhadap deformasi
Pb = 0,035 CA + 0,045 FA + 0,18 FF + K... (3) permanen.
5. Mengingat kadar aspal optimum yang
Keterangan: diperoleh pada material SMAB 1 sd 2 % di
CA = agregat kasar tertahan ayakan No. atas kadar aspal minimum, maka perlu
8 dikembangkan rumus untuk menghitung
FA = agregat halus lolos ayakan No. 8 kadar aspal optimum perkiraan (Pb). Hasil
tertahan No. 200
81 Kajian Material Stone Matrix Asphalt Asbuton Berdasarkan Kriteria Deformasi Permanen, (Nyoman Suaryana)