Anda di halaman 1dari 8

BELAJAR BERDOA DARI SANG PENDOA AGUNG

(Mat. 26:36-46 / Yoh. 17)


BELAJAR BERDOA DARI SANG PENDOA AGUNG

(Mat. 26:36-46 / Yoh. 17)

Doa merupakan suatu aktivitas dimana kita sebagai manusia tidak lagi berada dalam suatu
kondisi atau dimensi yang biasa-biasa saja. Saat berdoa, kita berada dalam suatu kondisi yang
luar biasa, memasuki suatu dimensi yang berbeda dari yang selama ini kita alami atau rasakan.
Mengapa dikatakan demkian? Karena saat kita berdoa, kita sedang masuk dalam suatu kondisi
dimana Allah yang Maha tinggi dan Maha suci ada di dalamnya. Doa adalah suatu kondisi
dimana kita dalam keberdosaan kita datang dan menghadap Allah yang ada di dalam hadirat
Maha kudus dan suci. Doa adalah saat dimana kita yang adalah daging mau menghadap Allah
yang adalah Roh. Itu sebabnya, doa bukanlah suatu aktivitas biasa-biasa saja, melainkan suatu
aktivitas yang luar biasa. Karena itu, janganlah kita menganggap sepele jam atau saat doa.

Melihat keistimewaan dari doa dan betapa sucinya aktivitas tersebut, sebagai orang berdosa kita
patut untuk sadar, bahwa dalam keberdosaan kita membutuhkan Allah untuk menuntun kita
berdoa. Hal ini didasarkan pada suatu kesadaran bahwa : adakah orang yang mampu berbuat
benar tanpa tuntunan Allah? Demikian juga dalam hal doa. Alkitab sendiri mengatakan bahwa
kita tidak tahu bagaimana cara berdoa yang benar, sehingga kita butuh tuntunan dari Roh Kudus

Rom. 8:26. Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu,
bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah
dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.

Selain melalui tuntunan dalam roh, Tuhan sendiri mengajarkan kita untuk berdoa melalui
Alkitab, dan yang yang teristimewa : kita belajar berdoa langsung dari pribadi Allah dalam diri
Yesus Kristus. Tercatat, hanya sekali Tuhan Yesus mengajarkan secara langsung kepada murid-
murid bagaimana kerangka atau cara berdoa yang benar. Itu tercatat dalam Mat. 6:9-13 dimana
Tuhan Yesus mengajarkan Doa Bapa Kami.

Selain diajarkan secara langsung, kita juga dapat belajar berdoa kepada Tuhan secara tidak
langsung, dan itu dapat kita pelajari dan teladani dalam doa Yesus yang Dia naikkan saat berada
di taman Getsemani, saat Dia akan menuju kesengsaraan-Nya. Hal apakah yang dapat kita
pelajari dari doa Yesus di Getsemani?
1. Doa dalam kerendahan hati dan diri
Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa doa adalah suatu kondisi dimana kita menghadap
Allah yang Maha tinggi, Maha suci dan Maha segalanya. Jika kita sadar diri siapakah kita,
bagaimana posisi kita di hadapa Allah yang Maha segalanya, dapatkah kita meninggikan
diri? Dalam pembacaan kita, dikatakan bahwa Yesus bersujud. Terj. NET : “threw Himself
down with His face to the ground…” : menjatuhkan diri dengan muka-Nya ke tanah.
Menurut KBBI, sujud berarti : pernyataan hormat dengan berlutut serta menundukan kepala
sampai ke tanah. Dengan demikian, kita dapat melihat : Sang Putra Allah, yang adalah
Allah sendiri : Penguasa langit dan bumi serta Maha segalanya merendahkan diri saat
berdoa. Yesus berdoa dalam kapasitas-Nya sebagai manusia, namun kita harus ingat bahwa
Dia manusia suci, tetapi dalam kesucian-Nya dia tetap merendahkan diri di hadapan Bapa di
Sorga. Ini adalah tanda betapa Dia menghormati dan menghargai Allah dan hadirat-Nya yang
kudus. Berbeda dengan sikap doa orang Farisi seperti yang dikatakan Yesus dalam
perumpamaan tentang dua orang yang berdoa :

Luk. 18:11. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku
mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan
perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini;

Kita tahu kondisi Yesus saat berdoa saat itu. Dia ada dalam kondisi takut, gentar, susah hati.
Namun dalam kondisi seperti itu, kita belajar dari Tuhan kita yang agung bahwa : dalam
kondisi apapun, baik dalam doa maupun dalam segala hal kita tetap harus menunjukkan
hormat yang tinggi kepada Allah. Hendaknya kita merendahkan hati dan diri serendah-
rendahnya saat menghadap Allah, karena kita sadar : Dia yang Maha tinggi, Maha segalanya.
Jika Kristus saja sedemikian merendahkan diri saat berdoa, bagaimana dengan kita yang
hanyalah hamba? Chares Spurgeon berkata dalam khotbahnya : “Jika Kristus sendiri
mencium tanah, apalagi kita? Debu dan abu harus menutupi kepala kita!”
Kerendahan hati dan diri, rasa hormat dan takut yang tinggi akan Allah saat kita berdoa
adalah dasar bagi kita dalam berdoa. Kita tidak dapat menghadap Allah jika kita
meninggikan diri.
2. Doa yang akrab dengan Allah
Dalam penghormatan yang tinggi terhadap pribadi-Nya, Allah sendiri dalam kasih karunia-
Nya membuka diri untuk ada dalam relasi yang akrab dengan manusia. Memanggil Allah
dengan sebutan “Bapa” adalah suatu tanda bahwa kita berada dalam suatu dimensi keakraban
dan kedekataan yang tinggi dengan Allah. Memanggil Allah dengan sebutan “Bapa”
menjadi suatu hak istimewa tertinggi yang pernah ada dalam sejarah alam semesta , karena
dengan demikian kita telah menerima suatu hak istimewa : menjadi anak Allah. Hal ini hanya
dapat terjadi karena Kristus telah membenarkan orang percaya melalui pengorbanan-Nya,
dan oleh karena Kristus pula kita diangkat oleh Allah untuk menjadi anak-Nya dan oleh Roh
Kudus, kita dimampukan untuk memanggil Allah dengan sebutan “Bapa” (Rom. 8:26).
Memanggil Allah dengan sebutan Bapa dalam doa bukanlah hal biasa atau sepele. Siapakah
yang berani memanggil yang Maha segalanya dengan sebutan “Bapa” ? Tidak ada satupun
agama atau ajaran yang berani mengajarkan demikian. Hanya pengikut Kristus sajalah yang
mampu menerima keistimewaan ini. Sekali lagi : semua hanya karena jasa Kristus. Semua
hanya karena kita beriman kepada Kristus.
Dalam keakraban itulah, kita dapat mendekat kepada-Nya kapan saja, dimana saja, dalam
kondisi apa saja seperti seorang anak datang kepada Bapanya. Jika pengikut ajaran atau
agama lain memiliki waktu, tempat atau kondisi tertentu untuk menghadap tuhan mereka,
maka kita tidaklah demikian. Agama A mengharuskan berdoa menghadap pada posisi
tertentu saat berdoa. Agama B melarang seorang wanita yang sedang datang bulan untuk
menghadap tuhan mereka. Agama C mengharuskan pengikutnya membawa sesajen atau
persembahan tertentu saat berdoa. Namun lihatlah : kita dapat datang kepada-Nya tanpa
keberatan-keberatan tertentu menghalangi kita. Semua karena Kristus telah menjadi jalan
bagi kita, menjadi perantara kita dengan Allah.
Allah kita bukanlah Allah yang jauh, bukanlah Allah yang hanya menunggu persembahan
baru dapat menerima kita. Allah kita adalah Allah yang mau menrima kita dengan akrab saat
kita datang dan membawa diri kita dalam doa dengan sungguh-sungguh. Karena itu,
janganlah kita membuat jarak dengan Allah, seolah Allah itu jauh. Jika Allah sudah
membuka hadirat-Nya karena Kristus, maka marilah kita selalu mau datang dengan hati yang
juga akrab dengan Allah. Namun ingat : akrab bukan berarti kita mengabaikan rasa hormat
dan takut kita kepada Allah. Hal itu tetap menjadi dasar bagi kita saat berdoa.
FYI : Yesus adalah satu-satunya nabi / tokoh yang mengajarkan kita untuk memanggil Allah
dengan sebutan “Bapa” (Mat. 6:9-13). Tidak ada satupun tokoh / nabi / pendiri agama yang
berani / pernah mengajarkan hal itu kepada manusia. Mengapa demikian? Karena Yesus
berhak memanggil Allah dengan sebutan Bapa – karena Dia memang Anak Allah – dan Dia
berhak memberi keistimewaan itu kepada orang-orang yang percaya kepada Dia.

3. Doa yang tekun


Tercatat Kristus berdoa sebanyak 3 kali di Getsemani. Ini adalah tanda bertekun dalam doa.
Sering berdoa atau membawa suatu pokok doa tertentu dalam aktifitas doa bukanlah berarti
kita mencoba memaksakan kehendak Tuhan. Ketekunan dalam doa berarti kita berserah
sepenuhnya kepada Tuhan. Kita percaya sepenuhnya kepada Tuhan. Rasul Paulus
mengajarkan kita untuk tetap berdoa, dan selalu tekun berdoa.

1 Tes. 5:17 Tetaplah berdoa.

Rom. 12:12 Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan


bertekunlah dalam doa!

Tekun dalam doa juga berarti kita hanya menggantungkan harapan kita hanya pada Tuhan.
Karena itu tetaplah berdoa, jangan hanya sekali, 2 kali, 3 kali - melainkan jangan pernah
berhenti berdoa sampai Tuhan menjawab doa kita, apapun jawaban doa itu.

4. Doa yang penuh penyerahan diri ke dalam tangan pengasihan Tuhan


Hendaklah kita berdoa seperti Kristus yang berserah hanya kepada Allah, berserah hanya
kepada apa yang Allah kehendaki dan tidak memaksakan apa yang kita kehendaki. Dalam
doa, hendaklah kita berserah dengan suatu iman : biarlah yang terjadi hanyalah kehendak
Allah dan biarlah Allah yang menentukan apa yang terbaik. Charles Spurgeon dalam
khotbahnya berkata : “puaslah engkau menyerahkan doamu ke dalam tangan-Nya yang tahu
kapan harus memberi, bagaimana caranya memberi dan apa yang harus diberi”.
Doa akan menjadi salah dan tidak dijawab Allah jika kita memaksakan kehendak kita
kepada Allah, apalagi demi hawa nafsu kita.
Yak. 4:3 Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah
berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa
nafsumu.

Jika kita sudah belajar berserah, maka kita harus percaya pada jawaban dari Tuhan. Jika kita
memaksa dengan keegoisan kita, maka tandanya kita tidak percaya pada keputusan Allah
karena kita menganggap rencana kitalah yang paling benar. Bayangkan jika Yesus dalam
kemanusiaan-Nya memaksakan diri untuk menolak cawan murka Allah (walau kita tahu,
mustahil Yesus memaksakan kehendak-Nya untuk lolos dari cawan itu), apa yang akan
terjadi dengan kita? Suatu kebinasaan kekal! Namun Yesus taat pada rencana Bapa dan tetap
menerima cawan murka itu, demi menyelamatkan kita,
Kita belajar dari Yesus, tentang hal “bukan kehendak-Ku yang jadi, melainkan kehendak-Mu
yang jadi”. Sebagaimana penyerahan diri Yesus melahirkan suatu kebaikan bagi umat
manusia, maka demikian pula penyerahan diri kita pada rencana Bapa akan mendatangkan
kebaikan bagi kehidupan kita. Kita sudah belajar untuk berdoa dengan rendah hati dan diri,
berdoa dengan akrab, berdoa dengan tekun, maka kita juga patut berdoa dengan penyerahan
diri penuh sebagai tanda : kita percaya kepada keputusan Allah seutuhnya. Berdoa jangan
egois, melainkan berdoa dengan penyerahan diri pada rencana Allah.

5. Menjadikan Yesus sebagai pusat teladan kita


Dari 4 poin di atas, kita dapat belajar cara berdoa yang benar dari Tuhan Yesus, dan
hendaklah kita menjadikan itu sebagai pusat teladan kita. Namun terkadang, kita terpengaruh
dari doa-doa lain dalam Alkitab, dan memaksakan doa itu juga harus berlaku bagi kita.
Terkadang tanpa sadar kita menutup mata terhadap doa yang Yesus ajarkan atau Yesus
teladankan, dan kita tertuju pada doa yang lebih enak, contohnya : doa Yabes.

1 Taw. 4:10 Yabes berseru kepada Allah Israel, katanya: "Kiranya Engkau memberkati aku
berlimpah-limpah dan memperluas daerahku, dan kiranya tangan-Mu menyertai aku, dan
melindungi aku dari pada malapetaka, sehingga kesakitan tidak menimpa aku!" Dan Allah
mengabulkan permintaannya itu.
Terpengaruh akan doa ini, kita melupakan apa yang dikatakan Yesus dalam doa Bapa Kami
maupun doa di Getsemani :

Mat. 6:11 Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya

Mat. 26:39 Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kata-Nya: "Ya Bapa-Ku, jikalau
sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang
Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.

Salahkah kita berdoa seperti Yabes yang berdoa meminta kelimpahan? Dalam hal ini, mari
kita belajar bahwa Yesus Kristus adalah pusat dari Alkitab, juga dalam hal teladan.
Bagaimana seharusnya kita berdoa? Tentu harus sesuai apa yang Tuhan Yesus ajarkan. Lalu
apa yang Dia ajarkan?

a. Meminta berkat secukupnya. Kristen bukan mengajarkan hidup limpah ruah, namun
hidup cukup.
b. Berserah pada kehendak Tuhan, bukan pada keinginan diri.

Konteks dari doa Yabes adalah : meminta berkat dari Tuhan, dan kita seharusnya hanya
sampai dititik itu saja. Kita tidak diajarkan untuk berdoa seperti Yabes dalam hal meminta
kelimpahan, namun kita diajarkan untuk berdoa seperti Yabes dalam hal meminta berkat.
Dan cara meminta berkat itu harus seperti yang Tuhan Yesus ajarkan : secukupnya dan sesuai
kehendak Tuhan. Kita tidak dilarang untuk meminta berkat, namun kita tidak diajarkan untuk
meminta berkat demi memuaskan keinginan kita. Dalam hal ini doa kita akan dianggap salah
oleh Tuhan (bdk.Yak.4:3). Jika dalam kisah Yabes Tuhan mengabulkan doanya, itu semua
hanya karena kasih karunia Allah, bukan karena doa Yabes. Kita jangan memakai standar
terkabulnya doa Yabes untuk menjadi standar terkabulnya doa kita, karena jika ternyata doa
kita tidak dikabulkan, kita bisa kecewa terhadap Tuhan. Yang menjadi standar kita adalah :
cara berdoa dari Tuhan Yesus, dan menjadikan ajaran Tuhan Yesus itu teladan hidup kita.
Satu hal lagi kita pelajari dari peristiwa doa di Getsemani, yaitu bahwa : Yesus adalah satu-
satunya pendoa dan perantara kepada Allah. Yohanes pasal 17 dengan jelas menunjukkan bahwa
Yesus berdoa bukan hanya bagi murid-murid-Nya, melainkan bagi semua orang yang percaya
kepada-Nya, termasuk kita

Yoh. 17:20. Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang
percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka;

Garis besar dari doa Yesus dalam Yoh.17 adalah meminta perlindungan dan pemeliharaan Allah
bagi murid-murid-Nya dan umat-Nya. Yesus menjadi pendoa bagi kita, dan menjadi satu-satunya
pendoa bagi kita, dan menjadi doa termujarab – terbaik tanpa cela bagi kita di hadapan Allah.
Kita tidak memerlukan pendoa atau perantara doa yang lain seperti yang dipercaya agama-agama
lain di dunia, karena kita telah memiliki Pendoa yang Agung : yaitu Allah sendiri dalam pribadi
Kristus. Itulah sebabnya kita selalu berdoa dalam nama Yesus, itu tandanya kita menaikkan doa
kita kepada Allah melalui Yesus sebagai perantara. Tanpa melalui Yesus, doa kita tidak akan
pernah sampai kepada Allah. Tuhan Yesus bukan saja menjadi perantara dalam proses
pendamaian kita dengan Allah, namun Dia juga menjadi perantara doa kita kepad Allah. Kita
tidak butuh orang suci, orang mati atau apapun dan siapapun menjadi perantara bagi kita dengan
Allah, karena kita sendiri memiliki perantara yang sempurna; jembatan yang kokoh; jalan doa
yang tentu dan pasti sampai kepada Allah : Yesus Kristus. Dan percayalah : hingga hari ini
Yesus Kristus tetap menjadi Pendoa yang Agung bagi kita, yang tetap berdoa bagi kita di
hadapan Bapa di Sorga sehingga kita masih mampu berdiri di atas iman kepada Kristus hingga
saat ini. Terpujilah Kristus Tuhan kita. Solus Christus!

AMIN

Anda mungkin juga menyukai