Nah, apakah dasar atau fondasi yang benar dari hati yang menyembah itu masih ada pada kita ?
Karena itu, belajarlah memahami maupun mempraktikkan perspektif yang benar tentang hati
yang menyembah supaya kita sungguh-sungguh menyembah Tuhan meski sedang tidak berada
di gedung gereja. Kembali pada hati yang menyembah akan membawa kita makin intim dengan
Tuhan, sebab Dia pun ingin kita memiliki respons yang benar dalam memuji dan menyembah.
Yohanes 4 : 24 Tuhan itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya
dalam roh dan kebenaran.
Menyembah di dalam roh dan kebenaran itu hanya bagi orang-orang Kristen yang telah
mengalami kelahiran baru (Yoh. 3:1-21) serta mengenal firman Tuhan. Namun, kita semua yang
sudah lahir baru, belum tentu menyembah Dia dengan benar. Rick Warren pernah menulis
bahwa kita diciptakan untuk menyembah. Jadi, manusia punya kebutuhan untuk menyembah
terhadap sesuatu atau objek yang kita rasa lebih besar ataupun seseorang yang lebih hebat
daripada kita. Jika tidak ada, manusia akan menyembah dirinya sendiri.
Maka, penting sekali untuk kita mengarahkan hati ke arah yang benar, yaitu Tuhan, supaya kita
tidak mendewakan atau menyembah sesuatu yang salah. Sebab banyak orang menjadikan berhala
terhadap barang-barang ataupun lainnya. Di masa pandemi seperti ini, kita mesti menyembah
dengan benar, sehingga apa pun keadaannya, hati serta pikiran kita juga benar di hadapan-Nya.
Kita akan belajar dari Abraham yang diuji oleh Tuhan untuk mempersembahkan anaknya, Ishak.
Kejadian 22 : 6 – 10 Lalu Abraham mengambil kayu untuk korban bakaran itu dan
memikulkannya ke atas bahu Ishak, anaknya, sedang di tangannya dibawanya api dan
pisau. Demikianlah keduanya berjalan bersama-sama. Lalu berkatalah Ishak kepada
Abraham, ayahnya: "Bapa." Sahut Abraham: "Ya, anakku." Bertanyalah ia: "Di sini
sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk korban bakaran
itu?" Sahut Abraham: "Tuhan yang akan menyediakan anak domba untuk korban
bakaran bagi-Nya, anakku." Demikianlah keduanya berjalan bersama-sama. Sampailah
mereka ke tempat yang dikatakan Tuhan kepadanya. Lalu Abraham mendirikan mezbah
di situ, disusunnyalah kayu, diikatnya Ishak, anaknya itu, dan diletakkannya di mezbah
itu, di atas kayu api. Sesudah itu Abraham mengulurkan tangannya, lalu mengambil
pisau untuk menyembelih anaknya.
Ishak sebagai anak tahu bahwa untuk mempersembahkan korban mesti ada korban persembahan.
Berbeda dengan banyak kita saat ini yang meski sudah mempersiapkan diri dengan baik untuk
ibadah secara online, namun kita mungkin tidak membawa persembahan bagi Tuhan.
Jika kita tidak menyanyikan pujian, tidak pandai ataupun tidak bisa bernyanyi, maka kita tidak
serta bukan menyembah Tuhan ? Bagaimana dengan seorang pengamen yang mahir menyanyi
lagu rohani di depan umum untuk memperoleh uang, maka dapat dikatakan ia benar-benar
menyembah Tuhan ? Tentu tidak ! Karena itu, tampilan luar tidak serta-merta atau seratus persen
menggambarkan penyembahan yang benar kepada-Nya. Ekspresi pujian dan penyembahan
memang dapat tersalur & terungkapkan melalui mazmur ataupun lagu, tetapi belum tentu
menggambarkan kesungguhan hati kita menyembah. Sebab penyembahan lebih berbicara pada
apa yang ada serta keluar dari hati kita, bukan pada apa yang ada serta keluar dari bibir atau
mulut kita.
Kata 'worship' atau menyembah itu pun dalam bahasa Ibrani adalah 'shachah' yang mengandung
arti membungkuk sampai rata ke tanah (to bow down), merendahkan diri untuk
menghormati yang kita sembah jauh lebih tinggi daripada kita. Penyembahan bukan
berbicara mengenai postur atau posisi tubuh, melainkan sikap hati kita di hadapan Raja segala
raja, Tuhan yang mahabesar. Karena itu, jika penyembahan adalah lebih pada apa yang ada &
dari dalam diri kita, maka semestinya setelah beribadah secara offline maupun online, kita
sebenarnya masih menyembah Tuhan. Baik di tempat kerja, di tengah keluarga, di manapun kita
dapat menyembah Dia. Worship is 24/7, penyembahan itu 24 jam sehari lewat apa pun yang kita
kerjakan serta lakukan. Tuhan ingin melihat apakah yang kita perbuat menunjukkan value dan
nilai Diri-Nya yang kudus kepada dunia & orang-orang sekitar.
1. SIAPA ATAU APA YANG DISEMBAH. Menyembah itu berkaitan dengan siapa atau
apa yang disembah. Dalam sebuah penyembahan selalu ada objek yang
disembah. Siapa atau apa yang disembah akan mempengaruhi seluruh kegiatan
penyembahan. Kita bukan menyembah demi mendapatkan sesuatu, melainkan benar-benar
murni untuk menyembah Tuhan. Jika kita saja begitu menaruh hormat pada manusia,
misalnya seorang presiden, apalagi semestinya sikap kita ke Tuhan, Tuhan semesta alam !
Tidak ada kita yang sempurna, tetapi marilah sama-sama belajar menyembah Tuhan dengan
benar. Dan ingatlah, penyembahan adalah satu arah, yaitu hanya bagi & demi menyembah Tuhan
saja. Persembahkanlah seluruh kehidupan kita kepada-Nya. Ada kuasa, mukjizat, serta hadirat
Tuhan dalam pujian dan penyembahan. Kiranya kita pun mengalami semua itu melalui pujian
serta penyembahan, meninggikan & mengagungkan nama Tuhan Yesus Kristus dalam hidup
kita. Ingat, tanpa kualitas kehidupan yang baik secara internal, maka kita takkan mengalami
berkat-berkat secara eksternal. Kiranya ada keselarasan antara internal (dalam diri) maupun
eksternal (luar diri) di hidup kita agar Ia mencurahkan berkat-Nya bagi kita. Amin.