1. Kata “iman” dalam Perjanjian Lama berarti “berpegang teguh”. Beriman berarti berpegang
teguh pada keyakinan yang dimiliki akan suatu hal, karena hal itu dapat dipercaya dan diandalkan.
2. Dalam bahasa Ibrani iman adalah emun (Ul. 32:20, Hab. 2:4), artinya kesetiaan. Dalam bahasa
Yunani disebut pisteuo, artinya mempercayai atau menerima sebagai hal yang benar, percaya tanpa
ragu sedikit pun, bersandar kepadanya, atau berharap penuh kepadanya, dan mempunyai dasar yang
kuat atau teguh. Dalam bahasa Latin memakai kata fides atau faith (Inggris).
3. Defenisi iman dalam Ibrani 11:1 yaitu; dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti
dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.
4. Beriman berarti; berpegang teguh pada apa yang diyakini atau berketetapan hati untuk
meyakini sesuatu karena apa yang diyakininya itu dapat diandalkan/dipercayai.
5. Iman selalu dihubungkan dengan kepercayaan manusia kepada Allah, dengan meyakini,
mengandalkan, menaruh harapan, berpegang teguh kepada apa yang dikatakan Allah.
a. Iman adalah anugerah, karena diberikan Tuhan dalam hati tiap seorang, dan akan bertumbuh
jika diresponi/ditanggapi orang tersebut. Tuhan yang mulai menaruh iman di hati seseorang, sedang
pertumbuhannya tergantung pada respons manusia.
b. Iman bersifat dinamis, sebab iman itu hidup, aktif, dan terus bertumbuh dalam setiap keadaan
dan sering mengalami banyak ujian untuk mengokohkannya
c. Iman tidak pernah berhenti, iman akan terus bertumbuh dan diuji keteguhannya selama hidup
kita, setelah itu kita akan menghadapi pengadilan Allah.
8. Orang beriman ialah orang yang mempercayakan seluruh kehidupannya kepada Tuhan yang
dipercayai dan diandalkannya sebagai sumber kehidupannya.
9. Iman selalu berkaitan dengan “percaya”. Kata “pengharapan” juga tidak terlepas dari iman
kepada Tuhan. Iman itu membangkitkan pengharapan, dan mendorong orang untuk mewujudkan
pengharapannya.
a. Karena umumnya manusia membutuhkan bukti nyata atas segala sesuatu yang dipercayainya.
Padahal, kehidupan iman menuntut keteguhan hati untuk percaya, bahkan ketika tidak ada bukti secara
kasat mata.
b. Hidup menyajikan dua pilihan kepada kita: Bersandar kepada Allah atau bersandar pada diri
sendiri. Ketika Allah tidak menjawab doa yang kita harapkan, kita tergoda untuk bersandar pada diri
sendiri atau kecewa dan akhirnya meninggalkan Tuhan.
c. Iman adalah alat komunikasi atau sarana penghubung antara manusia dan Tuhan. Tuhan dan
manusia berasal dari dua substansi yang berbeda: Tuhan roh, manusia jasmani; Tuhan tidak terbatas,
manusia terbatas; Tuhan kekal, manusia fana. Iman adalah bahasa penghubung antara Allah dan
manusia.
2. Allah menuntut pertanggungjawaban pada-Nya, yaitu bagaimana kita hidup dan apa yang kita
perbuat.
3. Allah terlibat dalam hidup kita, dengan mengasihi kita; berinteraksi dengan kita; dan
menyelamatkan kita dari hukuman dosa.
Belajar dari tokoh teladan di bawah ini bagaimana mereka beriman dan percaya kepada Allah telah
menyelamatakan manusia.
1. Nuh, yaitu tokoh fenomenal pada zamannya, ia mengerjakan bahtera yang diperintahkan Tuhan
padanya, meski banyak orang memperolok dia bahkan menganggapnya gila. Banyak tekanan dialaminya
dan tidak mudah untuk dihadapi, namun ia percaya kepada Tuhan. Imannya tidak goyah menghadapi
tekanan dari penduduk kota sampai tiba saatnya mereka sekeluarga masuk ke dalam bahtera dan turun
hujan 40 hari lamanya sehingga seluruh bumi tergenang air dan tidak ada manusia yang selamat kecuali
Nuh dan keluarganya.
2. Abraham disuruh Tuhan untuk meninggalkan tempat tinggalnya dan pergi ke suatu negeri yang
belum diketahui, ia taat kepada perintah Tuhan tanpa bertanya atau mengeluh. Allah berjanji akan
menjadikan keturunan Abraham sebagai bangsa yang besar dan diberkati Allah. Abraham pergi tanpa
kejelasan arah dan tujuan, hanya mengandalkan janji Allah yang tetap dia pegang teguh. Abraham
percaya dengan sepenuh hati menyerahkan masa depannya kepada janji Allah. Ia berpisah dengan sanak
keluarganya, dari habitatnya demi menjalani perintah Allah. Berbagai rintangan dan kesulitan dihadapi,
puncak perjuangannya ialah saat Allah meminta Ishak dipersembahkan sebagai kurban bagi-Nya. Anak
tunggal yang telah lama dinantikannya, ia tetap memenuhi perintah Allah untuk mengurbankan Ishak.
Tapi Allah meluputkan Ishak. Melalui ujian ini, Abraham disebut sebagai Bapa segala orang beriman.
3. Perempuan Kanaan yang Percaya, dalam Perjanjian Baru ada contoh berkaitan dengan aspek
percaya (Mat. 15:21-28). Anak perempuan Kanaan kerasukan setan dan amat menderita. Ketika ia
mendengar Yesus sedang berada di sekitar daerah tempat tinggalnya, perempuan ini segera pergi ke
sana dan meminta Yesus menyembuhkan penyakit putrinya. Sekalipun Yesus tidak mempedulikan
permintaannya, ia terus berusaha mendekati Yesus sambil memohon. Meskipun perkataan Yesus sangat
menyakitkan hati, ia tidak peduli dan tetap memohon Yesus untuk menyembuhkan anaknya. Ketika
Yesus melihat keteguhan hati perempuan Kanaan ini, Yesus pun mengabulkan permintaannya dan
menyembuhkan penyakit anaknya.
4. Yesus Menyembuhkan Hamba Seorang Perwira di Kapernaum. Seorang perwira yang hambanya
menderita sakit keras. Perwira itu seorang Romawi yang sangat mengasihi hambanya. Ketika sang
perwira mendengar Yesus memasuki kota Kapernaum, ia mengutus suruhannya untuk meminta Yesus
menyembuhkan penyakit hambanya. Yesus mengabulkan permintaan perwira itu. Namun saat ia tahu
bahwa Yesus bersedia menyembuhkan hambanya, justru perwira ini merasa dirinya tidak pantas
menerima kehadiran Yesus di rumahnya. Ia hanya meminta Yesus untuk menyembuhkan hambanya dari
jauh, karena ia percaya, tanpa perlu datang ke rumahnya pun, Yesus sanggup menyembuhkan
hambanya. Dan Yesus pun memuji “iman” perwira Romawi itu dan menyembuhkan hambanya yang
sakit.
5. Hana yang menaruh harapan dan kepercayaannya kepada Allah yang memperhatikan
kehidupannya. Dengan iman ia yakin Tuhan pasti memberikannya anak laki-laki sebab keinginannya itu
bukan hanya untuk kesenangannya sendiri, tetapi Hana ingin mempersembahkan anaknya itu untuk
melayani di rumah Tuhan (1Sam.1-2:10).
6. Ayub (Ayb 23:10); yang tetap setia dalam penderitaan dan kesusahannya yang bertubi-tubi.
Pada akhirnya Allah memberkati Ayub dan menyembuhkan Ayub dari penyakitnya. Bahkan
memberkatinya berlipat ganda dari berkat yang semula ia miliki. Karena Tuhan tidak pernah
mengecewakan orang-orang yang berharap kepada-Nya.
Orang yang memelihara iman adalah mereka yang memiliki sikap berikut:
1. Bijaksana dalam memposisikan diri di tengah krisis yang sedang dihadapi. Daniel, Sadrakh,
Mesak dan Abednego memiliki iman bahwa pembuangan yang dialaminya memiliki dimensi pengajaran.
Sehingga mereka peka dalam mengambil sikap. Karena iman, mereka tidak ikut santap makanan raja
dengan kemewahannya. Karena mereka percaya akan lebih bugar dengan santapan sederhana.
Begitulah praktik peran iman mereka yang tahu memposisikan diri di tengah krisis. Mereka tidak mau
menyembah patung berhala raja meskipun diancam hukuman berat, sebagai akibat dari ketaatan
mereka kepada Tuhan, mereka dicampakkan dalam api yang menyala-nyala namun Tuhan
menyelamatakan mereka. Hasilnya, rajapun takluk kepada Tuhan yang mereka sembah.
2. Tetap menghormati Norma Sosial Masyarakat. Kondisi hidup Daniel dan kawan-kawannya di
tengah lingkungan majemuk atau beragam, mirip dengan konteks Indonesia yang majemuk atau
beragam. Namun Daniel yang beriman tidak langsung menolak semua norma sosial masyarakat, contoh:
Daniel mengikuti kebiasaan setempat dalam memberi salam kepada raja, ia tidak keberatan ketika nama
mereka diganti dengan nama Babel. Penggantian nama tidak pernah melunturkan iman mereka.
3. Menerima Keterbatasannya sebagai Manusia. Manusia adalah makhluk yang diciptakan Allah,
sebagai ciptaan manusia memiliki keterbatasan. Karena keterbatasan itu, manusia menggantungkan
hidupnya pada Tuhan. Percaya dan memberikan diri dipimpin oleh Tuhan tidak berarti manusia bersikap
pasif, malahan kepercayaan itu menjadi suatu dorongan atau motivasi untuk belajar dan bekerja dengan
giat.
4. Terus menjaga dan membina hubungan yang akrab dengan Tuhan melalui Doa dan membaca
Alkitab. Berbagai persoalan yang dihadapi dalam hidup, baik menyenangkan maupun tidak, dalam segala
situasi orang beriman tetap memelihara hubungan yang akrab dengan Tuhan. Hal itu dilakukan lewat
kesetiaan dalam berdoa dan membaca Alkitab.
5. Tetap Setia apapun keadaannya. Orang beriman tetap setia dan percaya pada Allah dalam
menghadapi berbagai masalah kehidupan. Imannya tidak pernah surut dan tidak hilang percaya kepada
Allah, walau sedang menghadapi masalah berat. Tidak bersungut-sungut dan meragukan Allah saat
menghadapi kesukaran.