Anda di halaman 1dari 5

UTS HUKUM ACARA PERADILAN KONSTITUSI

Nama : Boaz Marcus Wilhelm Pattipeilohy

Nim : 215010107111151

Presensi : 56

JAWABAN

1. A. Hukum Acara MK adalah hukum formil yang berfungsi untuk


menegakkan hukum materiilnya, yaitu bagian dari hukum konstitusi yang
menjadi wewenang MK. Oleh karena itu keberadaan Hukum Acara MK
dapat disejajarkan dengan hukum Acara Pidana, Hukum Acara Perdata, dan
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Hukum Acara MK memiliki
karakteristik khusus, karena hukum materiil yang hendak ditegakkan tidak
merujuk pada undang-undang atau kitab undang-undang tertentu, melainkan
konstitusi sebagai hukum dasar sistem hukum itu sendiri

B. Materiil: Dari aspek materiil, untuk mengetahui sumbernya


hukum acara MK harus dilihat dari mana ketentuan materiil hukum acara itu
berasal dimaksudkan untuk diambil atau hal-hal lain yang mempengaruhi
materi hukum acara Mahkamah Konstitusi. Dalam konteks hukum nasional,
hukum acara MK tentunya dilandasi oleh nilai-nilai yang diyakini oleh
bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.

Formill : Sedangkan sumber hukum acara hukum formill MK adalah


ketentuan hukum positif yang mengatur hukum acara Mahkamah Konstitusi
atau setidak-tidaknya berkaitan dengan hukum acara MK. Ketentuan Pasal
24C ayat (6) UUD 1945 menyatakan bahwa Hukum acara merupakan salah
satu hal yang berkaitan dengan keberadaan Mahkamah Konstitusi yang akan
diatur dengan undang-undang. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi diatur
dalam UU MK, yaitu dalam Bab V dari Pasal 28 sampai dengan Pasal 85.
Selain UU MK, tentu ada berbagai ketentuan perundang-undangan lain yang
terkait dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi. Beberapa undang-undang
lain juga telah menjadi sumber hukum dalam proses peradilan Mahkamah
Konstitusi, antara lain :

1. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan


Keadilan.

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan


Perundang-undangan

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah


(Beserta Perubahannya)

4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara


Pemilihan Umum

5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum


Anggota DPR, DPD, dan DPRD

7. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum


Presiden dan Wakil Presiden

8. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan


DPRD.

C. MK dapat menentukan penggabungan perkara, baik dalam pemeriksaan


siding maupun dalam keputusan. Penggabungan perkara dilakukan melalui
penetapan Mahkamah Konstitusi jika ada dua kasus atau lebih yang
memiliki objek atau substansi dari aplikasi yang sama. Penggabungan
perkara secara umum dilakukan untuk kasus serupa meskipun ada dua
kemungkinan kasus yang berada di bawah dua otoritas berbeda yang
memiliki masalah hukum atau topik yang sama. Penggabungan perkara
untuk perkara pengujian UU diatur dalam PMK No. 6 Tahun 2005 tentang
Pedoman Beracara Dalam Perkara Pengujian UndangUndang. Pasal 11 ayat
(6) PMK No. 6 Tahun 2005 dinyatakan bahwa penggabungan perkara dapat
dilakukan berdasarkan usulan panel hakim terhadap perkara yang (a)
memiliki kesamaan pokok permohonan; (b) memiliki keterkaitan materi
permohonan; atau (c) pertimbangan atas permintaan
pemohon. Tujuan digabungkannya suatu perkara adalah demi asas peradilan
sederhana, cepat, dan biaya ringan. Karena dengan penggabungan gugatan
akan menghemat waktu serta biaya.

2. Formil : aturan yang disebut uu karena cara terbentuknya memenuhi


prosedur formal untuk disebut sebagai UU atau suatu bentuk keputusan atau
ketentuan yang dikeluarkan oleh pembentuk undang-undang dengan
prosedur tertentu

materiil: semua aturan hukum yang mengikat orang secara umum atau setiap
bentuk keputusan pemerintah yang memiliki kekuatan mengikat tanpa
memperhatikan prosedur pembuatan dan tata cara serta lembaga yang
membuatnya

MK berwenang melakukan pengujian untuk keduanya karena dalam Pasal


51 ayat (3) huruf a UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang mahkama konstitusi
menagtu mengenai pengujian formil, dimana dalam ketentuan tersebut diatur
bahwa pemohon wajib menguraikan dengan jelas bahwa pembentukan UU
tidak memenuhi ketentuan berdasarkan. Sedangkan pengujian materiil
tercantum dalam Pasal 51 ayat (3) huruf b UU Nomor 24 Tahun 2003
tentang mahkamah konstitusi mengatur mengenai pengujian materiil :
pemohon wajib wajib menguraikan dengan jelas bahwa materi muatan
dalam ayat, pasal, atau bagian UU dianggap bertentangan dengan UUD
1945. Pengujian materiil adalah pengujian UU yang berkenaan dengan
materi muatan dalam ayay, pasal, atau UU yang dianggap bertentangan
dengan uud 1945
3. Harjono dalam buku Konstitusi sebagai Rumah Bangsa (hal. 176),
menjelaskan bahwa legal standing adalah keadaan di mana seseorang atau
suatu pihak ditentukan memenuhi syarat dan oleh karena itu mempunyai hak
untuk mengajukan permohonan penyelesaian perselisihan atau sengketa atau
perkara di depan Mahkamah Konstitusi (“MK”).

Pasal 51 UU 24/2003, MK dalam beberapa putusannya telah merumuskan


kriteria agar seseorang atau suatu pihak memiliki legal standing, yaitu:
a. Kualifikasinya sebagai subjek hukum, di mana pemohon harus merupakan
salah satu dari subjek hukum berikut ini:
1. perorangan warga negara
2. kesatuan masyarakat hukum adat
3. badan hukum publik atau privat
4. lembaga negara.

b. Anggapan pemohon bahwa hak dan wewenang konstitusionalnya


dirugikan oleh berlakunya suatu undang-undang dengan rincian sebagai
berikut:
1. adanya hak/kewenangan konstitusional pemohon yang diberikan oleh
UUD 1945;
2. hak/kewenangan konstitusional pemohon tersebut dianggap oleh pemohon
telah dirugikan oleh undang-undang yang sedang diuji;
3. kerugian tersebut bersifat khusus (spesifik) dan aktual atau setidak-
tidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat
dipastikan terjadi;
4. adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian dan
berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji; dan
5. adanya kemungkinan dengan dikabulkan permohonan, kerugian
konstitusional yang didalilkan itu akan atau tidak lagi terjadi.
Jadi, dengan dipenuhinya persyaratan tentang kualifikasi subjek hukum dan
persyaratan kerugian tersebut di atas, pemohon mempunyai legal standing
Mahkamah Konstitusi untuk mengajukan permohonan.
4. Materiil : Dalam uji materil, objek pengujian adalah materi muatan undang-
undang. Bila hakim memutuskan bahwa pasal-pasal yang diuji
inkonstitusional, maka pasal-pasal tersebut batal. Hal tersebut tercantum
pada 51 ayat (3) huruf a UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang mahkama
konstitusi menagtu mengenai pengujian formil, dimana dalam ketentuan
tersebut diatur bahwa pemohon wajib menguraikan dengan jelas bahwa
pembentukan UU tidak memenuhi ketentuan berdasarkan.

Formill : sedangkan uji formil menyoal proses pembentukan undang-


undang, yang diatur dalam Pasal 51 ayat (3) huruf b UU Nomor 24 Tahun
2003 tentang mahkamah konstitusi mengatur mengenai pengujian materiil :
pemohon wajib wajib menguraikan dengan jelas bahwa materi muatan
dalam ayat, pasal, atau bagian UU dianggap bertentangan dengan UUD
1945.

5. Konstitusional bersyarat (conditionally constitutional) :


suatu ketentuan yang rumusan umumnya kemudian dilaksanakan dalam
bentuk A, maka pelaksanaan A tidak bertentangan dengan UUD (UUD
1945). Namun, jika bentuk implementasinya ternyata B, maka B akan
bertentangan dengan UUD. Dan dengan demikian pasal tersebut dapat
diperiksa kembali. Maksudnya kalau diterapkan hukum seperti A itu
konstitusional, tapi kalau diberlakukan di B itu akan bertentangan dengan
konstitusi.

Inkonstitusional Bersyarat (Conditionally Unconstitusional) :


Inkonstitusional bersyarat adalah kebalikan dari putusan konstitusional
bersyarat, artinya pasal yang dimohonkan pengujian dinyatakan
bertentangan secara bersyarat dengan UUD 1945. Artinya, pasal yang
dimohonkan pengujian adalah inkonstitusional jika syarat-syarat yang
ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi tidak dipenuhi. Dengan demikian
pasal yang dimohonkan pengujian pada saat putusan dibacakan adalah
inkonstitusional dan akan menjadi konstitusional apabila syarat-syarat yang
ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi dipenuhi oleh addrena putusan
Mahkamah Konstitusi.

Anda mungkin juga menyukai