Anda di halaman 1dari 3

Minggu, 12 Maret 2023 (Okuli)

Epistel : Yohanes 4: 20 - 26
Evangelium : Mazmur 95: 1 - 11

MENYEMBAH ALLAH DENGAN SEPENUH HATI

Apa yang terpikir oleh kita ketika berbicara tentang menyembah atau memuji
Tuhan? Mungkin kita akan memikirkan tentang musik, nyanyian, tim ibadah, pemandu
kidung, dan pemusik gereja yang berada di depan gereja. Semuanya itu benar! Tetapi
Yohanes 4: 23 memberitahu kita bahwa Allah mencari orang-orang yang mau
menyembah Dia dalam Roh dan kebenaran. Itu berarti menyembah Allah berkaitan erat
dengan apa yang kita suarakan, serukan, dan nyanyikan dengan sikap hati kita.
Mazmur 95 membantu kita melihat apa yang dibutuhkan agar penyembahan kita
benar di hadapan Tuhan. Nas ini sangat penting untuk minggu-minggu passion (pra-
paskah) karena Mazmur 95 ini menggerakkan kita melampaui pujian verbal (kata-kata)
dan penyerahan diri, yaitu, mendengar Tuhan dengan hati yang terbuka, kemudian
mempercayai, dan mematuhi Tuhan. Jika kita mengeraskan hati kita ketika mendengar
suara Tuhan dan menolak untuk mempercayai-Nya, serta menolak mematuhi apa yang
diperintahkan Tuhan, maka Tuhan tidak akan berkenan atau marah dengan
penyembahan kita.
Tampaknya itu adalah pesan dari Mazmur 95 ini, tetapi pesan itu menimbulkan
beberapa pertanyaan yang rumit tentang kemarahan Tuhan terhadap orang-orang
yang dicintai-Nya dan tentang kemungkinan orang-orang yang dicintai-Nya itu
kehilangan berkat yang telah Dia janjikan kepada mereka. Mari kita lihat apa yang ingin
dikatakan oleh Mazmur 95 ini, bukan dengan pendekatan teologi yang terbang tinggi
namun dengan bergulat langsung dengan teks kita sambil berpegang erat kepada
tema: Menyembah Allah dengan sepenuh hati.
Setidaknya saya melihat tiga bagian besar panggilan Tuhan untuk menyembah
(beribadah):
1. Panggilan untuk bersukacita dan sujud atau berlutut (1-6)
Bila kita mencermati paruh pertama Mazmur ini menyerukan dua tindakan yang
berbeda tetapi saling terkait atau tidak terpisah, yaitu: “Marilah kita bersorak-sorai
untuk Tuhan,” (Ay. 1) dan “Marilah sujud menyembah, berlutut di hadapan
TUHAN.” (Ay. 6). Ibadah tidak akan lengkap tanpa dua tindakan itu, “sorak-sorai
dan sujud atau berlutut.” Tidak cukup hanya bernyanyi, bersukacita, dan
bergembira, jika hati tidak sujud atau berlutut di hadapan Tuhan.
Mengapa perlu tindakan seperti itu? Tuhan layak mendapat pujian sorak-sorai
(sukacita) dan sujud syukur (tunduk). Karena Tuhan itu baik, Allah yang besar,
gunung batu keselamatan kita serta Raja yang besar mengatasi segala allah (2-3).
Dari kata “bersorak-sorai (sukacita) dan sujud atau berlutut,” Mazmur 95 ingin
penyembahan kita kepada Tuhan tanpa kedua tindakan maka pusat penyembahan
kita akan berpusat pada diri sendiri. Artinya, sukacita dalam ibadah akan berubah
menjadi hura-hura tanpa ada kontrol “sujud atau berlutut” di hadapan Tuhan,
karena dasar kita menyembah dengan sukacita adalah pengakuan bahwa kita
memiliki Tuhan yang luar biasa yang melebihi segalanya termasuk melebihi diri kita
sendiri, maka perlu tindakan lain yaitu “sujud atau berlutut” sebagai bentuk
pengakuan kita kepada Tuhan. Arti yang lebih dalam adalah penyembahan bukan
berpusat pada penyembah tetapi pada yang disembah yaitu Tuhan yang besar dan
Raja yang besar (Ay. 3).
Kedua tindakan tadi juga mengandung arti, kita diundang menyembah dengan
sorak-sorai atau sukacita datang kepada-Nya, dan jangan lupa datanglah dengan
sujud dan berlutut. Menyembah Tuhan dengan suara yang nyaring tetapi tetap
dalam kerendahan hati. Kita diundang Tuhan untuk memuji dan memuliakan nama-
Nya, dan kita juga diundang untuk datang dalam kerendahan hati.

2. Menyembah Tuhan dengan rasa hormat (6-7)


Hal lain dari “masuklah, marilah sujud menyembah, berlutut di hadapan Tuhan
yang menjadikan kita.” Seruan ini mengandung makna yang luar biasa, kata “sujud
dan berlutut” memiliki arti “rasa hormat”. Pemazmur memanggil jemaat untuk
menyembah dengan penuh rasa hormat kepada Tuhan. Menyembah atau ibadah
boleh diartikan dengan tunduk dan hormat serta patuh. Pemazmur mengatakan
perlunya tunduk dan hormat karena kita berhadapan dengan Sang Pencipta kita.
Artinya, siapakah kita di hadapan Tuhan yang menciptakan kita. Kita tidak
sebanding dengan Dia. Kita adalah ciptaan sedangkan Tuhan adalah Pencipta.
Pencipta berarti pemilik kehidupan kita, makanya dalam ibadah, kita patut
menyembah dengan penuh rasa hormat.
Selain dari “Pencipta” kita secara pribadi, Tuhan juga memilih kita menjadi
bangsa milik-Nya. Kita adalah umat pilihan-Nya di dalam Yesus Kristus, sehingga
siapakah kita yang hendak berlaku tidak hormat kepada-Nya. Kita hanya patut
berkata seperti yang dikatakan oleh rasul Paulus: “Sebab segala sesuatu  adalah
dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-
lamanya.” (Roma 11: 36).
Pemazmur menguatkan penyembahan dengan penuh rasa hormat kepada
Tuhan, dengan peringatan akan masa lalu bangsa Israel yang tidak hormat dan
menolak Tuhan dengan mengungkapkan peristiwa Meriba dan Masa. Dalam kedua
peristiwa ini, Israel sangat haus sehingga mereka mengeluh kepada Musa,
menuduhnya pemimpin yang membawa ke padang gurun untuk mati, dan mereka
mengatakan lebih baik mereka tetap di Mesir, di mana setidaknya ada air.
Penentangan bangsa Israel kepada Musa adalah penentangan kepada Tuhan, tidak
menghormati Musa yang dipilih oleh Tuhan untuk membawa bangsa Israel keluar
dari Mesir, sama dengan tidak menghormati Tuhan. Melawan Musa sama dengan
melawan Tuhan, menguji firman-Nya, meniadakan semua perbuatan Tuhan kepada
mereka. Sebagai akibat dari tidak hormat kepada Tuhan dalam peristiwa Meriba dan
Masa (Kel. 17) tidak seorang pun yang lahir di Mesir kecuali Yosua yang ikut masuk
ke tanah Perjanjian itu.
Menyembah Tuhan dengan rasa hormat sangat penting untuk kita lakukan,
karena kita dijadikan-Nya menjadi milik kepunyaan-Nya. Kita juga harus mengingat
masa lalu kita yang mungkin pernah tidak hormat kepada Tuhan, jangan diteruskan,
karena akan seperti orang Israel yang lahir di Mesir tidak seorang pun yang ikut
masuk ke tanah perjanjian.
3. Menyembah adalah merespons panggilan-Nya (8-11)
Mendengarkan firman-Nya dan membiarkan firman itu mengoreksi sikap kita
adalah juga penyembahan. Kalimat “Janganlah keraskan hatimu” (Ay. 8),
menunjukkan bahwa ibadah atau penyembahan tanpa ketaatan tidak ada.
Pemazmur mengajak bangsa Israel dan kita untuk melihat perilaku nenek moyang
Israel di pada gurun. Bangsa yang telah melihat perbuatan besar Tuhan, yang
memberi mereka air, manna harian, dan burung puyuh ketika mereka lapar akan
daging tetapi mereka tetap keras hati. Meskipun mereka melihat Tuhan
menyediakan kebutuhan, dan kasih sayang kepada mereka, namun mereka tetap
kesal, marah, dan keras hati bahkan tegar tengkuk. Tuhan mengingatkan mereka
dari mana mereka berasal (budak di Mesir) sehingga mereka tidak akan kembali ke
tempat itu. Tuhan menunjukkan seberapa besar kasih sayang-Nya, dan mendorong
mereka untuk tetap hidup sebagai umat Tuhan.
Firman ini juga mengingatkan kita dari mana kita berasal. Kita adalah ciptaan
Tuhan, dan kita adalah milik kepunyaan-Nya melalui Yesus Kristus. Kita harus
mengingat siapa yang memberi kita hidup dan kehidupan. Responslah pemberian
dan anugerah Tuhan dengan datang sujud menyembah Dia.
Kita tidak dapat hidup sebagai orang yang ber-hati yang keras. Waspadalah
terhadap sikap apatis seperti bangsa Israel di padang gurun. Jangan keraskan hati
terhadap Tuhan. Jangan menjadi tidak peduli tentang menyembah Tuhan. Dia
adalah Tuhan yang agung.
Kristus memanggil kita umat-Nya, maka dengarlah panggilan-Nya. Respons-lah
panggilan-Nya. Di mana hari ini kita mendengarkan suara-Nya, jangan keraskan
hatimu. Belajarlah dari peristiwa orang lain (Israel). Persungutan Israel dituliskan
untuk peringatan bagi kita. Marilah kita merespons panggilan Tuhan untuk datang
menyembah-Nya dengan sepenuh hati.

Pdt. Dr. Teddi Paul Sihombing


Kepada Departemen Pastorat GKPI

Anda mungkin juga menyukai