Anda di halaman 1dari 122

Mahasiswa S2 IKM Semester I

Tahun Akademik 2015/2016

BAB I
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT (IKM) DAN
ILMU KESEHATAN LINGKUNGAN (IKL)

A. PENDAHULUAN
Materi ini merupakan mata kuliah lanjut yang menekankan pada
pemahaman mengenai konsep dasar ilmu kesehatan masyarakat dan ilmu
kesehatan lingkungan. Konsep dasar tersebut meliputi sejarah perkembangan,
pengertian, bidang-bidang ilmu, serta peranan kedua ilmu tersebut dalam ranah
kesehatan.
Tujuan Instruksional:
a. Tujuan Instruksional umum
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan tentang pengantar ilmu kesehatan masyarakat dan lingkungan.
b. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan:
1) Ilmu kesehatan masyarakat (IKM)
2) Ilmu kesehatan lingkungan (IKL)

B. MATERI PEMBELAJARAN
1. ILMU KESEHATAN MASYARAKAT (IKM)
a. Sejarah Kesehatan Masyarakat di Dunia
Membicarakan kesehatan masyarakat tidak terlepas dari dua tokoh
metologi Yunani, yakni Asclepius dan Higeia. Berdasarkan cerita mitos
Yunani tersebut Asclepius disebutkan sebagai seorang dokter pertama
yang tampan dan pandai meskipun tidak disebutkan sekolah atau
pendidikan yang telah ditempuhnya, tetapi diceritakan bahwa ia dapat
mengobati penyakit dan bahkan melakukan bedah berdasarkan prosedur-
prosedur tertentu (surgical procedure) dengan baik.
Higeia, seorang asistennya, yang kemudian diceritakan sebagai
istrinya, juga telah melakukan upaya-upaya kesehatan. Beda antara
Asclepius dengan Higeia dalam pendekatan/ penanganan masalah
kesehatan sebagai berikut: 1) Asclepius melakukan pendekatan
(pengobatan penyakit) setelah penyakit tersebut terjadi pada seseorang.
2) Higeia mengajarkan kepada pengikutnya dalam pendekatan masalah
kesehatan malalui ‘hidup seimbang’, yaitu menghindari makanan/minuman
beracun, makan makanan yang bergizi (baik), cukup istirahat, dan
melakukan olahraga. Apabila orang sudah jatuh sakit, Higeia lebih
menganjurkan melakukan upaya-upaya secara alamiah untuk
menyembuhkan penyakitnya tersebut, antara lain lebih baik dengan

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 1


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

memperkuat tubuhnya dengan makanan yang baik, daripada dengan


pengobatan/ pembedahan.
Dalam perkembangan selanjutnya, seolah-olah timbul garis
pemisah antara kedua kelompok profesi, yakni pelayanan kesehatan
kuratif (curative health care), dan pelayanan pencegahan atau preventif
(preventive health care). Kedua kelompok ini dapat dilihat perbedaan
pendekatan yang dilakukan antara lain sebagai berikut.
Pertama, pendekatan kuratif pada umumnya dilakukan terhadap
sasaran secara individual, kontak terhadap sasaran (pasien) pada
umumnya hanya sekali saja. Jarak antara petugas kesehatan (dokter, drg,
dan sebagainya) dengan pasien atau sasaran cenderung jauh. Sedangkan
pendekatan preventif, sasaran atau pasien adalah masyarakat (bukan
perorangan) masalah-masalah yang ditangani pada umumnya juga
masalah-masalah yang menjadi masalah masyarakat, bukan masalah
individu. Hubungan antara petugas kesehatan dengan masyarakat
(sasaran) lebih bersifat kemitraan, tidak seperti antara dokter-pasien.
Kedua, pendekatan kuratif cenderung bersifat reaktif artinya
kelompok ini pada umumnya hanya menunggu masalah datang. Seperti
dokter yang menunggu pasien datang di Puskesmas atau tempat praktek.
Kalau tidak ada pasien datang, berarti tidak ada masalah maka selesailah
tugas mereka bahwa masalah kesehatan adalah adanya penyakit.
Sedangkan kelompok preventif lebih menggunakan pendekatan proaktif,
artinya tidak menunggu adanya masalah, tetapi mencari masalah. Petugas
kesehatan masyarakat tidak hanya menunggu pasien datang di kantor atau
di tempat praktik mereka, tetapi harus turun ke masyarakat mencari dan
mengidentifikasi masalah yang ada di masyarakat, dan melakukan
tindakan.
Ketiga, pendekatan kuratif cenderung melihat dan menangani klien
atau pasien lebih kepada sistem biologis manusia atau pasien hanya dilihat
secara partial, padahal manusia terdiri dari kesehatan biopsikologis dan
sosial, yang terlihat antara aspek satu dengan yang lainnya. Sedangkan
pendekatan preventif melihat klien sebagai makhluk yang utuh, dengan
pendekatan yang holistik. Terjadinya penyakit tidak semata-mata karena
terganggunya sistem biologi, individual, tetapi dalam konteks yang luas,
aspek biologis, psikologis dan sosial. Dengan demikian pendekatannya pun
tidak individual dan partial, tetapi harus secara menyeluruh atau holistik.

Sejarah panjang perkembangan masyarakat, tidak hanya dimulai


pada munculnya ilmu pengetahuan saja, melainkan sudah dimulai sebelum
berkembangnya ilmu pengetahuan modern. Oleh sebab itu, akan sedikit
diuraikan perkembangan kesehatan masyarakat sebelum perkembangan
ilmu pengetahuan (pre-scientific period) dan sesudah ilmu pengetahuan itu
berkembang (scientific period).
1) Periode Sebelum Ilmu Pengetahuan
Kebudayaan yang paling luas yakni Babylonia, Mesir, Yunani,
dan Roma telah mencatat bahwa manusia telah melakukan usaha untuk
penanggulangan masalah-masalah kesehatan masyarakat dan penyakit.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 2


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

Telah ditemukan pula bahwa pada zaman tersebut terdapat dokumen-


dokumen tertulis, bahkan peraturan-peraturan tertulis yang mengatur
tentang pembuangan air limbah atau drainase pemukiman
pembangunan kota, pengaturan air minum, dan sebagainya. Dari
catatan-catatan tersebut dapat dilihat bahwa masalah kesehatan
masyarakat khususnya penyebaran penyakit menular sudah begitu
meluas dan dahsyat. Namun, upaya pemecahan masalah kesehatan
masyarakat secara menyeluruh belum dilakukan pada zaman itu.

2) Periode Ilmu Pengetahuan


Bangkitnya ilmu pengetahuan pada akhir abad ke-18 dan awal
abad ke-19 mempunyai dampak yang luas terhadap segala aspek
kehidupan mansuia, termasuk kesehatan. Di samping itu, pada abad
ilmu pengetahuan ini juga mulai ditemukan berbagai macam penyebab
penyakit dan vaksin sebagai pencegah penyakit.
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 mulai dikembangkan
pendidikan untuk tenaga kesehatan yang profesional. Pada tahun 1893
John Hopkins, seorang pedagang wiski dari Baltimore Amerika
mempelopori berdirinya universitas, dan didalamnya terdapat sekolah
(fakultas) kedokteran. Mulai tahun 1908 sekolah kedokteran mulai
menyebar ke Eropa, Canada, dan sebagainya. Dari kurikulum sekolah-
sekolah kedokteran tersebut terlihat bahwa kesehatan masyarakat
sudah diperhatikan mulai tahun kedua para mahasiswa sudah mulai
melakukan kegiatan penerapan ilmu di masyarakat. Pengembagan
kurikulum sekolah kedokteran sudah didasarkan pada asumsi bahwa
penyakit dan kesehatan itu merupakan basil interaksi yang dinamis
antara faktor genetik, lingkungan fisik, lingkungan sosial (termasuk
kondisi kerja), kebiasaan perorangan dan pelayanan
kedokteran/kesehatan. Dan segi pelayanan kesehatan masyarakat, 
pada tahun 1855 pemerintah Amerika membentuk Departemen
Kesehatan yang pertama kali. Fungsi departemen ini adalah
menyelenggrakan pelayanan kesehatan bagi penduduk (public),
termasuk perbaikan dan pengawasan sanitasi lingkungan.

b. Sejarah Kesehatan Masyarakat di Indonesia


Sejarah perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai
sejak pemerintahan Belanda abad ke-16. Kesehatan masyarakat di
Indonesia pada waktu itu dimulai dengan adanya upaya pemberantasan
cacar dan kolera sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu. Kolera masuk
di Indonesia tahun 1927 dan tahun 1937, terjadi wabah kolera eltor di
Indonesia, kemudian pada tahun 1948 cacar masuk ke Indonesia. Melalui
Singapura dan mulai berkembang di Indonesia. Sehingga berasal dari
wabah kolera tersebut maka pemerintah Belanda pada waktu itu
melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat.
Namun demikian di bidang kesehatan masyarakat yang lain, pada
tahun 1807 pada waktu pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels,
dilakukan pelatihan dukun bayi dalam praktek persalinan. Upaya ini

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 3


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

dilakukan dalam rangka penurunan angka kematian bayi yang tinggi pada
waktu itu. Akan tetapi upaya ini tidak berlangsung lama, karena langkanya
tenaga pelatih kebidanan, kemudian baru pada tahun 1930 dimulai lagi
dengan didaftarkannya para dukun bayi sebagai penolong dan perawatan
persalinan. Selanjutnya baru pada tahun 1952 pada zaman kemerdekaan
pelatihan secara cermat dukun bayi tersebut dilaksanakan lagi.
Pada tahun 1922 pes masuk Indonesia dan pada tahun 1934 dan
1935 terjadi epidemi di beberapa tempat, pertama di pulau Jawa.
Kemudian mulai tahun 1935 dilakukan pemberantasan pes ini, dengan
melakukan penyemprotan DDT terhadap rumah-rumah penduduk dan juga
imunisasi massal.
Pada tahun 1925 Kydrich seorang petugas kesehatan pemerintah
Belanda melakukan pengamatan terhadap masalah tingginya angka
kematian dan kesakitan di Banyumas-Purwokerto pada waktu. Dari hasil
pengamatan dan analisisnya ia menyimpulkan bahwa penyebab tingginya
angka kematian dan kesakitan itu adalah karena jeleknya kondisi sanitasi
lingkungan. Masyarakat pada waktu itu membuang kotorannya di
sembarang tempat, seperti di kebun, di kali, di selokan, bahkan di pinggir
jalan, padahal mereka mengambil air minum juga dari kali. Selanjutnya ia
berkesimpulan bahwa kondisi sanitasi lingkungan ini disebabkan karena
perilaku penduduk. Oleh sebab itu, untuk memulai upaya kesehatan
masyarakat Kydrich mengembangkan daerah percontohan dengan
melakukan 'propaganda' pendidikan penyuluhan kesehatan. Sampai
sekarang usaha Kydrich ini dianggap sebagai awal kesehatan masyarakat di
Indonesia.
Memasuki zaman kemerdekaan, salah satu tonggak penting
perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah
diperkenalkannya Konsep Bandung pada tahun 1951 oleh Dr. Y. Leimena
yang selanjutnya dikenal dengan Patah-Leimena. Konsep ini mulai
diperkenalkan bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek
kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan. Hal ini berarti dalam
mengembangkan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia kedua aspek ini
tidak boleh dipisahkan, baik di rumah sakit maupun di Puskesmas.
Pada tahun 1968 dalam rapat kerja kesehatan nasional, dicetuskan
bahwa Puskesmas merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu, yang
kemudian dikembangkan oleh pemerintah (Departemen Kesehatan)
menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Masyakarat (Puskesmas). Puskemas
disepakati sebagai suatu unit pelayanan kesehatan yang memberikan
pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah
dijangkau, dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian kecamatan di
kota madya atau kabupaten.
Kegiatan pokok Puskesmas mencakup:
1) Kesehatan ibu dan anak.
2) Keluarga berencana.
3) Gizi.
4) Kesehatan lingkungan.
5) Pencegahan penyakit menular.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 4


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

6) Penyuluhan kesehatan masyarakat.


7) Pengobatan.
8) Perawatan kesehatan masyarakat.
9) Usaha kesehatan gizi.
10) Usaha kesehatan sekolah.
11) Usaha kesehatan jiwa.
12) Laboratorium.
13) Pencatatan dan pelaporan.

Pada tahun 1969, sistem Puskesmas hanya disepakati 2 yakni tipe A


dan B, di mana tipe A dikelola oleh dokter, sedangkan tipe B hanya dikelola
oleh seorang paramedis saja. Dengan adanya perkembangan tenaga
medis, maka akhirnya pada tahun 1979 tidak diadakan perbedaan
Puskesmas tipe A dan tipe B, hanya ada satu tipe Puskesmas saja, yang
dikepalai oleh seorang dokter. Pada tahun 1979 juga dikembangkan satu
piranti manajerial guna penilaian Puskemas, yakni stratifikasi Puskesmas
sehingga dibedakan adanya:
1) Strata satu : Puskesmas dengan prestasi sangat baik.
2) Strata dua : Puskesmas dengan prestasi rata-rata atau standar.
3) Strata tiga : Puskesmas dengan prestasi di bawah rata-rata.

Selanjutnya Puskesmas juga dilengkapi dengan dua piranti


manajerial yng lain, yakni micro planning untuk perencanaan dan, lokakarya
mini (lokmin) untuk pengoperasian kegiatan dan pengembangan kerja
sama tim. Akhirnya pada tahun 1984 tanggung jawab Puskesmas
ditingkatkan lagi, dengan berkembangnya program paket terpadu
kesehatan dan keluarga berencana. Program ini mencakup:
1) Kesehatan ibu dan anak.
2) Keluarga berencana.
3) Gizi.
4) Penanggulangan penyakit diare.
5) Imunisasi.

Puskemas mempunyai tanggung jawab dalam pembinaan dan


pengembangan Posyandu di wilayah kerjanya masing-masing. Tujuan
dikembangkannya Posyandu sejalan dengan tujuan pembangunan
kesehatan yakni:
1) Mempercepat penurunan angka kematian bayi dan anak balita, dan
angka kelahiran.
2) Mempercepat penerimaan norma keluarga kecil bahagian dan sejahtera
(NKKBS).
3) Berkembangnya kegiatan-kegiatan masyarakat sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuannya.

Pelayanan Posyandu menganut sistem 5 meja dengan urutan


sebagai berikut:

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 5


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

1) Meja 1. Pendaftaran pengunjung Posyandu dilayani oleh kader


kesehatan.
2) Meja 2. Penimbangan bayi, balita dan ibu hamil, dilayani oleh kader
kesehatan.
3) Meja 3. Pencatatan dan hasil penimbangan dari Meja 2 di dalam KMS,
dilayani oleh kader kesehatan.
4) Meja 4. Penyuluhan kepada ibu bayi/balita dan ibu hamil, oleh kader
kesehatan.
5) Meja 5. Pemberian imunisasi, pemasangan alat kontrasepsi, atau
pengobatan bagi yan€ memerlukan, dan periksa hamil, dilayani olel
kader kesehatan. Bila ada kasus- yang tidal dapat ditangani dirujuk ke
Puskesmas.

Kesehatan masyarakat adalah sama dengan sanitasi. Upaya


memperbaiki dan meningkatkan sanitasi lingkungan merupakan kegiatan
kesehatan masyarakat. Kemudian pada akhir abad ke-18 dengan
diketemukan bakteri-bakteri penyebab penyakit den beberapa jenis
imunisasi. Kegiatan kesehatan masyarakat pada masa ini adalah
pencegahan penyakit yang terjadi dalam masyarakat melalui perbaikan
sanitasi lingkungan dan pencegahan penyakit melalui imunisasi.
Berdasarkan pengalaman-pengalaman praktek kesehatan masyarakat yang
telah berjalan sampai pada awal abad ke-20, Winslow (1920) akhirnya
membuat batasan kesehatan masyarakat yang sampai sekarang masih
relevan, yakni: kesehatan masyarakat (public health) adalah ilmu dan seni:
mencegah penyakit memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan,
melalui usaha-usaha Pengorganisasian Masyarakat. Dari perkembangan
batasan kesehatan masyarakat tersebut dapat disimpulkan bahwa
kesehatan masyarakat itu meluas dari hanya berurusan sanitasi, teknik
sanitasi, ilmu kedokteran kuratif, ilmu kedokteran pencegahan sampai
dengan ilmu sosial, dan itulah cakupan ilmu kesehatan masyarakat.
Seperti disebutkan di atas bahwa kesehatan masyarakat adalah
ilmu dan seni. Oleh sebab itu, ruang lingkup kesehatan masyarakat dapat
dilihat dari dua hal tersebut. Sebagai ilmu, kesehatan masyarakat pada
mulanya hanya mencakup 2 disiplin keilmuan, yakni ilmu bio-medis
(medical biology) dan ilmu-ilmu sosial (social science). Akan tetapi, sesuai
dengan perkembangan ilmu, maka disiplin ilmu yang mendasari ilmu
kesehatan masyarakat pun berkembang. Sehingga sampai pada saat itu
disiplin ilmu yang mendasari ilmu kesehatan masyarakat antara lain,
mencakup ilmu biologi, ilmu kedokteran, ilmu kimia, fisika, ilmu
lingkungan, sosiologi, antropologi, psikologi, ilmu pendidikan, dan
sebagainya. Oleh sebab itu, ilmu kesehatan masyarakat merupakan ilmu
yang multidisiplin.
Secara garis besar, disiplin ilmu yang menopang ilmu kesehatan
masyarakat, atau sering disebut sebagai pilar utama ilmu kesehatan
masyarakat ini, antara lain:
1) Epidemiologi.
2) Biostatistik/statistik kesehatan.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 6


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

3) Kesehatan lingkungan.
4) Pendidikan kesehatan dan ilmu perilaku
5) Administrasi kesehatan masyarakat.
6) Gizi masyarakat.
7) Kesehatan kerja.

Masalah kesehatan masyarakat adalah multi kausal maka


pemecahannya harus secara multidisiplin. Secara garis besar, upaya-upaya
yang dapat dikategorikan sebagai seni atau penerapan ilmu kesehatan
masyarakat antara lain:
1) Pemberantasan penyakit, baik menular maupun tidak menular.
2) Perbaikan sanitasi lingkungan.
3) Perbaikan lingkungan pemukiman.
4) Pemberantasan vektor.
5) Pendidikan (penyuluhan) kesehatan masyarakat.
6) Pelayanan kesehatan ibu dan anak.
7) Pembinaan gizi masyarakat.
8) Pengawasan sanitasi tempat-tempat umum.
9) Pengawasan obat dan minuman.
10) Pembinaan peran serta masyarakat, dan sebagainya.

2. ILMU KESEHATAN LINGKUNGAN (IKL)


Sanitasi ialah suatu cara untuk mencegah berjangkitnya penyakit
menular dengan jalan memutuskan mata rantai dari sumber penularan.
Sanitasi atau kesehatan lingkungan pada hakekatnya adalah kondisi atau
keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap
status kesehatan yang optimum pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan
tersebut antara lain mencakup: perumahan, pembuangan kotoran manusia
(tinja), penyediaan air minum, pembuangan sampah, pembuangan air kotor
(air limbah), rumah hewan ternak (kandang) dan sebagainya.
Menurut WHO, sanitasi lingkungan (environmental sanitation) adalah
upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin
menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi
perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia. Pengertian
lingkungan sangat luas, namun kesehatan lingkungan hanya concern kepada
komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit. Apabila
seseorang berdiri di suatu tempat, maka berbagai benda hidup mapun benda
mati di sekelilingnya disebut sebagai lingkungan manusia, namun belum tentu
memiliki potensi penyakit.
Kesehatan lingkungan merupakan situasi atau keadaan dimana
lingkungan itu berada dan pada kondisi tetentu dapat menimbulkan masalah
kesehatan. Lingkungan merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh
dalam menentukan derajat kesehatan seseorang. Masalah kesehatan adalah
suatu masalah yang sangat kompleks dan saling berkaitan dengan masalah-
masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Pemecahan masalah kesehatan
masyarakat, tidak hanya dilihat dari kesehatannya sendiri, tapi harus dilihat

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 7


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap ”sehat-sakit” atau


kesehatan tersebut. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik
kesehatan individu, maupun kesehatan masyarakat.
Ilmu kesehatan lingkungan adalah ilmu multidisipliner yang
mempelajari dinamika hubungan interaktif antara sekelompok manusia atau
masyarakat dengan berbagai perubahan komponen lingkungan hidup
manusia yang diduga dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada
masyarakat dan mempelajari upaya untuk penanggulangan dan
pencegahannya.
Menurut Hendrik L. Blum, bahwa derajat kesehatan dipengaruhi oleh
beberapa faktor sebagai berikut:

Keturunan

Lingkungan
Pelayanan Status (fisik, sosial,
kesehatan Kesehatan ekonomi,
budaya

Perilaku

Gambar 1. Determinan Faktor Kesehatan

Gambar 1 menunjukan bahwa keempat faktor tersebut (keturunan,


lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan) selain berpengaruh langsung
kepada kesehatan, juga saling berpengaruh satu sama lainnya. Status
kesehatan akan tercapai secara maksimal, bilamana keempat faktor tersebut
secara bersama-sama mempunyai kondisi yang optimal. Salah satu saja
berada dalam keadaan yang terganggu (tidak optimal), maka status
kesehatan akan tergeser ke arah di bawah optimal.
Lingkungan mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi
perilaku kesehatan individu, individu melakukan interaksi dan interelasi dalam
proses kehidupan, di lingkungan fisik, psikologi, sosial-budaya dan ekonomi.
Perkembangan ilmu dan teknologi serta peningkatan pemanfaatannya
menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan baik secara kuantitatif
maupun kualitatif, sehingga terjadi pergeseran dari penanganan penyakit
menular bertambah penyakit yang tidak menular. Penanganan tidak hanya

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 8


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

bertumpu pada upaya sanitasi semata yang lebih menekankan pada tindakan
pencegahan penyakit dengan memutus mata rantai penularan penyakit. Akan
tetapi diperlukan konsep baru tentang penanganan penyakit yang
komprehensif dengan pendekatan “Environmental Health”, yang lebih
menekankan pada upaya pengendalian faktor-faktor dalam lingkungan fisik
manusia, dan menimbulkan atau mungkin menimbulkan pengaruh negatif
pada perkembangan jasmani, kesehatan dan ketahanan hidup.
Dalam Bassett (1995), World Health Organization (WHO)
mendefinisikan kesehatan lingkungan, yaitu: ”Environmental health, is as being
the control of all factors in man’s physical environmental which exercise or may
exercise, a deleterious effect on his physical development, health or survival.”
Makna esensial dari kegiatan kesehatan lingkungan adalah upaya
pencegahan, deteksi dan pengendalian bahaya lingkungan dan dapat
berpengaruh terhadap kesehatan.
Perkembangan kondisi lingkungan yang semakin kompleks,
pengertian sanitasi dan kesehatan lingkungan tidak terlalu mudah untuk
membedakannya. Keduanya memiliki bentuk intervensi yang sama dan
tersirat makna esensial yang sangat mendasar yaitu bersih. Bersih merupakan
kondisi inti untuk tercapainya derajat sehat bagi masyarakat. Kondisi bersih
diciptakan lebih dulu, sebelum kondisi saniter di dalam lingkungan yang sehat.
Lingkungan yang sehat dapat mewujudkan derajat kesehatan, keamanan,
kebanggaan dan kebahagiaan. Keadaan bersih harus diciptakan dan dimulai
dari penduduk secara individu, kelompok yang terus merambah keberbagai
usaha dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Pan American Health Organization (PAHO) (dalam WHO, 2002)
menggambarkan efek yang mungkin timbul dari upaya kesehatan lingkungan
yang tidak sehat atau saat terjadi bencana, untuk 5 (lima) sanitasi dasar
sebagaimana pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Efek yang terjadi pada Upaya Kesehatan Lingkungan (5 Sanitasi
Dasar yang Tidak Sehat)

Upaya Kesehatan
No. Efek yang Terjadi
Lingkungan
1 Water supplay and Kerusakan struktur bangunan, kerusakan
waste water disposal pipa saluran, kerusakan sumber air,
kehilangan sumber energi, pencemaran
secara biologi dan kimia, kerusakan alat
transport, kekurangan tenaga,bertambahnya
beban pada sistem, kekurangan persediaan
dan pengganti peralatan.
2 Solid waste handling Kerusakan struktur bangunan, kerusakan alat
transport, kerusakan peralatan, kekurangan
tenaga, pencemaran air, tanah dan udara
3 Food handling Kerusakan pada makanan, kerusakan
peralatan makanan, gangguan alat
transportasi, kehilangan sumber energi,
membanjirnya fasilitas.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 9


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

4 Vector control Meningkatnya perkembangbiakan vektor,


meningkatnya kontak vektor dengan
manusia, berkembangnya vektor penyakit
dan kerusakan program.
5 Home sanitation Kerusakan pondasi bangunan, pencemaran
pada air dan makanan, kehilangan tenaga
akibat pemanasan yang tinggi, limbah cair
maupun limbah padat dan kekumuhan.

Sumber: Pan American Health Organization (PAHO)

Untuk mengatasi masalah kesehatan, khususnya penyakit yang


berpotensi wabah atau penyakit berbasis lingkungan, perlu memahami 2
(dua) proses perjalanan penyakit, yaitu : 1) pada fase sebelum orang sakit,
yang ditandai dengan adanya keseimbangan antara agent (kuman penyakit,
bahan berbahaya), host/ tubuh orang dan lingkungan, dan 2) pada fase orang
mulai sakit, akhirnya sembuh, cacat atau mati. Menyikapi pencegahan
penyakit berpotensi wabah atau penyakit berbasis lingkungan tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, pasal 22 yang berkaitan dengan
kesehatan lingkungan, disebutkan bahwa:
1) Kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas
lingkungan yang sehat.
2) Kesehatan lingkungan dilaksanakan terhadap tempat umum, lingkungan
pemukiman, lingkungan kerja, angkutan umum dan lingkungan lainnya.
3) Kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air dan udara, pengamanan
limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan kebisingan, pengendalian
vektor penyakit dan penyehatan atau pengamanan lainnya.
4) Setiap tempat atau sarana pelayanan umum wajib memelihara dan
meningkatkan lingkungan yang sehat sesuai dengan standar persyaratan.

C. PENUTUP
Kesehatan masyarakat (public health) adalah ilmu dan seni: mencegah
penyakit memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan, melalui usaha-
usaha Pengorganisasian Masyarakat. Dari perkembangan batasan kesehatan
masyarakat tersebut dapat disimpulkan bahwa kesehatan masyarakat itu meluas
dari hanya berurusan sanitasi, teknik sanitasi, ilmu kedokteran kuratif, ilmu
kedokteran pencegahan sampai dengan ilmu sosial, dan itulah cakupan ilmu
kesehatan masyarakat. Ilmu kesehatan lingkungan merupakan salah satu bidang
ilmu yang terdapat dalam bidang kesehatan masyarakat. Pengertian dari ilmu
kesehatan lingkungan adalah ilmu multidisipliner yang mempelajari dinamika
hubungan interaktif antara sekelompok manusia atau masyarakat dengan
berbagai perubahan komponen lingkungan hidup manusia yang diduga dapat
menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat dan mempelajari upaya
untuk penanggulangan dan pencegahannya

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 10


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

REFERENSI
1. Notoatmodjo, S. Ilmu kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar Rineka Cipta.
Jakarta, 2003.
2. Chandra, B. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran, 2007.
3. Achmadi, Umar, Fahmi. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah, Buku Kompas,
Jakarta, 2005.
4. Blum, HL. Planning for Health Development and Aplication of Social Change
Theory, Human Sciencie Press, New York, 1974.
5. Wijono, D. Manajemen Kepemimpinan dan Organisasi Kesehatan, Airlangga
University Press, Surabaya, 1999.
6. Effendy, N. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, EGG, Jakarta, 1998.
7. Ehlers, V.M, dan Steel, E.W. Municipal and Rural Sanitation, Kogakusha, Tokyo,
1958.
8. Depkes. Buku Pedoman Sanitasi Tempat -Tempat Umum, Pusat Pendidikan
Tenaga Kesehatan, Jakarta, 1996.
9. Basset, W.H.O, Clay’s Handbook of Enviromental Health, Chopman & Hall,
London, 1995.
10. World Health Organization. Linking Program Evaluation to User Needs, The
Politics of Program Evaluation, Sage, USA, 2002.
11. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 11


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

BAB II
DINAMIKA KESEHATAN LINGKUNGAN

A. PENDAHULUAN
Materi ini merupakan mata kuliah lanjut yang menekankan pada
pemahaman mengenai dinamika kesehatan lingkungan. Berkaitan dengan
masalah penyakit dan hubungannya dengan faktor lingkungan maupun agen
penyakit. Selain itu dijelaskan pula mengenai teori simpul kejadian penyakit, dari
adanya sumber penyakit, media penularan (khususnya pada aspek lingkungan),
penularan ke manusia, hingga terjadinya penyakit.
Tujuan Instruksional:
a. Tujuan Instruksional umum
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan tentang dinamika kesehatan lingkungan.
b. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan:
1) Hubungan interaksi host-agent-environtment
2) Teori simpul pengamatan kesehatan lingkungan

B. MATERI PEMBELAJARAN
Kesehatan dan lingkungan merupakan wacana yang berkaitan satu
dengan yang lainnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa keadaan lingkungan
berpengaruh terhadap kesehatan suatu komunitas bahkan ekosistem lingkungan
tersebut. Begitu pula dengan kesehatan, kesehatan juga berpengaruh terhadap
dinamika lingkungan terutama bila dipandang dalam sudut biologis yang akan
berdampak pada perubahan aspek sosialnya.
Penyebab masalah yang ada di lingkungan antara lain yaitu:
1. Dinamika penduduk
2. Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya yang kurang bijaksana
3. Pemanfaatan teknologi yang berorientasi pasar
4. Dampak negatif yang sering timbul dari kemajuan ekonomi yang seharusnya
positif
5. Benturan tata ruang

Kemudian di bawah ini merupakan peran lingkungan dalam menimbulkan


penyakit:
1. Lingkungan sebagai faktor predisposisi (faktor kecenderungan)
2. Lingkungan sebagai penyebab penyakit (penyebab langsung penyakit)
3. Lingkungan sebagai media transmisi penyakit (sebagai perantara penularan
penyakit)
4. Lingkungan sebagai faktor mempengaruhi perjalanan suatu penyakit (faktor
penunjang)

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 12


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

Berikut merupakan faktor-faktor yang berkaitan dengan penyakit dan


lingkungan:
1. HUBUNGAN INTERAKSI HOST-AGENT-ENVIRONTMENT
Menurut John Gordon ada 3 aspek yang menyebabkan terjadinya
penyakit meliputi sebagaiman di bawah ini.
a. Agent yang berasal dari sifat pembawaan agen yang memiliki kemampuan
menimbulkan penyakit,
b. Penjamu (”host”) terkait dengan manusia, terutama mencakup faktor
biologi (umur), jenis kelamin, suku bangsa, kekebalan khusus, dan lain-lain
sifat yang terkait dengan kekebalan dan resistensi atau perilaku (dalam
bentuk kebiasaan dan adat istiadat),
c. Faktor lingkungan (”environment”) meliputi seluruh aspek di luar agen dan
manusia (host), dengan demikian lingkungan sangat beraneka ragam dan
umumnya meliputi 2 kategori (fisik meliputi lingkungan alamiah yang
terdapat sekitar manusia) dan lingkungan non-fisik merupakan lingkungan
yang muncul sebagai akibat adanya interaksi antar manusia meliputi faktor
sosial budaya, norma, nilai dan adat istiadat).

Faktor Penyabab (“Agent”) meliputi:


Biologis: Kimia: Fisik:
Protozoa Pestisida Panas
Metazoa Zat tambahan pd.mak. Cahaya
Bakteri Obat-obatan Sinar X
Virus Zat-zat kimia industri Kebisingan
Ricketsia Getaran
Jamur Benda meluncur
dll
Faktor Lingkungan (“Environment”) meliputi:
Fisik:
Panas Udara
Cahaya Musim
Sinar X Kondisi Geologis
Kebisingan Getaran
Benda meluncur dll

Faktor Lingkungan (“Environment”) meliputi:


Lingk.Biologik:
Protozoa Metazoa
Bakteri Virus
Ricketsia Jamur
Hewan & tumbuh-tumbuhan Mikroorganisme saprophit
Tumbuhan sumber nutrient
sebagai vektor penyakit dll

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 13


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

Faktor Penjamu (“Host”) meliputi:


Umur Penyakit sebelumnya
Jenis Kelamin Gaya hidup
Ethnis Status Sosial Ekonomi
Keturunan Gizi
Status perkawinan dll

Ditinjau dari sudut ekologis, ada tiga faktor yang dapat menimbulkan
suatu kesakitan, kecacatan, ketidakmampuan, atau kematian pada manusia.
Tiga faktor itu disebut sebagai ecological atau epidemiological triad yang
terdiri atas agen penyakit, manusia, dan lingkungannya. Dalam keadaan
normal, ketiga komponen tersebut atau dengan kata lain orang disebut sehat.
Pada suatu keadaan saat keseimbangan dinamis tersebut terganggu,
misalnya saat kualitas lingkungan hidup menurun sampai tingkatan tertentu,
agen penyakit dapat dengan mudah masuk ke dalam tubuh manusia dan
menimbulkan sakit.
a. Penyakit
Riwayat alamiah perjalanan penyakit atau sering disebut dengan
natural history of disease merupakan riwayat alamiah perjalanan penyakit
pada manusia yang terdiri atas:
1) Fase Prepatogenesis
Pada fase ini mulai terjadi gangguan keseimbangan antara agen
penyakit, manusia, dan lingkungan. Di sini, kondisi lingkungan lebih
menguntungkan agen penyakit dan merugikan manusia. Contoh,
pencemaran udara akibat pembakaran hutan oleh peladang di musim
kemarau akan menimbulkan asal tebal atau smog yang menguntungkan
agen penyakit dan merugikan manusia.
2) Fase Patogenesis
Bila keadaan lingkungan yang menguntungkan agen penyakit
berlangsung terus-menerus dalam waktu yang cukup lama, akan timbul
gejala dan tanda-tanda klinis. Manusia menjadi sakit yang selanjutnya
dapat menjadi sembuh atau penyakit berjalan terus menyebabkan
ketidakmampuan, cacat kronis, atau kematian. Proses perjalanan suatu
penyakit terjadi dimulai sejak adanya gangguan keseimbangan antara
agen penyakit, host, dan lingkungan sampai terjadinya suatu kesakitan.

b. Agen Penyakit
Agen penyakit dapat berupa benda hidup atau mati dan faktor
mekanis. Kadang-kadang penyebab untuk penyakit tertentu tidak
diketahui, misalnya penyebab untuk penyakit ulkus peptikum, penyakit
jantung koroner, dan lain-lain. Agen penyakit dapat diklasifikasikan menjadi
lima kelompok, antara lain:
1) Agen biologis, contoh: virus, bakteri, fungi, ricketsiae, protozoa, dan
metazoa

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 14


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

2) Agen nutrien, contoh: protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, dan


air
3) Agen fisik, contoh: panas, radiasi, dingin, kelembaban, tekanan, cahaya,
dan kebisingan
4) Agen kimia, dapat bersifat endogenous, seperti asidosis, diabetes
(hiperglikemia), dan uremia atau bersifat exogenous, seperti zat kimia,
alergen, gas, debu, dan lain-lain.
5) Agen mekanis, contoh: Gesekan, benturan, atau pukulan yang dapat
menimbulkan kerusakan jaringan tubuh pejamu (host).

c. Manusia (Host)
Faktor manusia sangat kompleks dalam proses terjadinya penyakit.
Faktor tersebut bergantung pada karakteristik yang dimiliki masing-masing
individu, antara lain:
1) Usia
Usia menyebabkan adanya perbedaan penyakit yang diderita,
seperti penyakit smallpox pada usia kanak-kanak, penyakit kanker pada
usia pertengahan, dan penyakit arterosklerosis pada usia lanjut.
2) Jenis kelamin (seks)
Frekuensi penyakit pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan
dengan frekuensi penyakit pada perempuan. Sementara itu, penyakit
tertentu, seperti risiko kehamilan dan persalinan hanya dijumpai pada
perempuan, sedangkan penyakit hipertrofi prostat hanya dijumpai pada
laki-laki.
3) Ras
Hubungan antara ras dan penyakit bergantung pada
perkembangan adat-istiadat dan kebudayaan di samping terdapat
penyakit yang hanya dijumpai pada ras tertentu seperti anemia sickle
cell pada ras Negro.
4) Genetik
Ada penyakit tertentu yang diturunkan secara herediter, seperti
mongolisme, fenilketonuria, buta warna, hemophilia, dan lain-lain.
5) Pekerjaan
Status pekerjaan mempunyai hubungan erat dengan penyakit
akibat pekerjaan, seperti keracunan, kecelakaan kerja, silikosis,
asbestosis, dan lain-lain.
6) Nutrisi
Gizi buruk mempermudah seseorang menderita penyakit infeksi,
seperti TBC dan kelainan gizi seperti obesitas, kolesterol tinggi, dan lain-
lain.
7) Status kekebalan
Reaksi tubuh terhadap penyakit bergantung pada status
kekebalan yang dimiliki sebelumnya seperti kekebalan terhadap
penyakit virus yang tahan lama dan seumur hidup.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 15


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

8) Adat
Ada beberapa adat-istiadat yang dapat menimbulkan penyakit.
Contoh, kebiasaan makan ikan mentah dapat menyebabkan penyakit
cacing hati.
9) Gaya hidup
Kebiasaan minum alkohol, narkoba, dan merokok dapat
menimbulkan gangguan pada kesehatan.
10)Psikis
Faktor kejiwaan seperti stres dapat menyebabkan terjadinya
penyakit hipertensi, ulkus peptikum, depresi, insomnia, dan lainnya.

d. Lingkungan
Lingkungan hidup manusia pada dasarnya terdiri dari dua bagian,
internal dan eksternal. Lingkungan hidup internal merupakan suatu
keadaan yang dinamis dan seimbang yang disebat dengan homeostatis,
sedangkan lingkungan hidup eksternal merupakan lingkungan di luar
tubuh manusia yang terdiri atas tiga komponen, antara lain:
1) Lingkungan fisik
Lingkungan fisik bersifat abiotik atau benda mati seperti air,
udara, tanah, cuaca, makanan, rumah, panas, sinar, radiasi, dan lain-lain.
Lingkungan fisik ini berinteraksi secara konstan dengan manusia
sepanjang waktu dan masa serta memegang peranan penting dalam
proses terjadinya penyakit pada masyarakat. Contoh, kekurangan
persediaan air bersih terutama dalam musim kemarau dapat
menimbulkan penyakit diare di mana-mana.
2) Lingkungan biologis
Lingkungan biologis bersifat biotik atau benda hidup, misalnya
tumbuh-tumbuhan, hewan, virus, bakteri, jamur, parasit, serangga, dan
lain-lain yang dapat berperan sebagai agen penyakit, reservoir infeksi,
vektor penyakit, dan hospes intermediat. Hubungan manusia dengan
lingkungan biologisnya bersifat dinamis dan pada keadaan tertentu saat
terjadi ketidakseimbangan di antara hubungan tersebut, manusia akan
menjadi sakit.
3) Lingkungan sosial
Lingkungan sosial berupa kultur, adat-istiadat, kebiasaan,
kepercayaan, agama, sikap, standar dan gaya hidup, pekerjaan,
kehidupan kemasyarakatan, organisasi sosial dan politik. Manusia
dipengaruhi oleh lingkungan sosial melalui berbagai media seperti
radio, TV, pers, seni, literatur, cerita, lagu, dan sebagainya. Bila manusia
tidak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosial, akan
terjadi konflik kejiwaan dan menimbulkan gejalan psikosomatik seperti
stres, insomnia, depresi, dan lain-lain.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 16


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

e. Interaksi Agen Penyakit, Manusia, dan Lingkungan


Dalam usaha-usaha pencegahan dan pengendalian yang efektif
terhadap penyakit, perlu dipelajari mekanisme interaksi yang terjadi antara
agen penyakit (agent), manusia (host), dan lingkungannya (environment),
Interaksi tersebut, antara lain:
1) Interaksi agen penyakit dan lingkungan
Interaksi ini merupakan suatu keadaan saat agen penyakit
langsung dipengaruhi oleh lingkungan dan menguntungkan agen
penyakit itu serta terjadi pada saat prepatogenesis dari suatu penyakit.
Contoh, viabilitas bakteri terhadap sinar matahari, stabilitas vitamin
yang terkandung dalam sayuran di dalam ruang pendingin, dan
penguapan bahan kimia beracun akibat proses pemanasan bumi global.

Gambar 2. Interaksi Agen Penyakit dan Lingkungan

2) Interaksi manusia dan lingkungan


Interaksi ini merupakan suatu keadaan saat manusia langsung
dipengaruhi oleh lingkungannya dan terjadi pada saat prepatogenesis
dari suatu penyakit. Contoh, udara dingin, hujan, dan kebiasaan
membuat dan menyediakan makanan.

Gambar 3. Interaksi Manusia dan Lingkungan

3) Interaksi manusia dan agen penyakit


Interaksi ini merupakan suatu keadaan saat agen penyakit
menetap, berkembang biak, dan merangsang manusia untuk
membentuk respons berupa tanda-tanda dan gejala penyakit. Contoh,
demam, perubahan fisiologis jaringan tubuh, pembentukan kekebalan,
atau mekanisme pertahanan tubuh lainnya. Interaksi yang terjadi dapat
berupa sembuh sempurna, cacat ketidakmampuan, atau kematian.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 17


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

Gambar 4. Interaksi Manusia dan Agen Penyakit

4) Interaksi agen penyakit, manusia, dan lingkungan


Interaksi ini merupakan suatu keadaan saat agen penyakit,
manusia, dan lingkungan bersama-sama saling mempengaruhi dan
memperberat satu sama lain sehingga agen penyakit baik secara
langsung maupun tidak langsung mudah masuk ke dalam tubuh
manusia. Contoh, pencemaran air sumur oleh kotoran manusia dapat
menimbulkan waterborne diseases.

Gambar 5. Interaksi Agen Penyakit, Manusia dan Lingkungan

2. TEORI SIMPUL PENGAMATAN KESEHATAN LINGKUNGAN


Pendekatan paradigma kesehatan lingkungan berdasarkan teori
simpul:

Gambar 6. Paradigma Kesehatan Lingkungan

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 18


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

Dalam teori simpul masalah kesehatan, permasalahan dilihat dari hulu


ke hilir. mulai dari sumber penyakit (simpul 1), media penularan (simpul 2),
kontak manusia dengan sumber penyakit (simpul 3), akhirnya pada simpul
terakhir yaitu orang jatuh sakit (simpul 4). Melakukan kegiatan program
kesehatan berdasarkan teori simpul, maka dipahami bahwa orang akan jadi
sakit (simpul 4), jika upaya pada simpul 1, menemui kegagalan sehingga harus
dilakukan upaya pada simpul 2, jika upaya pada simpul 2 mengalami kegagalan
maka harus dilakukan upaya pada simpul 3 dan simpul 3 menemui kegagalan
maka orang yang sakit akan menjadi orang sakit (simpul 4).
Patogenesis penyakit terkait erat dengan kesehatan lingkungan, di
mana ilmu kesehatan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan interaktif
antara komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit dengan
berbagai variabel meliputi kependudukan, perilaku dan pelayanan kesehatan.
Di samping itu ilmu kesehatan lingkungan memiliki metode, baik dalam
pengukuran maupun solusi terhadap masalah yang ditimbulkan.
Bila dicermati pengertian tentang lingkungan memang amat luas
cakupan dan jangkauannya, namun kesehatan lingkungan fokus perhatiannya
pada faktor lingkungan yang memiliki potensi menimbulkan penyakit. Sebagai
contoh kita sedang berada pada suatu tempat, maka berbagai benda hidup
dan benda mati ada di sekitar kita, dalam hal ini disebut sebagai lingkungan
manusia, namun tidak semua yang ada disekitar kita dapat menimbulkan atau
berpotensi menibulkan penyakit.

Gambar 7. Teori Simpul

Mengacu kepada gambaran skematik tersebut di atas, maka patogenesis


penyakit dapat diuraikan ke dalam 5 (lima) simpul, yakni:
a. Simpul 1: sumber penyakit
Sumber penyakit adalah titik mengeluarkan agent penyakit. Agen
penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan
penyakit melalui kontak secara langsung atau melalui media perantara (yang
juga kompenen lingkungan). Berbagai agen penyakit yang baru maupun
lama dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok besar, yaitu:
1) Mikroba, seperti virus, amuba, jamur, bakteri, parasit, dan lain-lain.
2) Kelompok fisik, misalnya kekuatan radiasi, energi kebisingan, kekuatan
cahaya.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 19


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

3) Kelompok bahan kimia toksik, misalnya pestisida, Merkuri, Cadmium, CO,


H dan lain-lain.
Sumber penyakit adalah titik yang secara konstan maupun kadang-
kadang mengeluarkan satu atau lebih berbagai komponen lingkungan hidup
tersebut di atas.

b. Simpul 2: media transmisi penyakit


Adal lima komponen lingkungan yang lazim kita kenal sebagai media
transmisi penyakit, yaitu air, udara, tanah/pangan, binatang/serangga,
manusia/langsung. Media transmisi tidak akan memiliki potensi penyakit jika
di dalamnya tidak mengandung bibit penyakit atau agen penyakit.

c. Simpul 3: perilaku pemajanan (behavioural exposure)


Agen penyakit dengan atau tanpa menumpang komponen lingkungan
lain, masuk ke dalam tubuh melalui satu proses yang kita kenal dengan
hubungan interaktif. Hubungan interaktif antara komponen lingkungan
dengna penduduk berikut perilakunya, dapat diukur dalam konsep yang
disebut sebagai perilaku pemajanan atau behavioural exposure. Perilaku
pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen
lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit (agen penyakit).
Masing-masing aget penyakit yang masuk ke dalam tubuh dengan cara-cara
yang khas. Ada 3 jalan masuk kedalam tubuh manusia, yakni: sistem
pernafasan, sistem pencernaan, dan masuk melalui permukaan kulit.

b. Simpul 4: kejadian penyakit


Kejadian penyakit merupakan outcome hubungan interaktif penduduk
dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan.
Seseorang dikatakan sakit kalau salah satu maupun bersama mengalami
kelainan dibandingkan dengan rata-rata penduduk lainnya.

c. Simpul 5: variabel suprasistem


Kejadian penyakit masih dipengaruhi oleh kelompok variabel simpul 5,
yakni variabel iklim, topografi, temporal, dan suprasistem lainnya, yakni
keputusan politik berupa kebijakan makro yang bisa mempengaruhi semua
simpul.

Dalam konsep dasar terjadinya penyakit, suatu penyakit timbul akibat


dari beroperasinya berbagai faktor baik dari agen, induk semang atau
lingkungan. Pendapat ini tergambar di dalam istilah yang dikenal luas dewasa
ini, penyebab majemuk (‘multiple causation of disease') sebagai dari penyebab
tunggal (‘single causation’). Di dalam usaha ara ahli untuk mengumpulkan
pengetahuan mengenai timbulnya penyakit, mereka telah membuat model-
model $timbulnya penyakit dan atas dasar model-model tersebut dilakukanlah
eksperimen terkendali untuk menguji sampai di mana kebenaran dari model-
model tersebut. Tiga model yang dikenal dewasa ini ialah (1) segitiga

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 20


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

epidemiologic (the epidemiologic triangle), (2) jaring-jaring sebab akibat (the


web of causation), dan (3) roda (the wheel).
a. Segitiga Epidemilogi

Gambar 8. Segitiga Epidemiologi

b. Jaring-jaring sebab akibat


Menurut model ini perubahan dari salah satu faktor akan mengubah
keseimbangan antara mereka, yang berakibat bertambah atau berkurangnya
penyakit yang bersangkutan. Menurut model ini, suatu penyakit tidak
bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri melaninkan sebagai akibat dari
serangkaian proses sebab dan akibat. Dengan demikian  maka timbulnya
penyakit dapat dicegah atau dihentikan dengan memotong rantai pada berbagai
titik.

c.  Roda

Gambar 9. Model Roda

Model roda hanya memerlukan identifikasi dari berbagai faktor yang


berperan dalam timbulnya penyakit dengan tidak begitu mementingkan
agent. Disini dipentingkan hubungan antara manusia dengan lingkungan
hidupnya. Besarnya peranan dari masing-masing lingkungan bergantung
pada penyakit yang bersangkutan. Sebagai contoh, peranan lingkungan
biologis lebih besar dari yang lainnya pada penyakit yang penularannya
melalui vektor (vector home disease).

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 21


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

C. PENUTUP
Konsep dasar terjadinya penyakit, suatu penyakit timbul akibat dari
beroperasinya berbagai faktor baik dari agen, induk semang atau lingkungan.
Ditinjau dari sudut ekologis, ada tiga faktor yang dapat menimbulkan suatu
kesakitan, kecacatan, ketidakmampuan, atau kematian pada manusia. Tiga faktor
itu disebut sebagai ecological atau epidemiological triad yang terdiri atas agen
penyakit, manusia, dan lingkungannya. Dalam keadaan normal, ketiga komponen
tersebut atau dengan kata lain orang disebut sehat. Pada suatu keadaan saat
keseimbangan dinamis tersebut terganggu, misalnya saat kualitas lingkungan
hidup menurun sampai tingkatan tertentu, agen penyakit dapat dengan mudah
masuk ke dalam tubuh manusia dan menimbulkan sakit.

REFERENSI
1. Pulungan, SR. Higiene dan sanitasi serta perilaku karyawan yang berkaitan
dengan kesehatan lingkungan Terminal Pelabuhan Roro Kota Dumai Tahun
2012. Skripsi. Medan: Universitas Sumatra Utara, 2013.
2. Chandra, B. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC, 2006.
3. Ibrahim DP. Prospek Pendidikan Kesehatan Lingkungan pada Masa Depan.
4. Suyono dan Budiman. Kesehatan Lingkungan dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat
dalam Konteks Kesehatan Lingkungan. (online) (e-journal.kopertis4.or.id).
5. Kementerian Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 82 TAHUN 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI, 2014.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 22


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

BAB III
ISSUE STRATEGIS KESEHATAN LINGKUNGAN

A. PENDAHULUAN
Materi ini merupakan mata kuliah lanjut yang menekankan pada
pemahaman mengenai permasalahan kesehatan lingkungan, khususnya yang
ada di Indonesia. Permasalahan lingkungan yang dipaparkan antara lain yang
sedang terjadi sekarang ataupun prediksi di masa datang.
Tujuan Instruksional:
a. Tujuan Instruksional umum
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan tentang issue strategis kesehatan lingkungan.
b. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan:
1) Issue strategis
2) Permasalahan kesehatan lingkungan

B. MATERI PEMBELAJARAN
1. ISSUE STRATEGIS
Isu strategis adalah kondisi atau hal yang harus diperhatikan atau
dikedepankan dalam perencanaan pembangunan karena dampaknya yang
signifikan bagi entitas (daerah/masyarakat) di masa datang. Suatu
kondisi/kejadian yang menjadi isu strategis adalah keadaan yang apabila tidak
diantisipasi akan menimbulkan kerugian yang lebih besar atau sebaliknya
dalam hal tidak dimanfaatkan akan menghilangkan peluang untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang.
Isu lingkungan hidup (environmental problems) saat ini sedang
menjadi isu global terutama dua dekade terakhir ini sehingga baik pemerintah
maupun masyarakat di negara-negara maju maupun negara-negara sedang
berkembang telah memberikan perhatian yang serius pada masalah tersebut.
Isu lingkungan hidup dihembuskan oleh negara-negara maju kepada negara-
negara sedang berkembang ditujukan bukan saja untuk demi kelangsungan
hidup bersama, tetapi yang lebih penting lagi yaitu demi kenyamanan hidup
masyarakat di negara-negara maju. Dimana seperti yang diketahui bahwa
masalah lingkungan itu sangat kompleks dan multidimensional, sebab kajian
lingkungan hampir menyentuh semua bidang ilmu pengetahuan dari kimia,
biologi, ekonomi, sampai politik.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 23


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

2. PERMASALAHAN KESEHATAN LINGKUNGAN


Berdasarkan data hasil Laporan Analisa Lingkungan Indonesia dari
World Bank tahun 2007, beberapa permasalahan lingkungan yang terjadi
antara lain adalah:
a. Perubahan Iklim
Sebagai negara kepulauan tropis yang sangat tergantung pada
sumber daya alam dan pertanian, Indonesia sangat rentan terhadap efek
perubahan iklim. Terdapat banyak perkiraan dampak perubahan iklim pada
Indonesia, dan sulit dikuantifikasi pada tahap ini (PEACE (2007) dan ADB
(2009):
1) Sedikit kenaikan suhu: sejak 1990 para ahli telah mengamati kenaikan
rata-rata tahunan sebesar 0.3 derajat C. Suhu rata-rata tahunan di
kawasan Asia Tenggara diperkirakan naik sebesar 4.8 derajat C sebelum
2100, apabila dibandingkan suhu rata-rata pada 1990\
2) Curah hujan: diperkirakan terjadi kenaikan sekitar 2-3 persen, dan
disertai musim hujan yang lebih pendek sehingga, risiko banjir akan
mengalami kenaikan
3) Produksi tanaman: kesuburan tanah diperkirakan lama-kelamaan akan
menurun. Sejak tahun 2020, hasil panen padi diperkirakan akan mulai
menurun. Pada tahun 2100, hasil panen akan lebih rendah sebesar 34
persen dibandingkan dengan hasil panen tahun 1990
4) Peningkatan tinggi permukaan laut: tinggi permukaan laut global rata-
rata diperkirakan naik antara 28-43 cm (Nicholls et al., 2007, dalam IPCC)
atau bahkan sekitar 70 cm (ADB, 2009) pada akhir abad ini
dibandingkan dengan angka pada tahun 1980-1999 dan pada tahun
1990. Peningkatan ini dan badai besar, serta adanya penurunan muka
tanah akan menimbulkan kerusakan lebih besar di daerah pesisir.
5) Hayati laut: terumbu karang seluas 50,000 km 2 merupakan hampir
seperlima total luas terumbu karang di dunia. Akan tetapi, hanya enam
persen yang termasuk klasifikasi “sangat baik”. Persentase tersebut
diperkirakan akan terus menurun
6) Kesehatan masyarakat: penyakit bawaan vektor dan bawaan air
diperkirakan akan menyebar lebih luas dan semakin parah. Sementara,
manajemen kesehatan publik diharapkan menjadi lebih efisien sejalan
dengan pembangunan ekonomi

b. Air, Sanitasi, dan Higiene


Cakupan sanitasi semakin baik seiring pembangunan ekonomi. Di
Indonesia telah mencapai sekitar 57 persen pada tahun 2005. Dengan
berfokus pada pengelolaan tinja dan hygiene. Laporan Bank Dunia baru-
baru ini (World Bank, 2007) memperkirakan biaya utama pada kesehatan,
air, wisata, dan kesejahteraan lainnya yang terkait dengan sanitasi yang
buruk. Dampak pada sektor air adalah sekitar seperempat total biaya
(termasuk waktu yang dihabiskan rumah tangga untuk mengolah air
minum), dampak pada produksi ikan, biaya banjir akibat saluran air yang
buruk, dampak penggunaan air tercemar pada sektor irigasi, dan
seterusnya. Kajian World Bank (2007a) juga mencantumkan perkiraan

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 24


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

kerugian waktu akibat mencari tempat sanitasi, dampak pada nilai lahan,
serta kehilangan pendapatan dari wisatawan dan investasi langsung dari
luar negeri.

c. Pencemaran Udara Luar Ruang


Data yang tersedia mengenai sumber pencemaran udara luar ruang
sudah agak usang. Akan tetapi, situasi pada tahun 1998 menunjukkan
dominasi kuat partikulat kecil (PM10) dan nitrogen oksida NOx dari
kendaraan, yaitu sekitar 70 persen dalam kedua kategori. Industri
bertanggung jawab atas sekitar seperempat emisi kedua pencemar ini.
Kondisi yang sangat berbeda dijumpai pada emisi sulfur dioksida (SO2).
Dari nilai total emisinya, industri bertanggung jawab terhadap lebih dari 70
persen dan kendaraan bermotor menghasilkan sekitar seperlima.
Pemantauan pencemaran udara dilaksanakan pada sepuluh kota di
wilayah Indonesia. Sistem ini memberi informasi melalui Indeks
Pencemaran Udara (API) dan konsentrasi udara sekitar. Pengembangan
API digabungkan dari sembilan kota yang memiliki data. Akan tetapi, lima
kota di antaranya menunjukkan pencemaran udara yang memburuk pada
bagian pertama dasawarsa ini.
Pencemaran udara luar ruang, dan terutama materi partikulat,
sangat berkaitan dengan beberapa penyakit pernapasan, yang
menyebabkan peningkatan morbiditas maupun kematian dini. Perkiraan
beban penyakit akibat pencemaran materi partikulat di luar ruang di kota
didasarkan pada sumbangan tiga penyakit yang terkait pencemaran.
Pertama, kematian dan morbiditas akibat penyakit jantung dan paru-paru
pada orang dewasa. Kedua, akibat kanker paru-paru. Dan ketiga, akibat
infeksi pernapasan akut yang diderita oleh balita.

d. Pencemaran Udara Dalam Ruang


Sumber luar ruang biasanya mendominasi emisi pencemaran
udara, sementara sumber dalam ruang umumnya mendominasi
keterpaparan terhadap pencemaran udara. Keterpaparan ini terkait
dengan konsentrasi pencemar di suatu lingkungan, maupun waktu yang
dihabiskan oleh seseorang pada lingkungan itu. Pembakaran biomassa
dalam rumah tangga (seperti kotoran, arang, kayu, dan sisa tanaman),
atau batu bara adalah faktor utama di balik pencemaran udara dalam
ruang (Desai dkk, 2004). Masalah kesehatan yang paling terkait dengan
penggunaan bahan bakar padat adalah infeksi saluran pernapasan akut
pada anak-anak dibawah umur 5 tahun dan penyakit paru-paru kronis pada
orang dewasa. Dampak akan sangat tergantung pada lingkungan
memasak, dimana hanya ada sedikit dokumentasi mengenai hal ini

e. Hutan
1) Sejak masa 1970-an hingga 1990-an, transmigrasi memindahkan sekitar
2.5 juta jiwa menuju daerah yang jarang penduduk. Di tempat baru itu,
warga pendatang kerapkali membuka hutan untuk perumahan dan

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 25


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

tanah pertanian sebanyak dua hektar bagi setiap kepala keluarga.


Namun, program ini kini telah dihentikan.
2) Jaringan jalan memberi akses yang lebih baik ke wilayah hutan.
Pembangunan jalan dapat menghasilkan efek domino pada habitat dan
panen hutan. Pembuatan jalan baru memerlukan AMDAL. Akan tetapi,
untuk memperbaiki jalan yang telah ada atau lama tidak membutuhkan
kajian lingkungan itu.
3) Penambangan terkadang berlangsung di dalam hutan lindung. Menurut
Keputusan Presiden (no. 41 tahun 2004) sebanyak 13 perusahaan
tambang mendapatkan izin untuk melanjutkan kegiatan tersebut.
Upaya mengurangi ketergantungan pada minyak bumi dengan lebih
mengandalkan batubara mungkin pula mendorong pembangunan
tambang terbuka yang meluas.
4) Kebakaran hutan kadang cukup luas. Pada tahun 1997-98 luas hutan
yang terbakar sekitar 10 juta hektar. Pembakaran terkendali sering
digunakan untuk pembukaan lahan. Pengumpulan kayu bakar tidak
dipandang sebagai pemicu utama bagi kegiatan penggundulan.
Pasalnya, kegiatan ini sering menggunakan sisa dari pembukaan lahan
dan panen kayu, atau kayu dari tanah milik pribadi yang dirancang
sebagai pemasok kayu bakar. Namun, biaya untuk membeli minyak dan
produk turunannya yang semakin mahal akan menambah tekanan pada
biomassa yang digunakan sebagai bahan bakar.

f. Kondisi Wilayah Pesisir dan Laut


Kepulauan Indonesia terdiri atas sekitar 17,500 pulau dan memiliki
garis pantai sekitar 81,000 km. Dari jumlah total penduduknya yang
mencapai 225 juta jiwa, sebesar 60 persen bermukim dalam jarak 60 km
dari wilayah laut. Indonesia memiliki setidaknya 50,000 km 2 terumbu
karang. Luasan ini kira-kira delapan belas persen dari luas terumbu karang
dunia. Sektor laut dan pesisir Indonesia, dan terutama perikanan skala kecil
yang didukung oleh ekosistem terumbu karang, adalah aset produksi yang
penting bagi negara ini maupun jutaan orang miskin. Ekosistem ini
merupakan sumber makanan dan mata pencarian yang penting bagi
sekitar 10 ribu desa pesisir di seluruh wilayah negeri.
Kemiskinan yang meluas pada masyarakat pesisir terjadi beriringan
dengan kerusakan ekstensif sumber daya pesisir. Pada 50 tahun terakhir,
bagian terumbu karang yang rusak di Indonesia telah meningkat dari 10
menjadi 50 persen. Akibatnya, banyak perikanan terumbu karang skala
kecil di Indonesia telah mencapai tingkat eksploitasi tertentu. Dengan
demikian, satu-satunya cara meningkatkan penghasilan lokal dan produksi
masa depan adalah dengan melindungi habitat terumbu karang yang
penting dan mengurangi usaha penangkapan ikan yang merusak.
Kemampuan di tingkat kabupaten untuk membantu masyarakat nelayan
pesisir untuk mengelola sumber daya ini secara berkelanjutan masih
terbatas. Terumbu karang Indonesia saat ini mengalami kerusakan dengan
cepat akibat kegiatan manusia (termasuk, penangkapan ikan dengan

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 26


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

racun; peledak; penambangan terumbu; sedimentasi; pencemaran; dan


penangkapan ikan berlebih).

Di samping ancaman terhadap penyakit berbasis lingkungan akibat


rendahnya kualitas lingkungan hidup dan perilaku masyarakat, risiko lain yang
dihadapi adalah kejadian bencana, baik bencana alam maupun bencana akibat
ulah manusia.
a. Isu lingkungan lokal
Saat ini masalah lingkungan cukup sering diperbincangkan.
Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa lapisan ozon kini semakin
menipis. Dengan terus menipisnya lapisan itu, sangat dikhawatirkan bila
lapisan ini tidak ada atau menghilang sama sekali dari alam semesta ini.
Tanpa lapisan ozon sangat banyak akibat negatif yang akan menimpa
makhluk hidup di muka bumi ini, antara lain: penyakit-penyakit akan
menyebar secara menjadi-jadi, cuaca tidak menentu, pemanasan global,
bahkan hilangnya suatu daerah karena akan mencairnya es yang ada di
kutub Utara dan Selatan. Jagat raya hanya tinggal menunggu masa
kehancurannya saja. Memang banyak cara yang harus dipilih untuk
mengatasi masalah ini. Para ilmuwan memberikan berbagai masukan untuk
mengatasi masalah ini sesuai dengan latar belakang keilmuannya. Para
sastrawan pun tak ketinggalan untuk berperan serta dalam menanggulangi
masalah yang telah santer belakangan ini.
1) Kekeringan: kekeringan adalah kekurangan air yang terjadi akibat sumber
air tidak dapat menyediakan kebutuhan air bagi manusia dan makhluk
hidup yang lainnya. Dampak: menyebabkan ganggungan kesehatan,
keterancaman pangan.
2) Banjir: merupakan fenomena alam ketika sungai tidak dapat menampung
limpahan air hujan karena proses influasi mengalami penurunan. Itu
semua dapat terjadi karena hijauan penahan air larian berkurang.
Dampak: ganggungan kesehatan, penyakit kulit, aktivitas manusia
terhambat, penurunan produktifitas pangan, dll.
3) Longsor: adalah terkikisnya daratan oleh air larian karena penahan air
berkurang. Dampaknya: terjadi kerusakan tempat tinggal, ladang, sawah,
mengganggu perekonomian dan kegiatan transportasi
4) Erosi pantai: terkikisnya lahan daratan pantai akibat gelombang air laut.
Dampak: menyebabkan kerusakan tempat tinggal dan hilangnya potensi
ekonomi seperti kegiatan pariwisata.
5) Instrusi air laut: air laut (asin) mengisi ruang bawah tanah telah banyak
digunakan oleh manusia dan tidak adanya tahanan instrusi air laut seperti
kawasan mangrove. Dampaknya: terjadinya kekurangan stok air tawar,
dan mengganggu kesehatan.

b. Isu lingkungan nasional


Macam-macam isu lingkungan nasional adalah:
1) Kebakaran hutan: Proses kebakaran hutan dapat terjadi dengan alami
atau ulah manusia. kebakaran oleh manusia biasanya karena bermaksut
pembukaan lahan untuk perkembunan. Dampaknya: memeberi

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 27


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

kontribusi CO2 di udara, hilangnya keaneragaman hayati, asap yang


dihasilkan dapat mengganggu kesehatan dan asapnya bisa berdampak
kenegra lain. Tidak hanya pada local namun ke negra tetanggapun juga
terkena.
2) Pencemaran minyak lepas pantai: hasil ekploitasi minyak bumi diangkut
oleh kapal tanker ke tempat pengolahan minyak bumi. Pencemaran
minyak lepas pantai diakibatkan oleh sistem penampungan yang bocor
atau kapal tenggelam yang menyebankan lepasnya minyak ke perairan.
Dampak: mengakibatkan limbah tersebut dapat tersebar tergantung
gelombang air laut. Dapat berdampak kebeberapa negara, akibatnya
tertutupnya lapisan permukaan laut yang menyebabkan penetrasi
matahari berkurng menyebabkan fotosintesis terganggu, pengikatan
oksigen, dan dapat menyebabkan kematian organisme laut.

c. Isu Lingkungan Global


Sebelumnya orang menduga masalah lingkungan global lebih banyak
dipengaruhi faktor alam, seperti iklim, yang mencakup temperatur, curah
hujan, kelembaban, tekanan udara dll. Belakangan orang mulai menyadari
bahwa aktifitas manusia pun mempengaruhi iklim dan lingkungan secara
signifikan. Ambilah contoh penebangan hutan, mempengaruhi perubahan
suhu dan curah hujan secara lokal. Ketika area hutan yang hilang semakin
luas, maka akibat yang ditimbulkan bukan lagi lokal tapi sudah berskala
regional. Penebangan hutan disebabkan tentu saja karena adanya motivasi-
motivasi manusia yang membuat mereka menebang hutan, misalnya
motivasi ekonomi. Untuk skala negara, negara membutuhkan devisa untuk
menjalankan roda pembangunan. Karena industri negara belum mapan dan
kuat, maka yang bisa diekspor untuk menambah devisa adalah menjual
kayu, serta dalam modal dan keahlian yang dibutuhkan untuk menebang
pohon relatif kecil dan sederhana.
Menjadi masalah global yang mempengaruhi lingkungan juga misalnya
pertumbuhan penduduk dunia yang amat pesat. Pertumbuhan penduduk
memiliki arti pertumbuhan kawasan urban dan juga kebutuhan tambahan
produksi pangan. Belum lagi ada peningkatan kebutuhan energi. Pada
masing-masing kebutuhan ini ada implikasi pada lingkungan. Coba kita
perhatikan contoh dari kebutuhan lahan urban dan lahan pertanian.
Pemenuhan kebutuhan ini akan meminta konversi lahan hutan. Semakin
lama daerah-daerah resapan air makin berkurang, akibatnya terjadi krisis air
tanah. Di sisi lain di beberapa kawasan berkemiringan cukup tajam menjadi
rawan longsor, karena pepohonan yang tadinya menyangga sistem
kekuatan tanah semakin berkurang. Kemudian karena resapan air ke tanah
berkurang, terjadilah over-flow pada air permukaan. Ketika kondisi ini
beresonansi dengan sistem drainase yang buruk di perkotaan terjadilah
banjir. Banjir akan membawa berbagai penderitaan. Masalah langsungnya
misalnya korban jiwa dan harta. Masalah tidak langsungnya misalnya
mewabahnya berbagai penyakit, seperti malaria, demam berdarah,
muntaber dll.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 28


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

Sekarang beralih ke masalah eksploitasi energi. Saat ini Indonesia


misalnya masih sangat bergantung pada sumber energi minyak bumi. Ini
yang menjelaskan betapa hebohnya pemerintah dan masyarakat akibat
masalah minyak. Pemerintah bingung menutupi anggaran belanja negara,
karena besarnya pengeluaran untuk impor minyak. Masyarakat bingung
sebab kenaikan harga minyak memililiki efek berantai pada kenaikan harga
barang-barang di lapangan. Yang ingin ditekankan di sini adalah bahwa
penggunaan minyak dari sisi lingkungan, dan lebih spesifiknya sisi komposisi
udara di atmosfir, berarti peningkatan gas carbon dioxida (CO 2). Gas ini,
bersama lima jenis gas lain diketahui menjadi penyebab terjadinya efek
pemanasan global (global warming). Diperkirakan diantara tahun 1990-2100
akan terjadi kenaikan rata-rata suhu global sekitar 1,4 sampai 5,8 derajat
celsius. Akibatnya akan terjadi kenaikan rata-rata permukaan air laut
disebabkan mencairnya gunung-gunung es di kutub. Banyak kawasan di
dunia akan terendam air laut. Akan terjadi perubahan iklim global. Hujan dan
banjir akan meningkat. Wabah beberapa penyakit akan meningkat pula.
Produksi tumbuhan pangan pun terganggu. Pendek kata akan terjadi
pengaruh besar bagi kelangsungan hidup manusia.
Para peneliti dan ilmuwan yang bergerak di bidang lingkungan sudah
sangat ngeri membayangkan bencana besar yang akan melanda umat
manusia. Yang jadi masalah, kesadaran akan permasalahan lingkungan ini
belum merata di tengah umat manusia. Ini akan lebih jelas lagi kalau melihat
tingkat kesadaran masyakat di negara berkembang. Jangankan masyarakat
umum, di kalangan pemimpin pun kesadaran masalah lingkungan ini masih
belum merata. Contoh dari isu kesehatan lingkungan pada skala global
antara lain:
1) Pemanasan global/global warming pada dasarnya merupakan fenomena
peningkatan temperature global dari tahun ke tahun karena terjadinya
efek rumah kaca yang disebabkan oleh meningkatnya emesi gas
karbondioksida, metana, dinitrooksida, dan CFC sehingga energi matahari
tertangkap dalam atmosfer bumi. Dampak bagi lingkungan biogeofisik:
pelelehan es di kutub, kenaikan mutu air laut, perluasan gurun pasir,
peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan
fauna, migrasi fauna dan hama penyakit. Dampak bagi aktiitas sosial
ekonomi masyarakat: gangguan pada pesisir dan kota pantai, gangguang
terhadap prasarana fungsi jalan, pelabuhan dan bandara. Gangguan
terhadap pemukiman penduduk, ganggungan produktifitas pertanian.
Peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit
2) Penipisan lapisan ozon: dalam lapisan statosfer pengaruh radiasi
ultraviolet, CFC terurai dan membebaskan atom klor. Klor akan
mempercepat penguraia ozon menjadi gas oksigen yang mengakibatkan
efek rumah kaca. Beberapa atom lain yang mengandung brom seperti
metal bromide dan halon juga ikut memeperbesar penguraian ozon.
Dampak bagi makhluk hidup: lebih banyak kasus kanker kulit melanoma
yang bisa menyebabkan kematian, meningkatkan kasus katarak pada
mata dan kanker mata, menghambat daya kebal pada manusia (imun),

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 29


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

penurunan produksi tanaman jagung, kenaikan suhu udara dan kematian


pada hewan liar, dll.
3) Hujan asam: Proses revolusi industri mengakibatkan timbulnya zat
pencemaran udara. Pencemaran udara tersebut bisa bereaksi air hujan
dan turun menjadi senyawa asam. Dampaknya: proses korosi menjadi
lebih cepat, iritasi pada kulit, sistem pernafasan, menyebabkan
pengasaman pada tanah.
4) Pertumbuhan populasi: pertambahan penduduk duia yang mengikuti
pertumbuhan secara ekponsial merupakan permasalahan lingkungan.
Dampaknya: terjadinya pertumbuhan penduduk akan menyebabkan
meningkatnya kebutuhan sumber daya alam dan ruang.
5) Desertifikasi: merupakan penggurunan, menurunkan kempampuan
daratan. Pada proses desertifikasi terjadi proses pengurangan
produktifitas yang secara bertahap dan penipisan lahan bagian atas
karena aktivitas manusia dan iklim yang bervariasi seperti kekeringan dan
banjir. Dampak: awalnya berdampak local namun sekarang isu
lingkungan sudah berdampak global dan menyebabkan semakin
meningkatnya lahan kritis di muka bumi sehingga penangkap CO2
menjadi semakin berkurang.
6) Penurunan keaneragaman hayati: adalah keaneragaman jenis spesies
makhluk hidup. Tidak hanya mewakili jumlah atau sepsis di suatu wilayah,
meliputi keunikan spesies, gen serta ekosistem yang merupakan sumber
daya alam yang dapat diperbaharui. Dampaknya: karena keaneragaman
hayati ini memeliki potensi yang besar bagi manusia baik dalam
kesehatan, pangan maupun ekonomi
7) Pencemaran limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun): bahan yang
diindentifikasi memiliki bahan kimia satu atau lebih dari karasteristik
mudah meledak, mudah terbakar, bersifai reaktif, beracun, penyabab
infeksi, bersifat korosif. Dampak : dulunya hanya bersifat lokal namun
sekarang antar negara pun melakukan proses pertukaran dan limbanya di
buang di laut lepas. Dan jika itu semua terjadi maka limbah bahan
berbahaya dan beracun dapat bersifat akut sampai kematian makhluk
hidup.

C. PENUTUP
Isu lingkungan hidup (environmental problems) saat ini sedang menjadi
isu global terutama dua dekade terakhir ini sehingga baik pemerintah maupun
masyarakat di negara-negara maju maupun negara-negara sedang berkembang.
Beberapa contoh permasalahan maupun issue kesehatan lingkungan yaitu
kekeringan, banjir, longsor, erosi pantai, instrusi air laut, kebakaran hutan,
pencemaran minyak lepas pantai, pemanasan global/global warming, penipisan
lapisan ozon, hujan asam, pertumbuhan populasi, desertifikasi, penurunan
keaneragaman hayati, dan pencemaran limbah B3.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 30


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

REFERENSI

1. ESDM Jateng. Isu-isu strategis berdasarkan tugas dan fungso. (online)


(http://esdm.jatengprov.go.id/download/Bab-III-ISU-ISU-STRATEGIS.pdf)
2. Adinul Yakin, Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Jakarta: Akademika
Presindo, 2004.
3. The World Bank. Laporan Analisa Lingkungan Indonesia, Berinvestasi untuk
Indonesia yang Lebih Berkelanjutan. Jakarta: The World Bank Group, 2009.
4. Himpunan Pemerhati Lingkungan Hidup Indonesia. Isu Lingkungan. (online)
(http://www.hpli.org/isu.php)

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 31


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

BAB IV
KEBIJAKAN KESEHATAN LINGKUNGAN
(ENVIRONMENTAL HEALTH POLICY)

A. PENDAHULUAN
Materi ini merupakan mata kuliah lanjut yang menekankan pada
pemahaman mengenai kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan
permasalahan kesehatan lingkungan. Kebijakan tersebut meliputi peraturan
perundang-undangan tentang kesehatan lingkungan, tugas dan fungsi
pemerintah pusat dan daerah terhadap permasalahan kesehatan lingkungan,
serta program-program penanggulangan permasalahan kesehatan lingkungan.
Tujuan Instruksional:
a. Tujuan Instruksional umum
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan tentang kebijakan kesehatan lingkungan.
b. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan:
1) Tantangan dan peluang
2) Pendekatan pemecahan masalah pelayanan kesehatan lingkungan
3) Prospek pendidikan tenaga kesehatan lingkungan pada masa depan
4) Kebijakan kesehatan lingkungan
5) Program dan kebijakan sektoral
6) Kerangka kerja lembaga untuk pengelolaan lingkungan
7) Peraturan terbaru untuk memperkuat pengelolaan lingkungan daerah
8) Kemajuan pengelolaan lingkungan di tingkat daerah

B. MATERI PEMBELAJARAN
1. TANTANGAN DAN PELUANG
a. Tantangan Situasional
1) Tantangan Global
Adanya perobahan pada suatu belahan dunia akan memberi
pengaruh pada belahan dunia lainnya. Demikian pula halnya
pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan yang titik akhirnya akan
dipengaruhi oleh perkembangan di dunia perdagangan. Perdagangan
global seperti kerjasama eknomi Asia Pasifik (APEC), AFTA, WTO,
wilayah regional (ASEAN), wilayah bilateral (MALINDO), semuanya
bermuara kearah pasar bebas. Hal ini menuntut adanya regulasi dan
deregulasi dalam upaya memberi keamanan kepada para investor,
konsumen, upah buruh dan perlindungan lingkungan (ISO 9000, ISO
14000 dll)

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 32


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

2) Nasional (program pembangunan)


Kebijakan nasional tertuang di dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah dan Jangka Panjang. Tantangan ini tertuang dalam
program-program pembangunan tahunan. Program-Program
Pembangunan Kesehatan Lingkungan dan Program Kesehatan
Lingkungan terkait meliputi sbb.;
a) Program Kesehatan Lingkungan meliputi sebagai berikut;
Program Lingkungan Sehat
Kegiatan Pokok meliputi sebagai berikut:
1. Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar
2. Pemeliharaan dan pengawasan kalitas lingkungan
3. Pengendalian dampak risiko pencemaran lingkungan; dan
4. Pengembangan wilayah sehat

b) Program Kesehatan Lingkungan terkait meliputi sbb.;


1. Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Kegiatan Pokok terkait dengan Kesehatan Lingkungan meliputi
sbb.:
a. Pemngembangan Media promosi kesehatan dan teknologi
komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
b. Pengembangan upaya kesehatan bersumber masyarakat
seperti Posyandu , UKS dan generasi muda
c. Peningkatan pendidikan kesehatan kepada masyarakat (dalam
hal KL)

2. Program-Program Upaya Kesehatan Masyarakat


Kegiatan Pokok terkait dengan KL meliputi sbb.;
a. Pelayanan kesehatan penduduk miskin di Puskesmas dan
jaringannya
b. Pengadaan, peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana
Puskesmas dan jaringannya
c. Pengadaan peralatan dan perbekalan kesehatan termasuk
obat generic essensial
d. Peningkatan pelayanan kesehatan termasuk kesehatan
lingkungan
e. Penyediaan biaya operasional dan pemelihraan

3. Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit


Kegiatan pokok terkait dengan KL meliputi sbb.:
a. Pencegahan dan penanggulangan factor risiko
b. Penemuan dan tatalaksana penderita
c. Peningkatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan
wabah
d. Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
pencegahan dan pemberantasan penyakit

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 33


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

4. Sumber Daya Kesehatan


Kegiatan pokok meliputi sbb.:
a. Perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan (KL)
b. Peningkatan ketterampilan dan profesionalisme tenaga
kesehatan mellaui pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan
c. Pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan di Puskesmas dan
jaringannya serta rumah sakit
d. Pembinaan tenaga kesehatan
e. Penyusunan standar kompetensi dan regulasi profesi
kesehatan (KL)

5. Program Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan


Kegiatan pokok meliputi sbb.:
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan
b. Pengembangan system perencanaan dan penganggaran,
pelaksanaan dan pengen-dalian, pengawasan dan
penyempurnaan administrasi keuangan, serta hukum Kes.
c. Pengembangan system informasi Kes.
d. Pengembangan system kesehatan daerah, dan
e. Peningkatan jaminan pembiayaan kesehat-an masyarakat
secara kapitasi dan pra upaya terutama bagi penduduk miskin
yang berkelanjutan

6. Program Penelitian dan Pengembangan Kesehatan


Kegiatan Pokok meliputi sbb.:
a. Penelitian dan pengembangan
b. Pengembangan tenaga peneliti, sarana dan prasarana
penelitian dan
c. Penyebarluasan dan Pemeliharaan hasil penelitian dan
pengembangan kesehatan

3) Otonomi Daerah
Amanat UU Dasar th.1945 Pasal 18, diikuti dengan UU No.1
Th.1945, UU No.22 th. 1948, UU. No.1 th. 1957, Pempres No.6 th. 1969,
Penpres No.5 th. 1960, UU. No.18 th. 1965 dan 1974 (UU.No.5) tentang
Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. UU. No. 22 th. 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU No.25 th. 1999 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Pasal 11 (2) UU No.22 th.1999, dinyatakan bahwa Bidang
pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan
Daerah Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan
kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan,
penanaman modal, lingkungan hidup, perumahan, koperasi, dan tenaga
kerja.
Pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh perkembangan
lingkungan strategis, baik nasional maupun internasional, dan
gerakannya sangat cepat dan sifatnya dinamis. Perkembangan ini

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 34


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

membuka peluang secara terbuka kepada pelaksanaan Otonomi Daerah


yang menetapkan bahwa reformasi merupakan momentum yang tepat
bagi realisasi Otonomi Daerah, sehingga potensi sumber daya daerah
akan terangkat di dalam era globalisasi. Namun kendala utamanya
adalah krisis politik yang belum selesai sampai saat ini.
Titik berat Otonomi Daerah adalah Daerah Tingkat II yaitu Kab.
dan Kota, sedang Propnsi merupakan wilayah administratif. Dampak
adalah makin besarnya urusan yang diserahkan kepada Daerah
diperlukan tenaga profesional baik di propinsi, maupun daerah otonom.

4) Konsumen
Batasan konsumen bukan saja pada masyarakat umum, tetapi
juga masyarakat khusus seperti industri jasa (transportasi, tempat-
tempat umum), industri produksi dan manufaktur, instansi pemerintah,
dan lainnya. Untuk itu diperlukan teknologi produktif, yang berorientasi
pada lingkungan dan kesehatan masyarakat, maka dikembangkan
Bapedal, Meneg PPLH, Komosi-komisi AMDAL dan berbagai upaya
swasta yang memberi perhatian pada masalah dampak terhadap
lingkungan.

5) Tuntutan Standar Operasional Institusi Pendidikan (Standar Pendidikan


Nasional)
Suka tidak suka, mau tidak mau, maka setiap unit pndidikan
harus menjalankan Standar Pendidikan Nasional (SPN) meliputi
otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu dan evaluasi yang transparan.
Terkait dengan jaminan mutu maka unit pelaksana pendidikan harus
selalu melakukan perobahan mengikuti kebutuhan para stakeholder
(mahasiswa, orang tua, pemerintah dan para dosen) maka pengelola
unit pendidikan harus menlaksanakannya, Peningkatan mutu harus
selalu disesuaikan dan berkelanjutan (”continous improvement”) dan
sesuai dengan SPN.

6) Tuntutan Pertumbuhan dan Perkembangan Kelembagaan


Pendidikan/Ketenagaan Kesehatan Lingkungan
a) Pengembangan Keilmuan
Bila dibandingkan dengan ilmu dan teknologi kesehatan
masyarakat, kesehatan lingkungan memang lebih khusus. Namun
bila ditinjau dari aspek-aspek dan komponen-komponennya,
kesehatan lingkungan ini sendiri masih bersifat umum dan sudah
saatnya untuk dikembangkan lebih tajam kearah konsentrasi-
konsentrasi yang lebih tajam. Demikian halnya perbedaan antara
pendidikan akdemik dan pendidikan keahlian. Semakin tinggi
pendidikan akademik, semakin luas wawasan ilmiahnya. Sedang
pendidikan keahlian semakin tinggi semakin khusus bidang
keahliannya.
Departemen Kesehatan juga mengembangkan dua hal
meliputi; 1) ketenagaan (APK menjadi AKL, bergabung dalam

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 35


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

Politenik Kesehatan menjadi Jurusan Kesehatan Lingkungan Diploma


III, selanjutnya dikembangan Program Diploma IV sejak th. 2008) dan
2) pengembangan program (dikembangan Analisis Dampak
Kesehatan Lingkungan sejak tahun 1993). Tuntutan Standar
Operasional Pelayanan, di mana selama ini upaya kesehatan
lingkungan dilaksanakan oleh tenaga lulusan D1, D3, S1 dan S2,
mereka terdistribusi pada tugas-tugas perencanaan (S1 dan S2) dan
tugas-tugas operasional (D1 dan D3).
Bila dicermati perkembangan tuntutan di atas maka
kualifikasi jajaran operasional perlu ditingkatkan. Tuntutan kualitas
dan kuantitas semakin hari semakin meningkat. Kualifikasi yang
dituntut bukan saja kemampuan, tetapi juga jenjangnya. Upaya
peningkatan kemampuan dan jenjang mutlak diperlukan dalam
rangka menghadapi era persaingan bebas yang sudah sangat dekat.
Upaya kesehatan lingkungan bukan hanya tanggung jawab
Departemen Kesehatan RI, tetapi juga departemen lainnya seperti
Departemen Perindustrian, Pariwisata, Pertanian dan sektor lainnya.

b) Pertumbuhan dan perkembangan kelembagaan


Mengantisipasi pelaksanaan pasar bebas Asean, APEC, maka
pengembangan kelembagaan seperti Poltekkes Makassar Jurusan
Kesehatan Lingkungan, dengan peningkatan spesialisasi dan jenjang
ke Diploma-Empat dan bila memungkinkan dengan ketersediaan
sumber daya diusulkan ke Spesialisasi Satu dengan konsentrasi-
konsentrasi yang lebih tajam.

b. Peluang
1) Visi, misi, sasaran dan arah kebijakan Departemen Kesehatan
Visi; Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan (2010-2014). Misi
Depkes RI (2010-2014)
a) Meningkatkan derjat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan
masyarakat termasuk swasta dan masyarakat madani
b) Melindungi ksehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya
upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan
c) Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan dan
d) Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik

Salah satu strategi Depkes (2010-2014) adalah: Meningkatkan


pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang merata dan
bermutu. Sasaran utamanya adalah menurunkan angka kematian bayi
dari 35 menjadi 26 per 1000 kelahiran hidup serta arah kebijakan
ditujukan pada peningkat kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan dan
sosialisasi kesehatan lingkungan dan pola hidup sehat di samping
persyaratan dan peningkatan kualitas fasilitas kesehatan dasar.
Amanat UU No.36 tah. 2009 tentang Kesehatan. Pertimbangannya:
a) Kesehatan adalah hak asasi manusia
b) Prinsip non diskriminatif, partisipatif dan berkelanjutan

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 36


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

c) Gangguan kesehatan menimbulkan gangguan ekonomi


d) Setiap upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan
kesehatan Lingkungan

Hal-hal yang perlu dicermati sbb.:


a) Pasal 1 (Sumber Daya Kesehatan, tenaga kesehatan)
b) Pasal 16 (tanggung jawab pemerintah)
c) Pasal 21 (perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan
pengawasan mutu tenaga kesehatan dan Pengaturan dengan UU
Tenaga Kesehatan)
d) Pasal 22 (Kualifikasi miminum)
e) Pasal 23 (Izin bagi tenaga kesehatan)
f) Pasal 24 (kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan
kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedure operasional)
g) Pasal 162 dan Pasal 163 (kesehatan lingkungan)

2) Essensi Pelayanan Kesehatan Lingkungan sebagai Upaya Preventif dan


Promotif
Konsep awal penyebab penyakit adalah lingkungan, dapat kita
lihat konsep ”niasma theory” yang dikenal dengan ”ma area” atau
udara buruk. Hasil penyelidikan John Snow di Inggris menyimpulkan
bahwa lingkunganlah sebagai mata rantai terjadinya penularan
penyakit. Sehingga muncul semboyan ”Prevention is better than care”
yang ditopang dengan pemahaman mekanisme peranan lingkungan
dalam konteks penularan penyakit.
Selanjutnya memunculkan batasan sbb.: ”sanitation is the
prevention of disease by eliminating or controlling the environmental
factors which form links in the chain of transmission” (WHO) (Sanitasi
adalah tindakan pencegahan penyakit dengan memutus atau
mengendalikan faktor lingkungan yang menjadi mata rantai penularan
penyakit.
Perkembangan selanjutnya adalah dengan perkembangan
IPTEK mendorong kerusakan lingkungan secara kuantitatif meningkat
secara kualitatif secara kompleks. Terkait dengan masalah ini para ahli
menyampaikan konsep baru tentang penyakit yaitu konsep kesehatan
lingkungan.

3) Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Lingkungan


Berkembangnya Desa Siaga yang memberi peluang di samping
tenaga Bidan (menangani masalah kesehatan yang ringan), Gizi
(melakukan deteksi dini terhadap maslah yang dihadapi masyarakat)
dan tenaga Kesehatan Lingkungan (Sanitasi) yang diharapkan
menangani segala faktor lingukungan yang memberi pengaruh pada
masalah kesehatan dalam wilayah kerjanya.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 37


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

4) Rendahnya kondisi kesehatan lingkungan


Perilaku masyarakat yang kurang mendukung pada hidup bersih
dan sehat. Rendahnya kondisi kesehatan lingkungan: Info thn 2002
persentase masyarakat yang akses terhadap air bersih sekitar 50%
rumah tangga dan sanitasi dasar sekitar 63,5%. Kesehatan lingkungan
yang merupakan kgiatan lintas program dan lintas sektor belum
dikelola dalam suatu sistem kesehatan kewilayahan
Sampai saat ini penyakit yang berbasis lingkungan masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat, seperti penyakit Demam
Berdarah Dengue sekitar 0,019/1.000 penduduk, angka kematian pada
kejadian luar biasa (KLB) 3/1.000 penduduk. Penyakit TB Paru,
diperkirkan oleh WHO (th.1999) setiap tahun di Indonesia terjadi
583.000 kasus baru, kematian sekitar 140.000 orang, artinya setiap
100.000 penduduk terdapat 130 penderita TB Paru BTA positip.
Proporsi penderita Pneumonia Balita yang berobat ke
Puskesmas sekitar 3/10.000 Balita (th.2002). Diare sesuai hasil survei
Sub Direktorat Diare dan Penyakit Pencernaan ditemukan insiden Diare
374/1.000 penduduk (th.2003), Malaria dengan Annual Malaria
Incidence (AMI) sekitar 22,27/1.000 pddk, yaitu kesakitan Malaria tanpa
konfirmasi laboratorium dan Annual Parasite Incidence (API) yaitu
angka kesakitan malaria dengan konfirmasi laboratorium sekitar
0,47/1.000 pddk (tahun 2002).
Masalah ini diketahui, terbanyak terdapat di wilayah kerja
Puskesmas dan penyakit terbanyak adalah yang terkait dengan
kesehatan lingkungan. Demikian pula upaya pengobatan penyakit dan
upaya peningkatan dan perbaikan kualitas lingkungan dikerjakan
tersendiri, tidak terintegrasi dengan upaya terkait lainnya.
Petugas medis dan atau paramedis melaksanakan upaya
penyembuhan dan pengobatan tanpa memperdulikan kondisi
lingkungan perumahan/permukiman si pasien. Di sisi lain petugas
kesehatan lingkungan melakukan upaya kesehatan lingkungan tanpa
memperhatikan permasalahan penyakit dan atau kesehatan masyarakat
di lokasi/kawasan tersebut.
Integrasi upaya kesehatan lingkungan dan upaya
pemberantasan penyakit berbasis lingkungan semakin relevan dengan
diterapkannya Paradigma Sehat untuk upaya-upaya kesehatan dimasa
mendatang (Hasil Rapat Kerja Menteri Kesehatan RI dengan Komisi VI
DPR-RI, tanggal 15 September 1998). Dengan paradigma ini maka
pembangunan kesehatan lebih terfokus pada upaya promotif dan
preventif dibanding upaya kuratif dan rehabilitatif.

5) Pelayanan Kesehatan Lingkungan/Sanitasi Lingkungan yang Mandiri


(Klinik Sanitasi)
Melalui Klinik Sanitasi diharapkan upaya pelayanan kesehatan
promotif, preventif dan kuratif dilaksanakan secara terintegrasi melalui
pelayanan kesehatan pemberantasan penyakit berbasis lingkungan di

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 38


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

luar maupun di dalam gedung Puskesmas. Puskesmas memiliki misi


untuk menyelenggarakan upaya kesehatan esensial yang bermutu,
merata, dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat, untuk
meningkatkan status kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. Untuk
itu dilakukan dengan cara membina peran serta, upaya kesehatan
inovatif, dan pemanfaatan teknologi tepat guna.
Bertitik tolak dari hal-hal di atas, maka lahir konsep Klinik
Sanitasi sebagai suatu upaya terobosan yang memadukan ketiga jenis
upaya pelayanan kesehatan dalam rangka peningkatan derajat
kesehatan masyarakat secara terpadu, terarah dan berkesinambungan.
Konsep ini pertamakali diperkenalkan dan dikembangkan oleh
Puskesmas Wanasaba Kabupaten/Kota Lombok Timur Propinsi Nusa
Tenggara Barat sejak Nopember 1995 dan selanjutnya kegiatan ini
diikuti oleh beberapa Puskesmas yang ada di Propinsi Jawa Timur,
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan dan Kalimantan
Selatan. Saat ini (th. 2003) Klinik Sanitasi sudah dikembangkan lebih dari
1.000 Puskesmas di seluruh Propinsi di Indonesia. Dengan makin
berkembangnya kegiatan Klinik Sanitasi maka kepada mahasiswa
khususnya yang bergerak dibidang kesehatan lingkungan dan atau
sanitasi, perlu disosialisasikan agar pengembangannya jauh lebih baik
dan lebih berkembang kearah yang positif dan menguntungkan semua
pihak.

2. PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH PELAYANAN KESEHATAN


LINGKUNGAN
a. Pendekatan Sistem
Sistem merupakan suatu tatanan dari hal-hal yang saling berkaitan
dan berhubungan sehingga membentuk satu kesatuan dan keseluruhan.
Sistem Kesehatan Nasional adalah suatu tatanan yang mencerminkan
upaya Bangsa Indonesia untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal
sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti dimaksud dalam
Pembukaan UUD 1945.
Sistem merupakan kumpulan unsur-unsur yang saling berinterkasi,
berhubungan dan bergantungan untuk menuju tujuan bersama. Sistem
adalah suatu tatanan yang terdiri dari bahagian-bahagian, unsur-unsur atau
proses-proses yang kait mengkait saling bergantungan dan saling
berhubungan yang secara bersama melakukan beberapa fungsi untuk
menyelesaikan suatu atau kumpulan tujuan Sistem merupakan suatu
tatanan di mana terjadi suatu kesatuan usaha dari berbagai unsur yang
saling berkaitan secara teratur menuju pencapaian tujuan dalam suatu
batas lingkungan tertentu.
Analisis sistem sebagai salah satu metode ilmiah dengan ciri
sebagaimana di bawah ini.
1) logis, artinya masuk akal yaitu sesuai hukum ilmiah.
2) obyektif, artinya sesuai dengan fakta, untuk itu perlu mencari data.
3) sistematis, artinya memiliki keteraturan internal tidak semrawut

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 39


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

4) andal, artinya dapat diuji dan diuji kembali secara terbuka


5) dirancang dan
6) direncanakan serta
7) kumulatif, artinya sebagai acuan penting bagi kegiatan ilmiah
selanjutnya dalam upaya pengembangan ilmu.

Dengan demikian maka dalam upaya pemecahan masalah


kesehatan lingkungan perlu dilakukan melalui pendekatan sistem, dengan
harapan semua mitra kerja terkait bekerja sama untuk menyusun rencana
secara terpadu dalam penanganan upaya kesehatan lingkungan

b. Pendekatan Paradigma Kesehatan dan Paradigma Kesehatan Lingkungan


Paradigma Sehat “Shifting the Mindset”, sebagai upaya merubah
alur pikir masyarakat tentang sehat. Business Sakit ke Business Sehat
(“Core-Business”) Prevent the Problems rather then Treating the Problems.
Visi Indonesia Sehat 2010, bertujuan Memperbaiki ”Human
Development Index” Indonesia. Misi dan Strategi Indonesia Sehat 2010
“Shifting the Minset”

ke Sehat
Dari Sakit

ke Paradigma Sehat
Dari Paradigma Sakit

ke Bisnis Sehat
Dari Bisnis Sakit

Misi dan Strategi Indonesia Sehat 2010 sesungguhnya:


1) Pembangunan Berwawasan Kesehatan (Paradigma Sehat)
2) Profesionalisme
3) JPKM
4) Desentralisasi

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 40


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

Gambar 10. Skema Interaksi antara Kesehatan, In-come


dan Pendidikan

Melahirkan suatu ciri tentang Masyarakat Indonesia sebagaimana berikut ini.


1) Sakit-sakitan (Kesehatan)
2) Bodoh (Pendidikan)
3) Miskin (In-come)

3. PROSPEK PENDIDIKAN TENAGA KESEHATAN LINGKUNGAN PADA MASA


DEPAN
a. Prospek pada Pelayanan Kesehatan Lingkungan Pemerintah
Upaya pelayanan kesehatan lingkungan pada awalnya hanya
dikaitkan dengan upaya yang terkait dengan sumur, jamban, sampah, air
minum, dan makanan minuman. Upaya kesehatan lingkungan masih sering
dikaitkan dengan kebersihan lingkungan rumah tangga atau wilayah
kampung setempat, sehingga kehilangan interaksi dengan faktor ekologis
yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan yang jauh
lebih luas.
Misalnya suhu di dalam rumah yang panas tidak dapat diselesaikan
hanya dengan memperbaiki ventilasi di dalam rumah, namun upaya
kesehatan lingkungan perlu diliat secara luas, yakni dengan melibatkan
berbagai satuan-satuan ekosistem yang utuh, seperti ekosistem kota,
ekosistem desa, daerah aliran sungai, pantai, pulau atau yang lebih besar
lagi.
Disadari bahwa kesehatan lingkungan merupakan faktor penting
dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, bahkan merupakan salah satu
unsur penentu atau determinan dalam kesejahteraan penduduk. Di mana
lingkungan yang sehat sangat dibutuhkan bukan hanya untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, tetapi juga untuk
kenyamanan hidup dan meningkatkan efisiensi kerja dan belajar. Hasil

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 41


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

penelitian menunjukkan bahwa tingginya angka kematian bayi pada suatu


daerah disebabkan karena faktor perilaku (perilaku perawatan pada saat
hamil dan perawatan bayi, serta perilaku kesehatan lingkungan ) dan
faktor kesehatan lingkungan.
Pada masa yang datang pemerintah lebih fokus pada pelaksanaan
pembangunan yang berkelanjutan dan pengembangan wilayah yang
berkesadaran lingkungan, sementara pihak pengguna infrastruktur dalam
hal ini masyarakat secara keseluruhan harus disiapkan dengan kesadaran
lingkungan yang lebih baik (tahu sesuatu atau tahu bersikap yang
semestinya). Masa datang kita dihadapkan dengan penggunaan IPTEK
yang lebih maju dan lebih kompleks yang memerlukan profesionalisme
yang lebih baik dengan jenjang pendidikan yang memadai.
Di samping itu dalam proses pembangunan masa datang,
diperlukan adanya teknologi kesehatan lingkungan yang menitik beratkan
upayanya pada metodologi mengukur dampak kesehatan dari pencemaran
yang ditimbulkan oleh adanya pembangunan, Indikator ini harus mudah,
murah untuk diukur juga sensitif menunjukkan adanya perubahan kualitas
lingkungan.
Demikian pula dalam melakukan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL), maka diperlukan adanya keterlibatan Analisis
Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL), untuk mengamati berbagi faktor
risiko (”risk factor”) yang ada di lingkungan, mengingat selama ini aspek
kesehatan jarang disentuh oleh AMDAL Hal ini menuntut tersedianya
tenaga yang dapat menangani hal ini. Di samping itu kita juga dituntut
untuk membuat model dinamika kualitas kesehatan masyarakat atau
penduduk yang dikaitkan dengan ”Risk factor” di lingkungan tempat
tinggal penduduk, yang merupakan teknologi yang dapat menunjang
pelaksanaan pembangunan berwawasan lingkungan

b. Prospek pada Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Swasta


Perkembangan berbagai kawasan seperti kawasan industri,
kawasan perumahan, kawasan transportasi, kawasan wisata atau tempat-
tempat umum, maka menuntut pula perkembangan wilayah disertai
dengan tuntutan pengadaan infrastruktur, disertai dengan upaya rekayasa
penanggulangan kerusakan lingkungan yang terjadi setelah fase
konstruksi. Hal ini menunjukkan belum berjalannya perencanaan
pembangunan berwawasan lingkungan. Mencermati hal ini, maka prospek
keberadaan tenaga kesehatan lingkungan yang berkualitas dengan jenjang
yang lebih baik akan dapat menyelesaikan permasalahan seperti yang
terjadi saat ini.

4. KEBIJAKAN KESEHATAN LINGKUNGAN


Undang-undang Indonesia yang terkait dengan pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan bersifat terperinci dan luas. Namun tidak memiliki
visi yang sama atau keterpaduan, dan sering tumpang-tindih dan
bertentangan dengan kerangka kerja undang-undangnya. Masalah ini

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 42


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

diperparah dengan penafsiran individual yang sering lancung serta penerapan


lanjutan oleh kewenangan desentralisasi, yakni provinsi dan kabupaten.
Keduanya sering mengeluarkan peraturan yang kadang secara langsung
bertentangan dengan undang-undang atau peraturan yang berlaku secara
nasional. Undang-undang pokok termasuk:
a. Undang-Undang Dasar 1945 - pada 2002 UUD 1945 diamandemen untuk
menekankan pembangunan yang seimbang melalui lingkungan
berkelanjutan.
b. Undang-Undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (No. 23/1997) –
memberi kewenangan kepada Menteri Lingkungan Hidup untuk
mengeluarkan standar nasional dan persyaratan minimum lain dalam
berbagai bidang, yang secara hukum terdapat dalam yurisdiksi
kementerian lain, tetapi mempengaruhi lingkungan.
c. Undang-Undang Kehutanan (No 41/1999) - kerangka kerja hukum
Indonesia untuk pengelolaan hutan didasarkan pada tiga tujuan besar,
yaitu mempromosikan pertumbuhan ekonomi, menyediakan manfaat yang
merata bagi masyarakat (mata pencarian dan pengurangan kemiskinan),
dan melestarikan manfaat/jasa lingkungan.
d. Undang-Undang tentang Sumber Daya Laut & Pesisir 2007 – undang-
undang ini menciptakan hak untuk secara formal mengomersialkan
kawasan pesisir.
e. Undang-Undang tentang Energi (No 30/2007) – membentuk dewan untuk
mengawasi kebijakan energi dan berkontribusi untuk mencapai tujuan
pembangunan. Namun tidak menyelesaikan masalah kerangka kerja
kebijakan dan undang-undang yang tidak terkoordinasi dalam sektor
energi.
f. Undang-Undang tentang Pertambangan 2009 – menetapkan peraturan
yang jelas tentang perizinan tambang, tanggung jawab keuangan atas
operator tambang, juga mewajibkan investor tambang untuk
berkomitmen melaksanakan pemrosesan mineral di bagian hilir.
g. Undang-Undang tentang Perikanan (No. 31/2004) menyediakan kerangka
kerja yang luas untuk mengatur industri perikanan, dengan pemberian izin
yang komprehensif dengan peraturan harmonis dan pemberian izin yang
komprehensif. Akan tetapi, aturan ini tak menyelesaikan konflik mengenai
pengelolaan antara kewenangan pusat dan daerah.
h. Undang-Undang tentang Pengelolaan Sumber Daya Air - berfokus pada
pengelolaan sumber daya terdesentralisasi, pengendalian pencemaran,
eksploitasi, pelestarian, dan kendali bencana.
i. Undang-Undang tentang Limbah B3 1997 – pengendalian daur bahan
beracun dan pelarangan perpindahan lintas-batas limbah bahan berbahaya
dan beracun.
j. Kesepakatan Internasional – Indonesia telah meratifikasi Convention on
Biological Biodiversity; Convention on International Trade in Endangered
Species; International Tropical Timber Agreement; Ramsar Convention on
Wetlands; Climate Change Convention and the Kyoto Protocol; Vienna
Convention for the Protection of the Ozone Layer; Convention to Combat
Desertifi cation; Basel Convention; Nuclear Test Ban Treaty; Convention on

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 43


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

the Law of the Sea; dan International Convention for the Prevention of
Pollution from Ships.

5. PROGRAM DAN KEBIJAKAN SEKTORAL


Banyak sektor terlibat dalam pengelolaan lingkungan. Program dan
kebijakan sektoral yang penting adalah:
a. Kehutanan – Strategi Departemen Kehutanan saat ini memiliki lima
prioritas, termasuk memerangi pembalakan liar, mengendalikan kebakaran
hutan, rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan, dan restrukturisasi
maupun desentralisasi sektor kehutanan. Namun, tindakan efektif atas
prioritas ini terbatas, karena kurangnya koordinasi dan kerja sama lintas-
departemen yang bertanggung jawab maupun antara berbagai tingkat
lembaga pemerintah. Bahkan pernah terjadi pemerintah daerah menolak
keputusan dan kebijakan lingkungan pemerintah pusat jika dianggap tidak
baik atau tidak bijak.
b. Keanekaragaman hayati - Lebih dari 11 persen wilayah daratan RI (sekitar
21.5 juta hektar) dicanangkan sebagai wilayah yang dilindungi, baik dalam
bentuk suaka alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman rekreasi
alam, taman hutan raya, dan taman buru yang dikelola oleh Departemen
Kehutanan. Selain itu, Indonesia memiliki tambahan 6.3 juta hektar taman
laut. Upaya pengelolaan keanekaragaman hayati lainnya juga dilakukan di
kebun raya, kebun binatang, taman safari, pusat penangkaran dan budi
daya, serta arboretum. Departemen Kehutanan juga telah mendirikan
“bank genetika” untuk tanaman pangan, sementara Departemen
Pertanian memiliki koleksi sel dan plasma untuk ternak dan tanaman
pertanian. Kementerian Lingkungan Hidup telah merumuskan Strategi dan
Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia (Indonesia Biodiversity
Strategy and Action Plan, IBSAP) untuk memandu penerapan program
keanekaragaman hayati hingga 2020. IBSAP mengandung lima sasaran,
empat di antaranya berupa mengembangkan kesadaran masyarakat,
mengembangkan sikap berorientasi-konservasi, dan melibatkan warga
negara dalam masalah tata kelola. Akan tetapi, IBSAP bukan dokumen
yang mengikat secara hukum, dan karenanya Kementerian Lingkungan
Hidup tak bisa menegakkan Rencana Aksinya.
c. Pertanian - Prioritas dalam kebijakan pertanian dan rencana pembangunan
pertanian adalah meningkatkan produksi beberapa tanaman, terutama
padi, dengan harapan meraih kembali swasembada. Akan tetapi, upaya ini
terhambat oleh luas tanah pertanian yang sangat kecil dan alih fungsi
lahan, terutama persawahan menjadi lahan non-pertanian. Varietas padi
baru, dan pemakaian bahan agrokimia, telah dimulai, tetapi dengan hasil
beragam. Selain itu, penggunaan agrokimia tetap tak terkendali, dan masih
ada penggunaan bahan kimia legal maupun ilegal yang berlebihan di
tingkat lokal. Hal ini menimbulkan masalah pada kesuburan tanah dan
pencemaran.
d. Perikanan - Program pembangunan Departemen Kelautan dan Perikanan
(DKP) saat ini mengidentifikasi bidang yang memerlukan tindakan segera

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 44


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

agar dapat mengelola sumber daya secara berkelanjutan, dengan


rekomendasi ke arah pengelolaan perikanan Indonesia, di antaranya:
strategi pengelolaan penangkapan ikan; strategi pengelolaan budi daya
ikan; riset dan pengawasan sumber daya perikanan yang lebih baik; serta
pengelolaan, administrasi dan kendali internal yang lebih baik. DKP
menyadari perlunya perencanaan yang lebih baik dan integrasi dengan
departemen dan organisasi lain. Oleh sebab itu, departemen ini membuat
banyak kesepakatan kerja sama dengan Departemen Pekerjaan Umum,
Komunikasi & Informasi, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, di samping
Angkatan Laut, dan Kepolisian.
e. Transportasi dan Energi - Kebijakan transportasi dan energi saat ini
termasuk tingkat subsidi bahan bakar yang tinggi dan cukup besar
menyedot anggaran nasional. Penghapusan subsidi ini merupakan topik
perdebatan yang sengit. Kebijakan energi nasional Indonesia (2003-2020)
menggariskan: penghematan cadangan minyak mentah dan gas alam
untuk memaksimalkan masa pakainya; penggunaan CNG dan LPG di sektor
transportasi; promosi batu bara untuk usaha industri kecil dan menengah;
perluasan eksplorasi sumber daya batu bara; pengembangan penggunaan
batu bara di rumah tangga; eksplorasi gasifikasi batu bara, penggunaan
sumber energi metana batu bara, perluasan skema hidrolistrik skala kecil,
pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya; peningkatan sumber energi
panas bumi dalam pembangkit listrik skala kecil, juga hidrolistrik; dan
penggunaan energi nuklir dalam cara yang ekonomis, ramah lingkungan,
terandalkan, dan aman.
f. Pendidikan - Meskipun sekolah di Indonesia bebas mengalokasikan waktu
untuk karyawisata, mata pelajaran dan materi pendidikan khusus yang
terkait dengan lingkungan, kurikulum nasional untuk tingkat SD dan SMP
tidak secara spesifik menyertakan kajian lingkungan. Pasalnya hal itu
dianggap sudah tercakup dalam mata pelajaran lain seperti biologi, fisika,
dan lainnya. Saat ini beberapa LSM Indonesia mengimbau dibentuknya
kurikulum nasional yang lebih baik dan menekankan serta mendalami
kajian lingkungan. Universitas menawarkan gelar S1 dalam pertanian,
biologi, kehutanan, dan pendidikan sektor tradisional lain. Beberapa
universitas sedang mengembangkan mata kuliah S2 untuk sejumlah
keilmuan tadi, sementara program gelar S2 dalam pengelolaan lingkungan
semakin populer.

6. KERANGKA KERJA LEMBAGA UNTUK PENGELOLAAN LINGKUNGAN


Di Indonesia, pemerintah memainkan peran penting dalam proses
pengelolaan lingkungan. Pemerintah melakukan intervensi berbentuk
peraturan atau pendanaan untuk kegiatan pengelolaan mutu lingkungan,
atau penerapan metode/teknologi ramah-lingkungan. Sejak tahun 1983,
pemerintah telah mendanai program yang terkait lingkungan melalui
anggaran nasional yang menargetkan a) inventaris dan evaluasi sumber daya
alam lingkungan; b) pelestarian hutan, lahan, dan air; c) pengawasan sumber
daya alam dan lingkungan; dan d) pengembangan meteorologi dan geofisika.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 45


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

b. Peran Lembaga-lembaga Pusat


Lembaga-lembaga pemerintah pusat yang mungkin memiliki peran
paling nyata dalam masalah lingkungan, di antaranya Badan Perencanaan
dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Kementerian Lingkungan Hidup
(KLH), Departemen Kehutanan, dan dalam tingkatan tertentu,
Departemen Dalam Negeri:
1) Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
bertanggung jawab atas rencana jangka panjang dan anggarannya,
serta berusaha mengembangkan mekanisme untuk semakin
mengintegrasikan pekerjaan dan upaya badan-badan pemerintah untuk
menyelaraskan kebijakan serta praktik pengelolaan lingkungan.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009
menekankan perbaikan pengelolaan sumber daya alam dan peralihan
arah pelestarian lingkungan untuk menghasilkan pelestarian, jasa
lingkungan, dan manfaat ekonomis yang lebih besar.
2) Kementerian Lingkungan Hidup adalah departemen koordinasi. Artinya,
lembaga ini tak bertanggung jawab untuk menerapkan kebijakan.
Departemen ini menetapkan standar, membentuk kebijakan, mengatur
proses AMDAL, menjalankan program pemeringkatan lingkungan, dan
mengumpulkan data lingkungan. Namun, tidak memiliki kendali
langsung atas dinas di tingkat provinsi atau kabupaten. Oleh sebab itu,
lembaga daerah tersebut tidak wajib menerapkan kebijakan dan
standar yang disusun oleh KLH.
3) Kehutanan mengelola kawasan hutan, yang secara teknis mencakup
hampir 70 persen daratan Indonesia, meskipun sepertiga wilayah
tersebut sudah tidak lagi berhutan. Departemen ini bertanggung jawab
atas produksi hutan, konservasi, perlindungan daerah aliran sungai dan
tepi sungai, alih fungsi lahan ke penggunaan non-hutan, dan
pengembangan industri hutan maupun masyarakat berbasis hutan.
Dengan adanya kebijakan desentraliasi maka kantor wilayah
departemen ini telah dibubarkan. Sebagian besar stafnya diserap oleh
dinas kehutanan tingkat kabupaten dan provinsi.
4) Departemen Dalam Negeri memfasilitasi dan memantau kebijakan
pembangunan pemerintah daerah. Departemen ini memiliki direktorat
yang khusus memberi dukungan dan fasilitas untuk perencanaan tata
ruang dan lingkungan dalam konteks pengembangan daerah. Selain itu,
bertanggung jawab pula untuk memperbaiki efektifitas organisasi
pemerintah daerah yang bertanggung jawab atas pengelolaan
lingkungan. Masih banyak departemen lain yang memiliki dampak
langsung pada pengelolaan dan mutu lingkungan Indonesia, termasuk
Departemen Keuangan, Perdagangan, Kelautan dan Perikanan, Energi
dan Pertambangan, Pertanian, Industri, dan Transportasi.

c. Peran Pemerintah Daerah


Pemberdayaan pemerintah daerah merupakan salah satu prestasi
Indonesia paling luar biasa dalam dasawarsa terakhir. Hasilnya, Indonesia
memiliki hampir 500 pemerintah daerah yang menjadi pemain penting

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 46


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

dalam pembangunan Negara khususnya dalam pengelolaan lingkungan.


Provinsi dan kabupaten/kota kini dikepalai pejabat yang bertanggung
jawab langsung kepada para pemilihnya. Lembaga daerah yang relevan
untuk masalah lingkungan di antaranya:
1) Pemerintah provinsi – peran provinsi dalam otonomi daerah agak kecil.
Provinsi pada dasarnya mengoordinasi seluruh pemerintah
kabupaten/kota dalam pelaksanaan fungsi yang melibatkan lebih dari
satu pemerintah kabupaten/kota, seperti mengelola dampak
lingkungan. Akan tetapi, dalam praktiknya, pemerintah provinsi harus
diundang untuk melakukan itu. Provinsi juga terbatas keuangannya
akibat penurunan sumber daya pemerintah pusat, yang dialihkan ke
pemerintah kabupaten dan kota.
2) Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) –
bertanggung jawab atas perencanaan pembangunan daerah, termasuk
integrasi program pembangunan di semua badan pemerintah daerah.
Hal ini termasuk integrasi lingkungan dalam rencana tata ruang daerah,
anggaran untuk pengelolaan lingkungan, dan pemantauan kualitas
lingkungan.
3) Badan lingkungan daerah - Struktur pengelolaan lingkungan yang
dibuat oleh setiap kabupaten/kota dapat berbentuk Dinas Lingkungan
Hidup atau Kantor Lingkungan Hidup. Dinas lingkungan hidup
mengembangkan kebijakan teknis dan operasional di bidang
ingkungan, termasuk pencegahan, konservasi, dan rehabilitasi sumber
daya alam, pengendalian pencemaran, serta hukum dan peraturan
lingkungan dan pertambangan. Kantor lingkungan hidup membantu
kepala daerah mengelola analisis dampak lingkungan

7. PERATURAN TERBARU UNTUK MEMPERKUAT PENGELOLAAN LINGKUNGAN


DAERAH
Setelah penyempurnaan undang-undang otonomi daerah pada tahun
2004, terlihat jelas bahwa masih ada kesenjangan dalam kegiatan dinas
pengelolaan lingkungan di tingkat provinsi dan kabupaten. Akibatnya, pada
tahun 2007, pemerintah pusat menetapkan kebijakan tentang pendelegasian
kewenangan kepada pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota untuk
tujuan penerapan pengembangan lingkungan melalui Peraturan Pemerintah
No. 38, tentang pembagian urusan pemerintah, dan Peraturan Pemerintah
No. 41, tentang organisasi perangkat daerah. Sebagaimana dinyatakan
bersama oleh Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Lingkungan Hidup,
peraturan baru ini turut menyelaraskan pembangunan lingkungan, memberi
prinsip dasar untuk mendirikan lembaga lingkungan, memperjelas tugas dan
fungsinya, dan memberi panduan struktur internal, penempatan staf, dan
kerja sama antar wilayah. Fungsi khusus lembaga lingkungan pemerintah
daerah saat ini termasuk:
a. Mengembangkan kebijakan, merencanakan, mengendalikan, dan
memantau dampak lingkungan (termasuk pelestarian keanekaragaman
hayati); ini termasuk menerapkan rencana tata ruang hingga perbaikan

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 47


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

koordinasi dalam perencanaan, pengendalian, dan evaluasi terintegrasi


bagi pengelolaan lingkungan, khususnya dalam konteks daya dukung
lingkungan.
b. Memantau dan mengendalikan segala jenis pencemaran dan kerusakan
lingkungan (air, udara, limbah berbahaya, dan perubahan iklim).
c. Mengembangkan dan menerapkan strategi penegakan hukum, termasuk
koordinasi dengan pemerintah lain untuk menerapkan penegakan hukum.
d. Melakukan AMDAL untuk melaksanakan pengendalian dampak lingkungan
dalam konteks standar nasional.
e. Mencapai standar nasional jasa lingkungan, dengan memperkuat kapasitas
lembaga lingkungan daerah, termasuk mematuhi standar kecakapan
nasional untuk laboratorium dan personel.
f. Mengembangkan instrumen ekonomi untuk mendukung pelestarian
lingkungan; menerapkan sistem pengelolaan lingkungan (misalnya, label
ekologi, teknologi ramah-lingkungan; perangkat ekonomi);
mengembangkan dan menerapkaskema insentif/disinsentif, seperti
Adipura, Menuju Indonesia Hijau, dan PROPER.
g. Meningkatkan tata kelola lingkungan, dengan mengimbau partisipasi
masyarakat serta melibatkan LSM dan sektor swasta.Melakukan kegiatan
tambahan, termasuk menerapkan dana dekonsentrasi maupun alokasi
khusus.

8. KEMAJUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN DI TINGKAT DAERAH


a. Program Reputasi (Prestasi)
Kementerian Lingkungan Hidup telah memperlihatkan kreativitas
luar biasa dalam mencari cara untuk mendorong aktor daerah dalam
program pengelolaan lingkungan, melalui program sukarela dengan
memberi penghargaan atas kepatuhan pada sasaran dan standar nasional.
Beberapa contoh program ini di antaranya:
1) Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) adalah
prakarsa pelaporan lingkungan masyarakat tingkat nasional, dengan
tujuan mempromosikan kepatuhan perusahaan pada peraturan
pengendalian pencemaran, memfasilitasi dan menegakkan pelaksanaan
praktik yang berkontribusi bagi “teknologi bersih”, dan memastikan
sistem pengelolaan lingkungan yang lebih baik. Program ini dibangun
berdasarkan ide bahwa mekanisme keterbukaan masyarakat dan
akuntabilitas, transparansi dalam pelaksanaan, serta partisipasi
masyarakat dapat memberdayakan masyarakat daerah bagi pencapaian
praktik pengendalian pencemaran yang efektif dan berkelanjutan.
2) Program Kali Bersih (PROKASIH) adalah program sukarela untuk (1)
mengidentifikasi perusahaan dalam industri yang tingkat
pencemarannya tinggi; (2) membuat perusahaan tersebut
menandatangani surat komitmen sukarela untuk mengurangi beban
pencemaran sebesar 50 persen dalam kerangka waktu yang disepakati;
(3) memantau hasilnya; dan (4) memberi tekanan pada industri yang
tidak mematuhi komitmennya sendiri. Penerapan PROKASIH

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 48


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

dilaksanakan oleh otoritas provinsi dengan dukungan dinas pusat jika


perlu, sementara media, LSM, dan kelompok masyarakat didorong
untuk berpartisipasi. Program serupa adalah Program Super Kasih
(Surat Pernyataan Kali Bersih), yang menghargai industri dan usaha atas
upayanya mematuhi pengelolaan lingkungan, dengan
mempertimbangkan faktor teknis dan administratif.
3) Program Kota Bersih (Adipura) adalah pemeringkatan dan evaluasi
sukarela tahunan untuk kinerja lingkungan. Program ini telah menarik
partisipasi lebih dari 300 pemerintah daerah yang memperebutkan
beberapa penghargaan yang dikategorikan berdasarkan jumlah
penduduk. Penghargaan diberikan kepada pemimpin pemerintah
daerah oleh kepala negara, dalam upacara tahunan yang mendapat
liputan media secara luas

b. Menuju Kerja Sama Antar-Dinas


Sebagian besar masalah lingkungan melampaui yurisdiksi
administratif dinas pemerintah, baik tingkat nasional, provinsi, ataupun
kabupaten/kota. Namun, hanya ada sedikit struktur formal yang
memastikan kerja sama erat antara berbagai entitas yurisdiksi ini. Meski
demikian, seiring meningkatnya masalah lingkungan Indonesia baik dalam
jumlah maupun besarnya, ada peningkatan kecenderungan ke arah kerja
sama antar-dinas.
Mungkin mudah ditebak, kerja sama antar-dinas lebih sering
muncul dalam masalah lingkungan yang melintasi batas geografi, yang
biasanya mengharuskan kerja sama antar-dinas dan antar-pemerintah. Hal
ini masih belum menjadi praktik umum, dan biasanya masalah lintas-batas
masih belum ditangani melalui kerja sama yang terkoordinasi antara dinas
pemangku kepentingan yang relevan. Secara hukum, masalah lintas-batas
semestinya dirujuk ke tingkat administrasi yang lebih tinggi, misalnya
masalah antara dua kabupaten ditangani pemerintahan provinsi yang
menaungi kabupaten tersebut. Namun, dinas di tingkat provinsi tak
memiliki kewenangan untuk intervensi ke dalam sengketa antara
kabupaten dan biasanya harus menunggu sampai diundang untuk
menghadiri dialog oleh kabupaten – kabupaten tersebut

c. Program Pemberdayaan Masyarakat Hijau


Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Indonesia
memiliki komponen hijau di daerah pedesaan untuk meningkatkan
kesadaran lingkungan, membangun kapasitas daerah, dan mendanai hibah
bagi pengelolaan lingkungan.

C. PENUTUP
Permasalahan kesehatan lingkungan merupakan permasalahan yang
dampak berdampak kepada kesehatan masyarakat, sehingga diperlukan
peraturan pemerintah untuk mencegah maupun menanggulangi permasalahan
kesehatan lingkungan tersebut. Selain peraturan, diperlukan juga kejelasan

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 49


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

terhadap peranan tugas dan fungsi pemerintah pusat dan pemerintah daerah
terkait permasalahan kesehatan lingkungan.

REFERENSI

1. Ibrahim DP. Prospek Pendidikan Kesehatan Lingkungan pada Masa Depan.


2. The World Bank. Laporan Analisa Lingkungan Indonesia, Berinvestasi untuk
Indonesia yang Lebih Berkelanjutan. Jakarta: The World Bank Group, 2009.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 50


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

BAB V
PENYAKIT AKIBAT PENCEMARAN TANAH, AIR, DAN UDARA

A. PENDAHULUAN
Materi ini merupakan mata kuliah lanjut yang menekankan pada
pemahaman mengenai dampak akibat pencemaran tanah, air, dan udara yang
berupa timbulnya kejadian penyakit di masyarakat. Pencemaran merupakan
suatu ketidakseimbangan unsur yang ada di lingkungan, baik lingkungan tanah,
air, dan udara, sehingga dapat menyebabkan adanya dampak negatif baik ke
kesehatan maupun lingkungan.
Tujuan Instruksional:
a. Tujuan Instruksional umum
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan tentang penyakit akibat pencemaran tanah, air, dan udara.
b. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan:
1. Pengertian pencemaran lingkungan
2. Indikator pencemaran lingkungan
3. Penyakit akibat pencemaran lingkungan

B. MATERI PEMBELAJARAN
1. PENGERTIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
Pencemaran lingkungan hidup menurut Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi
dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia
sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan
sidat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang
oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya. Berikut
adalah jenis pencemaran berdasarkan objek lingkungan tempat tersebarnya
polutan-polutan yang dapat dibagi menjadi tiga jenis pencemaran, yaitu:
a. Pencemaran tanah
Tanah merupakan tempat hidup berbagai jenis tumbuhan dan
makhluk hidup lainnya termasuk manusia. Kualitas tanah dapat berkurang
karena proses erosi oleh air yang mengalir sehingga kesuburannya akan
berkurang. Selain itu, menurunnya kualitas tanah juga dapat disebabkan
limbah padat yang mencemari tanah.
Menurut sumbernya, limbah padat dapat berasal dari sampah rumah
tangga (domestik), industri, dan alam (tumbuhan). Adapun menurut
jenisnya, sampah dapat dibedakan menjadi sampah organic dan sampah
anorganik. Sampah organik berasal dari sisa-sisa makhluk hidup, seperti
dedaunan, bangkai binatang, dan kertas. Adapun sampah anorganik
biasanya berasal dari limbah industri, seperti plastik, logam, dan kaleng.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 51


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

Sampah dapat dihancurkan oleh jasad-jasad renik menjadi mineral,


gas, dan air, sehingga terbentuklah humus dari sampah organik. Sampah-
sampah tersebut tergolong sampah yang mudah terurai. Sedangkan
sampah anorganik seperti besi, aluminium, kaca, dan bahan sintetik seperti
plastic, sulit atau tidak dapat diuraikan. Bahan pencemar itu akan tetap
utuh hingga puluhan bahkan ratusan tahun yang akan datang. Bungkus
plastic yang kita buang ke lingkungan akan tetap ada dan mungkin akan
ditemukan oleh anak cucu kita setelah ratusan tahun kemudian. Sebaiknya
sampah yang akan dibuang dipisahkan menjadi dua wadah. Pertama
adalah sampah yang terurai dan dapat dibuang ke tempat pembuangan
sampah atau dapat dijadikan kompos. Kedua adalah sampah yang tak
terurai, dapat dimanfaatkan ulang (reuse). Misalnya, kaleng bekas kue
digunakan lagi untuk wadah makanan, botol selai bekas digunakan untuk
tempat bumbu dan botol bekas sirup digunakan untuk menyimpan air
minum. Baik pendaurulangannya maupun penggunaulangannya dapat
mencegah dan mengurangi terjadinya pencemaran lingkungan sehingga
beban lingkungan menjadi berkurang. Pencemaran tidak mungkin
dihilangkan, yang dapat kita lakukan adalah mencegah dampak negatif dan
mengendalikannya. Selain penggunaulangan dan pendaurulangan, masih
ada lagi upaya untuk mencegah pencemaran, yaitu melakukan
pengurangan bahan atau penghematan (reduce), dan melakukan
pemeliharaan (repair). Akibat yang ditimbulkan oleh pencemaran tanah
antara lain adalah, terganggunnya kehidupan organisme (terutama
mikroorganisme dalam tanah), berubahnya sifat kimia atau sifat fisika
tanah sehingga tidak baik untuk pertumbuhan tanaman serta
mempengaruhi keseimbangan ekologi.

b. Pencemaran Air
Pencemaran adalah suatu penyimpangan dari keadaan normalnya.
Jadi pencemaran air adalah suatu keadaan air tersebut telah mengalami
penyimpangan dari keadaan normalnya. Keadaan normal air masih
tergantung pada faktor penentu, yaitu kegunaan air itu sendiri dan asal
sumber air. Cottam (1969) mengemukakan bahwa pencemaran air adalah
bertambahnya suatu material atau bahan dan setiap tindakan manusia
yang mempengaruhi kondisi perairan sehingga mengurangi atau merusak
daya guna perairan.
Industri pertambangan dan energi mempunyai pengaruh besar
terhadap perubahan lingkungan karena mengubah sumber daya alam
menjadi produk baru dan menghasilkan limbah yang mencemari
lingkungan. Kumar (1977) berpendapat bahwa air dapat tercemar jika
kualitas atau komposisinya baik secara langsung atau tidak langsung
berubah oleh aktivitas manusia sehingga tidak lagi berfungsi sebagai air
minum, keperluan rumah tangga, pertanian, rekreasi atau maksud lain
seperti sebelum terkena pencemaran.
Hal-hal yang umumnya menjadi penyebab pencemaran di dalam
perairan yaitu perkembangan penduduk dan kegiatan manusia telah
meningkatkan pencemaran sungai-sungai, terutama sungai-sungai yang

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 52


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

melintasi daerah perkotaan dimana sebagian air bekas kegiatan manusia


dibuang ke system perairan yang sedikit atau tanpa pengolahan sama
sekali terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas air sungai.
Penyebab pencemaran air berdasarkan sumbernya secara umum
dapat dikategorikan sebagai sumber kontaminan langsung dan tidak
langsung. Sumber langsung meliputi effluent yang keluar dari industri, TPA
(Tempat Pembuangan Akhir Sampah), dan sebagainya. Sumber tidak
langsung yaitu kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, air tanah,
atau atmosfer berupa hujan. Tanah dan air tanah mengandung
mengandung sisa dari aktivitas pertanian seperti pupuk dan pestisida.
Kontaminan dari atmosfer juga berasal dari aktivitas manusia yaitu
pencemaran udara yang menghasilkan hujan asam. Penyebab pencemaran
air dapat juga digolongkan berdasarkan aktivitas manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu limbah yang berasal dari industri,
rumah tangga, dan pertanian.
Beberapa jenis pencemar dan sumber pencemar yang dikemukakan
oleh Davis dan Cornwell, 1991 dalam Effendi (2003), secara ringkas seperti
terlihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2. Jenis pencemar dan sumbernya

Sumber Tertentu (point Sumber Tak Tentu (nonpoint


source) source)
Jenis Pencemar Limpasan Limpasan
Limbah Limbah
Daerah Daerah
Domestik Industri
Pertanian Perkotaan
a. Limbah yang X X X X
dapat
menurunkan
kadar oksigen
b. Nutrien X X X X
c. Patogen X X X X
d. Sedimen X X X X
e. Garam-garam - X X X
f. Logam yang - X - X
toksik
g. Bahan organik - X X -
yang toksik
- X - -
h. Pencemaran
panas
Sumber: David dan Cornwell (1991) dalam Effendi (2003)

c. Pencemaran Udara
Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang
mengelilingi bumi. Komponen yang konsentrasinya paling bervariasi
adalah air dalam bentuk uap H2O dan karbondioksida (CO2). Jumlah uap air
yang terdapat di udara bervariasi tergantung dari cuaca dan suhu (Fardiaz,
1992). Komposisi normal udara terdiri atas gas nitrogen (N 2) 78,1%, oksigen

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 53


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

(O2) 20,93%, dan karbondioksida (CO) sementara selebihnya berupa gas


argon, neon, kripton, xenon dan helium. Udara juga mengandung uap air,
debu, bakteri, spora dan sisa tumbuh-tumbuhan.
Pencemaran udara ialah jika udara di atmosfer dicampuri dengan zat
atau radiasi yang berpengaruh jelek terhadap organisme hidup. Jumlah
pengotoran ini cukup banyak sehingga tidak dapat diabsorpsi atau
dihilangkan. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41
tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara bahwa pencemaran
udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi dan/atau
komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia sehingga
mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang meyebabkan
udara ambien tidak memenuhi fungsinya.
Komponen pencemar udara yang paling banyak dan paling
berpengaruh yaitu mencakup 90% dari jumlah polutan udara seluruhnya,
adalah sebagai berikut:
1) Karbon Monoksida (COx)
2) Nitrogen Oksida (NO x)
3) Hidrokarbon (HC)
4) Sulfur Dioksida (SO x)
5) Partikel

Jenis pencemaran menurut tempat dan sumbernya dapat dibedakan


menjadi dua, yaitu:
1) Pencemaran udara bebas (Oudoor air pollution) atau pencemaran udara
di luar ruangan, sumbernya:
a. Alamiah, berasal dari letusan gunung berapi, pembusukan, dan lain-
lain
b. Kegiatan manusia, seperti dari kegiatan industri, rumah tangga, asap
kendaraan, dan lain-lain.
2) Pencemaran udara tidak bebas atau udara dalam ruangan (Indoor air
pollution), berupa pencemaran udara yang terjadi dalam ruangan yang
berasal dari pemukiman, perkantoran ataupun gedung tinggi.

Menurut sumber pencemaran udara dapat dibagi ke dalam dua


kelompok besar, sumber alamiah dan akibat perbuatan manusia:
1) Sumber pencemaran yang berasal dari proses atau kegiatan alam.
Contoh: kebakaran hutan, kegiatan gunung berapi, dan lainnya.
2) Sumber pencemaran buatan manusia atau yang berasal dari kegiatan
manusia. Contoh:
a) Sisa pembakaran bahan bakar minyak oleh kendaraan bermotor
berupa gas CO, CO2, NO, karbon, hidrokarbon, aldehide, dan Pb.
b) Limbah industri: kimia, metalurgi, tambang, pupuk dan minyak bumi.
c) Sisa pembakaran dari gas alam, batubara dan minyak seperti asap,
debu dan sulfur dioksida.
d) Lain-lain, seperti pembakaran sisa pertanian, hutan, sampah dan
limbah reaktor nuklir.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 54


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

Dalam proses pencemaran ini terjadi proses sinergestik yaitu suatu


keadaan ketika polutan satu dengan yang polutan yang lain di dalam udara
bereaksi menjadi jenis polutan baru yang lebih berbahaya dari polutan
semula. Contohnya, dua jenis komponen polutan yang berasal dari sisa
pembakaran bahan bakar minyak (yaitu nitrogen dioksida dan
hidrokarbon) dengan bantuan sinar ultraviolet akan membentuk jenis
polutan baru (peroksiasetil nitrit dan ozon) yang sangat berbahaya bagi
kesehatan.
Polutan baru ini akan menimbulkan kabut di permukaan bumi dikenal
sebagai kabut fotokimia (photochemical smog) atau senyawa pembentuk
kabut pengiritasi (irritating smog forming compound). Kabut tersebut
menyebabkan mata menjadi berair dan distres pernapasan pada manusia
serta menimbulkan hill reaction dan mengganggu prises fotosintesis
tumbuh-tumbuhan. Ozon sendiri akan meningkatkan proses respirasi
daun-daunan dan mengurangi makannya sehingga tumbuhan menjadi layu
dan mati.
Berdasarkan bahan pencemar udara atau polutan dapat dibagi
menjadi dua bagian:
1) Polutan primer, adalah polutan yang dikeluarkan langsung dari sumber
tertentu, dan dapat berupa:
a. Gas
1) Senyawa karbon, yaitu hidrokarbon, hidrokarbon teroksigenasi
dan karbon oksida (CO atau CO2)
2) Senyawa sulfur, yaitu Sulfur dioksida (SO2)
3) Senyawa nitrogen, yaitu nitrogen oksida dan amoniak
4) Senyawa halogen, yaitu fluor, klorin, hidrogen klorida,
hidrokabron terklorinasi dan bromin.

b. Partikel
Partikel dalam atmosfer mempunyai karakteristik spesifik,
dapat berupa zat padat maupun suspensi aerosol cair. Bahan
partikel tersebut dapat berasal dari proses kondensasi, proses
dispersi (misalnya proses menyemprot) maupun proses erosi bahan
tertentu. Yang termasuk partikel adalah: asap (smoke) seringkali
dipakai untuk menunjukkan campuran bahan partikulat (particulat
matter), uap (fumes), gas dan kabut (mist). Adapun yang dimaksud
dengan:
a. Asap, adalah partikel karbon yang sangat halus (sering disebut
sebagai jelaga) dan merupakan hasil dari pembakaran yang tidak
sempurna
b. Debu, adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh manusia
atau alam dan merupakan hasil dari proses pemecahan suatu
bahan
c. Uap, adalah partikel padat yang merupakan hasil dari proses
sublimasi, distilasi atau reaksi kimia
d. Kabut, adalah partikel cair dari reaksi kimia dan kondensasi uap
air

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 55


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

2) Polutan Sekunder
Polutan sekunder biasanya terjadi karena reaksi dari dua atau
lebih bahan kimia di udara, misalnya reaksi foto kimia. Polutan sekunder
ini mempunyai sifat fisik dansifat kimia yang tidak stabil. Termasuk
dalam polutan ini adalah ozon, Peroxy Acyl Nitrat (PAN) dan
Formaldehid.

Bahan-bahan lain yang dapat menjadi polutan dalam udara, antara


lain adalah:
1) Karbon Monoksida (CO)
Gas CO merupakan jenis polutan gas yang tidak berwarna, tidak
berbau dan tidak mempunyai rasa yang terdapat dalam bentuk gas
pada suhu di atas -192°C. Komponen ini mempunyai berat 96,5% dari
berat air dan tidak larut di dalam air Sumber dari gas ini adalah segala
proses pembakaran yang tidak sempurna dari bahan-bahan yang
mengandung karbon atau oleh pembakaran di bawah tekanan
dantemperatur tinggi seperti yang terjadi pada pembakaran internal di
dalam mesin.
Gas CO yang berada di udara sebagian besar merupakan polutan
buatan manusia yang 80% nya diduga keluar bersama-sama dengan
asap melalui knalpot kendaraan bermotor. Kadar gas ini di daerah
perkotaan berkorelasi positif dengan kepadatan lalu lintas. Umur CO di
udara diperkirakan sekitar 0,3 tahun. Gas itu akan berubah menjadi CO 2
apabila terdapat oksigen yang tereksitasi dan bereaksi dengannya.
Oksidasi berjalan lebih 0,1 persen per jam apabila terdapat cukup
cahaya matahari. Di daerah perkotaan yang lalu lintasnya padat,
konsentrasi gas CO dapat mencapai antara 10-15 ppm.
Secara umum terbentuknya gas CO adalah sebagai berikut:
1) Pembakaran bahan bakar fosil dengan udara
2) Pada suhu tinggi terjadi reaksi antara karbon dioksida (CO 2) dengan
karbon (C) yang menghasilkan CO
3) Pada suhu tinggi, CO2 dapat terurai kembali menjadi CO dan oksigen.

Gejala-gejala keracunan CO antara lain, pusing, rasa tidak enak


pada mata, telinga berdengung, mual, muntah, detak jantung
meningkat, rasa tertekan di dada, kesukaran bernapas, kelemahan otot-
otot, tidak sadar dan bisa meninggal dunia.

Tabel 3. Dampak Pemaparan Karbon Monoksida (CO) terhadap Tubuh

Kadar CO Waktu Kontak Dampak bagi Tubuh


≤ 100 ppm Sebentar Dianggap aman
± 30 ppm 8 jam Pusing dan mual
± 1000 ppm 1 jam Pusing dan kulit berubah kemerah-
merahan
± 1300 ppm 1 jam Kulit jadi merah tua dan rasa pusing

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 56


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

yang hebat
> 1300 ppm 1 jam Lebih hebat sampai kematian
Sumber: Wardhana, 2004

Gas CO dapat menggeser oksigen yang terikat oleh hemoglobin


(Hb) sehingga terjadi ikatan berbentuk carbonmonoksida hemoglobin
(COHb). Kadar COHb dalam tubuh akan meningkat dengan
meningkatnya kadar CO dalam udara. Kadar CO 10 ppm (part per million
atau bagian per sejuta) dalam udara dapat membentuk 2 persen COHb
dalam darah pada keadaan seimbang. Karena afinitas CO terhadap Hb
mencapai 210 kali lebih kuat dibandingkan afinitas oksigen terhadap Hb,
maka terjadinya ikatan itu dapat mengakibatkan berkurangnya
kapasitas darah dalam menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh. Sebagai
akibatnya, dalam tubuh akan muncul gangguan karena kurangnya
oksigen. Gejala awalnya berupa pusing-pusing, kurang dapat
memperhatikan sekitarnya, terjadi kelainan fungsi susunan syaraf,
perubahan fungsi paru-paru dan jantung, serta muncul rasa sesak
napas. Gangguan kesehatan berupa pingsan apabila kadar CO dalam
udara mencapai 250 ppm, dan dapat menimbulkan kematian apabila
kadarnya mencapai 750 ppm.

2) Nitrogen Oksida (NO


Oksigen Nitrogen (NOx) adalah kelompok gas nitrogen yang
terdapat di atmosfir yang terdiri dari nitrogen monoksida (NO) dan
nitrogen dioksida (NO2). Nitrogen monoksida terdapat di udara dalam
jumlah lebih besar daripada nitrogen dioksida. Nitrogen dioksida di
udara membentuk awan berwarna kuning atau coklat. Nitrogen diksida
yang memiliki warna merah-ungu-kecoklatan memiliki ciri-ciri seperti
memiliki bau yang menyengat, toksis dan korosif, serta menghisap
banyak cahaya.
Pembentukan nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida
(NO2) merupakan reaksi antara nitrogen dan oksigen di udara sehingga
membentuk nitrogen monoksida (NO), yang bereaksi lebih lanjut
dengan lebih banyak oksigen membentuk nitrogen dioksida (NO 2).
Emisi NOx dipengaruhi oleh kepadatan penduduk karena sumber utama
NOx yang diproduksi manusia adalah dari pembakaran dan kebanyakan
pembakaran disebabkan oleh kendaraan bermotor, produksi energi dan
pembuangan sampah. Sebagian besar emisi NO x buatan manusia
berasal dari pembakaran arang, minyak, gas, dan bensin. Selain itu, NO 2
dapat dihasilkan dari perilaku merokok dalam ruangan.
Kadar NOx di udara perkotaan biasanya 10-100 kali lebih tinggi dari
pada pedesaan. Kadar NOx di udara daerah perkotaan dapat mencapai
0,5 ppm (500 ppb). Sejak tahun 1970, Environmental Protection Agency
(EPA) telah mencatat emisi dari enam prinsip polusi udara yang
diantaranya adalah karbon monoksida, timbal, nitrogen oksida,
partikulat, sulfur dioksidan dan VOC. Emisi dari polutan-polutan
tersebut mengalami penurunan secara signifikan kecuali gas NO Kadar

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 57


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

NOx yang mengalami peningkatan dengan perkiraan 10 persen dari


periode tersebut.
Sebagian NO yang terdapat di atmosfer akan diubah menjadi NO 2
melalui proses yang disebut siklus fotolisis NO2 yang bukan merupakan
reaksi langsung dengan oksigen. Adapun tahap-tahap reaksi siklus
fotolisis NO berikut:
1) NO2 mengabsorbsi energi dalam bentuk sinar ultraviolet dari
matahari.
2) Energi yang diabsorbsi tersebut memecah molekul-molekul NO2
menjadi molekul-molekul NO dan atom-atom oksigen yang sangat
reaktif.
3) Atom-atom oksigen akan bereaksi dengan oksigen atmosfer
membentuk O3 yang merupakan polutan sekunder
4) O3 akan bereaksi dengan NO membentuk NO2 dan O2.

Kadar NOx di udara dalam suatu kota bervariasi sepanjang hari


tergantung dari intensitas sinar matahari dan aktivitas kendaraan
bermotor. Perubahan kadar NOx berlangsung sebagai berikut:
1) Sebelum matahari terbit, kadar nitrogen monoksida (NO) dan
nitrogen dioksida (NO2) tetap stabil dengan kadar sedikit lebih tinggi
dari kadar minimum sehari-hari.
2) Setelah aktivitas manusia meningkat (jam 6-8 pagi) kadar nitrogen
dioksida (NO2) meningkat terutama karena meningkatnya aktivitas
lalu lintas yaitu kendaraan bermotor.
3) Dengan terbitnya sinar matahari yang memancarkan sinar ultra
violet kadar nitrogen dioksida (NO2) (sekunder) pada saat ini dapat
mencapai 0,5 ppm.
4) Kadar ozon meningkat dengan menurunnya kadar nitrogen
monoksida (NO) meningkat kembali.
5) Jika intensitas sinar matahari menurun pada sore hari (jam 5-8) kadar
nitrogen monoksida (NO) meningkat kembali.
6) Energi matahari tidak mengubah nitrogen monoksida (NO) menjadi
nitrogen dioksida (NO2) (melalui reaksi hidrokarbon) tetapi ozon (O3)
yang terkumpul sepanjang hari akan bereaksi dengan nitrogen
monoksida (NO). Akibatnya terjadi penurunan kadar ozon (O3).

Dari perhitungan kecepatan emisi NO x dapat diketahui bahwa


waktu tinggal rata-rata nitrogen dioksida (NO 2) di atmosfer kira-kira
adalah 3 hari sedangkan waktu tinggal NO rata-rata 4 hari. dari waktu
tinggal ini dapat diketahui bahwa proses-proses alami, termasuk reaksi
fotokimia, mengakibatkan hilangnya nitrogen oksida tersebut.
Dampak dari nitrogen dioksida (NO2) empat kali lebih beracun
daripada nitrogen monoksida (NO). Nitrogen dioksida bersifat racun
terutama terhadap paru. Polutan NO2 yang tersebar di udara bersifat
toksik bagi tubuh manusia. Efek yang ditimbulkan bergantung pada
dosis serta lama pemaparan yang diterima oleh seseorang. Apabila
masuk ke dalam paru-paru akan membentuk asam nitrit (HNO 2) dan

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 58


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

asam nitrat (HNO3) vyang merusak jaringan mucous. Kadar gas nitrogen
dioksida antara 50-100 ppm dapat menyebabkan peradangan paru-paru
pada orang yang terpapar beberapa menit saja. Namun gangguan
kesehatan itu dapat sembuh dalam waktu 6-8 minggu. Jika kadarnya
mencapai 150-200 ppm, gangguan kesehatannya berupa pemampatan
bronchioli. Karena gangguan itu seseorang dapat meninggal dalam
waktu 3-5 minggu setelah pemaparan. Jika kadar pencemar NO 2 lebih
dari 500 ppm, gangguan yang timbul adalah kematian dalam waktu
antara 2-10 hari. Apabila bereaksi dengan uap air dalam udara atau larut
pada tetesan air, polutan NOx di dalam udara juga dapat berperan
sebagai sumber nitrit atau nitrat di lingkungan. Kedua senyawa itu
dalam jumlah besar dapat menimbulkan gangguan pada saluran
pencernaan, diare campur darah disusul oleh konvulsi, koma dan bila
tidak tertolong akan meninggal. Keracunan kronis akan menyebabkan
depresi umum, sakit kepala dan gangguan mental.
Di dalam tubuh manusia, nitrit terutama akan bereaksi dengan
hemoglobin membentuk methemoglobin (metHb). Apabila jumlahnya
melebihi kadar normal, akan menyebabkan methemoglobineamia. Pada
bayi sering dijumpai karena pembentukan enzim yang dapat
menguraikan metHb menjadi Hb masih belum sempurna. Akibat dari
gangguan ini, tubuh bayi akan kekurangan oksigen sehingga mukanya
akan tampak membiru atau sering dikenal dengan bayi biru.
Menurut Mukono (1997), pencemaran udara oleh NO2 dapat
mengakibatkan terjadinya radang paru dan jika hal ini berlangsung
terus-menerus dapat mengakibatkan kelainan faal paru obstruktif, yang
disebut Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM).

3) CFC
CFC atau biasa disebut gas chloro fluoro carbon merupakan salah
satu gas yang berbahaya dalam pencemaran udara. Gas CFC digunakan
sebagai gas pengembang karena tidak beraksi, tidak berbau, tidak
berasa, dan tidak berbahaya. Gas ini digunakan misalnya untuk
pembuatan busa kursi, untuk AC atau Freon, pendingin pada almari es,
dan penyemprot rambut (hair spray). Gas CFC yang membumbung
tinggi dapat mencapai stratosfer terdapat lapisan gas ozon (O 3). Jika
gas CFC mencapai ozon, akan terjadi reaksi antara keduanya, sehingga
lapisan ozon tersebut “berlubang” yang disebut sebagai lubang ozon.
Lapisan ozon ini merupakan pelindung bumi dari pengaruh cahaya
ultraviolet. Kalau tidak ada lapisan ozon, radiasi cahaya ultraviolet
mencapai permukaan bumi, menyebabkan kematian organisme,
tumbuhan menjadi kerdil, menimbulkan mutasi genetic, menyebabkan
kanker kulit atau kanker retina mata. Karena itu penggunaan zat CFC
harus dibatasi dan digunakan sebaik mungkin.

4) SO, SO2
Gas belerang atau SO dan gas belerang oksida atau SO 2 di udara
dihasilkan oleh pembakaran fosil baik minyak maupun batubara. Gas

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 59


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

tersebut dapat bereaksi dengan gas nitrogen oksida dan air hujan, yang
menyebabkan air hujan menjadi asam. Maka terjadilah hujan asam.
Hujan asam mengakibatkan tumbuhan dan hewan-hewan tanah mati.
Produksi pertanian merosot, besi dan logam mudah berkarat, bangunan
kuno seperti candi menjadi cepat aus dan rusak, serta bangunan
gedung dan jembatan juga cepat rusak.

5) Asap Rokok
Zat yang mencemari udara dan berbahaya bagi kesehatan manusia
adalah asap rokok. Asap rokok mengandung berbagai bahan pencemar
yang dapat menyebabkan batuk kronis, kanker paru-paru, mempengaruhi
janin dalam kandungan, dan berbagai gangguan kesehatan lainnya.
Perokok dapat dibedakan menjadi dua yaitu perokok aktif dan perokok
pasif. Perokok aktif adalah mereka yang merokok secara langsung.
Perokok pasif adalah orang yang tidak merokok tetapi menghirup asap
rokok di suatu ruangan. Baik perokok aktif maupun perokok pasif,
keduanya memiliki risiko yang tinggi. Jadi merokok di dalam ruangan
bersama orang lain yang tidak merokok dapat mengganggu kesehatan
orang lain. Akibat yang ditimbulkan rokok adalah terganggunya
kesehatan manusia, seperti batyk dan penyakit pernafasan (bronchitis,
asma, dan kemungkinan kanker paru-paru).

2. INDIKATOR PENCEMARAN LINGKUNGAN


Tingkat polusi di lingkungan perlu diketahui supaya bias mentukan
Iangkah-langkah  penanggulangan dampaknya. Untuk mengetahuinya,
dibutuhkan suatu pengukuran terhadap faktor-faktor fisik, kimia, atau biologi
yang menunjukkan adanya degradasi atau kerusakan pada lingkungan yang
tercemar. Faktor-faktor ini disebut dengan indikator polusi.
a. Secara Fisik
1) Pencemaran udara: sifat-sifat udara yang dapat diamati, udara yang
bersih seharusnya tidak berwarna dan tidak berbau,udanya warna atau
bau pada udara menunjukkan adanya polutan.
2) Pencemaran air: kekeruhan, bau, warna, dan suhu, dapat menjadi
indikator bagi polusi. Air yang bersih seharusnya jernih (tidak keruh),
tidak berbau, tidak berwarna, dan suhunya relatif sedang. Kekeruhan
air berhubungan dengan konsentrasi partikel padat yang tersusupensi
dalam air. Kekeruhan air dapat diukur secara sederhana menggunakan
alat yang disebut cakram Secchi (secchi disc). Cakram Secchi ditandai
dengan warna hitam dan putih. Cakram masih dapat dilihat dengan jelas
menunjukkan tingkat penetrasi cahaya pada perairan tersebut. Bau dan
warna atau perubahan suhu ekstrirr pada air dapat menunjukkan
keberadaan senyawa kimia atau polutan tertentu dalam air.
3) Pencemaran tanah: contoh indikator fisik yang menunjukkan kualitas
tanah, antara lain warna tanah, kedalaman lapisan atas tanah,
kepadatan tanah, porositas dan tekstur tanah, dan endapan pada
tanah.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 60


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

b. Secara Kimia
1) Pencemaran udara: indeks standar pencemar udara (ISPU) memberi
informasi tingkat pencemaran udara yang merupakan hasil pemantauan
konsentrasi rata-rata berbagai polutan udara selama periode 24 jam.
Jenis polutan yang dipantau antara lain karbon monoksida (CO), sulfur
dioksida (SO2), nitrogen oksida (NO), ozon (03), da¬materi partikulat
(debu). Peningkatan konsentrasi senyawa-senyawa polutan di udara
merupakan indikator bagi tingkat polusi udara
2) Pencemaran air: kandungan senyawa-senyawa kimia dalam air dapat
menjad. indikator terjadinya pencemaran/polusi air. Contohnya:
a) Kandungan nutrisi:  nutrisi yang terlarut di air seperti unsur nitrogen,
fosfor, dan karbon dibutuhkan untuk pertumbuhan organisme
fotosintetik di perairan.
b) Kandungan logam berat: timbal, merkuri, sanida, dan kadmium,
menunjukkan telah terjadi polusi air.
c) Oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO): Pengukuran oksigen terlarut
akan menunjukkan volume oksigen yang terlarut di air. Masuknya
zat polutan, seperti buangan pupuk atau sampah organik, dapat
menurunkan volume oksigen terlarut. Jumlah oksigen terlarut di air
sebaiknya antara 4,0 hingga 12,0 rng/L.
d) Kebutuhan oksigen biokimia (Biochemical Oxygen Demand/ BOD) :
BOD berhubungan dengan DO,  Semakin rendah kadar oksigen
terlarut DO) dalam air, semakin tinggi kadar BOD dalam air
tersebut.pengukuran terhadap BOD secara tidak langsung
menunjukkan kadar DO.
e) pH/ tingkat keasaman: pH air yang normal adalah antara 6,5 hingga
9,0. Masuknya polutan yang bersifat asam dapat menurunkan nilai
pH air dengan ekstrim (sangat asam atau sangat basa).
3) Pencemaran tanah: pH, salinitas, kandungan senyawa kimia organik,
fosfor nitrogen, logam berat, dan radioaktif merupakan contoh
indikate¬kimia bagi tingkat polusi tanah.

c. Secara Biologi
1) Pencemaran udara: makhluk hidup yang rentan pada perubahan
konsentrasi zat polutan di udara dapat dijadikan indikator
biologi.Contoh indikator biologi untuk mengamati tingkat polusi udara
adalah lumut kerak (Lichenes). Lumut kerak merupakan simbiosis antara
algae fotosintetik atau cyanobakteria dengan fungi. Lumut kerak terdiri
atas beberapa kelompok yang masing-masing memiliki tingkat
sensitivitas berbeda terhadap polutan udara. Oleh karena itu,
keberadaan kelompok lumut kerak tertentu di suatu wilayah dapat
menjadi indikator bagi tingkat polusi udara di wilayah. lumut kerak
Usnea sp. dan Evernia sp. tidak akan dapat bertahan hidup Iiikit
konsentrasi sulfur dioksida di udara terlalu tinggi.
2) Pencemaran air: jumlah dan susunan organisme dalam air sangat
berhubungan dengan tingkat polusi air. Beberapa fitoplankton, seperti
diatom dan dinoflagelata, dan zooplankton dari kelompok rotifera,

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 61


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

rentan terhadap polutan sehingga keberadaannya di perairan


mengindikasikan kondisi air yang cukup bersih. Sebaliknya keberadaan
protozoa parasit dan bakteri koliform dalam air mengindikasikan telah
terjadi polusi air. Tingginya jumlah bakteri koliform pada perairan
menunjukkan bahwa perairan tersebut telah tercemar kotoran/ tinja
manusia dan hewan. Keberadaan bakteri koliform pada perairan dapat
mengindikasikan adanya mikroorganisme patogen, seperti protozoa
parasit, bakteri patogen, dan virus, yang juga biasa terdapat pada
manusia dan hewan.
3) Pencemaran tanah: cacing tanah merupakan salah satu indikator biologi
pada pengukuran tingkat polusi tanah. Keberadaan cacing tanah dapat
meningkatkan kandungan nutrisi pada tanah yang akan menyuburkan
tanah. Populasi cacing tanah dipengaruhi oleh kondisi tanah habitatnya,
seperti kondisi suhu, kelembapan, pH, salinitas, aerasi, dan tekstur
tanah.

3. PENYAKIT AKIBAT PENCEMARAN LINGKUNGAN


a. Penyakit akibat Pencemaran Tanah
Beberapa penyakit yang timbul akibat adanya pencemaran tanah
yaitu:
1) Penyakit pes
Penyakit pes adalah penyakit yang pernah menjadi wabah yang
menelan korban jiwa yang sangat banyak. Penyakit ini pada
mulanya menyerang tikus. Setelah tikus mati maka penyakit itu
kemudian ditularkan ke manusia melalui kutu tikus (pinjal) yang
menggigit manusia. Pinjal tikus yang disebut xenopsylla cheopih
membawa penyebab penyakit pes yang dinamakan pasteurella pestis.
Manusia yang terkena gigitan pinjal tikus tersebut akan ter infeksi oleh
bakteri pasteurella pestis tersebut.
Infeksi karena penyakit pes atau sampar ini ditandai
dengan pembekakan kelenjar limfa. Bakteri pest kemudian masuk ke
dalam peredaran darah dan menyerang kedua paru-paru yang
menyebabkan pest paru-paru. Penderita penyakit pest akan menjadi
reservoire bagi bakteri pasteurelia pestis. Penularan dapat terjadi
secara langsung dari orang ke orang melalui dahak yang keluar dari
mulut si penderita dan juga dari darah. Penularan secara langsung dari
orang ke orang dapat terjadi dengan sangat cepat sehingga
penyakit ini dapat menjadi wabah dengan cepat pula.
Pemberantasan penyakit pes yang paling efektif adalah dengan cara
menghilangkan vektornya, yaitu dengan pemberantasan tikus. Rumah
dan lingkungan yang bersih akan bebas dari hama tikus (termasuk tikus
dari tempat pembuangan sampah) sangat membantu program
pemberantasan penyakit pest ini.

2) Penyakit kaki gajah

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 62


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

Penyakit ini dinamakan penyakit kaki gajah karena


penderita mengalami pembengkakan pada kaki sehingga kaki tidak
berbentuk lagi, mirip kaki gajah. Oleh karena itu penyakit ini
seringpula disebut sebagai penyakit elephantiasis. Penyebab
penyakit kaki gajah adalah caring bulat kecil yang disebut filaria.
Sebagai pembawa atau vektor penyakit ini adalah nyamuk jenis culex
fatigans. Manusia yang menderita penyakit kaki gadjah akan
menjadi reservoir cacing filaria. Larva cacing filaria akanmenuju
ke peredaran darah periferi pada malam hari sehingga kalau
penderita digigit nyamuk maka nyamuk tersebut akan membawa
larva filaria atau mikrofilaria. Gigitan nyamuk berikutnya akan
memindahkan mikrofilaria kepada korban yang baru. Gejala penyakit
kaki gadjah ini ditandai dengan adanya alergi terhadap cacing filaria
dan juga rasa demam yang timbul setelah 3 bulan digigit nyamuk
pembawa mikrofilaria. Mikrofilaria tersebut akan mengikuti
peredaran darah dan kemudian masuk ke dalam saluran limfatik
dan menjadi dewasa. Filaria ini dapat menyebabkan terjadinya
penyumbatan saluran limfatik di daerah sekitar lipat paha dan
sekitar lipatan lutut. Akibat penyumbatan saluran limfatik tersebut
mengakibatkan cairan tubuh tidak bisa mengalir seperti biasanya
sehingga kemudian terjadi pembengkakan yang semakin lama
semakin membesar dan mengeras. Pada keadaan ini kaki penderita
akan seperti kaki gajah dan sulit untuk digerakkan. Penderita
penyakit kaki gajah jarang yang meninggal, kecuali kalau terjadi
komplikasi atau terinfeksi oleh mikroba patogen lain. Penderita yang
kakinya sudah membengkak biasanya sudah tidak menularkan
(infektif) lagi karena cacing filaria di dalam tubuhnya telah mati.
Penderita yang mampu menularkan adalah justru penderita yang
kakinya belum membengkak, karena darahnya masih mungkin
mengandung mikrofilaria yang dapat dibawa dan ditularkan oleh
nyamuk. Operasi plastik terhadap penderita penyakit kaki gajah
adalah salah satu cara untuk mengembalikan bentuk kaki si penderita
agar dapat normal kembali.

3) Penyakit malaria
Penyakit malaria ditularkan oleh nyamuk anopheles.
Penyebabnya adalah mikroba patogen jenis protozoa, yaitu
plasmodium malariae yang mempunyai empat spesies penyebab
malaria, yaitu, Plasmodium vivax, penyebab malaria tertiana,
Plasmodium malariae, penyebab malaria quartana, Plasmodium
falciparum, penyebab malaria Tropicana, dan Plasmodium ovale,
penyebab malaria ovale. Dari keempat macam penyakit malaria
tersebut yang paling berbahaya adalah malaria tropicana karena dapat
menimbulkan kematian. Angka kematian penyakit ini mencapai 10%.
Sedangkan ketiga macam penyakit malaria lainnya relatif lebih ringan
meskipun tetap merugikan karena dapat melemahkan tubuh si

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 63


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

penderita sehingga daya tahan tubuh dari serangan penyakit lainnya


akan menurun.
Gejala penyakit malaria adalah perasaan panas-dingin yang
datang secara bergantian. Pada saat itu badan terasa menggigil
{stadium frigoris) kemudian panas biasa {stadium caloris) dan kemudian
stadium berkeringat {stadium sudoris). Penderita akan lemah dan
penyakit malaria ini akan sering kambuh yang kemudian
mengakibatkan sipenderita kekurangan darah. Bila tidak diatasi dengan
gizi yang baik maka mungkin akan timbul komplikasilainnya.
Pengobatan yang efektif belum diketemukan karena sering membawa
efek samping. Cara pemberantasan yang terbaik adalah dengan
pemberantasan nyamuk penyebab penyakit malaria tersebut.

4) Penyakit demam berdarah


Seperti halnya malaria, penyakit demam berdarah juga ditularkan
oleh nyamuk, yaitu nyamuk jenis aedes aegypti. Penyakit ini
sebenarnya termasuk baru di Indonesia, lain dengan malaria yang
sudah sejak lama dikenal. Demam berdarah disebabkan oleh virus
dengue. Nyamuk aedes agypti senang bertelur dan berkembang biak
digenangan air bersih. Sarang nyamuk aedes aegypti ada kaleng
kosong yang berisi air bersih (hujan), jembangan bung, potongan
bambu dan ban di tempat penimbunan sampah.
Gejala penyakit demam berdarah ini ditandai dengan demam
tinggi, pendarahan sehingga kemudian penyakit ini dinamai Dengue Hae
Morhagic Fever atau disingkat DHF. Tubuh manusia tidak memiliki
kekebalan terhadap virus dengue. Pendarahan ditandai dengan
timbulnya bintik-bintik merah pada permukaan kulit dan apabila
pendarahan ini sudah terlanjur parah maka akan dapat mengakibatkan
kematian penderitanya. Angka kematian cukup rendah sekitar 5%.
Penularan penyakit ini melalui nyamuk yang menggigit siang hari dan
berlangsung sangat cepat. Yang paling banyak diserang penyakit ini
adalah anak-anak sehingga korbannya kebanyakan juga anak-anak.

b. Penyakit akibat Pencemaran Air


Beberapa penyakit yang timbul akibat adanya pencemaran air
yaitu:
1) Hepatitis A
Penyakit Hepatitis A dapat menular secara langsung dari orang
yang satu ke orang yang lain, di samping melalui air yang telah
tercemar atau melalui makanan yang telah terkontaminasi oleh virus.
Virus Hepatitis A sering dijumpai pada makanan, seperti pada susu,
masakan daging, dan buah-buahan mentah yang dikonsumsi
langsung tanpa dicuci bersih terlebih dahulu. Air sungai yang telah
tercemar virus bisa mengakibatkan wabah apabila penduduk
menggunakan air tersebut untuk keperluan hidupnya.
Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 1-2 bulan setelah
terkena infeksi virus Hepatitis A. Penyakit ini ditandai oleh demam yang

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 64


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

disertai rasa mual dan muntah. Hati penderita menjadi bengkak, bola
mata pun menjadi kuning. Warna kuning ini bisa menjalar ke
permukaan kulit. Orang awam sering menyebutnya sebagai
penyakit kuning. Sebutan sakit kuning harus dibedakan dengan
penyakit demam kuning atau Yellow fever yang banyak berjangkit di
Afrika dan di Amerika Selatan. Yellow fever sejauh ini tidak terdapat di
Indonesia. Hepatitis A yang telah parah akan merusak hati. Kerusakan
hati ini memang tidak nampak dari luar. Namun akibatnya bisa dilihat
dari melemahnya tubuh penderita. Tubuh menjadi kurus dan perut
membesar (bengkak). Dengan rusaknya hati maka aliran dari
venaporta tersumbat dan cairan tubuh terkumpul di rongga perut
sehingga menimbulkan oedema atau pembengkakan. Kekurangan
gizi akan mempercepat tingkat penularan dan keparahan penyakit
ini. Daerah berpenduduk padat, lingkungan kumuh, kebersihan
lingkungan tidak diperhatikan, air bersih tidak memadai,
pembuangan limbah dan kotoran (termasuk tinja) secara
sembarangan, yang kesemuanya itu menyebabkan pencemaran air
lingkungan, akan memudahkan penularan penyakit ini. Oleh karena
itu tindakan preventif berupa kebersihan lingkungan perlu
disadari oleh segenap lapisan masyarakat.
2) Polliomyelitis
Penyakit yang sering disebut sebagai penyakit polio ini sering
menyerang anak- anak dan menyebabkan kelumpuhan. Masa
inkubasinya sekitar 1 - 3 minggu setelah terkena infeksi virus polio.
Gejala polio sangat bervariasi; dapat berupa demam ringan seperti
pada influensa sampai pada kelumpuhan ringan dan berat yang
menyebabkan cacat pada tungkai bawah. Kelumpuhan karena polio
seringkali tidak sama pada anggota badan atau asimetris. Kematian
karena penyakit polio relatif rendah, namun keparahan penyakit polio
akan meningkat dengan meningkatnya umur penderita. Virus polio ini
tersebar di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Kebersihan lingkungan
dan keadaan gizi yang baik akan sangat membantu dalam
menangkal penyakit polio, terutama pada anak-anak. Vaksinasi polio
sudah barang tentu sangat berguna untuk membentuk ketahanan
tubuh terhadap penyakit polio ini.
3) Cholera
Penyakit Cholera (kolera) adalah penyakit menular yang
menyerang usus halus yang kemudian dapat mengakibatkan kematian
dalam waktu singkat. Penyakit ini akan menjadi wabah apabila tidak
ditangani secara sungguh-sungguh. Angka kematian karena penyakit
kolera relatif sangat tinggi, sekitar 50%, terutama pada saatbelum
ditemukannya antibiotika dan chemoterapeutika.
Masa inkubasi penyakit kolera sangat cepat, dari hanya
beberapa jam sampai beberapa hari setelah penderita terinfeksi oleh
bakteri kolera. Penyakit kolera ditandai dengan muntah-muntah dan
berak terus-menerus (muntaber) yang menyebabkan dehidrasi parah
sehingga penderita menjadi kolaps dan akhirnya meninggal. Kematian

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 65


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

ini dapat terjadi dalam waktu singkat, sekitar setengah sampai dua
jam apabila dehidrasi sudah demikian parah.
Walaupun saat ini sudah ditemukan vasinasi untuk
pencegahan penyakit kolera dan juga sudah ditemukan antibiotika
untuk penyembuhannya, akan tetapi penyakit ini masih sering
dijumpai sebagai wabah, terutama di Afrika dan Asia. Hal ini
disebabkan masih rendahnya kesadaran akan arti pentingnya
kebersihan lingkungan, masalah vaksinasi, masalah gizi dan pangan,
dan lain sebagainya. Penularan bisa secara langsung melalui orang
ke orang, dapat pula melalui lalat, air, makanandan minuman.
4) Typhus Abdominalis
Typhus adalah penyakit menular yang menyerang usus halus
seperti halnya kolera. Penyakit ini masih sering menjadi wabah. Angka
kematian akibat penyakit ini masih lebih rendah dari angka kematian
akibat kolera. Masalah pemberantasan penyakit typhus seringkali
dihadapkan pada persoalan adanya pembawa (carier) bakteri typhus.
Bakteri ini untuk sementara waktu bersembunyi atau tinggal pada
batu ginjal, batu kandung kemih atau pada batu kandung empedu.
Pada waktu buang air besar atau buang air kecil, bakteri tersebut
mungkin akan ikut keluar dan menyebar ke lingkungan. Bakteri typhus
dapat bertahan lama di luar tubuh manusia karena daya tahan bakteri
ini sangat kuat. Pencegahan penyakit typhus dapat dilakukan dengan
melalui vaksinasimanakala sedangterjadi wabah, walaupun vaksinasi
tiphus hanya dapat memberikan kekebalan sementara saja, yaitu tidak
lebih dari 6 bulan.
5) Dysenteri Amoeba
Penyakit dysenteri amoeba adalah penyakit menular yang
menyerang perut. Penyakit ini tersebar ke seluruh dunia. Penyakit ini
bukan disebabkan oleh bakteri maupun virus, namun disebabkan oleh
protozoa yang dapat membentuk kista. Mikroba patogen jenis
protozoa ini disebut entamoeba histolitica. Gejala penyakit
dysenteri amoeba adalah buang air besar yang disertai dengan
lendir dan darah. Penderita penyakit ini tidak mengalami dehidrasi,
kecuali pada disenteri basilaris.
Adakalanya penyakit dysenteri amoeba tidak disertai dengan
gejala yang nyata sehingga seringkali menjadi kronis. Kalau tidak segera
diobati penyakit ini akan menyebabkan komplikasi, antara lain abses
pada hati, radang otak dan lain sebagainya. Penularan penyakit
dysenteri sangat mudah, dapat melalui jalur air lingkungan,
makanan dan minuman yang telah terkontaminasi oleh kotoran yang
mengandung kista amoeba yang dibawa oleh lalat. Amoeba ini dapat
bertahan lama di luar tubuh manusia, karena terbentuknya kista yang
dapat melindungi diri sehingga daya tahannya kuat sekali. Masalah
yang ada pada pemberantasan penyakit ini adalah adanya pembawa
atau carier pada tubuh penderita yang telah sembuh. Oleh karena
gejalanya seringkali tidak nyata maka penyakit ini kurang begitu
diperhatikan sehingga tahu-tahu keadaan penderita sudah kronis.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 66


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

Pengobatan yang terlambat menyebabkan menurunnya daya tahan


tubuh sehingga komplikasi dengan penyakit lainnya mudah terjadi.

6) Ascariasis
Ascariasis atau penyakit cacingan (cacing gelang) dapat
terjadi karena lingkungan yang kotor dan tercemar. Penyakit ini
menyerang orang di segala usia, terutama pada anak-anak. Cacing
gelang hidup pada usus manusia. Penyakit ini telah menyebar di
seluruh dunia. Penyakit ini dengan cepat dapat menular karena cacing
betinanya mampu bertelur banyak sekali, sekitar 200.000 butir
telur sehari. Telur ini akan ikut keluar dari usus pengidap penyakit
cacingan bersama tinja. Manusia terkena infeksi cacing ini karena
menelan telur cacing yang terdapat pada makanan atau minuman,
atau melalui sayuran dan buah-buahan yang terkontaminasi telur
cacing ascaris. Telur cacing yang sampai pada usus akan menetas dan
menjadi tempayak (larva) yang akan menembus dinding perut dan
masuk ke pembuluh darah. Melalui pembuluh darah ini larva akan
menuju ke hati, kemudian ke dinding jantung kanan terus ke paru-paru.
Melalui paru-paru larva cacing masuk ke saluran pernafasan terus ke
tenggorokan, dan akhirnya kembali ke rongga perut (usus) dan
selanjutnya menjadi : dewasa di dalam usus. Di dalam usus ini
cacing berkembang biak.
Gejala penyakit cacing gelang ini ditandai dengan batuk ringan
karena masuknya larva ke dalam sistem pernafasan, dan berak yang
disebabkan adanya cacing dewasa. Penderita penyakit cacing gelang
pada umumnya akan menurun kondisi tubuhnya karena cacing gelang
yang ada di dalam usus ikut menyerap makanan. Sifat parasit cacing
gelang ini sudah barang tentu sangat merugikan. Dalam keadaan yang
parah maka mungkin akan timbul komplikasi karena adanya
penyumbatan rongga usus oleh cacing tersebut. Penderita pun jadi
mudah untuk terkena penyakit lainnya karena daya tahan
tubuhnya yang lemah. Kebersihan diri dan kebersihan lingkungan serta
persyaratan jamban keluarga yang baik akan membantu
pemberantasan penyakit cacing gelang ini.
7) Trachoma
Penyakit ini timbul terutama karena kurangnya persediaan air
bersih. Trachoma adalah penyakit mata yang menyerang selaput lendir
dan selaput bening mata. Penyebab penyakit trachoma adalah virus
trachoma. Penyakit ini pada keadaan awal hampir tidak menimbulkan
keluhan pada penderitanya, namun pada keadaan yang agak lanjut
akan mengakibatkan peradangan pada mata. Pengobatan penyakit ini
hendaknya segera dilakukan karena terlambat diobati mungkin akan
mengakibatkan cacat. Cacat ini dapat terjadi pada selaput lendir mata
dan selaput bening mata. Cacat ini dapat mengakibatkan kornea mata
menjadi keruh sehingga sangat mengganggu penglihatan. Kalau terjadi

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 67


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

infeksi berulangkali dan penyembuhannya tidak berhasil total maka


akar. mengakibatkan kebutaan.
Penyakit trachoma akan mudah menyerang anak-anak yang
kekurangan gizi, terutama anak-anak yang kekurangan vita min A dan
kebersihan dirinya tidak terjamin. Penularan penyakit dapat terjadi
secara langsung dari penderita ke orang lain melalui tangan, pakaian
atau sapu tangan. Penularan akan lebih mudah terjadi terhadap orang
yang tidak menjaga kebersihan dirinya secara baik. Kekurangan air
bersih akibatair lingkungan yang sudah tercemar dapat lebih
memperburuk keadaan ini, terutama di daerah kumuh. Virus
trachoma ini telah merata di seluruh dunia.
8) Scabies
Seperti halnya penyakit trachoma, penyakit scabies juga
disebabkan oleh kekurangan air bersih karena air lingkungan sudah
tercemar. Penyakit scabies dalam bahasa sehari-hari disebut kudis.
Kebiasaan membersihkan diri (mandi) yang bersih menggunakan air
yang bersih merupakan cara terbaik untuk menghindari penyakit
scabies. Begitu pula dengan pakaian. Hendaknya orang membiasakan
diri untuk menggunakan pakaian yang bersih.
Penyakit scabies atau kudis merupakan penyakit kulit yang
mudah menular melalui kontak langsung atau melalui pakaian, sapu
tangan, atau pun tempat tidur yang pernah digunakan oleh penderita
scabies. Penyakit ini disebabkan oleh sejenis kutu kecil atau tungau
yang disebut Sarcoptes scabei. Tungau ini masuk ke dalam kulit dan
memakan jaringan kulit dan kemudian menaruh telur-telurnya di
dalam kulit. Dalam waktu sekitar enam hari telur tersebut akan
menetas dan menjadi dewasa dalam waktu sekitar 2 minggu. Kulit
yang kemasukan kutu scabies akan terasa sangat gatal, terutama
pada malam hari. Pada kulit akan timbul bintik-bintik kecil yang berisi
cairan bening. Karena rasa gatal yang sangat maka penderita akan
terus menggaruk-garuk kulitnya dan ini bisa mengakibatkan infeksi
sekunder. Kutu scabies terutama terdapat pada daerah pemukiman
kumuh dan di mana persediaan air bersih kurang mencukupi.
9) Penyakit tidak menular
a) Keracunan Kadmium
Keracunan Kadmium (Cd) dapat terjadi karena banyak industri
yang menggunakan logam kadmium dalam proses produksinya.
Banyak pula industri yang hasil sampingnya melepaskan logam
kadmium ke lingkungan. Industri elektroplating banyak melibatkan
logam ini. Pabrik pipa plastik PVC atau poly vinil chlorida juga
memakai Cd sebagai stabilisator. Selain daripada itu logam Cd juga
dapat dijumpai sebagai basil samping kegiatan penambangan
logam seperti pada tambang timah hitam dan tambang biji seng
yang seringkali tercampur dengan logam Cd. Oleh karena itu logam
Cd mudah dijumpai di air lingkungan yang menerima buangan
limbah industri.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 68


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

Logam Cd dapat terabsorbsi oleh tubuh manusia tanpa


adayang menghalangi karena tidak ada mekanisme tubuh yang
membatasinya, kecuali kalau tubuh memang memerlukannya.
Sebagian besar Cd yang diabsorpsi tubuh akan mengumpul di dalam
ginjal, hati dan sebagian lagi akan dibuang keluar melalui saluran
pencernaan. Keracunan kadmium dapat mempengaruhi otot polos
pembuluh darah. Akibatnya, tekanan darah menjadi tinggi yang
kemudian bisa menyebabkan terjadinya gagal jantung. Ginjal pun
dapat rusak dari keracunan Cd.
Kasus keracunan Cd yang pernah tercatat sebagai epidemi
(wabah) pada abad ini adalah keracunan Cd yang menimpa
sebagian penduduk Toyama di Jepang. Keracunan Cd ini menjadi
wabah karena sebagian penduduk Toyama mengeluh sakit
pinggang selama bertahun-tahun dan sakit itu semakin lama
semakin parah. Di samping itu mereka juga mengeluh sakit pada
tulang punggungnya. Ternyata tulang-tulang itu mengalami
pelunakan dan kemudian menjadi rapuh. Kematian yang terjadi di
antara mereka terutama disebabkan oleh gagal ginjal.
Kematian sebagian penduduk Toyama menarik perhatian para
ahli untuk mengetahui sebab utamanya. Berdasarkan hasil
penelitian ternyata bahwa beras yang mereka makan berasal dari
tanaman padi yang selama bertahun-tahun mendapatkan air yang
telah tercemar oleh Cd. Endapan logam Cd yang terakumulasi di
dalam padi kemudian mengalami pelipatan secara biological
magnification dan akhirnya mengendap dalam tubuh manusia.
Logam Cd yang terdapat dalam air sungai yang digunakan untuk
mengairi tanaman padi tersebut ternyata berasal dari industri seng
dan timah hitam yang berada di daerah hulu sungai. Pelipatan
kandungan Cd secara biological magnification ternyata besar sekali.
Kandungan Cd di dalam padi semula hanya sekitar 1,6 ppm namun
setelah mengalami biological magnification kandungan Cd di
dalam tubuh (lewat analisis pada tulang yang rusak) menjadi 11.472
ppm. Kasus keracunan Cd ini menarik perhatian berbagai pihak
untuk lebih meningkatkan pengawasan terhadap pembuangan
limbah industri ke lingkungan.
b) Keracunan Kobalt
Kemajuan industri dan teknologi pada saat ini telah
menyebabkan naiknya penggunaan logam kobalt (Co) pada
berbagai bidang. Oleh karena itu keracunan kobalt sangat mungkin
terjadi apabila industri yang melibatkan kobalt dalam proses
produksinya tidak cermat di dalam mengelola lingkungannya.
Industri elektronika banyak menggunakan kobalt, begitu pula
dengan berbagai macam industri kimia yang banyak menggunakan
kobalt sebagai katalisator.
Sebenarnya tubuh manusia memerlukan Co dalam jumlah
yang sangat sedikit untuk proses pembentukan butir darah merah.
Co dalam jumlah tertentu dibutuhkan tubuh melalui vitamin B12

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 69


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

yang dimakan manusia. Dari analisis kobalt dalam tubuh manusia


diperoleh data bahwa di dalam darah terdapat 0,07-0,36 ug per liter
darah sementara di dalam urine terdapat 3,6 ug/liter.
Keracunan kobalt dapat terjadi apabila makanan dan
minuman mengandung Co 150 ppm atau lebih. Kobalt yang masuk
ke dalam tubuh dalam jumlah yang banyak akan merusak kelenjar
gondok sehingga penderita akan kekurangan hormon kelenjar
gondok. Keracunan kobalt dapat juga membuat sel darah merah
menjadi berubah, tekanan darah menjadi tinggi, pergelangan kaki
membengkak (oedema). Gagal jantung juga dapat terjadi akibat
keracunan Co, terutama pada anak-anak yang sedang mengalami
masa pertumbuhan.
c) Keracunan Air Raksa
Banyak Industri yang menggunakan air raksa atau merkuri
(Hg). Banyak di antara industri tersebut yang membuang
limbahnya belum memenuhi syarat sehingga dapat menyebabkan
pencemaran air lingkungan. Sebagai contoh, pabrik plastik yang
tersebar di banyak tempat. Pabrik ini seringkali menggunakan
merkuri dalam proses produksinya. Industri sabun dan kosmetika
juga ada yang menggunakan merkuri sebagai campuran bahan
antiseptiknya. Amalgam yang digunakan dalam penambalan gigi
juga mengandung merkuri, begitu pula fungisida yang banyak
dipakai di sektor pertanian.
Gejala keracunan merkuri ditandai dengan sakit kepala,
sukar menelan, penglihatan menjadi kabur, dan daya dengar
menurun. Selain dari itu, orang yang keracunan merkuri merasa
tebal di bagian kaki dan tangannya, mulut terasa tersumbat oleh
logam, gusi membengkak dan disertai pula dengan diare. Kematian
dapat terjadi karena kondisi tubuh yang makin melemah. Wanita
yang mengandung akan melahirkan bayi yang cacat apabila ia
keracunan merkuri.
Kasus wabah keracunan merkuri pernah terjadi di
Minamata (Jepang) pada tahun 1953 sampai tahun 1960. Kasus ini
sangat terkenal karena selama tujuh tahun itu telah banyak jatuh
korban di antara warga kota yang sebagian adalah nelayan. Pada
kurun waktu itu lebih dari 100 orang menderita cacat dan 43 orang
di antaranya meninggal. Korban lainnya adalah 119 bayi yang lahir
cacat. Sumber utama keracunan merkuri adalah pembuangan
limbah pabrik plastik ke air lingkungan (laut). Walaupun kadar
merkuri yangdibuang ke laut kecil namun karena proses biological
magnification maka kadar merkuri yang terdapat dalam ikan
menjadi berlipat ganda, sekitar 27 – 102 ppm. Kadar itu tentu akan
menjadi lebih besar lagi manakala ikan tersebut dimakan oleh
manusia. Proses pelipatan merkuri dan akumulasinya didalam
tubuh manusia inilah yang menyebabkan terjadinya keracunan.
Penelitian terkait air laut di Indonesia yang telah tercemar
oleh dibuktikan oleh hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 70


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

perairan Indonesia telah tercemar oleh Hg. Dari penelitian


Penentuan Kadar Merkuri dalam Rambut dan Hubungannya dengan
Pola Konsumsi Ikan secara Analisis Pengaktivan Neutron tanpa
Merusak, Penelitian pada Nelayan Muara Angke, Jakarta Utara,
menunjukkan bahwa kontaminasi merkuri pada nelayan di Muara
Angke telah mencapai tingkat yang perlu mendapat perhatian
serius. Pencemaran itu terus cenderung meningkat bila
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Kelompok nelayan
tersebut merupakan kelompok penduduk yang berisiko tinggi
terhadap pencemaran merkuri melalui rantai makanan. Diperlukan
usaha terpadu untuk mencegah masuknya limbah merkuri ke
perairan teluk Jakarta dan sekitarnya.
d) Keracunan Bahan Insektisida
Pemberantasan hama serangga dalam rangka peningkatan
produksi pangan dan juga dalam rangka peningkatan kesehatan
lingkungan, ternyata turut andil dalam pencemaran air
lingkungan, terutama oleh pemakaian bahan insektisida yang
berlebihan. Bahan insektisida saat ini banyak sekali jenisnya dan
kesemuanya beracun. Bahan insektisida ini terbawa ke air
lingkungan melalui pengairan sawah atau air hujan yang jatuh di
daerah yang disemprot bahan insektisida, kemudian mengalir ke
sungai dan danau atau kolam di sekitarnya.
Beberapa bahan insektisida bersifat persisten dan tidak dapat
didegradasi oleh mikroorganisme yang ada di dalam air, terutama
DDT yang telah banyak digunakan orang. Bahan insektisida dapat
terakumulasi dalam rantai makanan dan kadarnya menjadi tinggi
karena proses biological magnification yang pada akhirnya dapat
sampai pada manusia. Keracunan bahan insektisida
menyebabkan kepala pusing, mual, tremor, dan kerusakan organ
penting seperti hati dan ginjal.
Akumulasi bahan insektisida sedikit demi sedikit dalam waktu
yang lama dapat menimbulkan penyakit tertunda (delayed effect)
yang justru lebih berbahaya daripada penyakit yang disebabkan
karena menerima insektisida sekali dalam kadar yang agak tinggi.
Efek tertunda tersebut muncul dalam bentuk kanker kulit, kanker
paru-paru dan kanker hati. Timbulnya penyakit kanker ini
disebabkan karena bahan insektisida bersifat cocarcinogenic atau
merangsang timbulnya kanker. Sebenarnya bukan hanya bahan
insektisida saja yang bersifat cocarsinogenic. Hampir semua
senyawa kimia organik dan anorganik dapat bersifat
cocarcinogenic apabila terdapat secara berlebihan di dalam tubuh
manusia.

c. Penyakit akibat Pencemaran Udara


Macam-macam penyakit yang dapat terjadi akibat pencemaran
udara adalah:
1) Penyakit pneumoconiosis

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 71


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

Pneumokoniosis adalah penyakit saluran pernafasan yang


disebabkan oleh adanya partikel (debu) yang masuk atau mengendap
di dalam paru-paru. Penyakit pneumokoniosis banyak jenisnya,
tergantung dari jenis partikel (debu) yang masuk atau terhisap ke
dalam paru-paru. Di sini akan diuraikan beberapa jenis penyakit
pneumo- koniosis yang banyak dijumpai di daerah yang memiliki
banyak kegiatan industri dan teknologi, yaitu Silikosis, Asbestosis,
Bisinosis, Antrakosis dan Beriliosis.
2) Penyakit silicosis
Penyakit silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas,
berupa Si0 2, yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian
mengendap. Debu silika bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan
baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakanbesi
(mengikir, menggerinda, dll). Selain dari itu, debu silika juga banyak
terdapat di tempat penambangan biji besi, timah putih dan tambang
batubara. Pemakaian batubara sebagai bahan bakar juga banyak
menghasilkan debu silika bebas Si02. Debu silika yang masuk ke dalam
paru-paru akan mengalami masa inkubasi sekitar 2 sampai 4 tahun.
Masa inkubasi ini akan lebih pendek, atau gejala penyakit silikosis
akan segera tampak, apabila konsentrasi silika di udara cukup tinggi
dan terhisap ke paru-paru dalam jumlah banyak. Penyakit silikosis
ditandai dengan sesak nafas yang disertai batuk-batuk. Batuk ini
seringkali tidak disertai dengan dahak. Pada silikosis tingkat sedang,
gejala sesak nafas dan batuk mudah sekali terlihat dan pada
pemeriksaan fototorakskelainan paru-parunya mudah sekali diamati.
Bila penyakit silikosis sudah berat maka sesak nafas akan semakin
parah dan kemudian diikuti dengan hipertropi jantung sebelah kanan
yang akan mengakibatkan kegagalan kerja jantung. Penyakit silikosis
akan lebih buruk kalau penderita sebelumnya juga sudah menderita
penyakit TBC paru-paru, bronkitis kronis, astma bronchiale dan
penyakit saluran pernafasan lainnya.
3) Penyakit asbestosis
Penyakit Asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang
disebabkan oleh debu atau serat asbes yang mencemari udara. Asbes
adalah campuran dari berbagai macam silikat, namun yang paling
utama adalah Magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada
pabrik dan industri yang menggunakan asbes, pabrik pemintalan serat
asbes, pabrik beratap asbes dan lain sebagainya. Debu asbes yang
terhirup masuk ke dalam paru-paru akan mengakibatkan gejala sesak
nafas dan batuk-batuk yang disertai dengan dahak. Ujung-ujung jari
penderitanya akan tampak membesar/melebar. Apabila dilakukan
pemeriksaan pada dahak maka akan tampak adanya debu asbes dalam
dahak tersebut. Pemakaian asbes untuk berbagai macam keperluan
kiranya perlu dikuti dengan kesadaran akan keselamatan dan
kesehatan lingkungan agar jangan sampai mengakibatkan asbestosis
ini.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 72


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

4) Penyakit bisinosis
Penyakit Bisinosis adalah penyakit pneumokoniosis yang
disebabkan oleh pencemaran debu kapas atau serat kapas di udara
yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru. Debu kapas atau serat
kapas ini banyak dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil,
perusahaan dan pergudangan kapas serta pabrik atau pekerja lain yang
menggunakan kapas atau tekstil; seperti tempat pembuatan kasur,
pembuatan jok kursi dan lain sebagainya.
Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5
tahun. Tanda-tanda awal penyakit bisinosis ini berupa sesak nafas,
terasa berat pada dada, terutama pada hari Senin (yaitu hari awal
kerja pada setiap minggu). Secara psikis setiap hari Senin pekerja
yang menderita penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada
serta sesak nafas. Reaksi alergi akibat adanya kapas yang masuk ke
dalam saluran pernafasan juga merupakan gejala awal bisinosis.
Pada bisinosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut
biasanya juga diikuti dengan penyakit bronkitis kronis dan mungkin
juga disertai dengan emphysema.
5) Penyakit antrakosis
Penyakit Antrakosis adalah penyakit saluran pernafasan yang
disebabkan oleh debu batubara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada
pekerja-pekerja tambang batubara atau pada pekerja-pekerja yang
banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti pengumpan
batubara pada tanur besi, lokomotif {stoker) dan juga pada kapal
laut bertenaga batubara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga
Uap berbahan bakar batubara. Masa inkubasi penyakit ini antara 2-4
tahun. Seperti halnya penyakit silikosis dan juga penyakit-penyakit
pneumokoniosis lainnya, penyakit antrakosis juga ditandai dengan
adanya rasa sesak nafas. Karena pada debu batubara terkadang juga
terdapat debu silikat maka penyakit antrakosis juga sering disertai
dengan penyakit silikosis. Bila hal ini terjadi maka penyakitnya disebut
silikoantrakosis.
Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu penyakit antrakosis
murni, penyakit silikoantrakosis dan penyakit tuberkulosilikoantrakosis.
Penyakit antrakosis murni disebabkan debu batubara. Penyakit ini
memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjadi berat, dan relatif
tidak begitu berbahaya. Penyakit antrakosis menjadi berat bila disertai
dengan komplikasi atau emphysema yang memungkinkan terjadinya
kematian. Kalau terjadi emphysema maka antrakosis murni lebih
berat daripada silikoantrakosis yang relatif jarang diikuti oleh
emphysema. Sebenarnya antara antrakosis murni dan silikoantrakosis
sulit dibedakan, kecuali dari sumber penyebabnya. Sedangkan penyakit
tuberkulosilikoantrakosis lebih mudah dibedakan dengan kedua
penyakit antrakosis lainnya. Perbedaan ini mudah dilihat dari fototorak
yang menunjukkan kelainan pada paru-paru akibat adanya debu
batubara dan debu silikat, serta juga adanya baksil tuberkulosis yang
menyerang paru-paru.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 73


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

6) Penyakit beriliosis
Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang
berupa logam murni, oksida, sulfat, maupun dalam bentuk halogenida,
dapatmenyebabkan penyakit saluran pernafasan yang disebut
beriliosis. Debu logam tersebut dapat menyebabkan nasoparingitis,
bronkitis dan pneumonitis yang ditandai dengan gejala sedikit demam,
batuk kering dan sesak nafas. Penyakit beriliosis dapat timbul pada
pekerja-pekerja industri yang menggunakan logam campuran
beriliumtembaga, pekerja pada pabrik fluoresen, pabrik pembuatan
tabung radio dan juga pada pekerja pengolahan bahan penunjang
industri nuklir. Selain dari itu, pekerjaan-pekerjaan yang banyak
menggunakan seng (dalam bentuk silikat) dan juga mangan, dapat juga
menyebabkan penyakit berilioisis yang tertunda atau delayed berryliosis
yang disebut juga dengan beriliosis kronis. Efek tertunda ini bisa
berselang 5 tahun setelah berhenti menghirup udara yang tercemar
oleh debu logam tersebut. Jadi lima tahun setelah pekerja tersebut
tidak lagi berada di lingkungan yang mengandung debu logam
tersebut, penyakit beriliosis mungkin saja timbul. Penyakit ini ditandai
dengan gejala mudah lelah, beratvbadan yang menurun dan sesak
nafas. Oleh karena itu pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi
pekerja-pekerja yang terlibat dengan pekerjaan yang menggunakan
logam tersebut perlu dilaksanakan terus-menerus.

C. PENUTUP
Pencemaran lingkungan yang terjadi merupakan peristiwa masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu
lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup adalah ukuran batas perubahan sidat fisik, kimia, dan/atau hayati
lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat
tetap melestarikan fungsinya. Pencemaran lingkungan dapat terjadi pada
daratan, udara, dan air yang menyebabkan baik ke lingkungan maupun
kesehatan manusia dan makhluk hidup lain.

REFERENSI
1. Suprapto. Hubungan antara Jenjang Pendidikan dan Pendapatan dengan Sikap
Kepala Keluarga terhadap Pengelolaan Sampah Rumah Tangga di Desa Candisari
Kabupaten Grobogan. Tesis. Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2010.
2. Pangaribuan RS. Analisa Kadar Karbon Monoksida (CO) Dan Nitrogen Dioksida
(NO2) Di Dalam Ruangan Rental Game Online Di Sekitar Kelurahan Padang Bulan
Kecamatan Medan Baru Tahun 2012. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara,
2014.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 74


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

3. Mukhlis A. Ekologi Energi: Mengenali Dampak Lingkungan dalam Pemanfaatan


Sumber-Sumber Energi. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2009.
4. Pramudya S. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001.
Jakarta: Grasindo, 2001.
5. Presiden RI. Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
6. Setiari, NM. Identifikasi Sumber Pencemar dan Analisis Kualitas Air Tukad Yeh
Sungi di Kabupaten Tabanan dengan Metode Indeks Pencemaran. Tesis.
Denpasar: Universitas Udayana, 2012.
7. Claroline. Dampak Pencemaran Lingkungan. (online)
(http://lms.unhas.ac.id/claroline/backends/download.php?url=L0JBQl9WSS5wZGY
%3D&cidReset=true&cidReq=107D5102_001)

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 75


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

BAB VI
PENGARUH PENCEMARAN LINGKUNGAN
TERHADAP MANUSIA DAN EKOLOGI

A. PENDAHULUAN
Materi ini merupakan mata kuliah lanjut yang menekankan pada
pemahaman mengenai pengaruh pencemaran lingkungan terhadap manusia dan
ekologi. Seperti yang sudah diketahui, bahwa pencemaran lingkungan dapat
berdampak negatif baik kepada kesehatan dan lingkungan itu sendiri. Dalam bab
ini akan dibahas, khususnya mengenai dampak pencemaran lingkungan baik oleh
radiasi, sampah, dan logam berat.
Tujuan Instruksional:
a. Tujuan Instruksional umum
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan tentang pengaruh pencemaran lingkungan terhadap manusia
dan ekologi.
b. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan:
1) Dampak kesehatan akibat radiasi elektromagnetik
2) Sampah di masyarakat dan dampak kesehatan masyarakat yang timbul
3) Dampak kesehatan akibat logam berat

B. MATERI PEMBELAJARAN
1. DAMPAK KESEHATAN AKIBAT RADIASI ELEKTROMAGNETIK
Radiasi adalah proses hantaran energi yang luas pengertiannya.
Berdasarkan watak penghantarnya ada dua jenis radiasi, yaitu radiasi
gelombang elektromagnektik dan radiasi partikel. Beda kedua jenis radiasi itu
sudah jelas, radiasi gelombang elektromagnektik adalah pancaran energi
dalam bentuk gelombang elektromagnetik, termasuk didalamnya radiasi
energi matahari yang kita terima sehari-hari di permukaan bumi, kemudian
gelombang radio, gelombang mikro, inframerah, cahaya tampak, dan sinar
kosmik. Sedangkan radiasi partikel adalah pancaran energi dalam bentuk
energi kinetik yang dibawa oleh partikel bermassa seperti elektron yang

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 76


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

disebut sebagai sinar–X, partikel beta (β), partikel alfa (α), sinar gamma (γ), p,
partikel neutron.
Jika ditinjau dari "muatan listrik"nya, radiasi dapat dibagi menjadi
radiasi pengion dan radiasi non-pengion. Radiasi pengion adalah radiasi yang
apabila menumbuk atau menabrak sesuatu, akan muncul partikel bermuatan
listrik yang disebut ion. Peristiwa terjadinya ion ini disebut ionisasi. Ion ini
kemudian akan menimbulkan efek atau pengaruh pada bahan, termasuk
benda hidup. Termasuk ke dalam radiasi pengion adalah sinar-X, partikel alfa
(α), partikel beta (β), sinar gamma (γ), partikel neutron. Partikel beta (β),
partikel alfa (α), dan neutron dapat menimbulkan ionisasi secara langsung.
Meskipun tidak memiliki massa dan muatan listrik, sinar-X, sinar gamma dan
sinar kosmik juga termasuk ke dalam radiasi pengion karena dapat
menimbulkan ion isasi secara tidak langsung. Radiasi non-pengion adalah
radiasi yang tidak dapat menimbulkan ionisasi. Termasuk ke dalam radiasi
non-pengion adalah gelombang radio, gelombang mikro, inframerah, cahaya
tampak dan ultraviolet.
Sedangkan dilihat dari jenis radiasi terdiri dari ; radiasi
elektromagnetik, radiasi pengion, radiasi thermal, radiasi Cerenkov, radiasi sel
hidup, radiasi matahari, radiasi nuklir, radiasi benda hitam, radiasi non-
ionisasi,radiasi cosmic. Beberapa bahan kimia yang terdiri dari unsur-unsur
kimia inti yang tidak stabil. Sebagai akibat dari ketidakstabilan ini, atom
memancarkan partikel subatomik dan aleatoria.
Tanpa kita sadari, sebenarnya kita hidup dalam lingkungan yang
penuh dengan radiasi. Radiasi telah menjadi bagian dari lingkungan kita
semenjak dunia ini diciptakan, bukan hanya sejak ditemukan tenaga nuklir
setengah abad yang lalu,yang mana terdapat lebih dari 60 radionuklida.
Berdasarkan asalnya radiasi yang dapat dibedakan pada dua garis besar:
a. Sumber radiasi alam
Radiasi alam dapat berasal dari sinar kosmos, sinar gamma dari
kulit bumi, hasil peluruhan radon dan thorium di udara, serta berbagai
Radionuklida alamiah: radionuklida yang terbentuk secara alami.
b. Radiasi buatan
Radiasi buatan (radionuklida) adalah radiasi yang timbul karena atau
berhubungan dengan kegiatan manusia; seperti penyinaran di bidang
medik, jatuhan radioaktif, radiasi yang diperoleh pekerja radiasi di fasilitas
nuklir, radiasi yang berasal dari kegiatan di bidang industri : radiografi,
logging, pabrik lampu.

Radiasi dalam jumlah tertentu dapat menyebabkan ionisasi pada sel–


sel tubuh manusia. Sifat dan tingkat kegawatan pengaruh radiasi ini
tergantung pada dosis yang diterima sel jaringan tersebut. Ukuran satuan
dosis untuk manusia disebut Rem (1 Rem = 1000 mRem). Efek biologi dari
radiasi dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu efek deterministik dan efek
genetik .
a. Efek deterministik (reaksi jaringan yang berbahaya) yaitu sebagian besar
sel jaringan mengalami kematian atau fungsi sel rusak karena dosis radiasi
tinggi.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 77


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

b. Efek stokastik, yaitu kanker atau efek keturunan berupa pengembangan


kanker pada individu yang terpapari karena mutasi sel somatik atau
penyakit keturunan pada keturunan individu yang terpapari karena mutasi
sel reproduktif.

Efek biologi akibat paparan radiasi diperhitungkan pula pada embrio,


janin dan penyakit lainnya selain kanker. Menurut Akhadi (2002) beberapa
efek merugikan yang muncul pada tubuh manusia karena terpapar oleh sinar-
X segera teramati tidak berselang lama dari penemuan sinar-X. Efek
merugikan itu berupa kerontokan rambut dan kerusakan kulit.
Semakin besar dosis paparan yang diterima seseorang, maka
kemungkinannya untuk hidup akan semakin kecil. Penyebab kematian dalam
banyak kasus adalah kerusakan sumsum tulang (yang didalamnya ada
leukosit), yang menyebabkan infeksi dan pendarahan. Paparan radiasi ini bisa
berasal dari makanan, air, sinar matahari, tembakau, televisi, detektor asap,
material bangunan, scanner tubuh di bandara dan sinar-X. Nilai batas yang
diizinkan (NBD) untuk perorangan ialah dosis yang terakumulasi selama
jangka waktu panjang atau hasil dari penyinaran tunggal, yang menurut
pengetahuan dewasa ini, mengandung kemungkinan kerusakan somatik atau
genetik yang dapat diabaikan, selain itu, besar dosis adalah sedemikian, yaitu
setiap efek yang sering terjadi terbatas pada akibat yang ringan, sehingga
tidak akan dianggap tidak dapat diterima oleh seseorang yang tersinari dan
oleh instansi yang berwenang dalam bidang medis.
Nilai Batas Dosis (NBD) adalah nilai ambang batas yang tidak
dilampaui diharapkan tidak akan menimbulkan dampak pada pekerja. Nilai
batas dosis radiasi ditetapkan dalam Surat Keputusan Kepala BAPETEN No.
01/Ka-BAPETEN/V-99 adalah penerimaan dosis yang tidak boleh dilampaui
oleh seorang pekerja radiasi dan anggota masyarakat selama jangka waktu
satu tahun, tidak tergantung pada laju dosis radiasi eksterna maupun interna.
Radiasi elektromagnetik berpotensi menimbulkan gangguan
kesehatan tertentu. Berbagai potensi gangguan kesehatan tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Sistem darah, berupa leukemia dan limfoma malignum.
b. Sistem reproduksi laki-laki, berupa infertilitas.
c. Sistem saraf, berupa degeneratif saraf tepi.
d. Sistem kardiovaskular, berupa perubahan ritme jantung
e. Sistem endokrin, berupa perubahan metabolisme hormon melatonin.
f. Psikologis, berupa neurosis dan gangguan irama sirkadian.
g. Hipersensitivitas.

Potensi gangguan terhadap sistem darah, kardiovaskular, reproduksi


dan saraf, memerlukan waktu yang panjang dan tidak dapat dirasakan atau
diamati dalam waktu pendek. Sedangkan potensi gangguan pada sistem
hormonal, psikologis dan hipersensitivitas, umumnya dapat terjadi dalam
waktu pendek. Manifestasi gangguan dalam waktu pendek, biasanya berupa
berbagai keluhan.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 78


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

Salah satu potensi gangguan kesehatan adalah timbulnya reaksi


hipersensitivitas, yang dikenal dengan electrical sensitivity. Electrical sensitivity
atau dikenal pula dengan istilah electrical hypersensitivity, merupakan
problem kesehatan masyarakat sebagai akibat pengaruh radiasi medan
elektromagnetik, berupa gangguan fisiologis yang ditandai dengan
sekumpulan gejala neurologis dan kepekaan (sensitivitas) terhadap medan
elektromagnetik.
Banyak orang yang memiliki sensitivitas terhadap tingkat frekuensi
tertentu dari medan elektromagnetik. Gejala-gejala electrical sensitivity yang
banyak dijumpai berupa sakit kepala (headache), pening (dizziness), keletihan
yang konstan atau menahun (chronic fatigue syndrome), gangguan tidur
berupa sukar tidur (insomnia). Di samping itu, beberapa gejala lain kadang-
kadang dapat dijumpai, antara lain berdebar-debar (tachycardia), mual
(nausea) tanpa ada penyebab yang jelas, muka terasa terbakar (facial
flushing), rasa sakit pada otot-otot (pain in muscles), telinga berdenging
(tinnitus), kejang otot (muscle spasms), kebingungan (confusion), gangguan
kejiwaan berupa depresi (depression) serta gangguan konsentrasi (difficulty in
concentrating).

2. SAMPAH DI MASYARAKAT DAN DAMPAK KESEHATAN MASYARAKAT YANG


TIMBUL
a. Pengertian Sampah
Sampah adalah segala buangan yang timbul akibat aktivitas
manusia dan hewan, biasanya berupa padatan yang dianggap tidak
berguna atau tidak diinginkan lagi. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Sampah adalah bahan sisa, baik bahan-bahan yang sudah tidak
digunakan lagi (barang bekas) maupun bahan yang sudah diambil
bagian utamanya.
2) Dari segi ekonomis, sampah adalah bahan yang sudah tidak ada
harganya.
3) Dari segi lingkungan, sampah adalah bahan buangan yang tidak
berguna dan banyak menimbulkan masalah pencemaran dan gangguan
pada kelestarian lingkungan.

Dari ciri-ciri tersebut diatas, dibuat suatu batasan yang definitif


tentang sampah, yaitu “Sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami
perlakuan-perlakuan, baik karena telah diambil bagian utamanya, atau
karena pengolahan, atau karena sudah tidak ada manfaatnya, yang ditinjau
dari segi sosial ekonomis tidak ada harganya dan dari segi lingkungan
dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian”. Pengertian
sampah adalah suatu yang tidak dikehendaki lagi oleh yang punya dan
bersifat padat. Sementara didalam UU No 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah, disebutkan sampah adalah sisa kegiatan sehari hari
manusia atau proses alam yang berbentuk padat atau semi padat berupa
zat organik atau anorganik bersifat dapat terurai atau tidak dapat terurai

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 79


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan dibuang ke lingkungan.


Berdasarkan definisi diatas, maka dapat dipahami sampah adalah:
1) Sampah yang dapat membusuk (garbage), menghendaki pengelolaan
yang cepat. Gas-gas yang dihasilkan dari pembusukan sampah berupa
gas metan dan H2S yang bersifat racun bagi tubuh.
2) Sampah yang tidak dapat membusuk (refuse), terdiri dari sampah
plastik, logam, gelas karet dan lain-lain.
3) Sampah berupa debu/abu sisa hasil pembakaran bahan bakar atau
sampah.
4) Sampah yang berbahaya terhadap kesehatan, yakni sampah B3 adalah
sampah karena sifatnya, jumlahnya, konsentrasinya atau karena sifat
kimia, fisika dan mikrobiologinya dapat meningkatkan mortalitas dan
mobilitas secara bermakna atau menyebabkan penyakit reversible atau
berpotensi irreversible atau sakit berat yang pulih.
5) Menimbulkan bahaya sekarang maupun yang akan datang terhadap
kesehatan atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik.

b. Sumber Sampah
Informasi tentang komposisi sampah sangat diperlukan dalam
mengevaluasi peralatan alternatif yang dibutuhkan, system, serta program
dan rencana manajemen pengelolaan sampah. Menurut Peavy (1985),
komposisi sampah dapat diuraikan menjadi komposisi fisik, komposisi
kimia, dan komposisi biologis. Menurut Gilbert dkk.(1996), sumber-sumber
timbulan sampah adalah sebagai berikut :
1) Sampah dari pemukiman penduduk
Pada suatu pemukiman biasanya sampah dihasilkan oleh suatu
kluarga yang tinggal disuatu bangunan atau asrama. Jenis sampah yang
dihasilkan biasanya cendrung organik, seperti sisa makanan atau
sampah yang bersifat basah, kering, abu plastik dan lainnya.
2) Sampah dari tempat-tempat umum dan perdagangan
Tempat-tempat umum adalah tempat yang dimungkinkan
banyaknya orang berkumpul dan melakukan kegiatan. Tempat-tempat
tersebut mempunyai potensi yang cukup besar dalam memproduksi
sampah termasuk tempat perdagangan seperti pertokoan dan pasar.
Jenis sampah yang dihasilkan umumnya berupa sisa – sisa makanan,
sampah kering, abu, plastik, kertas, dan kaleng- kaleng serta sampah
lainnya.
3) Sampah dari sarana pelayanan masyarakat milik pemerintah
Yang dimaksud di sini misalnya tempat hiburan umum, pantai,
masjid, rumah sakit, bioskop, perkantoran, dan sarana pemerintah
lainnya yang menghasilkan sampah kering dan sampah basah.
4) Sampah dari industri
Dalam pengertian ini termasuk pabrik – pabrik sumber alam
perusahaan kayu dan lain – lain, kegiatan industri, baik yang termasuk
distribusi ataupun proses suatu bahan mentah. Sampah yang dihasilkan
dari tempat ini biasanya sampah basah, sampah kering abu, sisa – sisa
makanan, sisa bahan bangunan.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 80


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

5) Sampah Pertanian
Sampah dihasilkan dari tanaman atau binatang daerah pertanian,
misalnya sampah dari kebun, kandang, ladang atau sawah yang
dihasilkan berupa bahan makanan pupuk maupun bahan pembasmi
serangga tanaman.
c. Jenis– Jenis Sampah
Jenis sampah yang ada di sekitar kita cukup beraneka ragam, ada
yang berupa sampah rumah tangga, sampah industri, sampah pasar,
sampah rumah sakit, sampah pertanian, sampah perkebunan, sampah
peternakan, sampah institusi/kantor/sekolah, dan sebagainya. Berdasarkan
asalnya, sampah padat dapat digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu sebagai
berikut :
1) Sampah Organik
Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan
hayati yang dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat
biodegradable. Sampah ini dengan mudah dapat diuraikan melalui
proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan
organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa-
sisa makanan, pembungkus (selain kertas, karet dan plastik), tepung,
sayuran, kulit buah, daun dan ranting.
2) Sampah Anorganik
Sampah anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-
bahan non-hayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses
teknologi pengolahan bahan tambang. Sampah anorganik dibedakan
menjadi : sampah logam dan produk – produk olahannya, sampah
plastik, sampah kertas, sampah kaca dan keramik, sampah detergen.
Sebagian besar anorganik tidak dapat diurai oleh alam/mikroorganisme
secara keseluruhan (unbiodegradable). Sementara, sebagian lainnya
hanya dapat diuraikan dalam waktu yang lama. Sampah jenis ini pada
tingkat rumah tangga misalnya botol plastik, botol gelas, tas plastik,
dan kaleng.

Berdasarkan keadaan fisiknya sampah dikelompokkan atas :


1) Sampah basah (garbage)
Sampah golongan ini merupakan sisa- sisa pengolahan atau sisa-
sisa makanan dari rumah tangga atau merupakan timbulan hasil sisa
makanan, seperti sayur mayur, yang mempunyai sifat mudah
membusuk, sifat umumnya adalah mengandung air dan cepat
membusuk sehingga mudah menimbulkan bau.
2) Sampah kering (rubbish)
Sampah golongan ini memang diklompokkan menjadi 2
(dua) jenis :
a) Golongan sampah tak lapuk. Sampah jenis ini benar-benar tak akan
bisa lapuk secara alami, sekalipun telah memakan waktu bertahun –
tahun, contohnya kaca dan mika.
b) Golongan sampah tak mudah lapuk. Sekalipun sulit lapuk, sampah
jenis ini akan bisa lapuk perlahan – lahan secara alami. Sampah jenis

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 81


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

ini masih bisa dipisahkan lagi atas sampah yang mudah terbakar,
contohnya seperti kertas dan kayu, dan sampah tak mudah lapuk
yang tidak bisa terbakar, seperti kaleng dan kawat.

Karakteristik sampah terbagi atas beberapa aspek yakni sebagai


berikut :
1) Sampah Basah (Garbage) adalah jenis sampah yang terdiri dari sisa sisa
potongan hewan atau sayur-sayuran hasil dari pengolahan, pembuatan
dan penyediaan makanan yang sebagian besar terdiri dari zat-zat yang
mudah menbusuk.
2) Sampah Kering (Rubbish) adalah sampah yang dapat terbakar dan tidak
dapat terbakar yang berasal dari rumah-rumah, pusat-pusat
perdagangan, kantor-kantor.
3) Abu (Ashes) adalah sampah yang berasal dari sisa pembakaran dari zat
yang mudah terbakar seperti rumah, kantor maupun dipabrik-pabrik
industri.
4) Sampah Jalanan (Street Sweping) adalah sampah yang berasal dari
pembersihan jalan dan trotoar baik dengan tenaga manusia maupun
dengan tenaga mesin yang terdiri dari kertas kertas, dedaun daunan
dan lain lain.
5) Bangkai binatang (Dead animal) adalah jenis sampah berupa sampah-
sampah biologis yang berasal dari bangkai binatang yang mati karena
alam, penyakit atau kecelakaan.
6) Sampah rumah tangga (Household refuse) merupakan sampah
campuran yang terdiri dari rubbish, garbage, ashes yang berasal dari
daerah perumahan.
7) Bangkai kendaraan (Abandonded vehicles) adalah sampah yang berasal
dari bangkai-bangkai mobil, truk, kereta api.
8) Sampah industri merupakan sampah padat yang berasal dari industri-
industri pengolahan hasil bumi/tumbuh-tubuhan dan industri lain
9) Sampah pembangunan (Demolotion waste) yaitu sampah dari proses
pembangunan gedung, rumah dan sebagainya, yang berupa puing-
puing, potongan-potongan kayu, besi beton, bambu dan sebagainya
10)Sampah khusus adalah jenis sampah yang memerlukan penanganan
khusus misalnya kaleng cat, flim bekas, zat radioaktif dan lain-lain

d. Dampak Sampah
Menurut Gelbert dkk (1996) ada tiga dampak sampah terhadap
manusia dan lingkungan yaitu:
1) Dampak Terhadap Kesehatan
Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai
(pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang
cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang
seperti, lalat dan anjing yang dapat menjangkitkan penyakit. Potensi
bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut :

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 82


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

a) Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus


yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat
bercampur air minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic
fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang
pengelolaan sampahnya kurang memadai.
b) Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit)
c) Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu
contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita
(taenia). Cacing ini sebelumnya masuk kedalam pencernakan
binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/
sampah.

2) Dampak Terhadap Lingkungan


Cairan rembesan sampah yang masuk kedalam drainase atau
sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat
mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan
berubahnya ekosistem perairan biologis. Penguraian sampah yang di
buang kedalam air akan menghasilkan asam organik dan gas cair
organik, seperti metana. Selain berbau kurang sedap, gas ini pada
konsentrasi tinggi dapat meledak.

3) Dampak Terhadap Keadaan Sosial dan Ekonomi


Dampak-dampak tersebut adalah sebagai berikut :
a) Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya
tingkat kesehatan masyarakat. Hal penting disini adalah
meningkatnya pembiayaan (untuk mengobati kerumah sakit).
b) Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah
yang tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk
pengolahan air. Jika sarana penampungan sampah kurang atau tidak
efisien, orang akan cenderung membuang sampahnya dijalan. Hal ini
mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan diperbaiki.

3. DAMPAK KESEHATAN AKIBAT LOGAM BERAT


Logam merupakan bahan pertama yang dikenal oleh manusia dan
digunakan sebagai alat-alat yang berperan penting dalam sejarah peradaban
manusia (Darmono, 1995 dalam Purnomo, 2008). Logam berat masih termasuk
golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam lain.
Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini
berikatan dan atau masuk ke dalam organisme hidup. Berbeda dengan logam
biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada mahluk hidup.
Dapat dikatakan semua logam berat dapat menjadi tahan racun yang
akan meracuni tubuh mahluk hidup. Sebagai contoh adalah logam air raksa
(Hg), cadmium (Cd), timah hitam (Pb) dan khrom (Cr). Meskipun semua logam
berat dapat mengakibatkan keracunan atas mahluk hidup, sebagian dari logam
berat tersebut tetap dibutuhkan oleh mahluk hidup. Kebutuhan tersebut
berada dalam jumlah yang sedikit, tetapi bilakebutuhan dalam jumlah yang
sangat kecil itu tidak terpenuhi, maka dapat berakibat fatal terhadap

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 83


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

kelangsungan hidup dari setiap mahluk hidup. Karena dibutuhkan dalam tubuh
maka disebut logam esensial, logam beresensial ini adalah tembaga (Cu), seng
(Zn) dan nikel (Ni).
Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar
dari 5 gr/cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai
afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai
92 dari perioda 4 sampai 7 (Miettinen, 1977 dalamPurnomo, 2008). Sebagian
logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd), dan merkuri (Hg) merupakan
zat pencemar yang berbahaya. Afinitas yang tinggi terhadap unsur S
menyebabkan logam ini menyerang ikatan belerang dalam enzim, sehingga
enzim bersangkutan menjadi tak aktif. Gugus karboksilat (-COOH) dan amina (-
NH2) juga bereaksi dengan logam berat. Kadmium, timbal, dan tembaga terikat
pada sel-sel membran yang menghambat proses transpormasi melalui dinding
sel. Logam berat juga mengendapkan senyawa fosfat biologis atau mengkatalis
penguraiannya.
Berdasarkan daya hantar panas dan listriknya, semua unsur kimia yang
terdapat dalam susunan berkala unsur-unsur dapat dibagi atas dua golongan
yaitu logam dan non logam. Golongan logam mempunyai daya hantar panas
dan listrik yang tinggi, sedangkan golongan non logam mempunyai daya hantar
panas dan listrik yang rendah. Berdasarkan densitasnya, golongan logam di
bagi atas dua golongan, yaitu golongan logam ringan dan logam berat.
Golongan logam ringan (light metals) mempunyai densitas <5, sedangkan
logam berat (heavymetal) mempunyai densitas >5.
Menurut Palar (2008) karakteristik dari logam berat adalah sebagai
berikut:
a. Memiliki spesifikasi gravitasi yang sangat besar (>4).
b. Mempunyai nomor atom 22-34 dan 40-50 serta unsur lantinada dan
aktanida.
c. Mempunyai respon biokimia (spesifik) pada organisme hidup.

Berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek-


efek khusus pada mahkluk hidup. Salah satu polutan yang paling berbahaya
bagi kesehatan manusia adalah logam berat. WHO (World Health Organization)
dan FAO (Food Agriculture Organization) merekomendasikan untuk tidak
mengkomsumsi makanan laut (seafood) yang tercemar logam berat. Logam
berat telah lama dikenal sebagai suatu elemen yang mempunyai daya racun
yang sangat potensial dan memiliki kemampuan terakumulasi dalam organ
tubuh manusia. Bahkan tidak sedikit yang menyebabkan kematian. Di antara
logam berat yang berbahaya Cadmium (Cd) dan Timbal atau Plumbum (Pb).
a. Kadmium
Kadmium (Cd) menjadi populer sebagai logam berat yang
berbahaya setelah timbulnya pencemaran sungai di wilayah Kumamoto
Jepang yang menyebabkan keracunan pada manusia. Pencemaran kadmium
pada air minum di Jepang menyebabkan penyakit “itai-itai”. Gejalanya
ditandai dengan ketidaknormalan tulang dan beberapa organ tubuh menjadi
mati. Keracunan kronis yang disebabkan oleh Cd adalah kerusakan sistem

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 84


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

fisiologis tubuh seperti pada pernapasan, sirkulasi darah, penciuman, serta


merusak kelenjar reproduksi jantung dan kerapuhan tulang.
Kadmium telah digunakan secara meluas pada berbagai industri
antara lain pelapisan logam, peleburan logam, pewarnaan, baterai, minyak
pelumas, bahan bakar. Bahan bakar dan minyak pelumas mengandung Cd
sampai 0,5 ppm, batubara mengandung Cd sampai 2 ppm, pupuk
superpospat juga mengandung Cd bahkan ada yang sampai 170 ppm.
Limbah cair dari industri dan pembuangan minyak pelumas bekas yang
mengandung Cd masuk ke dalam perairan laut serta sisa-sisa pembakaran
bahan bakar yang terlepas ke atmosfir dan selanjutnya jatuh masuk ke laut.
Konsentrasi Cd pada air laut yang tidak tercemar adalah kurang
dari 1 mg/l atau kurang dari 1 mg/kg sedimen laut. Konsentrasi Cd maksimum
dalam air minum yang diperbolehkan oleh Depkes RI dan WHO adalah
0,01,mg/l. Sementara batas maksimum konsentrasi atau kandungan Cd pada
daging makanan laut mg/kg. Sebaliknya Dirjen Pengawasan Obat dan
Makanan merekomendasikan tidak lebih dari 2,0 mg/kg.

b. Timbal (Pb)
Timah hitam (Pb) adalah jenis logam yang lunak dan berwarna
coklat kehitaman, serta mudah di murnikan. Dalam pertambangan logam ini
berbentuk sulfide logam (Pbs) yang sering disebut galena. Timbal masuk
keperairan melalui pengendapan, jatuhan debu yang mengandung Pb yaitu
dari hasil pembakaran bensin yang mengandung tetra etil, erosi dan limbah
industri. Pada hewan dan manusia timbal dapat masuk ke dalam tubuh
melalui makanan dan minuman yang di komsumsi serta melalui pernafasan
dan penetrasi pada kulit. Di dalam tubuh manusia, di dalam tubuh manusia,
dapat menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan
haemoglobin yang dapat menyebabkan anemia. Gejala yang di akaibatkan
dari keracunan logam timbal adalah kurangya nafsu makan, kejang-kejang,
muntah dan pusing-pusing. Timbal dapat juga menyerang susunan saraf dan
mengganggu system reproduksi, kelainan ginjal dankelainan jiwa.

Masing-masing logam berat memiliki dampak negatif terhadap manusia


jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar dan waktu yang lama. Dampak
tersebut antar lain :
a. Timbal (Pb)
Dalam peredaran darah dan otak dapat menyebabkan gangguan
sintesis hemoglobin darah, gangguan neurologi (susunan syaraf), gangguan
pada ginjal, sistem reproduksi, penyakit akut atau kronik sistem syaraf, dan
gangguan fungsi paru-paru. Keluhan sakit kepala, gelisah, gugup, lemas dan
mudah tersinggung, beberapa tanda yang mendahului efek keracunan
sebelum terjadinya koma, kemudian kematian.
b. Kadmium (Cd)
Jika berakumulasi dalam jangka waktu yang lama dapat
menghambat kerja paru-paru, bahkan mengakibatkan kanker paru-paru,
mual, muntah, diare, kram, anemia, dermatitis, pertumbuhan lambat,
kerusakan ginjal dan hati, dan gangguan kardiovaskuler. Kadmium dapat

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 85


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

pula merusak tulang (osteomalacia, osteoporosis) dan meningkatkan


tekanan darah. Gejala umum keracunan Kadmium adalah sakit di dada, nafas
sesak (pendek), batuk – batuk, dan lemah.
c. Merkuri (Hg)
Dapat berakumulasi dan terbawa ke organ-organ tubuh lainnya,
menyebabkan bronchitis, sampai rusaknya paru-paru. Gejala keracunan
Merkuri tingkat awal, pasien merasa mulutnya kebal sehingga tidak peka
terhadap rasa dan suhu, hidung tidak peka bau, mudah lelah, gangguan
psikologi (rasa cemas dan sifat agresif), dan sering sakit kepala. Jika terjadi
akumulasi yang tinggi mengakibatkan kerusakan sel-sel saraf di otak kecil,
gangguan pada luas pandang, kerusakan sarung selaput saraf dan bagian
dari otak kecil. Gejala lain kesulitan menelan, buta tuli, lumpuh kelainan
fungsi ginjal, cacat lahir dan membawa kematian.

C. PENUTUP
Dampak pencemaran lingkungan, baik dari pencemaran yang disebabkan
oleh radiasi, pengelolaan sampah yang tidak baik, serta kandungan logam berat
di lingkungan dapat mempengaruhi, khususnya pada kesehatan manusia, serta
estetika di lingkungan. Dengan adanya informasi dan pemahaman mengenai
pencemaran lingkungan yang dapat terjadi, maka diharapkan dapat dilakukan
upaya pencegahan terhadap pencemaran lingkungan tersebut.

REFERENSI

1. Mayerni, Adrianto A, dan Zainal Abidin. Dampak Radiasi terhadap Kesehatan


Pekerja Radiasi di RSUD Arifin Achmad, RS Santa Maria dan RS Awal Bros
Pekanbaru. Jurnal Ilmu Lingkungan 2013; 7(1): 114-127.
2. Arief LM. Pengendalian Bahaya Radiasi Elektromagnetik di Tempat Kerja. Jakarta:
Universitas Esa Unggul.
3. Teknik Penilaian Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL). Kursus
Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Tipe C). Pusat Penelitian
Lingkungan Hidup Universitas Diponegoro. Semarang, 25 Mei 2003.
4. Teknik Penilaian Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Kursus
Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Tipe C). Pusat Penelitian
Lingkungan Hidup Universitas Diponegoro. Semarang, 25 Mei 2003.
5. Studi Kasus: Pembangunan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500
kV Tanjungjati – Purwodadi dan Aspek Kesehatan Masyarakat. Kursus Dasar-
Dasar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Tipe A). Pusat Penelitian
Lingkungan Hidup Universitas Diponegoro. Semarang, 11 Mei 2004.
6. Reklamasi Pantai dalam Perspektif Kesehatan Lingkungan. Seminar Sehari
“Reklamasi Pantai dalam Perspektif Ekologi”, Kerjasama Pusat Penelitian
Lingkungan Hidup Universitas Diponegoro dan Bappeda Kota Semarang.
Semarang, 20 April 2005.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 86


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

7. Efek Bahan Berbahaya dan Beracun terhadap Kesehatan Manusia. Pelatihan


Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup
Universitas Diponegoro. Semarang, 25 – 27 Mei 2005.
8. Potensi Gangguan Kesehatan Akibat Radiasi Elektromagnetik SUTET. Seminar
”Kajian Kritis SUTET dari Aspek Teknis, Sosial, Lingkungan, dan Kesehatan”.
Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro. Semarang, 7
Maret 2006.
9. Dampak SUTET terhadap Kesehatan Manusia. Seminar Nasional Fisika. UNY.
Yogyakarta, 30 April 2006.
10. Rancangan Standar Kedokteran Keluarga Indonesia. Pemantapan Dokter
Keluarga. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. Ungaran, Kabupaten
Semarang, 18 – 19 Juli 2006.
11. Nirwan M. Optimalisasi Pengelolaan Sampah di Kampus UPN Veteran Jawa
Timur. Jurnal Rekayasa Perencanaan 2008; 4(2): 1-13.
12. Rahma D. Studi Keberadaan dan Cara Pengelolaan Sampah Universitas Sumatera
Utara. Skripsi. Meda: Universitas Sumatera Utara, 2015.
13. Ismail I. Prospek Pengelolaan Sampah Non-Konensional di Bangkalan. Prosiding
SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan 2011; 2(1) : 181-188.
14. Palempung ARN. Peran Pemerintah dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat
terhadap Pengelolaan Sampah Domestik Di Kelurahan Kotamobagu. Sulawesi
Utara: Universitas Sam Ratulangi.
15. Basriyanta. Memanen Sampah. Yogyakarta: Kanisius, 2007.
16. Artiningsih NKA. Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro, 2008.
17. Darmono, 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI Press. Jakarta
18. Palar, H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta: Jakarta
19. Hutagalung, H.P. 1991. Pencemaran Laut oleh Logam Berat. Puslitbang
20. Oseanologi. Status Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantaunnya.
LIPI. Jakarta.
21. Afrizal, I. 2000. Kandungan Logam Berat Cd, Pb, Cu dan Zn Dalam Air, Sedimen
dan Berberapa Organisme Bentos di Muara Sungai Asahan, Sumatra Utara.
Skripsi, Institut pertanian Bogor. Indonesia.
22. Agusnar, H. 2007. Kimia Lingkungan. USU Press
23. Marganof.2003.Potensi Limbah Udang sebagai Penyerap Logam
Berat(Timbal,Kadmium, dan Tembaga) di Perairan. (online)
(tumoutu.net/70207134/marganof.pdf.).

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 87


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

BAB VII
FAKTOR GENETIK, FISIOLOGI, DAN PSIKOLOGIK YANG
BERPENGARUH PADA KEPEKAAN KESEHATAN MANUSIA
TERHADAP PAPARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN

A. PENDAHULUAN
Materi ini merupakan mata kuliah lanjut yang menekankan pada
pemahaman mengenai faktor genetik, fisiologi, dan psikologik yang berpengaruh
pada kepekaan kesehatan manusia terhadap paparan pencemaran lingkungan.
Kepekaan kesehatan manusia terkait dengan daya tahan tubuh manusia
(imunitas tubuh) yang dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal berupa
rangsangan-rangsangan yang ada di lingkungan serta faktor internal, berupa
faktor genetik, fisik, dan psikologis yang ada di dalam diri manusia itu sendiri.
Tujuan Instruksional:
a. Tujuan Instruksional umum
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan tentang faktor genetik, fisiologi, dan psikologik yang
berpengaruh pada kepekaan kesehatan manusia terhadap paparan
pencemaran lingkungan.
b. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan:
1. Stimuli lingkungan
2. Daya tahan tubuh
3. Faktor yang mempengaruhi kepekaan kesehatan manusia

B. MATERI PEMBELAJARAN
1. STIMULI LINGKUNGAN
Manusia dapat bereaksi terhadap berbagai jenis stimuli lingkungan.
Secara garis besar berbagai stimuli tersebut dapat dikelompokkan menjadi
dua bagian berdasarkan asalnya sebagai berikut:
a. Stimuli dari dalam tubuh manusia sendiri dan disebut stimuli endogenous.
Stimuli endogenous dapat berupa stimuli dari kadar-kadar hormon
yang diproduksi kelenjar-kelenjar hormon tubuh sendiri, ataupun segala

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 88


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

reaksi-re¬aksi biokimia yang terjadi di dalam tubuh. Misalnya, di dalam


tubuh terdapat terlalu banyak hormon thyroid, maka metabolisme tubuh
akan terjadi secara herlebihan. Tubuh akan berkeringat, terasa sering
lapar, tekanan darah meninggi, dan seterusnya. Kekurangan hormon
insulin akan menyebabkan kadar gula dalam darah menjadi tinggi, gula ini
tidak dapat disimpan sebagai glikogen, maka tubuh merasa sering lapar,
banyak gula harus dikeluarkan melalui urine. Oleh karenanya rasa haus
menjadi-jadi, dan selanjutnya. Reaksi-reaksi biokimia yang sangat
mendasar, yakni mengatur metaholisme dalam badan dan mengatur
temperatur tubuh supaya keadaan badan tetap sama/normal didasari oleh
reaksi-reaksi biokimia yang terjadi di dalam tubuh dan reaksi-reaksi
tersebut merupakan akibat dari stimuli yang berasalkan keadaan di dalam
tubuh sendiri.
b. Stimuli dari luar tubuh manusia dan disebut stimuli exogenous.
Stimuli exogenous berasalkan lingkungan hidup, sangat banyak
jumlah-nya. Untuk mempermudah penelitiannya orang membaginya
kedalam dua kelompok berdasarkan cara kerja stimuli tersebut pada
badan. Oleh karena itu didapat stimuli yang bekerja secara langsung clan
yang tidak bekerja secara langsung. Stimuli yang bekerja langsung
terhadap tubuh antara lain adalah sinar-sinar yang dapat menembus kulit
dan menyebabkan effek pada organ-¬organ tubuh yang terkena
penyinaran. Stimuli tak langsung dapat menim¬bulkan reaksi lewat puting-
puting reseptor urat syaraf yang ada di dalam kulit, pada pancaindera, dan
lainnya yang kemudian disalurkan pada susunan saraf pusat untuk
kemudian diproses dan respons disalurkan pada organ yang sesuai.

Reaksi manusia terhadap stimuli disebut respon. Efek respon


terhadap tubuh dapat menguntungkan dapat juga merugikan. Hal ini sangat
tergantung pada dosis stimuli yang diterima serta keadaan tubuh saat itu.
Respon manusia terhadap stimuli dapat dikelompokkan ke dalam kategori
sebagai berikut:
a. Respon yang terjadi secara otomatis, di bawah sadar (involutary) seperti
refleks-refleks, reaksi fisika-kimia dalam tubuh, dan untuk taraf tertentu
tak dapat dikendalikan.
b. Respon yang terjadi secara sadar (voluntary), yakni respon yang dilakukan
atas kendali otak manusia.
c. Respon kombinasi antara respon sadar dan respon tak sadar.
Respon manusia terhadap stimuli ini terjadi karena manusia ingin mem-
pertahankan keadaan badannya supaya tetap normal. Respon tersebut
dilakukan oleh perangkat yang bekerja sebagai mekanisme pertahanan
tubuh. Perangkat tersebut terdiri atas perangkat alamiah (natural) dan
perangkat budaya (kultural).

4. DAYA TAHAN TUBUH


Daya tahan tubuh seseorang tidak sama, namun faktor imunitas
sangat berperan penting dalam proses kejadian penyakit pada seseorang dan

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 89


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

sebaliknya apabila host mempunyai imunitas akan terhindar dari penyakit.


Imunitas terbagi atas:
a. Imunitas alamiah (tanpa intervensi)
1) Aktif alamiah yang bertahan lama dan membentuk antibody (missal: air
susu ibu untuk bayi)
2) Pasif alamiah pada bayi yang hilang setelah 4 bulan, karena tidak
bertahan lama (misalnya pemeberian toksoid kepada ibu akan
berdampak pada bayi yang lahir).
b. Imunitas didapat (dengan intervensi)
1) Aktif didapat yang dibuat penjamu setelah imunisasi
2) Pasif didapat yang bertahan 4-5 minggu
c. Herd immunity (kekebalan kelompok) yang berpengaruh dalam timbulnya
penyakit pada suatu kelompok di suatu populasi, missal: orang yang
terkena varicella akan mempunyai kekebalan terhadap varicella.

Jenis daya tahan tubuh lainnya yaitu:


a. Daya Tahan Natural
Makhluk hidup, secara alamiah semuanya dilengkapi dengan
perangkat untuk mempertahankan dirinya. Demikian juga tubuh manusia,
dilengkapi dengan sistem yang dapat mempertahankan dirinya dan
sebagian besar bekerja secara otomatis, berjalan diluar kesadaran manusia
sendiri. Daya tahan natural ini didapat pada struktur maupun fungsi tubuh.

b. Daya Tahan Struktural


Struktur menentukan fungsi tubuh. Struktur tubuh memberikan
gambaran akan kemampuan daya tahan tubuh. Struktur merupakan lapis
pertama daya tahan tubuh dan terdiri atas tengkorak, kerangka clan kulit.
Tengkorak dan kerangka terdiri atas tulang yang berfungsi memperkokoh,
menunjang dan melindungi bagian-bagian tubuh yang lunak dan penting.
Misalnya, otak, jan-tung, paru-paru, hati, clan lain-lainnya dilindungi oleh
sistem tulang yang kuat, keras, serta tebal dengan fungsi melindunginya
terhadap segala faktor yang membahayakan. Kulit, selaput lendir, lapisan
tanduk, kuku, kelenjar keringat, puting¬puting urat syaraf, pembuluh
darah, dan lain-lain pelengkap yang ada di dalam kulit berfungsi
membungkus tubuh manusia sedemikian rupa sehingga benda-benda
asing tidak mudah memasuki tubuh, clan tubuh tidak mudah kehilangan
cairan.

c. Daya Tahan Fungsional


Fungsi atau faal tubuh antara lain berusaha mempertahankan
tubuh agar tetap berada dalam keadaan normal (homeostasis). Apabila
lapisan pertahanan pertama tertembus, maka fungsi badan mulai bergerak
untuk melakukan pengamanan. Contoh-contoh yang mudah difahami ialah
sebagai berikut:
1) Refleks-refleks untuk mengeluarkan benda asing dari tubuh seperti
bersin, batuk, diare, muntah, keluarnya air mata, air liur, dan
sebagainya.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 90


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

2) Pengaturan temperatur badan agar tetap sekalipun cuaca sangat dingin


ataupun panas.
3) Reaksi-reaksi peradangan yang berusaha menghadang invasi kuman.
Reaksi ini ditandai oleh sirkulasi yang meningkat di bagian yang
mengandung kuman, sehingga nampak merah clan bengkak, sakit,
sehingga anggota badan yang bersangkutan tidak dapat berfungsi
secara normal untuk sementara waktu.
4) Pembuatan zat anti/ antibodies terhadap kuman penyakit spesifik
sehingga kuman dapat dimatikan.
5) Adaptasi merupakan usaha badan untuk memungkinkan tubuh
bertahan dalam lingkungan yang tidak menguntungkan. Adaptasi ini
dapat tampak sebagai perubahan struktur, fungsi, maupun reaksi
biokimia tubuh.

d. Daya Tahan Kultural


Pada mulanya, perkembangan budaya didasarkan atas usaha untuk
mempertahankan diri. Misalnya orang berusaha untuk membuat pakaian
untuk melindungi tubuhnya dari pengaruh cuaca yang tidak
menguntungkan. Demikian pula halnya dengan usaha membuat rumah,
usaha bercocok tanam dan beternak. Kemudian budaya manusia
berkembang secara khusus untuk me-ningkatkan kesehatan. Misalnya,
usaha membuat vaksin untuk meningkatkan taraf kekebalan tubuh
terhadap kuman yang spesifik seperti vaksin anti TBC, anti Tetanus, anti
Typhus-Cholera-Dysenterie, anti Cacar, dan sebagainya. Contoh lain ialah
usaha manusia untuk meningkatkan kesehatan dengan memberikan
penyuluhan agar perilaku masyarakat menjadi lebih sehat. Demikian pula
dengan usaha meningkatkan kesehatan gigi, kesehatan gizi, clan lain
sebagainya.
Daya tahan tubuh baik natural maupun kultural, kadang-kadang
dapat menimbulkan efek yang tidak nnenguntungkan. Misalnya penderita
yang memerlukan transplantasi organ, akan sangat sulit untuk
mendapntkan organ yang cocok bagi tubuhnya, sehingga organ transplan
tidak dianggap sebagai benda asing clan tidak dihancurkan oleh badan
sendiri. Contoh lain adalah pemakaian obat-obatan yang dimaksud untuk
mengendalikan infeksi kadang¬-kadang menimbulkan reaksi tubuh yang
berlebih (hypersensitivitas) sehingga tubuh menderita karenanya.
Faktor-faktor yang menentukan efek ini sangat banyak; proses interaksi
yang terjadi di dalam tubuh dikenal sebagai proses farmakokinetika.
Faktor-faktor yang ikut menentukan terjadinya efek bila benda asing itu
hidup antara lain adalah kekuatan tubuh, patogenitas, jumlah serta
virulensi kuman; clan bila benda asing tersebut merupakan zat kimia maka
faktor penentunya adalah:
1) Banyaknya zat yang dapat diabsorpsi,
2) Luasnya distribusi zat di dalam tubuh,
3) Perlakuan tubuh terhadap zat tersebut,
4) Banyaknya serta bentuknya yang dapat dikeluarkan dari tubuh,
5) Dosis yang diterima tubuh,

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 91


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

6) Toleransi tubuh terhadapnya,


7) Sensitivitas tubuh terhadapnya,
8) Dapat/tidaknya zat tersebut berakumulasi di dalam tubuh.

5. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPEKAAN KESEHATAN MANUSIA


Tingkat kepekaan (stage of susceptibility) adalah tingkat dimana suatu
penyakit belum nampak, tetapi telah ada suatu hubungan antara host (induk
semang), agent (penyebab penyakit), dan environment(lingkungan). Adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara ketiga faktor tersebut di atas,
akan menimbulkan suatu hal yang disebut faktor risiko (risk factor).
Sebagai contoh ialah sebagai berikut.
a. Seseorang (host) yang sangat capai disertai dengan konsumsi alkohol yang
berlebihan (agent), maka akan memudahkan menderita (risk factor)
penyakit infeksi saluran nafas (pneumonia).
b. Seseorang yang berbadan gemuk dengan kadar kolesterol dan tekanan
darah yang tinggi disertai perokok berat, maka orang tersebut akan
mempunyai resiko mendapat serangan jantung koroner.

Faktor risiko pada tingkat kepekaan ini dapat dipengaruhi oleh


berbagai hal, yaitu sebagai berikut.
a. Faktor genetik
Faktor keturunan juga memegang peranan dalam pembentukan
sistem imun seseorang. Orangtua dengan imunitas tubuh baik lebih
berpeluang menurunkan anak dengan kualitas yang kurang lebih sama.
Selain itu, ada beberapa penyakit keturunan yang dapat ditularkan dari
kedua orang tua sehingga akan berpengaruh kepada masa dewasa anak
nantinya (missal: penyakit asma, diabetes mellitus).
b. Faktor fisiologis
1) Umur
Umur mempengaruhi hampir semua komponen kesegaran
jasmani, selain itu terdapat beberapa penyakit tertentu yang
menyerang pada usia tertentu pula.
2) Jenis Kelamin
Terdapat penyakit yang menyerang jenis kelamin tertentu
(missal: kanker prostat pada pria dan kanker serviks pada wanita)
3) Lingkungan
Lingkungan tempat tinggal juga turut berperan. Seseorang yang
tumbuh di lingkungan padat dengan udara dan sanitasi buruk lebih
rentan terserang berbagai penyakit. Karena di lingkungan seperti ini
secara tidak disadari banyak zat-zat berbahaya yang masuk ke tubuh
hingga menyebabkan turunnya imunitas tubuh. Tidak heran bila di
lingkungan kumuh sering terjadi wabah penyakit dan kematian.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 92


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

4) Kegiatan fisik
Kegiatan fisik sangat mempengaruhi semua komponen
kesegaran jasmani. Latihan yang bersifat aerobik yang dilakukan akan
meningkatkan daya tahan kardiorespirasi dapat mengurangi lemak
tubuh.

c. Faktor psikologis
1) Pola Hidup
Pola hidup sehat secara umum akan berdampak pada
kesehatan. Kebiasaan olahraga yang teratur, istirahat yang cukup,
konsumsi makanan yang bergizi, kehidupan yang bahagia dan tidak
stres, secara langsung dan tidak langsung akan membuat imunitas
tubuhnya berkembang sempurna sehingga bermacam penyakit tidak
berani mendekat.
2) Nutrisi
Gaya hidup sehat dan diet tepat merupakan landasan
terpenting untuk meningkatkan sistem imun. Pemenuhan gizi yang
seimbang berkorelasi langsung dengan pembentukan sistem imun
tubuh anak. Makin baik gizinya, makin baik pula imunitas tubuhnya.
Konsep 4 sehat 5 sempurna adalah contoh pemberian nutrisi seimbang
yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
3) Stres dan sistem kekebalan
Sistem kekebalan adalah sistem pertahanan tubuh untuk
melawan penyakit. Stres membuat kita rentan terkena penyakit, adanya
sumber stres fisik akan dapat mengurangi fungsi kekebalan. Dukungan
sosial tampaknya akan mengurangi efek stres dalam sistem kekebalan
tubuh. Pemaparan terhadap stres dikaitkan dengan peningkatan dan
risiko berkembangnya influenza. Dalam penelitian lain, pemaparan stres
kronis yang parah dan berlangsung lama serta terkait pekerjaan yang
tidak menentu, pengangguran, atau masalah pribadi lainnya
diasosiasikan dengan risiko berkembangnya influenza yang lebih besar.
4) Depresi
Depresi adalah respon normal terhadap banyaknya kejadian
stres dalam kehidupan seseorang. Situasi yang sering mencetuskan
depresi adalah kegagalan di sekolah/pekerjaan, kehilangan orang yang
dicintai, menyadari bahwa penyakit/penuaan sedang menghabiskan
kekuatan seseorang. Depresi dianggap abnormal apabila tidak
sebanding dengan penyebab dari peristiwa yang dialami dan akan terus
berlangsung sampai titik dimana sebagian besar orang mulai pulih.
Walaupun depresi kebanyakan ditandai oleh gangguan mood,
sesungguhnya terdapat empat kelompok gejala. Selain gejala
emosional (mood), terdapat gejala kognitif, motivasional, dan fisik.
Seorang individu tidak harus memiliki keempat gejala tersebut untuk
bisa didiagnosis sebagai penderita depresi, tetapi lebih banyak gejala

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 93


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

yang dimilikinya, semakin kuat gejalanya, maka akan semakin pasti kita
dapat yakin bahwa individu itu mengalami depresi.
Untungnya, sebagian besar episode depresif berlangsung
singkat. Orang yang mengalami depresi sedikit demi sedikit akan pulih,
dengan atau tanpa terapi. Sekitar seperempat episode depresif
berlangsung kurang dari 1 bulan, separuh berlangsung kurang dari 3
bulan, dan seperempatnya berlangsung 1 tahun atau lebih. Hanya
sekitar 10% kelompok terakhir yang tidak pulih dan tetap dalam kondisi
depresi yang kronis (Lewinsohn, Fenn, & Franklin, 1982). Sayangnya,
episode depresif cenderung akan timbul kembali. Sekitar separuh
individu yang pernah mengalami episode depresif akan mengalami
episode lainnya. Pada umumnya, semakin stabil seseorang sebelum
episode pertamanya, maka akan semakin kecil kemungkinan depresi
akan timbul kembali. Berikut ini adalah ciri-ciri umum dari depresi:
a) Perubahan pada kondisi emosional, yaitu perubahan pada mood.
b) Perubahan dalam motivasi, yaitu perasaan tidak termotivasi atau
memiliki kesulitan untuk memulai kegiatan, menurunnya tingkat
partisipasi sosial atau minat pada aktivitas sosial, kehilangan
kenikmatan, menurunnya minat dalam seks, dan gagal untuk
merespon pada pujian/reward.
c) Perubahan dalam fungsi dan perilaku motorik, yaitu
bergerak/berbicara dengan lebih perlahan daripada biasanya,
perubahan dalam kebiasaan tidur, perubahan dalam selera makan,
perubahan dalam berat badan, dan berfungsi kurang efektif
daripada biasanya.
d) Perubahan kognitif, yaitu kesulitan berkonsentrasi, berpikir negatif
mengenai diri sendiri dan masa depan, perasaan bersalah/menyesal,
dan berpikir akan kematian/bunuh diri.
5) Kecemasan
Gangguan kecemasan adalah sekelompok gangguan di mana
kecemasan merupakan gejala utama atau dialami jika seseorang
berupaya mengendalikan perilaku maladaptif tertentu. Beberapa ciri
fisik dari kecemasan:
a) Gelisah dan gugup
b) Tangan dan anggota tubuh bergetar
c) Mulut atau kerongkongan terasa kering
d) Sulit berbicara
e) Sulit bernafas
f) Telapak tangan yang berkeringat
g) Suara yang bergetar
h) Panas dingin
i) Banyak keringat
j) Sulit menelan
k) Sering buang air kecil
l) Bernafas pendek
m) Wajah terasa memerah
n) Mudah marah

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 94


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

o) Pusing
p) Pening atau pingsan
q) Merasa lemas atau mati rasa
Ciri-ciri kognitif dari kecemasan:
a) Khawatir tentang sesuatu
b) Perasaan terganggu atau ketakutan terhadap sesuatu yang akan
terjadi masa depan
c) Terpaku pada sensasi ketubuhan
d) Ketakutan akan kehilangan kontrol
e) Berpikir bahwa dunia mengalami keruntuhan
f) Berpikir bahwa semuanya sudah tidak bisa dikendalikan
g) Khawatir terhadap hal-hal yang sepele
h) Kebingungan
i) Merasa terancam oleh orang lain
j) Tidak mampu menghilangkan pikiran-pikiran terganggu
k) Sulit berkonsentrasi atau memfokuskan pikiran

C. PENUTUP
Tingkat kepekaan (stage of susceptibility) adalah tingkat dimana suatu
penyakit belum nampak, tetapi telah ada suatu hubungan antara host (induk
semang), agent (penyebab penyakit), dan environment (lingkungan). Hal
tersebut berkaitan dengan daya tahan tubuh (imunitas) terhadap keadaan yang
tidak seimbang di antara ketiga komponen tersebut. Daya tahan tubuh
seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan) dan faktor
internal (genetik, fisik, psikologis).

REFERENSI

1. Soemirat Slamet, Juli. 1994. Kesehatan Lingkungan. Bandung: ITB.


2. Rajab, W. Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2008.
3. Nevid S, Jeffrey., Rathus A, Spencer., dan Greene, Beverly. 2005. Psikologi
Abnormal Jilid1. Jakarta: Penerbit Erlangga.
4. Kartono, Kartini. 2009. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Bandung:
CV Mandar Maju.
5. Atkinson L, Rita., Atkinson C, Richard., Smith E, Edward dan Darky J Bem. 1987.
Pengantar Psikologi. Batam: Interaksara
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pembinaan
Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Upaya Kesehatan Puskesmas, 1994

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 95


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

BAB VIII
PENGELOLAAN LIMBAH PADAT, CAIR, DAN GAS

A. PENDAHULUAN
Materi ini merupakan mata kuliah lanjut yang menekankan pada
pemahaman mengenai pengelolaan limbah padat, cair, dan gas. Dalam bab ini
akan dijelaskan mengenai cara atau metode pengelolaan limbah agar tidak
mencemari lingkungan. Metode pengelolaan limbah tersebut khususnya pada
tempat-tempat umum, seperti tempat pelayanan masyarakat (public service) dan
pelayanan kesehatan. kemudian di industri, karena industri merupakan salah satu
tempat yang paling banyak memproduksi limbah, serta pengelolaan limbah di
daerah pasca bencana.
Tujuan Instruksional:
a. Tujuan Instruksional umum
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan tentang pengelolaan limbah padat, cair, dan gas.
b. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan:
1) Pengelolaan di industri
2) Pengelolaan di public service
3) Pengelolaan di pelayanan kesehatan
4) Pengelolaan pasca bencana

B. MATERI PEMBELAJARAN
1. PENGELOLAAN DI INDUSTRI
a. Limbah Padat
Limbah padat industri, adalah hasil buangan industri berupa
padatan, lumpur, atau bubur yang berhasil dari suatu proses pengolahan.
Dalam konsep lingkungan didefinisikan limbah padat dibagi menurut
jenisnya, yaitu:
1) Municipal, yaitu limbah perkotaan dihasilkan oleh perumahan dan
perkantoran, biasa disebut sebagai “sampah” (trash), berupa; kertas,

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 96


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

sampah taman, gelas, logam, plastik, sisa makanan, serta bahan lain
seperti karet, kulit, dan tekstil
2) Non-municipal, yaitu limbah yang berasal kegiatan industri, pertanian,
pertambangan, dengan jumlah yang jauh lebih besar dari pada sampah
perkotaan.

Berdasarkan sifat limbah padat terbagi atas;


1) Sampah organik-dapat diurai (degradable)
Sampah organik merupakan sampah yang berasal dari barang
yang mengandung bahan-bahan organik, seperti sisa-sisa sayuran,
hewan, kertas, potongan-potongan kayu dari peralatan rumah tangga,
potongan-potongan ranting, rumput pada waktu pembersihan kebun
dan sebagainya.
2) Sampah anorganik-tidak terurai (undegradable)
Berdasarkan kemampuan diurai oleh alam (biodegradability),
maka dapat dibagi lagi menjadi:
a) Biodegradable: yaitu sampah yang dapat diuraikan secara sempurna
oleh proses biologi baik aerob atau anaerob, seperti: sampah dapur,
sisa-sisa hewan, sampah pertanian dan perkebunan.
b) Non-biodegradable: yaitu sampah yang tidak bisa diuraikan oleh
proses biologi. Dapat dibagi lagi menjadi:
1. Recyclable: sampah yang dapat diolah dan digunakan kembali
karena memiliki nilai secara ekonomi seperti plastik, kertas,
pakaian dan lain-lain.
2. Non-recyclable: sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi dan
tidak dapat diolah atau diubah kembali seperti tetra packs, carbon
paper, thermocoal dan lain-lain.

Sumber-sumber limbah padat industri yang berupa padatan atau


lumpur hasil pengolahan dari; industri kertas, pulp, pabrik gula,rayon,
plywood, limbah nuklir, pengaawetan buah, ikan, daging, dll. Secara garis
besar limbah padat terdiri dari:
1) Limbah padat yang mudah terbakar.
2) Limbah padat yang sukar terbakar.
3) Limbah padat yang mudah membusuk.
4) Limbah yang dapat di daur ulang.
5) Limbah radioaktif.
6) Bongkaran bangunan.\Lumpur.

Proses terbetuknya limbah padat industri, adalah dari material atau


bahan adalah zat atau benda, yang dari mana sesuatu dapat dibuat, atau
barang yang dibutuhkan untuk membuat sesuatu. Material atau bahan
adalah sebuah masukan dalam produksi, baik berupa bahan mentah yang
belum diproses, atau untuk proses produksi lebih lanjut. Beberapa contoh;

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 97


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

1) Material teknik: adalah jenis material yang banyak dipakai dalam proses
rekayasa dan industri. Material teknik dikelompokkan menjadi 6
golongan, aantara lain; (i) Logam: baja, besi cor, titanium, logam
paduan, dll (ii) Polimer: polietilan, polipropilen, polikarbonat, dll (iii)
Karet: isopren, neopren, karet alam, dll, (iv) Gelas : gelas soda, gelas
silika, gelas borosilikat, (v) Keramik: alumina, karbida silikon, nitrida
silikon dll, (vi) Hibrida: komposit, sandwich, foam
2) Logam: Dalam bidang astronomi, istilah logam seringkali dipakai untuk
menyebut semua unsur yang lebih berat dari pada helium, misalnya,
paduan logam, logam mulia, logam berat.
a) Paduan logam, merupakan pencampuran dari dua jenis logam atau
lebih untuk mendapatkan sifat fisik, mekanik, listrik dan visual yang
lebih baik. Contoh paduan logam yang populer adalah baja tahan
karat yang merupakan pencampuran dari baja (Fe) dengan Krom
(Cr).
b) Logam mulia, berarti logam-logam termasuk paduannya yang biasa
dijadikan perhiasan, antara lain emas, perak, perunggu dan platina.
Logam-logam tersebut memiliki warna yang bagus, tahan karat,
lunak dan terdapat dalam jumlah yang sedikit di alam.
c) Logam berat (heavy metal), adalah logam dengan massa jenis lima
atau lebih, dengan nomor atom 22 sampai dengan 92. Logam berat
dianggap berbahaya bagi kesehatan bila terakumulasi secara
berlebihan di dalam tubuh. Beberapa di antaranya bersifat
membangkitkan kanker (karsinogen).

Menurut sifatnya pengolahan limbah padat dapat dibagi menjadi


dua cara yaitu pengolahan limbah padat tanpa pengolahan dan
pengolahan limbah padat dengan pengolahan. Limbah padat tanpa
pengolahan limbah padat yang tidak mengandung unsur kimia yang
beracun dan berbahaya dapat langsung dibuang ke tempat tertentu
sebagai TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Limbah padat dengan
pengolahan limbah padat yang mengandung unsur kimia beracun dan
berbahaya harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke tempat-
tempat tertentu. Faktor-faktor yang perlu kita perhatikan sebelum kita
mengolah limbah padat industritersebut adalah sebagai berikut :
1) Jumlah Limbah. Sedikit dapat dengan mudah kita tangani sendiri.
Banyak dapat membutuhkan penanganan khusus tempat dan sarana
pembuangan
2) Sifat fisik dan kimia limbah. Sifat fisik mempengaruhi pilihan tempat
pembuangan, sarana penggankutan dan pilihan pengolahannya. Sifat
kimia dari limbah padat akan merusak dan mencemari lingkungan
dengan cara membentuk senyawa-senyawa baru.
3) Kemungkinan pencemaran dan kerusakan lingkungan.Karena
lingkungan ada yang peka atau tidak peka terhadap pencemaran, maka
perlu kita perhatikan tempat pembuangan akhir (TPA), unsur yang akan
terkena, dan tingkat pencemaran yang akan timbul.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 98


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

4) Tujuan akhir dari pengolahan. Terdapat tujuan akhir dari pengolahan


yaitu bersifat ekonomis dan bersifat non-ekonomis.

Tujuan pengolahan yang bersifat ekonomis adalah dengan


meningkatkan efisiensi pabrik secara menyeluruh dan mengambil kembali
bahan yang masih berguna untuk di daur ulang atau dimanfaat lain.
Sedangkan tujuan pengolahan yang bersifat non-ekonomis adalah untuk
mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan. Dalam memproses
pengolahan limbah padat terdapat empat proses yaitu pemisahan,
penyusunan ukuran, pengomposan, dan pembuangan limbah.
1) Pemisahan
Karena limbah padat terdiri dari ukuran yang berbeda dan
kandungan bahan yang berbeda juga maka harus dipisahkan terlebih
dahulu, supaya peralatan pengolahan menjadi awet. Sistem pemisahan
ada tiga yaitu diantaranya: (i) Sistem Balistik adalah sistem pemisahan
untuk mendapatkan keseragaman ukuran / berat / volume, (ii) Sistem
Gravitasi, adalah sistem pemisahan berdasarkan gaya berat misalnya
barang yang ringan / terapung dan barang yang berat / tenggelam, (iii)
Sistem Magnetis, adalah sistem pemisahan berdasarkan sifat magnet
yang bersifat magnet, akan langsung menempel. Misalnya untuk
memisahkan campuran logam dan non logam.
2) Penyusunan Ukuran
Penyusunan ukuran dilakukan untuk memperoleh ukuran yang
lebih kecil agar pengolahannya menjadi mudah.
3) Pengomposan
Pengomposan dilakukan terhadap buangan/ limbah yang
mudah membusuk sampah kota, buangan atau kotoran hewan ataupun
juga pada lumpur pabrik. Supaya hasil pengomposan baik, limbah padat
harus dipisahkan dan disamakan ukurannya atau volumenya.
4) Pembuangan Limbah
Proses akhir dari pengolahan limbah padat adalah pembuangan
limbah yang dibagi menjadi dua yaitu :
a) Pembuangan di laut. Pembuangan limbah padat di laut, tidak boleh
dilakukan pada sembarang tempat dan perlu diketahui bahwa tidak
semua limbah padat dapat dibuang ke laut. Hal ini disebabkan: (i)
Laut sebagai tempat mencari ikan bagi nelayan, (ii) Laut sebagai
tempat rekreasi dan lalu lintas kapal, (iii) Laut menjadi dangkal, (iv)
limbah padat yang mengandung senyawa kimia beracun dan
berbahaya dapat membunuh biota laut.
b) Pembuangan di darat atau tanah. Untuk pembuangan di darat perlu
dilakukan pemilihan lokasi yang harus dipertimbangkan sebagai
berikut : (i) Pengaruh iklim, temperatur dan angin, (ii) Struktur
tanah, (iii) Jaraknya jauh dengan permukiman, (iv) Pengaruh
terhadap sumber lain, perkebunan, perikanan, peternakan, flora.

Bagi limbah padat yang tidak punya nilai ekonomis dapat ditangani
dengan berbagai cara antara lain ditimbun pada suatu tempat, diolah

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 99


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

kembali kemudian dibuang dan dibakar. Perlakuan limbah padat yang tidak
punya nilai ekonomis sebagian besar dilakukan sebagai berikut:
1) Ditumpuk pada Areal Tertentu
Penimbunan limbah padat pada areal tertentu membutuhkan
areal yang luas dan merusakkan pemandangan di sekeliling
penimbunan. Penimbunan. ini mengakibatkan pembusukan yang
menimbulkan bau di sekitarnya, karena adanya reaksi kimia yang
rnenghasilkan gas tertentu. Dengan penimbunan, permukaan tanah
menjadi rusak dan air yang meresap ke dalam tanah mengalami
kontaminasi dengan bakteri tertentu yang mengakibatkan turunnya
kualitas air tanah. Pada musim kemarau timbunan mengalami
kekeringan dan ini mengundang bahaya kebakaran.
2) Pembakaran
Limbah padat yang dibakar menimbulkan asap, bau dan debu.
Pembakaran ini menjadi sumber pencemaran melalui udara dengan
timbulnya bahan pencemar baru seperti, hidrokarbon, karbon
monoksida, bau, partikel dan sulfur dioksida.
3) Pembuangan
Pembuangan tanpa rencana sangat membahayakan lingkungan.
Di antara beberapa pabrik membuang limbah padatnya ke sungai
karena diperkirakan larut ataupun membusuk dalam air. Ini adalah
perkiraan yang keliru, sebab setiap pembuangan bahan padatan apakah
namanya lumpur atau buburan, akan menambah total solid dalam air
sungai.

Berdasarkan klasifikasi limbah padat serta akibat-akibat yang


ditimbulkannya sistem pengelolaan dilakukan menurut: (i) Limbah padat
yang dapat ditimbun tanpa membahayakan, (ii) limbah padat yang dapat
ditimbun tetapi berbahaya, (iii) Limbah padat yang tidak dapat ditimbun.
Di dalam pengolahannya dilakukan melalui tiga cara yaitu : (i) Dimaksud
dengan pemisahan adalah pengambilan bahan tertentu kemudian diolah
kembali sehingga mempunyai nilai ekonomis, (ii) Penyusutan ukuran
bertujuan untuk memudahkan pengolahan limbah selanjutnya, misalnya
pembakaran. Dengan ukuran lebih kecil akan lebih mudah membawa atau
membakar pada tungku pembakaran. Jadi tujuannya adalah pengurangan
volume maupun berat. (iii) Pengomposan adalah proses melalui biokimia
yaitu zat organik dalam limbah dipecah sehingga menghasilkan humus
yang berguna untuk memperbaiki struktur tanah.

b. Limbah Cair
Pengolahan limbah bertujuan untuk menetralkan air dari bahan-
bahan tersuspensi dan terapung, menguraikan bahan organik
biodegradable, meminimalkan bakteri patogen, serta memerhatikan
estetika dan lingkungan. Pengolahan air limbah dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu : (1) secara alami dan, (2) secara buatan.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 100


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

1) Secara Alami. Pengolahan air limbah secara alamiah dapat dilakukan


dengan pembuatan kolam stabilisasi. Dalam kolam stabilisasi, air
limbah diolah secara alamiah untuk menetralisasi zat-zat pencemar
sebelum air limbah dialirkan ke sungai. Kolam stabilisasi yang
umum digunakan adalah kolam anaerobik, kolam fakultatif
(pengolahan air limbah yang tercemar bahan organik pekat), dan
kolam maturasi (pemusnahan mikroorganisme patogen). Karena biaya
yang dibutuhkan murah, cara ini direkomendasikan untuk daerah tropis
dan sedang berkembang.
2) Secara Buatan. Pengolahan air limbah dengan buatan alat dilakukan
pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Pengolahan ini dilakukan
melalui tiga tahapan, yaitu primary treatment (pengolahan pertama),
secondary treatment (pengolahan kedua), dan tertiary treatment
(pengolahan lanjutan).
a) Primary treatment merupakan pengolahan pertama yang
bertujuan untuk memisahkan zat padat dan zat cair dengan
menggunakan filter (saringan) dan bak sedimentasi. Beberapa alat
yang digunakan adalah saringan pasir lambat, saringan pasir cepat,
saringan multimedia, percoal filter, mikrostaining, dan vacum filter.
b) Secondary treatment merupakan pengolahan kedua,
bertujuan untuk mengkoagulasikan, menghilangkan koloid, dan
menstabilisasikan zat organik dalam limbah. Pengolahan limbah
rumah tangga bertujuan untuk mengurangi kandungan bahan
organik, nutrisi nitrogen, dan fosfor. Penguraian bahan organik
ini dilakukan oleh makhluk hidup secara aerobik (menggunakan
oksigen) dan anaerobik (tanpa oksigen). Secara aerobik,
penguraian bahan organik dilakukan mikroorganisme dengan
bantuan oksigen sebagai electon acceptor dalam air limbah.
Selain itu, aktivitas aerobik ini dilakukan dengan bantuan lumpur
aktif (activated sludge) yang banyak mengandung bakteri pengurai.
Hasil akhir aktivitas aerobik sempurna adalah CO2, uap air, dan
excess sludge. Secara anaerobik, penguraian bahan organik
dilakukan tanpa menggunakan oksigen. Hasil akhir aktivitas
anaerobik adalah biogas, uap air, dan excess sludge.
c) Tertiary treatment merupakan lanjutan dari pengolahan kedua,
yaitu penghilangan nutrisi atau unsur hara, khususnya nitrat dan
posfat, serta penambahan klor untuk memusnahkan
mikroorganisme patogen.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 101


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

Gambar 11. Wastewater Treatment

Dalam pengolahan air limbah dapat dilakukan secara alami


atau secara buatan, perlu dilakukan berbagai cara pengendalian
antara lain menggunakan teknologi pengolahan limbah cair, teknologi
peroses produksi, daur ulang, resure, recovery dan juga penghematan
bahan baku dan energi. Agar dapat memenuhi baku mutu, industri
harus menerapkan prinsip pengendalian limbah secara cermat dan
terpadu baik di dalam proses produksi (in-pipe pollution prevention)
dan setelah proses produksi (end-pipe pollution prevention).
Pengendalian dalam proses produksi bertujuan untuk
meminimalkan volume limbah yang ditimbulkan, juga konsentrasi dan
toksisitas kontaminannya. Sedangkan pengendalian setelah proses
produksi dimaksudkan untuk menurunkan kadar bahan peencemar
sehingga pada akhirnya air tersebut memenuhi baku mutu yang sudah
ditetapkan. Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam
memelihara kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi
pengolahan air limbah industri yang dibangun harus dapat dioperasikan
dan dipelihara oleh perusahaan setempat.
Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan
bahan polutannya telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-
teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut
secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan:
1) pengolahan secara fisika
2) pengolahan secara kimia
3) pengolahan secara biologi
Untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga metode
pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau
secara kombinasi.
1) Pengolahan Secara Fisika
Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan
terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 102


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan


yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening)
merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan
tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah
mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses
pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses
pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu
detensi hidrolis di dalam bak pengendap. Pemisahan Cair –Padatan:
i. Penapisan
ii. Presipitasi
iii. Filtrasi
iv. Flotasi
v. Filtrasi
vi. Filter membran
vii. Filtrasi lambat
viii. Filtrasi cepat
ix. Tipe bertekanan
x. Tipe gravitasi
xi. Mikro filter
xii. Ultra filter
xiii. Reverse osmosis
xiv. Dialisis elektris
xv. Filtrasi precoat
xvi. Klarifier
xvii. Tipe resirkulasi berlumpur
xviii. Tipe pallet selimut lumpur
xix. Tipe selimut lumpur
xx. Tipe konvensional
xxi. Pemekatan
xxii. Dewatering
xxiii. Filter vacuum rotasi
xxiv. Filter tekan/press
xxv. Belt press
xxvi. Contrifugasi
xxvii. Presipitasi sentrifugasi
xxviii. Dehidrasi sentrifugasi

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 103


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

Gambar12 . Skema Diagram Pengolahan Fisik


Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-
bahan yang mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak
mengganggu proses pengolahan berikutnya. Flotasi juga dapat
digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi
(clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening)
dengan memberikan aliran udara ke atas (air flotation).Proses filtrasi
di dalam pengolahan air buangan, biasanya dilakukan untuk
mendahului proses adsorbs atau proses reverse osmosisnya, akan
dilaksanakan untuk menyisihkan sebanyak mungkin partikel
tersuspensi dari dalam air agar tidak mengganggu proses adsorbs
atau menyumbat membrane yang dipergunakan dalam proses
osmosa.
Proses adsorbs, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan
untuk menyisihkan senyawa aromatic (misalnya: fenol) dan senyawa
organic terlarut lainnya, terutama jika diinginkan untuk
menggunakan kembali air buangan tersebut.
Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan
untuk unit-unit pengolahan kecil, terutama jika pengolahan ditujukan
untuk menggunakan kembali air yang diolah. Biaya instalasi dan
operasinya sangat mahal.

2) Pengolahan Secara Kimia


Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan
untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah
mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat
organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang
diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya
berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu
dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 104


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga


berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi. Pengolahan Kimia – Fisik:
a) Netralisasi
b) Penukar ion
c) Koagulasi & Flokulasi
d) Alumina aktif
e) Karbon aktif
f) Adsorbsi
g) Oksidasi dan/atau Reduksi
h) Aerasi
i) Ozonisasi
j) Elektrolisis
k) Oksidasi kimia/reduksi
l) UV
m) Resin penukar anion
n) Resin penukar kation
o) Resin penukar anion
p) Zeolite

Gambar 13. Skema Diagram Pengolahan Kimiawi

Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut


dilakukan dengan membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan
yang berlawanan dengan muatan koloidnya agar terjadi netralisasi
muatan koloid tersebut, sehingga akhirnya dapat diendapkan.
Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor dilakukan dengan
membubuhkan larutan alkali (air kapur misalnya) sehingga terbentuk
endapan hidroksida logam-logam tersebut atau endapan
hidroksiapatit. Endapan logam tersebut akan lebih stabil jika pH air >

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 105


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

10,5 dan untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5. Khusus untuk krom
heksavalen, sebelum diendapkan sebagai krom hidroksida
[Cr(OH)3], terlebih dahulu direduksi menjadi krom trivalent dengan
membubuhkan reduktor (FeSO4, SO2, atau Na2S2O5).

3) Pengolahan secara biologi


Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara
biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi
dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien.
Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai metode
pengolahan biologi dengan segala modifikasinya. Pada dasarnya,
reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis,
yaitu:
a) Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor);
b) Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor).

Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme


tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur
aktif yang banyak dikenal berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses
lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya,
antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan
dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch
mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD
dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang
dihasilkan lebih sedikit.
Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi
mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total
lebih pendek (4-6 jam). Proses kontak-stabilisasi dapat pula
menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam
tangki kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi
dengan pengolahan pendahuluan. Kolam oksidasi dan lagoon, baik
yang diaerasi maupun yang tidak, juga termasuk dalam jenis reaktor
pertumbuhan tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti Indonesia,
waktu detensi hidrolis selama 12-18 hari di dalam kolam oksidasi
maupun dalam lagoon yang tidak diaerasi, cukup untuk mencapai
kualitas efluen yang dapat memenuhi standar yang ditetapkan. Di
dalam lagoon yang diaerasi cukup dengan waktu detensi 3-5 hari
saja.
Di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme
tumbuh di atas media pendukung dengan membentuk lapisan film
untuk melekatkan dirinya. Berbagai modifikasi telah banyak
dikembangkan selama ini, antara lain: trickling filter, cakram biologi,
filter terendam, reaktor fludisasi.
Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi
penurunan BOD sekitar 80%-90%. Ditinjau dari segi lingkungan
dimana berlangsung proses penguraian secara biologi, proses ini
dapat dibedakan menjadi dua jenis: Proses aerob, yang berlangsung

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 106


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

dengan hadirnya oksigen; Proses anaerob, yang berlangsung tanpa


adanya oksigen.
Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses
aerob masih dapat dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD
lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses anaerob menjadi lebih ekonomis.
Pengolahan Biologi: pengolahan aerob, anaerobic treatment,
pencerna anaerobi, proses UASB, proses lumpur aktif, aerasi, saluran
oksidasi, proses bebas bulki, metode standar, proses nitrifikasi dan
denitrifikasi, pengolahan film biologi, lagoon, cakram biologi, proses
filter biologi diaerasi, aerasi kontak, filter trikling, dan proses media
unggun biologi.

2. PENGELOLAAN DI PUBLIC SERVICE


Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 telah mengamanatkan
bahwa negara wajib melayani setiap warga negara dan penduduk untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka pelayanan umum dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, organisasi
pemerintah sering pula disebut sebagai “Pelayan Masyarakat” (Publik
Servant). Istilah pelayanan menurut Gronroos merupakan suatu aktivitas atau
serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang
terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan
atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang
dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen atau pelanggan.
Pelayanan publik (public service) adalah segala kegiatan pelayanan
yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di
lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam
bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan
masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan (keputusan MENPAN Nomor 63/2003). Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik (public service) adalah
segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik atau maupun
jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan
oleh Instansi Pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha
Milik Negaraatau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan
kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Secara teoritis, tujuan pelayanan publik (public service) pada dasarnya
adalah memuaskan masyarakat. Dalam kondisi demikian hanya organisasi
yang mampu memberikan pelayanan berkualitas akan merebut konsumen
potensial, seperti halnya lembaga pemerintah semakin dituntut untuk
menciptakan kualitas pelayanan yang dapat mendorong dan meningkatkan
kegiatan ekonomi. Pelayanan aparatur harus lebih proaktif dalam mencermati
paradigma baru global agar pelayanannya mempunyai daya saing yang tinggi
dalam berbagai aktifitas publik.
Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik
(public service) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 107


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

a. Pelayanan publik (publik service) yang di selenggarakan oleh organisasi


publik.
b. Pelayanan publik (publik service) yang di selenggarakan oleh organisasi
privat, dimana semua penyediaan barang atau jasa publik yang
diselenggarakan oleh swasta, seperti rumah sakit swasta, PTS, perusahaan
pengangkutan milik swasta. Pelayanan publik (publik service) yang di
selenggarakan oleh organisasi privat dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1) pelayanan publik (public service) yang diselenggarakan oleh
pemerintah dan bersifat primer. Semua penyelenggaraan barang atau
jasa publik yang diselenggarakan pemerintah merupakan satu-satunya
penyelenggara dan pengguna atau klien yang harus dimanfaatkannya.
Misalnya pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan penjara dan
pelayanan perizinan.
2) pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan bersifat
sekunder. Segala bentuk penyediaan barang atau jasa yang
diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang didalamnya pengguna
atau klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa
penyelenggara pelayanan, misalnya program asuransi tenaga kerja,
program pendidikan dan pelayanan yang diberikan oleh BUMN.

Salah satu public service adalah Bandar udara. Bandar Udara adalah
kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang
digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik
turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan
antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan
keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.
Badan Usaha Bandar Udara adalah badan usaha milik negara, badan usaha
milik daerah, atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau
koperasi, yang kegiatan utamanya mengoperasikan Bandar Udara untuk
pelayanan umum. Pemrakarsa adalah Pemerintah, Pemerintah Daerah, badan
usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan hukum Indonesia
yang mempunyai hak untuk pelaksanaan pembangunan, mengoperasikan dan
mengusahakan Bandar Udara.
Dalam rangka mewujudkan bandar udara yang bersih dan sehat,
diperlukan suatu pengelolaan limbah padat/sampah serta limbah B3 secara
terpadu dan terintegrasidengan baik sehingga tidak menimbulkan dampak
negatif seperti bau, penyakit,kotor, dan dampak lainnya. Salah satu
komponen lingkungan yang menjadi perhatian dalam mewujudkan eco airport
adalah pengelolaan limbah padat termasuk di dalamnya limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (limbah B3).
Limbah padat/sampah merupakan salah satu dampak pengoperasian
bandar udara. Sampah yang dihasilkan bandar udara dikategorikan sebagai
sampah sejenis rumah tangga dalam kawasan khusus. Tahapan Pengelolaan
Limbah Bandar Udara:
a. Tahap 1 – Pemilahan. Melakukan pemilahan paling sedikit terhadap 5 (lima)
jenis sampah antara lain: sampah mengandung B3 serta limbah B3, sampah

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 108


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

mudah terurai, sampah yang dapat digunakan kembali, sampah yang dapat
didaur ulang, dan sampah lainnya.
b. Tahap 2 – Pengumpulan. Menyediakan TPS, TPS 3R (Reduce, Reuse,
Recycle), dan menyediakan alat pengumpul untuk sampah terpilah.
c. Tahap 3 – Pengangkutan. Pengangkutan sampah dari TPS atau TPS 3R ke
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
d. Tahap 4 – Pengolahan. Pengolahan berupa: pemadatan sampah,
pengomposan sampah, pendaurulangan materi sampah, mengubah
sampah menjadi energi.
e. Tahap 5 – Hasil Akhir. Limbah/Sampah Bandar Udara dikelompokkan dalam
4 (empat) kategori antara lain:
1) Limbah/Sampah Landside (Terminal, Kargo, Perkantoran, Landscape,
Parkir)
2) Limbah/Sampah Airside (Pesawat, Landscape)
3) Limbah/Sampah B3 (Limbah Airside, Limbah Landside, Kendaraan,
Genset)
4) Limbah/Sampah Proyek Pengembangan Bandar udara

Gambar. Skema Pengelolaan Limbah/Sampah Landside

Gambar. Skema Pengelolaan Limbah/Sampah Airside

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 109


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

Gambar. Skema Pengelolaan Limbah/Sampah B3

3. PENGELOLAAN DI PELAYANAN KESEHATAN


Limbah rumah sakit adalah limbah yang mencakup semua buangan
yang berasal dari instalasi kesehatan, fasilitas penelitian, dan laboratorium.
Kepmenkes Republik Indonesia No.1204/Menkes/SK/X/2004, mengatakan
Limbah Rumah Sakit ada 3 macam yakni;
a. Limbah cair artinya semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari
kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikrooganisme,
bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.
b. Limbah Gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari
kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insenerator, dapur,
perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat Sitotoksik.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 110


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

c. Limbah padat adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat
sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat
dan limbah padat non medis.

Limbah medis padat adalah limbah yang langsung dihasilkan dari


tindakan diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien (Candra, 2007).
Limbah medis padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah
benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah
radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan
logam berat yang tinggi. Limbah padat non medis artinya limbah padat yang
dihasilkandari kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur,
perkantoran, taman dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila
ada teknologinya. Limbah padat non medis meliputi kertas-kertas
pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkaitan dengan cairan
tubuh. Pewadahan limbah padat non medis dipisahkan dari limbah medis
padat dan ditampung dalam kantong plastik warna hitam khusus untuk
limbah medis non padat (Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004, Depkes
RI, 2004)

Tabel 5. Klasifikasi Limbah Medis Padat yang Berasal dari RS

Kategori Contoh limbah yang


Definisi
Limbah dihasilkan
Infeksius Limbah yang terkontaminasi Kultur laboratorium, limbah dari
Organisme patogen (bakteri, virus, bangsal isolasi, kapas, materi,
parasit, atau jamur) yang tidak secara atau peralatan yang tersentuh
rutin ada lingkungan dan organisme pasien yang terinfeksi, ekskreta.
tersebut dalam jumlah dan virulensi
yang cukup untuk menularkan
penyakit pada manusia rentan.

Limbah berasal dari pembiakan dan Bagian tubuh manusia


Patologis stock bahan yang sangat infeksius, dan hewan (limbah
otopsi, organ binatang percobaan dan anatomis), darah dan
bahan lain yang telah diinokulasi, cairan tubuh yang lain,
terinfeksi atau kontak dengan bahan janin
yang sangat infeksius

Limbah dari bahan yang


Dari materi yang terkontaminasi
Sitotoksis terkontaminasi dari persiapan dan
pada saat persiapan dan
pemberian obat sitotoksis untuk
pemberian obat, misalnya spuit,
kemoterapi kanker yang mempunyai
ampul, kemasan,obat
kemampuan untuk membunuh atau
kadaluarsa, larutan sisa, urine,
menghambat pertumbuhan sel hidup.
tinja, muntahan pasien yang
mengandung obat
sitotoksik.

Merupakan materi yang dapat Jarum, jarum suntik, skalpel,


menyebabkan luka iris atau luka pisau bedah, peralatan infus,
Benda tajam tusuk. Semua benda tajam ini gergaji bedah, dan pecahan kaca
memiliki potensi bahaya dan dapat
menyebabkan cedera melalui sobekan
atau tusukan. Benda- benda tajam

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 111


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

yang terbuang mungkin


terkontaminasi oleh darah, cairan
tubuh, bahan mikrobiologi, bahan
beracun atau radioaktif.

Limbah farmasi mencakup produksi


farmasi. Kategori ini juga mencakup
Obat-obatan, vaksin, dan serum
barang yang akan di buang setelah
Farmasi yang sudah kedaluarsa, tidak
digunakan untuk menangani produk
digunakan, tumpah, dan
farmasi, misalnya botol atau kotak
terkontaminasi, yang tidak
yang berisi residu, sarung tangan,
diperlukan lagi.
masker, slang penghubung darah
atau cairan, dan ampul obat.

Mengandung zat kimia yang


berbentuk padat, cair, maupun gas
Yang berasal dari aktivitas diagnostic Reagent di laboratorium,
dan eksperimen serta dari film untuk rontgen, desinfektan
Kimia
pemeliharaan kebersihan rumah sakit yang kadaluarsa atau sudah
dengan menggunakan desinfektan. tidak diperlukan lagi, solven

Bahan yang terkontaminasi dengan


radioisotop yang berasal dari
Penggunaan medis atau riset radio Cairan yang tidak terpakai dari
nukleida. Limbah ini dapat berasal dari radioaktif atau riset di
Radioaktif antara lain : tindakan kedokteran laboratorium, peralatan kaca,
nuklir, radio-imunoassay dan kertas absorben yang
bakteriologis; dapat berbentuk padat, terkontaminasi, urine dan
cair atau gas ekskreta dari pasien yang
diobati atau diuji dengan
radionuklida yang
Limbah yang mengandung logam terbuka.
berat dalam konsetrasi tinggi
termasuk dalam subkategori limbah Thermometer, alat
Kimia berbahaya dan biasanya pengukur tekanan darah,
Sangat toksik. Contohnya adalah residu dari ruang
Logam yang Limbah merkuri yang berasal dari pemeriksaan gigi, dan
bertekanan bocoran peralatan kedokteran yang sebagainya
tinggi/berat rusak

Limbah yang berasal dari berbagai


jenis gas yang digunakan di rumah
sakit
Tabung gas, kaleng
aerosol yang
mengandung residu, gas
Kontainer cartridge.
bertekanan

Menurut Depkes RI (2001) pengaruh limbah rumah sakit terhadap


kualitas lingkungan dan kesehatan dapat menimbulkan berbagai masalah
seperti :

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 112


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

a. Gangguan kenyamanan dan estetika berupa warna yang berasal dari


sedimen, larutan, bau phenol, eutrofikasi dan rasa dari bahan kimia
organik.
b. Kerusakan harta benda. Dapat disebabkan oleh garam-garam yang terlarut
(korosif, karat), air yang berlumpur dan sebagainya yang dapat
menurunkan kualitas bangunan di sekitar rumah sakit.
c. Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang. Ini dapat disebabkan oleh
virus, senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida, logam nutrien tertentu dan
fosfor.
d. Gangguan terhadap kesehatan manusia. Ini dapat disebabkan oleh
berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, pestisida, serta
logam seperti Hg, Pb, dan Cd yang berasal dari bagian kedokteran gigi.
e. Gangguan genetik dan reproduksi. Meskipun mekanisme gangguan belum
sepenuhnya diketahui secara pasti, namun beberapa senyawa dapat
menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan sistem reproduksi
manusia misalnya pestisida, bahan radioaktif.

Persyaratan pengelolaan limbah medis padat di rumah sakit sesuai


keputusan KEPMENKES No. 1204/Menkes/SK/X/2004:
a. Minimasi Limbah:
1) Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari
sumber.
2) Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan
kimia yang berbahaya dan beracun.
3) Setiap rumah sakit harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan
farmasi.
4) Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis
mulai dari pengumpulan, pengangakutan, dan pemusnahan harus
melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang.

b. Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan kembali dan Daur Ulang


1) Pemilahan limbah harus selalu dilakukan dari sumber yang
menghasilkan limbah.
2) Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah
yang tidak dimanfaatkan kembali.
3) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa
memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut harus
anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang
yang tidak berkepentingan tidak dapat membukanya.
4) Jarum dan srynges harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan
kembali.
5) Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui
proses sterilisasi, untuk menguji efektifitas sterilisasi panas harus
dilakukan tes Bascillus Stearothermophilusdan untuk sterilisasi kimia
harus dilakukan tes Bacillus subtilis.
6) Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan kembali.
Apabila rumah sakit tidak mempunyai jarum yang sekali pakai

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 113


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

(disposable), limbah jarum hipodermikdapat dimanfaatkan kembali


setelah melalui proses salah satu metode sterilisasi.
7) Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan dengan
menggunakan wadah dan label seperti tabel di bawah ini.
8) Daur ulang tidak bisa dilakukan oleh rumah sakit kecuali untuk
pemulihan perak yang dihasilkan dari proses film sinar X.
9) Limbah Sitotoksik dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor, dan
diberi label bertuliskan “Limbah Sitotoksik”.

Tabel 6. Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat Sesuai Kategori

Warna
Kategori container/kantong Lambang Keterangan
plastik
Radioakti Merah Kantong boks
f timbal dengan
simbol
radioaktif

Sangat Kuning Kantong plastik


infeksius kuat, anti bocor,
atau kontainer
yang dapat di
sterilisasi
dengan otoklaf

Limbah Kuning Plastik kuat dan


infeksius, anti bocor atau
patologi kontainer
anatomi

Sitotoksik Ungu Kontainer plastik


kuat dan anti
bocor

Limbah Coklat - Kantong plastik


kimia dan atau
farmasi kontainer

c. Tempat penampungan sementara

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 114


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

1) Bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di lingkungannya harus


membakar limbahnya selambat-lambatnya 24 jam.
2) Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinerator maka limbah medis
padatnya harus dimusnahkan melalui kerjasama dengan rumah sakit
lain atau pihak lain yang mempunyai insinerator untuk dilakukan
pemusnahan selambat-lambatnya 24 jam apabila di simpan pada suhu
ruang.

d. Transportasi
1) Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kendaraan
pengangkut harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup.
2) Kantong limbah medis padat harus aman dari jangkauan manusia
maupun binatang.
3) Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan alat pelindung
diri yang terdiri: Topi, Masker, Pelindung amta, pakaian panjang
(coverall), apron untuk industri, pelindung kaki/sepatu boot, dan sarung
tangan khusus (disposable gloves atau heavy duty gloves).

e. Pengolahan, Pemusnahan dan pembuangan Akhir limbah padat


1) Limbah infeksius dan benda tajam
a) Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan agen
infeksius dari laboratorium harus disterilisasi dengan pengolahan
panas dan basah seperti dalam autoclave sedini mungkin. Untuk
limbahinfeksius yang lain cukup dengan cara desinfeksi.
b) Benda tajam harus diolah dengan insinerator bila memungkinkan
dan dapat diolah bersama dengan limbah infeksius lainnya.
Kapsulisasi juga cocok untuk benda tajam.
c) Setelah insinerasi atau desinfeksi, residunya dapat dibuaang ke
tempat penampungan B3 atau di buang ke landfill jika residunya
sudah aman.

2) Limbah Farmasi
Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan insinerator
pirolitik (pyrolitik incinerator), rotary klin, dikubur secara aman, sanitary
landfill, dibuang ke sarana air limbah atau insinerasi. Tetapi dalam
jumlah besar harus menggunakan fasilitas pengolahan yang khusus
seperti rotarykli, kapsulisasi dalam drum logam, dan inersisasi.

3) Limbah Sitotoksik
a) Limbah Sitotoksik sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang
dengan penimbunan (landfiil) atau saluran limbah umum.
b) Bahan yang belum dipakai dan kemasannya masih utuh karena
kadaluarsa harus dikembalikan ke distributor apabila tidak ada
insinerator dan diberi keterangan bahwa obat tersebut sudah
kadaluarsa atau tidak dipakai lagi.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 115


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

c) Insinerasi pada suhu tinggi sekitar 1200°C dibutuhkan untuk


menghancurkan semua bahan sitotoksik. Insinerasi pada suhu
rendah dapat menghasilkan uap sitotoksik yang berbahaya ke udara.
d) Apabila cara insinerasi maupun degradasi kimia tidak tersedia,
kapsulisasi atau inersisasi dapat di pertimbangkan sebagai cara yang
dapat dipilih.

4) Limbah bahan kimiawi


a) Pembuangan limbah kimia biasa. Limbah biasa yang tidak bisa daur
ulang seperti asam amino, garam, dan gula tertentu dapat dibuang
ke saluran air kotor.
b) Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam jumlah kecil. Limbah
bahan berbahaya dalam jumlah kecil seperti residu yang terdapat
dalam kemasan sebaiknya dibuang dengan insinerasi pirolitik,
kapsulisasi, atau ditimbun (landfill).

5) Limbah dengan kandungan logam berat tinggi


Limbah dengan kandungan mercuri atau kadmium tidak boleh dibakar
atau diinsinesrasi karena berisiko mencemari udara dengan uap beracun
dan tidak boleh dibuang landfill karena dapat mencemari air tanah.

6) Kontainer Bertekanan
Cara yang terbaik untuk menangani limbah kontainer bertekanan
adalah dengan daur ulang atau pengunaan kembali. Apabila masih
dalam kondisi utuh dapat dikembalikan ke distributor untuk pengisian
ulang gas. Agen halogenida dalam bentuk cair dan dikemas dalam botol
harus di perlakukan sebagai limbah bahan kimia berbahaya untuk
pembuangannya.

7) Limbah radioaktif
Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus diatur dalam kibijakan
dan strategi nasional yang menyangkut perturan, infrastruktur,
organisasi pelaksana dan tenaga yang terlatih. (Permenkes RI No.
1204/Menkes/SK/X/2004, Depkes RI, 2004).

Limbah rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme,


bahan-bahan organik dan an-organik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit
Pengelolaan Limbah (UPL) di rumah sakit antara lain sebagai berikut:
a. Kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization Pond System)
Sistem pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah
lahan, karena kolam stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas; maka
biasanya dianjurkan untuk rumah sakit di luar kota (pedalaman) yang
biasanya masih mempunyai lahan yang cukup. Sistem ini terdiri dari bagian-
bagian yang cukup sederhana yakni :
1) Pump Swap (pompa air kotor).
2) Stabilization Pond (kolam stabilisasi) 2 buah.
3) Bak Klorinasi

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 116


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

4) Control room (ruang kontrol)


5) Inlet
6) Incinerator antara 2 kolam stabilisasi
7) Outlet dari kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi.

b. Kolam oksidasi air limbah (Waste Oxidation Ditch Treatment System)


Sistem ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit di kota,
karena tidak memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi dibuat bulat atau
elips, dan air limbah dialirkan secara berputar agar ada kesempatan lebih
lama berkontak dengan oksigen dari udara (aerasi). Kemudian air limbah
dialirkan ke bak sedimentasi untuk mengendapkan benda padat dan
lumpur. Selanjutnya air yang sudah jernih masuk ke bak klorinasi sebelum
dibuang ke selokan umum atau sungai. Sedangkan lumpur yang
mengendap diambil dan dikeringkan pada Sludge drying bed (tempat
pengeringan Lumpur). Sistem kolam oksidasi ini terdiri dari :
1) Pump Swap (pompa air kotor)
2) Oxidation Ditch (pompa air kotor)
3) Sedimentation Tank (bak pengendapan)
4) Chlorination Tank (bak klorinasi)
5) Sludge Drying Bed ( tempat pengeringan lumpur, biasanya 1-2 petak).
6) Control Room (ruang kontrol)

c. Anaerobic Filter Treatment System


Sistem pengolahan melalui proses pembusukan anaerobik melalui
filter/saringan, air limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pre
treatment dengan septic tank (inchaff tank). Proses anaerobic filter
treatment biasanya akan menghasilkan effluent yang mengandung zat-zat
asam organik dan senyawa anorganik yang memerlukan klor lebih banyak
untuk proses oksidasinya. Oleh sebab itu sebelum effluent dialirkan ke bak
klorida ditampung dulu di bak stabilisasi untuk memberikan kesempatan
oksidasi zat-zat tersebut di atas, sehingga akan menurunkan jumlah klorin
yang dibutuhkan pada proses klorinasi nanti. Sistem Anaerobic
Treatment terdiri dari komponen-komponen antara lain sebagai berikut :
1) Pump Swap (pompa air kotor)
2) Septic Tank (inhaff tank)
3) Anaerobic filter.
4) Stabilization tank (bak stabilisasi)
5) Chlorination tank (bak klorinasi)
6) Sludge drying bed (tempat pengeringan lumpur)
7) Control room (ruang kontrol)

Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung
dari besar kecilnya rumah sakit, atau jumlah tempat tidur, maka
kontruksi Anaerobic Filter Treatment System dapat disesuaikan dengan
kebutuhan tersebut, misalnya :

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 117


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

1) Volume septic tank
2) Jumlah anaerobic filter
3) Volume stabilization tank
4) Jumlah chlorination tank
5) Jumlah sludge drying bed
6) Perkiraan luas lahan yang diperlukan

4. PENGELOLAAN PASCA BENCANA


Penanggulangan korban bencana di lapangan pada prinsipnya harus
tetap memperhatikan faktor safety / keselamatan bagi penolongnya setelah
itu baru prosedur di lapangan yang memerlukan kecepatan dan ketepatan
penanganan, secara umum pada tahap tanggap darurat dikelompokkan
menjadi kegiatan sebagai berikut :
a. Pencarian korban (Search)
b. Penyelamatan korban (Rescue)
c. Pertolongan pertama (Live Saving)
d. Stabilisasi korban
e. Evakuasi dan rujukan

Upaya ini ditujukan untuk menyelamatkan korban semaksimal


mungkin guna menekan angka morbilitas dan mortalitas. Hal dipengaruhi oleh
jumlah korban, keadaan korban, geografi, lokasi, fasilitas yang tersedia
dilokasi, dan sumberdaya yang ada. Faktor lain yang juga mempengaruhi
adalah: Organisasi di lapangan, komunikasi, dokumen dan tata kerja.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
279/MENKES/SK/XI/2001 Tentang Pedoman Penilaian Risiko Bencana Di
Provinsi Dan Kabupaten/Kota Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Dalam melaksanakan penilaian risiko kita mengenal 2 determinan
yaitu kelompok jenis bahaya dan kelompok variabel. Dari kelompok jenis
bahaya, termasuk didalamnya adalah jenis–jenis bahaya sebagai berikut :

a. Gempa Bumi
b. Letusan Gunung Berapi
c. Tsunami (Gelombang Pasang)
d. Angin Puyuh (Putting Beliung)
e. Banjir (Akibat Cuaca Ekstrim/Dampak La Nina)
f. Tanah Longsor
g. Kebakaran Hutan/Asap (Haze)
h. Kekeringan (Cuaca Ekstrim/Dampak El Nino)
i. KLB (Kejadian Luar Biasa/Wabah Penyakit Menular)
j. Kecelakaan Transportasi/Industri
k. Konflik Dengan Kekerasan Akibat Kerusuhan Sosial

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1357 / Menkes /SK /


XII / 2001 Tentang Standar Minimal Penanggulangan Masalah Kesehatan
Akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 118


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

Standar Minimal:  adalah ukuran terkecil atau terendah dari


kebutuhan hidup (air bersih dan sanitasi, persediaan pangan, pemenuhan gizi,
tempat tinggal dan pelayanan kesehatan) yang harus dipenuhi kepada korban
bencana atau pengungsi untuk dapat hidup sehat, layak dan manusiawi.
Pada pasca bencana beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian dan
kajian lebih lanjut adalah:
a. Perkiraan jumlah orang yang menjadi korban bencana (meninggal, sakit,
cacat) dan ciri–ciri demografinya.
b. Jumlah fasilitas kesehatan yang berfungsi milik pemerintah dan swasta.
c. Ketersediaan obat dan alat kesehatan.
d. Tenaga kesehatan yang masih melaksanakan tugas.
e. Kelompok–kelompok masyarakat yang berisiko tinggi (bayi, balita, ibu
hamil, bunifas dan manula)
f. Kemampuan dan sumberdaya setempat.

Mengurangi risiko terjadinya penularan penyakit melalui media


lingkungan akibat terbatasnya sarana kesehatan lingkungn yang ada ditempat
pengungsian, melalui pengawasan dan perbaikan kualitas Kesehatan
Lingkungan dan kecukupan air bersih.
a. Pengadaan Air
Semua orang didunia memerlukan air untuk minum, memasak dan
menjaga bersihan pribadi. Dalam situasi bencana mungkin saja air untuk
keperluan minumpun tidak cukup, dan dalam hal ini pengadaan air yang
layak dikunsumsi menjadi paling mendesak. Namun biasanya problema–
problema kesehatan yang berkaitan dengan air muncul akibat kurangnya
persediaan dan akibat kondisi air yang sudah tercemar sampai tingkat
tertentu.
Tolok ukur kunci:
1) Persediaan air harus cukup untuk memberi sedikit–dikitnya 15 liter per
orang per hari
2) Volume aliran air ditiap sumber sedikitnya 0,125 liter perdetik.
3) Jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter
4) 1 (satu) kran air untuk 80 – 100 orang

Air di sumber–sumber harus layak diminum dan cukup volumenya


untuk keperluan keperluan dasar (minum, memasak, menjaga kebersihan
pribadi dan rumah tangga) tanpa menyebabakan timbulnya risiko–risiko
besar terhadap kesehatan akibat penyakit–penyakit maupun pencemaran
kimiawi atau radiologis dari penggunaan jangka pendek. Tolok ukur kunci:
1) Di sumber air yang tidak terdisinfektan (belum bebas kuman),
kandungan bakteri dari pencemaran kotoran manusia tidak lebih dari 10
coliform per 100 mili liter
2) Hasil penelitian kebersihan menunjukkan bahawa resiko pencemaran
semacam itu sangat rendah.
3) Untuk air yang disalurkan melalui pipa–pipa kepada penduduk yang
jumlahnya lebih dari 10.000 orang, atau bagi semua pasokan air pada
waktu ada resiko atau sudah ada kejadian perjangkitan penyakit diare,

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 119


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

air harus didisinfektan lebih dahulu sebelum digunakan sehingga


mencapai standar yang bias diterima (yakni residu klorin pada kran air
0,2–0,5 miligram perliter dan kejenuhan dibawah 5 NTU)
4) Konduksi tidak lebih dari 2000 jS / cm dan airnya biasa diminum Tidak
terdapat dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan pengguna
air, akibat pencemaran kimiawi atau radiologis dari pemakaian jangka
pendek, atau dari pemakain air dari sumbernya dalam jangka waktu
yang telah irencanakan, menurut penelitian yang juga meliputi
penelitian tentang kadar endapan bahan–bahan kimiawi yang
digunakan untuk mengetes air itu sendiri. Sedangkan menurut penilaian
situasi nampak tidak ada peluang yang cukup besar untuk terjadinya
masalah kesehatan akibat konsumsi air itu.
5) Prasarana dan Perlengkapan

b. Pembuangan Kotoran Manusia


Jumlah Jamban dan Akses Masyarakat korban bencana harus
memiliki jumlah jamban yang cukup dan jaraknya tidak jauh dari
pemukiman mereka, supaya bisa diakses secara mudah dan cepat kapan
saja diperlukan, siang ataupun malam. Tolak ukur kunci :
1) Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang
2) Penggunaan jamban diatur perumah tangga dan/menurut pembedaan
jenis kelamin (misalnya jamban persekian KK atau jamban laki–laki dan
jamban permpuan)
3) Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah atau
barak di kamp pengungsian). Atau bila dihitung dalam jam perjalanan ke
jamban hanya memakan waktu tidak lebih dari 1 menit saja dengan
berjalan kaki.
4) Jamban umum tersedia di tempat–tempat seperti pasar, titik–titik
pembagian sembako, pusat – pusat layanan kesehatan dsb.
5) Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurang–kurangnya
berjarak 30 meter dari sumber air bawah tanah.
6) Dasar penampung kotoran sedikitnya 1,5 meter di atas air tanah.
7) Pembuangan limbah cair dari jamban tidak merembes ke sumber air
mana pun, baik sumur maupun mata air, suangai, dan sebagainya 1
(satu) Latrin/jaga untuk 6–10 orang.

c. Pengelolaan Limbah Padat


1) Pengumpulan dan Pembuangan Limbah Padat Masyarakat harus
memiliki lingkungan yang cukup bebas dari pencemaranakibat limbah
padat, termasuk limbah medis.
2) Sampah rumah tangga dibuang dari pemukiman atau dikubur di sana
sebelum sempat menimbulkan ancaman bagi kesehatan.
3) Tidak terdapat limbah medis yang tercemar atau berbahaya (jarum
suntik bekas pakai, perban–perban kotor, obat–obatan kadaluarsa,dsb)
di daerah pemukiman atau tempat–tempat umum.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 120


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

4) Dalam batas–batas lokasi setiap pusat pelayanan kesehatan, terdapat


empat pembakaran limbah padat yang dirancang, dibangun, dan
dioperasikan secara benar dan aman, dengan lubang abu yang dalam.
5) Terdapat lubang–lubang sampah, keranjang/tong sampah, atau
tempat–tempat khusus untukmembuang sampah di pasar–pasar dan
pejagalan, dengan system pengumpulan sampah secara harian.
6) Tempat pembuangan akhir untuk sampah padat berada dilokasi
tertentu sedemikian rupa sehingga problema–problema kesehatan dan
lingkungan hidup dapat terhindarkan.
7) 7. 2 ( dua ) drum sampah untuk 80 – 100 orang
8) Tempat/lubang Sampah Padat
9) Masyarakat memiliki cara – cara untuk membuang limbah rumah
tangga sehari–hari secara nyaman dan efektif.

Tolak ukur kunci :


1) Tidak ada satupun rumah/barak yang letaknya lebih dari 15 meter dari
sebuah bak sampah atau lubang sampah keluarga, atau lebih dari 100
meter jaraknya dar lubang sampah umum.
2) Tersedia satu wadah sampah berkapasitas 100 liter per 10 keluarga bila
limbah rumah tangga sehari–hari tidak dikubur ditempat.

d. Pengelolaan Limbah Cair (pengeringan)


Sistem pengeringan:  Masyarakat memiliki lingkungan hidup
sehari–hari yang cukup bebas dari risiko pengikisan tanah dan genangan
air, termasuk air hujan, air luapan dari sumber– sumber, limbah cair rumah
tangga, dan limbah cair dari prasarana–prasarana medis. Hal–hal berikut
dapat dipakai sebagai ukuran untuk melihat keberhasilan pengelolaan
limbah cair :
1) Tidak terdapat air yang menggenang disekitar titik–titik
engambilan/sumber air untuk keperluan sehari–hari, didalam maupun di
sekitar tempat pemukiman
2) Air hujan dan luapan air/banjir langsung mengalir malalui saluran
pembuangan air.
3) Tempat tinggal, jalan – jalan setapak, serta prasana – prasana
pengadaan air dan sanitasi tidak tergenang air, juga tidak terkikis oleh
air.

C. PENUTUP
Limbah merupakan hasil buangan dari suatu proses, dalam hal ini adalah
dari tempat pelayanan umum, pelayanan kesehatan, industri, dan pada keadaan
sesudah bencana. Tempat-tempat tersebut dinilai berpotensi dalam
menghasilkan limbah, dan jika tidak terdapat pengelolaan yang baik akan
berdampak buruk bagi kesehatan.

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 121


Mahasiswa S2 IKM Semester I
Tahun Akademik 2015/2016

REFERENSI
1. Arief, LM. Pengelolaan Limbah Padat di Industri. Jakarta: Universitas Esa Unggul,
2012.
2. Esa Unggul. Pengolahan Limbah Cair. Jakarta: Universitas Esa Unggul.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2012 Tentang
Pembangunan Dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandara.
4. Angkasa Pura. Improving the sustainability performance. Jakarta: PT Angkasa
Pura, 2014.
5. Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004
6. Chandra, B., 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta. EGC.
7. Depkes RI 2001. Karakteristik Limbah Rumah Sakit dan Pengaruhnya terhadap
kesehatan dan lingkungan, Jakarta. Edisi Cermin Dunia Kedokteran No.130.
Depkes RI.
8. Kesehatan Masyarakat. Standar Sanitasi Darurat pada Daerah Bencana. (online)
(http://www.indonesian-publichealth.com/2013/10/sanitasi-bencana.html)

BUKU AJAR MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN Hal. 122

Anda mungkin juga menyukai