Anda di halaman 1dari 215

STRATEGI KOMUNIKASI DALAM

MENCEGAH TINDAK KEKERASAN


TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK
(Studi Pada Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (DKBP3A) Kabupaten Serang)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Konsentrasi Hubungan Masyarakat
Program Studi Ilmu Komunikasi

Oleh
Siti Rofikoh
NIM 6662131794

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG
2018
i
ii
iii
“Allah said : fear not. Indeed, I am with you both, I hear
and I see”
–Q.S Thaha:46–

"Even if I‟m slow, I will walk with my own feet. Because


I know this path is mine to take"
–BTS, Lost–

"Saat Kamu Kehilangan Tujuan, Lihatlah Kembali Jalan


Yang Kamu Lalui Sejauh Ini "

Skripsi ini dipersembahkan untuk


Mama, Papa, Kakak dan Adik Tercinta

iv
ABSTRAK
Siti Rofikoh. NIM. 6662131794. Strategi Komunikasi Dalam Mencegah Tindak
Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (Studi Pada Dinas Keluarga
Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKBP3A)
Kabupaten Serang. Pembimbing I: Dr. Rd. Nia Kania Kurniawati, S.I.P., M.Si
dan Pembimbing II: Iman Mukhroman, S.Sos., M.Si

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya kasus kekerasan terhadap


perempuan dan anak di kabupaten Serang dari tahun 2015 hingga 2017. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui strategi komunikasi dari DKBP3A dalam mencegah
tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak. Selain itu penelitian ini berusaha
menemukan faktor penghambat serta pendorong dalam melaksanakan program
pencegahan tersebut. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif dengan sumber data utama yang diperoleh dari wawancara dan
observasi, sedangkan data pendukung diperoleh dari dokumen-dokumen dan data
pendukung lainnya. Teknik analisa dilakukan melalui proses reduksi data, penyajian
data dan penarikan kesimpulan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik purposive sampling dengan sedikit bubuhan snowball
sampling.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui tahapan strategi komunikasi yang
dilakukan oleh DKBP3A yaitu, tahap identifikasi target khalayak dengan memilih
tokoh masyarakat, tokoh agama, hingga penggerak PKK. Hal ini ditujukan agar
nantinya khalayak tersebut dapat meneruskan kembali pesan-pesan yang telah
disampaikan. Tahap mengidentifikasi khalayak juga dilakukan dengan cara survey.
Tahap berikutnya adalah penetapan tujuan yang ingin dicapai oleh DKBP3A yaitu
terlindunginya perempuan dan anak-anak dari tindak kekerasan serta terpenuhinya 10
hak anak. Tahap pemilihan pesan dilakukan dengan menyusun pesan yang berkaitan
dengan UU kekerasan, alur pelaporan tindak kekerasan, hingga hukuman bagi para
pelaku kekerasan. Tahap selanjutnya yaitu komitmen yang diperlukan. Dalam tahap
ini DKBP3A melakukan sosialisasi untuk merubah pola pikir, perilaku, dan perubahan
budaya masyarakat mengenai tindak kekerasan. Pemilihan saluran (media) yang tepat
merupakan tahap dimana DKBP3A menggunakan saluran tatap muka langsung
sebagai media utamanya. Sedangkan penggunaan baliho, poster, stiker merupakan
media pendukung. Tahap rencana komunikasi DKBP3A dilakukan dengan cara
membuat pembahasan perencanaan, pembinaan P2TP2A, serta pembuatan jadwal
kegiatan. Tahap terakhir yaitu tahap evaluasi yang dilakukan oleh DKBP3A bertujuan
untuk mengetahui sampai sejauh mana keberhasilan yang diperoleh.

Kata Kunci : Strategi Komunikasi, Pencegahan Tindak Kekerasan, Kekerasan


Terhadap Perempuan dan Anak, DKBP3A

v
ABSTRACT
Siti Rofikoh. NIM. 6662131794. Communication Strategy In Preventing Acts of
Violence Against Women and Children (Studies in Dinas Keluarga Berencana
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKBP3A) Serang). Advisor I:
Dr. Rd. Nia Kania Kurniawati, S.I.P., M.Si and Advisor II: Iman Mukhroman,
S.Sos., M.Si

This research is motivated by increasing cases of violence against women and


children in Serang district from 2015 until 2017. This study aims to know the
communication strategy of DKBP3A in preventing acts of violence against women and
children. Besides, this research is trying to find the resistor factor and the booster in
implementing the prevention program. The methodology used in this research is
descriptive qualitative with main data source obtained from interview and
observation, while supporting data obtained from documents and other data resource.
Analytical technique is conducted by data reduction process, data presentation and
conclusion. The sampling technique used in this research is purposive sampling
technique with snowball sampling.
Based on the results, it‟s reveal the stages of communication strategies undertaken by
DKBP3A namely the stage of identification target audience by selecting community
leaders, religious leaders, until the PKK activator. This is intended for audiences to
convey the message to the rest of society. The stage of identifying audiences is also
done by survey. The next stage is to determine the objectives that would like to be
achieved by DKBP3A, namely the protection of women and children from violence
and the fulfillment of 10 children's rights. The message selection stage is conducted by
compiling messages relating to the Violence Act, the flow of violent reporting, to the
punishment of perpetrators of violence. The next step is the required commitment. In
this stage DKBP3A conducts socialization to change the mindset, behavior, and
cultural change of the community regarding acts of violence. The appropriate channel
selection (media) is the stage where DKBP3A uses direct face-to-face as its primary
media. While the use of billboards, posters, stickers is a supporting platform. The
stage of communication plan DKBP3A is done by making the discussion of planning,
coaching P2TP2A, as well as making the schedule of activities. The last stage is the
evaluation stage conducted by DKBP3A, aims to determine to what extent the
accomplishment is obtained.

Key words: Communication strategy, Prevention of Violence, Violence Against


Women And Children, DKBP3A

vi
KATA PEGANTAR

Puji syukur selalu dipanjatkan kehadirat Allah SWT, yang dengan kebesaran

dan keagungan-Nya telah memberikan begitu banyak anugerah ilmu, rezeki, kasih

sayang-Nya kepada seluruh alam, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul STRATEGI KOMUNIKASI DALAM MENCEGAH TINDAK

KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK. Penulisan skripsi ini

dibuat sebagai syarat untuk meraih kesarjanaan strata satu (S1) Program Studi Ilmu

Komunikasi, Konsentrasi Hubungan Masyarakat, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Dengan segala kemampuan, penulis menyadari sepenuhnya bahwa dengan

segala keterbatasan dalam melaksanakan penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata

sempurna. Namun demikian penulis berusaha menyajikannya dengan sebaik mungkin.

Dalam penyampaian keberhasilan penulis untuk menyelesaikan penulisan ini tidak

terlepas dari bantuan dan dorongan berbagai pihak yang sangat berarti. Pada

kesempatan ini tidak lupa penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-

dalamnya kepada :

1. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

2. Ibu Dr. Rahmi Winangsih, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi

FISIP Untirta.

3. Ibu Dr. Rd. Nia Kania Kurniawati, S.I.P., M.Si selaku Dosen Pembimbing I,

terima kasih atas waktu, kesempatan, kesabaran, bimbingan dan arahannya

yang sangat berarti bagi penulis selama penyusunan skripsi ini.

vii
4. Bapak Iman Mukhroman, S.Sos., M.Si selaku Dosen Pembimbing II, terima

kasih atas waktu, kesempatan, kesabaran, bimbingan dan arahannya yang

sangat berarti bagi penulis.

5. Ibu Dr. Naniek Afrilla F., S.Sos., M.Si selaku Ketua Penguji Sidang Skripsi.

Terima kasih atas saran dan perbaikan yang telah diberikan. Saran dan

perbaikan tersebut sangat berarti bagi penulis.

6. Bapak Husnan Nurjuman, S.Ag., M.Si selaku Penguji Sidang Skripsi. Terima

kasih atas saran dan perbaikan yang telah diberikan. Saran dan perbaikan

tersebut sangat berarti bagi penulis.

7. Ibu Dr. Nurprapti Wahyu Widyastuti, S.Sos., M.Si selaku pembimbing

akademis, terima kasih atas arahan dan bimbingan yang selama ini diberikan.

8. Seluruh Dosen Fisip Untirta yang telah memberikan ilmu dan pengalamannya

kepada penulis. Semoga ilmu yang telah diberikan dapat menjadi ilmu yang

bermanfaat.

9. Seluruh staf karyawan FISIP Untirta yang melayani kepentingan penulis dalam

berbagai hal untuk memperlancar jalannya perkuliahan dan penyusunan

skripsi.

10. Mama dan papa tersayang, yang dalam setiap doanya selalu menyelipkan nama

penulis. Darah, keringat, dan air mata papa dan mama selalu menjadi kekuatan

penulis untuk terus melangkah dalam keadaan sulit. Terima kasih atas kasih

sayang, dukungan, kepercayaan, ketulusan, hingga nasehat yang membuat

penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

11. Kakak tersayang, yang selalu mendukung penulis dengan cara yang berbeda.

Segala dukungan moril maupun materil, omelan, hingga kasih sayang sangat

viii
berarti bagi penulis. Hanya kata-kata „maaf dan terima kasih‟ yang mampu

penulis ucapkan untuk membalas segalanya.

12. Adik tersayang, yang selalu mengisi hari-hari penulis dengan tawa, canda,

tangis, hingga semangat dan selalu menjadi alasan bagi penulis untuk

melakukan yang terbaik.

13. Ibu Dra. Iin Adillah, M.Si, selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan

Anak DKBP3A Kabupaten Serang. Terima kasih atas waktu dan informasi

yang telah diberikan.

14. Bapak Drs. H. Nunung Effendi, M.Si selaku Kepala Seksi Perlindungan

Perempuan DKBP3A Kabupaten Serang. Terima kasih atas segala bantuan dan

waktu yang telah diberikan.

15. Ibu Rina Wuryanti, S.Sos., M.Si, selaku Kepala Seksi Perlindungan Anak

DKBP3A Kabupaten Serang. Terima kasih atas waktu, informasi, dan cerita

yang menariknya.

16. Fitri Melhani & Siti Nadillah, terima kasih atas segala informasi, bantuan dan

waktu yang telah diberikan. Kalian berdua merupakan anak-anak yang luar

biasa.

17. Kaesul Ma‟arif, terima kasih atas waktu dan informasi yang telah diberikan.

18. Umi Fatimah, sahabat terbaik penulis, atas segala bantuan dan semangat yang

selalu diberikan dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih telah berbagi

suka-duka, tangis dan tawa bersama-sama dengan penulis.

19. Fransiska Pujining, atas saran, waktu, doa, dan dukungan yang telah diberikan

kepada penulis. Terima kasih untuk 7 tahun yang telah dilalui bersama dengan

penulis.

ix
20. Indri Damayanti, Ingrid Dyah N., Kholida Fauziah, Tjitra Putri K., terima

kasih atas segala dukungan, waktu, semangat, hingga bantuan yang telah

diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis sangat

beruntung bisa mengenal kalian.

21. Teman-teman mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Untirta angkatan 2013.

22. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, baik

itu berupa saran, do'a, maupun dukungan yang tidak dapat penulis sebutkan

satu persatu.

Dengan ketulusan dan kerendahan hati, penulis doakan semoga Allah SWT

membalas kebaikan dan pengorbanan kalian. Akhir kata penulis berharap semoga apa

yang telah penulis lakukan dapat bermanfaat bagi khususnya dan bagi pembaca

umumnya. Masukan dan saran sangat penulis harapkan demi kemajuan penulis di

masa mendatang.

x
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS…...………………………….. i


LEMBAR PERSETUJUAN………………………………………………….. ii
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………... iii
LEMBAR KUTIPAN DAN PERSEMBAHAN……………………..………. iv
ABSTRAK……………………………..……………………………………… v
ABSTRACT………………………….……………………………………….. vi
KATA PENGANTAR………………………………………………………... vii
DAFTAR ISI………………………………….………………………………. xi
DAFTAR TABEL…………………………………………………………….. xiv
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………. Xv

BAB I PENDAHULUAN……………………………..……………………… 1
1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………………………... 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………. 10
1.3 Identifikasi Masalah………………………………………………………. 10
1.4 Tujuan Penelitian……………………………………………………......... 10
1.5 Manfaat Penelitian………………………………………………………… 11
1.5.1 Aspek Teoritis…………………………………………………........ 11
1.5.2 Aspek Praktis……………………………………………………….. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……..……….…………………………….. 13


2.1 Tinjauan Tentang Komunikasi..…………………………….…………….. 13
2.1.1 Pengertian Komunikasi…….…………………………………… 13
2.1.2 Karakteristik Komunikasi………………………….…………... 15
2.1.3 Proses Komunikasi…………………………………………….. 18
2.1.4 Komponen Komunikasi…..…………………………………… 20
2.1.5 Fungsi Komunikasi.……………………………………………. 22
2.1.6 Hambatan Komunikasi……………………………………….... 23
2.2 Tinjauan Tentang Model Penyusunan Pesan..………...………………… 24
2.2.1 Teori Perencanaan…………………………..………………..... 24
2.2.2 Logika Penyusunan Pesan……………………..…………….... 25

xi
2.3 Strategi Komunikasi………………………………..…………………… 26
2.4 Tinjauan Tentang Tindak Kekerasan…..………….………………….... 28
2.4.1 Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan……..………...……. 29
2.4.2 Tindak Kekerasan Terhadap Anak………………………..…. 32
2.4.3 Dampak Tindak Kekerasan Terhadap Anak………………… 34
2.5 Model Alur Tanda “?”…………………………………………………. 36
2.6 Kerangka Berpikir…………………………………………………….... 42
2.7 Penelitian Terdahulu…………………………………………………… 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……………………...………….. 56


3.1 Sifat Penelitian............................................................................................. 56
3.2 Metode Penelitian…………………….………………………………....... 57
3.3 Paradigma Penelitian………………………………………………........... 58
3.4 Informan Penelitian…….……………………………………….………... 59
3.5 Sumber Data…………………………………………………………....... 62
3.6 Teknik Pengumpulan Data…………………………………………......... 62
3.7 Teknik Analisa Data……………………………………………………... 64
3.8 Teknik Keabsahan Data………………………………………………….. 66
3.9 Lokasi dan Jadwal Penelitian…………………….………………………. 67

BAB IV PEMBAHASAN……………….……………………...………….. 69
4.1 Deskripsi Objek Penelitian………………………………………………. 69
4.1.1 Sejarah Singkat DKBP3A Kabupaten Serang…………………… 69
4.1.2 Gambaran Umum Lokasi Penelitian……………………………... 71
4.1.3 Visi dan Misi DKBP3A Kabupaten Serang……………………... 72
4.1.4 Struktur Organisasi DKBP3A Kabupaten Serang………………. 73
4.2 Deskripsi Data..…………………….…………………………………… 74
4.3 Hasil Penelitian…………………………………………………….......... 77
4.3.1 Internal Strategy DKBP3 dalam Mencegah Tindak Kekerasan Terhadap
Perempuan dan Anak ………………………………………….. 83
4.3.1.1 Penetapan Tujuan Yang Ingin Dicapai Oleh DKBP3A….. 83
4.3.1.2 Tahap Pemilihan Pesan……………………………….….. 85
4.3.1.3 Komitmen Yang Diperlukan……………………………… 90
4.3.1.4 Rencana Komunikasi DKBP3A………………………….. 94

xii
4.3.1.5 Evaluasi Perubahan (Change Evaluation)........................... 99
4.3.2 External Strategy DKBP3A dalam Mencegah Tindak Kekerasan
Terhadap Perempuan dan Anak……………………………….. 101
4.3.2.1 Identifikasi Target Khalayak (Audience) Yang Dilakukan Oleh
DKBP3A…………………………………………………….…. 101
4.3.2.2 Saluran (Media) Yang Tepat……………………………….. 105
4.3.3 Faktor Penghambat dan Pendukung DKBP3A Dalam Mensosialisasikan
Pencegahan Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan
Anak.............................................................................................. 110
4.4 Pembahasan……….…….……………………………………….……….. 116

BAB V PENUTUP………………………….……………………………… 133


5.1 Kesimpulan………………………………………………………………. 133
5.2 Saran…………………………………………………………………....... 136

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 138

LAMPIRAN………………………………………………........................... 141

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jumlah Kasus Kekerasan yang Terjadi di Kabupaten Serang Tahun 2015-
2017……………………………………………………………….. 5
Tabel 2.1 Dampak Kekerasan Jangka Pendek……………………………….. 34
Tabel 2.2 Dampak Kekerasan Jangka Panjang………………………………. 35
Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu………………………………………………. 48
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian…………………………………………………. 68
Tabel 4.1 Informan Penelitian……………………………………………….. 74

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kasus pembunuhan dan pemerkosaan gadis SMA di kecamatan Cikeusal
yang ditayangkan di beberapa stasiun televisi…………………. 6
Gambar 2.1 Model Alur Tanda “?”……………..…………………………… 41
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir……………………………………………… 43
Gambar 4.1 Struktur Organisasi DKBP3A Kabupaten Serang…………….. 73
Gambar 4.2 Kegiatan Sosialisasi Three-Ends………………………………. 84
Gambar 4.3 Materi-materi presentasi………………………………………. 90
Gambar 4.4 Beberapa contoh penggunaan media luar ruang yang digunakan
oleh DKBP3A………………………………………………….. 99
Gambar 4.5 Tampilan Website Resmi DKBP3A Kabupaten Serang………. 100
Gambar 4.6 Instagram Forum Anak (@forumanak_kabser)……………….. 100
Gambar 4.7 Salah satu peserta sosialisasi sedang mengajukan pertanyaan... 103

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tindak kekerasan merupakan suatu perilaku manusia yang tidak pantas

untuk dilakukan dan menimbulkan penderitaan, baik penderitaan fisik maupun

penderitaan psikis. Lebih rinci, Peraturan Daerah Provinsi Banten No. 9 Tahun

2014 tentang Perlindungan Perempuan Dan Anak Terhadap Kekerasan,

menyebutkan bahwa kekerasan adalah setiap perbuatan yang berakibat timbulnya

kesengsaraan atau penderitaan fisik, psikis, seksual dan/atau penelantaran,

termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan

kemerdekaan secara melawan hukum.1

Kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan tindakan pelanggaran

hak asasi manusia yang paling kejam.2 Kekerasan terhadap perempuan adalah

setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin

berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual,

ekonomi, sosial, psikis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau

perampasan kemerdekaan, baik yang terjadi di depan umum atau kehidupan

pribadi.3 Sedangkan menurut UU No. 35 tahun 2004 tentang perlindungan anak,

kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya

1
Peraturan Daerah Provinsi Banten No. 9 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Perempuan dan Anak
Terhadap Tindak Kekerasan, BAB I Pasal 1 ayat 13
2
Hasyim Hasanah, “Kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam rumah tangga perspektif
pemberitaan media”, SAWWA, Volume 9, Nomor 1, 2013, hlm. 162-163
3
Op.cit, Peraturan Daerah Provinsi Banten ayat 14

1
2

kesengsaraan atau penderitaan fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran

termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan

kemerdekaan secara melawan hukum.4 Dalam hal ini, anak adalah seseorang yang

belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam

kandungan.5

Tindak kekerasan lebih banyak dialami oleh perempuan dan anak-anak.

Perempuan sangat rentan terhadap kekerasan dibandingkan dengan pria

disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pola pendidikan masyarakat tentang relasi

perempuan dan laki-laki tidak setara dan masih menguatnya budaya patriarki.

Budaya patriarki merupakan istilah dimana pria lebih berkuasa daripada

perempuan6. Sedangkan kekerasan terhadap anak sudah membudaya dan

dilakukan turun-temurun. Akibatnya, dari tahun ke tahun kasus kekerasan

terhadap anak terus bertambah. Salah satu pemicunya adalah kemiskinan atau

kesulitan ekonomi yang dihadapi para orang tua. Namun, faktor tersebut bukanlah

satu-satunya faktor pemicu kekerasan terhadap anak. Kekerasan terhadap anak

terkait dengan faktor kultural dan struktural dalam masyarakat.

Faktor kultural, misalnya, adanya pandangan bahwa anak adalah harta

kekayaan orang tua atau pandangan bahwa anak harus patuh kepada orang tua

seolah-olah menjadi alat pembenaran atas tindakan kekerasan terhadap anak.

Faktor struktural diakibatkan adanya hubungan yang tidak seimbang (asimetris),

baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Di sini, anak berada dalam

4
UU No. 35 tahun 2004 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat 15a
5
Ibid, Pasal 1 Ayat 1
6
https://www.detik.com/wolipop/read/2013/02/01/081829/2158255/852/ini-sebabnya-banyak-
wanita-menjadi-korban-kekerasan diakses pada 11 Januari 2018 pukul 09.20 wib
3

posisi lebih lemah, lebih rendah karena secara fisik, mereka memang lebih lemah

daripada orang dewasa dan masih bergantung pada orang-orang dewasa di

sekitarnya.7

Di Indonesia, terdapat 259.150 kasus kekerasan terhadap perempuan yang

dilaporkan dan ditangani selama tahun 2016. Data ini bersumber pada Catatan

Tahunan (CATAHU) yang dikeluarkan oleh Komnas Perempuan setiap tahunnya.

Berdasarkan data-data yang terkumpul, jenis kekerasan terhadap perempuan yang

paling menonjol adalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang

mencapai angka 75% (10.205). Posisi kedua, kekerasan terhadap perempuan di

ranah komunitas mencapai 22% (3.092) dan terakhir di ranah Negara dengan

presentase 3% (305). Pada ranah KDRT kekerasan yang paling menonjol adalah

kekerasan fisik 4.281 kasus (42%), disusul kekerasan seksual dengan 3.495 kasus

(34%), psikis 1.451 kasus (14%) dan ekonomi 978 kasus (10%).8

Kasus kekerasan di Indonesia baik itu kekerasan terhadap perempuan

maupun kekerasan terhadap anak terus mengalami peningkatan dan bentuk-bentuk

kekerasannya juga semakin bervariasi dan sadis. Pada tahun 2016, kekerasan

seksual yang mewacana seperti perkosaan berkelompok, hingga penganiayaan

seksual disertai dengan pembunuhan juga pernah terjadi.9 Salah satu kasus

kekerasan terhadap anak yang pernah menjadi pemberitaan nasional yaitu kasus

pembunuhan Engeline. Kasus yang terjadi pada tahun 2015 merupakan kasus

kekerasan terhadap anak perempuan berusia delapan tahun yang terjadi kota

7
https://www.kemenppa.go.id/index.php/page/read/31/602/melindungi-hak-anak-dari-kekerasan
diakses pada 11 Januari pukul 12.48 wib
8
Lembar Fakta Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan Tahun 2017
9
Ringkasan Eksekutif Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan tahun 2017
4

Denpasar, Bali. Besarnya perhatian dari berbagai pihak membuat terungkapnya

kenyataan bahwa Engeline selama ini tinggal di rumah yang tidak layak huni dan

mendapat pengasuhan yang kurang baik dan mendapatkan penyiksaan baik fisik

maupun mental10.

Kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi di berbagai daerah di

Indonesia termasuk juga provinsi Banten. Di tahun 2013, provinsi Banten

menempati urutan ke-13 dalam kasus kekerasan terhadap anak dan di tahun 2017

menempati urutan ke-9 dari 34 provinsi se-Indonesia dalam kasus kekerasan

seksual dan kejahatan pada anak. Ketua Komnas Perempuan dan Anak (Komnas

PA) Arist Merdeka Sirait mengatakan tingginya kasus kekerasan di provinsi

Banten mencapai 52,7% dan tersebar di seluruh Kabupaten atau kota. 11 Kasus

kekerasan yang terjadi di Provinsi Banten mayoritas terjadi di Kabupaten Serang,

Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak.

Adanya kasus kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak di

Kabupaten Serang tentunya memerlukan penanggulangan yang serius. Salah satu

pihak yang menanggulangi kasus kekerasan di Kabupaten Serang adalah Dinas

Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

(DKBP3A) Kabupaten Serang. DKBP3A Kabupaten Serang mempunyai tugas

pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah dibidang Keluarga Berencana,

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak berdasarkan asas otonomi

10
"Kisah Tragis Bocah Angeline, Hilang lalu Ditemukan Tewas Membusuk". Kompas. 10 Juni
2015. Diakses pada 12 Januari 2018 pukul 10.00 wib
11
https://daerah.sindonews.com/read/1203921/174/banten-darurat-kejahatan-seksual-anak-ini-
penyebabnya-1494339194 diakses pada 03 Oktober 2017 pukul 11:00 wib
5

daerah dan tugas pembantuan12. Bidang yang menangani kasus kekerasan

terhadap perempuan dan anak pada DKBP3A Kabupaten Serang adalah bidang

Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan membawahi seksi Perlindungan

Perempuan, seksi Perlindungan Anak, serta seksi Data dan Informasi

Perlindungan Perempuan dan Anak13.

DKBP3A Kabupaten Serang sendiri mencatat jumlah kasus kekerasan

terhadap perempuan dan anak pada tahun 2015 sebanyak 108 kasus, 2016

sebanyak 129 kasus, dan di tahun 2017 jumlah kekerasan yang tercatat di seksi

Data dan Informasi kasus kekerasan sebanyak 81 kasus. Bila dibandingkan

dengan tahun 2015 maupun 2016, di tahun 2017 secara kuantitas mengalami

penurunan namun kasus kekerasan yang terjadi dinilai lebih sadis.14

Tabel 1.1 Jumlah Kasus Kekerasan yang Terjadi di Kabupaten

Serang Tahun 2015-2017

Tahun Jumlah Kasus Kekerasan

2015 108 Kasus

2016 129 Kasus

2017 81 Kasus

Sumber : Sie. Data dan Informasi Perlindungan Perempuan dan Anak DKBP3A Kabupaten Serang

12
Peraturan Bupati Serang Nomor 64 Tahun 2016 Bab III Bagian Kedua Pasal 4
13
Ibid, Bab IV Bagian Kesatu Pasal 6 ayat 1 huruf f.
14
Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) DKBP3A
Kabupaten Serang, Iin Adilah pada 11 Januari 2018 pukul 09.00
6

Salah satu kasus kekerasan yang menyita perhatian publik yang terjadi di

Kabupaten Serang adalah kasus pembunuhan dan pemerkosaan Gadis SMA

berinisial SM. Kasus ini terjadi di Kampung Katupang, Desa Suka Maju

Kecamatan Cikeusal, Kabupaten Serang pada bulan Desember 2017. Kasus

kekerasan ini sempat diberitakan di beberapa stasiun televisi seperti Net.TV,

JakTv, tvOne.

Gambar 1.1 Kasus Pembunuhan dan Pemerkosaan Gadis SMA di Kecamatan Cikeusal yang
ditayangkan di beberapa Stasiun Televisi.

Dalam menanggulangi tindak kekerasan, ada dua hal yang dilakukan yaitu

pencegahan dan penanganan. “Kalau pencegahan itu kan yang belum terjadi kan,

kita harus melakukan apa sih upaya - upaya yang dilakukan supaya kasus itu tidak

terjadi. Itu namanya pencegahan. Kalau penanganan kasusnya sudah terjadi, itu
7

kita tangani.”15 Upaya pencegahan tindak kekerasan perlu dilakukan agar tindak

kekerasan di Kabupaten Serang menurun. Upaya mengedukasi masyarakat

tentang tindak kekerasan, bahayanya, pencegahannya, beserta alur pelaporan

tindak kekerasan juga perlu dilakukan. Dalam melakukan upaya pencegahan

tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak tentunya tidak terlepas dari

penggunaan komunikasi yang efektif agar upaya pencegahan tindak kekerasan

tersebut dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.

Setiap komunikasi memiliki fungsi dan tujuan. Tujuan komunikasi adalah

perubahan sosial dan partisipasi sosial, perubahan sikap, perubahan pendapat dan

perubahan perilaku. Komunikasi merupakan mekanisme untuk mensosialisasikan

nilai-nilai kepada masyarakat, baik secara horizontal, dari suatu masyarakat

kepada masyarakat lainnya ataupun secara vertikal dari suatu generasi kepada

generasi berikutnya (Mulyana, 2007 : 7). Nilai - nilai yang disosialisasikan oleh

DKBP3A Kabupaten Serang yaitu meningkatkan kualitas hidup, pengarustamaan

gender, meningkatkan kualitas pemenuhan hak-hak perempuan dan anak, serta

perlindungan-perlindungan yang harus diberikan kepada perempuan dan anak

korban kekerasan.

Dalam melakukan upaya pencegahan tindak kekerasan terhadap

perempuan dan anak diperlukan adanya strategi komunikasi agar suatu pesan

dapat disampaikan kepada khalayak sesuai dengan yang dimaksud. Pemahaman

tentang strategi komunikasi akan membantu keberhasilan aktivitas komunikasi

dalam sebuah instansi. Strategi komunikasi merupakan panduan dari perencanaan

15
Hasil wawancara pra penelitian dengan Kasi Data dan Informasi kasus kekerasan perempuan
dan anak, DKBP3A Kabupaten Serang, Dewi Hartaningrum, S.Ikom pada 02 Oktober 2017
8

komunikasi (communication planning) dan manajemen komunikasi

(communication management) untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai

tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana

operasionalnya secara taktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan

(approach) bisa berbeda sewaktu-waktu tergantung situasi dan kondisi (Effendy,

2006 : 32).

Seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh Fitria Nurul Fatnisah (2017)

yang mencoba melakukan peninjauan tentang strategi komunikasi yang digunakan

Lembaga Perlindungan Anak (LPA) dalam melakukan sosialisasi pencegahan

kekerasan terhadap anak, mengemukakan bahwa dalam strategi yang digunakan

oleh LPA dalam sosialisasi yaitu mengenal khalayak, menyusun pesan dengan

menggunakan pesan verbal dan nonverbal, menetapkan metode (metode

pengulangan, Canalizing (mendalam), metode informatif, persuasif, edukatif, dan

kursif. Serta seleksi dan penggunaan media dengan menyesuaikan target yang

ingin dicapai. LPA juga membuka kritik sosial melalui media cetak agar

menampung opini pengamat serta aspirasi masyarakat. Namun kekurangan dari

penelitian ini yaitu dalam mengenal khalayak LPA tidak melakukan suatu upaya

khusus untuk menentukan sasaran komunikasinya. Di dalam penelitian ini hanya

mengemukakan bahwa LPA menngetahui khalayak memiliki perbedaan baik dari

segi pengetahuan, pengalaman, maupum sosial ekonomi.

Sebagai lembaga Negara yang memiliki fungsi dan peran yang sama

dengan LPA yaitu melindungi anak-anak dari tindak kekerasan, DKBP3A pun

tentunya memiliki strategi komunikasi tersendiri dalam mencegah tindak


9

kekerasan terhadap perempuan dan anak. Untuk mencapai tujuan tersebut, seperti

yang diungkapkan oleh Onong U. Effendy (2006 : 32) bahwa pendekatan

(approach) yang digunakan bisa berbeda-beda sewaktu-waktu tergantung situasi

dan kondisi. Hal ini memungkinkan bahwa DKBP3A memiliki strategi

komunikasinya tersendiri dan berbeda dari lembaga Negara lainnya dalam

mencegah tindak kekerasan.

Oleh karena itu, pentingnya strategi komunikasi yang digunakan oleh

DKBP3A Kabupaten Serang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan

penelitian tentang strategi komunikasi DKBP3A dalam mencegah tindak

kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Serang. Dengan merujuk

pada penelitian terdahulu, DKBP3A perlu menyusun strategi komunikasi yang

lebih baik agar pesan-pesan dan tujuan yang ingin dicapai terwujud dan tepat

sasaran. Selain itu, DKBP3A Kabupaten Serang merupakan satu-satunya instansi

pemerintah yang menangani dan mencegah kasus kekerasan terhadap perempuan

dan anak di Kabupaten Serang. Walaupun terdapat lembaga lain yang berkaitan

dengan tindak kekerasan seperti Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A), tetapi tugas dari kedua lembaga

tersebut berbeda. DKBP3A menjalankan tugas dalam mencegah tindak kekerasan

terhadap perempuan dan anak, sedangkan P2TP2A memiliki tugas dalam

pengaduan dan pelayanan terpadu korban kasus kekerasan.


10

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana strategi komunikasi Dinas

Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

(DKBP3A) Kabupaten Serang dalam mencegah tindak kekerasan terhadap

perempuan dan anak di Kabupaten Serang?”

1.3 Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah berdasarkan pada rumusan masalah yang

disebutkan di atas dapat disimpulkan yaitu :

1) Bagaimana internal strategy DKBP3A dalam mencegah tindak

kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Serang?

2) Bagaimana external strategy DKBP3A dalam mencegah tindak

kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Serang?

3) Apa saja faktor penghambat dan pendukung DKBP3A Kabupaten

Serang dalam mencegah tindak kekerasan terhadap perempuan dan

anak di Kabupaten Serang?

1.4 Tujuan Penelitian

Pada sebuah penelitian hakikatnya selalu dilatarbelakangi oleh maksud

dan tujuan. Sebab tanpa tujuan akan membawa kearah kekeliruan. Adapun tujuan

yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :


11

1) Untuk mengetahui internal strategy DKBP3A Kabupaten Serang

dalam mencegah tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak di

Kabupaten serang

2) Untuk mengetahui external strategy DKBP3A Kabupaten Serang

dalam mencegah tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak di

Kabupaten Serang.

3) Untuk mengetahui faktor penghambat dan pendukung DKBP3A

Kabupaten Serang dalam mencegah tindak kekerasan terhadap

perempuan dan anak di Kabupaten Serang.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Aspek Teoritis

Secara teoritis penelitian ini memberikan data empiris untuk

memperdalam pengetahuan yang berhubungan dengan ilmu komunikasi

mengenai strategi komunikasi yang dilakukan DKBP3A Kabupaten

Serang dalam mencegah tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak di

Kabupaten Serang.

1.5.2 Aspek Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan

bagi DKBP3A Kabupaten Serang dalam menanggapi wacana maupun

fenomena – fenomena yang berkaitan dengan strategi komunikasi yang

dilakukan DKBP3A Kabupaten Serang dalam mencegah tindak kekerasan


12

terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Serang. Selain itu diharapkan

penelitian ini secara langsung atau tidak langsung dapat memperkuat

penelitian sebelumnya atau penelitian sesudahnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Komunikasi

2.1.1 Pengertian komunikasi

Komunikasi adalah topik yang amat sering diperbincangkan, bukan

hanya dikalangan ilmuwan komunikasi, melainkan juga di kalangan awam,

sehingga kata komunikasi itu sendiri memiliki terlalu banyak arti yang

berlainan (Mulyana, 2007 : 45). Kata komunikasi atau communication dalam

bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti “sama”,

communico, communication, atau communicare yang berarti “membuat sama”

(to make common). Istilah pertama (Communis) paling sering disebut sebagai

asal kata komunikasi yang merupakan akar kata dari kata-kata Latin lainnya

yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau

suatu pesan dianut secara sama (Mulyana, 2007 : 46).

Suatu pemahaman populer mengenai komunikasi manusia adalah

komunikasi yang mengisyaratkan penyampaian pesan searah dari seseorang

(atau suatu lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya, baik

secara langsung maupun (tatap-muka) ataupun melalui media, seperti surat

(selebaran), surat kabar, majalah, radio, atau televise (Mulyana, 2007 : 67).

Dalam hal ini, DKBP3A kabupaten Serang mempunyai informasi mengenai

tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, lalu disampaikan kepada

13
14

masyarakat, masyarakat mendengarkan dan mungkin berperilaku

sebagai hasil mendengarkan pesan tersebut, lalu komunikasi dianggap telah

terjadi.

Beberapa definisi komunikasi sebagai tindakan satu-arah yang

menyoroti penyampaian pesan yang efektif dan mengisyaratkan bahwa semua

kegiatan komunikasi bersifat instrumental dan persuasif, adalah sebagai

berikut (Mulyana, 2007: 68):

a Definisi menurut Carl I. Hovland

“Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang

(komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-

lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain

(komunikate)”

b Definisi menurut Gerald R. Miller

“Komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu

pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk

mempengaruhi perilaku penerima.”

c Definisi menurut Everett M. Rogers

“Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber

kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah

tingkah laku mereka.”

Akan tetapi, seseorang akan mengubah sikap, pendapat, atau perilaku

orang lain apabila komunikasinya itu memang komunikatif seperti di uraikan

diatas. Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan


15

secara efektif, para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang

dikemukakan oleh Harold Lasswell. Lasswell mengatakan bahwa cara yang

baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai

berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?

Paradigma Lasswell diatas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi

lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni:

 Komunikator (communicator, source, sender), DKBP3A yang

menyampaikan pesan

 Pesan (message), pernyataan yang didukung oleh lambang

 Media (channel, media), sarana atau saluran yang mendukung pesan

apabila masyarakat jauh tempatnya dan jumlahnya banyak

 Komunikan (communicant, communicatee, receiver, recipient),

masyarakat yang menerima pesan

 Efek (effect, impact, influence), dampak sebagai pengaruh dari pesan.

Ditinjau dari proses kegiatan mencegah tindak kekerasan terhadap

perempuan dan anak oleh DKBP3A kabupaten Serang ini merupakan sebuah

komunikasi dalam arti bahwa proses tersebut terlibat dua komponen yang

terdiri dari pihak DKBP3A kabupaten Serang sebagai komunikator dan

masyarakat sebagai komunikan.

2.1.2 Karakteristik Komunikasi

Menurut Harun & Ardianto (2012:26) Komunikasi memiliki

beberapa karakteristik sebagai berikut :


16

1) Komunikasi adalah suatu proses

Komunikasi sebagai suatu proses artinya bahwa komunikasi

merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi

secara berurutan (ada tahapan atau sekuensi) serta berkaitan satu

sama lainnya dalam kurun waktu tertentu. Sebagai suatu proses,

komunikasi tidak “statis”, tetapi “dinamis” dalam arti akan selalu

mengalami perubahan dan berlangsung terus-menerus. Proses

komunikasi melibatkan banyak faktor atau unsur. Faktor-faktor

atau unsur-unsur yang dimaksud antara lain dapat mencakup

pelaku atau peserta, pesan (melalui bentuk, isi dan cara

penyajiannya), saluran atau alat yang dipergunakan

menyampaikan pesan, waktu, tempat, hasil atau akibat yang

terjadi, serta situasi atau kondisi pada saat berlangsungnya proses

komunikasi.

2) Komunikasi adalah upaya yang disengaja serta mempunyai

tujuan

Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar,

disengaja serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari

pelakunya. Pengertian “sadar” disini menunjukkan bahwa

kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang sepenuhnya

berada dalam kondisi mental-psikologis yang terkendali atau

terkontrol, bukan dalam keadaan “mimpi”. Disengaja maksudnya


17

bahwa komunikasi yang dilakukan memang sesuai dengan

kemauan dari pelakunya.

3) Komunikasi menuntut adanya partisipasi dan kerjasama dari para

pelaku yang terlibat

Kegiatan komunikasi akan berlangsung baik apabila pihak-pihak

yang berkomunikasi, dua orang atau lebih, sama-sama ikut

terlibat dan sama-sama mempunyai perhatian yang sama

terhadap topik pesan yang dikomunikasikan.

4) Komunikasi bersifat simbolis

Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan

dengan menggunakan lambang-lambang. Lambang yang paling

umum digunakan dalam komunikasi antarmanusia adalah bahasa

verbal dalam bentuk kata-kata, kalimat-kalimat, angka-angka

atau tanda-tanda lainnya. Bahasa verbal yang digunakan untuk

keperluan membujuk atau meminta tolong, tentunya akan

berbeda dengan bahasa verbal yang digunakan untuk tujuan

memerintah atau memaksa.

Selain bahasa verbal, juga terdapat lambang-lambang yang

bersifat nonverbal yang dapat dipergunakan dalam komunikasi

seperti gestura (gerak tangan, kaki, atau bagian lainnya dari

tubuh), warna, sikap duduk atau berdiri, jarak dan berbagai

bentuk lambang lainnya. Penggunaan lambang-lambang


18

nonverbal ini lazimnya dimaksudkan untuk memperkuat arti dari

pesan yang disampaikan

5) Komunikasi bersifat transaksional

Komunikasi pada dasarnya menuntut dua tindakan: memberi dan

menerima. Dua tindakan tersebut tentunya perlu dilakukan secara

seimbang atau proporsional oleh masing-masing pelaku yang

terlibat dalam komunikasi. Pengertian “transaksional” juga

menunjuk pada suatu kondisi bahwa keberhasilan komunikasi

tidak hanya ditentukan oleh salah satu pihak, tetapi oleh kedua

belah pihak yang terlibat dalam komunikasi.

6) Komunikasi menembus faktor waktu dan ruang

Komunikasi menembus faktor waktu dan ruang maksudnya

adalah bahwa para peserta atau pelaku yang terlibat dalam

komunikasi tidak harus hadir pada waktu serta tempat yang

sama. Dengan adanya berbagai produk teknologi komunikasi

seperti telepon, faksimili, telex, video-text, dan lainnya. Kedua

faktor tersebut (waktu dan tempat) bukan lagi menjadi persoalan

dan hambatan dalam berkomunikasi.

2.1.3 Proses Komunikasi

Dilihat dari beberapa definisi komunikasi menurut para pakar,

terkandung dua pengertian yaitu proses dan informasi. Proses merupakan

suatu rangkaian dari langkah-langkah atau tahap-tahap yang harus dilalui


19

dalam usaha pencapaian tujuan. Proses komunikasi merupakan rangkaian

dari langkah-langkah atau tahap-tahap yang harus dilalui dalam

pengiriman informasi (Wursanto, 2007 :154)

Proses komunikasi pada intinya terbagi menjadi dua tahap, yakni

secara primer dan sekunder.

1) Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian

pesan dan atau perasaan kepada orang lain dengan

menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang atau

simbol berupa bahasa, kial, syarat, gambar, warna dan lain

sebagainya, yang secara langsung mampu “menerjemahkan”

pikiran, perasaan komunikator kepada komunikan. Bahwa

bahasa yang paling banyak dipergunakan dalam komunikasi

adalah jelas karena hanya bahasalah yang mampu

“menerjemahkan” pikiran seseorang kepada orang lain.

(Effendy, 2006 : 11)

2) Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian

pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan

alat atau sarana sebagai media kedua, setelah memakai

lambang atau media pertama. Seorang komunikator

menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya

karena komunikan sebagai sasarannya berada ditempat yang

relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat

kabar, majalah, radio, televisi, film, dan banyak lagi adalah


20

media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi

(Effendy, 2006 : 16).

2.1.4 Komponen Komunikasi

Komponen komunikasi merupakan syarat untuk terjadinya

komunikasi. Tanpa adanya komponen, komunikasi tidak bisa terjadi.

Komponen komunikasi dibagi menjadi lima yaitu Komunikator, Pesan,

Media, Komunikan, dan Efek (Sihabudin & Winangsih, 2008 : 20)

1. Komunikator

Komunikator merupakan sumber atau pengirim informasi. Semua

penerima komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau

pengirim informasi. Dalam komunikasi antar manusia, sumber bisa

terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok

misalnya partai, organisasi atau lembaga. Sumber sering disebut

pengirim, komunikator atau dalam bahasa Inggris disebut source,

sender dan encoder.

2. Pesan

3. Pesan merupakan sekumpulan simbol komunikasi yang disampaikan

komunikator kepada komunikan. simbol atau lambang dapat bersifat

verbal atau non verbal. Dan isi pesan merupakan materi dari pesan.

Materi pesan adalah masalah yang terkandung dalam pesan tersebut,

seperti politik, ekonomi, olahraga, dan sebagainya, sedangkan dalam


21

bidang pemasaran, materi dikenal berupa produk dan jasa (Sihabudin

& Winangsih, 2008 : 10). Media

Media yang dimaksud disini adalah alat yang digunakan untuk

menyampaikan pesan dari pengirim kepada penerima. Terdapat

beberapa pendapat mengenai saluran atau media. Dalam komunikasi

massa, media adalah alat yang dapat menghubungkan antara sumber

dan penerima yang sifatnya terbuka, dimana setiap orang dapat

melihat, membaca dan mendegarnya.

4. Komunikan

Komunikan adalah pihak yang menjadi sasaran atau penerima pesan

yang dikirim oleh komunikator. Keberhasilan komunikasi banyak

ditentukan oleh komunikan. Komunikan akan dianggap berhasil

apabila komunikator berhasil mewujudkan motif komunikasi pada diri

komunikan (Sihabudin & Winangsih, 2008 : 41).

5. Efek

Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan,

dirasakan, dan dilakukan oleh komunikan sebelum dan sesudah

menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap,

dan tingkah laku seseorang. (Cangara, 2004 : 23)


22

2.1.5 Fungsi Komunikasi

Dalam berinteraksi, manusia tidak semata-mata melakukannya

begitu saja kegiatan komunikasi tanpa mengetahui fungsi komunikasi

dalam kehidupan manusia. Fungsi komunikasi adalah:

1) Menginformasikan (to inform)

Adalah memeberikan informasi kepada masyarakat, memberitahukan

kepada masyarakat mengenai peristiwa yang terjadi, ide atau pikiran

dan tingkah laku orang lain, serta segala sesuatu yang disampaikan

orang lain.

2) Mendidik (to educate)

Adalah komunikasi merupakan sarana pendidikan, dengan komunikasi

manusia dapat menyampaikan ide atau pikirannya kepada orang lain,

sehingga orang lain mendapat informasi dan ilmu pengetahuan.

3) Menghibur (to entertain)

Adalah komunikasi selain berguna untuk menyampaikan komunikasi,

pendidikan dan mempengaruhi juga berfungsi untuk menyapaikan

hiburan atau menghibur orang lain.

4) Mempengaruhi (to influence)

Adalah fungsi mempengaruhi setiap individu yang berkomunikasi

tentunya berusaha saling mempengaruhi jalan pikiran komunikan dan

lebih jauhnya lagi berusaha merubah sikap dan tingkah laku

komunikan sesuai dengan yang diharapkan (Cangara, 2004 : 36).


23

2.1.6 Hambatan Komunikasi

Dalam setiap komunikasi selalu terdapat hambatan, dan hambatan

tersebut juga bermacam-macam jenisnya, yang merupakan semua hal yang

tidak dimaksudkan oleh sumber informasi, yaitu (Effendy, 2006 : 8) :

1) Hambatan semantik (semantic noise), berhubungan dengan slang,

jargon atau bahasa-bahasa spesialisasi yang digunakan secara

perseorangan atau kelompok.

2) Hambatan fisik eksternal, berada di luar penerima

3) Hambatan psikologis (psychological noise), merujuk pada

prasangka, bias dan kecenderungan yang dimiliki komunikator

terhadap satu sama lain atau terhadap pesan itu sendiri.

4) Hambatan fisiologis, hambatan yang bersifat biologis terhadap

proses komunikasi. Gangguan semacam ini akan muncul apabila

pembicara sedang sakit, lelah ataupun lapar.

5) Hambatan pendidikan, hal ini disebabkan latar belakang

pengalaman dan pendidikan yang berbeda.

6) Hambatan budaya, gangguan yang terjadi disebabkan karena

adanya perbedaan norma, kebiasaan, dan nilai-nilai yang dianut

oleh pihak yang terlibat dalam komunikasi.


24

2.2 Tinjauan Tentang Model Penyusunan Pesan

Teori-teori tentang penyusunan pesan menggambarkan sebuah skenario

yang lebih kompleks, dimana pelaku komunikasi benar-benar menyusun pesan

yang sesuai dengan maksud-maksud mereka dalam situasi yang mereka hadapi.

Terdapat tiga teori dalam tradisi ini (Littlejohn & Foss, 2014 : 184) :

2.2.1 Teori Perencanaan

Sebuah teori terkemuka tentang perencanaan dalam bidang

komunikasi dihasilkan oleh Charles Berger untuk menjelaskan proses yang

dilalui individu dalam merencanakan perilaku komunikasi mereka. Teori

perencanaan dikembangkan sebagai jawaban atas gagasan bahwa

komunikasi merupakan proses mencapai tujuan. Manusia tidak terlibat

dalam kegiatan komunikasi hanya karena mereka memang melakukannya;

mereka berkomunikasi untuk memenuhi tujuannya. Rencana-rencana

kognitif memberikan panduan yang penting dalam menyusun dan

menyebarkan pesan-pesan untuk mencapai tujuan. Rencana pesan yang

canggung memungkinkan pelaku komunikasi mencapai tujuan mereka

dengan lebih banyak dan lebih efisien; sehingga kompetensi komunikasi

sangat bergantung pada kualitas rencana pesan individu (Charles R. Berger

dalam Littlejohn & Foss, 2014: 185).

Teori Berger menyatakan bahwa apakah seseorang membuat

penyesuaian tingkat rendah ataupun tingkat tinggi, bergantung sepenuhnya

pada seberapa termotivasinya seseorang untuk mencapai tujuan tersebut.

Jika tujuannya sangat penting, maka seseorang cenderung akan membuat


25

penyesuaian tingkat tinggi dan juga akan melakukannya lebih cepat

dibandingkan jika motivasi seseorang rendah. (Littlejohn & Foss, 2014:

187).

2.2.2 Logika Penyusunan Pesan

Barbara O‟Keefe memulai karyanya sebagai seorang konstruktivis,

tetapi telah mengembangkan orientasi teoritis untuk menggabungkan

sebuah model penyusunan pesan. Tesisnya adalah bahwa manusia berpikir

dengan cara yang berbeda tentang komunikasi dan pesan serta

menggunakan logika yang berbeda dalam memutuskan apa yang akan

dikatakan kepada orang lain dalam sebuah situasi. Ia menggunakan istila

logika penyusunan pesan (message-design logic) untuk menjelaskan

proses pemikiran dibalik pesan yang diciptakan.

O‟Keefe dalam Littlejohn & Foss (2010 : 188) menggarisbawahi

tiga logika penyusunan pesan yang mungkin mencakup dari orang yang

kurang memusatkan diri hingga orang yang paling memusatkan diri. Apa

yang O‟Keefe sebut sebagai logika ekspresif adalah komunikasi untuk

pengungkapan perasaan dan pemikiran sendiri. Pesan-pesan dalam cara ini

bersifat terbuka dan reaktif, dengan adanya sedikit perhatian pada

kebutuhan atau keinginan orang lain.

Logika konvensional (rhetorical logic) memandang komunikasi

sebagai sebuah permainan yang dimainkan dengan peraturan berikut. Di

sini, komunikasi adalah sebuah cara pengungkapan diri yang berjalan

sesuai dengan aturan-aturan dan norma-norma yang diterima, termasuk


26

hak dan kewajiban setiap orang yang terlibat. Logika ini bertujuan untuk

menyusun pesan-pesan yang sopan, tepat, dan didasarkan pada aturan-

aturan yang diketahui setiap orang.

Bentuk ketiga yang dipaparkan oleh O‟Keefe yaitu logika retoris

yang memandang komunikasi sebagai sebuah cara perubahan aturan

melalui negosiasi. Pesan-pesan yang disusun dengan logika ini cenderung

luwes, berwawasan, dan terpusat pada seseorang. Mereka cenderung

mengerangkakan kembali situasi, sehingga tujuan yang beragam tersebut

(termasuk persuasi dan kesopanan) tergabung dalam sebuah kesatuan yang

kuat.

2.3 Strategi Komunikasi

Kata strategi berasal dari bahasa Yunani klasik yaitu “stratos” yang

artinya tentara dan kata “agen” yang berarti memimpin. Dengan demikian

strategi dimaksudkan adalah memimpin tentara. Lalu muncul kata strategos yang

artinya pemimpin tentara pada tingkat atas. Jadi strategi adalah konsep militer

yang bisa diartikan sebagai seni perang para jenderal (The Art of General), atau

suatu rancangan yang terbaik untuk memenangkan peperangan. Dalam strategi

ada prinsip yang harus dicamkan, yakni “Tidak ada sesuatu yang berarti dari

segalanya kecuali mengetahui apa yang akan dikerjakan oleh musuh, sebelum

mereka mengerjakannya”.

Dalam menangani masalah komunikasi, para perencana dihadapkan pada

sejumlah persoalan, terutama dalam kaitannya dengan strategi penggunaan


27

sumber daya komunikasi yang tersedia untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai.

Rogers (1982) dalam Cangara (2014: 64), memberikan batasan pengertian strategi

komunikasi sebagai suatu rancangan yang dibuat untuk mengubah tingkah laku

manusia dalam skala yang lebih besar melalui transfer ide-ide baru. Seorang pakar

perencanaan komunikasi Middleton (1980) dalam Cangara (2014: 64) membuat

definisi dengan menyatakan “Strategi komunikasi adalah kombinasi yang terbaik

dari semua elemen komunikasi mulai dari komunikator, pesan, saluran (media),

penerima sampai pada pengaruh (efek) yang dirancang untuk mencapai tujuan

komunikasi yang optimal.”

R. Wayne Pace, Brent D. Peterson, dan M. Dallas Burnett dalam bukunya,

Techniques for Effective Communication, menyatakan bahwa tujuan sentral

kegiatan komunikasi terdiri atas tiga tujuan utama, yaitu:

1. To secure understanding, yaitu memastikan komunikan mengerti

pesan yang diterimanya

2. To establish acceptance, yaitu pembinaan atau pengelolaan pesan yang

diterima oeh komunikan.

3. To motivate action, yaitu mendorong komunikan untuk melakukan

tindakan sesuai dengan yang kita inginkan. (Effendy, 2006: 32)

Strategi komunikasi menurut Onong Uchjana Effendy (2006 : 32) dalam

buku “Ilmu komunikasi, Teori dan Praktek menyatakan bahwa:

“strategi komunikasi yang merupakan paduan perencanaan komunikasi


(communication planning) dengan manajemen komunikasi
(communication management) untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Strategi komunikasi ini harus mampu menunjukkan bagaimana
28

operasionalnya secara praktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa


pendekatan (approach) bisa berbeda-beda sewaktu-waktu bergantung pada
situasi dan kondisi.”

Menurut Arifin Anwar (1994:10), strategi adalah keseluruhan keputusan

kondisional tentang tindakan yang akan dijalankan guna mencapai tujuan, jadi

merumuskan suatu strtategi komunikasi berarti memperhitungkan kondisi dan

situasi khalayak yang dihadapi dan yang akan dihadapi di masa depan, guna

mencapai efektivitas. Dengan strategi komunikasi ini berarti dapat ditempuh

dengan beberapa cara dengan menggunakan komunikasi secara sadar untuk

menciptakan perubahan diri khalayak dengan mudah dan cepat.

2.4 Tinjauan Tentang Tindak Kekerasan

Kekerasan merupakan sebuah terminologi yang sarat dengan arti dan

makna “derita”, baik dikaji dari perspektif psikologi maupun hukum, bahwa

didalamnya terkandung perilaku manusia (seseorang/kelompok orang) yang dapat

menimbulkan penderitaan bagi orang lain (pribadi/kelompok). Didalam

masyarakat, kekerasan dikenal dengan berbagai istilah seperti “violence against

women”, “gender based violence”, “gender violence”, “domestic violence” yang

korbannya adalah perempuan, sementara bagi anak-anak dikenal juga dengan

istilah “working children”, “street children”, “children in armed conflict”,

“urban war zones” dan sebagainya.16

16
John Dirk Pasalbessy, “Dampak Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak”, Jurnal
Sasi, volume 16, no. 3, 2010, hlm. 8
29

Kekerasan adalah setiap perbuatan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk

ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan

secara melawan hukum17. Tindak kekerasan adalah melakukan kontrol, kekerasan

dan pemaksaan meliputi tindakan seksual, psikologis, fisik dan ekonomi yang

dilakukan individu terhadap individu yang lain dalam hubungan rumah tangga

atau hubungan intim (karib)18.

Kasus kekerasan yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari yaitu

kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kasus kekerasan terhadap perempuan

dan anak dapat terjadi dimana saja (di tempat umum, di tempat kerja, di

lingkungan keluarga (rumah tangga)), dapat dilakukan oleh siapa saja (orang tua,

saudara laki-laki ataupun perempuan dan lainnya) dan dapat terjadi kapan saja

(siang dan malam)).19

2.4.1 Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan

Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan berdasarkan

jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau

penderitaan perempuan secara fisik, seksual, ekonomi, sosial, psikis, termasuk

ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan, baik

yang terjadi di depan umum atau kehidupan pribadi20.

17
Peraturan Daerah Provinsi Banten No. 9 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Perempuan dan
Anak Terhadap Tindak Kekerasan, BAB I Pasal 1 ayat 13
18
Hasyim Hasanah, “Kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam rumah tangga perspektif
pemberitaan media”, SAWWA, Volume 9, Nomor 1, 2013, hlm. 162-163
19
Ibid.
20
Ibid. Peraturan Daerah Provinsi Banten No. 9 Tahun 2014 BAB I Pasal 1 ayat 14
30

Tindak kekerasan terhadap perempuan dapat dibedakan dalam

berbagai bentuk, diantaranya:

1. Kekerasan fisik.

Kekerasan fisik terhadap perempuan dapat berupa dorongan,

cubitan, tendangan, jambakan, pukulan, cekikan, bekapan, luka bakar,

pemukulan dengan alat pemukul, kekerasan tajam, siraman dengan zat

kimia atau air panas, menenggelamkan dan tembakan. Kadang-kadang

kekerasan fisik ini diikuti dengan kekerasan seksual, baik berupa

serangan ke alat-alat seksual, maupun berupa persetubuhan paksa

(pemerkosaan). Pada pemeriksaan terhadap korban akibat kekerasan

fisik, maka yang dinilai sebagai akibat penganiayaan adalah bila

didapati perlukaan bukan karena kecelakaan pada perempuan. Bekas

luka itu dapat diakibatkan oleh suatu episode kekerasan yang tunggal

atau berulang-ulang dari yang ringan hingga fatal.

2. Kekerasan seksual.

Kekerasan seksual adalah setiap penyerangan yang bersifat seksual

terhadap perempuan, baik telah terjadi persetubuhan atau tidak, dan

tanpa memperdulikaan hubungan antara pelaku dan korban. Kekerasan

seksual juga terbagi lagi kedalam beberapa jenis, yaitu:

a) Perkosaan

b) Intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan perkosaan

c) Pelecehan seksual

d) Eksploitasi seksual
31

e) Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual

f) Prostitusi paksa

g) Perbudakan seksual

h) Pemaksaan perkawinan, termasuk cerai gantung

i) Pemaksaan kehamilan

j) Pemaksaan aborsi

k) Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi

l) Penyiksaan seksual

m) Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual

n) Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau

mendiskriminasi perempuan

o) Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan

moralitas dan agama21

3. Kekerasan psikis.

Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,

hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak,

rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang 22.

Pada kekerasan psikis, sebenarnya dampak yang dirasakan lebih

menyakitkan daripada kekerasan secara fisik. Bentuk tindakan ini sulit

untuk dibatasi pengertiannya karena sensitivisme emosi seseorang

sangat bervariasi.

4. Kekerasan ekonomi.

21
Komnas Perempuan. 15 Bentuk Kekerasan Seksual Sebuah Pengenalan. Hal. 4
22
UU No.23 Tahun 2004 Bab II pasal 7
32

Misalnya suami mengontrol hak keuangan istri, memaksa atau

melarang istri bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

keluarga, serta tidak memberi uang belanja, memakai atau

menghabiskan uang istri.

5. Penelantaran rumah tangga.

Penelantaran rumah tangga adalah perbuatan setiap orang yang

menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal

menurut hukum yang berlaku ia wajib memberikan kehidupan

perawatan, atau pendidikan kepada orang tersebut23.

6. Pemaksaan atau perampasan kemerdekaan

7. Ancaman tindakan tertentu.

2.4.2 Tindak Kekerasan Terhadap Anak

Sebagian anak-anak, terutama yang secara sosial ekonomis termasuk

kelompok menengah dan miskin mengalami kekerasan bertubi-tubi.

Kekerasan mereka alami sejak di rumah tangga, di lingkungan terdekat, di

tempat bermain atau di tempat anak-anak itu mencari rezeki, di sekolah, dalam

lingkungan masyarakat yang lebih luas, bahkan di panti asuhan bagi anak

yang terpaksa bermukim disitu (Putra, 2014: 5).

Kekerasan terhadap anak adalah setiap perbuatan terhadap anak yang

berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, mental,

23
Ibid. Pasal 9 Ayat 1
33

seksual, psikologis, termasuk penelantaran dan perlakuan buruk yang

mengancam integritas tubuh dan merendahkan martabat anak24.

Perlakuan kejam terhadap anak-anak (child abuse), berkisar sejak

pengabaian anak sampai kepada perkosaan dan pembunuhan. Terry E.

Lawson, psikiater anak, menyebut empat macam abuse: emotional abuse,

verbal abuse, physical abuse, dan sexual abuse. Anak-anak Indonesia banyak

yang mengalami – tepatnya, menderita – keempatnya sekaligus. Satu saja dari

keempat itu yang dilakukan terus menerus akan menyebabkan anak menderita

gangguan psikologis (Baihaqi, 1999: 24).

Tindak kekerasan terhadap anak dapat dibedakan dalam berbagai

bentuk, diantaranya:

1. Kekerasan fisik, yaitu memukul, mencubit, menjewer, menampar,

menendang, menjambak, mencakar, melempar, dan sebagainya.

2. Kekerasan psikis, berupa memaki, membentak, mengancam,

menghina, membodohi, menakut-nakuti, menumbuhkan rasa bersalah,

mencemooh, dan sebagainya.

3. Kekerasan seksual, berupa memperkosa, mensodomi, meraba alat

vital, memaksa anak menyentuh bagian vital, dan eksploitasi seksual

(ESA). Kekerasan yang dialami oleh anak-anak, khususnya kekerasan

seksual memberi semacam borok menganga dalam otaknya yang

sangat memengaruhi tumbuh kembang dan perilakunya hingga dewasa

(Putra, 2014: 9-10).

24
Ran PKTA 2010-2014
34

4. Eksploitasi ekonomi yaitu memaksa menjadi pemulung, memaksa

menjadi anak jalanan, memaksa menjadi pengemis, memaksa menjadi

pekerja anak, dan sebagainya.

5. Akibat tradisi/adat berupa dinikahkan di usia dini.25

2.4.3 Dampak Tindak Kekerasan Terhadap Anak

Tindak kekerasan tentunya menimbulkan dampak kekerasan jangka

pendek dan jangka panjang. Dampak kekerasan jangka pendek dan jangka

panjang akan disebutkan dalam tabel berikut:

Tabel 2.1

Dampak Kekerasan Jangka Pendek

Jenis Dampak Fisik Dampak Non Fisik

Kekerasan Tampak Tak Tampak Tampak Tak Tampak

Fisik Keringat, Capek, lelah Murung, Kecewa,


detak jantung cemberut malu, minder,
Lari, Dijewer,
cepat, gemetar sakit hati
berdiri

Psikologis Pucat, Takut, malu Stress, Kecewa,


keringat murung malu, minder,
Kata Kasar,
sakit hati
dimaki,
mengancam

Seksual Malu, Jengkel, Marah, Kecewa,


mengumpat, kecewa cemberut, malu, minder,
Mencolek,

25
DKBP3A. Materi Presentasi Seksi Perlindungan Anak
35

mengelus, senyum, sakit sakit sakit hati


meraba,
memperkosa

Penelantaran Malu, murung Berontak, Rendah diri Kecewa,


diskriminasi, jengkel malu, minder,
dipindah kelas sakit hati.

Sumber : DKBP3A Kabupaten Serang

Tabel 2.2

Dampak Kekerasan Jangka Panjang

Jenis Dampak Fisik Dampak Non Fisik

Kekerasan Tampak Tak Tampak Tampak Tak Tampak

Fisik Luka, cacat Tuli, luka Minder, Dendam


dalam, patah menyendiri
Pemukulan,
tulang
jewer telinga

Psikologis - - Rendah diri Trauma

Dihina,
diberlakukan
di depan
umum,
dibentak

Seksual Hamil, Selaput dara Pendiam, Stress,


pelebaran robek, sakit rendah diri, trauma,
Pemerkosaan,
anus berkepanjangan pemalu ketagihan
sodomi
36

Penelantaran Badan kurus Ketahanan Tidak Putus asa


menurun bergairah
Kesehatan

Sumber : DKBP3A Kabupaten Serang

2.5 Model Alur Tanda “?”

Ada banyak model yang digunakan dalam studi perencanaan komunikasi,

mulai dari model yang sederhana sampai kepada model yang rumit. Namun perlu

diketahui bahwa penggunaan model dan tahapan (langkah-langkah)

pelaksanaannya tergantung pada sifat atau jenis pekerjaan yang akan dilakukan

(Cangara, 2013: 71). Salah satu model yang digunakan dalam perencanaan

komunikasi sebagai bagian dari strategi komunikasi yaitu model alur tanda “?”.

Model perencanaan komunikasi alur tanda “?” terdiri atas tujuh langkah, yakni

(Cangara, 2013: 101-103) :

1. Identifikasi target khalayak (audience)

Langkah identifikasi target khalayak biasa disebut dengan

pemetaan pemangku kepentingan (stakeholder mapping). Di sini pemetaan

dilakukan untuk mengetahui apakah khalayak yang jadi target sasaran

bentuknya perorangan (individual) atau berkelompok. Menghadapi

khalayak yang sifatnya perorangan dan berkelompok sangat berbeda.

Artinya mengelola khalayak perorangan lebih mudah dibandingkan

dengan khalayak yang berkelompok. Dalam menghadapi khalayak yang

berkelompok memerlukan kesiapan yang lebih hati-hati, karena respons

atau tanggapan mereka bisa bermacam-macam.


37

Satu hal yang tidak bisa diabaikan dalam tahap ini adalah lokasi,

apakah lokasi yang akan didatangi hanya satu atau lebih. Sebab menangani

satu lokasi jauh lebih mudah dibandingkan dengan dua atau tiga lokasi.

Artinya jika hanya satu lokasi maka penangananya tidak terlalu rumit,

sementara untuk kunjungan ke banyak lokasi memerlukan pengaturan

waktu sehingga bisa dilakukan secara berkesinambungan (stimultan) atas

pertimbangan efisien.

2. Tetapkan tujuan yang ingin dicapai

Setelah ada gambaran hasil pemetaan dari target sasaran, tahap

berikutnya yakni perencanaan menetapkan tujuan yang ingin dicapai.

Tujuan harus jelas (clear vision), dan perubahan yang ingin dikehendaki

bisa terbaca (change readness). Untuk itu diperlukan komitmen yang

tinggi (level of commitment) untuk mendorong ke arah tercapainya

perubahan yang diinginkan.

3. Pikirkan apa yang seharusnya termuat dalam pesan

Dengan memahami tipe khalayak dan tuuan yang ingin dicapai, maka

seorang perencana komunikasi harus mampu memilah pesan apa yang

sesuai dengan pengetahuan, kebutuhan, dan pengalaman khalayak yang

menjadi target sasaran. Karena itu tahap pemilihan pesan menjadi krusial

dalam memasuki area khalayak (force field analysis). Setiap khalayak

memiliki keragaman yang berbeda satu sama lainnya. Untuk itu diperlukan

kunci-kunci pesan yang cocok dengan kerangka berpikir dan kerangka


38

pengalaman khalayak. Pesan yang diangkat juga harus mencerminkan arah

perubahan yang sesuai dengan tujuan program yang akan dilakukan.

4. Seberapa banyak komitmen yang diperlukan

Dalam tahap ini perencana menetapkan tindakan apa yang

diperlukan untuk mencapai setiap khalayak. Apa yang diinginkan pada

khalayak, apakah perubahan itu dalam bentuk pengetahuan (wawasan),

sikap atau perubahan perilaku (commitment curve). Berapa banyak

dukungan yang diperlukan untuk melakukan hal itu. Dukungan di sini

selain dalam bentuk partisipasi dari supporting unit misalnya kepada

kepala kampung, pejabat daerah, para tokoh masyarakat formal dan

informal, dan juga dukungan logistik, transportasi, dan jaminan keamanan

di lokasi.

5. Pilih saluran (media mix) yang tepat

Memilih saluran yang tepat terlebih dahulu harus mengetahui

informasi lapangan yang telah dipetakan, yakni apakah khalayak yang

menjadi target sasaran rata-rata memiliki media (media use), apakah

televisi, radio, atau ada yang berlangganan surat kabar. Apakah di dalam

masyarakat ada kelompok-kelompok pengajian, tani, dan karang taruna

misalnya. Jika ada kelompok-kelompok seperti ini maka biasanya saluran

komunikasi yang paling tepat digunakan adalah tatap muka yang

dilakukan di masjid, surau, kantor desa, atau rumah kepala desa yang bisa

menampung 10 sampai 20 orang.


39

Tetapi jika khalayak tersebar di banyak lokasi sehingga tidak bisa dikenal

secara langsung, maka saluran komunikasi yang bisa digunakan adalah

media massa atau media alternatif lainnya, misalnya radio, televisi, surat

kabar, internet, dan baliho.

6. Buat rencana komunikasi

Setelah berhasil membuat peta khalayak, menyusun tujuan, menetapkan

pesan, dan memilih media, maka selanjutnya adalah membuat perencanaan

komunikasi untuk ditindaklanjuti. Misalnya memproduksi media atau

memasang kontrak kerja dengan pengusaha periklanan, membuat jadwal

kegiatan (time schedule), memasang baliho, bertatap muka dengan

khalayak, penyebarluasan informasi melalui media (on-air), pemasangan

stiker, pembagian leaflet atau brosur, sampai pada upaya untuk

memperoleh tanggapan balik (response) dari khalayak.

7. Ukur keberhasilan yang ingin dicapai / evaluasi perubahan (change

evaluation)

Pada tahap ini, program komunikasi yang sudah dijalankan perlu

dievaluasi untuk mengetahui sampai sejauh mana keberhasilan yang

diperoleh. Apakah khalayak sudah menerima informasi atau tidak, apakah

mereka mengerti dengan isi pesan yang disampaikan, dan apakah ada

perubahan perilaku dan sikap yang ada pada khalayak sesuai dengan

tujuan program, ataukah ada hal-hal baru yang unik dan menarik yang

ditemui dilapangan yang tidak pernah diantisipasi sebelumnya. Karena itu


40

tahap terakhir dari model perencanaan “?” ini biasa disebut evaluasi

perubahan.
41

Gambar 2.1 Model Alur Tanda “?”

Identify your audience (s) Establish what you want to


Think through your message
 Individual and groups achieve Change
 Single  Key message for everyone
2.6or multiple  Clear vision Readines
 Specific message for each
location  Levels of commitmen s audience
Stakeholder Operating
Mapping
 Elevator Statement
model Force Field
Analysis

How much commitment is Choose the right channel mix Create a communication plan
needed  Face to face  Audience
 What action are needed  Web, internet  Message
to achieve commitmen  Printed materials  Response
for each audience?  Video and audio  Channel
 How much support do  Feedback  Message
you needed?  Date
Commitment
Curve

Measure Success
 Did the audience receive
the message?
 Did they understand it?
 Did it change behaviours
an attitudes? Change
Evaluation
Evauatio

Sumber : Hafied Cangara, Perencanaan & Strategi Komunikasi, (PT. RajaGrafindo Persada:
Jakarta, 2014), hlm. 100
42

2.6 Kerangka Berpikir

Menurut Uma Sekaran dalam Sugiyono (2012: 60), kerangka berpikir

merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan faktor

yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka berpikir

menunjukkan alur atau tata cara berpikir dari peneliti untuk menemukan hasil dari

penelitian yang dilakukannya.

Penelitian yang berjudul Strategi Komunikasi dalam Mencegah Tindak

Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (Studi Pada Dinas Keluarga

Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKBP3A)

Kabupaten Serang) memiliki identifikasi masalah yaitu bagaimana internal

strategy dan external strategy yang digunakan oleh DKBP3A Kabupaten Serang

serta faktor penghambat dan pendukung dalam melakukan pencegahan tindak

kekerasan terhadap perempuan dan anak. Penelitian ini menggunakan model alur

tanda “?” yang memiliki tujuh tahapan. Penggunaan model alur tanda “?” dalam

penelitian ini dirasa sesuai untuk menjawab identifikasi permasalahan. Penelitian

ini juga bersifat deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode penelitian studi

kasus dan menghasilkan hipotesis kerja yaitu “Strategi Komunikasi DKBP3A

dalam Mencegah Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak”


43

Gambar 2.2

Kerangka Berpikir

Identifikasi Masalah :

1. Bagaimana internal strategy DKBP3A dalam mencegah tindak


kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Serang?

2. Bagaimana external strategy DKBP3A dalam mencegah tindak


kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Serang?

3. Apa saja faktor penghambat dan pendukung DKBP3A Kabupaten


Serang dalam mencegah tindak kekerasan terhadap perempuan dan
anak di Kabupaten Serang?

Model Alur Tanda “?”


(Hafied Cangara, 2013: 101-103)

Identifikasi Tujuan Tahap Komitmen Saluran Evaluasi


Rencana
Target yang ingin Pemilihan yang (media) Perubahan
Komunikasi
Khalayak dicapai pesan diperlukan yang tepat (change
evaluation)

Metode Penelitian:
Studi Kasus

Hipotesis Kerja :
“Strategi Komunikasi DKBP3A Kabupaten Serang dalam Mencegah
Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak”
44

2.7 Penelitian Terdahulu

Dasar acuan yang berupa teori-teori maupun temuan-temuan melalui hasil

berbagai penelitian sebelumnya merupakan hal yang sangat perlu dan dapat

disajikan sebagai data pendukung. Sebelum melakukan penelitian tentang strategi

komunikasi dalam mencegah tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak,

peneliti terlebih dahulu melakukan tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka yang

dilakukan peneliti adalah melakukan tinjauan dengan penelitian sebelumnya yang

sejenis atau terkait dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penelitian. Hasil

penelitian yang peneliti adalah sebagai berikut:

1. Penelitian berjudul “Strategi Komunikasi Percik Dalam Sosialisasi dan

Kampanye Polmas di Salatiga” oleh Mayang Tistia, mahasiswa Ilmu

Komunikasi Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini meneliti tentang strategi

komunikasi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Percik dalam melakukan

sosialisasi dan kampanye Perpolisian Masyarakat (Polmas) di Salatiga. Serta

meneliti tentang kendala dan faktor pendukung dalam sosialisasi dan

kampanye tersebut. Hasil dari penelitian ini adalah strategi komunikasi yang

dilakukan LSM Percik, yaitu Polmas di Salatiga dibagi atas dua model, yaitu

kawasan dan wilayah, strategi komunikasi yang dilakukan telah melewati

beberapa tahap seperti proses analisis khalayak melalui need assessment,

menyusun pesan, menetapkan metode serta menyeleksi penggunaan media.

Serta strategi komunikasi telah membawa pengaruh pada pencairan hubungan

antara polisi dan masyarakat. Faktor pendorong yaitu kekuatan komunikator

dan kekuatan opinion leader. Adapun kendala dalam sosialisasi dan kampanye
45

tersebut yaitu masalah kultur dan birokrasi, keterbatasan biaya dan SDM dan

tidak adanya support dari lembaga lain. Kesamaan dengan penelitian ini

adalah meneliti tentang strategi komunikasi yang digunakan oleh sebuah

instansi dan metode penelitiannya menggunakan deskriptif kualitatif.

Perbedaan terletak pada fokus penelitiannya, dalam penelitian sebelumnya

lebih berfokus kepada strategi komunikasi yang digunakan dalam sosialisasi

dan kampanye Polmas, sedangkan penelitian ini fokus penelitiannya yaitu

strategi komunikasi yang digunakan untuk mencegah tindak kekerasan

terhadap perempuan dan anak.

2. Penelitian berjudul “Strategi Komunikasi Lembaga Perlindungan Anak (LPA)

Dalam Mensosialisasikan Program Mengenai Pencegahan Kekerasan

Terhadap Anak Di Kabupaten Gowa” yang dilakukan oleh Fitria Nurul

Fatnisah, mahasiswa Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Penelitian

ini berusaha mengetahui bagaimana strategi komunikasi yang dilakukan oleh

Lembaga Perlindungan Anak (LPA) dalam mensosialisasikan program

mengenai pencegahan kekerasan terhadap anak di Kabupaten Gowa serta

faktor penghambat LPA dalam mensosialisasikan program tersebut. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa Lembaga Perlindungan Anak (LPA)

Kabupaten Gowa melalukan beberapa langkah dalam merumuskan strategi

komunikasi, mulai dari mengenal khalayak, menyusun pesan, menetapkan

metode hingga seleksi dan penggunaan media. Serta yang menjadi faktor

penghambat dalam pelaksanaan sosialisasi yaitu watak dan kepribadian


46

masyarakat, penyusunan jadwal sosialisasi, kehidupan masyarakat yang

cenderung terisolir serta sikap masyarakat yang masih tradisional. Persamaan

penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu sama-sama

meneliti tentang strategi komunikasi yang digunakan untuk mencegah tindak

kekerasan. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian yang dilakukan oleh

Fitria Nurul Fatnisah menggunakan strategi komunikasi yang dikemukan oleh

Anwar Arifin dengan langkah-langkah yaitu mengenal khalayak, menyusun

pesan, menetapkan metode hingga seleksi dan penggunaan media. Sedangkan

penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan model alur tanda “?”

dengan langkah-langkah : Identifikasi target khalayak, penetepan tujuan yang

ingin dicapai, pikirkan apa yang seharusnya termuat dalam pesan, seberapa

banyak komitmen yang diperlukan, pemilihan saluran (media mix) yang tepat,

pembuatan rencana komunikasi dan ukuran keberhasilan yang ingin dicapai.

3. Penelitian yang berjudul “Strategi Komunikasi Sub Bagian Umum dan Humas

Perwakilan BKKBN Provinsi Banten Dalam Program Generasi Berencana

(Gen-Re)” yang dilakukan oleh Abdul Nasir, mahasiswa Ilmu Komunikasi

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Penelitian ini membahas tentang

serangkaian strategi komunikasi yang dirancang demi mencapai tujuan

program yang telah ditetapkan oleh lembaga/instansi dalam hal ini adalah

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Teori

yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Manajemen Strategi milik

Fred R. David dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara, observasi,


47

studi kepustakaan, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

sub bagian humas pemerintahan telah menerapkan strategi komunikasi yang

sesuai dengan 3 tahapan manajemen strategi (perumusan strategi,

implementasi strategi, dan evaluasi strategi) yang melibatkan unit lain sebagai

bagian dari komunikator program yang menjalankan fungsi kehumasan.

Kesamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang strategi

komunikasi yang dilakukan oleh suatu lembaga/instansi pemerintahan dan

menggunakan pendekatan kualitatif desktriptif. Perbedaan dengan penelitian

ini adalah fokus penelitiannya. Jika penelitian sebelumnya berfokus kepada

strategi komunikasi dalam program generasi berencana (Gen-Re), pada

penelitian ini berfokus pada bagaimana strategi komunikasi yang digunakan

untuk mencegah tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak. Penggunaan

teorinya pun berbeda. Jika pada penelitian sebelumnya menggunakan teori

manajemen strategi Fred R. David, sedangkan pada penelitian ini

menggunakan model alur tanda “?”


48

Tabel 2.3

Penelitian Terdahulu

ITEM Penelitian Penelitian Fitria Penelitian Penelitian Siti

Mayang Tistia Nurul Fatnisah Abdul Nasir Rofikoh

(1) (2) (3) (4)

Judul Strategi Strategi Strategi Strategi

Komunikasi Komunikasi Komunikasi Sub Komunikasi

Percik dalam Lembaga Bagian Umum Dinas

Sosialisasi dan Perlindungan dan Humas Keluarga

Kampanye Anak (LPA) Perwakilan Berencana

Polmas di Dalam BKKBN Pemberdayaan

Slatiga. (Studi Mensosialisasikan Provinsi Banten Perempuan

Deskriptif Program Dalam Program dan

Kualitatif Mengenai Generasi Perlindungan

Strategi Pencegahan Berencana (Gen- Anak

Komunikasi Kekerasan Re) (DKBP3A)

LSM Percik Terhadap Anak di Kabupaten

dalam Kabupaten Gowa. Serang dalam

Sosialisasi dan Mencegah

Kampanye Tindak

Program Kekerasan

Perpolisian Terhadap
49

Masyarakat di Perempuan

Salatiga) dan Anak

Tahun 2012 2017 2017 2017

Tujuan Mengetahui Mengetahui Membahas Menjabarkan

Penelit strategi strategi tentang bagaimana

ian komunikasi komunikasi yang serangkaian strategi

dari LSM digunakan oleh strategi komunikasi

Percik dalam Lembaga komunikasi yang yang

melakukan Perlindungan dirancang demi digunakan

sosialisasi dan Anak dalam mencapai tujuan oleh DKBP3A

Kampanye mensosialisasikan program yang Kabupaten

Polmas di program telah ditetapkan Serang dalam

Salatiga. pencegahan oleh lembaga mencegah

kekerasan atau instansi tindak

terhadap anak yaitu BKKBN kekerasan

serta mengetahui Provinsi Banten terhadap

faktor perempuan

penghambat pada dan anak.

saat sosialisasi

program tersebut

dilakukan.
50

Teori Teori Opinion Teori Disonansi Teori Model alur

Leader, dan Kognitif Manajemen tanda “?”

Social Strategi

Relationship

Theory.

Metod Kualitatif Kualitatif Kualitatif Kualitatif

ologi

Hasil strategi Hasil penelitian sub bagian

Penelit komunikasi ini menunjukkan humas

ian adalah Polmas bahwa Lembaga pemerintahan

di Salatiga Perlindungan telah

dibagi atas dua Anak (LPA) menerapkan

model, yaitu Kabupaten Gowa strategi

kawasan dan melalukan komunikasi yang

wilayah. beberapa langkah sesuai dengan 3

Strategi dalam tahapan

komunikasi merumuskan manajemen

yang dilakukan strategi strategi

telah melewati komunikasi, (perumusan

beberapa tahap mulai dari strategi,

seperti proses mengenal implementasi

analisis khalayak, strategi, dan


51

khalayak menyusun pesan, evaluasi strategi)

melalui need menetapkan yang melibatkan

assessment, metode hingga unit lain sebagai

menyusun seleksi dan bagian dari

pesan, penggunaan komunikator

menetapkan media. Serta yang program yang

metode serta menjadi faktor menjalankan

menyeleksi penghambat fungsi

penggunaan dalam kehumasan.

media. Serta pelaksanaan

strategi sosialisasi yaitu

komunikasi watak dan

telah kepribadian

membawa masyarakat,

pengaruh pada penyusunan

pencairan jadwal sosialisasi,

hubungan kehidupan

antara polisi masyarakat yang

dan cenderung

masyarakat. terisolir serta

Faktor sikap masyarakat

pendorong yang masih

yaitu kekuatan
52

komunikator tradisional.

dan kekuatan

opinion leader.

Adapun

kendala dalam

sosialisasi dan

kampanye

tersebut yaitu

masalah kultur

dan birokrasi,

keterbatasan

biaya dan

SDM dan tidak

adanya support

dari lembaga

lain.

Persa Kesamaan Kesamaan Kesamaan Kesamaan

maan penelitian penelitian dengan penelitian dengan

dengan penelitian peneliti dengan penelitian (1),

penelitian adalah meneliti penelitian (2), (3) adalah

peneliti adalah tentang strategi peneliti adalah meneliti

meneliti komunikasi dan meneliti tentang tentang


53

tentang strategi pendekatan strategi strategi

komunikasi penelitian yang komunikasi yang komunikasi

yang dilakukan digunakan adalah dilakukan oleh dan

oleh suatu kualitatif suatu menggunakan

lembaga/instan lembaga/instansi pendekatan

si dan dan pendekatan kualitatif.

pendekatan penelitian yang

penelitian yang digunakan

digunakan adalah kualitatif

adalah

kualitatif

Perbed Perbedaan perbedaannya Perbedaan Perbedaan

aan penelitian adalah penelitian dengan dengan

sebelumnya yang dilakukan penelitian ini penelitian (1),

dengan oleh Fitria Nurul adalah fokus (2), dan (3)

penelitian Fatnisah penelitiannya. adalah fokus

peneliti yaitu menggunakan Jika penelitian penelitian.

dalam strategi sebelumnya Penelitian (1)

penelitian komunikasi yang berfokus kepada lebih berfokus

sebelumnya dikemukan oleh strategi pada

lebih berfokus Anwar Arifin komunikasi penggunaan

kepada strategi dengan langkah- dalam program strategi


54

komunikasi langkah yaitu generasi komunikasi

yang mengenal berencana (Gen- dalam

digunakan khalayak, Re), pada mensosialisasi

dalam menyusun pesan, penelitian ini kan program

sosialisasi dan menetapkan berfokus pada pengalihan

kampanye metode hingga bagaimana pajak PBB-P2.

Polmas, seleksi dan strategi Penelitian (2)

sedangkan penggunaan komunikasi yang lebih berfokus

penelitian ini media. Sedangkan digunakan untuk kepada

fokus penelitian yang mencegah tindak penggunaan

penelitiannya dilakukan oleh kekerasan strategi

yaitu strategi peneliti terhadap komunikasi

komunikasi menggunakan perempuan dan dalam

yang model alur tanda anak. Teori yang mempertahank

digunakan “?” dengan digunakannya an loyalitas

untuk langkah-langkah : pun berbeda, pelanggan.

mencegah Identifikasi target yaitu penelitian Penelitian (3)

tindak khalayak, ini menggunakan berfokus

kekerasan penetepan tujuan teori manajemen bagaimana

terhadap yang ingin strategi oleh strategi

perempuan dan dicapai, pikirkan Fred R. David. komunikasi

anak. apa yang Sedangkan teori digunakan

seharusnya yang digunakan dalam suatu


55

termuat dalam peneliti yaitu program

pesan, seberapa teori Generasi

banyak komitmen mendapatkan Berencana

yang diperlukan, kepatuhan yang (Gen-Re).

pemilihan saluran dikembangkan sedangkan

(media mix) yang oleh Gerald pada

tepat, pembuatan Marwell dan penelitian ini

rencana David Schmitt. lebih berfokus

komunikasi dan kepada

ukuran bagaimana

keberhasilan yang strategi

ingin dicapai. komunikasi

yang

digunakan

dalam

mencegah

tindak

kekerasan

terhadap

perempuan

dan anak.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Sifat Penelitian

Penelitian mengenai bagaimana strategi komunikasi Dinas Keluarga

Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKBP3A) dalam

mencegah tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, merupakan penelitian

deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hal ini karena, data-data

yang diperoleh tidak dilakukan dengan prosedur statistik dan data tidak berwujud

angka, melainkan menunjukkan suatu mutu atau kualitas, prestasi, tingkat dari

semua variabel penelitian yang biasanya tidak bisa dihitung atau diukur secara

langsung. Robert Bogdan dan Taylor dalam Setiaji (2010 : 50) menyatakan

penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data-data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

dapat diamati.

Dalam penelitian ini, peneliti akan lebih menekankan pada teknik

wawancara mendalam pada sumber yang dituju. Data berupa kata-kata lisan dari

sumber tersebut kemudian akan diolah. Peneliti akan mencari makna dari data-

data yang terkumpul dan menyusun pola hubungan tetentu yang ada untuk

ditafsirkan ke dalam satuan informasi. Pada tahap terakhir, peneliti akan

menghubungkan data tersebut kemudian diklarifikasikan ke dalam rincian

masalahnya. Konektivitas data tersebut akan menghasilkan sebuah kesimpulan

dan jawaban atas pertanyaan peneliti.

56
57

Penelitian kualitatif bersifat deskriptif yang bertujuan untuk

menggambarkan karakteristik dari fenomena secara utuh dan menyeluruh dengan

uraian kata-kata dan kalimat yang naratif (Ulfatin, 2015 : 25). Penelitian ini

dipakai karena peneliti bermaksud memperoleh gambaran yang mendalam,

sistematis, dan faktual terhadap strategi komunikasi DKBP3A dalam mencegah

tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta faktor penghambat dan

pendukung pada saat kegiatan pencegahan tindak kekerasan dilakukan.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus (case study) yang

memusatkan diri secara intensif pada satu obyek tertentu yang mempelajarinya

sebagai suatu kasus. Penelitian ini mencoba mengangkat DKBP3A bidang

Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) untuk melihat strategi komunikasi yang

dilakukan oleh DKBP3A dalam mencegah tindak kekerasan. Metode studi kasus

berusaha mencari kebenaran pada objek penelitian secara mendalam, seutuhnya,

jelas secara fakta dengan observasi yang dilakukan oleh peneliti.

Sementara itu, dalam melakukan penelitian studi kasus, diperlukan juga

desain penelitian. Menurut Robert K. Yin (2014 : 46) desain penelitian tersebut

dapat menentukan ranah kemungkinan generalisasi yaitu apakah interpretasi yang

dicapai dapat digeneralisasikan terhadap suatu populasi yang lebih besar atau

situasi-situasi yang bereda. Artinya, bahwa desain penelitian dapat mengarahkan

peneliti pada sebuah prosedur atau langkah-langkah yang menjadi acuan sebuah
58

penelitian, sehingga peneliti tidak mengalami jalan buntu dalam melaksanakan

penelitian.

3.3 Paradigma Penelitian

Paradigma penelitian menurut Guba dan Lincoln merupakan kerangka

berpikir yang menjelaskan bagaimana cara pandang peneliti terhadap fakta

kehidupan sosial dan perlakuan peneliti memahami suatu masalah, serta kriteria

pengujian sebagai landasan untuk menjawab masalah penelitian (Moleong, 2004 :

48).

Menurut Mustopadidjaja, paradigma adalah dasar atau cara pandang yang

fundamental, dilandasi nilai-nilai tertentu atau berisikan teori pokok, konsepsi,

asumsi, metodologi atau cara pendekatan yang dapat digunakan para teoritisi dan

praktisi dalam menanggapi suatu permasalahan baik dalam rangka pengembangan

ilmu maupun dalam upaya pemecahan permasalahan bagi kemajuan hidup dan

kehidupan kemanusiaan (Satori & Komariah, 2010 : 9).

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma post-

positivistik. Djam‟an Satori dan Aan Komariah menjelaskan bahwa paradigma

post-positivitik berbicara bukan hanya yang terlihat, terasa, dan teraba saja tetapi

mencoba memahami makna dibalik yang ada.realitas sosial menurut paradigma

ini adalah sesuatu gejala yang utuh yang terikat dengan konteks, bersifat

kompleks, dinamis dan penuh makna oleh karena itu mengetahui keberadaannya

tidak dalam bentuk ukuran, akan tetapi dalam bentuk eksplorasi untuk dapat

mendeskripsikannya secara utuh (Satori & Komariah, 2010 : 12).


59

Paradigma post-positivistik atau naturalistik melahirkan pendekatan

penelitian kualitatif yang cenderung pada penggunaan kata-kata untuk

menarasikan suatu fenomena/gejala (Satori & Komariah, 2010 : 12). Alasan

penelitian ini memilih paradigma post-positivistik yaitu peneliti ingin

mengeksplorasi dan mendeskripsikan secara utuh bagaimana strategi komunikasi

yang digunakan DKBP3A Kabupaten Serang dalam mencegah tindak kekerasan

terhadap perempuan dan anak, serta dalam mendeskripsikannya digunakan kata-

kata dan bukan menggunakan angka-angka.

3.4 Informan Penelitian

Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh

Spradley dinamakan dengan istilah “social situation” yang terdiri atas 3 elemen

yaitu: tempat, pelaku, aktivitas yang berinteraksi secara sinergi. Situasi tersebut

dapat dinyatakan sebagai obyek penelitian yang ingin diketahui apa yang terjadi

didalamnya (Sugiyono, 2009 : 49).

Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi

sebagai narasumber, atau informan (Sugiyono, 2009 : 49). Informan yaitu

berkaitan dengan sekelompok orang atau semua yang mempunyai karakteristik

tertentu, sebagai sumber utama data sehingga data dapat diperoleh oleh peneliti

dengan cepat dan akurat. Dengan kata lain informan adalah orang yang benar-

benar tahu dan terlibat dalam subyek penelitian. Menurut Moleong, Miles yang

dikutip dari buku Elvinaro Ardianto (2010 : 62) memaparkan ada dua macam

informan penelitian, yaitu:


60

1. Informan kunci (key informan) yaitu informan yang dianggap tahu

banyak dalam memberi jawaban yang dibutuhkan atas pertanyaan atau

masalah penelitian dan mendukung penelitian.

2. Informan pendukung, yaitu informan yang dianggap tahu atau

memberi bantuan dan dapat memberikan jawaban dari pertanyaan-

pertanyaan penelitian tetapi tidak lebih dari informan kunci.

Seperti pemaparan dari pengertian informan diatas maka informan dipilih

tidak asal-asalan tetapi mempunyai kriteria tertentu, Sanafiah Faisal (1990) dalam

Sugiyono (2008 : 221) menyatakan bahwa sampel sebagai informan sebaiknya

memiliki kriteria:

1. Mereka menguasai atau memahami sesuatu, sehingga sesuatu itu

bukan sekedar diketahui tetapi dihayati

2. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung pada kegiatan

yang tengah diteliti

3. Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai

informasi

4. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil

“kemasannya” sendiri

Adapun dalam penelitian ini terdapat dua macam Informan, yaitu :

a. Key Informan atau Informan Utama

Yaitu informan yang dianggap tahu banyak mengenai informasi dan

jawaban yang dibutuhkan atas pertanyaan-pertanyaan atau masalah


61

penelitian dan yang mendukung penelitian, yang dipilih untuk

memberikan informasi dan data yang diperlukan dalam penelitian ini.

Kriteria-kriteria informan kunci pada penelitian ini adalah :

1. Bekerja di Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak (DKBP3A) Kabupaten Serang

2. Berkedudukan di bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA)

3. Berkompeten dan paham akan pencegahan tindak kekerasan terhadap

perempuan dan anak

4. Terlibat dalam proses pencegahan tindak kekerasan terhadap

perempuan dan anak

Adapun yang menjadi key informan dalam penelitian ini adalah Dra. Iin

Adillah, M.Si selaku kepala bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Anak, Drs. H. Nunung Effendi, M.Si selaku kepala seksi Perlindungan

Perempuan, dan Rina Wuryanti, S.Sos., M.Si selaku kepala seksi Perlindungan

Anak.

b. Secondary Informan atau Informan Pendukung

Yaitu informan yang dianggap tahu atau memberi bantuan dan dapat

memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian tetapi tidak lebih

dari informan kunci. Kriteria informan pendukung yang dapat menjawab

pertanyaan pada penelitian ini adalah :

1) Masyarakat yang menerima program-program pencegahan tindak

kekerasan terhadap perempuan dan anak


62

3.5 Sumber Data

Robert K. Yin menjelaskan mengenai bukti atau data yang diperlukan,

bahwa bukti atau data untuk keperluan penelitian bisa berasal dari lima sumber

lima sumber, yaitu rekaman arsip, wawancara, observasi dan perangkat-perangkat

fisik (Moleong, 2013 : 101).

Data yang akan peneliti ambil terdiri dari dua jenis, yaitu sumber data

primer dan sumber data sekunder. Berikut penjelasannya:

1) Data Primer

Adalah data yang diperoleh langsung dari sumber asli di lapangan (tidak

melalui perantara) yang secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk

menjawab permasalahan dalam penelitian (Ruslan, 2004 : 254). Adapun

data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara dan

observasi dengan informan penelitian.

2) Data Sekunder

Adalah sumber data yang diperoleh dengan mengutip atau

mengumpulkan keterangan dari sumber informan lain dengan tujuan

melengkapi data-data primer. Data sekunder dalam penelitian ini

diperoleh dari arsip dan dokumentasi terkait strategi komunikasi dalam

mencegah tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Tujuan utama dari penelitian ini adalah mendapatkan data. Tanpa

mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data
63

yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Sehingga selama melakukan

penelitian agar memperoleh data yang akurat, valid dan bisa

dipertanggungjawabkan, maka teknik dalam mengumpulkan data dilakukan

melalui :

1. Wawancara

Wawancara semistruktur adalah pendekatan umum wawancara yang

menggunakan beberapa inti pokok pertanyaan yang akan diajukan, yaitu

interviewer membuat garis besar pokok-pokok pembicaraan (Satori &

Komariah, 2010 : 135). Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk

menentukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak

wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Sehingga dimungkinkan

pertanyaan dapat dikembangkan sesuai dengan situasi dan keadaan sehingga

data yang didapat lebih lengkap.

2. Observasi

Menurut Margono observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan

secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian (Satori &

Komariah, 2010 : 105). Observasi yang digunakan dalam mengumpulkan data

pada penelitia ini adalah observasi non participant yaitu peneliti tidak terlibat

dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan

sebagai sumber data penelitian melainkan peneliti hanya memerankan diri

sebagai pengamat. Peneliti mengamati memeriksa dan mencatat semua

kegiatan atau hal yang berhubungan apa yang diamati.


64

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumen dalam penelitian kualitatif merupakan pelengkap dari

penggunaan metode observasi dan wawancara. Studi dokumentasi yaitu

mengumpulkan dokumen dan data-data yang diperlukan dalam permasalahan

penelitian lalu ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung dan

menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian (Satori & Komariah,

2010 : 149).

Berkenaan dengan studi dokumentasi ini Bogdan (1982) dalam Djam‟an

Satori dan Aan Komariah, mengklasifikasikan jenis-jenis dokumen yaitu : (1)

Dokumen pribadi dan buku harian; (2) Surat Pribadi; (3) Autobiografi; (4)

Dokumen resmi; dan (5) Fotografi (Satori & Komariah, 2010 : 153-155).

3.7 Teknik Analisa Data

Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen adalah upaya yang

dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-

milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan

menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan

memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2013 : 248).

Analisis data pada penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian

kuantitatif. Jika dalam penelitian kuantitatif analisis datanya berbentuk statistik

maka dalam penelitian kualitatif berbentuk kata-kata atau kalimat, gambar dan

bukan berbentuk angka. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini

adalah analisis model Miles and Huberman. Menurut Miles and Huberman (1984)
65

dalam Sugiyono (2009 : 91), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data

kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai

tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan

data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.

Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang

diwawancarai, bila jawaban informan yang diwawancarai dirasa belum

memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai data yang

diperoleh dianggap kredibel. Adapun aktivitas dan tahap analisis data pada

penelitian ini adalah:

a. Data Reduction (Reduksi Data)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok,

memfokuskan pada hal-hal penting. Sehingga data yang telah

direduksi akan memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah

untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.

b. Data Display (Penyajian Data)

Dalam penelitian kualitatif penyajian data dilakukan dalam bentuk

uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan

sejenisnya. Namun yang paling sering digunakan unuk penelitian

kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Penyajian data ini

merupakan upaya menyusun, mengumpulkan informasi ke dalam

sebuah matrik agar mudah dipahami. Dan dalam kegiatan ini peneliti

menyusun kembali data berdasarkan klasifikasi dan masing-masing


66

topik akan dipisahkan. Pada tahap ini data disajikan dalam kesatuan

tema berdasarkan permasalahan yang dituangkan dalam pertanyaan

penelitian.

c. Conclusion Drawing/ Verification

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan

Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi terhadap data-

data yang telah dirangkum dan ditampilkan. Data-data tersebut

dihubungkan antara satu dengan yang lainnya sehingga dapat

menjawab rumusan masalah yang telah ditentukan sejak awal.

3.8 Teknik Keabsahan Data

Metode keabsahan data atau uji validitas data berfungsi sebagai pendeteksi

kebenaran dan keakuratan data yang diperoleh peneliti. Untuk menghindari

kesalahan data, perlu diadakan pemeriksaan kembali (recheck) terhadap data yang

terkumpul sehingga dalam laporan penulisan data yang disajikan dapat terhindar

dari kesalahan. Adapun teknik yang digunakan peneliti dalam memperoleh

keabsahan atau kepercayaan dari kriteria kredibilitas, reliabilitas, dan obyektifitas

data adalah dengan triangulasi.

Menurut Moleong, Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan

dengan memanfaatkan sesuatu yang lain dari data tersebut sebagai bahan

pembanding atau pengecekan dari data itu sendiri (Moleong, 2001 : 330). Metode

triangulasi merupakan proses membandingkan dan mengecek balik derajat

kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda.
67

Pada penelitian ini triangulasi yang digunakan oleh peneliti adalah

triangulasi data. Triangulasi data merupakan cara meningkatkan penelitian dengan

mencari data dari sumber yang beragam yang masih terkait satu sama lain (Satori

& Komariah, 2010 : 170). Peneliti menggunakan triangulasi data untuk menguji

kredibilitas dan keabsahan data yang dilakukan dengan cara mengecek data yang

telah diperoleh melalui beberapa sumber dengan teknik pengumpulan data yang

bermacam-macam. Hasil wawancara yang peneliti dapatkan dari informan

penelitian mengenai strategi komunikasi dalam mencegah tindak kekerasan

terhadap perempuan dan anak tersebut kemudian dikroscek kembali dengan

menggunakan metode hasil survey dan dokumentasi. Apabila hasil teknik

pengumpulan data tersebut berbeda karena sudut pandang setiap sumber berbeda

maka peneliti mendiskusikannya lagi kepada sumber data untuk mencari tahu

mana yang dianggap benar atau memang semuanya benar.

3.9 Lokasi dan Jadwal Penelitian

3.9.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Keluarga Berencana

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKBP3A) Kabupaten

Serang di Jl. Empat Lima No. 28 Serang Banten.

3.9.2 Jadwal Penelitian

Adapun jadwal penelitian ini adalah sebagai berikut:


68

Tabel 3.1

Tabel Jadwal Penelitian

No. Kegiatan Sept Okt Nov Des Jan- Mar Mei Juni Juli
Feb -
Apr
1. Pra
Penelitian

2. Pengajuan
Judul

3. ACC Judul

4. BAB I

5. BAB II

6. BAB III

7. Sidang
Outline

8. Revisi BAB
IV

9. Penelitian

10. BAB IV

11. BAB V

12. Sidang
Skripsi
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian

Deskripsi objek penelitian adalah penjelasan mengenai objek penelitian

yang meliputi lokasi penelitian secara jelas, struktur organisasi, sejarah berdirinya,

visi dan misi serta hal-hal lain yang berkaitan dengan objek penelitian.

4.1.1 Sejarah Singkat Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan

Perempuan & Perlindungan Anak (DKBP3A) Kabupaten Serang

a. Periode Tahun 1972-2003

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

Kabupaten Serang yang terbentuk sejak tahun 1972 merupakan lembaga

vertikal non departemen yang menangani tentang kependudukan dan

keluarga berencana di wilayah Kabupaten Serang dan bertanggungjawab

langsung secara vertikal kepada Kepala Badan Keluarga Berencana

Nasional (BKKBN) pusat.

b. Periode Tahun 2003-2008

Sesuai dengan perkembangan pemerintah pusat maupun daerah

Kabupaten Serang, SDM/personil dan aset-aset BKKBN Kabupaten

Serang pada tahun 2003 diserahkan ke daerah berdasarkan Keppres No.

103 Tahun 2001. Pada periode 2001-2003 merupakan periode peralihan

belum adanya nomenklatur yang jelas. Pada tahun 2003 setelah dibentuk

69
70

Perda Kabupaten Serang No. 17 Tahun 2003 Tanggal 05 Desember

2003 tentang pembentukan Badan Koordinasi Pembangunan Keluarga

Sejahtera (BKPKS) Kabupaten Serang.

c. Periode tahun 2008-2012

Pada tahun 2008 dengan masuknya bidang Pemberdayaan

Perempuan dalam nomenklatur Badan Koordinasi Pembangunan Keluarga

Sejahtera (BKPKS) Kabupaten Serang berubah menjadi Badan Keluarga

Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) Kabupaten Serang

berdasarkan Perda Kabupaten Serang No. 10 Tahun 2008 tentang

pembentukan lembaga teknis daerah tanggal 11 Desember 2008 dan

Perbup Kabupaten Serang No. 37 Tahun 2008 tentang tugas pokok dan

fungsi BKBPP Kabupaten Serang Tanggal 18 Desember 2008.

d. Periode Tahun 2012-2016

Pada tahun 2012, dengan masuknya urusan bidang Pemberdayaan

Masyarakat dan Pemberdayaan Ekonomi Masyakat, maka Badan Keluarga

Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) Kabupaten Serang

berubah nomenklatur menjadi Badan Keluarga Berencana, Pemberdayaan

Masyarakat dan Perempuan (BKBPMP) Kabupaten Serang berdasarkan

Perda Kabupaten Serang No. 20 tahun 2011 tentang pembentukan lembaga

teknis daerah tanggal 07 Desember 2011 dan Perbup Kabupaten Serang

No. 21 Tahun 2012, tentang tugas pokok dan fungsi BKBPMP Kabupaten

Serang.
71

e. Periode 2016-sekarang

Periode bulan Desember 2016 terjadi perubahan Organisasi

Perangkat Daerah (OPD) dimana urusan pemberdayaan masyarakat dan

pemberdayaan ekonomi masyarakat menjadi urusan yang terpisah

sehingga nomenklatur berubah menjadi Dinas Keluarga Berencana

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKBP3A) Kabupaten

Serang sesuai dengan Perda Kabupaten Serang No. 11 Tahun 2016 tentang

Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Serang,

ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati No. 64 Tahun 2016 tentang

Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Keluarga Berencana,

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Serang dan

Peraturan Bupati Kabupaten Serang No. 91 Tahun 2016, tentang Tugas

Pokok dan Fungsi Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan

dan Perlindungan Anak (DKBP3A) Kabupaten Serang. Nomenklatur

DKBP3A Kabupaten Serang masih tetap sampai dengan saat ini.

4.1.2 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kondisi Kabupaten Serang pada umumnya tergolong pada lahan dataran

dan bergelombang yang terbentang dari Kecamatan Tirtayasa sampai dengan

Kecamatan Cinangka. Secara geografis wilayah Kabupaten Serang terletak pada

koordinat 50o 50‟ – 60o 21‟ Lintang Selatan dan 105o 0‟ – 106o22‟ Bujur Timur.

Jarak terpanjang menurut garis lurus dari utara ke selatan adalah sekitar 60 km

dan jarak terpanjang dari barat ke timur adalah 90 km dengan luas wilayah
72

1.467,35 km2 . Secara administratif, Kabupaten Serang terdiri dari 29 Kecamatan

dan 326 desa. Kabupaten Serang berbatasan dengan:

Utara : Kota Serang dan Laut Jawa

Barat : Kota Cilegon dan Selat Sunda

Selatan : Kabupaten Pandelang dan Kabupaten Lebak

Timur : Kabupaten Tangerang.

4.1.3 Visi dan Misi DKBP3A Kabupaten Serang

A. Pernyataan Visi

“Terwujudnya keluarga sejahtera, persatuan dan kesatuan yang kokh,

kesetaraan dan keadilan gender dan perlindungan menuju masyarakat

demokratis, berdaya, mandiri, sejahtera dan agamis.”

B. Pernyataan Misi

1) Meningkatkan Peserta KB aktif

2) Menggali potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan

ketahanan dan kesejahteraan keluarga

3) Meningkatkan kualitas hidup, perlindungan perempuan dan anak

serta mendorong partisipasi masyarakat dalam memperkuat

kelembagaan pengarustamaan gender

4) Meningkatkan kualitas pemenuhan hak anak.

5) Meningkatkan akuntabilitas dan kinerja pelayanan DKBP3A

Kabupaten Serang.
73

4.1.4 Struktur Organisasi DKBP3A Kabupaten Serang


74

4.2 Deskripsi Data

Tabel 4.1

Informan Penelitian

No. Nama/Kode Informan Alamat Jabatan Status

Kepala Bidang
Komplek Bumi
Dra. Iin Adilah, M.Si Perlindungan
1. Agung Permai 1 Key Informan
(P1) Perempuan dan
Blok U5 No.12
Anak

Drs. H. Nunung Kepala Seksi

2. Effendi, M.Si Cikeusal Perlindungan Key Informan

(P2) Perempuan

Rina Wuryanti, Taman Cilegon Kepala Seksi

3. S.Sos., M.Si Heliconia Blok Perlindungan Key Informan

(P3) C4 No.10 Anak

Perumahan Ketua Forum


Fitria Melhani Informan
4. Ciujung Damai, Anak Kabupaten
(P4) Pendukung
Kec. Kragilan Serang

Siti Nadilah Informan


Kampung Ketua Divisi
5.
(P5) Kenduran, Kec. Pendidikan Pendukung
75

Walantaka Forum Anak

Desa Garut, Informan


6. Kaesul Ma‟arif Masyarakat
Kecamatan Kopo Pendukung

Fokus penelitian adalah mengenai strategi komunikasi DKBP3A

Kabupaten Serang dalam mencegah tindak kekerasan terhadap perempuan dan

anak. Adapun hasil penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui

wawancara dengan informan, observasi, serta dokumentasi.

Informan utama penelitian ini adalah bidang Perlindungan Perempuan dan

Anak (PPA) DKBP3A Kabupaten Serang yang terdiri dari Kepala Bidang

Perlindungan Perempuan dan Anak, Kepala Seksi Perlindungan Perempuan dan

Kepala Seksi Perlindungan Anak. Sedangkan informan pendukung adalah Forum

Anak Kabupaten Serang serta masyarakat yang pernah menerima program

pencegahan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dilakukan oleh

DKBP3A Kabupaten Serang. Penelitian menggunakan metode pengumpulan data

nonprobabillity sampling dengan teknik purposive sampling dengan sedikit

bubuhan Snowball sampling. Teknik pemilihan dengan purposive sampling dipilih

sebab tidak semua elemen populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk

menjadi informan karena dianggap memiliki informasi yang diperlukan bagi

peneliti. Sedangkan snowball sampling dilakukan karena sesuai hasil wawancara

dengan kepala seksi perlindungan anak, peneliti merasa data yang didapatkan

belum cukup dan akhirnya peneliti diarahkan untuk bertemu dengan informan dari

Forum Anak.
76

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data secara kualitatif yang

sesuai dengan metode penelitian dan diuraikan secara deskriptif. Adapun data-

data yang dicari dalam penelitian ini adalah data-data yang dapat menjawab

identifikasi masalah yang telah dipaparkan pada bab 1 yaitu bagaimana strategi

komunikasi DKBP3A, faktor pendukung DKBP3A serta faktor penghambat

DKBP3A dalam melakukan program pencegahan.

Peneliti melakukan wawancara dengan cara mendatangi dan menanyakan

langsung kepada informan utama dan informan pendukung mengenai informasi-

informasi yang ingin peneliti ketahui. Wawancara yang dilakukan adalah

wawancara semi-terstruktur pada tanggal 11 Januari 2018, 12 Januari 2018, 18

Januari 2018, 06 Februari 2018, dan 09 Februari 2018

Data-data yang peneliti dapatkan kemudian dikategorikan sesuai dengan

identifikasi masalah. Data-data mana saja yang masuk ke dalam strategi

komunikasi, faktor pendukung dan faktor penghambat. Kemudian data-data

tersebut dijabarkan dan dianalisa dengan jelas sehingga dapat ditarik kesimpulan

dari hasil penelitian mengenai strategi komunikasi DKBP3A Kabupaten Serang

dalam mencegah tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak.


77

4.3 Hasil Penelitian

Pada hasil penelitian ini, peneliti akan menyajikan hasil penelitian dan

analisis tentang strategi komunikasi DKBP3A dalam mencegah tindak kekerasan

terhadap perempuan dan anak. Telah disebutkan pada Bab I bahwa strategi

komunikasi merupakan panduan dari perencanaan komunikasi (communication

planning) dan manajemen komunikasi untuk mencapai suatu tujuan (Effendy,

2006 : 32). Oleh karena itu strategi komunikasi ini akan dibahas dalam tahapan

strategi dengan menggunakan model alur tanda “?” dan faktor – faktor

penghambat yang dialami oleh DKBP3A saat melakukan program pencegahan.

Persoalan tindak kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak-anak

sudah tidak asing di telinga kita. Sering kali kita melihat atau mendengar kasus-

kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di dalam masyarakat. Tindak

kekerasan itu sendiri merupakan setiap perbuatan yang berakibat timbulnya

kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran,

termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan

kemerdekaan secara melawan hukum.

Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 9 Tahun 2014 tentang

perlindungan perempuan dan anak terhadap tindak kekerasan menyebutkan dalam

BAB II pasal 2 dan 3 bahwa ruang lingkup peraturan daerah ini mencakup

perlindungan perempuan dan perlindungan anak (pasal 2) serta didalam

perlindungan perempuan terdapat pencegahan tindak kekerasan (pasal 3 poin a).

Untuk menerapkan Perda tersebut, Dinas Keluarga Berencana

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKBP3A) Kabupaten Serang


78

juga melakukan program pencegahan tindak kekerasan terhadap perempuan dan

anak. Program pencegahan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah

suatu upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan. Hal ini

diungkapkan oleh P3, Kepala Seksi Perlindungan Anak Rina Wuryanti, S.Sos.,

M.Si, bahwa :

“program pencegahan ya… artinya memang suatu upaya yang disusun,


yang dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan” 26

Dalam rangka mencegah tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak,

bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) DKBP3A melakukan program

pencegahan berupa sosialisasi. Sosialisasi dilakukan untuk memberikan

pemahaman kepada masyarakat tentang undang-undang kekerasan dalam rumah

tangga (KDRT), undang-undang tentang perlindungan anak, dan program Three-

Ends. Program Three-Ends merupakan salah satu program unggulan Kementerian

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), yakni End Violence

Against Women and Children (Akhiri Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak),

End Human Trafficking (Akhiri Perdagangan Manusia), dan End Barriers To

Economic Justice (Akhiri Kesenjangan Ekonomi Terhadap Perempuan). Seperti

yang disampaikan oleh P1, Dra. Iin Adillah, M.Si selaku Kepala Bidang

Perlindungan Perempuan dan Anak :

“Jadi di bidang perlindungan perempuan dan anak dalam rangka


mencegah terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak kita
punya beberapa program ya. Itu diantaranya pemahaman kepada
masyarakat melalui sosialisasi. Sosialisasi bisa berupa undang-undang
KDRT, undang-undang perlindungan anak, terus juga ada program three-
26
Wawancara dengan informan 3 (P3) Rina Wuryanti, S.Sos., M.Si pada tanggal 18 Januari 2018
pukul 09.30 wib
79

end. Three-end itu dari Kementerian. Three-end itu yang pertama akhiri
kekerasan terhadap perempuan dan anak, yang kedua akhiri tindak
pidana perdagangan orang atau trafficking, nah yang ketiga akhiri
kesenjangan ekonomi bagi perempuan. Nah itu beberapa yang kita
berikan terhadap masyarakat melalui sosialisasi”27

Selain sosialisasi yang diberikan kepada masyarakat, DKBP3A juga

memberikan sosialisasi kepada pengurus-pengurus Pusat Pelayanan Terpadu

Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) sebagai lembaga yang

berkoordinasi berada dibawah naungan DKBP3A. Sosialisasi yang diberikan

kepada pengurus-pengurus P2TP2A di tingkat kecamatan maupun kabupaten

dilakukan dalam bentuk bimbingan teknis (Bimtek). Bimbingan teknis yang

dilakukan oleh DKBP3A kepada para pengurus P2TP2A ditingkat kecamatan

maupun kabupaten bertujuan agar para pengurus P2TP2A mengetahui tindakan

apa saja yang harus dilakukan ketika mereka mengetahui atau menerima laporan

tindak kekerasan. Hal ini sesuai dengan pernyataan P1, Ibu Iin Adillah, bahwa :

“ada juga bimtek-bimtek ya, bimbingan teknis itu biasanya


terhadap pengurus – pengurus P2TP2A Kabupaten dan P2TP2A
Kecamatan di 29 kecamatan. Kenapa itu dilakukan, supaya para pengurus
itu tau apa yang harus dilakukan apabila terjadi kekerasan terhadap
perempuan dan anak di wilayahnya dia tau harus bagaimana.”28

Seksi Perlindungan Anak (PA) DKBP3A memiliki pengertian tersendiri

mengenai program pencegahan tindak kekerasan terhadap anak. Perlindungan

anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-

haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal

27
Wawancara dengan informan 1 (P1) Ibu Dra. Iin Adillah, M.Si pada tanggal 11 Januari 2018
pukul 09.00 wib
28
Wawancara dengan informan 1 (P1) Ibu Dra. Iin Adillah, M.Si pada tanggal 11 Januari 2018
pukul 09.00 wib
80

sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari

kekerasan dan diskriminasi29. Upaya-upaya pencegahan tindak kekerasan terhadap

anak dilakukan dengan cara melindungi 10 hak anak. 10 hak anak yang dimaksud

yaitu hak bermain, hak pendidikan, hak perlindungan, hak nama, hak kebangsaan,

hak makanan, hak kesehatan, hak rekreasi, hak kesamaan, dan hak peran dalam

pembangunan. Seperti yang disampaikan oleh Ibu Rina Wuryanti :

“….cuma untuk kita dalam rangka pencegahan kan artinya kita


melakukan perlindungan kan terhadap anak. Jadi kita melakukan upaya-
upaya pencegahan dalam rangka memenuhi 10 hak anak. Nah itu yang
penting kuncinya 10 hak anak itu…”30

Sama seperti pencegahan tindak kekerasan yang dilakukan oleh seksi

Perlindungan Perempuan (PP) DKBP3A berupa sosialisasi, seksi perlindungan

anak juga melakukan sosialisasi dalam rangka memenuhi 10 hak anak. Seperti

yang diungkapkan oleh P3, Ibu Rina Wuryanti :

“Nah sekarang upaya-upaya apa yang dilakukan perlindungan


anak itu dalam memenuhi 10 hak anak, bisa dilakukan lewat sosialisasi.
Kemudian kan tadi ada juga rekreasinya terus ada perlindungan, yang
terakhir, peran dalam pembangunan. Jadi memang kita merangsang anak-
anak itu ikut terlibat aktif didalam pembangunan. Kalau yang sekarang
selama ini yang sudah terwujud itu dengan melalui forum anak. Jadi lewat
forum anak itu berupaya untuk menggali potensi anak-anak agar mereka
bisa ikut berpartisipasi didalam pembangunan.”31

Sosialisasi yang dilakukan oleh seksi PA DKBP3A ini melibatkan Forum

Anak Kabupaten Serang. Forum Anak itu sendiri merupakan wadah partisipasi

29
UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Bab I Pasal 1
30
Wawancara dengan informan 3 (P3) Rina Wuryanti, S.Sos., M.Si pada tanggal 18 Januari 2018
pukul 09.30 wib
31
Wawancara dengan informan 3 (P3) Rina Wuryanti, S.Sos., M.Si pada tanggal 18 Januari 2018
pukul 09.30 wib
81

anak untuk menampung aspirasi suara anak, yang dikelola oleh anak-anak berusia

belum 18 tahun, bekerjasama dengan pemerintah, dan berperan memberikan

masukan dalam proses perencanaan, pemantuan serta evaluasi kebijakan program

kegiatan pembangunan daerah.32 Forum anak bermanfaat sebagai media

komunikasi dalam membangun pengertian antara anak-anak, orang dewasa, orang

tua, pemerintah dan masyarakat dalam memenuhi hak-hak anak. Fitri Melhani

selaku Ketua Forum Anak, Informan 4 (P4) menambahkan :

“….Iya.. tentang hak-hak anak kan ada 10 hak anak yang memang
harus dipenuhi oleh pemerintah ataupun pemangku jabatan yang
bertanggungjawab atas anak-anak dan juga banyak sekali ada 31 hak
anak sebenernya. Cuman yang lebih diutamakan itu ada 10 hak anak. Itu
semuanya harus terpenuhi untuk Kabupaten Serang ini menjadi
Kabupaten yang layak anak di tahun 2022 atau 2023 saya lupa. 5 tahun
kedepan intinya.”33

Dalam mencegah tindak kekerasan, forum anak memiliki peran 2P yaitu

Pelopor dan Pelapor. Beberapa peran Forum Anak sebagai Pelopor yaitu agen

perubahan pemenuhan hak dan perlindungan anak, meningkatkan kemampuan

dalam sosialisasi dan advokasi tentang hak dan perlindungan anak, serta

mengembangkan potensi diri dalam pemenuhan hak dan perlindungan anak.

Sedangkan peran Forum Anak sebagai Pelapor yaitu terlibat aktif ketika

mengalami, melihat dan merasakan tidak terpenuhinya hak perlindungan anak,

dan melaporkan permasalahan ke badan yang menangani permasalahan

perlindungan perempuan dan anak, P2TP2A atau unit pelayanan perempuan dan

32
http://forumanak.id/tentang-fan/ diakses pada 15 Mei 2018 pukul 12:46 wib
33
Wawancara dengan informan 4 (P4) Fitria Melhani pada tanggal 6 Februari 2018 pukul 16.30
wib
82

anak. Seperti yang diungkapkan oleh P4, Fitria Melhani selaku ketua Forum Anak

Kabupaten Serang :

“Forum Anak itu kan punya 2P itu istilahnya, Pelopor sama


Pelapor. Nah disitu forum anak sebagai pelopor maksudnya sebagai
contoh dan pelapor. Nah fungsi pelapor ini, forum anak ini anggota-
anggotanya ketika melihat ada suatu kekerasan anak, nah itulah tugasnya
mereka untuk melaporkan. Disinikan forum anak dinaungi sama badan PP
di Kabupaten Serang, nah kita ngelapor kesana.”34

Dalam melakukan program-program pencegahan tindak kekerasan yang

dilakukan oleh bidang PPA DKBP3A, tentunya diperlukan strategi komunikasi

agar pesan-pesan yang disampaikan kepada khalayak sesuai dengan yang

dimaksud. Menurut Effendy (2006 : 32) strategi komunikasi merupakan paduan

dari perencanaan komunikasi (communication planning) dan manajemen

komunikasi (communication management) untuk mencapai suatu tujuan. Dengan

menggunakan model alur tanda “?”, konsep strategi komunikasi akan diuraikan

berdasarkan identifikasi target khalayak, tujuan yang ingin dicapai, tahap

pemilihan pesan, komitmen yang diperlukan, pemilihan saluran (media) yang

tepat, rencana komunikasi, dan evaluasi perubahan (change evaluation).

34
Wawancara dengan informan 4 (P4) Fitria Melhani pada tanggal 6 Februari 2018 pukul 16.30
wib
83

4.3.1 Internal Strategy DKBP3A Dalam Mencegah Tindak Kekerasan

Terhadap Perempuan dan Anak

4.3.1.1 Penetepan Tujuan Yang Ingin Dicapai Oleh DKBP3A

Setelah terdapat gambaran hasil pengidentifikasian dari target

sasaran, tahap berikutnya yakni menentukan tujuan yang ingin dicapai.

Tujuan harus jelas (clear vision), dan perubahan yang dikehendaki bisa

terbaca (change readness).

1. Terlindunginya Perempuan dan Anak Dari Tindak Kekerasan

DKBP3A memiliki tujuan yakni agar perempuan dan anak

terlindungi dari tindak kekerasan. Dalam Peraturan Daerah Provinsi

Banten No. 9 tahun 2014 disebutkan bahwa tindak kekerasan terhadap

perempuan dan anak merupakan pelanggaran hak asasi manusia sehingga

perlu dilindungi harga diri dan martabatnya serta dijamin hak hidupnya

sesuai dengan fitrah dan kodratnya tanpa diskriminasi. Perempuan dan

Anak-anak harus dilindungi dari tindak kekerasan karena dianggap rentan

terhadap tindak kekerasan. Hal ini disampaikan oleh informan P 1, Ibu Iin

Adillah :

“ya tujuannya kan kita sesuai dengan undang-undang


perlindungan anak dan juga perempuan, bahwa anak dan
perempuan itu harus dilindungi karena mereka adalah makhluk
yang rentan terhadap tindak kekerasan, selama ini kan memang
seperti itu jadi ya kita berikan perlindungan….. Jadi kenapa harus
perempuan dan anak ya seperti itu, karena mereka selalu menjadi
sasaran tindak kekerasan, kejahatan. Jadi kita buatkan Perdanya,
terus juga undang-undangnya ada untuk menjadi dasar bahwa kita
84

bisa melakukan kegiatan program-program yang ada di dinas


kita.”35

2. Penurunan Kasus Kekerasan

Selain bertujuan untuk melindungi perempuan dan anak-anak dari

tindak kekerasan, dengan adanya sosialisasi pencegahan tindak kekerasan

ini diharapkan bahwa kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan

anak-anak menurun. Hal ini seperti diungkapkan oleh informan P 2, Bapak

Nunung Effendi :

“Semakin menurunnya kasus-kasus kekerasan terhadap


perempuan dan anak. Kalau bisa tidak ada kekerasan….”36

3. Pemenuhan 10 hak anak

Terkait dengan tujuan yang ingin dicapai dalam melindungi anak

dari tindak kekerasan, Ibu Rina Wuryanti selaku Kepala Seksi

Perlindungan Anak mengungkapkan bahwa pemenuhan 10 hak anak

menjadi tujuan utama. Seperti yang diungkapkan pada wawancara tanggal

18 Januari 2018, bahwa :

“Iya tentunya juga kembali lagi untuk „pemenuhan 10 hak


anak‟ itu. Jadi semua apa yang dilakukan, apa yang disusun, apa
yang diinikan pokoknya semua mengarah ke pemenuhan hak anak
itu aja, titik udah itu aja”37

35
Wawancara dengan informan 1 (P1) Ibu Dra. Iin Adillah, M.Si pada tanggal 11 Januari 2018
pukul 09.00 wib
36
Wawancara dengan informan 2 (P2) Bapak Drs. H. Nunung Effendi, M.Si pada tanggal 12 Januari
2018 pukul 10.00 wib
37
Wawancara dengan informan 3 (P3) Ibu Rina Wuryanti, S.Sos., M.Si pada tanggal 18 Januari
2018 pukul 09.30 wib
85

Dari hasil wawancara diatas, dapat diketahui bahwa tujuan yang

ingin dicapai oleh DKBP3A dalam rangka pencegahan tindak kekerasan

terhadap perempuan dan anak adalah semakin menurunnya kasus-kasus

kekerasan terhadap perempuan dan anak, semakin terlindunginya

perempuan dan anak dari tindak kekerasan, serta terpenuhinya 10 hak

anak.

4.3.1.2 Tahap Pemilihan Pesan

Pesan adalah segala sesuatu yang disampaikan oleh seseorang

dalam bentuk simbol yang dipersepsi dan diterima oleh khalayak dalam

serangkaian makna (Cangara, 2014 : 139). Pesan harus dirancang dan

disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian khalayak

yang dituju. Pesan yang diangkat juga harus sesuai dengan tujuan yang

ingin dicapai. Pesan-pesan yang disampaikan oleh DKBP3A Kabupaten

Serang dalam sosialisasi pencegahan tindak kekerasan terhadap

perempuan dan anak berisi beberapa aspek yang terdiri dari aspek hukum,

aspek agama, aspek sosial, dan aspek psikologis.

1. Pengkajian Terhadap Undang-Undang

Aspek hukum berisi undang-undang yang berkaitan tentang tindak

kekerasan, antara lain Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), UU No. 21

Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), UU No.


86

23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, serta Perda Banten No. 9

Tahun 2014 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Terhadap Tindak

Kekerasan. Hal ini diungkapkan oleh P2, Bapak Nunung Effendi bahwa :

“Pesannya pertama ya.. dari undang-undang perlindungan


anak, undang-undang KDRT, undang-undang no.11 tahun 2012
tentang sistem peradilan anak ya.. sekitar itu.” 38

Hal serupa juga disampaikan oleh P1, Ibu Iin Adillah. Beliau

menambahkan:

“…..kita sampaikan pesan-pesan kepada masyarakat


bahwa lindungilah perempuan dan anak, karena kalau kita
melakukan kekerasan terhadap perempuan dan anak itu sanksi
hukumnya sangat berat dan apabila kita mengetahui atau melihat
tindak kekerasan di sekitar kita, kita harus segera melapor ke
pihak yang berwajib seperti ke P2TP2A, ke kepolisian gitu. Jadi
kalau kita diam saja kita juga akan terkena sanksi yaitu sanksi
pembiaran. Nah itu juga ada hukumannya gitu. Makanya sejak
dalam menyampaikan sosialisasi itu juga supaya masyarakat itu
peduli, jangan acuh tak acuh atau cuek melihat ada kejadian
seperti itu. Nah kalau ada sanksi hukumnya kan mereka juga akan
takut atau tidak berani melakukan seperti itu.”39

2. Pengkajian Terhadap Agama

Selain mengkaji dari aspek hukum, dalam penyusunan pesan

DKBP3A juga mengkaji dari aspek agama. Aspek agama tersebut

berkaitan dengan pembentukan keluarga sakinah, karena kekerasan tidak

38
Wawancara dengan informan 2 (P2) Bapak Drs. H. Nunung Effendi, M.Si pada tanggal 12 Januari
2018 pukul 10.00 wib
39
Wawancara dengan informan 1 (P1) Ibu Dra. Iin Adillah, M.Si pada tanggal 11 Januari 2018
pukul 09.00 wib
87

akan terjadi jika keluarga harmonis. Seperti apa yang disampaikan oleh P2,

Bapak Nunung Effendi bahwa :

“..Kemudian ada pesan dari agamanya, pembentukan


keluarga sakinah, ya kan dimulai dari keluarga. Kalau
keluarganya sudah harmonis enggak bakalan ada kekerasan.
Pemicunya kan dari keluarga..”40

Gambar 4.2 Materi-Materi Presentasi Yang Digunakan Saat Sosialisasi

3. Penyesuaian Pesan dan Penyederhanaan Bahasa

DKBP3A sebagai komunikator dalam sosialisasi melakukan

penyesuaian dalam menyampaikan pesan sesuai dengan khalayak yang

dituju. Hal ini dikarenakan tingkat pemahaman target khalayak berbeda-

beda. Seperti yang diungkapkan oleh P2, Bapak Nunung Effendi yakni :

40
Wawancara dengan informan 2 (P2) Bapak Drs. H. Nunung Effendi, M.Si pada tanggal 12 Januari
2018 pukul 10.00 wib
88

“ya.. paling penyederhanaan bahasa, karena kan tingkatan


pemahaman mereka kan berbeda-beda. Kalau kita sosialisasi di
Pemda ya mungkin bahasanya udah bahasa hukum, tapi kalau
penjabaran dari undang-undang aja penyederhanaan bahasa.
Orang kan tidak akan mengerti „implementasi undang-undang
sistem peradilan anak‟ apa itu bahasa sederhananya kan engga
tau. Padahal disitu undang-undang peradilan anak itu kan
menekankan kepada upaya disversi artinya unsur-unsur
musyawarah. Jadi lebih disederhanakan lagi aja bahasanya..”41

Hal serupa diungkapkan oleh P4, Fitria Melhani selaku Ketua

Forum Anak Kabupaten Serang bahwa dalam melakukan sosialisasi

dengan sasaran anak-anak yang berusia dibawah 18 tahun, cara untuk

membangkitkan minat dan perhatian yaitu dengan penyederhanaan bahasa

dan kegiatan lainnya.

“Jadi yang namanya anak-anak mah bahasanya enggak


boleh terlalu tinggi juga. Kalau kita itu biasanya nyampein ke
mereka juga diiming-imingin kayak hadiah gitu. iya.. jadi enggak
selalu fokus sama kata-kata “ini hak anak itu gini gini, tapi disela
sama nyanyian, sama hadiah-hadiahnya, sama permainannya.
Jadi gitu. ”42

4. Sifat Pesan (Informatif, Edukatif, Persuasif)

Sifat pesan sangat bergantung pada program yang ingin

disampaikan. Cangara (2014 : 140) mengemukakan jika produk dalam

bentuk program penyuluhan atau sosialisasi untuk penyadaran masyarakat

seperti sosialisasi pencegahan tindak kekerasan oleh DKBP3A, maka sifat

pesannya harus persuasif dan edukatif. Pesan-pesan yang disampaikan

41
Wawancara dengan informan 2 (P2) Bapak Drs. H. Nunung Effendi, M.Si pada tanggal 12 Januari
2018 pukul 10.00 wib
42
Wawancara dengan informan 4 (P4) Fitria Melhani pada tanggal 6 Februari 2018 pukul 16.30
wib
89

oleh DKBP3A dalam sosialisasi bersifat informatif, edukatif, dan

persuasif. Informatif artinya pesan tersebut mengandung informasi-

informasi yang harus diketahui oleh target khalayak seperti informasi

mengenai hal-hal apa saja yang harus dilakukan ketika mengalami atau

melihat tindak kekerasan.

Persuasif artinya membujuk target khalayak agar menjauhi tindak

kekerasan karena terdapat sanksi jika melakukan tindak kekerasan.

Edukatif artinya memberikan edukasi kepada target khalayak, salah

satunya yaitu adanya Undang-Undang yang telah mengatur tentang tindak

kekerasan. Dari ketiga sifat pesan tersebut, pesan-pesan yang disampaikan

DKBP3A dalam sosialisasi bersifat persuasif, edukatif, dan informatif.

Seperti yang disampaikan oleh P2, Bapak Nunung bahwa :

“iya, diantara itu hampir semuanya masuk. Dari persuasif,


dari edukatifnya, jadi informasi itu ya mereka tau dulu.”43

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa DKBP3A sudah cukup

baik menyusun pesan. Terbukti dengan penyampaian pesan yang sesuai

dengan tujuan yang ingin dicapai yakni mengurangi kasus-kasus kekerasan

dan melindungi perempuan dan anak dari tindak kekerasan. Pesan-pesan

yang disampaikan berisi Undang-Undang yang berkaitan dengan tindak

kekerasan serta perlindungan perempuan dan anak. Penyederhanaan

bahasa juga dilakukan mengingat khalayak yang dituju berbeda-beda.

Tidak hanya itu, Forum Anak melakukan hal khusus untuk menarik minat

43
Wawancara dengan informan 2 (P2) Bapak Drs. H. Nunung Effendi, M.Si pada tanggal 12 Januari
2018 pukul 10.00 wib
90

dan perhatian khalayak mereka yakni memasukan unsur hiburan seperti

nyanyian, hadiah-hadiah, serta permanian. Pesan-pesan yang disampaikan

pada saat sosialisasi juga bersifat persuasif, edukatif, dan informatif.

4.3.1.3 Komitmen Yang Diperlukan

Dalam tahap ini komunikator menetapkan tindakan apa yang

diperlukan untuk mencapai setiap khalayak. Apa yang diinginkan pada

khalayak. Apakah perubahan itu dalam bentuk pengetahuan (wawasan),

sikap atau perubahan perilaku (commitment curve) (Cangara, 2014 :102).

1. Turun Ke Lapangan

Tindakan yang dilakukan oleh DKBP3A untuk mencapai atau

menjangkau khalayaknya yaitu dengan melakukan sosialisasi di daerah

yang tingkat kasus kekerasannya paling tinggi. Hal ini disampaikan oleh

P1, Ibu Iin Adillah :

“iya memang sih, misalnya gini kalau kasus kekerasan


yang banyak di wilayah tertentu misalnya ya, kita turun. Misalnya
di Kibin, itu banyak kasusnya. Ya kita turun kesitu. Lebih ke yang
rawan lah, yang rawan dengan kasus KDRT”44

Hal serupa juga diungkapkan oleh P4, Fitri Melhani yaitu :

“….kalau misalkan memang ada permasalahan di daerah


tersebut ya kita lebih memprioritaskan daerah tersebut ataupun
memang sebelum kita taupun sering ada isu-isu bahwa di daerah

44
Wawancara dengan informan 1 (P1) Ibu Dra. Iin Adillah, M.Si pada tanggal 11 Januari 2018
pukul 09.00 wib
91

ini tuh banyak seperti ini, jadi kita lebih memprioritaskan daerah
ini….”45

2. Perubahan Pola Pikir, Perilaku dan Budaya

Selain itu, perubahan yang diinginkan oleh DKBP3A dari khalayak

dengan adanya sosialisasi pencegahan tindak kekerasan ini yaitu

perubahan pola pikir (mindset), perubahan perilaku dan perubahan budaya.

Perubahan pola pikir artinya khalayak mengetahui dan paham bahwa

kekerasan baik terhadap perempuan dan anak tidak boleh dilakukan, jika

dilanggar maka akan mendapatkan sanksi atau hukuman.

Perubahan perilaku artinya khalayak semakin lebih berani untuk

melapor jika mengalami atau melihat tindak kekerasan. Sedangkan

perubahan budaya berarti khalayak yang tadinya memiliki pandangan

bahwa kekerasan boleh dilakukan agar perempuan atau anak-anak semakin

patuh, menjadi tidak akan melakukan kekerasan demi alasan apapun.

Informan P2, Bapak Nunung menyampaikan bahwa :

“perubahan mindset seseorang, jadi dari tidak mau


melapor sekarang mau melapor. Itu kan sudah bagus. Kemudian
merubah budaya, dari perilaku kasar terhadap anak. Iya…
perubahan perilaku yang diharapkan itu. Tapi susah ya namanya
perilaku mesti pelan-pelan, artinya tidak instan. Beda lah dengan
yang lain programnya. Kalau ini ga instan, ini ga nampak soalnya.
Harus.. minimal orang mengetahui aja dulu bahwa ada lembaga
yang menangani kekerasan terhadap perempuan dan anak
khususnya gitu ya…”46

45
Wawancara dengan informan 4 (P4) Fitria Melhani pada tanggal 6 Februari 2018 pukul 16.30
wib
46
Wawancara dengan informan 2 (P2) Bapak Drs. H. Nunung Effendi, M.Si pada tanggal 12 Januari
2018 pukul 10.00 wib
92

Hal serupa juga disampaikan oleh P1, Ibu Iin Adillah bahwa :
“iya itu jelas setiap kita menyampaikan sosialisasi pasti
kita harapkan masyarakat tau, masyarakat juga paham bahwa
tidak boleh melakukan tindak kekerasan terhadap anak dan juga
misalnya istri atau perempuan. Seandainya melakukan hal seperti
itu, itu ada sanksi hukumnya berat. Sanksi hukumnya itu kalau
melakukan kekerasan apalagi terhadap anak itu hukumannya bisa
5 tahun keatas. Sama perempuan juga. Malah kan sekarang ada
perpu itu ya, perpu no.1 itu kan disitu jelas ada hukumnya, ada
suntik kebiri, ada juga hukuman mati, terus juga seumur hidup,
terus pake pin itu ya. Berarti itu sudah berat, sudah gawat
kondisinya.”47

3. Dukungan Khalayak dan Supporting Unit

Selain menetapkan tindakan apa saja yang diperlukan untuk

mencapai setiap khalayak dan perubahan yang diinginkan dari khalayak,

banyaknya dukungan juga diperlukan dalam tahap ini. Dukungan di sini

selain dalam bentuk partisipasi khalayak untuk mengikuti program, juga

adanya partisipasi dari supporting unit seperti kepala desa, pejabat daerah,

para tokoh masyarakat formal dan informal maupun dukungan logistik,

transportasi, serta jaminan keamanan di lokasi.

Bentuk dukungan yang diterima oleh DKBP3A dalam melakukan

sosialisasi pencegahan tindak kekerasan tersebut beragam. Dukungan yang

diterima berbentuk regulasi dan anggaran dari kepala daerah, dukungan

dari tokoh agama untuk menyampaikan kembali materi yang telah

diterima serta dukungan-dukungan dari Dinas-Dinas pemerintahan

lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh P2, Bapak Nunung Effendi :

47
Wawancara dengan informan 1 (P1) Ibu Dra. Iin Adillah, M.Si pada tanggal 11 Januari 2018
pukul 09.00 wib
93

“Ada. Dukungannya berbentuknya regulasi. Kalau kepala


daerah kan regulasi dan anggaran biasanya. dukungan dari anggaran
APBD. Kalau di desa-desa itu kan ada dana desa untuk kegiatan
itu, kita sisipkan aja. Ada pertemuan rapat desa atau PKK desa,
ya.. kita selipkan materi dari pencegahan itu.”48

Ibu Iin Adillah (P1), juga menambahkan :

“dukungan ada, bentuk dukungan itu juga kan kalau tokoh


agama itu menyampaikan lagi (materi) misalnya dia ceramah,
menyampaikan lagi kepada masyarakat itu juga bentuk dukungan
kan, sama aja. Dari kecamatan, pak camatnya, dari pak
lurahnya.”

lain hal nya dengan dukungan yang diterima oleh Forum Anak

dalam melakukan sosialisasi. Dukungan yang terima oleh Forum Anak

adalah semakin dikenalnya Forum Anak oleh Dinas-Dinas Pemerintahan

lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh P4, Fitri Melhani :

“Alhamdulillah ya ada, memang sih awal-awalnya banyak


yang belum tau “emang udah ada forum anak?”, bahkan dari
dinas-dinas tertentu juga “oh udah ada forum anak? Oh iya, iya,
oh”. Jadi intinya nya semakin berjalannya waktu ya Alhamdulillah
kita itu semakin dikenal oleh Dinas Kesehatan, Dinas Olahraga,
oleh dinas-dinas lain sebagainya. Bahkan juga ya dari Dinas
Olahraga “silahkan kalau misalkan kalian mau minta bola atau
peralatan olahraga buat anak-anak, silahkan saja minta…”.49

Selain semakin dikenalnya Forum Anak, bentuk dukungan lainnya

yang diterima oleh Forum Anak yaitu berupa dukungan logistik dan

pendanan. Siti Nadilah (P5) selaku Ketua Divisi Pendidikan Forum Anak

Kabupaten Serang menambahkan :

48
Wawancara dengan informan 2 (P2) Bapak Drs. H. Nunung Effendi, M.Si pada tanggal 12 Januari
2018 pukul 10.00 wib
49
Wawancara dengan informan 4 (P4) Fitria Melhani pada tanggal 6 Februari 2018 pukul 16.30
wib
94

“ada, biasanya berupa uang transportasi sama makan


juga..” 50

Dari hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa untuk

menjangkau target khalayaknya, DKBP3A melakukan sosialisasi pada

kecamatan-kecamatan dengan kasus kekerasan yang tinggi. Perubahan

yang diinginkan dari DKBP3A dengan adanya sosialisasi ini yaitu

perubahan pola pikir, perubahan perilaku dan perubahan budaya pada diri

khalayak. Sedangkan bentuk dukungan yang didapatkan oleh DKBP3A

dalam melakukan sosialisasi yaitu dukungan regulasi dan anggaran,

dukungan dari supporting unit seperti tokoh agama, tokoh masyarakat,

kepala daerah, serta dinas-dinas pemerintahan lainnya.

4.3.1.4 Rencana Komunikasi DKBP3A

Setelah membuat peta khalayak, menyusun tujuan, menetapkan

pesan dan memilih media, maka selanjutnya adalah membuat perencanaan

komunikasi untuk ditindaklanjuti. Perencanaan komunikasi untuk

ditindaklanjuti bisa berupa memproduksi media atau memasang kontrak

kerja dengan pengusaha periklanan, membuat jadwal kegiatan (time

schedule), memasang baliho, bertatap muka dengan khalayak,

penyebarluasan informasi melalui media (on-air), pemasangan stiker,

pembagian leaflet atau brosur, sampai pada upaya untuk memperoleh

timbal balik (respon) dari khalayak (Cangara, 2014 : 103).

50
Wawancara dengan informan 5 (P5) Siti Nadillah pada tanggal 6 Februari 2018 pukul 16.30 wib
95

Perencanaan komunikasi yang dibuat oleh DKBP3A Kabupaten

Serang terkait dengan sosialisasi pencegahan tindak kekerasan yaitu

membuat pembahasan perencanaan, pembinaan P2TP2A, serta pembuatan

jadwal kegiatan.

1. Pembahasan Perencanaan dan Pembinaan P2TP2A

Pembahasan perencanaan dilakukan dengan cara rapat koordinasi

dengan para KUPT Kecamatan. Hal ini disampaikan oleh P2, Bapak

Nunung Effendi :

“ada… kan ada pembahasan perencanaan, ada rapat


koordinasi dulu disini dengan para KUPT kecamatan untuk
menyampaikan “kita akan turun ke kecamatan”, pembinaan
P2TP2A materinya kita sampaikan kekerasan juga.”51

Ibu Iin Adillah (P1) juga menambahkan :

“setiap tahun itu pasti ada ya, kita punya rencana


kegiatan. Tapi kalau misalnya langsung face to face gitu juga
kalau perorangan engga. Selama ini kita hanya mengundang
peserta sekian orang ya kita sampaikan seperti itu”52

Pembinaan pengurus P2TP2A Kecamatan maupun Kabupaten yang

dilakukan oleh DKBP3A disebut dengan Bimbingan Teknis (Bimtek).

Bimtek dilakukan agar pengurus P2TP2A mengetahui apa yang harus

dilakukan jika di daerahnya terdapat kasus kekerasan, serta mengetahui

51
Wawancara dengan informan 2 (P2) Bapak Drs. H. Nunung Effendi, M.Si pada tanggal 12 Januari
2018 pukul 10.00 wib
52
Wawancara dengan informan 1 (P1) Ibu Dra. Iin Adillah, M.Si pada tanggal 11 Januari 2018
pukul 09.00 wib
96

alur pelaporan kasus kekerasan. Seperti yang diungkapkan oleh P 1, Ibu Iin

Adillah :

“ada juga bintek-bintek ya, bimbingan teknis itu biasanya


terhadap pengurus – pengurus P2TP2A Kabupaten dan P2TP2A
Kecamatan di 29 kecamatan. Kenapa itu dilakukan, supaya para
pengurus itu tau apa yang harus dilakukan apabila terjadi
kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayahnya dia tau
harus bagaimana.”53

2. Pembuatan Jadwal Kegiatan

Selain mengadakan rapat koordinasi dengan KUPT untuk

membahas perencanaan dan pembinaan P2TP2A, DKBP3A juga membuat

jadwal kegiatan sosialisasi. Pembuatan jadwal ditujukan agar nantinya

kegiatan sosialisasi yang akan di lakukan di kecamatan tidak tumpang

tindih dengan kegiatan kecamatan itu sendiri. seperti yang disampaikan

oleh P2, Bapak Nunung Effendi :

“…Kita selalu buat jadwal perencanaan. Jadi kalau


enggak dibuat jadwal ya.. dikecamatan juga akan sibuk. Jadi harus
menyesuaikan.”54

Pembuatan jadwal kegiatan juga mempertimbangkan kegiatan-

kegiatan lain di bidang-bidang yang ada di DKBP3A agar tidak bentrok

dan tumpang tindih. Seperti yang diungkapkan oleh P1, Ibu Iin Adillah :

“Jadwalnya sih sebenernya ya kita sesuaikan supaya tidak


bentrok dengan kegiatan yang ada di bidang lain, yaitu kita buat
berdasarkan itu. Jadi jangan sampai misalnya saya punya

53
Wawancara dengan informan 1 (P1) Ibu Dra. Iin Adillah, M.Si pada tanggal 11 Januari 2018
pukul 09.00 wib
54
Wawancara dengan informan 2 (P2) Bapak Drs. H. Nunung Effendi, M.Si pada tanggal 12 Januari
2018 pukul 10.00 wib
97

kegiatan di minggu ini lalu bidang lain juga sama, nah itu kan jadi
tarik menarik ya susah. Nah akhirnya kita cari waktu yang kosong
yang bidang lain bisa menggunakan waktu itu gitu.”55

3. Membuka Sesi Tanya Jawab & Suara Anak

Untuk mendapatkan timbal balik (response) dari khalayak saat

sosialisasi berlangsung, DKBP3A membuka sesi tanya jawab. Hal ini

diungkapkan oleh P1, Ibu Iin Adillah bahwa :

“ada, biasanya ada banyak pertanyaan ya. Mereka ingin


tau bagaimana sih, harus kemana melapor, terus kalau misalnya
visum harus seperti apa persyaratannya, kan visum itu misalnya
dia diperkosa dia kan harus divisum. Nah visum itu sebagai bukti
atau sebagai alat untuk bisa menangkap pelaku gitu. Ya jadi
seperti itu. Kalau misalnya mereka sudah tau kan mereka tidak
bingung lagi kalau misalnya ada kejadian, harus kemana harus
kemana dia udah tau alur-alurnya gitu.”56

Gambar 4.6 Salah satu peserta sosialisasi sedang mengajukan


pertanyaan

Upaya yang dilakukan Forum Anak untuk mendapatkan timbal

balik yakni dengan membuat suara anak. Suara anak sendiri berbentuk

55
Wawancara dengan informan 1 (P1) Ibu Dra. Iin Adillah, M.Si pada tanggal 11 Januari 2018
pukul 09.00 wib
56
Wawancara dengan informan 1 (P1) Ibu Dra. Iin Adillah, M.Si pada tanggal 11 Januari 2018
pukul 09.00 wib
98

pertanyaan dalam secarik kertas atau ketika sosialisasi diadakan, diakhir

materi sasaran bisa bertanya secara langsung (Tanya jawab). Seperti yang

disampaikan oleh P5, Siti Nadilah bahwa :

“biasanya kan diakhir itu kita bikin kayak suara anak, nah
mereka bikin suara anak itu. kalau suara anak sih kertas biasanya,
tapi kalau misalnya kita nyiapin materi mereka nya nanya
langsung aja.”57

Namun menurut Bapak Nunung, respon atau timbal balik tidak

harus sasaran sosialisasi itu mengerti tentang undang-undang tentang

kekerasan. Cukup dengan sasaran sosialisasi tersebut berani melapor

ketika terjadi kekerasan atau melihat kekerasan. Hal ini disampaikan oleh

P2, Bapak Nunung Effendi bahwa :

“ada… tapi tergantung responnya. Ada positif, ada yang


lambat. Kalau yang positif kan disatu daerah itu tingkat
laporannya rutin. Jadi dilihat dari keaktifan dia laporan. Jadi
timbal balik itu tidak mesti dia paham atau tidak, yang penting dia
udah berani melaporkan aja itu sudah bagus.”58

Kesimpulan dari hasil wawancara diatas yaitu DKBP3A membuat

pembahasan perencanaan, pembinaan P2TP2A, serta pembuatan jadwal

kegiatan. Untuk mendapatkan timbal balik dari sasaran sosialisasi

biasanya dilakukan sesi tanya jawab. Untuk forum anak sendiri, mereka

membuat suara anak sebagai sarana untuk mendapatkan timbal balik dari

sasarannya. Timbal balik tidak hanya berbentuk pertanyaan semata, namun

57
Wawancara dengan informan 5 (P5) Siti Nadillah pada tanggal 6 Februari 2018 pukul 16.30 wib
58
Wawancara dengan informan 2 (P2) Bapak Drs. H. Nunung Effendi, M.Si pada tanggal 12 Januari
2018 pukul 10.00 wib
99

adanya keberanian dari para peserta sosialisasi untuk melaporkan kasus

kekerasan juga bisa dikatan timbal balik.

4.3.1.5 Evaluasi Perubahan (Change Evaluation)

Pada tahap ini, program komunikasi yang sudah dijalankan perlu

dievaluasi untuk mengetahui sampai sejauh mana keberhasilan yang

diperoleh. Apakah khalayak sudah menerima informasi atau tidak, apakah

mereka mengerti dengan isi pesan yang disampaikan, dan apakah ada

perubahan perilaku dan sikap yang ada pada khalayak sesuai dengan

tujuan program, ataukah ada hal-hal baru yang unik dan menarik yang

ditemui dilapangan yang tidak pernah diantisipasi sebelumnya.

1. Evaluasi Program Dilakukan Setiap Awal Bulan

Setelah sosialisasi pencegahan tindak kekerasan dilakukan,

DKBP3A melakukan evaluasi program yang biasanya dilakukan pada

awal bulan. Evaluasi program tidak serta merta dilakukan setelah

sosialisasi selesai dilakukan hari itu juga. Seperti yang disampaikan oleh

P1, Ibu Iin Adillah bahwa :

“pasti dievaluasi tapi engga hari itu. Misalnya kegiatan


sudah selesai dari roadshow tiap kecamatan, nah disitu kan baru
ketauan gitu kan”59

Bapak Nunung (P2) menambahkan bahwa :

59
Wawancara dengan informan 1 (P1) Ibu Dra. Iin Adillah, M.Si pada tanggal 11 Januari 2018
pukul 09.00 wib
100

“Rapat evaluasi disini rutin ya. Rapat evaluasi program


tiap awal bulan, kalau enggak tanggal 1, tanggal 2. Kalau tanggal
1 tanggal 2 libur ya tanggal 4. Begitu aja. Pokoknya awal bulan
minggu pertama aja. Jadi kita evaluasi semua program disini.” 60

2. Penerimaan Informasi Khalayak

Poin-poin penting yang dievaluasi terdiri dari apakah khalayak

sudah menerima informasi yang disampaikan, apakah mereka mengerti isi

pesan yang disampaikan, apakah ada perubahan perilaku dan sikap

khalayak sesuai dengan tujuan program, atau apakah timbal balik (feed

back) khalayaknya positif atau tidak. Jika dirasa poin-poin tersebut belum

tercapai maka akan diadakan kembali sosialisasi. Seperti yang

diungkapkan oleh P2, Bapak Nunung Effendi :

“Evaluasi artinya kita buat evaluasi “nih daerah ini perlu


sosialisasi ulang ga? Feedbacknya bagaimana? Laporannya
bagaimana?”. Kita selalu ada evaluasi pencapaian program ini.
Seperti disini penekanan “kita harus sosialisasi ulang di daerah
ini” misalnya. Kan ada yang responnya bagus positif, ada yang
biasa aja, ada yang tidak jalan. Nah daerah-daerah yang tidak
jalan ini kita harus turun kembali. Kita evaluasi dalam rapat
disini. Kalau enggak kita jadwal kembali. Kita turun lagi ke
daerah-daerah yang kasus kekerasannya tinggi juga kita harus
lebih banyak sosialisasi lagi. Kita libatkan semua lembaga yang
ada di p2tp2a, kemudian pos KB, kader, forum anak yang dari
SMP, SMA kita libatkan. Kemudian dilibatkan juga dari remaja
masjid, karang taruna kalau yang ke desa. Gunanya evaluasi disini
untuk menentukan perencanaan berikutnya.”61

60
Wawancara dengan informan 2 (P2) Bapak Drs. H. Nunung Effendi, M.Si pada tanggal 12 Januari
2018 pukul 10.00 wib
61
Wawancara dengan informan 2 (P2) Bapak Drs. H. Nunung Effendi, M.Si pada tanggal 12 Januari
2018 pukul 10.00 wib
101

3. Kehadiran Peserta, Dukungan Aparat & Keadaan Wilayah

Selain hal diatas, kehadiran peserta, dukungan aparat, serta

keadaan wilayah juga menjadi poin yang termasuk ke dalam evaluasi. Hal

ini juga diungkapkan oleh P1, Ibu Iin Adillah bahwa :

“kehadiran pesertanya terus juga wilayahnya, terus juga


dukungan aparat ya. Kalau misalnya aparat disini ternyata
memang dia peduli banget, kita akan melakukan lagi program itu.
Kalau misalnya cuek-cuek aja mungkin kita juga akan sampaikan
ke ibu Bupati bahwa kecamatan tersebut tidak mendukung
kegiatan kita.”62

4.3.2 External Strategy DKBP3A Dalam Mencegah Tindak Kekerasan

Terhadap Perempuan dan Anak

4.3.2.1 Identifikasi Target Khalayak (Audience) Yang Dilakukan Oleh

DKBP3A

Memahami khalayak, terutama yang menjadi target sasaran

program komunikasi merupakan hal yang sangat penting, sebab semua

aktivitas komunikasi diarahkan kepada mereka. Merekalah yang

menentukan berhasil tidaknya suatu program, sebab bagaimanapun

besarnya biaya, waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk memengaruhi

mereka, namun jika mereka tidak tertarik pada program yang ditawarkan,

maka kegiatan komunikasi yang dilakukan akan sia-sia (Cangara,

2014:136). Sebelum melakukan program pencegahan tindak kekerasan,

62
Wawancara dengan informan 1 (P1) Ibu Dra. Iin Adillah, M.Si pada tanggal 11 Januari 2018
pukul 09.00 wib
102

sangat penting bagi komunikator untuk mengetahui khalayak yang akan

menjadi sasarannya.

1. Target Khalayak Berbentuk Kelompok

Berdasarkan hal tersebut, khalayak yang menjadi target sasaran

dari sosialisasi program pencegahan tindak kekerasan bentuknya

berkelompok. Hal ini telah diungkapkan oleh P1, Ibu Iin Adillah, bahwa :

“menyeluruh (berkelompok) ya, engga kita inikan ke satu


atau dua orang. Jadi kita undang misalnya 30 peserta, semuanya
mendengarkan gitu.”63

Dalam sosialisasi program pencegahan tindak kekerasan terhadap

perempuan dan anak yang dilakukan oleh bidang PPA DKBP3A memiliki

khalayak atau audience yang berbeda-beda. Target khalayak dari

sosialisasi yang dilakukan adalah masyarakat yang terdiri dari tokoh

agama, tokoh masyarakat, tim penggerak PKK serta para pengurus

P2TP2A di tingkat kecamatan dan kabupaten Serang. Hal tersebut sesuai

dengan yang diungkapkan oleh P1, Ibu Iin Adillah bahwa:

“Kan kalau misalnya kita ke kecamatan, nanti orang


kecamatan yang memilih siapa saja, biasanya dari unsur tokoh
agama, tokoh masyarakat, kemudian juga dari tim penggerak
PKKnya, terus dari forum anak yang ada di wilayah itu. Itu yang
jadi sasaran.”64

63
Wawancara dengan informan 1 (P1) Ibu Dra. Iin Adillah, M.Si pada tanggal 11 Januari 2018
pukul 09.00 wib
64
Wawancara dengan informan 1 (P1) Ibu Dra. Iin Adillah, M.Si pada tanggal 11 Januari 2018
pukul 09.00 wib
103

Pemilihan target khalayak dari program sosialisasi pencegahan

tindak kekerasan bukan tidak memiliki alasan khusus. Target khalayak

yang berasal dari tokoh masyarakat, tokoh agama, hingga penggerak PKK

dipilih karena dianggap mampu menyebarluaskan kembali informasi atau

pesan-pesan yang didapatkan dari sosialisasi. Seperti yang diungkapkan

oleh informan P2, Kepala Seksi Perlindungan Perempuan, Drs. H. Nunung

Effendi, M.Si :

“iya kita tentukan aja per RW 1 tokohnya. Dari unsur


masyarakatnya 1, tokoh agamanya, tokoh masyarakat, ketua RT
RW. Minimal ya tokoh-tokoh itu dia mampu menyebarluaskan lagi.
Artinya semacam TOT (Training of Trainer).”65

Gambar 4.1 Kegiatan Sosialisasi Three-Ends

1. Bekerjasama Dengan KUPT Kecamatan

DKBP3A Kabupaten Serang juga bekerjasama dengan Kepala Unit

Pelaksana Teknis (KUPT) setiap kecamatan dalam menentukan target

khalayak. Hal ini diungkapkan oleh P1, Ibu Iin Adillah bahwa :

65
Wawancara dengan informan 2 (P2) Bapak Drs. H. Nunung Effendi, M.Si pada tanggal 12 Januari
2018 pukul 10.00 wib
104

“Engga, jadi kan kita punya ini nya di kecamatan. Ada


KUPT, nah KUPT itu yang nanti mengundang gitu. Nah nanti kita
tinggal hadir.”66

Rina Wuryanti, S.Sos., M.Si selaku Kepala Seksi Perlindungan

Anak DKBP3A Kabupaten Serang juga menyatakan bahwa :

“bisa, karena kita semuanya serba berjenjang ya.. disini


kita punya KUPT. Nah kita punya KUPT. Jadi apa-apa yang jadi
perpanjangan kita ya KUPT….”67

Sosialisasi yang dilakukan oleh Forum Anak sendiri memiliki

target khalayak yaitu anak-anak yang berusia dibawah 18 tahun. Seperti

yang diungkapkan oleh P4, Fitri Melhani :

“sasaran forum anak itu biasanya anak-anak yang


dibawah 18 tahun. Kalau kemarin itu kita sosialisasi ke sekolah-
sekolah sama waktu itu baksos ke yayasan. Dan trauma healing
waktu itu anak-anak yang korban bencana.”68

2. Survey (Riset Lapangan)

Sebelum melaksanakan sosialisasi, DKBP3A terlebih dahulu

mengenali sasaran, situasi dan kondisi dari sasarannya melalui survey atau

riset lapangan. Hal ini diungkapkan oleh P2, Bapak Nunung Effendi

bahwa :

“…. Ada ya.. seperti kegiatan-kegiatan ini selalui diawali


dengan survey. Artinya untuk menentukan lokasi dan lain

66
Wawancara dengan informan 1 (P1) Ibu Dra. Iin Adillah, M.Si pada tanggal 11 Januari 2018
pukul 09.00 wib
67
Wawancara dengan informan 3 (P3) Ibu Rina Wuryanti, S.Sos., M.Si pada tanggal 18 Januari
2018 pukul 09.30 wib
68
Wawancara dengan informan 4 (P4) Fitria Melhani pada tanggal 6 Februari 2018 pukul 16.30
wib
105

sebagainya, kan koordinasi itu perlu. Kan pihak yang akan dituju
harus tau..”69

Dari penjelasan tersebut di atas dapat diketahui bahwa DKBP3A

Kabupaten Serang selaku pelaksana sosialisasi sudah melakukan usaha

untuk mengidentifikasi khalayak atau audience dari sosialisasi yang

dilaksanakan. Dengan mengidentifikasi khalayak, komunikator dapat

mengenal khalayak dan dapat menentukan cara penyampaian dan

pengemasan materi pesan, sehingga pesan dapat diterima dengan baik oleh

khalayak.

4.3.2.2 Saluran (Media) Yang Tepat

Memilih saluran media yang tepat terlebih dahulu mengetahui

informasi lapangan yang telah dipetakan, yakni apakah khalayak yang

menjadi target sasaran rata-rata memiliki media (media use), apakah

televisi, radio, atau ada yang berlangganan surat kabar. Jika didalam

masyarakat terdapat kelompok-kelompok tertentu seperti kelompok-

kelompok pengajian, tani, dan karang taruna, maka saluran komunikasi

yang paling tepat digunakan adalah tatap muka. (Cangara, 2014:104)

1. Tatap Muka Secara Langsung (Face-to-Face)

Dalam melaksanakan sosialisasi, saluran komunikasi yang

digunakan oleh DKBP3A adalah tatap muka secara langsung (face-to-

69
Wawancara dengan informan 2 (P2) Bapak Drs. H. Nunung Effendi, M.Si pada tanggal 12 Januari
2018 pukul 10.00 wib
106

face). Hal ini dirasa paling efektif dalam menyampaikan tujuan yang ingin

dicapai oleh DKBP3A. Seperti yang diungkapkan oleh P1, Ibu Iin Adillah:

“kalau sosialisasi tentunya tatap muka langsung ya..


adapun media-media lainnya itu sebagai media pendukung.
Utamanya sih sosialisasi tatap muka itu..”70

2. Media Luar Ruang

Selain tatap muka, terdapat saluran komunikasi lainnya yang

digunakan sebagai media pendukung. Media luar ruangan yang digunakan

sebagai media pendukung yaitu banner, leaflet, poster,dan spanduk. Hal

ini diungkapkan oleh P1, Ibu Iin Adillah bahwa :

“ya kita kan ada bisa bentuknya banner, bentuknya juga bisa
berupa leaflet, atau juga ya itu tadi melalui radio terus macem-
macem sih, poster, atau spanduk, seperti yang diluar itu kan
baligho kita buat „akhiri kekerasan terhadap perempuan dan
anak”71

Hal serupa juga diungkapkan oleh P2, Bapak Nunung mengenai

penggunaan media luar ruang yakni :

“oh.. medianya bisa media luar ruang. Kita sebar leaflet,


brosur. Kita pasang spanduk-spanduk “stop kekerasan terhadap
perempuan dan anak sekarang juga, karena hukumannya semakin
berat. Hukuman kebiri dan hukuman mati menanti”72

70
Wawancara dengan informan 1 (P1) Ibu Dra. Iin Adillah, M.Si pada tanggal 11 Januari 2018
pukul 09.00 wib
71
Wawancara dengan informan 1 (P1) Ibu Dra. Iin Adillah, M.Si pada tanggal 11 Januari 2018
pukul 09.00 wib
72
Wawancara dengan informan 2 (P2) Bapak Drs. H. Nunung Effendi, M.Si pada tanggal 12 Januari
2018 pukul 10.00 wib
107

Penentuan/penggunaan media yang digunakan oleh DKBP3A

berdasarkan kebutuhan khalayak. Hal ini disampaikan oleh P1, Ibu Iin

Adilah :

“ya ini aja kebutuhan aja. Misalnya kecamatan


membutukan bentuknya banner atau bentuknya leaflet yang nanti
dibagikan kepada peserta, atau misalnya bentuknya baligho
supaya disimpen di jalan orang melihat. Kalau sering melihat kan
mereka juga hapal ya, terekam dalam memorinya gitu”73

73
Wawancara dengan informan 1 (P1) Ibu Dra. Iin Adillah, M.Si pada tanggal 11 Januari 2018
pukul 09.00 wib
108

Gambar 4.3 Beberapa contoh penggunaan media luar ruang yang digunakan
oleh DKBP3A

3. Website Resmi DKBP3A

Selain menggunakan media luar ruang, DKBP3A juga telah

memiliki website resmi. Website ini baru diciptakan pada tahun 2018

dengan alamat website yakni www.DKBP3Akabserang.com

Gambar 4.4 Tampilan Website


resmi DKBP3A Kabupaten
Serang
www.DKBP3Akabserang.com
109

4. Instagram dan Facebook Forum Anak

Forum Anak Kabupaten Serang juga memiliki saluran komunikasi

pendukung selain tatap muka dalam sosialisasi. Media yang digunakan

berupa Instagram dan facebook.

Gambar 4.5 Instagram Forum Anak (@forumanak_kabser)

Dari hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa DKBP3A

menggunakan saluran komunikasi tatap muka secara langsung (face-to-

face) saat sosialisasi pencegahan tindak kekerasan. Sebagai media

pendukung, DKBP3A menggunakan media luar ruang berupa brosur,

leaflet, dan spanduk-spanduk. Penentuan penggunaan media luar ruang

berdasarkan kebutuhan khalayak pada saat sosialisasi. Website resmi

DKBP3A juga digunakan sebagai media pendukung dan baru diciptakan

pada tahun 2018 ini. Selain itu, forum anak juga menggunakan media baru

berupa instagram dan facebook sebagai saluran komunikasi mereka.


110

4.3.3 Faktor Penghambat dan Pendukung DKBP3A Dalam

Mensosialisasikan Pencegahan Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan

dan Anak.

Dalam komunikasi, pada saat penyampaian pesan dari komunikator

kepada komunikan sering terjadi gangguan atau tidak tercapainya tujuan yang

dikehendaki, maka dapat timbul kesalahpahaman. Tidak dapat diterimanya

pesan tersebut dengan sempurna bisa disebabkan oleh perbedaan lambang atau

bahasa yang dipergunakan. Atau terdapat hambatan teknis lainnya yang

menyebabkan gagasan terhadap sistem kelancaran komunikasi kedua belah

pihak. Dalam sosialisasi pencegahan tindak kekerasan yang dilakukan oleh

DKBP3A Kabupaten Serang tentunya juga terdapat beberapa faktor

penghambat dalam proses sosialisasi tersebut. Informan P3, Ibu Rina Wuryanti

mengatakan bahwa :

“Hambatan mah pasti ada ya, selalu ada hambatan mah.


Apalagi kalau kembali ke masalah latar belakang pendidikan,
latar belakang pengalaman gitu kan? pasti ada sih..”74

Faktor penghambat tersebut bisa berasal dari para komunikator

maupun yang berasal dari komunikan. Pada umumnya, hambatan-hambatan

yang bisa terjadi dapat berupa hambatan semantik, hambatan fisik eksternal,

hambatan psikologis, hambatan fisiologis, hambatan pendidikan, dan

hambatan budaya (Effendy, 2006 : 8).

74
Wawancara dengan informan 3 (P3) Ibu Rina Wuryanti, S.Sos., M.Si pada tanggal 18 Januari
2018 pukul 09.30 wib
111

1. Hambatan Geografis

Hambatan-hambatan yang dialami oleh DKBP3A saat melakukan

sosialisasi pencegahan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak berupa

hambatan dari sisi geografis. Hal ini diungkapkan oleh P2, Bapak Nunung

Effendi bahwa :

“kadang hambatan dari sisi geografis, tempat yang kita


datangi itu kadang-kadang jauh dan agak sulit dijangkau,
mengingat Kabupaten Serang ini punya 29 Kecamatan. Akses
kesana juga sulit…”75

2. Tingkat Kesadaran Masyarakat Yang Masih Rendah

Selain Hambatan Geografis, yang menjadi faktor penghambat yaitu

tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah. Seperti yang dikemukakan

oleh P2, Bapak Nunung Effendi bahwa :

“…Kemudian tadi tingkat kesadaran masyarakat juga. Yang


namanya merubah mindset seseorang itu kan susah, pola pikir mereka
ada yang beranggapan bahwa mereka masih tabu ya.. artinya “saya
melakukan kekerasan ini dalam rangka mendidik tidak perlu
dilaporkan, kan gitu”. Itu sudah hambatan-hambatan pemahaman-
pemahaman semacam itu masih ada aja gitu di masyarakat yang
menganggap bahwa itu “ini urusan keluarga, ngapain ikut campur”.76

Hambatan yang ada ketika sosialisasi dilaksanakan juga bisa berasal

dari diri komunikator itu sendiri. Dalam hal ini komunikator merupakan

DKBP3A Kabupaten Serang. Ibu Rina Wuryanti (P3) menambahkan bahwa :

“kesulitan sih ada aja sih..enggak jauh-jauh sih bukan dari


masyarakat aja. Kadang-kadang dari aparat-aparat ASN nya sendiri

75
Wawancara dengan informan 2 (P2) Bapak Drs. H. Nunung Effendi, M.Si pada tanggal 12 Januari
2018 pukul 10.00 wib
76
Wawancara dengan informan 2 (P2) Bapak Drs. H. Nunung Effendi, M.Si pada tanggal 12 Januari
2018 pukul 10.00 wib
112

juga kadang-kadang gitu ya. Enggak jauh-jauh bukan ngejelekin atau


ini yah, karena itu tadi pemahaman konsep yang belum seragam.”77

Dari uraian jawaban diatas peneliti menyimpulkan bahwa beberapa

hambatan yang sering kali terjadi berasal hambatan geografis. Dikarenakan

sosialisasi dilakukan di 29 Kecamatan, tidak semua tempat sosialisasi mudah

untuk dikunjungi. Kemudian tingkat kesadaran masyarakat yang rendah juga

menjadi salah satu faktor penghambat, masih terdapat anggapan bahwa

melakukan kekerasan itu termasuk mendidik anak atau perempuan agar

menjadi lebih baik atau penurut.

3. Perbedaan Pemahaman

Perbedaan pemahaman atau persepsi yang belum seragam juga

menjadi faktor penghambat. Ibu Rina menambahkan bahwa :

“Lagi-lagi frame of referencenya yang berbeda. Itu karena


persepsi yang tidak sama itu, pemahaman yang tidak sama itu
sehingga.. kalau kita udah menggebu-gebu tapi orang lain masih
cuek gitu kan, nah itu karena apa? Saya yakin kalau dia sudah tau
manfaatnya, keuntungannya gitu, sisi positif dari apa yang kita
lakukan, faedahnya kalau mereka sudah tahu kan pasti mereka
akan respon.”78

Informan P1, Ibu Iin Adillah menambahkan :

“bisa kadang-kadang kita mengharapkan ya itu tadi,


kehadiran bisa mencapai 100 persen tapi ternyata yang hadir
hanya 50 persen nah itu mungkin juga pihak pengundang tidak
menyampaikannya dengan baik. Jadi mungkin si peserta tidak
tertarik atau gimana gitu. Terus juga mungkin dalam

77
Wawancara dengan informan 3 (P3) Ibu Rina Wuryanti, S.Sos., M.Si pada tanggal 18 Januari
2018 pukul 09.30 wib
78
Wawancara dengan informan 3 (P3) Ibu Rina Wuryanti, S.Sos., M.Si pada tanggal 18 Januari
2018 pukul 09.30 wib
113

penyelenggaraan tidak sesuai harapan karena keterbatasan


anggaran atau keterbatasan waktu juga bisa”79

Dalam proses komunikasi maupun proses sosialisasi, bukan tidak

mungkin akan menemui hambatan-hambatan seperti yang diuraikan diatas.

Untuk itu, DKBP3A Kabupaten Serang selaku pelaksana sosialisasi perlu

mengetahui hambatan yang sering terjadi saat sosialisasi dan

mengidentifikasi hambatan tersebut sehingga sosialisasi pencegahan

tindak kekerasan dapat diselenggarakan dengan baik.

1. Adanya Dukungan Pimpinan/ Kepala Daerah

Selain adanya faktor yang menghambat, terdapat pula faktor

pendukung dalam melakukan sosialisasi pencegahan tindak kekerasan.

Ada beberapa hal yang dapat mendukung seseorang untuk mau melakukan

dan menerima sosialisasi. beberapa hal tersebut seperti adanya dukungan

pimpinan atau kepala daerah yang bersedia hadir dan menyampaikan

materi ketika sosialisasi. seperti yang diungkapkan oleh informan P1, Ibu

Iin Adilah :

“oh banyak faktor pendukung itu diantaranya dukungan


dari pimpinan juga itu salah satunya. Dengan pimpinan atau
kepala dinas mendukung dengan dia mau hadir, dia bisa
menyampaikan langsung ke masyarakat itu juga bentuk
dukungan.”80

79
Wawancara dengan informan 1 (P1) Ibu Dra. Iin Adillah, M.Si pada tanggal 11 Januari 2018
pukul 09.00 wib
80
Wawancara dengan informan 1 (P1) Ibu Dra. Iin Adillah, M.Si pada tanggal 11 Januari 2018
pukul 09.00 wib
114

2. Dukungan Dari Lembaga Lain

Selain adanya dukungan dari pimpinan, dukungan juga bisa berasal

dari lembaga-lembaga yang berkaitan dengan DKBP3A. seperti yang

diungkapkan oleh informan P4, Fitri Melhani :

“kalau yang mendukung di masyarakat sih ya seperti dari


kepala desa sendiri ya, kalau di saya kepala desa sendiri ya
memang mendukung dan juga karang tarunanya mendukung.
Ataupun organisasi tingkat kabupaten yang lain seperti atau di
tingkat provinsi seperti FOB (Forum Osis Banten) mereka juga
mendukung bahkan membantu. Dari PMI juga waktu itu ada
memang mereka membantu dalam kegiatan, mereka ikut
menyebarkan dari PMI, dari forum osis Banten.”81

Faktor pendukung lainnya yaitu adanya dukungan dalam bentuk

sarana, fasilitas dan anggaran seperti tersedianya media pendukung ketika

melakukan sosialisasi dalam bentuk leaflet, brosus, dan lainnya. Hal ini

disampaikan oleh informan P1, Ibu Iin Adillah :

“…..Kemudian juga sarana dan fasilitas seperti kendaraaan, terus


dukungan alat misalnya ada kita bisa menyampaikan langsung
leaflet atau brosur ke peserta itu juga dukungan dan anggaran
yang pasti.”82

Selain wawancara dengan pihak DKBP3A mengenai faktor

pendorong, peneliti juga melakukan wawancara dengan sasaran

komunikasi terkait faktor yang mendorong mereka untuk menerima

program pencegahan tindak kekerasan tersebut. Dari hasil wawancara

81
Wawancara dengan informan 4 (P4) Fitria Melhani pada tanggal 6 Februari 2018 pukul 16.30
wib
82
Wawancara dengan informan 1 (P1) Ibu Dra. Iin Adillah, M.Si pada tanggal 11 Januari 2018
pukul 09.00 wib
115

dengan Kaesul Ma‟arif (P6), masyarakat yang pernah menerima program

tersebut mengungkapkan sebagai berikut :

“…..karena memang dulunya waktu itu saya sebagai seorang


ketua Pramuka waktu itu Pratama, ya memang kita masih
melakukan hal-hal yang bersifat keras gitu kan, seperti kalau ada
yang salah kita pukul, di OSIS juga sama, ketika MOS juga
dihukum. Hukumannya juga bersifat keras juga. Karena itu saya
tertarik mengikuti sosialisasi itu, yang awalnya karena ditunjuk
tadi, tapi karena ada kata kekerasan itu saya akhirnya penasaran
juga.
Memang ketika saya mendapatkan hasil, ilmu ketika sosialisasi
tersebut ya memang itu menurut saya “oh ternyata seperti ini”.
Intinya hal-hal yang baru di kehidupan saya. Saya juga waktu itu
nanya juga “pada saat orang tua yang melakukan pendidikan
kekerasan” ya saya nanya seperti itu, ya mereka tanggapannya
seperti itu membuat hati saya juga “ternyata itu salah”,”83

Berdasarkan hasil wawancara diatas, diketahui bahwa faktor

pendorong untuk menerima program pencegahan tersebut yaitu ingin

memperoleh informasi mengenai kekerasan, sehingga dapat menjadi

informasi yang berguna nantinya.

83
Wawancara dengan informan 6 (P6) Kaesul Ma’Arif pada tanggal 9 Februari 20188 pukul 17.05
wib
116

4.4 Pembahasan

Dalam pembahasan ini, peneliti akan menguraikan hasil bagaimana hasil

strategi komunikasi DKBP3A Kabupaten Serang dengan mengacu pada rumusan

masalah dan fokus penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya. Saat ini

seringkali kita mendengar atau melihat tindak kekerasan baik secara langsung

maupun melalui media massa. Tindak kekerasan yang paling sering kita temui

terjadi pada perempuan dan anak-anak.

Tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak lebih banyak terjadi

dibandingkan dengan tindak kekerasan terhadap laki-laki, walaupun dalam

kategori anak-anak terdapat juga tindak kekerasan terhadap laki-laki.konteks

tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak saling berkaitan erat atau tidak

bisa dipisahkan. Kekerasan terhadap anak lebih banyak dialami oleh anak

perempuan. Data IPEC/ILO memperkirakan terdapat 2,6 juta pekerja rumah

tangga (PRT) di Indonesia dan sekitarnya 34,83 persen tergolong anak. Sekitar 93

persen adalah anak perempuan. PRT anak perempuan berada dalam posisi rentan,

mulai dari situasi kerja buruk, eksploitasi, hingga kekerasan seksual.84

Alasan lain mengapa tindak kekerasan lebih sering terjadi pada perempuan

dan anak-anak adalah perempuan dan anak-anak lebih rentan mengalami tindak

kekerasan dibandingkan dengan laki-laki. hasil wawancara peneliti dengan kepala

seksi perlindungan perempuan mengungkapkan bahwa adanya anggapan

perempuan dan anak-anak merupakan kaum lemah juga menjadi salah satu alasan

mengapa kekerasan lebih sering menimpa mereka dibandingkan dengan laki-laki.

84
www.kemenppa.go.id/index.php/page/read/31/602/melindungi-hak-anak-dari-kekerasan
diakses pada 4 Juni 2018 pukul 12.45 wib.
117

Di provinsi Banten sendiri pernah menempati urutan ke-13 dalam kasus

kekerasan terhadap anak dan di tahun 2017 lalu menempati urutan ke-9 dari 34

provinsi se-Indonesia dalam kasus kekerasan seksual dan kejahatan pada anak.

Sedangkan kasus kekerasan di Kabupaten Serang sendiri termasuk kedalam

kabupaten dengan angka kasus kekerasan yang cukup tinggi. Pada tahun 2015,

108 kasus, tahun 2016 129 kasus dan di tahun 2017 sebanyak 81 kasus terjadi di

kabupaten Serang. 59 kasus kekerasan terhadap anak-anak dan 22 kasus terhadap

perempuan.85

Bentuk-bentuk tindak kekerasan yang terjadi juga beragam. Antara lain

kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, eksploitasi, dan penelantara.

Namun bentuk kekerasan yang paling banyak terjadi adalah kekerasan seksual.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Kepala Bidang Perlindungan

Perempuan dan Anak DKBP3A, saat ini kasus kekerasan terhadap perempuan dan

anak dinilai sadis dan semakin memprihatinkan bahkan dapat disebut darurat

kekerasan khususnya bagi anak-anak.

Untuk menangani kasus kekerasan yang terjadi di Kabupaten Serang,

Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

(DKBP3A) melakukan upaya preventif, kuratif, dan rehabilitaitf. Salah satu upaya

preventif yang dilakukan oleh DKBP3A yaitu melalui sosialisasi. Sosialisasi

merupakan proses penyebarluasan informasi (program, kebijakan, peraturan) dari

satu pihak (pemilik program, kebijakan, peraturan) kepada pihak lain (aparat,

masyarakat yang menjadi sasaran program, dan masyarakat umum).

85
Bidang Data dan Informasi DKBP3A Kabupaten Serang.
118

Sosialisasi program pencegahan tindak kekerasan dilakukan di 29

kecamatan yang masuk ke wilayah Kabupaten Serang. Sosialisasi dilakukan untuk

memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang undang-undang kekerasan

dalam rumah tangga (KDRT), undang-undang tentang perlindungan anak,

program Three-Ends serta alur pelaporan apabila masyarakat mengalami atau

menemukan tindak kekerasan disekitar mereka.

Untuk melancarkan kegiatan sosialisasi pencegahan tindak kekerasan

terhadap perempuan dan anak, diperlukan strategi komunikasi agar pesan-pesan

atau tujuan yang ingin dicapai oleh DKBPPPA dapat diterima dengan baik oleh

masyarakat. Selain sosialisasi yang diberikan kepada masyarakat, DKBP3A juga

memberikan sosialisasi kepada pengurus-pengurus Pusat Pelayanan Terpadu

Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), dan Forum Anak di tingkat

kecamatan maupun kabupaten. Bimbingan teknis dilakukan agar mengetahui

tindakan apa saja yang harus dilakukan ketika mereka mengetahui atau menerima

laporan tindak kekerasan.

Forum anak dalam hal ini juga melakukan upaya pencegahan tindak

kekerasan dengan melakukan sosialisasi 10 hak anak. Fokus dari sosialisasi

pencegahan tindak kekerasan tidak hanya melindungi anak dari tindak kekerasan

tetapi pemenuhan 9 hak anak lainnya. Forum Anak dalam hal ini memiliki peran

sebagai 2P yaitu Pelopor dan Pelapor.

Ada banyak definisi ataupun konsep strategi komunikasi yang dibuat oleh para

ahli. Namun dalam penelitian ini penulis anak berfokus pada model alur tanda

“?”. Hal ini dikarenakan model ini memiliki tahapan-tahapan yang lebih terperinci
119

dan terdapat pula tahapan perencanaan komunikasi. Terdapat 7 tahap yaitu

identifikasi target khalayak, penetapan tujuan yang ingin dicapai, tahap pemilihan

pesan, komitmen yang diperlukan, penggunaan saluran (media) yang tepat,

perencanaan komunikasi, dan evaluasi perubahan (change evaluation).

4.4.1 Internal Strategy DKBP3A Dalam Mencegah Tindak Kekerasan

Terhadap Perempuan Dan Anak

4.4.1.1 Penetapan Tujuan Yang ingin dicapai

Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan, peneliti melihat bahwa

DKBP3A khususnya di bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA),

tujuan yang ingin dicapai tentunya melindungi perempuan dan anak-anak

dari segala bentuk tindak kekerasan.

Salah satu misi DKBP3A yaitu meningkatkan kualitas hidup,

perlindungan perempuan dan anak, serta meningkatkan kualitas

pemenuhan hak anak, peneliti melihat bahwa tujuan yang ingin dicapai

oleh DKBP3A Kabupaten Serang dengan adanya sosialisasi pencegahan

tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak sudah sejalan. Lebih

khusus Tujuan yang ingin dicapai oleh DKBP3A terkait dengan

diadakannya sosialisasi pencegahan tindak kekerasan ini yaitu perempuan

dan anak terlindungi dari tindak kekerasan. Hal tersebut juga sejalan

dengan Perda Banten No. 9 Tahun 2014, dimana terdapat pasal yang

mengatur tentang perlindungan perempuan dan perlindungan anak.


120

Selain itu dari hasil penelitian yang didapatkan, dengan adanya

sosialisasi pencegahan tindak kekerasan ini diharapkan menurunnya

kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak baik yang terjadi di

ranah personal maupun di ranah komunitas. Diharapkan juga dengan

adanya sosialisasi ini agar khalayak mengetahui alur pelaporan tindak

kekerasan atau berani untuk melapor jika menemukan kekerasan disekitar

mereka.

Berkaitan dengan perlindungan anak, seksi perlindungan anak

memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas pemenuhan hak - hal anak.

Di dalam perlindungan anak tidak hanya berbicara tentang setiap anak

berhak untuk mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan namun

terdapat hak-hak anak lainnya yang masuk kedalam perlindungan anak.

Berbicara mengenai perlindungan anak, kunci utamanya merupakan

pemenuhan 10 hak anak tersebut. 10 hak anak yang dimaksud yaitu hak

bermain, hak pendidikan, hak perlindungan, hak nama, hak kebangsaan,

hak makanan, hak kesehatan, hak rekreasi, hak kesamaan, dan hak peran

dalam pembangunan.

4.4.1.2 Tahap Pemilihan Pesan

Tahap pemilihan pesan dilakukan setelah penetapan tujuan yang

ingin dicapai. Penyusunan pesan dilakukan semenarik mungkin agar

khalayak dapat menerima pesan dengan baik. Pesan yang diangkat juga

harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Jika produk dalam bentuk
121

program penyuluhan untuk penyadaran masyarakat maka sifat pesannya

harus persuasif dan edukatif. Dalam hal ini DKBP3A ingin menyadarkan

masyarakat bahwa kekerasan tidak boleh dilakukan dengan alasan apapun.

Dalam uraian berikut, peneliti akan membahas sedikit tentang sifat pesan.

(Cangara, 2014:142) :

a. Pesan yang bersifat informatif.

Di dalam komunikasi antarmanusia, makna informasi dalam

pengertian sehari-hari yakni; sesuatu yang diperoleh sebagai

pengetahuan bagi seseorang. Jadi sesuatu yang merupakan

pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui oleh penerima. Pesan-

pesan yang sifatnya informatif yang diberikan oleh DKBP3A antara

lain Undang-Undang yang berkaitan tentang tindak kekerasan seperti

UU No. 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga

(KDRT), UU No. 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan

Orang (TPPO), dan bentuk-bentuk kekerasan seperti Kekerasan fisik,

kekerasan seksual, kekerasan psikis, penelantaran, hingga eksploitasi.

b. Pesan yang bersifat persuasif.

Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam penyusuna pesan yang

memakai teknik persuasi, antara lain :

- Pesan yang menakutkan, ialah metode pesan yang dapat

menimbulkan rasa ketakutan kepada khalayak. Dalam hal ini,

DKBP3A melibatkan “hukuman kebiri bagi orang-orang yang

melakukan tindak kekerasan seksual”


122

- Pesan yang penuh dengan emosi, ialah cara penyusunan pesan

yang berusaha menggugah emosi khalayak.

- Pesan yang penuh dengan janji-janji, ialah cara penyusuan pesan

yang berisi janji-janji kepada khalayak.

- Pesan yang penuh dorongan, ialah teknik penyusunan pesan yang

dibuat bukan karena janji-janji, tetapi disusun untuk menumbuhkan

pengaruh internal psikologis khalayak sehingga mereka dapat

mengikuti pesan-pesan yang disampaikan itu.

- Penyusunan pesan yang penuh dengan humor, ialah teknik

penyusunan pesan yang berusaha membawa khalayak tidak merasa

jenuh.

c. Pesan yang bersifat mendidik (edukatif)

Jika pesan informatif tekanannya pada unsur kognitif, maka pesan

yang bersifat mendidik mempunyai tekanan pada unsur kognitif,

afektif, dan psikomotorik. Pesan mendidik harus disusun dengan

tujuan tertentu. Suatu hal yang perlu dingat, bahwa penyusunan pesan

yang bersifat mendidik harus disampaikan oleh seorang komunikator

yang lebih mengetahui masalah itu dari peserta didik. Salah satu pesan

yang sifatnya mendidik yang diberikan oleh DKBP3A yaitu serta alur

pelaporan tindak kekerasan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan berbagai sumber, peneliti

melihat bahwa DKBP3A ingin agar masyarakat berani melapor apabila

melihat atau mengalami tindak kekerasan serta melindungi perempuan


123

dan anak dari tindak kekerasan. Hal tersebut terlihat dari materi-materi

pesan yang disampaikan pada saat sosialisasi.

4.4.1.3 Komitmen Yang Diperlukan

Dalam tahap ini perencana menetapkan tindakan apa yang

diperlukan untuk mencapai setiap khalayak. Apa yang diinginkan pada

khalayak, apakah perubahan itu dalam bentuk pengetahuan (wawasan),

sikap atau perubahan perilaku (commitment curve). Berapa banyak

dukungan yang diperlukan untuk melakukan hal itu. Dukungan di sini

selain dalam bentuk partisipasi dari supporting unit misalnya kepada

kepala kampung, pejabat daerah, para tokoh masyarakat formal dan

informal, dan juga dukungan logistik, transportasi, dan jaminan

keamanan di lokasi. (Cangara, 2014 :102).

Perubahan yang diinginkan oleh DKBP3A dengan adanya

sosialisasi pencegahan tindak kekerasan ini yaitu perubahan pola pikir

(mindset), perubahan perilaku dan perubahan budaya. Perubahan pola

pikir artinya khalayak mengetahui dan paham bahwa kekerasan baik

terhadap perempuan dan anak tidak boleh dilakukan, jika dilanggar

maka akan mendapatkan sanksi atau hukuman.

Perubahan perilaku artinya khalayak semakin lebih berani

untuk melapor jika mengalami atau melihat tindak kekerasan.

Sedangkan perubahan budaya berarti khalayak yang tadinya memiliki

pandangan bahwa kekerasan boleh dilakukan agar perempuan atau


124

anak-anak semakin patuh, menjadi tidak akan melakukan kekerasan

demi alasan apapun.

Dengan melakukan sosialisasi pencegahan tindak kekerasan

terhadap perempuan dan anak di daerah dengan tingkat kasus

kekerasannya tinggi, DKBP3A telah melakukan tindakan untuk

menjangkau khalayaknya. Selain itu dukungan yang didapatkan oleh

DKBP3A juga beragam. Mulai dari dukungan regulasi dan anggaran

dari kepala daerah, dukungan dari tokoh agama, dukungan dari pihak

kepolisian dalam bentuk kerjasama, maupun dukungan dari supporting

unit di beberapa daerah.

4.4.1.4 Rencana Komunikasi DKBP3A

Perencanaan komunikasi yang dibuat oleh DKBP3A

Kabupaten Serang terkait dengan sosialisasi pencegahan tindak

kekerasan yaitu membuat pembahasan perencanaan, pembinaan

P2TP2A, serta pembuatan jadwal kegiatan. Pembahasan perencanaan

dilakukan dengan cara rapat koordinasi dengan para KUPT

Kecamatan.

Dalam menyusun jadwal kegiatan, DKBP3A memperhitungkan

waktu yang kondusif dengan kegiatan lain di bidang-bidang yang

terdapat di DKBP3A. Hal ini bertujuan agar kegiatan sosialisasi yang

dilakukan oleh bidang PPA tidak tumpang tindih dengan bidang

lainnya. Jika hal tersebut terjadi maka, nantinya dalam melaksanakan


125

kegiatan sosialisasi, DKBP3A kekurangan tim yang akan terjun

langsung ke lapangan.

Penyusunan jadwal kegiatan sosialisasi juga

mempertimbangkan dari sisi daerah yang rawan terhadap kasus

kekerasan. Daerah-daerah yang lebih rawan atau tingkat kekerasannya

tinggi menjadi prioritas dalam melakukan sosialisasi misalnya

kecamatan Kibin.

Selain melakukan perencanaan komunikasi, DKBP3A juga

melakukan suatu upaya untuk mendapatkan tanggapan balik dari

khalayaknya dengan cara melakukan sesi tanya jawab pada saat

sosialisasi berlangsung. Hal itu memang membantu DKBP3A karena

pada saat sosialisasi khalayak merespon dengan mengajukan

pertanyaan. Berbeda dengan apa yang dilakukan oleh forum anak.

Dalam rangka mendapatkan tanggapan balik atau respon dari

khalayaknya, Forum Anak membuat suara anak. Suara anak berbentuk

pertanyan di secarik kertas.

Namun respon yang dimaksud tidak hanya berbentuk

pertanyaan semata, namun dalam bentuk sikap khalayak yang berani

melaporkan kasus kekerasan apabila mereka melihat atau mengalami

sendiri tindak kekerasan tersebut.


126

4.4.1.5 Evaluasi Perubahan (Change Evaluation)

Evaluasi merupakan metode pengkajian dan penilaian

keberhasilan kegiatan komunikasi yang telah dilakukan, dengan tujuan

memperbaiki atau meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai

sebelumnya.

Evaluasi program yang dilakukan oleh DKBP3A bertujuan

untuk mengetahui sampai sejauh mana keberhasilan yang diperoleh.

Apakah khalayak sudah menerima informasi atau belum, apakah

mereka mengerti dengan isi pesan yang disampaikan, dan apakah ada

perubahan perilaku dan sikap yang ada pada khalayak sesuai dengan

tujuan program.

Jika dirasa poin-poin tersebut belum tercapai maka akan

diadakan kembali sosialisasi. Selain itu poin-poin yang dievaluasi

adalah :

 kehadiran peserta (apakah peserta yang hadir sesuai dengan

yang diharapakan, apakah respon dari khalayak tersebut positif

dan sesuai dengan yang diinginkan),

 dukungan aparat (apakah aparatur daerah yang dituju

mendukung adanya sosialisasi atau menolak. Jika menolak, hal

tersebut akan menjadi bahan evaluasi kepada pimpinan).

Evaluasi program DKBP3A dilakukan setiap minggu pertama

awal bulan. Evaluasi program tidak dilakukan setelah sosialisasi

selesai mengingat sosialisasi pencegahan tindak kekerasan tersebut


127

sudah memiliki jadwal dan biasanya dalam 1 bulan terdapat 2-4 kali

sosialisasi dilakukan.

4.4.2 Eksternal Strategy DKBP3A Dalam Mencegah Tindak Kekerasan

Terhadap Perempuan Dan Anak

4.4.2.1 Identifikasi Target Khalayak (Audience)

Mengenal khalayak dapat dilakukan dengan menganalisis siapa

yang akan menjadi sasaran komunikasi yang akan kita lakukan. Sebelum

melakukan program pencegahan tindak kekerasan, sangat penting bagi

komunikator untuk mengetahui khalayak yang akan menjadi sasarannya.

Langkah mengidentifikasi target khalayak biasa disebut dengan pemetaan

pemangku kepentingan (stakeholder mapping). Disini pemetaan dilakukan

untuk mengetahui apakah khalayak yang menjadi target sasaran bentuknya

perorangan (individual) atau berkelompok (Cangara, 2014 : 101).

Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan, dalam

mengidentifikasi target khalayak atau sasaran komunikasi DKBP3A

yaitu dengan mengadakan survey atau riset lapangan sebelum

melakukan sosialisasi. Survey atau riset lapangan dilakukan untuk

menentukan lokasi sosialisasi. sosialiasasi pencegahan tindak

kekerasan dilakukan di 29 kecamatan.

DKBP3A juga berkoordinasi dengan Kepala Unit Pelaksana

Teknis (KUPT) setiap kecamatan. KUPT ini nantinya akan

mengundang masyarakat untuk hadir dalam kegiatan sosialiasasi


128

tersebut. Dimana kecamatan yang dimaksud adalah 29 kecamatan yang

termasuk kedalam daerah Kabupaten Serang. Hal ini dikarenakan,

untuk menjangkau masyarakat yang tersebar di 29 kecamatan tidaklah

mudah.

Peneliti melihat bahwa DKBP3A memiliki target khalayak

yaitu masyarakat yang dapat meneruskan kembali pesan-pesan yang

mereka dapatkan selama sosialisasi dan memiliki kredibilitas.

Masyarakat yang dimaksud terdiri dari tokoh agama, tokoh

masyarakat, dan tim penggerak PKK. Hal ini dimaksudkan agar:

 Tokoh agama nantinya dapat memberikan ceramah tentang

tindak kekerasan dari sisi agama pada saat adanya acara

keagamaan.

 Tokoh masyarakat memiliki kredibilitas atau kepercayaan dari

masyarakat lainnya sehingga pesan-pesan tentang tindak

kekerasan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.

 Serta tim penggerak PKK yang anggotanya terdiri dari ibu

rumah tangga, hal ini lebih efektif mengingat ibu rumah tangga

lebih rentan menjadi korban kekerasan.

Sedangkan untuk target khalayak forum anak yang merupakan

anak-anak yang berusia kurang dari 18 tahun. Sosialisasi yang

dilakukan terdiri siswa SMP hingga SMA. Berdasarkan pengamatan

yang dilakukan peneliti di Kecamatan Puloampel, sasaran yang hadir

merupakan siswa-siswi kelas 7 & 8 terpilih dari MTSN 1 Pulo Ampel.


129

4.4.2.1 Saluran (Media) Yang Tepat

Penggunaan media komunikasi yang tepat dapat membantu

penyebarluasan informasi. Pemanfaatan media komunikasi yang tepat

akan berpengaruh besar pengetahuan masyarakat mengenai program

pencegahan tindak kekerasan yang diinformasikan.

Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan, ketika

sosialisasi dilakukan, media komunikasi yang digunakan oleh

DKBP3A adalah tatap muka secara langsung (face-to-face) dengan

menggunakan bantuan powerpoint. Tujuannya adalah

menginformasikan tentang tindak kekerasan terhadap perempuan dan

anak tidak boleh dilakukan dengan menampilkan pembicara, kemudian

dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.

Tetapi terdapat media pendukung lainnya seperti banner,

leaflet, poster dan spanduk agar masyarakat juga mengetahui pesan-

pesan yang disampaikan oleh DKBP3A terkait dengan pencegahan

tindak kekerasan.

Begitu pula yang dilakukan oleh Forum Anak dalam

melakukan sosialisasi, yaitu menggunakan tatap muka secara langsung

mengingat sasaran sosialisasi merupakan kumpulan anak-anak yang

belum berusia 18 tahun. Namun untuk memplubikasikan kegiatan ini,

media yang digunakan yaitu berupa instagram (@forumanak_kabser)

dan facebook. Forum Anak lebih memfokuskan menggunakan media


130

instagram karena sebagaian besar sasaran mereka sudah mengakses

media sosial tersebut.

Penentuan penggunaan media didasarkan pada kebutuhan

setiap daerah dalam melaksanakan sosialisasi. Jika daerah tersebut

hanya membutuhkan spanduk berukuran besar, maka DKBP3A hanya

menggunakan spanduk tersebut sebagai media pendukung. Terdapat 1

media pendukung yang baru tercipta di tahun 2018 yaitu website resmi

DKBP3A Kabupaten Serang (www.DKBP3Akabserang.com). Karena

media ini tergolong masih baru, masih banyak informasi tentang

DKBP3A yang belum lengkap. Jika disimpulkan, dapat diketahui

media yang digunakan oleh DKBP3A antara lain:

a. Tatap muka secara langsung (Face to Face) antara DKBP3A

dan forum anak dengan khalayaknya yang berupa kelompok

dan dilakukan ketika sosialisasi berlangsung.

b. Media tampilan yang berupa spanduk, stiker, baligho maupun

X-Banner dipasang sesuai dengan kebutuhan dari daerah yang

dituju dan dipasang di sejumlah titik yang sering dilalui atau

dikunjungi masyarakat. Media ini juga digunakan sebagai

media pendukung dalam sosialisasi.

c. Media Internet yang digunakan oleh DKBP3A dan juga Forum

Anak yaitu:

o Website DKBP3A (www.DKBP3Akabserang.com)

o Instagram Forum Anak (@forumanak_kabser)


131

o Facebook Forum Anak Kabupaten Serang

Namun, meskipun DKBP3A memiliki website resmi,

peneliti melihat bahwa website tersebut masih baru dan belum

dikelola secara maksimal. Sedangkan penggunaan media internet

oleh forum anak lebih banyak menggunakan Instagram

dibandingkan facebook. Hal ini terlihat dari frekuensi unggahan di

instagram lebih banyak daripada di facebook.

4.4.3 Faktor Penghambat dan Pendukung DKBP3A Dalam

Mensosialisasikan Pencegahan Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan

dan Anak.

Dalam melaksanakan sosialisasi, tentunya tidak terlepas dari adanya

faktor penghambat maupun pendukung. Faktor penghambat tersebut bisa

berasal dari para komunikator maupun yang berasal dari komunikan. Pada

umumnya, hambatan-hambatan yang bisa terjadi dapat berupa hambatan

semantik, hambatan fisik eksternal, hambatan psikologis, hambatan fisiologis,

hambatan pendidikan, dan hambatan budaya (Effendy, 2006 : 8).

Hambatan-hambatan yang dialami oleh DKBP3A saat melakukan

sosialisasi pencegahan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak berupa:

1. Hambatan dari sisi geografis,

Beberapa hambatan yang sering kali terjadi berasal dari hambatan

geografis. Dikarenakan sosialisasi dilakukan di 29 Kecamatan, tidak semua

tempat sosialisasi mudah untuk dikunjungi.


132

2. Hambatan budaya

Kemudian hambatan budaya juga menjadi salah satu faktor

penghambat, masih terdapat anggapan bahwa melakukan kekerasan itu

termasuk mendidik anak atau perempuan agar menjadi lebih baik atau

penurut.

3. Tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah.

Perbedaan pemahaman atau persepsi yang belum seragam juga

menjadi faktor penghambat.

Selain adanya faktor yang menghambat, terdapat pula faktor

pendukung dalam melakukan sosialisasi pencegahan tindak kekerasan. Ada

banyak hal yang dapat mendukung seseorang untuk mau melakukan atau

menerima sosialisasi. Beberapa hal tersebut seperti:

1) adanya dukungan dari pimpinan atau kepala daerah yang bersedia hadir

dan memberikan materi ketika sosialisasi.

2) Dukungan yang berasal dari eksternal yaitu dukungan dari lembaga atau

organisasi yang memiliki keterkaitan dengan DKBP3A.

3) faktor pendukung lainnya dalam melaksanakan sosialisasi berupa

dukungan sarana, fasilitas, dan anggaran yang pasti dari DKBP3A itu

sendiri.

4) Adapun faktor pendorong yang berasal dari target (sasaran) khalayak yaitu

adanya keinginan untuk memperoleh informasi mengenai kekerasan

terhadap perempuan dan anak.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan semua analisa yang sudah digambarkan pada bab sebelumnya

mengenai strategi komunikasi yang digunakan oleh DKBP3A dalam mencegah

tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, maka penulis menarik

kesimpulan sebagai berikut :

Dalam rangka mencegah tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak,

bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) DKBP3A melakukan program

pencegahan berupa sosialisasi. adapun tahapan strategi komunikasi yang

digunakan yaitu :

1) Internal Strategy DKBP3A Kabupaten Serang Dalam Mencegah Tindak

Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak

1. Penetapan tujuan yang ingin dicapai oleh DKBP3A

- Terlindunginya perempuan dan anak dari tindak kekerasan

- Penurunan Kasus Kekerasan

- Pemenuhan 10 hak anak

2. Tahap Pemilihan Pesan

- Pengkajian terhadap Undang-Undang

- Pengkajian terhadap agama

- Penyesuaian pesan dan penyederhanaan bahasa

133
134

- Sifat pesan (Informatif, Edukatif, dan Persuasif)

3. Komitmen yang diperlukan

 Turun Ke Lapangan (Sosialisasi Langsung)

 Perubahan Pola Pikir, Perilaku, dan Budaya

 Dukungan Khalayak & Supporting Unit

4. Rencana Komunikasi DKBP3A

- Pembahasan Perencanaan dan Pembinaan P2TP2A

- Pembuatan jadwal kegiatan

- Membuka sesi tanya jawab & suara anak

e. Evaluasi Perubahan

 Evaluasi program dilakukan setiap awal bulan

 Penerimaan informasi Khalayak

 Kehadiran peserta, dukungan aparat dan keadaan wilayah

2) External Strategy DKBP3A Kabupaten Serang Dalam Mencegah Tindak

Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak

a) Identifikasi target khalayak yang dilakukan oleh DKBP3A

1. Target Khalayak Berbentuk Kelompok

2. Bekerjasama dengan KUPT Kecamatan dalam

mengidentifikasi target khalayak


135

3. Melakukan Survey (Riset Lapangan)

b) Saluran (Media) yang tepat.

1. Tatap muka secara langsung (Face-to-Face)\

2. Media luar ruang (Pamflet, Baligho, Spanduk, Stiker)

3. Website Resmi DKBP3A (www.DKBP3Akabser.com)

4. Instagram & Facebook Forum Anak

3) Faktor Penghambat dan Pendukung Yang Dialami Oleh DKBP3A Dalam

Mencegah Tindak Kekerasan.

Hambatan yang dialami oleh DKBP3A yaitu

 Hambatan geografis juga seringkali terjadi pada saat sosialisasi

dilakukan karena tidak semua tempat sosialisasi mudah untuk

dikunjungi.

 rendahnya tingkat kesadaran masyarakat, masih adanya

anggapan bahwa melakukan kekerasan itu termasuk mendidik

anak atau perempuan agar menjadi lebih baik atau penurut.

Selain adanya faktor penghambat, terdapat juga faktor pendukung

ketika melakukan sosialisasi. faktor pendukung tersebut yaitu:

 dukungan pimpinan bersedia hadir dan memberikan materi ketika

sosialisasi berlangsung.
136

 Dukungan yang diberikan oleh pihak eksternal berasal dari

lembaga-lembaga atau organisasi yang masih memiliki keterkaitan

dengan DKBP3A.

 Dukungan lain yang juga berasal dari tersedianya sarana, fasilitas

dan anggaran yang pasti ketika melakukan sosialisasi di 29

kecamatan.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat dan bisa

dipergunakan dalam keperluan keilmuan dalam bidang akademik. Dari

hasil penelitian yang dilakukan peneliti, maka saran teoritis yang dapat

peneliti berikan kepada peneliti lain yang ingin melakukan penelitian

mengenai strategi komunikasi dalam mencegah tindak kekerasan terhadap

perempuan dan anak.

1. Penelitian ini mengambil subjek penelitian yang sangat terbatas

dalam pendekatan kualitatif. Peneliti melihat bahwa penelitian ini

berpotensi untuk dikembangkan lebih jauh dengan pendekatan

kuantitatif.

2. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah peneliti tidak menganalisa

lebih jauh bagaimana tahap pengidentifikasian khalayak, rencana

komunikasi dan evaluasi perubahan yang dilakukan oleh DKBP3A.

oleh karena itu, diharapkan selanjutnya penelitian semacam ini

dapat dilakukan analisis mendalam. Peneliti juga menyarankan


137

bahwa dapat dilakukan penelitian dengan menggunakan

pendekatan kuantitatif untuk mengetahui efektivitas strategi

komunikasi yang telah digunakan. Sehingga dapat melihat sejauh

mana efektivitas strategi yang digunakan oleh DKBP3A atau

lembaga-lembaga lainnya.

5.2.2 Saran Praktis

Saran praktis yang dapat diberikan oleh peneliti terhadap DKBP3A

khususnya pada bidang perlindungan perempuan dan anak yaitu :

1. Dalam proses penyampaian sosialisasi pencegahan tindak

kekerasan, para komunikator sebaiknya mengurangi penggunaan

bahasa yang terlalu teknis dan teoritis. Komunikator perlu

menggunakan bahasa-bahasa umum atau bahasa yang mudah

dimengerti oleh komunikan sehingga pesan dalam sosialisasi dapat

diterima dengan baik, terutama ketika pesan-pesan tersebut berisi

undang-undang.

2. Dengan adanya dukungan-dukungan yang berasal dari berbagai

pihak, hendaknya untuk mencegah tindak kekerasan terhadap

perempuan dan anak perlu dilakukan program-program

pencegahan lainnya yang lebih dekat dengan masyarakat selain

sosialisasi. program-program pencegahan tindak kekerasan tersebut

juga hendaknya lebih gencar dilakukan agar kasus-kasus kekerasan

terhadap perempuan dan anak semakin berkurang.


DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Anwar. 1984. Strategi komunikasi sebuah pengantar ringkas. Bandung.


ARMICO.

Ardianto, Elvinaro. 2010. Metode Penelitian Untuk Public Relations Kuantitatif


dan Kualitatif. Bandung. Simbiosa Rekatama.

Baihaqi, Mif. 1999. Anak Indonesia Teraniaya. Potret Buram Anak Bangsa.
Bandung. PT. RemajaRosdakarya.

Bungin, Burhan. 2011. Sosiologi Komunikasi. Jakarta. Prenada Media Group.

Cangara, Hafied. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta. PT. RajaGrafindo


Persada.
_____________. 2013. Perencanaan & Strategi Komunikasi. Jakarta. PT.
RajaGrafindo Persada.

Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori & Filsafat Komunikasi. Bandung, PT
Citra Aditya Bakti
____________________. 2006. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung.
PT. RemajaRosdakarya.

Harun, Rochajat & Elvinaro Ardianto. 2012. Komunikasi Pembangunan


Perubahan Sosial. Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada

Littlejohn, Stephen W & Karen A. Foss. 2014. Teori Komunikasi. Jakarta.


Salemba Humanika

Mulyana, Deddy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu


Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung, PT. Remaja Rosdakarya
_____________. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung, PT.Remaja
Rosdakarya

Moleong, Lexy J. 2013. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya

138
139

Putra, Nusa. 2014. Derita Anak-Anak Kita: Renungan Jalanan 4, Jakarta,


Rajagrafindo Persada

Rakhmat, Jalaludin. 2000. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya

Ruslan, Rosady. 2004. Metode Penelitian PR dan Komunikasi. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.

Satori, Djam‟an & Aan Komariah. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif,


Bandung, Alfabeta

Sihabudin, Ahmad & Rahmi Winangsih. 2008. Komunikasi Antar Manusia,


Serang, Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung,


Alfabeta
_______. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung, Alfabeta

Walgito, Bimo. 2008. Psikologi Kelompok, Yogyakarta, CV Andi Offset

Sumber-sumber lain:

John Dirk Pasalbessy, “Dampak Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan


Anak”, Jurnal Sasi, volume 16, no. 3, 2010, hlm. 8

Hasyim Hasanah, “Kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam rumah tangga
perspektif pemberitaan media”, SAWWA, Volume 9, Nomor 1, 2013, hlm. 162-
163

Peraturan Daerah Provinsi Banten No. 9 Tahun 2014 Tentang Perlindungan


Perempuan dan Anak Terhadap Tindak Kekerasan, BAB I Pasal 1 ayat 13

UU No.23 Tahun 2004 Bab II pasal 7


________________________ pasal 9 ayat 1

Komnas Perempuan. 15 Bentuk Kekerasan Seksual Sebuah Pengenalan. Hal. 4

Presentasi Ran PKTA 2010-2014 DKBP3A Kabupaten Serang


140

“Kekerasan terhadap Perempuan Bentuk Sebuah Patriarki”, 15 Januari 2013, lihat


dalam http://www.sekitarkita.com diakses pada 02 Oktober 2017 pukul 21:45 wib

https://www.detik.com/wolipop/read/2013/02/01/081829/2158255/852/ini-
sebabnya-banyak-wanita-menjadi-korban-kekerasan diakses pada 11 Januari 2018
pukul 09.20 wib

https://www.kemenppa.go.id/index.php/page/read/31/602/melindungi-hak-anak-
dari-kekerasan diakses pada 11 Januari pukul 12.48 wib

https://daerah.sindonews.com/read/1203921/174/banten-darurat-kejahatan-
seksual-anak-ini-penyebabnya-1494339194 diakses pada 03 Oktober 2017 pukul
11:00 wib

Peraturan Bupati Serang Nomor 64 Tahun 2016 Bab III Bagian Kedua Pasal 4

Ran PKTA 2010-2014 DKBP3A. Materi Presentasi Seksi Perlindungan Anak


141

LAMPIRAN
142

PEDOMAN WAWANCARA

Key Informan

1. Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak DKBP3A

2. Kepala Seksi Pemberdayaan Perempuan DKBP3A

3. Kepala Seksi Perlindungan Anak DKBP3A

Poin Wawancara

1. Program-program yang dilakukan sebagai upaya pencegahan tindak

kekerasan terhadap perempuan dan anak

2. Pemilihan waktu pelaksanaan program pencegahan tindak kekerasan

terhadap perempuan dan anak

3. Identifikasi target khalayak (audience) yang menerima program-program

pencegahan tindak kekerasan

4. Tujuan yang ingin dicapai oleh DKBP3A dalam mencegah tindak

kekerasan terhadap perempuan dan anak

5. Pemilihan pesan yang sesuai dengan target khalayak yang akan menerima

program-program pencegahan tindak kekerasan

6. Tindakan yang dilakukan oleh DKBP3A untuk mencapai setiap khalayak

7. Pemilihan media atau saluran komunikasi dalam mencegah tindak

kekerasan terhadap perempuan


143

8. Perencanaan komunikasi lebih lanjut yang dilakukan oleh DKBP3A dalam

melakukan tindak kekerasan

9. Evaluasi program-program pencegahan tindak kekerasan yang dilakukan

oleh DKBP3A

10. Kesulitan yang dihadapi oleh DKBP3A dalam melakukan tindak

pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak

11. Faktor-faktor yang mendukung DKBP3A dalam melakukan tindak

pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak


144

PEDOMAN WAWANCARA

Pihak Penerima (masyarakat)

Poin wawancara :

1. program pencegahan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak yang

diketahui oleh masyarakat

2. Media atau saluran komunikasi yang digunakan oleh masyarakat dalam

menerima program pencegahan tindak kekerasan

3. Tanggapan atau respon masyarakat setelah menerima program pencegahan

tindak kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh DKBP3A


145

LAMPIRAN

PEDOMAN OBSERVASI

Dalam pengamatan (observasi) yang dilakukan peneliti yaitu mengamati

proses pelaksanaan sosialisasi DKBPPPA dalam mencegah tindak kekerasan

terhadap perempuan dan anak. Tujuan dari pelaksanaan observasi ini untuk

mendapatkan gambaran proses pelaksanaan secara nyata dan jelas sehingga

peneliti dapat memahami dengan baik bagaimana proses komunikasi saat

sosialisasi tersebut berlangsung. Selain itu, dengan adanya observasi peneliti

dapat mencatat serta menanyakan hal-hal yang belum peneliti mengerti serta

meminta penjelasan hal-hal yang menunjang penelitian.

Aspek – aspek yang diamati :

1. Lokasi diadakannya sosialisasi

2. Suasana/kondisi serta proses komunikasi antara panitia

3. Pada saat sosialisasi dilakukan

4. Penggunaan media/ saluran komunikasi pada saat sosialisasi

5. Interaksi antara komunikator dengan komunikan.


146

TRANSKRIP WAWANCARA

Nama Informan : Dra. Iin Adillah, M.Si

Tempat Tanggal Lahir : Tangerang, 27 September 1967

Alamat : Komplek BAP I Blok U5 No. 12

Jabatan : Kepala Bidang Perlindungan Perempuan & Anak

Kode Informan : P1

Hari/Tanggal Wawancara : 11 Januari 2018

Catatan Wawancara :

1) Waktu pra penelitian sebelumnya, saya wawancara dengan ibu dewi bu,
bahwa disini ada pencegahan dan penanganan tindak kekerasan. Kalau
pencegahan tindak kekerasan itu sendiri seperti apa bu programnya?
P1 : Jadi di bidang perlindungan perempuan dan anak dalam rangka mencegah
terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak kita punya beberapa
program ya. Itu diantaranya pemahaman kepada masyarakat melalui sosialisasi.
Sosialisasi bisa berupa undang-undang KDRT, undang-undang perlindungan
anak, terus juga ada program three-end. Three-end itu dari Kementerian. Three-
end itu yang pertama akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, yang
kedua akhiri tindak pidana perdagangan orang atau trafficking, nah yang ketiga
akhiri kesenjangan ekonomi bagi perempuan. Nah itu beberapa yang kita berikan
terhadap masyarakat melalui sosialisasi.

2) Selain sosialisasi ada lagi?


P1 : ada juga bintek-bintek ya, bimbingan teknis itu biasanya terhadap pengurus
– pengurus P2TP2A Kabupaten dan P2TP2A Kecamatan di 29 kecamatan.
Kenapa itu dilakukan, supaya para pengurus itu tau apa yang harus dilakukan
apabila terjadi kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayahnya dia tau
harus bagaimana.

3) Program pencegahannya masih berlangsung sampai sekarang?


P1 : masih, itu harus terus menerus karena sekarang ini kan korban-korban baik
itu kekerasan seksual, KDRT, itu terjadi banyaknya terhadap anak dan pelakunya
147

juga adalah anak. Jadi sekarang ini tidak hanya kepada masyarakat tetapi juga di
sekolah-sekolah kita lakukan. Kemarin juga sudah kita lakukan itu di SMA ya, di
SMA, SMP kita berikan beberapa materi ya mengenai itu, undang-undang KDRT,
undang-undang perlindungan anak, terus juga Three-end itu supaya mereka
paham kalau seandainya ada orang yang tidak dikenal yang berusaha
memperdaya mereka, itu mereka segera menghindar gitu.

4) SMA terakhir yang dikunjungi, SMA mana bu?


P1 : kemarin itu kalau tidak salah di Jawilan ya, tapi kita juga kan punya forum
anak di 29 kecamatan. Nah forum anak itu juga kita bekali supaya mereka bisa
menyampaikan juga kepada teman-temannya di sekolah-sekolah lain.

5) Biasanya program pencegahan ditentukan kapan bu? Setiap sebulan sekali


atau seminggu sekali? Atau bagaimana pemilihannya?
P1 : Engga juga sih jadi memang ada yang kita lakukan misalnya kita keliling ke
setiap kecamatan. Nah itu mungkin disebutnya roadshow gitu ya. Itu seminggu
sekali. Seminggu sekali kita keliling

6) Pemilihan waktu pelaksanaannya berdasarkan apa? Berdasarkan jadwal yang


sudah ditentukan atau bagaimana?
P1 : Jadwalnya sih sebenernya ya kita sesuaikan supaya tidak bentrok dengan
kegiatan yang ada di bidang lain, yaitu kita buat berdasarkan itu. Jadi jangan
sampai misalnya saya punya kegiatan di minggu ini lalu bidang lain juga sama,
nah itu kan jadi tarik menarik ya susah. Nah akhirnya kita cari waktu yang
kosong yang bidang lain bisa menggunakan waktu itu gitu.

7) Komunikatornya bu, dari siapa? Narasumbernya?


P1 : Narasumber? Iya narasumber itu tergantung ya, kalau misalnya bentuknya
itu seperti hukum biasanya kita undang Polres sebagai narasumber, terus juga
dari kejaksaan, atau misalnya yang menyangkut dengan trauma itu psikolog kita
undang sebagai narasumber. Nah kalau untuk program-programnya ya dari sini,
dari bidang PPA gitu. Saya atau Kasi nya yang menangani gitu.

8) Program-programnya maksudnya yang seperti apa?


P1 : Iya program-program yang ada di bidang, kegiatan bidang.
148

9) Untuk roadshow selanjutnya ada rencana ke SMA mana bu?


P1 : mungkin nanti kita ajak forum anak ya. Forum anak juga ikut serta biar
mereka juga bisa belajar menyampaikan juga ke teman-temannya. Mungkin…
ada ga ya? Tapi kayanya ada sih untuk tahun ini ya. Mudah-mudahan ada. Belum
bisa kita tentukan lokasinya.

10) Itu prosesnya gimana bu untuk bisa sampai melakukan kegiatan itu?
P1 : prosesnya? Ya kita mengajukan dulu ke kepala dinas kegiatan yang akan
kita lakukan nanti kepala dinas acc, anggaran turun begitu.

11) Sekarang masuk ke penerima program pencegahan tindak kekerasan terhadap


perempuan dan anak. Biasanya bentuk komunikannya perorangan atau
kelompok bu?
P1 : menyeluruh ya, engga kita inikan ke satu atau dua orang. Jadi kita undang
misalnya 30 peserta, semuanya mendengarkan gitu.

12) Untuk memilih khalayaknya atau penerima program itu bagaimana bu?
Adakah cara menentukannya bu? Misalnya lokasi ini dipilih berdasarkan apa?
P1 : kan kalau misalnya kita ke kecamatan, nanti orang kecamatan yang memilih
siapa saja, biasanya dari unsur tokoh agama, tokoh masyarakat, kemudian juga
dari tim penggerak PKKnya, terus dari forum anak yang ada di wilayah itu. Itu
yang jadi sasaran.

13) Jadi untuk menentukan target khalayak itu ada riset lapangan atau engga, atau
memang langsung minta tolong ke KUPT nya itu atau bagaimana?
P1 : iya memang sih, misalnya gini kalau kasus kekerasan yang banyak di
wilayah tertentu misalnya ya, kita turun. Misalnya di Kibin, itu banyak kasusnya.
Ya kita turun kesitu. Lebih ke yang rawan lah, yang rawan dengan kasus KDRT

14) Ada gak sih bu, kelompok-kelompok yang memang mendukung sekali atau
menentang sekali ketika melakukan sosialisasi?
P1 : enggk sih, selama ini ga ada. Semua mendukung

15) Tujuan dari dilakukannya pencegahan tindak kekerasan ini apa bu?
149

P1 : ya tujuannya kan kita sesuai dengan undang-undang perlindungan anak dan


juga perempuan, bahwa anak dan perempuan itu harus dilindungi karena mereka
adalah makhluk yang rentan terhadap tindak kekerasan, selama ini kan memang
seperti itu jadi ya kita berikan perlindungan. Perlindungan bisa bermacam-
macam misalnya ada yang menjadi korban kita tangani, kita layani melalui
P2TP2A. Jadi kenapa harus perempuan dan anak ya seperti itu, karena mereka
selalu menjadi sasaran tindak kekerasan, kejahatan. Jadi kita buatkan Perdanya,
terus juga undang-undangnya ada untuk menjadi dasar bahwa kita bisa
melakukan kegiatan program-program yang ada di dinas kita.

16) Perubahan yang diinginkan dari khalayak itu seperti apa bu? Apakah
perubahan pengetahuannya, atau perubahan apa bu?
P1 : iya itu jelas setiap kita menyampaikan sosialisasi pasti kita harapkan
masyarakat tau, masyarakat juga paham bahwa tidak boleh melakukan tindak
kekerasan terhadap anak dan juga misalnya istri atau perempuan. Seandainya
melakukan hal seperti itu, itu ada sanksi hukumnya berat. Sanksi hukumnya itu
kalau melakukan kekerasan apalagi terhadap anak itu hukumannya bisa 5 tahun
keatas. Sama perempuan juga. Malah kan sekarang ada perpu itu ya, perpu no.1
itu kan disitu jelas ada hukumnya, ada suntik kebiri, ada juga hukuman mati,
terus juga seumur hidup, terus pake pin itu ya. Berarti itu sudah berat, sudah
gawat kondisinya.

17) Sekarang masuk ke materi pesan yang disampaikan. Kalau dari pihak
DKBP3A dalam menyampaikan pesan itu isinya berupa apa bu, materi
pesannya?
P1 : materi pesannya ya kita selama ini kita sampaikan pesan-pesan kepada
masyarakat bahwa lindungilah perempuan dan anak, karena kalau kita
melakukan kekerasan terhadap perempuan dan anak itu sanksi hukumnya sangat
berat dan apabila kita mengetahui atau melihat tindak kekerasan di sekitar kita,
kita harus segera melapor ke pihak yang berwajib seperti ke P2TP2A, ke
kepolisian gitu. Jadi kalau kita diam saja kita juga akan terkena sanksi yaitu
sanksi pembiaran. Nah itu juga ada hukumannya gitu. Makanya sejak dalam
menyampaikan sosialisasi itu juga supaya masyarakat itu peduli, jangan acuh tak
acuh atau cuek melihat ada kejadian seperti itu. Nah kalau ada sanksi hukumnya
kan mereka juga akan takut atau tidak berani melakukan seperti itu.

18) Itu pesannya biasanya berbentuk seperti apa bu? Apa informatif kah, atau
persuasif seperti itu?
150

P1 : ya kita kan ada bisa bentuknya banner, bentuknya juga bisa berupa leaflet,
atau juga ya itu tadi melalui radio terus macem-macem sih, poster, atau spanduk,
seperti yang diluar itu kan baligho kita buat „akhiri kekerasan terhadap
perempuan dan anak

19) Itu penetuan medianya berdasarkan apa bu?


P1 : ya ini aja kebutuhan aja. Misalnya kecamatan membutukan bentuknya
banner atau bentuknya leaflet yang nanti dibagikan kepada peserta, atau
misalnya bentuknya baligho supaya disimpen di jalan orang melihat. Kalau
sering melihat kan mereka juga hapal ya, terekam dalam memorinya gitu.

20) Ada ga sih bu dukungan dari supporting unit masyarakat, misalnya kayak
tokoh agama, kepala desa, petinggi daerah itu ada?
P1 : dukungan ada, bentuk dukungan itu juga kan kalau tokoh agama itu
menyampaikan lagi (materi) misalnya dia ceramah, menyampaikan lagi kepada
masyarakat itu juga bentuk dukungan kan, sama aja. Dari kecamatan, pak
camatnya, dari pak lurahnya.

21) Untuk perencanaan komunikasi lebih lanjut itu seperti apa bu? Ada buat
jadwal atau seperti apa bu?
P1 : setiap tahun itu pasti ada ya, kita punya rencana kegiatan. Tapi kalau
misalnya langsung face to face gitu juga kalau perorangan engga. Selama ini kita
hanya mengundang peserta sekian orang ya kita sampaikan seperti itu,

22) Jadi orangnya itu bebas diundang?

P1 : ya sesuai, artinya kan kalau yang namanya KDRT atau undang-undang


perlindungan anak itu semua harus tau, tidak hanya misalnya anak aja atau
misalnya orang-orang tertentu tapi semua harus tau. Karena yang namanya
kekerasan tidak pandang bulu kan, siapapun itu bisa menjadi korban.

23) Untuk sosialisasi, adakah respon atau timbal balik dari khalayaknya langsung
seketika itu juga?
P1 : ada, biasanya ada banyak pertanyaan ya. Mereka ingin tau bagaimana sih,
harus kemana melapor, terus kalau misalnya visum harus seperti apa
persyaratannya, kan visum itu misalnya dia diperkosa dia kan harus divisum. Nah
visum itu sebagai bukti atau sebagai alat untuk bisa menangkap pelaku gitu. Ya
151

jadi seperti itu. Kalau misalnya mereka sudah tau kan mereka tidak bingung lagi
kalau misalnya ada kejadian, harus kemana harus kemana dia udah tau alur-
alurnya gitu.

24) Setelah program dilaksanakan, apa dievaluasi bu, langsung dievaluasi hari itu
juga?
P1 : pasti dievaluasi tapi engga hari itu. Misalnya kegiatan sudah selesai dari
roadshow tiap kecamatan, nah disitu kan baru ketauan gitu kan, „oh berarti kalau
di kecamatan ini karena dia rawan, kita harus lebih sering untuk memberikan
sosialisasi‟ misalnya kalau di kecamatan ini cenderung lebih banyak korbannya
adalah anak-anak nah mungkin kita nanti, sasaran kita nya lebih ke anak-anak
sekolah atau guru-guru BPnya gitu. Itu aja sih.

25) Poin-poin yang dievaluasi itu apa saja bu? Apa yang dievaluasi dari program
itu?
P1 : kehadiran pesertanya terus juga wilayahnya, terus juga dukungan aparat ya.
Kalau misalnya aparat disini ternyata memang dia peduli banget, kita akan
melakukan lagi program itu. Kalau misalnya cuek-cuek aja mungkin kita juga
akan sampaikan ke ibu Bupati bahwa kecamatan tersebut tidak mendukung
kegiatan kita.

26) Kalau misalnya enggak mendukung gimana itu bu?


P1 : ya mungkin kita akan sampaikan teguran ya, tegurannya mungkin kan
berjenjang. Misalnya ke UPT nya dulu, UPT tuh Unit Pelaksana Teknis. Setelah
itu mungkin ke camatnya nah camat dan pihak-pihak terkait.

27) Untuk hambatan-hambatan yang terjadi dalam perencanaan komunikasi ada


engga bu? Berupa apa biasanya bu?
P1 : bisa kadang-kadang kita mengharapkan ya itu tadi, kehadiran bisa
mencapai 100 persen tapi ternyata yang hadir hanya 50 persen nah itu mungkin
juga pihak pengundang tidak menyampaikannya dengan baik. Jadi mungkin si
peserta tidak tertarik atau gimana gitu. Terus juga mungkin dalam
penyelenggaraan tidak sesuai harapan karena keterbatasan anggaran atau
keterbatasan waktu juga bisa.

28) Pernah terjadi bu hambatan-hambatan seperti itu?


152

P1 : pernah ada di kecamatan tertentu, ya itu tadi kita sampaikan jangan sampai
hal ini terjadi lagi, jadi kita dateng itu mereka belum siap gitu.

29) Kalau hambatan-hambatan komunikasinya bu?


P1 : komunikasi sih engga terlalu ya, biasanya kita langsung di kasih tau aja
„jangan seperti ini‟ begitu. Engga sih, engga terlalu.

30) Kalau faktor pendukung bu, faktor pendukung dalam program pencegahan?
P1 : oh banyak faktor pendukung itu diantaranya dukungan dari pimpinan juga
itu salah satunya. Dengan pimpinan atau kepala dinas mendukung dengan dia
mau hadir, dia bisa menyampaikan langsung ke masyarakat itu juga bentuk
dukungan. Kemudian juga sarana dan fasilitas seperti kendaraaan, terus
dukungan alat misalnya ada kita bisa menyampaikan langsung leaflet atau brosur
ke peserta itu juga dukungan dan anggaran yang pasti.
153

TRANSKRIP WAWANCARA

Nama Informan : Drs. H. Nunung Effendi, M.Si

Tempat Tanggal Lahir : Serang, 02 Februari 1965

Alamat : Cikeusal

Jabatan : Kepala Seksi Perlindungan Perempuan

Kode Informan : P2

Hari/Tanggal Wawancara : 12 Januari 2018

Catatan Wawancara :

1) Pak, ada gak sih program pencegahan untuk tindak kekerasan terhadap
perempuan?
P2 : kalau program pencegahan itu banyak, termasuk ada dari mulai sosialisasi
terus penyebarluasan jaringan informasi, pembentukan kader-kader relawan itu
semua proses dari pencegahan. Kan lebih baik mencegah daripada mengobati.
Itulah namanya kasus kan, kaya sekarang semakin banyak dokter penyakitnya
juga semakin banyak. Apalagi dunia sekarang, aduh..dunia apa ya? Bingung lah
dengan dunia sekarang ini menyikapinya.

2) Saya mau fokusnya ke sosialisasinya aja ya pak. Nah sosialisasi itu


dilakukannya kapan aja pak?
P2 : tergantung dukungan, ada yang di awal tahun, di akhir tahun, di tengah
tahun. Pokoknya setiap saat lah kalau sosialisasi itu. Jadi kadang orang
melakukan sosialisasi itu bisa kapan saja, jadi tidak terbatas pada anggaran yang
sudah ada. Orang kumpul di pengajian di kampung bisa menyampaikan
sosialisasi, ibu PKK bisa menyampaikan sosialisasi program-program
pencegahan terhadap kekerasan. Kadang di remaja masjid itu boleh, ada karang
taruna kegiatan kumpul-kumpul di pemuda, sampaikan. Di khotbah jumat juga
bisa apalagi sekarang kekerasan terhadap perempuan itu semakin banyak. Orang
yang enggak seneng bisa dibunuh. Kemarin kasus yang di Cikeusal itu,
perempuannya ga suka, laki-lakinya suka akhirnya dibunuh.

3) Tadi kan bapak bilang tergantung dukungan pak, itu dukungan darimana?
154

P2 : dukungan dari anggaran APBD. Kalau di desa-desa itu kan ada dana desa
untuk kegiatan itu, kita sisipkan aja. Ada pertemuan rapat desa atau PKK desa,
ya.. kita selipkan materi dari pencegahan itu.

4) Pemilihan waktu pelaksanaan sosialisasinya berdasarkan apa pak? Ada


pemilihan waktunya gak?
P2 : Ada. Ada momen-momenya, seperti kegiatan disini aja ya seperti momen
hari keluarga, kemudian hari anak melalui forum-forum anak, kita sampaikan.
Banyak sih momen-momen yang strategis gitu ya, ada hari anak, momen hari ibu,
momen ulang tahun kabupaten Serang, yang penting dimana mereka kumpul kita
sampaikan. Karena yang namanya pencegahan itu kan tidak cukup dengan aparat
saja, harus melibatkan semua dari unsur pemerintah, masyarakat, tokoh, MUI
dan lain sebagainya. Jadi harus terlibat semua. Itupun sudah terlibat semua,
kekerasan tetep aja terjadi. Apalagi yang kasus kalau sudah trafficking atau
penjualan orang.

5) Di Serang atau di kabupaten Serang pernah ada ga pak?


P2 : ada.. perdagangan orang. Kemaren ngejemput ke Riau.

6) Itu kok bisa pak? Itu gimana kejadiannya?


P2 : kenalannya melalui medsos pacarannya, pacarnya orang Jogja katanya.
Jadi di fasilitasi untuk ditawarin kerja, kaya kamu gini. Orang kan kadang pusing
ya cari pekerjaan sekarang. Begitu kenal di medsos tertarik pertamanya baik.
Orang kan kalau ada maunya baik. Tiba-tiba kan difasilitasi ditawarin kerja tapi
di Riau katanya kerjanya. Ya karena dia udah baik dari awal gitu kan, mau-mau
aja. Kalau mau, nanti difasilitasi untuk keberangkatannya. Pas hari H nya
ditentukan ketemuan di Serang yang memfasilitasinya perempuan bukan
pacarnya. Sampe berangkat ke bandara, anehnya si perempuan itu ga engga
punya KTP, engga punya apa tapi bisa. Jaringan itu sebegitu canggihnya,
jaringan trafficking itu. Orang bisa berangkat ke bandara kan susah tiketnya itu
engga pake KTP, tapi dia bisa berangkat. Katanya ditawarin kerjanya di
restoran, sampe sana kerjanya di „café‟ untuk dijadikan pelacur kayanya. Dapet
dua hari dia kabur dari penampungannya, ditolong sama bapak-bapak dianterin
ke lembaga P2TP2A disana, ke Dinsos. Dianterin ke Dinsos, ditampung di
Dinsos, Dinsos koordinasi dengan disini minta dijemput. Penjemputannya ga
mudah, karena dia engga punya KTP engga punya data apa-apa, udah. Sekarang
udah aman, udah di Pontang udah di keluarganya. Untung belum jadi korban
trafficking ya. Itu katanya kalau engga berhasil di Riau, itu mau diberangkatkan
155

ke Batam, Batam nyebrang Malaysia, udah engga bakalan terlacak. Sampai Riau
aja namanya diganti. Dari sini namanya Rohiyah (Rojanah) sampe sana jadi
Putri Chintya. Tapi kalau sampe nyebrang ga ada biodatanya susah engga
terlacak.

7) Siapa yang biasanya menyampaikan pesan-pesannya Pak ketika sosialisasi?


P2 : oh tergantung audiens nya siapa. Kalau yang hadirnya ketua MUI, kita
menghadirkan sumbernya dari Departemen Agama. Kalau yang hadirnya pejabat
pemerintah, kita hadirkan yang dari Pemda. Kadang tergantung ya, kalau yang
hadirnya audiens nya seperti pos kader, baru dari kita juga bisa.

8) Kalau yang hadirnya masyarakat, pernah ada pak?


P2 : masyarakat biasa cukuplah dari kita gitu. Kalau kita ingin di Kecamatan,
kita menghadirkan orang kecamatan, tapi pesannya ini, materinya ini.

9) Oh.. jadi pesannya udah ditentuin?


P2 : udah, dari kemasannya kan kita yang mengadakan ini nya, kita yang punya
tujuan dan misi. Jadi mereka hanya menyampaikan. Kita ambil ke-tokohannya,
jadi harus disampaikan oleh tokoh. Ya sebagai panutan, karena untuk tokoh
masyarakat seperti di Petir kemaren ya sosialisasi kita yang hadir tokoh
masyarakat, tokoh agama, yang harus berbicara ketua MUI kecamatan minimal,
dengan Pak Camatnya hadir, ketua MUI yang suruh ngomong. Jadi kita mem-
backup aja dibelakang narasumber, tidak sebagai narasumber hanya
pendamping. Kalau tokoh yang ngomong akan lebih..

10) Oh.. itu berarti kredibilitasnya ya pak?


P2 : iya.. tapi tujuan, visi, misi itu punya kita, ini harus tercapai.

11) Biasanya pak, pesannya apa yang disampaikan pak? Kan tadi bilang, kita udah
nyiapin pesannya jadi orangnya tinggal langsung ngomong, itu pesannya apa
pak?
P2 : pesannya pertama ya.. dari undang-undang perlindungan anak, undang-
undang KDRT, undang-undang no.11 tahun 2012 tentang sistem peradilan anak
ya.. sekitar itu. Kemudian ada pesan dari agamanya, pembentukan keluarga
sakinah, ya kan dimulai dari keluarga. Kalau keluarganya sudah harmonis
enggak bakalan ada kekerasan. Pemicunya kan dari keluarga. Tau pemicunya?
156

12) Apa pak? Ekonomi?


P2 : iya… ekonomi, kalau suaminya pelit, itu kan pemicu. Kalau terjadinya
KDRT itu kan ya.. dari mata, perut, dan dibawah perut cuma 3 urusannya.

13) Ada ga sih pak, hal-hal khusus yang dilakukan dalam pembuatan pesan itu
sesuai target khalayaknya kan beda-beda pak?
P2 : ya.. paling penyederhanaan bahasa, karena kan tingkatan pemahaman
mereka kan berbeda-beda. Kalau kita sosialisasi di Pemda ya mungkin
bahasanya udah bahasa hukum, tapi kalau penjabaran dari undang-undang aja
penyederhanaan bahasa. Orang kan tidak akan mengerti „implementasi undang-
undang sistem peradilan anak‟ apa itu bahasa sederhananya kan engga tau.
Padahal disitu undang-undang peradilan anak itu kan menekankan kepada upaya
disversi artinya unsur-unsur musyawarah. Jadi lebih disederhanakan lagi aja
bahasanya. Kalau orangnya jawa ya audiens nya, kita cari yang mengerti bahasa
Jawa. Artinya campur-campur, kalau bahasa Indonesia kan semua paham, cuma
ada tingkatan-tingkatan itu aja. Tinggal penyederhanaan pesan sosialisasi,
artinya tidak terlalu formal-formal banget, tidak kaku gitu penyampaian
bahasanya. Kalau kita pesannya diberikan ke kyai kan enak yang
menyampaikannya. Kalau audiens nya mahasiswa, kita pakai dosen.

14) Pesan-pesan yang disampaikan itu sifatnya gimana pak? Informatif kah,
edukatif kah atau persuasif mengajak orang supaya menjauhi kekerasan?
P2 : iya, diantara itu hampir semuanya masuk. Dari persuasif, dari edukatifnya,
jadi informasi itu ya mereka tau dulu.

15) Terus pak, bagaimana nentuin khalayak yang akan menerima program
pencegahan? Tadi kan ada tokoh agama, itu gimana nentuinnya?
P2 : iya kita tentukan aja per RW 1 tokohnya. Dari unsur masyarakatnya 1, tokoh
agamanya, tokoh masyarakat, ketua RT RW. Minimal ya tokoh-tokoh itu dia
mampu menyebarluaskan lagi. Artinya semacam TOT (Training of Trainer)

16) Sebelumnya pak, dilakukan dulu ga sih riset lapangan untuk nentuin
khalayaknya?
P2 : ada, survey maksudnya? Ada ya.. seperti kegiatan-kegiatan ini selalui
diawali dengan survey. Artinya untuk menentukan lokasi dan lain sebagainya, kan
157

koordinasi itu perlu. Kan pihak yang akan dituju harus tau. Saya itu lebih banyak
dengan kegiatan kekerasan ini akan berhubungan dengan kepolisian, kepolisian
harus tau kita mengadakan sosialisasi disana. „oh iya pak‟ polisinya juga ikut.
Artinya disamping keamanan dia juga menyampaikan pesan yang berkaitan
dengan materi kepolisian. Sebetulnya kepolisian punya kegiatan sendiri mungkin,
tapi belum ada dukungan anggaran jadi nebeng. Jadi seneng kalau lapor polisi,
„oh iya saya menyampaikan masalah narkoba, kenakalan remaja‟ entah itu
kemudian pemberitahuan tentang wajib SIM, kelengkapan surat-surat dan lain
sebagainya itu bisa disampaikan. Polisi seneng kalau diajak gitu. Polsek-polsek
itu punya program sebetulnya. Dia pengen kerjasama ke desa-desa, ya kadang-
kadang anggarannya ga cukup atau anggarannya engga ada tapi ya.. yang
penting programnya sampai. Kemaren juga sosialisasi P2TP2A di Cirangkong,
Petir bersama polisi, bersama LPA (Lembaga Perlindungan Anak), kemudian
dari KPAI Untirta yang diketuai Pak Uud, anak buahnya kesana menyampaikan
materi. Nanti ini juga ada kasus perebutan hak asuh anak di pengadilan, hak
asuh dimenangkan oleh ibunya. Sementara sebelum ada putusan pengadilan,
anaknya dibawa sama bapaknya ke NTT sampe sekarang. Ibunya pengen.. ya
namanya anaknya masih bayi, pastilah pengadilan berpihak ke ibunya. Karena
kan anaknya masih bayi.

17) Di dalam masyarakat itu pak, ada ga kelompok yang emang menolak ada
sosialisasi atau ada yang mendukung?
P2 : kalau diadakannya sosialisasi untuk kelompok yang menentang gitu ga ada
ya, ga ada yang menolak. Kalau untuk program penanggulangan kekerasan ga
ada, tapi kalau untuk program-program KB mungkin ada aja tokoh yang kurang
setuju. Seperti program KB MOP, ada aja tokoh yang kurang setuju. Artinya ya
pemahamannya terbatas, kadang-kadang orang melihat sisi agama itu hanya satu
sisi.

18) Kalau tujuan utama dari program pencegahan kekerasan itu apa pak? Tujuan
yang ingin dicapai?
P2 : semakin menurunnya kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Kalau bisa tidak ada kekerasan.

19) Tapi faktanya gimana pak dilapangan?


P2 : karena semakin banyak sosialisasi, orang semakin berani untuk melapor.
Jadi yang lapor ini semakin tinggi bukan berarti kasusnya meningkat, karena
orang semakin berani aja melapor. Dulu kan tidak pernah berani melapor,
158

kadang-kadang kalau terjadi di keluarga, KDRT gitu ya, orang ga berani


melapor dulu karena apa? Karena dianggapnya aib keluarga dan lain
sebagainya. Karena semakin banyak sosialisasi, maka kasusnya juga, yang lapor
itu semakin tinggi, bukan kasusnya yang tinggi. Orang sudah berani aja melapor
sekarang ini dicubit aja orang melapor. Dulu dibentak suami ga lapor, aib
keluarga, sampai dipukulin sama suaminya engga lapor-lapor. Sekarang udah
banyak sosialisasi, kita laporkan. Berani dengan sosialisasi itu. Bikin pernyataan
didepan polisi, tidak akan mengulangi kalau mengulangi siap dipenjara. Banyak
yang lapor, proses damai di polisi tidak akan terjadi kekerasan lagi, bikin
pernyataan ada itu yang bikin pernyataan kaya gitu. Sekali lagi melakukan, udah
dia siap dipenjara. Dan yang sudah mendapatkan sosialisasi ini kalau tidak
melapor juga dia akan kena sanksi. Kita tau, mengetahui, di pasal undang-
undang KDRT pasal 25 atau pasal 24, itu ada pasal pembiaran. Kalau sin eng
Rofikoh melihat tetangga, tau, tau melihat mendengar kemudian membiarkan
kasus KDRT atau kekerasan terhadap perempuan dan anak, tidak melaporkan itu
kena hukuman. Makanya diupayakan, upaya damai. Kalau engga tau, neng
Rofikoh tidak bisa pelakunya orang terpandang, ya laporkan aja lah ke
orangtuanya atau ke saudaranya, jangan dibiarkan terjadi pertengkaran, biar
tidak kena pasal pembiaran.

20) Terus dari sosialisasi itu, perubahan apa sih pak yang diinginkan?
P2 : perubahan mindset seseorang, jadi dari tidak mau melapor sekarang mau
melapor. Itu kan sudah bagus. Kemudian merubah budaya, dari perilaku kasar
terhadap anak. Iya… perubahan perilaku yang diharapkan itu. Tapi susah ya
namanya perilaku mesti pelan-pelan, artinya tidak instan. Beda lah dengan yang
lain programnya. Kalau ini ga instan, ini ga nampak soalnya. Harus.. minimal
orang mengetahui aja dulu bahwa ada lembaga yang menangani kekerasan
terhadap perempuan dan anak khususnya gitu ya… kenapa sih perempuan terus
yang diiniin, laki-lakinya engga?

21) Nah, iya pak? Kenapa selalu perempuan terus, laki-lakinya engga?
P2 : karena sebagian besar yang menjadi objeknya itu kan perempuan dan anak.
Karena tadi, dianggap sebagai wanita lemah dan lain sebagainya. Padahal ada
loh, kasus laki-laki juga ada yang mendapatkan perlakuan kasar dari istrinya.
Ada.. tapi ya.. hanya kasus sedikit, yang jadi objek itu kan banyaknya perempuan.
Ya kan kekerasan itu kan tidak hanya fisik, ada psikis, ada kekerasan seksual gitu,
ya jadi banyaknya perempuan itu mendapatkan kekerasan psikis, diledek,
diomongin, itu udah masuk kekerasan psikis.
159

22) Tindakan apa sih pak yang dilakukan oleh dinas ini untuk mencapai sasaran
atau target sosialisasinya?
P2 : kalau kita kan sistem kerjanya berbeda dengan polisi, kalau kita itu hanya
sebatas pendampingan dan rujukan kalau terjadi kasus. Jadi ada kasus kita
damping, kita rujuk. Kalau penanganannya, penanganan luka, penanganan visum
itu urusan medis. Kalau sudah menyangkut tindak pidana kriminal itu bagian
polisi. Ya kita hanya merujuk mendampingi baik itu terhadap korban maupun
terhadap pelaku karena pelaku juga korban sama. Ya kita hanya sebatas kalau di
P2TP2A hanya pendampingan dan rujukan saja. Tapi kita sampaikan ini
ranahnya kepolisian, ini ranahnya bidang dinas kesehatan, ini ranahnya P2TP2A.

23) Ada dukungan ga dari supporting unit kaya kepala kampung, pejabat daerah
ada ga pak? dan biasanya dukungannya berbentuk apa pak?
P2 : ada. Dukungannya berbentuknya regulasi. Kalau kepala daerah kan regulasi
dan anggaran biasanya.

24) Sekarang ke medianya. Untuk program pencegahan, media apa yang


digunakan pak?
P2 : oh.. medianya bisa media luar ruang. Kita sebar leaflet, brosur. Kita pasang
spanduk-spanduk “stop kekerasan terhadap perempuan dan anak sekarang juga,
karena hukumannya semakin berat. Hukuman kebiri dan hukuman mati menanti”.
Ada itu, kita sudah sebarkan sebetulnya di tiap kecamatan, di angkot kita tempel
stiker-stiker itu. Yang bekas di pameran itu kemaren, di pameran Pamarayan
kemaren yang bendungan itu kan kita sebarluaskan kepada masyarakat leaflet-
leaflet itu. Nanti kita tahun ini mau pasang banner-banner itu di mall, di stasiun
gitu.

25) Tadi penentuan penggunaan medianya berdasarkan apa pak? yang pakai
leaflet, pakai banner, itu berdasarkan apa pak?
P2 : ya… berdasarkan banyak dikunjungi masyarakat seperti di mall, di stasiun
biar orang melihat. Oh.. ini sudah tersebar.

26) Ada ga pak perencanaan komunikasi sebelum turun kelapangan? Kayak buat
jadwal kegiatannya
P2 : ada… kan ada pembahasan perencanaan, ada rapat koordinasi dulu disini
dengan para KUPT kecamatan untuk menyampaikan “kita akan turun ke
kecamatan”, pembinaan P2TP2A materinya kita sampaikan kekerasan juga. Kita
160

selalu buat jadwal perencanaan. Jadi kalau enggak dibuat jadwal ya..
dikecamatan juga akan sibuk. Jadi harus menyesuaikan.

27) Kalau untuk timbal balik atau respon dari khalayak atau masyarakat itu
gimana? Ada ga timbal baliknya ketika melakukan sosialisasi?
P2 : ada… tapi tergantung responnya. Ada positif, ada yang lambat. Kalau yang
positif kan disatu daerah itu tingkat laporannya rutin. Jadi dilihat dari keaktifan
dia laporan. Jadi timbal balik itu tidak mesti dia paham atau tidak, yang penting
dia udah berani melaporkan aja itu sudah bagus.

28) Setelah program dilaksanakan, ada evaluasi ga pak?


P2 : ada. Evaluasi itu ada, harus.

29) Apa yang dievaluasi pak? poin-poin apa yang dievaluasi?


P2 : eh…. Evaluasi artinya kita buat evauasi “nih daerah ini perlu sosialisasi
ulang ga? Feedbacknya bagaimana? Laporannya bagaimana?”. Kita selalu ada
evaluasi pencapaian program ini. Seperti disini penekanan “kita harus sosialisasi
ulang di daerah ini” misalnya. Kan ada yang responnya bagus positif, ada yang
biasa aja, ada yang tidak jalan. Nah daerah-daerah yang tidak jalan ini kita
harus turun kembali. Kita evaluasi dalam rapat disini. Rapat evaluasi disini rutin
ya. Rapat evaluasi program tiap awal bulan, kalau enggak tanggal 1, tanggal 2.
Kalau tanggal 1 tanggal 2 libur ya tanggal 4. Begitu aja. Pokoknya awal bulan
minggu pertama aja. Jadi kita evaluasi semua program disini. Kalau enggak kita
jadwal kembali. Kita turun lagi ke daerah-daerah yang kasus kekerasannya tinggi
juga kita harus lebih banyak sosialisasi lagi. Kita libatkan semua lembaga yang
ada di p2tp2a, kemudian pos KB, kader, forum anak yang dari SMP, SMA kita
libatkan. Kemudian dilibatkan juga dari remaja masjid, karang taruna kalau yang
ke desa. Kalau kasus-kasus yang tinggi daerahnya seperti kemaren Cikeusal.
Cikeusal ini terhitung tinggi, kemudian Kramat, kemudian Cikande, Kibin ya
banyak kasus-kasusnya yang karyawan. Gunanya evaluasi disini untuk
menentukan perencanaan berikutnya.

30) Terakhir ya pak, pertanyaan terakhir. Hambatan-hambatan komunikasi yang


terjadi lapangan itu ada ga pak hambatannya?
P2 : ada aja hambatannya.
161

31) Biasanya berupa apa pak?


P2 : kadang hambatan dari sisi geografis kemudian tadi tingkat kesadaran
masyarakat juga. Yang namanya merubah mindset seseorang itu kan susah, pola
pikir mereka ada yang beranggapan bahwa mereka masih tabu ya.. artinya “saya
melakukan kekerasan ini dalam rangka mendidik tidak perlu dilaporkan, kan
gitu”. Itu sudah hambatan-hambatan pemahaman-pemahaman semacam itu
masih ada aja gitu di masyarakat yang menganggap bahwa itu “ini urusan
keluarga, ngapain ikut campur”. Kadang ya yang melaporkan juga masih ada
yang takut-takut padahal dia udah dilindungi oleh undang-undang. Kan melapor
itu tidak mesti difoto kirim ke WA nya untuk laporan. Kalau memang itu kasusnya
memerlukan penanganan segala ya..pihak kepolisian akan lebih respon. Cepet
mereka, lapor ke kepolisian, atau lapor ke kita, kita akan koordinasikan ini
kasusnya apa gitu penanganannya. Jadi lapor itu enggak mesti datang orangnya,
sekarang mah jamannya canggih tinggal foto aja udah nyampe.

32) Kalau hambatan pas sosialisasi, ada ga pak?


P2 : engga ada sih pas sosialisasi, paling juga peserta datangnya telat-telat gitu.

33) Kalau faktor pendukung dalam melakukan program pencegahan ada?


P2 : ada.. ya… faktor pendukung mulai dari administrasi sampai teknis lapangan
juga harus kita siapkan.
162

TRANSKRIP WAWANCARA

Nama Informan : Rina Wuryanti, S.Sos., M.Si

Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 12 Desember 1966

Alamat : Taman Cilegon Heliconia Blok C4 No.10

Jabatan : Kepala Seksi Perlindungan Anak

Kode Informan : P3

Hari/Tanggal Wawancara : 18 Januari 2018

Catatan Wawancara :

1. Saya dari kemarin lupa nanyain definisi konseptual program pencegahan


kekerasan terhadap perempuan dan anak, sekarang saya mau tanya bu
definisinya apa program pencegahan tindak kekerasan terhadap perempuan
dan anak?
P3 : program pencegahan ya artinya memang suatu upaya yang disusun yang
dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan.

2. Kalau di bidang perlindungan anak ini, program pencegahan tindak


kekerasannya berupa apa bu?
P3 : ya.. kemarin di pak Nunung apa?

3. sosialisasi?
P3 : kurang lebih sama seperti itu, cuma untuk kita dalam rangka pencegahan
kan artinya kita melakukan perlindungan kan terhadap anak. Jadi kita melakukan
upaya-upaya pencegahan dalam rangka memenuhi 10 hak anak. Nah itu yang
penting kuncinya 10 hak anak itu. Kita inikan lewat pemenuhan hak anak itu kan
mulai dari… udah tau belum 10 hak anak?

4. Ada yang udah, ada yang belum..


P3 : hmmm.. dari mulai… ibu juga lupa, jadi harus nyanyi dulu. Soalnya
menanamkan pemahaman atau meresap kan lewat lagu ya.. jadi mulai dari
bermain, justru bermain yang utama. Nomor satu itu bermain, hak anak itu
163

bermain. Bermain, pendidikan, perlindungan, nama, kebangsaaan, makanan,


kesehatan. (bernyanyi) Sepuluh hak anak yang harus didapat..

5. Oh ada lagunya?
P3 : ada…

6. Apa judul lagunya? Nanti saya cari bu..


P3 : ada.. coba dicari “10 hak anak”. (bernyanyi) sepuluh hak anak yang harus
didapat bermain, pendidikan, dan perlindungan, nama, kebangsaan, makanan,
dan kesehatan, rekreasi, kesamaan, peran dalam pembangunan. Nah saya justru
hapalnya harus nyanyi dulu. Jadi pemenuhan 10 hak anak itu memang kalau
untuk langsung kita inikan ke sepuluh sepuluhnya itu kan kita harus melalui
proses dan tahapan yang memang lumayan banyak juga. Makanya mungkin kalau
di perlindungan anak itu lebih banyak dan lebih luas garapannya dibandingkan
ke perempuan. Meskipun memang didalam perlindungan perempuan itu disitu
ada perlindungan anak juga seperti misalnya melindungi ibu yang melahirkan.
Nah selain melindungi ibu juga melindungi anak juga gitu. Nah sekarang upaya-
upaya apa yang dilakukan perlindungan anak itu dalam memenuhi 10 hak anak,
bisa dilakukan lewat sosialisasi, kemudian kan tadi ada juga rekreasinya terus
ada perlindungan, yang terakhir, peran dalam pembangunan. Jadi memang kita
merangsang anak-anak itu ikut terlibat aktif didalam pembangunan. Kalau yang
sekarang selama ini yang sudah terwujud itu dengan melalui forum anak. Jadi
lewat forum anak itu berupaya untuk menggali potensi anak-anak agar mereka
bisa ikut berpartisipasi didalam pembangunan.

Nah di Kabupaten Serang itu kalau yang namanya forum anak itu udah secara
nasional. Secara nasional itu ada, jadi mulai dari tingkat, dia berjenjang.
Bagusnya itu dari bawah seharusnya. Dari mulai ada forum anak tingkat desa,
forum anak tingkat kecamatan, forum anak tingkat kabupaten, kemudian provinsi,
nasional. Nah cuma selama ini yang baru terbentuk yang sudah bisa terbentuk
baru di tingkat kecamatan, yang desa nya ya rata-rata sih di seluruh Indonesia
sih kayanya, memang ada sih yang udah bagus-bagus ya.. udah bisa mereka
eksistensinya itu keliatan tapi untuk sebagian ya mungkin karena latar belakang
atau kondisi keadaan kita juga Kabupaten Serang yang berbeda dengan misalnya
Tangerang ataupun kota-kota besar lainnya sehingga yah…kita hanya sekedar,
saat ini hanya nama saja. Tapi untuk tingkat kecamatan dan kabupaten itu sudah
bagus, sudah kelihatan.
164

Eh… jadi lewat forum anak ini, program-program yang menjadi prioritas kita
untuk pemenuhan hak anak ya.. jadi mereka juga bisa ikut terlibat didalam
program kita misalnya tadi ada hak anak tentang nama, kebangsaan. Nah, kalau
kebangsaan mungkin warga negara ya. Untuk nama atau identitas ini forum anak
sudah mulai mereka bisa membantu atau terlibat dalam misalnya bagaimana
menyuarakan kepada anak-anak khususnya di Kabupaten Serang. Mereka punya
hak untuk mempunyai akte kelahiran karena apa? Akte kelahiran ini penting kan,
dengan akte ini adalah yang pertama yang sudah pasti. Itu kan sudah jadi syarat
kalau mereka mau masuk sekolah, mendaftar harus ada akte. Nah artinya, dengan
kepemilikan akte anak sudah bisa memperoleh hak untuk mendapat pendidikan.
Terus dengan akte juga, anak merupakan bisa memperoleh pengakuan bahwa ini
kan didalam akte, nama anak tercantum kan, anak dari ibu nama bapak.. nah gitu
kan. nah disitu kan ada pengakuan orang tua, ini anaknya siapa identitas dia kan,
ketika nanti orang tua meninggal, atau bercerai si anak punya hak untuk
mendapat waris dari orangtuanya karena akte itu kan. nah berbeda kalau
misalnya yang orangtuanya nikah siri karena mereka ga punya buku nikah,
artinya si anak pun lahir tanpa nama ayah. Sehingga ketika ada apa-apa, terjadi
apa-apa si anak tidak punya hak apa-apa, hak waris terhadap harta si ayah
meskipun misalnya seorang pengusaha besar biasanya kan pengusaha-pengusaha
yang punya duit, seenaknya aja kan mereka ganti-ganti hanya sekedar yah…
memuaskan nafsu atau apa yah gitu kan, mentang-mentang banyak duit ngawinin
cewek sebanyak-banyaknya, terus punya anak, anaknya ditinggalin, si anak ga
bisa menuntut apa-apa. Nah disitu kan anak dilindungi, anak terlindungi berarti
anak bisa memperoleh haknya melalui akte tersebut dan akte inikan bisa dibuat
dengan memperlihatkan buku nikah artinya dengan orang tuanya menikah, anak
bisa memperoleh haknya.

Saya cerita panjang nih ya, soalnya kemana-mana ini kalau perlindungan anak.
Jadi perlindungan anak itu bukan hanya sekedar melindungi anak dari tindak
kekerasan atau eksploitasi, enggak. Tapi banyak hak anak itu, banyak. Nah
makanya eh… dari kementerian itu kan mengeluarkan suatu program, kebijakan,
kegiatan yang namanya Kabupaten/Kota Layak Anak. Sudah pernah mendengar
kan? nah dimana itu setiap tahun Kabupaten/Kota itu dilakukan evaluasi
terhadap pemerintah Kota dimana ada 24 indikator yang dilihat dari 24 indikator
itu dia masuk kedalam 5 kluster, dimana kluster pertama itu tentang hak sipil dan
kebebasan. Yang kedua lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif. Itu kan
berarti memang sudah sangat ini banget kan. yang ketiganya kesehatan dasar dan
kesejahteraan. Keempat pendidikan, budaya dan pengisian waktu luang kalau
engga salah. Panjang-panjang sih ya.. terus yang kelima perlindungan khusus.
165

Nah perlindungan khusus ini termasuk didalamnya itu masalah kekerasan dan
eksploitasi kemudian anak yang label label itu… stigma, terus yang pornografi
kemudian anak yang difabel disabilitas, kemudian anak yang berhadapan dengan
hukum itu masuk kedalam perlindungan. Makanya tidak hanya sekedar tindak
kekerasan dan eksploitasi aja kalau yang dimaksud dengan perlindungan anak.
Beda dengan Pak Nunung ya..kalau Pak Nunung kan perlindungan perempuan
seolah-olah hanya disitu aja, kalau perlindungan anak dia lebih luas lagi dari
mulai kesehatannya, pendidikannya, semuanya sampe hal-hal ngisi waktu
luangnya aja itu anak itu harus difasilitasi biar itu terpenuhi, nah itu..
perlindungan anak itu luas banget makanya gitu.. Pokoknya kalau perlindungan
anak KLA aja gitu, udah aja. Buka KLA itulah perlindungan anak.

7. Kalau tujuan yang ingin dicapai dari dinas ini terkait dengan melakukan
program pencegahan bu, itu seperti apa? Khususnya perlindungan anak
P3 : Iya tentunya juga kembali lagi untuk „pemenuhan 10 hak anak‟ itu. Jadi
semua apa yang dilakukan, apa yang disusun, apa yang diinikan pokoknya semua
mengarah ke pemenuhan hak anak itu aja, titik udah itu aja. Sok.. pertanyaan
apalagi pasti jawabannya „pemenuhan hak anak‟.

8. Tadi disinggung tentang forum anak bu, forum anak itu biasanya ngapain aja
sih bu? Kegiatan rutinnya apa saja yang dilakukan oleh forum anak?
P3 : jadi saya kasih gambarannya dulu ya forum anak itu seperti apa. Jadi tadi
kan forum anak itu berjenjang kan dari mulai tingkat desa seharusnya, tingkat
kecamatan, tingkat kabupaten, kita bicara sampai tingkat kabupaten saja karena
kesana-sananya udah diluar ranah kabupaten. Jadi forum anak tingkat desa itu
merupakan kumpulan anak-anak yang ada di desa. Nah pengertian anak sendiri
tadi belum ya, belum dijelasin. Jadi anak itu seseorang yang berusia 0 sampai
kurang dari 18 tahun. Jadi 18 tahun kurang 1 detik itu anak, kalau misalnya udah
18 tahun pas atau lebih satu detik itu bukan, sudah bukan anak lagi. Nah jadi
seluruh anak yang ada di desa mereka membentuk satu kumpulan itu namanya
forum anak. Itu bisa aja mereka yang bukan dari organisasi artinya perorangan
ataupun organisasi-organisasi yang ada di desa atau kumpulan-kumpulan anak
yang ada di desa, misalnya remaja masjid atau karang taruna bisa aja sih mereka
membentuk satu wadah yang dinamai forum anak. Nah, desa ini punya forum
anak, desa ini punya forum anak, nah satu kecamatan itu kan terdiri dari
beberapa desa. Desa A, desa B, desa C, desa D punya forum anak, membentuk
forum anak. Jadi perwakilan-perwakilan forum anak desa A, perwakilan forum
anak desa B, desa C, itu mereka membentuk forum anak tingkat kecamatan. Jadi
artinya forum anak tingkat kecamatan merupakan kumpulan dari anak-anak yang
166

merupakan perwakilan dari forum anak desa. Itu forum anak kecamatan. Nah
kemudian sekarang forum anak kabupaten terdiri dari kecamatan-kecamatan.
Perwakilan dari kecamatan A, kecamatan B, kecamatan C mereka membentuk
forum anak tingkat kabupaten. Jadi artinya forum anak tingkat kabupaten
merupakan kumpulan dari anak-anak yang merupakan perwakilan dari forum
anak kecamatan.

Nah sekarang apa yang menjadi tugas atau keseharian mereka? Forum anak itu
apa?. Nah forum anak Kabupaten sendiri sebetulnya bisa aja dia tidak harus
anak sekolah, tapi yang selama ini ada karena mungkin untuk lebih memudahkan
baik dalam koordinasi ataupun hal-hal lain. Jadi selama ini forum anak
kabupaten itu adalah anak-anak sekolahan dimana anak-anak sekolahan itu
perwakilan dari forum anak kecamatan. Artinya forum anak kecamatanpun
mereka terdiri dari anak-anak yang merupakan siswa-siswa sekolah dari sekolah
yang ada di kecamatan tersebut. Makanya untuk kabupaten pun dia beragam, ada
yang dari SMP mana, ada yang dari SMA mana macem-macem dari tingkatan itu
ada yang SMP sampe SMA. Untuk keseharian mereka karena mereka juga
berasal dari sekolah yang berbeda-beda dimana jam belajarnya pastinya juga
berbeda ada yang dari hari senin sampai jumat hari sabtu minggu libur. Ada
yang senin sampe sabtu terus pagi-pagi masuknya mungkin sama kali ya nah
keluarnya yang jam setengah tiga udah keluar, ada yang baru keluar jam 4 gitu
kan sehingga untuk pertemuan, kita melakukan pertemuan rutin sih selama ini
mah satu bulan satu kali tapi itupun tergantung kebutuhan permintaan ya kalau
misalnya memang ada suatu hal yang harus segera dibahas disampaikan
disebarkan kita lakukan pertemuan. Cuma pertemuan itu memang dari
kementeriannya pun sudah menggarisbawahi bahwa “pertemuan forum anak
tidak boleh dilaksanakan di jam sekolah”. Jadi itu harus dilaksanakan di hari
Minggu. Jadi saya selama ini kan sabtu minggu libur, nah kalau ini mah mau
enggak mau saya relakan satu hari dalam satu bulan itu hari minggunya saya
sediakan buat anak-anak. Dan ternyata itu pengorbanan cuma satu hari tapi saya
dapet banyak kayaknya gitu. Minimal saya serasa lebih muda lagi, soalnya saya
jadi anak juga. Iya.. itu tentang pertemuan. Kemudian program kerja selama ini
kan mereka dibagi kedalam bidang. Mereka terbagi ke-enam bidang sih kemaren,
cuma kemaren itu setelah kita evaluasi di akhir Desember kemaren kayaknya
dengan bidang ini mereka rasanya kurang efektif sehingga kita menyesuaikan
dengan KLA sehingga untuk program kerja terbagi kedalam lima sesuai KLA
lima kluster.
167

Kemaren baru kita susun cuma memang belum dibukukan atau disusun secara
bagus ya secara rapih tapi draft sudah ada. Jadi kita sesuaikan dengan yang tadi
lima kluster KLA. Jadi untuk kluster satu kita mencoba namanya “1000 Akte
Anak”. Jadi dari forum anak itu mencoba mendukung maksudnya disini
Disdukcapil ya. Kan selama ini Disdukcapil juga lagi gencar-gencarnya ya untuk
ngejar target seluruh anak Kabupaten Serang harus punya akte kelahiran. Nah
kita dukung itu, ya dengan anak-anak forum anak mendekat kesana mereka
panggil perwakilan dari forum anak kecamatan kemudian diberikan pemahaman,
kesepakatan, langkah-langkah yang harus dilakukan apa, termasuk penyebaran
blangko kemaren. Nah forum anak kecamatan bergerak mendatangi sekolah-
sekolah, mereka menjaring anak-anak yang belum punya akte. Jadi mulai dari
sekolah. Ada juga anak-anak yang “Bun, boleh enggak kalau misalnya kita mulai
dari lingkungan terdekat?”, silahkan, jadi itu teknis aja ya tapi yang penting kita
bisa mendata, menginventarisir berapa jumlah anak yang belum terpenuhi
haknya untuk memperoleh identitas dalam bentuk akte kelahiran. Nah itu dari
kluster 1, jadi dari forum anak ini mereka membuat program kerja, menyusun
program kerja sekarang ini disesuaikan dengan kluster di KLA. Karena ini agar
lebih mewujudkan KLAnya lebih efektif kan kalau begitu. Jadi ada yang
pendekatan mereka melakukan audiensi ke Disdukcapil.

Kemudian yang kluster dua itu kemaren mereka pendekatan ke Dinas Sosial.
Kluster dua itu keluarga dan pengasuhan alternatif. Kemudian kluster tiga
kesehatan. Jadi mereka mendekat ke Dinas Kesahatan. Kluster empat merapat ke
Dinas Pendidikan. Kluster lima ini ke Kominfo, kemudian ke Polres apa Polda
itu kemaren. Kemudian mereka juga akan mencoba merapat ke… pokoknya yang
berurusan ke pornografi, anak-anak berhadapan dengan hukum berarti mereka
ke Kejaksaan gitu kan. nah itu mereka sedang menyusun, mereka akan melakukan
itu.

9. Oh itu baru sedang disusun bu?


P3 : sedang menyusun, tapi programnya sudah ada apa-apa yang akan
dilaksanakan karena saya ingin begini, tidak ingin semuanya serentak dalam saat
ini. Nah sekarang kita diatur untuk bulan ini itu dulu gitu, kluster 1 dulu. Jadi
meskipun kluster 1 yang punya kerjaan tapi seluruh anggota forum anak itu
mendukung. Makanya dari kluster-kluster yang lain mereka istirahat dengan
kegiatannya gitu. Jadi mereka semua mendukung ke kegiatan kluster 1. Mereka
bergerak semua. Nah nanti setelah ini selesai, kita melangkah ke kluster yang lain
semua juga bergerak, tapi komandannya kluster 2 gitu.
168

10. Itu forum anak berapa banyak bu dari kabupaten?


P3 : forum anak kabupaten ada sekitar 25 sampai 30-an. Karena dia meskipun
sebetulnya itu kan perwakilan dari masing-masing kecamatan ya tapi ternyata
dari satu kecamatan kan ada yang dua bahkan ada yang tiga, ada yang dari satu
kecamatan enggak ada.

Dalam rangka ya.. itu tadi pemenuhan hak anak, yang sudah rutin kita lakukan
jambore itu setiap tahun kita lakukan, kemudian ada capacity building karena
forum anak itu kan dia anak sekolah ya..mereka engga akan bertahan lama kan
paling dua tahun selesai, dua tahun selesai sehingga otomatis kita juga harus
dituntut untuk melakukan pembaharuan lagi kepengurusan kan. Artinya yang ini
keluar kita rekrut baru, capacity building lagi gitu kan. setahun dua tahun keluar,
rekrut baru capacity building lagi terus kayak begitu.

11. Itu perekrutannya gimana bu? Dari sekolah-sekolah memang ada volunteer
atau memang dipilih?
P2 : menyeluruh ya, engga kita inikan ke satu atau dua orang. Jadi kita undang
misalnya 30 peserta, semuanya mendengarkan gitu.

12. Untuk memilih khalayaknya atau penerima program itu bagaimana bu?

Adakah cara menentukannya bu? Misalnya lokasi ini dipilih berdasarkan apa

P3 : bisa, karena kita semuanya serba berjenjang ya.. disini kita punya KUPT.
Nah kita punya KUPT. Jadi apa-apa yang jadi perpanjangan kita ya KUPT. Jadi
nanti kita hanya melayangkan surat, mereka kan pasti kecamatan punya anak-
anak unggulan. Mereka mungkin pendekatan dengan sekolah-sekolah sih ya
selama ini. Saya tau gitu ya, jadi mereka pendekatan ke sekolah, nanti sekolah
yang akan menentukan mengirim siapa-siapa yang sekiranya mampu mewakili
kecamatan untuk menjadi wakil untuk disini di kabupaten karena kan mereka
sekaligus menjadi duta kan. Itu tentang kepengurusan, kan tadi saya sampaikan
forum anak itu berjenjang dari desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, provinsi
ada nasionalnya dimana untuk forum anak nasional pertemuannya yang besar itu
satu tahun satu kali ketika peringatan hari anak nasional. Itu anak-anak berebut
untuk bisa hadir di FAN (Forum Anak Nasional) karena memang itu betul-betul
satu provinsi hanya berapa orang gitu kan. Nah itu disaringnya dari tingkat
bawah, kalau saya sih dari tingkat kecamatan ya.. dari tingkat kecamatan kita
saring dan itu disebut dengan pemilihan duta anak. Nanti di provinsi ada
169

saringan lagi, dari provinsi barulah mereka akan berangkat ke FAN atau Forum
Anak Nasional.

13. Mayoritas Forum Anak ini dari SMP atau SMA bu?
P3 : SMA SMP. Tapi kebanyakan SMA. Meskipun sebetulnya kan anak itu 0
sampai 18 tahun, cuma mungkin ya karena kita juga kan harus pertemuan atau
apa ya, mungkin orang tuanya juga ga ngasih ya kalau misalnya anaknya harus
pergi-pergi atau karena anak SMP kan masih belum terbuka kan ya pikirannya
masih malu-malu jadi belum mau ikut-ikutan. Tapi kebanyakan SMA sih, tapi ada
SMP juga.

14. Biasanya bu, siapa yang menjadi sasaran komunikan dari Forum Anak?
P3 : kebanyakan yang menjadi sasarannya itu yaa teman-teman sebaya atau
sekolah mereka. Tapi memang tergantung dari ininya juga ya (kondisi). Kaya
kemaren begini dari kluster tiga ya, kesehatan dasar dan kesejahteraan.
Kesehatan dasar itu salah satunya ada KTR (Kawasan Tanpa Rokok, mereka mau
bikin program apa coba? Mereka mau membagikan pamphlet, brosur, sekalian
mau permen katanya. Jadi mau nyuruh bapak-bapak yang ngerokok di tempat
umum nanti digantikan dengan permen. Nah jadi tergantung ya, tergantung dari
programnya, kalau misalnya memang sasarannya ya tergantung apa. Cuma
memang lebih banyak ke anak-anak sebaya sih. Kayak kan ada perkawinan anak
itu di kluster dua. Kalau perkawinan anak kan artinya kita mengharapkan orang-
orang yang masih di usia anak itu tidak menikah dulu. Nah makanya mereka
melakukan penyuluhan kepada anak. Artinya kan itu sasarannya anak tapi kalau
misalnya seperti tadi „Kawasan Tanpa Rokok‟ mereka mau mengkampanyekan
“Hey bapak-bapak jangan merokok di tempat umum” gitu.

Nah ini indikator KLA. Itu ada kluster-klusternya kemudian ini indikator-
indikatornya. Klusternya yang ditengah, kluster 1 itu kan hak sipil dan kebebasan.
Jadi ada 1 kluster kelembagaan ditambah 5 kluster. 10 hak anak itu semuanya
ada disini. Untuk perlindungan anak itu ini sebetulnya mah, kuncinya itu ada
disini semua. Makanya semua kegiatan-kegiatan dari seluruh SKPD atau OPD
yang ada di Kabupaten Serang atau kabupaten kota manapun itu semuanya harus
mengarah ke Perda ini. Nah untuk KLA ini, ini bukan hanya untuk di dinas sini
saja karena KLA itu merupakan komitmen ya, komitmen dari seluruh stakeholder.
Kan disitu “Pemerintah beserta seluruh stakeholder di Kabupaten Serang
berkomitmen membangun Kabupaten Layak Anak di Kabupaten Serang.
170

Berintegrasi melakukan pembangunan berbasis hak anak”. Jadi seluruh OPD


berupaya semua program kegiatan itu mengarah kepada pemenuhan hak anak.

15. Kalau untuk sosialisasi terhadap program pencegahan tindak kekerasan, forum
anak juga dilibatkan bu?
P3 : iya kadang mereka juga yang melakukan sosialisasi bukan saya mereka aja.

16. Penentuan lokasinya gimana?


P3 : mereka juga.. jadi ya kita coba untuk memberikan kepercayaan sepenuhnya
terhadap mereka. Kayak Jambore Forum Anak, 50 persen keterlibatannya
mereka. Jadi apa-apa yang atur mereka, kalau saya ngikutin aja. Nah paling
kalau ada apa-apa ya kita yang berani masuk. Kalau saya sih begitu ya, saya
mencoba untuk mereka biar mandiri ya.. pokoknya mereka kalau ada kesulitan,
mereka akan kembali ke saya, udah.. jalan lagi. Nanti kalau mereka kesulitan
lagi, saya kasih jawaban, begitu saja..

Kalau misalnya disini pun mau ada kegiatan apa, karena selain Forum Anak kita
juga memanfaatkan fasilitator. Jadi Forum Anak yang sudah lulus dan mereka
potensinya bagus, sayangkan kalau kita tidak tularkan ke adik-adiknya. Makanya
kita jadikan mereka fasilitator. Nah itu tiap tahun bertambah sih fasilitator. Yang
jauhpun, yang kuliah-kulaih di Jogja, di Malang, itu tetep komunikasinya tetep
jalan dan mereka tetep saling dukung ngasih masukan, pokoknya kita saling
dukung aja. Kalau misalnya nih si adik-adik enggak bisa coba sama si kakak anu
gitu ya… kalau misalya yang disini-sini sih masih bisa ya kita koordinasikan.
Tapi meskipun yang jauh-jauh…. Jauh secara kasat mata tapi hatinya itu kita
masih satu. Itu mereka masih saling dukung gitu.

Untuk sosialisasi kalau tahun kemaren karena kita juga baru restrukturisasi di
tingkat kecamatan, kita berikan sosialisasi ke pengurus-pengurus baru. Itu
dengan caranya kita dateng kesana, kita keliling ke 29 kecamatan selama 1 bulan
setengah, forum anak, fasilitator, bersama kami tim dari sini karena kita sebagai
pendamping ya.. itu kita diem aja, yang memberikan materi dia, yang menyiapkan
materi juga dia cuma saya cek dulu kalau ada masukan atau sudah bagus. Cuma
yang berbicaranya mereka. Jadi nanti ketika ada pertanyaan mereka mentok,
dikembalikan ke kita. Jadi kita hanya sebagai pendamping dan pemantau aja, tapi
tetep kita enggak meninggalkan mereka jadi kita dampingi mereka dalam semua
kegiatan hampir seperti itu.
171

Nah.. forum anak di kecamatan itu kan jauh dari kita tapi mereka punya KUPT
cuma KUPT, namanya juga KUPT mereka terlalu banyak beban tugas di
lapangan atau mungkin tingkat kepedulian mereka yang engga begitu care
dengan forum anak tapi mereka jalan. Forum anak kecamatan kalau ada
kesulitan tetep WA ke saya. Untuk kecamatan-kecamatan tertentu yang memang
KUPT nya bagus, camatnya bagus, mereka lakukan sosialisasi keliling. Bahkan
ada satu kecamatan yang mereka sudah rutin ya, Kecamatan Cikeusal, ada dana
enggak ada anggaran mereka tetep jalan, jadi mereka keliling ke sekolah-sekolah.
Pulang sekolah jam 2 siang ke rumah masing-masing, makan tanpa ganti baju
mereka jalan lagi. Mereka keliling ke sekolah-sekolah.

Terus ada juga Kecamatan Tunjung, mereka sengaja buat spanduk entah itu dari
mana uangnya juga, bikin spanduk karena terus terang ke kecamatan kita dari
sininya enggak punya anggaran karena memang kekuatan daerah juga kalau
untuk membiayai sampe ke bawah belum kuat tapi Alhamdulillah meskipun
enggak punya anggaran, mereka kreatif gitu ya.. dengan caranya entah seperti
apa, mereka bikin proposal kasihin ke Camat, sama Camat dikasih barang 300
ribu atau 400 ribu, kantongin udah bikin spanduk. Terus bikin spanduk, mereka
arak spanduknya keliling kampung ya.. terus spanduknya itu berisi pesan-pesan
perlindungan anak ada juga yang begitu. Ya.. begitu sepak terjang mereka,
namanya juga anak-anaknya ya, disaat mereka sudah tersentuh mereka bergerak.
Beda dengan orang dewasa, kalau orang dewasa mungkin mereka berpikiran ada
uangnya enggak.

17. Kalau penggunaan medianya bu, untuk forum anak atau?


P3 : belum, eh… paling gini media sosial ada, IG nya ada, facebooknya ada.
Cuma karena saya enggak atif di facebook, jadi engga pernah saya lihat cuma
kalau IG nya iya. Kalau IG selalu up to date.

18. Itu 1000 akte anak, apanya yang dibagiin bu? Blangkonya itu?

P3 : iya jadi mereka ngebagiin blangko untuk menjaring atau mendata ya anak-
anak yang memang belum punya akte. Nanti data itu dikumpul diserahkan ke
Disdukcapil, nanti Disdukcapil yang menggarap entah seperti apa saya juga
belum terlalu ini, gitu…
Jadi komunikasi kita ya lewat WA aja.. di WA itu ada WA Forum Anak “Just
Forum Anak Kab. Serang” terus ada “Family Forum Anak Kab. Serang” satu
lagi itu apa pokoknya ada tiga. Yang satu khusus kita doang, yang satu sama
fasilitator-fasilitator, yang satu lebih besar lagi.
172

19. Pergantian ketuanya kapan bu? Setiap apa?


P3 : itu dipilih ketika… jadi begini capacity building itu selain memberikan
pembekalan ke yang baru-baru, nah kita juga disitu buat kaderisasi. Jadi ketika
nanti ini mau keluar selesai, calon-calon sudah ada. Nanti pada saat Jambore,
mereka yang calon-calon itu kader-kader itu sudah tinggal dilantik aja. Jadi
setahun capacity building, tahun ini Jambore, tahun depan capacity building lagi.
Jadi di capacity building pengkaderan di Jambore selain memang kegiatan
Jambore kita selipkan juga acara pelantikan gitu.

20. Dari ukuran keberhasilan yang ingin dicapai dari program pencegahan itu
seperti apa bu?
P3 : iya yang pasti itu tadi pemenuhan 10 hak anak. Kalau misalnya memang 10
hak anak itu sudah terpenuhi, itu kita katakan berhasil dan kembali lagi, lagi-lagi
ke KLA. Jadi di KLA itu kan dilakukan evaluasi, nah kemarin tahun 2017 kan kita
sudah lakukan evaluasi, cuma yang menjadi hal yang sangat disayangkan
pemberitahuan ke kita jangka waktunya terlalu mepet sehingga kita tidak bisa
berkoordinasi dengan dinas-dinas instansi lain gitu. Sehingga mau enggak mau
kan data-data yang kita punya sebagai data-data penunjang dari evaluasi
tersebut sangat minim dan terbatas. Tapi saya yakin sih meskipun memang itu
sudah dilakukan evaluasi lewat KLA itu, meskipun hanya itu yang bisa kita
kumpulkan tapi sesungguhnya banyak hal yang memang sebetulnya kita sudah
berhasil. Contohnya dari puskesmas ramah anak..

21. Itu udah ada disini bu?


P3 : kalau puskesmas ramah anak secara pelabelan peresmian itu belum. Tapi
dengan melihat sarana dan prasarana yang ada di Kabupaten Serang itu sudah
90 persen puskesmas yang ada di kita itu memang, terutama yang sudah
terakreditasi itu sudah bisa dikatakan ramah anak sih. Saya melihat, menganalisa
bahwa ini sebetulnya sudah bisa dikategorikan puskesmas ramah anak. Cuma itu
tadi kadang-kadang yang namanya penilaian dari sisi administrasi, mereka kan
perlu bukti ya kertas mana hasilnya, mana fotonya mana laporannya gitu kan.
cuma mungkin dalam hal itu kita yang masih lemah. Tapi kalau dari
implentasinya itu sudah. Cuma meskipun memang mungkin masih ada beberapa
kekurangan tapi secara keseluruhan mah kita sudah ini, pemenuhan terhadap hak
anak itu tidak ada hal-hal yang belum terpenuhi meskipun kadarnya itu masih
ada yang sudah bagus, misalnya akte itu ya, itu kan sudah tinggi kan
keberhasilannya. Terus mungkin untuk hal-hal yang lain sekolah ramah anak
173

atau misalnya kawasan-kawasan KTR nah itu masih rendah. Karena apa?
Kembali lagi ke.. kita enggak bisa berjalan sendiri ada orang lain disekitar kita,
dimana kesadaran itu komitmen itu enggak bisa hanya sekedar ada di kita tetapi
orang-orang disekitar kita, kita punya komitmen orang lain tidak. Jadi disitu
yang menjadi… kenapa keberhasilan masih rendah gitu. Tapi yang pasti yang
menjadi tujuan dari kita adalah seluruh desa di Kabupaten Serang, seluruh
kecamatan di Kabupaten Serang, semua anak di Kabupaten Serang itu sudah
terpenuhi haknya. Itu yang menjadi tolak ukur keberhasilan kita.

22. Biasanya apa sih bu poin-poin yang dievaluasi?


P3 : nanti bisa dilihat kalau ngebuka KLA. Poin-poinnya disitu.

23. Biasanya evaluasi program itu kapan dilakukannya bu? Apa setelah
programnya berjalan langsung dievaluasi hari itu juga?
P3 : untuk disini?
Iyaaa
P3 : biasanya kan kalau yang namanya evaluasi satu tahun sekali. Misalnya
diakhir anggaran. Diakhir tahun.

24. Adakah Hambatan-hambatan komunikasi yang terjadi dilapangan bu?


P3 : hambatan mah pasti ada ya, selalu ada hambatan mah. Apalagi kalau
kembali ke masalah latar belakang pendidikan, latar belakang pengalaman gitu
kan? pasti ada sih..

25. Kalau kesulitan yang dihadapi saat melakukan program pencegahan ada bu?
P3 : kesulitan sih ada aja sih..enggak jauh-jauh sih bukan dari masyarakat aja.
Kadang-kadang dari aparat-aparat ASN nya sendiri juga kadang-kadang gitu ya.
Enggak jauh-jauh bukan ngejelekin atau ini yah, karena itu tadi pemahaman
konsep yang belum seragam. Lagi-lagi frame of referencenya yang berbeda. Itu
karena persepsi yang tidak sama itu, pemahaman yang tidak sama itu sehingga..
kalau kita udah menggebu-gebu tapi orang lain masih cuek gitu kan, nah itu
karena apa? Saya yakin kalau dia sudah tau manfaatnya, keuntungannya gitu, sisi
positif dari apa yang kita lakukan, faedahnya kalau mereka sudah tahu kan pasti
mereka akan respon. Tapi karena mereka (ya kita yakin aja) tidak tahu. Nah itu
sebetulnya karena apa ya memang, karena mungkin sosialisasinya yang kurang
gitu kan. atau mungkin kita sosialisasi ya sosialisasi, tapi kadang-kadang kita
baru nyebut nama aja “saya kayaknya tertarik deh sama ini” nah ada juga orang
174

kan “apa sih masalah anak..” gitu kan. nah itu faktor ketertarikan kan.
ketertarikan kepada hal yang dibahas atau yang dibicarakan. Tapi itu kembali
lagi ke pengalaman seseorang, latar belakang pendidikan seseorang.

26. Biasanya bu kalau misalnya ada sosialisasi, beda enggak sosialisasi program
pencegahan tindak kekerasan terhadap perempuan dan terhadap anak? Itu
dipisah atau digabung bu?
P3 : digabung sih biasanya. Kalau yang namanya tindak kekerasan itu pasti akan
“tindak kekerasan perempuan dan anak” itu akan selalu menyatu. Kalau anak itu
lebih ke perlindungannya. Jadi bagaimana biar anak terhindar dari.. pokoknya
bagaimana caranya biar 10 hak anak terpenuhi gitu, dimana kekerasan
merupakan salah satu bagian dari perlindungan anak secara keseluruhan.
Makanya kalau berbicara tentang kekerasan itu pasti gabung sama pak Nunung.
Jadi katanya itu “perempuan dan anak” enggak ada “perempuan” dan “anak”.
Ini kekerasan perempuan, ini kekerasan anak, enggak. Kalau kekerasan
perempuan dan anak yakin, tapi kalau perlindungan anak, enggak ada
perlindungan perempuan. Kecuali kalau misalnya ketika anak sudah berhadapan
dengan hukum, dimana anak berhadapan dengan hukum bukan berarti anak yang
menjadi korban saja tapi anak pelaku atau terdakwa itu merupakan anak
berhadapan dengan hukum yang memang harus wajib juga mendapat
perlindungan gitu. Makanya kenapa ketika dalam sebuah kasus kekerasan
misalnya yang menjadi pelakunya itu anak, disitu perlakuannya sudah khusus.
Proses sidangnya pun sudah khusus berbeda dengan dewasa. Kemudian
waktunya juga harus beda, kalau anak enggak boleh lebih dari 25 hari proses
persidangannya. Kemudian putusan pengadilannya pun itu akan berbeda dengan
dewasa. Jadi ketika sebuah kejahatan atau tindak kekerasan dilakukan oleh orang
dewasa dengan kekerasan atau tindakan yang sama yang dilakukan oleh anak,
misalnya tindakannya sama, tapi hukumannya harus beda. Anak itu dapat
hukumannya setengahnya dari apa yang diperoleh orang dewasa. Misalnya
kalau orang dewasa melakukan hal itu tuh dapat hukumannya 10 tahun, tapi
kalau si anak melakukan hal begitu cuma 5 tahun. Boleh dikurangi tapi tidak bisa
ditambah. Dan ketika mereka sudah vonis hukuman si anak tidak akan di satukan
dengan orang dewasa. Ada yang namanya tahanan anak kan, lembaga
pembinaan anak kayak LAPAS. Jadi itu anak di dalam tahanan harus tetap
terpenuhi 10 hak anaknya. Termasuk pendidikannya itu harus ada, jadi anak itu
belajar, anak tetep bermain. Enggak boleh anak ditahan dikurung aja seperti
orang dewasa itu enggak boleh.
175

TRANSKRIP WAWANCARA

Nama Informan : Fitria Melhani


Tempat Tanggal Lahir : Lampung, 17 Desember 2000
Alamat : Perumahan Ciujung Damai, Kecamatan Kragilan
Jabatan : Ketua Forum Anak Kabupaten Serang
Kode Informan : P4

Nama Informan : Siti Nadilah


Tempat Tanggal Lahir : Serang, 08 September 2000
Alamat : Kampung Kemanduran, Kec. Walantaka
Jabatan : Ketua Divisi Pendidikan Forum Anak Kab. Serang
Kode Informan : P5

Hari/Tanggal Wawancara : 6 Februari 2018


Catatan Wawancara :
1. Kakak pengen tau Forum anak itu apa sih sebenernya?
P4 : sebenernya forum anak itu kan forum, forum itu kan tempat berkumpul dan
disitu ada anak yang artinya forum anak, tempat berkumpulnya anak-anak. Disitu
anak-anak saling bertukar pikiran, apresiasinya mereka, keinginan mereka itu
semuanya dicurahkan di dalam forum anak, mereka itu pengennya apa buat
kesejahteraan anak-anak di Kabupaten Serang juga.

2. Kita wawancaranya kayak ngobrol aja ya.. Terus menurut Hani, kenapa sih
mesti ada forum anak?
P4 : iya kan, yang namanya anak-anak itu kan punya pendapat, nah pendapat itu
harus mereka keluarkan juga. Disini forum anak juga menampung pendapat
mereka, partisipasi mereka, terus mereka juga dibutuhkan konstribusi nyatanya
gitu.

3. Ada kaitannya enggak sih sama tentang pencegahan tindak kekerasan terhadap
anak?
P4 : forum anak itu kan punya 2P itu istilahnya, Pelopor sama Pelapor. Nah
disitu forum anak sebagai pelopor maksudnya sebagai contoh dan pelapor. Nah
176

fungsi pelapor ini, forum anak ini anggota-anggotanya ketika melihat ada suatu
kekerasan anak, nah itulah tugasnya mereka untuk melaporkan. Disinikan forum
anak dinaungi sama badan PP di Kabupaten Serang, nah kita ngelapor kesana.

4. Itu bentuknya sosialisasi ke sekolah-sekolah atau gimana?


P4 : oh.. kita bentuknya bermacem-macem ada bentuknya sosialisasi. Kebetulan
waktu puasa kemarin kita ngadain baksos (bakti sosial)

5. Kalau kaitannya dengan pencegahan tindak kekerasan, apa yang udah pernah
dilakukan sama forum anak?
P5 : iya.. bentuknya sosialisasi juga sih, kan kita ngasih tau nih “ini ada loh
forum anak, kalau kalian nih anak-anak yah, kalau kalian merasa dirugikan sama
orang tua atau sama yang lain, lapor ke kita. Kalian juga boleh ikutan sama kita
kalau kalian punya apresiasi, punya inspirasi ke kita”. Kan sukanya kan kalau
anak-anak sama orang tua beda pendapat ya, kalau yang ngebangun negara kan
orang dewasa tapi sukanya kan beda pendapatnya. Jadi kalau ngikutin orang
dewasa aja enggak sesuai sama anak-anak, anak-anaknya juga ngerasa dirugiin
kan kadang enggak sesuai juga, jadinya ada forum anak ini ngebantu anak-anak
ini maunya apa biar nantinya sama-sama diuntungkan.

P4 : setau aku juga kan, kalau misalkan kita lebih ngobrolnya ke anak, sama-
sama anak itu lebih enak. Pasti lebih nyambung kalau sesama teman.

6. Kakak mau tau dulu, kalau forum anak itu kalian itu awalnya gimana bisa jadi
forum anak?
P4 : awalnya itu kan karena adanya pendapat terutama anak-anak disini tuh
butuh tempat buat nyalurin pendapat mereka. Nah kemudian dari Komnas Anak
itu melibatkan Badan PP untuk membentuk forum anak itu sendiri.

7. Ada proses seleksinya enggak untuk jadi forum anak?


P4 : ada..

P5 : ada.. sebenernya sih kalau forum anak siapa aja boleh ikut, tapi buat jadi
intinya tuh harus ada. Kalau di Kabupaten Serang yang pertama itu yang paling
penting itu ngirim essay terus dipilih beberapa orang doang, terus abis itu
diadain Bintek (Bimbingan Teknis) di Bintek itu diseleksi. „Kamu motivasinya
177

apa? Pengen enggak jadi forum anak? Pengen.. misalnya. Motivasinya apa?
Kesananya mau apa aja? Apa yang mau dilakuin?‟ kayak gitu.

8. Itu essaynya tentang apa?


P4 : essaynya itu tentang kayak motivasi dia itu pengen jadi forum anak, motivasi
dia sendiri „kamu di forum anak mau ngapain?‟ gitu.

9. Oh.. dikira harus tentang sesuatu yang berhubungan dengan anak misalnya
kemerdekaan anak atau hak anak
P4 : enggak… belum nyampe situ kak.

10. Kalian untuk nyampein materi ke temen-temen yang lain, ke anak-anak yang
bukan forum anak, itu dikasih pembekalan dulu ga?
P4 : kalau kita enggak..
P5 : kan pembekalannya misalnya ada di Bintek atau enggak..

11. Ada di bintek? Itu pembekalan dong berarti


P5 : iya pembekalan juga. Terus nanti ada briefing juga. Kan sebelum sosialisasi,
sebelum turun jadinya ya itu, jadinya tertata juga sih

12. Sebelum sosialisasi di briefing dulu..?


P5 : iya..

13. Briefingnya biasanya berapa lama?


P4 : kita ngadain briefing itu biasanya campuran. Awalnya kita ngebahas isu
dulu itu sekitar 1 jam-an. Setelah itu baru kita briefing sekitar 2 jam. 2-3 jam
untuk ngebahas teknis lapangannya.

14. Ooh.. gitu, jadi enggak ada emang waktu kalian khusus di kasih materi ini lalu
kalian sampaikan ke anak-anak yang lain? Ada enggak?
P4 : ada… cuman kita cuman ngasih inti-intinya aja, lebih lanjutnya mereka
pelajari sendiri gitu.

15. Biasanya siapa yang ngasih pembekalannya ?


P4 : biasanya fasilitator.
P5 : Tapi kalau Bintek ada pematerinya.
178

16. Pematerinya dari mana?


P5 : kemaren itu dari HAM Provinsi ketuanya. Pak Uud kalau enggak salah
namanya.

17. Terus kalau kalian menyampaikan ke temen-temen yang lain, itu dipilih engga
dari forum anak? Misalnya bagian ini atau bagian ini itu siapa..
P5 : kan kita kan Kabupaten ya.. di Kabupaten itu membawahi 29 kecamatan.
Jadinya dibagi-bagi. Jadi semuanya dapet.

18. Kalau di kecamatan itu siapa yang sosialisasi?


P4 : kita, dibagi-bagi. Hani kecamatan ini, saya kecamatan ini, kaesul kecamatan
ini.

19. Oh.. ada pembagiannya gitu?


P4 : iya

20. Pembagiannya itu berdasarkan apa?


P4 : berdasarkan jarak. Kan aku tinggal di Kragilan jadi aku sosialisasinya di
Kragilan.

21. Oh.. gitu, jadi bukan berdasarkan “ah anak ini nih pinter ngomong, jadi
dipilih”..
P5 : sama aja kok kak

22. Oh.. jadi karena faktor jarak aja?


P5 : iya.. atau enggak bisa diseimbangin. Kalau misalnya udah ada ini, yang
ininya kurang yaudah kesiniin. Menyesuaikan.

23. Biasanya siapa sih yang jadi penerima pesan kalian? Orang-orang yang nerima
pesan kalian itu siapa aja?
P4 : sasaran forum anak itu biasanya anak-anak yang dibawah 18 tahun. Kalau
kemarin itu kita sosialisasi ke sekolah-sekolah sama waktu itu baksos ke yayasan.
Dan trauma healing waktu itu anak-anak yang korban bencana.

24. Penentuan lokasinya dilakukan berdasarkan apa sih? Kalau kalian milih lokasi
itu berdasarkan apa?
P4 : kalau penentuan lokasi sih kita berdasarkan ya, kalau misalkan memang ada
permasalahan di daerah tersebut ya kita lebih memprioritaskan daerah tersebut
179

ataupun memang sebelum kita taupun sering ada isu-isu bahwa di daerah ini tuh
banyak seperti ini, jadi kita lebih memprioritaskan daerah ini. Apalagi kita itu
sudah membentuk desa layak anak di kabupaten Serang. Ada lima desa..

25. Dimana aja itu?


P4 : salah satunya di kecamatan Cikeusal di desa Sukaratu, di kecamatan Ciruas
di desa Singamerta, terus di Kramatwatu desa apa tuh di Kramatwatu, saya lupa..
dan satu lagi di kecamatan Anyer. Jadi 5 desa itu kan ya memang harus
semuanya 100 persen layak anak dimulai dari identitasnya seperti akte kelahiran,
mereka 100 persen harus memiliki akte kelahiran. Ataupun kekerasan-kekerasan
itu tidak boleh terjadi di daerah tersebut. Jadi kita lebih memprioritaskan 5 desa
tersebut. Adapun desa-desa yang lain juga bukan berarti kita tidak melihat
ataupun tidak membimbing mereka. Tapi kita lebih memprioritaskan desa
tersebut tanpa mengalihkan perhatian desa-desa yang lain juga.

26. Tadi katanya ada sosialisasi, kalau sosialisasi ke sekolah-sekolah pernah?


Yang disampaikannya biasanya apa?
P4 : pernah sosialisasi ke sekolah-sekolah. Iya.. tentang hak-hak anak kan ada 10
hak anak yang memang harus dipenuhi oleh pemerintah ataupun pemangku
jabatan yang bertanggungjawab atas anak-anak dan juga banyak sekali ada 31
hak anak sebenernya. Cuman yang lebih diutamakan itu ada 10 hak anak. Itu
semuanya harus terpenuhi untuk Kabupaten Serang ini menjadi Kabupaten yang
layak anak di tahun 2022 atau 2023 saya lupa. 5 tahun kedepan intinya.

27. Terus kalian kan sasarannya adalah anak-anak, gimana sih cara nyampein
pesannya? Kan dari bahasanya udah beda, nah seperti apa penyampaiannya?
P4 : jadi yang namanya anak-anak mah bahasanya enggak boleh terlalu tinggi
juga. Kalau kita itu biasanya nyampein ke mereka juga diiming-imingin kayak
hadiah gitu. iya.. jadi enggak selalu fokus sama kata-kata “ini hak anak itu gini
gini, tapi disela sama nyanyian, sama hadiah-hadiahnya, sama permainannya.
Jadi gitu.

28. Sebelum kalian ke lapangan tuh ada riset atau penelitian enggak? Kalian teliti
dulu nih masyarakatnya kaya gini ternyata jadi harus ada kegiatan ekstra
misalnya, pernah enggak?
P4 : enggak, kalau kita tuh biasanya kalau ngelakuin kegiatan itu berdasarkan
banyaknya isu. Isu yang paling banyak itu isu apa.
180

29. Pernah enggak kalian denger isu kekerasan terus kalian menyampaikan
tentang kekerasan, pernah enggak?
P4 : iya pernah, cuma kami rencananya tuh audiensi.
30. Ooh.. audiensi.. kalau audiensi kemana?
P4 : baru rencananya juga ke Polres.

31. Jadi itu inisiatif kalian sendiri ya?


P5 : iya inisiatif sendiri, kan udah tugasnya juga. Intinya ya kita karena
organisasi ini bukan organisasi untuk pekerjaan tetapi organisasi ini untuk
pengabdian. Jadi ya apapun harus dilaksanakan dengan ikhlas.

32. Oh iya terus tujuan yang ingin dicapai dari adanya forum anak ini apa?
P4 : kalau tujuan yang ingin dicapai dengan adanya forum anak ini jadi adanya
tidak ada jarak antara anak-anak dengan pemangku jabatan ataupun pemerintah.
Jadi apa yang diinginkan oleh anak-anak dengan melalui jalur forum anak ini
bisa cepat tersalurkan. Apalagi kan kita sudah dua kali bertemu dengan Bupati
ketika pas saat launching bahwasanya seperti ini yang cepat terpenuhi oleh
Pemerintah untuk anak-anak ini, seperti ini, seperti ini, seperti ini, itu kita
sampaikan ketika launching kepada Bupati. Bahkan ada juga dari Kementerian
PPPA di pusatnya ada yang sampe kesini. Ataupun juga kita juga ada di media
sosial, wartawan, dan sebagainya bahwasanya hak-hak ini memang harus bener-
bener terpenuhi. Jadi dengan adanya forum anak ini tidak ada maksudnya agar
jarak antara anak-anak dengan pemerintah itu tidak jauh bisa tersampaikan.

33. Kalau perubahan dari anak-anaknya sendiri, apakah ada perubahan


pengetahuan jadi mereka lebih tahu “oh ada forum anak” atau perubahan sikap
jadi mereka lebih berani untuk berekspresi, itu seperti apa?
P4 : itu di keanggotaan kitanya.

P5 : atau ada juga yang nih, waktu kita sosialisasi tentang forum anak
kecamatan, kan ada anaknya yang tadinya enggak tau apa-apa, mereka itu
enggak tau apa-apa, terus ikutkan sosialisasi, dia tuh tadinya enggak tau apa-apa
sebodo amat “ih apa sih forum anak”, anak-anak tuh kayaknya biasa-biasa aja
ya, anak-anak , orang tua-orang tua gitu. Tapi setelah ikut jadi dia tau. Sering
juga komunikasi sama saya “teh jadi tau tentang forum anak”, jadi semakin
semangat “ih pengen kumpulan aja, jadi besok ngapain lagi?” jadinya lebih tau,
jadinya lebih enak dan lebih peka juga sama isu-isu anak.
181

34. Terus kalau kalian melakukan sesuatu, entah itu sosialisasi atau penyuluhan
atau kegiatan terakhir itu bikin akte ya? Gerakan 1000 akte? Itu pake media
enggak? Memberitahukan masyarakat dengan cara apa?
P4 : pake, paling kita menggunakan akun facebook masing-masing.
P5 : Ig juga kita punya , akun instagram forum anak forumanak_kabser, FAKS
namanya.

35. Kalau penggunaan media luar ruang, ada enggak? Kaya brosur, leaflet atau
baligho besar gitu, pake enggak?
P4 : enggak, cuman ini baru rencana doang ya kak, jadi kan kita dibagi lima
kluster. Nah itu yang masuk kluster 4 kalau enggak salah itu bakal, dia bakal
sosialisasi lewat pamphlet gitu kayak rokok.

36. Itu baru rencana?


P4 : iya baru rencana. Cuma memang sudah menjadi program sih. Cuma belum
waktunya saja.

37. Kalian bikin jadwal kegiatan enggak?


P4 : jadwal kegiatan itu biasanya kita spontan. Kita jadwalkan cuman
pelaksanaan biasanya kita spontan.

38. Itu enggak ribet?


P4 : enggak. Alhamdulillah sih intinya anak-anak udah tau dimana dia
ditempatkan dan dimana dia bertugas.

39. Kalian misalnya udah punya rencana, misalnya mau bikin gerakan 1000 akte
dan waktunya belum tau terus tiba-tiba “eh bikin ini yuk”, jadi langsung
datang semua gitu?
P4 : ya kita jadwalkan hari minggu kita kumpul, nanti setelah kumupul nanti kita
kasih waktu dua minggu kumpul lagi buat ngasih dan ngumpulin berkas-berkas.
Udah gitu doang.
Itu tapi anak-anaknya pada dateng tapi?
P4 : iya pada dateng Alhamdulillah.

40. Ada enggak sih, kalian melakukan suatu upaya supaya dapet timbal balik dari
komunikan atau dari orang-orang yang kalian tuju?
182

P5 : feedback gimana? Umpan balik gimana? Misalnya akte nih ya, si hani kan
butuh audiensi ke Dukcapil, dia langsung datengin Dukcapilnya audiensi. Jadi
kalau tatap muka kan jadi langsung kan “Pak, kita mau gini.. jadi bapak bisa
enggak kayak gini kayak gini?” ditanggepin sama mereka nya “Oh ya boleh
boleh” kayak gitu, jadi terbuka mereka nya.

41. Kalau misalnya dari sosialisasi nih misalnya, kalian misalnya sosialisasi
tentang kekerasan ke anak-anak yang lain. Terus upaya apa yang kalian
lakukan untuk dapet timbal balik?
P4 : biasanya kan diakhir itu kita bikin kayak suara anak, nah mereka bikin suara
anak itu.

42. Suara anak bentuknya seperti apa sih?


P5 : kalau suara anak sih kertas biasanya, tapi kalau misalnya kita nyiapin
materi mereka nya nanya langsung aja.

43. Kalian dapet dukungan enggak sih dari tokoh masyarakat atau dari tokoh
agama atau pejabat-pejabat daerah, ada enggak dukungannya?
P4 : Alhamdulillah ya ada, memang sih awal-awalnya banyak yang belum tau
“emang udah ada forum anak?”, bahkan dari dinas-dinas tertentu juga “oh udah
ada forum anak? Oh iya, iya, oh”. Jadi intinya nya semakin berjalannya waktu ya
Alhamdulillah kita itu semakin dikenal oleh Dinas Kesehatan, Dinas Olahraga,
oleh dinas-dinas lain sebagainya. Bahkan juga ya dari Dinas Olahraga “silahkan
kalau misalkan kalian mau minta bola atau peralatan olahraga buat anak-anak,
silahkan saja minta”. Bahkan dari kemaren dari Dukcapil itu waktu pas
launching Kabupaten Layak Anak (KLA) nah itu sebelum kita ngadain program
akte anak gratis itu kan, Pak Asep nya langsung ngomong ke aku “tolong dong
didata, dibantuin anak-anak yang enggak punya aktenya, tolong dibantu”.

44. Terus dukungan lain selain tadi itu yang bola dari Dinas Olahraga, itu
termasuknya kita anggap logistik lah ya, adakah dukungan lain kayak
bentuknya transportasi atau jaminan keamanan, kalian dijamin nih
keamanannya di daerah ini nih, adakah yang seperti itu?
P4 : ada, biasanya berupa uang transportasi sama makan juga..

45. Terus dari dinasnya, kalian contact dinasnya enggak? “Bu, kami mau
melakukan ini”, terus nanti dari dinasnya mendampingi?
183

P4 : iya biasanya.. kan kita kan punya Pembina. Pembina kita kan Bu Rina,
biasanya kita bilang dulu ke Bu Rina setelah itu baru didukung.
Suka ditemenin ga sama Bu Rina?
P5 : suka..
Selalu kalau ada kegiatan tuh ditemenin?
P5 : enggak selalu sih tapi sukanya nemenin. Waktu itu aja yang sosialisasi di 29
kecamatan bukan Bu Rina doang yang turun yah, temen-temennya Bu Rina dari
Dinas itu turun.

46. Kalian punya enggak sih ukuran keberhasilan suatu program. Ada enggak
ukuran keberasilannya, program kalian itu dikatakan berhasil kalau…?
P4 : kalau ada peningkatan. Untuk program gerakan 1000 akte, kita gunakan
database peningkatan dari sekarang, dari sebelum kita melakukan kegiatan ini
sampai sekarang. Nanti kita insya allah minta datanya dari Disdukcapil nanti
akan kita gunakan sebagai hasil laporan. Jadi biar kita tau peningkatan kita itu,
maksudnya dengan adanya program ini ada peningkatan atau tidak, kalau
misalnya memang belum ada, nanti kan kita akan tingkatkan lagi. Jadi kan ini
baru gelombang ke-1 akte ini. Ada 1910 berkas, jadi kalau memang belum ada
peningkatan nanti akan kita tambah lagi dengan gelombang yang ke-2.

P5 : Kemudian juga buat sosialisasi juga kan yang tadinya anak-anak yang suka
korban kekerasan itu, kita sosialisasiin nah yang tadinya mereka enggak tau
jadinya mereka tau. Itu salah satu kemenangan kita disitu.

47. Ada evaluasi program enggak sih biasanya?


P4 : ada.

48. Jadi program itu dilakukan langsung dievaluasi kah atau nunggu ada jedanya?
P5 : iya kita nunggu ada jeda atau paling juga kita kalau misalkan setelah selesai
kegiatan pulang ya, nanti kalau misalnya ada kegiatan lagi atau ada rapat, nanti
kita rapat sebelum rapat dimulai nanti kita evaluasi. Sebelum pembahasan
dimulai nanti evaluasi kegiatan yang sebelumnya.

49. Biasanya, poin-poin apa sih yang dievaluasi?


P4 : yang dievaluasi terutama yang paling kita tekankan tentang keatifan dan
keanggotaan anak-anak forum anak. Keberhasilan juga belum bisa tercapai kalau
misalkan anak-anaknya saja masih tidak bertanggung jawab. Anak-anak yang
panitianya atau penanggungjawabnya. Nanti setelah itu juga yang kita bahas
poin-poinnya mungkin isu yang paling marak dibicarakan. Itu yang paling kita
184

bahas. Adapun untuk kedepannya untuk penyelesaian masalah itu, karena


memang kita tidak bisa secara langsung menyelesaikan sebuah permasalahan
apalagi tentang sebuah kekerasan gitu kan.

50. Terakhir nih hambatan komunikasi. Hambatan-hambatan komunikasi yang


pernah kalian alami?
P4 : ada. Biasanya kan dari hambatan komunikasinya itu kan sesame anggota
kita. Jadi itu temen kita yang enggak punya handphone misalkan.
Ada yang enggak punya handphone?
P4 : ada..
Terus itu ngehubunginnya lewat apa?
P5 : biasanya itu minta tolong sama anggota yang lebih deket kecamatannya.
Kemudian hambatan komunikasi itu paling komunikasi itu kan kita kan forum
anak ya, enggak semua orang tau terus kalau misalnya ada orang-orang yang
awam tuh, susah kan “boleh enggak sosialisasi disini?”susah ngejelasinnya tuh.
Itu hambatan komunikasinya. Jelasin dulu apa sih apa sih gitu. Kadang ada yang
enggak nerima.
Ada yang enggak nerima?
P4 : iya maksudnya enggak cepet nerima, enggak langsung terbuka.

51. Ada kesulitan-kesulitan yang kalian hadapi enggak entah itu ketika sosialisasi
atau acara-acara khusus gitu?
P4 : iya waktu akte kemaren itu pelajaran banget. Jadi itu ada orang.. cerita ini
mah kak, dia bilang dia katanya anggota Disdukcapil cuma pas aku tanya bukan..
enggak ada disini tuh. Ngaku-ngaku, ditanya dia senyum-senyum aja terus
mukanya merah. Ada yang memanfaatkan, jadi program kita dimanfaatkan sama
orang lain.

Itu biar apa?


P4 : biar dianya dapet keuntungan untuk diri sendiri. Kan yang namanya akte
kita itu kan gratis. Kalau dia bayar. Jadi kita itu tidak meminta sepeser pun dari
mereka. Bahkan untuk lembaran fotokopiannya juga kita yang
memotokopikannya. Iya yang tadi awalnya, biar mereka aja yang memotokopi
yang butuh saja, karena kita juga berpikir lagi ya nanti akan lama juga, yaudah
kita pake uang kita aja buat motokopi berkas-berkasnya. Adapun mungkin kalau
untuk masalah materai, mereka hanya membeli materai aja.

Itu fotokopinya pake uang kalian sendiri?


185

P4 : iya kalau misalkan di forum anak kecamatan, kan kita bagi-bagi di forum
anak kecamatan. Kalau di forum anak kecamatan itu ada uang kas. Kita
menggunakan uang kas, kalau memang sudah tidak ada ya terpaksa
menggunakan uang pribadi.

52. Kalian pernah ngelakuin sosialisasi kan tentang kekerasan?


P5 : umum sih ya.. tapi masuk, dimasukin gitu. Tapi temanya mah enggak itu, tapi
masuknya ke situ.

53. Kalian pertama kali tau tentang materinya, materi kekerasan itu darimana?
P4 : materi tentang kekerasan itu ya karena memang kita juga pas dibentuk tidak
diberikan materi itu, jadi sebelum kita masuk ke forum anak juga memang untuk
saya pribadi juga pernah mendapatkan sebuah sosialisasi tentang kekerasan juga
tahun 2014 waktu itu, itu saya masih kelas 2 SMP. Ya ilmu nya masih saya ada,
dapatkan. Karena memang ya namanya kekerasan itu tidak diperbolehkan. Ya
seperti itu lah akhirnya dengan adanya sosialisasi-sosialisasi sejak dari dulunya,
ada juga beberapa sekolah yang memang menangkap dari hasil sosialisasi
tersebut. Salah satunya sekolah saya, sekolah saya SMA Negeri 1 Jawilan karena
memang dulu pernah, saya juga dulu SMP bukan di Jawilan tapi di Kopo, cuman
katanya di Jawilan pernah ada, jadi Alhamdulillah sekarang di SMA Jawilan itu
motto nya sekarang berubah.

54. Apa tuh?


P4 : Mottonya itu “Sekolah Aman Tanpa Kekerasan”. Jadi kita tidak ada, kalau
misalkan ada kesalahan sebesar apapun kesalahan anak tersebut, kita tidak
menggunakan kekerasan. Bahkan dari OSIS, MPK, Pramuka dan lain
sebagainya, kita tidak menggunakan pukulan atau bahkan hukuman seperti kalau
misalnya di Pramuka push-up dan sebagainya. Adapun mungkin kalau misalkan
yang telat, kita paling suruh mereka mengaji saja. Jadi tidak boleh ada kekerasan
sedikitpun.

55. Tadi katanya kalau materinya dapet sendiri, kalau yang lain? Ada enggak
materi dari DKBPPPA itu ngasih materi tentang kekerasan gitu?
P4 : dikasih… dikasihnya itu pas Bintek ya, jadi kita nyatet atau enggak kita
minta soft copynya.

56. Oh di Bintek itu kalian juga di ikutsertakan?


P4 : iya bintek itu kita yang nerima materi. Jadi masing-masing kecamatan
mengirimkan 5 orang perwakilan. Atau enggak Jambore juga dikasih materi.
186

57. Tapi selama ini ketika kalian ngelakuin kegiatan yang berkaitan dengan forum
anak itu, bentuknya berkelompok kan bukan ada yang sendiri-sendiri kaya
gitu? Kecuali yang akte ini mungkin?
P4 : akte juga berkelompok. Itu kan bareng sama forum anak kecamatan, kita
juga kerjasama sama forum anak kecamatannya. Kan forum anak kecamatan itu
ada di 29 kecamatan. 29 kecamatan itu harus ada forum anak kecamatan. Jadi
kita yang petama, yang kluster pertama itu merapat dulu ke Disdukcapil setelah
itu kita bareng rapat sama forum anak kecamatannya ngasih tau kalau ini nih ada
program ini, kalian harus kayak gini kayak gini. Nah mereka yang di 29
kecamatannya itu baru nyebarin ke kecamatannya masing-masing.

58. Jadi yang emang terjun langsung itu forum anak kecamatan?
P4 : iya dengan dibantu oleh forum anak kabupaten juga.
Itu teknisnya gimana?
P5 : teknisnya itu tergantung kebijakan dari forum anak kecamatan itu sendiri.
Itu kan ada juga sosialisasi ke sekolah-sekolah gitu kan dari forum anak
kecamatan dibantu dengan kabupaten. Ada juga yang ke desa-desa, kerjasama
sama perangkat desanya juga. Ya paling gitu kita ke sekolah atau ke desa gitu
teknisnya.

59. Di dalam masyarakat itu, ada enggak sih orang-orang atau kelompok yang
ngedukung kalian atau ada juga kelompok yang menentang kalian. Ada enggak?
P4 : kalau yang mendukung di masyarakat sih ya seperti dari kepala desa sendiri
ya, kalau di saya kepala desa sendiri ya memang mendukung dan juga karang
tarunanya mendukung. Ataupun organisasi tingkat kabupaten yang lain seperti
atau di tingkat provinsi seperti FOB (Forum Osis Banten) mereka juga
mendukung bahkan membantu. Dari PMI juga waktu itu ada memang mereka
membantu dalam kegiatan, mereka ikut menyebarkan dari PMI, dari forum osis
Banten. Kalau untuk menentang itu biasanya buat orang-orang yang enggak tau
forum anak itu apa, kayak kemaren di Kecamatan Carenang itu dia itu kayak
menyamakan forum anak itu sama kayak PIK-R. forum anak itu kan emang
sebenernya mah arahnya mah sama cuman awalnya tuh beda. Jadi kayak mereka
enggak tau jadi agak kurang setuju gitu.
187

TRANSKRIP WAWANCARA

Nama Informan : Kaesul Ma‟arif

Tempat Tanggal Lahir : Serang, 07 Desember 2000

Alamat : Desa Garut, Kecamatan Kopo

Jabatan : Masyarakat

Kode Informan : P6

Hari/Tanggal Wawancara : 9 Februari 2018

Catatan Wawancara :

1) Respon kamu setelah menerima program pencegahan itu seperti apa sih?
P6 : respon saya sih mengenai tentang sosialisasi tersebut ya memang saya lebih
tau ternyata “oh bahwasanya kekerasan itu tidak diberlakukan bahkan di
keluarga sendiri” gitu. Orang tua yang menggunakan pendidikan kekerasan itu
sebenernya salah walaupun orang tua tersebut berpikir bahwasanya dengan cara
kekerasan ini akan lebih efektif mendidik anak. Tapi ternyata itu salah besar.
Ketika sosialisasi tersebut, bahkan kadang ada saja anak yang memang ketika
orang tuanya melakukan sebuah kekerasan pada dia, dia bahkan akan menjadi
apa ya.. broken home. Jadi dia tidak betah di rumah, karena dia tidak betah akan
tindakan orang tuanya, sedikit salah langsung dipukul, sedikit salah langsung
dicubit akhirnya dia banyak yang keluar rumah, keluyuran dan lain sebagainya.
Itu banyak terbukti katanya seperti itu.

2) Apa yang menjadi faktor pendorong untuk kamu mau mengikuti program
pencegahan tindak kekerasan tersebut itu kenapa?
P6 : memang ditunjuk sih awalnya sama kepala sekolah waktu itu, katanya “ikut
sama ibu yuk ada acara sosialisasi tentang kekerasan” gitu. Tidak hanya
kekerasan aja gitu kan, banyak hal juga tentang disatukan juga dengan program
keluarga berencana pada saat itu juga. Ya disitu, dari situlah yang saya dapatkan
memang persepsi yang saya miliki pada saat itu ketika dengan saya mengikuti
sosialisasi tersebut ya memang agak berbeda juga kan, karena memang dulunya
waktu itu saya sebagai seorang ketua Pramuka waktu itu Pratama, ya memang
kita masih melakukan hal-hal yang bersifat keras gitu kan, seperti kalau ada yang
188

salah kita pukul, di OSIS juga sama, ketika MOS juga dihukum. Hukumannya
juga bersifat keras juga. Karena itu saya tertarik mengikuti sosialisasi itu, yang
awalnya karena ditunjuk tadi, tapi karena ada kata kekerasan itu saya akhirnya
penasaran juga.

Memang ketika saya mendapatkan hasil, ilmu ketika sosialisasi tersebut ya


memang itu menurut saya “oh ternyata seperti ini”. Intinya hal-hal yang baru di
kehidupan saya. Saya juga waktu itu nanya juga “pada saat orang tua yang
melakukan pendidikan kekerasan” ya saya nanya seperti itu, ya mereka
tanggapannya seperti itu membuat hati saya juga “ternyata itu salah”, walaupun
memang menurut orang tua itu benar gitu kan, karena memang belum tentu yang
menurut orang tua itu benar menurut anak itu benar. Akhirnya memang itu yang
perlu kita sosialisasikan juga kepada orang tua, yang perlu kita bilang kepada
orang tua kita bahwasanya seperti ini atau kadang juga, saya juga kalau
misalkan ada apa-apa kepada orang tua ya memang persepsinya harus sama
dengan orang tua gitu kan. Saya maunya seperti ini kepada orang tua dan orang
tua ya diusahakan mengabulkan apa yang saya inginkan dengan pertimbangan-
pertimbangannya tanpa ada kekerasan sedikitpun dan Alhamdulillah sekarang
saya dengan orang tua saya tidak pernah ada tindakan kekerasan apapun kepada
saya. Memang dulu, dulu juga ya memang sebelum itu ketika saya kecil juga ya
memang orang tua juga masih mukul saya, menyubit saya, ketika kesini-kesini
semakin juga saya selalu berinteraksi dengan orang tua seperti ini-ininya, apa
yang saya bilang ke orang tua memang Alhamdulillah orang tua mengerti gitu
kan, dan sekarang Alhamdulillah hasilnya tidak ada kekerasan sedikitpun di
keluarga saya. Itu yang saya dapatkan setelah mendapatkan hasil dari sosialisasi
tersebut.

3) Sebelum menerima program pencegahan itu, pernah mengikuti kegiatan


serupa enggak? Atau itu baru pertama kali?
P6 : Jadi itu pertama kalinya saya mengikuti kegiatan yang berbau anak ya.
Disitulah awalnya.
189

LAMPIRAN II
190

DOKUMENTASI

Gambar Wawancara dengan Informan P1, Ibu Dra. Iin Adillah., M.Si

Gambar Wawancara dengan Informan P2, Bapak Drs. H. Nunung Effendi, M.Si
191

Gambar Wawancara dengan Informan P3, Ibu Rina Wuryanti, S.Sos., M.Si

Gambar Wawancara dengan Informan P4, Fitri Melhani


192

Gambar Wawancara dengan Informan P5, Siti Nadilah

Gambar Wawancara dengan Informan P6, Kaesul Ma’Arif


193

Gambar Suasana pada saat sosialisasi

Gambar sosialisasi three ends


194

Gambar Suasana saat sosialisasi three ends

Gambar bimbingan teknis relawan


195

Gambar bimbingan teknis relawan


196

LAMPIRAN III
197

CATATAN BIMBINGAN
198
199

RIWAYAT HIDUP

Nama : Siti Rofikoh


Tempat dan tanggal lahir : Serang / 04 Agustus 1995
Jenis kelamin : Perempuan
Tinggi dan berat badan : 162 cm / 50 kg
Agama : Islam
Golongan darah :O
Status pernikahan : Belum Menikah
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Citra Gading Blok F5 No. 39
RT/RW : 004/011
Kelurahan : Karundang
Kecamatan : Cipocok Jaya
Provinsi : Banten
Kode Pos : 42126
Telepon : 083870010706
Alamat E-mail : sitirofikoh95@rocketmail.com

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN


2001 – 2007 SDN Karang Tumaritis
2007 – 2010 SMPN 1 Kota Serang
2010 – 2013 SMAN 1 Kota Serang
2013 – 2018 Ilmu Komunikasi di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa S1

Anda mungkin juga menyukai