Epistel : Yohanes 4: 20 - 26
Evangelium : Mazmur 95: 1 - 11
Apa yang terpikir oleh kita ketika berbicara tentang menyembah atau memuji
Tuhan? Mungkin kita akan memikirkan tentang musik, nyanyian, tim ibadah, pemandu
kidung, dan pemusik gereja yang berada di depan gereja. Semuanya itu benar! Tetapi
Yohanes 4: 23 memberitahu kita bahwa Allah mencari orang-orang yang mau
menyembah Dia dalam Roh dan kebenaran. Itu berarti menyembah Allah berkaitan erat
dengan apa yang kita suarakan, serukan, dan nyanyikan dengan sikap hati kita.
Mazmur 95 membantu kita melihat apa yang dibutuhkan agar penyembahan kita
benar di hadapan Tuhan. Nas ini sangat penting untuk minggu-minggu passion (pra-
paskah) karena Mazmur 95 ini menggerakkan kita melampaui pujian verbal (kata-kata)
dan penyerahan diri, yaitu, mendengar Tuhan dengan hati yang terbuka, kemudian
mempercayai, dan mematuhi Tuhan. Jika kita mengeraskan hati kita ketika mendengar
suara Tuhan dan menolak untuk mempercayai-Nya, serta menolak mematuhi apa yang
diperintahkan Tuhan, maka Tuhan tidak akan berkenan atau marah dengan
penyembahan kita.
Tampaknya itu adalah pesan dari Mazmur 95 ini, tetapi pesan itu menimbulkan
beberapa pertanyaan yang rumit tentang kemarahan Tuhan terhadap orang-orang
yang dicintai-Nya dan tentang kemungkinan orang-orang yang dicintai-Nya itu
kehilangan berkat yang telah Dia janjikan kepada mereka. Mari kita lihat apa yang ingin
dikatakan oleh Mazmur 95 ini, bukan dengan pendekatan teologi yang terbang tinggi
namun dengan bergulat langsung dengan teks kita sambil berpegang erat kepada
tema: Menyembah Allah dengan sepenuh hati.
Setidaknya saya melihat tiga bagian besar panggilan Tuhan untuk menyembah
(beribadah):
1. Panggilan untuk bersukacita dan sujud atau berlutut (1-6)
Bila kita mencermati paruh pertama Mazmur ini menyerukan dua tindakan yang
berbeda tetapi saling terkait atau tidak terpisah, yaitu: “Marilah kita bersorak-sorai
untuk Tuhan,” (Ay. 1) dan “Marilah sujud menyembah, berlutut di hadapan
TUHAN.” (Ay. 6). Ibadah tidak akan lengkap tanpa dua tindakan itu, “sorak-sorai
dan sujud atau berlutut.” Tidak cukup hanya bernyanyi, bersukacita, dan
bergembira, jika hati tidak sujud atau berlutut di hadapan Tuhan.
Mengapa perlu tindakan seperti itu? Tuhan layak mendapat pujian sorak-sorai
(sukacita) dan sujud syukur (tunduk). Karena Tuhan itu baik, Allah yang besar,
gunung batu keselamatan kita serta Raja yang besar mengatasi segala allah (2-3).
Dari kata “bersorak-sorai (sukacita) dan sujud atau berlutut,” Mazmur 95 ingin
penyembahan kita kepada Tuhan tanpa kedua tindakan maka pusat penyembahan
kita akan berpusat pada diri sendiri. Artinya, sukacita dalam ibadah akan berubah
menjadi hura-hura tanpa ada kontrol “sujud atau berlutut” di hadapan Tuhan,
karena dasar kita menyembah dengan sukacita adalah pengakuan bahwa kita
memiliki Tuhan yang luar biasa yang melebihi segalanya termasuk melebihi diri kita
sendiri, maka perlu tindakan lain yaitu “sujud atau berlutut” sebagai bentuk
pengakuan kita kepada Tuhan. Arti yang lebih dalam adalah penyembahan bukan
berpusat pada penyembah tetapi pada yang disembah yaitu Tuhan yang besar dan
Raja yang besar (Ay. 3).
Kedua tindakan tadi juga mengandung arti, kita diundang menyembah dengan
sorak-sorai atau sukacita datang kepada-Nya, dan jangan lupa datanglah dengan
sujud dan berlutut. Menyembah Tuhan dengan suara yang nyaring tetapi tetap
dalam kerendahan hati. Kita diundang Tuhan untuk memuji dan memuliakan nama-
Nya, dan kita juga diundang untuk datang dalam kerendahan hati.