Anda di halaman 1dari 4

Tugas 1

 Dalam Firman Yesus berkata, "Bagaimana pun cara Tuhan bekerja, dan dalam lingkungan
seperti apa pun engkau, engkau mampu mengejar kehidupan, dan mencari kebenaran,
serta mencari pengetahuan tentang pekerjaan Tuhan, dan memiliki pemahaman tentang
tindakan-tindakan-Nya, dan engkau mampu bertindak sesuai kebenaran. Melakukan
semua itu menunjukkan bahwa engkau belum kehilangan iman kepada Tuhan. Engkau
hanya dapat memiliki iman yang sejati kepada Tuhan jika engkau mampu untuk teguh
mengejar kebenaran melalui pemurnian, jika engkau mampu benar-benar mengasihi
Tuhan dan tidak mengembangkan keraguan tentang Dia, jika apa pun yang Dia lakukan,
engkau tetap melakukan kebenaran untuk memuaskan-Nya, dan jika engkau mampu
mencari kehendak-Nya secara mendalam dan memikirkan kehendak-Nya" ("Mereka yang
Akan Disempurnakan Harus Melewati Pemurnian"). Kita dapat memahami dari firman Tuhan
bahwa iman yang sejati merujuk pada kemampuan untuk memelihara hati yang menghormati dan
tunduk kepada Tuhan dalam lingkungan apa pun yang mungkin kita hadapi, apakah kita sedang
menghadapi kesulitan dan pemurnian, kemunduran dan kegagalan, dan tanpa menghiraukan
betapa hebatnya penderitaan jasmani maupun rohani kita. Kita harus mampu mencari kebenaran,
memahami kehendak Tuhan, dan terus berbakti kepada-Nya di tengah lingkungan yang telah Dia
tetapkan. Hanya orang seperti itulah yang dapat dianggap sebagai orang yang memiliki iman
yang sejati. Sekarang mari kita lihat pengalaman Abraham dan Ayub agar kita dapat lebih
memahami apa itu penghayatan iman katolik.

1. Iman Abraham
Ketika Abraham berusia satu abad, Tuhan berjanji untuk memberikan seorang putra kepadanya
—Ishak. Namun ketika Ishak bertumbuh dewasa, Tuhan memberi tahu Abraham bahwa dia
harus mempersembahkan Ishak sebagai korban. Ada banyak orang yang mungkin merasa bahwa
cara Tuhan bekerja semacam ini terlalu jauh berbeda dengan gagasan manusia, atau mereka
mungkin merasa bahwa jika ujian seperti itu menimpa kita, kita pasti akan mencoba untuk
berdebat dengan Tuhan. Namun demikian, ketika Abraham menghadapi ujian ini, reaksinya
sama sekali bertentangan dengan apa yang kita harapkan. Bukan saja Abraham tidak berdebat
dengan Tuhan, tetapi dia mampu benar-benar tunduk kepada-Nya, dengan tulus dan sungguh-
sungguh mengembalikan Ishak kepada Tuhan. Sebagaimana yang tertulis dalam Alkitab, "Maka
Abraham bangun pagi-pagi benar dan memasang pelana keledainya lalu membawa dua orang
bujang bersamanya dan Ishak anaknya; ia juga membelah kayu untuk korban bakaran itu lalu
berangkatlah ia dan pergi ke tempat yang diperintahkan Tuhan kepadanya. ... Tibalah mereka ke
tempat yang Tuhan tunjukkan kepadanya, lalu Abraham mendirikan mezbah di sana, menyusun
kayu dan mengikat Ishak, anaknya dan membaringkannya di mezbah itu, di atas kayu. Lalu
Abraham mengulurkan tangannya dan mengambil pisau untuk menyembelih anak lelakinya"
(Kejadian 22:3, 9-10). Semua manusia berasal dari daging─kita semua emosional, dan ketika
kita menghadapi sesuatu seperti ini kita pasti menderita, merasa sakit. Namun alasan Abraham
mampu menahan dirinya untuk tidak melakukan tawar-menawar dengan Tuhan dan alasan dia
dapat mematuhi perintah Tuhan adalah karena dia tahu bahwa Ishak telah dianugerahkan
kepadanya oleh Tuhan sejak semula, dan bahwa Ishak akan diambil kembali oleh Tuhan. Dia
dengan tulus bersikap patuh, dan itu adalah iman Abraham kepada Tuhan. Dia benar-benar
percaya kepada Tuhan dan tunduk kepada-Nya secara mutlak—bahkan ketika hal itu berarti
berpisah dengan apa yang paling berharga baginya, dia tetap mempersembahkan Ishak kembali
kepada Tuhan. Akhirnya, iman dan ketaatan Abraham yang sejati kepada Tuhan memenangkan
perkenanan dan berkat Tuhan. Tuhan mengizinkan Abraham untuk menjadi nenek moyang
banyak bangsa; keturunannya telah berkembang pesat dan berlipat ganda dan menjadi bangsa-
bangsa yang besar.

Sama seperti Ayub, dia telah kehilangan semua harta benda keluarganya dan putra-putrinya, dan
tubuhnya dipenuhi bisul ketika dia dicobai dan diserang oleh Iblis. Ketika Ayub mengalami
penderitaan yang luar biasa ini, teman-teman dan istrinya tidak memahaminya, malah
menghakimi dan menyerangnya, tetapi Ayub tidak mengucapkan sepatah kata pun keluhan. Dia
memiliki iman yang sejati kepada Tuhan dan percaya bahwa semua hal yang menimpanya atas
izin Tuhan, jadi dia sujud di hadapan Tuhan dan berdoa untuk mencari kehendak Tuhan. Dengan
mencari, dia mengerti bahwa semua yang dia miliki adalah pemberian Tuhan, adalah wajar dan
benar bagi Tuhan untuk mengambil semua ini, dan bahwa dia harus menaati Tuhan sebagai
makhluk ciptaan tanpa syarat. Makanya, ketika Ayub mengalami penderitaan yang luar biasa, dia
berkata: "Dengan telanjang aku keluar dari rahim ibuku, dengan telanjang aku juga akan kembali
ke situ: Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh" (Ayub
1:21). "Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang
jahat?" (Ayub 2:10). Dari sini, kita melihat bahwa ketika Ayub mengalami ujian dan
penderitaan, dia tidak kehilangan iman dan tidak berbuat dosa dengan bibirnya, dia dapat
mencari kehendak Tuhan, memilih untuk menanggung penderitaan fisik demi mempertahankan
iman, pengabdian dan ketaatannya kepada Tuhan, dan dengan demikian mempermalukan Iblis
dan memberikan kesaksian yang bergema dan indah bagi Tuhan. Inilah yang dimaksud dengan
penghayatan iman katolik

Dari Kisah Abraham Dan Ayub dapat kita simpulkan bahwa menghayati iman bukan hanya
dengan sekedar pergi ke Gereja, rajin berdoa dan lain sebagainya. Tapi bagaimana kita dapat
menerima kehadiran Tuhan dalam segala peristiwa/tragedi dan dalam masa-masa sulit serta
dalam kehidupan sehari-hari dan berserah diri kepadaNya, lalu bagaimana kita dapat menhayati
iman katolik dalam kehidupan sehari-hari

Misalnya, ketika kita menghadapi penderitaan atau penyakit dan menjadi lemah dan negatif,
pertama-tama kita harus tahu bahwa Tuhan mengizinkan hal-hal ini terjadi pada kita. Kita tidak
bisa salah memahami atau menyalahkan Tuhan, melainkan harus mencari kehendak Tuhan di
posisi makhluk ciptaan. Ketika kita menenangkan diri di hadapan Tuhan untuk mencari
kehendak Tuhan seperti ini, kita akan menyadari bahwa ketika kita percaya kepada Tuhan dan
berkorban untuk-Nya, dan ketika semuanya berjalan dengan lancar dan damai, kita memiliki
iman yang penuh terhadap Tuhan, tetapi pada saat bencana alam dan bencana buatan manusia
menimpa, kita menyalahkan Tuhan karena tidak melindungi kita, dan kehilangan iman kepada-
Nya, sehingga tidak lagi termotivasi untuk berkorban bagi-Nya, dan bahkan menjauhi dan
mengkhianati-Nya. Ini menunjukkan bahwa pengorbanan kita untuk Tuhan terkontaminasi
dengan niat dan ketidakmurnian, bukan demi mengasihi dan memuaskan Tuhan, tetapi demi
mendapatkan berkat dan kasih karunia—kita bertransaksi dengan Tuhan dengan menggunakan
kedok berkorban untuk Tuhan. Tuhan Yesus telah memberitahu kita: "Engkau harus mengasihi
Tuhan dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu dan segenap pikiranmu. Inilah
perintah pertama dan yang terutama" (Matius 22:37-38). Ketika kita percaya kepada Tuhan
dan berkorban untuk Dia, kita harus mengasihi Tuhan dengan segenap hati dan pikiran kita.
Tidak peduli seberapa banyak pekerjaan yang kita lakukan, atau seberapa banyak penderitaan
yang kita tanggung, kita tidak boleh memiliki keinginan dan ambisi pribadi serta
ketidakmurnian, dan apa yang kita lakukan hanya untuk menaati dan memuaskan Tuhan tanpa
meminta imbalan. Bahkan jika kita dihadapkan dengan ujian dan kesengsaraan besar, kita tidak
mengeluh kepada Tuhan, juga tidak mengkhianati-Nya, dapat mematuhi pengaturan dan
penataan Tuhan, serta memberikan kesaksian yang indah dan bergema bagi Tuhan. Hanya
dengan demikian, kita akan menjadi orang-orang yang mengasihi Tuhan dengan segenap hati,
jiwa dan pikiran kita. Setelah kita memahami kehendak dan tuntutan Tuhan dan mengetahui
kekurangan kita sendiri, kita akan menjadi rela untuk meninggalkan kedagingan atau hal-hal
duniawi, menyembah dan menaati Tuhan tanpa syarat, dan bersedia berdiri teguh dalam
kesaksian untuk memuaskan Tuhan. Dengan cara ini, kita akan menghasilkan iman katolik yang
sejati kepada Tuhan dan menjadi kesaksian untuk memuaskan Tuhan.

Referensi : https://kupang.tribunnews.com/2022/10/02/renungan-harian-katolik-minggu-2-
oktober-2022-tuhan-tambahkanlah-iman-kami

Anda mungkin juga menyukai