NOMOR: 123/SK-DIR/PB/III/2022
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN TIM K3RS
DIREKTUR RSKIA PERMATA BUNDA
1
Ditetapkan : Yogyakarta
Tanggal : 14 Maret 2022
DIREKTUR UTAMA
2
Lampiran I : Keputusan Direktur RSKIA Permata Bunda
Nomor : 123/SK-DIR/PB/III/2022
Tentang : Pedoman Pelayanan Tim K3RS
EDISI 1
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan Rumah Sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan rujukan di
Indonesia akhir-akhir ini sangat pesat, baik dari jumlah maupun pemanfaatan teknologi
kedokteran. Rumah Sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tetap harus mengedepankan
peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat dengan tanpa mengabaikan upaya
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) bagi seluruh pekerja Rumah Sakit.
Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh masyarakat
maka tuntutan pengelolaan program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
(K3RS) semakin tinggi karena Sumber Daya Manusia (SDM) Rumah Sakit,
pengunjung/pengantar pasien, pasien dan masyarakat sekitar Rumah Sakit ingin
mendapatkan perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baik sebagai
dampak proses kegiatan pemberian pelayanan maupun karena kondisi sarana dan prasarana
yang ada di Rumah Sakit yang tidak memenuhi standar.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit perlu mendapat perhatian serius
dalam upaya melindungi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh proses
pelayanan kesehatan, maupun keberadaan sarana, prasarana, obat-obatan dan logistik lainnya
yang ada di lingkungan Rumah Sakit sehingga tidak menimbulkan kecelakaan kerja, penyakit
akibat kerja dan kedaruratan termasuk kebakaran dan bencana yang berdampak pada pekerja
Rumah Sakit, pasien, pengunjung dan masyarakat di sekitarnya.
Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di RS (K3RS) ini merupakan pedoman
yang dipakai sebagai acuan dalam pelaksanaan pengelolaan K3RS dan dapat menggantikan
peran standar K3RS terdahulu yang di kenal dengan Kebakaran, Keselamatan Kerja dan
Kewaspadaan Bancana. Standar K3RS sebagai acuan lebih komprehensif karena didalamnya
terdapat Standar Kesehatan Kerja dan Standar Keselamatan Kerja yang mencakup standar
penanggulangan kebakaran dan kewaspadaan terhadap bencana. Standar K3RS yang
ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1087/MENKES/SK/VIII/2010
diharapkan dapat diterapkan di seluruh Rumah Sakit sebagai bagian dalam pengelolaan
Rumah Sakit dan sebagai salah satu parameter penilaian Akreditasi Rumah Sakit yang
diamanatkan oleh Undang undang no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Di dunia Internasional, program K3 telah lama diterapkan di berbagai sektor industri
(akhir abad 18), kecuali di sektor kesehatan. Perkembangan K3RS tertinggal dikarenakan
fokus pada kegiatan kuratif, bukan preventif. Fokus pada kualitas pelayanan bagi pasien,
tenaga profesi di bidang K3 masih terbatas, organisasi kesehatan yang dianggap pasti telah
melindungi diri dalam bekerja.
4
Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan
karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan,
kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu
meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Selain dituntut mampu memberikan pelayanan
dan pengobatan yang bermutu, Rumah Sakit juga dituntut harus melaksanakan dan
mengembangkan program K3 di Rumah Sakit (K3RS) seperti yang tercantum dalam buku
Standar Pelayanan Rumah Sakit dan terdapat dalam instrumen akreditasi Rumah Sakit.
Dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya pasal 165
: ”Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya
pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja”. Berdasarkan pasal
di atas maka pengelola tempat kerja di RumahSakit mempunyai kewajiban untuk
menyehatkan para tenaga kerjanya. Salah satunya adalah melalui upaya kesehatan kerja
disamping keselamatan kerja. Rumah Sakit harus menjamin kesehatan dan keselamatan baik
terhadap pasien, penyedia layanan atau pekerja maupun masyarakat sekitar dari berbagai
potensi bahaya di Rumah Sakit. Oleh karena itu, Rumah Sakit dituntut untuk melaksanakan
Upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang dilaksanakan secara terintegrasi dan
menyeluruh sehingga risiko terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat
Kerja (KAK) di Rumah Sakit dapat dihindari.
K3RS merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah
Sakit, khususnya dalam hal kesehatan dan keselamatan bagi SDM Rumah Sakit, pasien,
pengunjung/pengantar pasien, masyarakat sekitar Rumah Sakit. Hal ini secara tegas
dinyatakan di dalam Undang-undang No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pasal 40 ayat
1 yakni “Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi
secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali”. K3 termasuk sebagai salah satu standar
pelayanan yang dinilai di dalam akreditasi Rumah Sakit, disamping standar pelayanan
lainnya.
Selain itu seperti yang tercantum dalam pasal 7 ayat 1 Undang-undang No.44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit, bahwa “Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi,
bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan”, yang mana
persyaratan-persyaratan tersebut salah satunya harus memenuhi unsur K3 di dalamnya. Dan
bagi Rumah Sakit yang tidak memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut tidak diberikan izin
mendirikan, dicabut atau tidak diperpanjang izin operasional Rumah Sakit (pasal 17).
a. Data dan fakta K3RS :
1. Secara Global :
WHO : Dari 35 juta pekerja kesehatan :
• 3 juta terpajan patogen darah (2 juta terpajan virus HBV, 0,9 juta
terpajan virus HBC dan 170,000 terpajan virus HIV/AIDS).
• Dapat terjadi : 15,000 HBC, 70,000 HBB & 1000 kasus HIV.
5
• Lebih dari 90% terjadi di negara berkembang.
• 8–12% pekerja Rumah Sakit, sensitif terhadap lateks.
ILO (2000); Kematian akibat penyakit menular yang berhubungan dengan
pekerjaan : Laki-laki 108, 256 dan perempuan 517, 404.
2. Di luar negeri :
• USA : (per tahun) 5000 petugas kesehatan terinfeksi Hepatitis B 47 positif
HIV dan Setiap tahun 600.000–1.000.000 luka tusuk jarum dilaporkan
(diperkirakan lebih dari 60% tidak dilaporkan).
• SC-Amerika (1998) mencatat frekuensi angka KAK di Rumah Sakit lebih
tinggi 41% dibanding pekerja lain dengan angka KAK terbesar adalah
cedera jarum suntik (NSI-Needle Stick injuries).
• Staf wanita Rumah Sakit yang terpajan gas anestesi, secara signifikan
meningkatkan abortus spontan, anak yang dilahirkan mengalami kelainan
kongenital (studi restrospektif di Rumah Sakit Ontario terhadap 8.032
orang, tahun 1981-1985).
• 41% perawat Rumah Sakit mengalami cedera tulang belakang akibat kerja
(occupational low back pain), (Harber P et al,1985).
3. Indonesia :
• Gaya berat yang ditanggung pekerja rata-rata lebih dari 20 kg. Keluhan
subyektif low back pain didapat pada 83.3% pekerja. Penderita terbanyak
usia 30-49 : 63.3 %. (instalasi bedah sentral di RSUD di Jakarta 2006).
• 65.4% petugas pembersih suatu Rumah Sakit di Jakarta menderita
Dermatitis Kontak Iritan Kronik Tangan (2004).
• Penelitian dr Joseph tahun 2005-2007 mencatat bahwa angka KAK NSI
mencapai 38-73 % dari total petugas kesehatan.
• Prevalensi gangguan mental emosional 17,7% pada perawat di suatu Rumah
Sakit di Jakarta berhubungan bermakna dengan stressor kerja.
• Insiden akut secara signifikan lebih besar terjadi pada Pekerja Rumah Sakit
dibandingkan dengan seluruh pekerja di semua kategori (jenis kelamin, ras,
umur dan status pekerjaan. (Gun 1983).
Berdasarkan data-data yang ada Insiden akut secara signifikan lebih besar terjadi pada
Pekerja RS dibandingkan dengan seluruh pekerja di semua kategori (jenis kelamin, ras, umur,
dan status pekerjaan) (Gun 1983). Pekerja RS berisiko 1,5 kali lebih besar dari golongan
pekerja lain. Probabilitas penularan HIV setelah luka tusuk jarum suntik yang terkontaminasi
HIV 4: 1000. Risiko penularan HBV setelah luka tusuk jarum suntik yang terkontaminasi
HBV 27 - 37: 100. Risiko penularan HCV setelah luka tusuk jarum suntik yang mengandung
HCV 3 - 10 : 100
7
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka Rumah Sakit Permata Bunda perlu
dibuat standar pelayanan K3RS yang merupakan pedoman bagi Rumah Sakit
dalam upaya-upaya melaksanakan program kesehatan dan keselamatan kerja
secara komperenship sehinnga tercipta kondisi lingkungan yang sehat
dilingkungan rumah sakit yang pada akhirya terciptanya kualitas pelayanan
kesehatan yang aman diberikan di lingkungan rumah sakit.
Tujuan Umum
Terciptanya lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk SDM
Rumah Sakit, aman dan sehat bagi pasien, pengunjung/pengantar pasien, mas -
yarakat dan lingkungan sekitar Rumah Sakit sehingga proses pelayanan Rumah
Sakit berjalan baik dan lancar
Tujuan Khusus
3. Sasaran
a. Pengelola Rumah Sakit.
b. SDM Rumah Sakit.
B. Ruang Lingkup
C. Batasan Operasional
1. Manjemen K3RS
Adalah : upaya terpadu seluruh pekerja Rumah Sakit, pasien, pengunjung/pen
gantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja, tempat kerja Rumah Sakit
yang sehat, aman dan nyaman baik bagi pekerja Rumah Sakit, pasien, pengunjung/
8
pengantar orang sakit maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar Rumah Sakit
2. Pengembangan kebijakan K3RS
Adalah : merencanakan program K3RS selama 3 tahun ke depan. (setiap 3
tahun dapat direvisi kembali, sesuai dengan kebutuhan) maupun revitalisasi organisasi
K3RS.
3. Pembudayaan perilaku K3RS
Adalah : Upaya Advokasi sosialisasi K3 pada seluruh jajaran Rumah Sakit, baik
bagi SDM Rumah Sakit, pasien maupun pengantar pasien/pengunjung Rumah Sakit ter-
masuk penyebaran brosur, poster, pamlet,dll termasuk promosi kesehatan
4. Pengembangan SDM K3RS
Adalah : upaya peningkatan kapasitas petugas di bidang K3RS melalui Upaya pen-
didikan dan latihan baik dalam maupun luar daerah melalui kegiatan seminar, pe –
latihan lanjutan, worshop dll.
5. Pengembangan Pedoman, Petunjuk Teknis dan Standard Operational Procedure (SOP)
K3RS
Adalah : menyusun standar pedoman pelaksanaan pelayanan yang berhubungan
Dengan K3RS
9
Adalah : Menyusun prosedur pencatatan dan pelaporan serta penanggulangan
kecelakaan kerja, PAK, kebakaran dan bencana dan pembuatan pelaporan kejadian
dan tindak lanjutnya.
12. Review program tahunan
Adalah : Upaya internal audit K3 dengan menggunakan intrumen self assessment
Maupun umpan balik SDM Rumah Sakit melalui wawancara, observasi maupun survey.
D. Landasan Hukum
1, Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
1. Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
2. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Peraturan Menaker RI No. 5/MENAKER/1996 tentang Sistem Manajemen K3.
5. Keputusan Menkes No. 876/Menkes/SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis Analisis
Dampak Kesehatan Lingkungan;
6. Keputusan Menkes No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Ling
kungan Kerja Perkantoran dan Industri
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan lingkungan Rumah Sakit;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 432/Menkes/IV/2007 tentang Pe –
doman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1087/MENKES/SK/VIII/2010 ten-
Tang standar kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah Sakit.
10
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. Distribusi Ketenagaan
SDM Di Rumah Sakit Permata Bunda yang bersertifikat K3 belum merata ini dapat
terlihat dari struktur organiasi K3RS yang ada dari jumlah 3 ketenaganaan dari berbagi
disiplin ilmu.
Dibawah ini terlihat data ketenagaan yang melaksanakn K3 Di Rumah Sakit
Permata Bunda adalah sebagai berikut :
11
DIREKTUR RSKIA
PERMATA BUNDA
KETUA K3
dr. Riyo Pungki Irawan
12
7. Pelatihan untuk sekelompok SDM Rumah Sakit yang menjadi sasaran.
8. Pendokumentasian pelatihan yang telah diterima.
9. Evaluasi pelatihan yang telah diterima
13
BAB III
STANDAR FASILITAS
2. Lantai
• Lantai ruangan dari bahan yang kuat, kedap air, rata, tidak licin dan mudah
dibersihkan dan berwarna terang.
• Lantai KM/WC dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, mudah dibersihkan
mempunyai kemiringan yang cukup dan tidak ada genangan air.
• Khusus ruang operasi lantai rata, tidak mempunyai pori atau lubang untuk
berkembang biaknya bakteri, menggunakan bahan vynil anti elektrostatik dan tidak
mudah terbakar.
3. Dinding (Mengacu Kepmenkes No.1204 tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit
4. Pintu/jendela :
• Pintu harus cukup tinggi minimal 270 cm dan lebar minimal 120 cm.
• Khusus pintu darurat menggunakan pegangan panik (panic handle), penutup pintu
5. Plafond
• Rangka plafon kuat dan anti rayap.
• Permukaan plafond berwarna terang, mudah dibersihkan tidak
menggunakan berbahan asbes.
• Langit-langit dengan ketinggian minimal 2,8 m dari lantai.
• Langit-langit menggunakan cat anti jamur.
• Khusus ruang operasi, harus disediakan gelagar (gantungan) lampu bedah dengan
profil baja double INP 20 yang dipasang sebelum pemasangan langit-langit.
6. Ventilasi
• Pemasangan ventilasi alamiah dapat memberikan sirkulasi udara yang cukup, luas
minimum 15% dari luas lantai.
• Ventilasi mekanik disesuaikan dengan peruntukan ruangan, untuk ruang operasi
kombinasi antara fan, exhauster dan AC harus dapat memberikan sirkulasi udara
dengan tekanan positif.
• Ventilasi AC dilengkapi dengan filter bakteri.
7. Atap
• Atap kuat, tidak bocor, tidak menjadi perindukan serangga, tikus dan binatang
pengganggu lain.
• Atap dengan ketinggian lebih dari 10 meter harus menggunakan penangkal
petir.
8. Sanitasi
• Closet, urinoir, wastafel dan bak mandi dari bahan kualitas baik, utuh dan tidak
cacat, serta mudah dibersihkan.
• Urinoir dipasang/ditempel pada dinding, kuat, berfungsi dengan baik.
• Wastafel dipasang rata, tegak lurus dinding, kuat, tidak menimbulkan bau,
dilengkapi desinfektan dan dilengkapi tisu yang dapat dibuang (disposable tissues).
• Bak mandi tidak berujung lancip, tidak menjadi sarang nyamuk dan mudah
dibersihkan.
• Indek perbandingan jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah toilet dan kamar
mandi 10:1.
• Indek perbandingan jumlah pekerja dengan jumlah toiletnya dan kamar mandi 20:1.
• Air untuk keperluan sanitair seperti mandi, cuci, urinoir, wastafel, closet, keluar
dengan lancar dan jumlahnya cukup.
9. Air bersih
15
• Kapasitas reservoir sesuai dengan kebutuhan Rumah Sakit (250-500
liter/tempat tidur).
• Sistem penyediaan air bersih menggunakan jaringan PAM atau sumur
dalam (artesis).
• Air bersih dilakukan pemeriksaan fisik, kimia dan biologi setiap 6 bulan sekali.
• Sumber air bersih dimungkinkan dapat digunakan sebagai sumber air dalam
penanggulangan kebakaran.
16
14. Jalur pejalan kaki (pedestrian track):
• Tersedia jalur kursi roda dengan permukaan keras/stabil, kuat, dan tidak
licin.
• Hindari sambungan atau gundukan permukaan.
• Kemiringan 7 derajat, setiap jarak 9 meter ada border.
• Drainase searah jalur.
• Ukuran minimum 120 cm (jalur searah), 160 (jalur 2 arah).
15. Area parkir :
• Area parkir harus tertata dengan baik.
• Mempunyai ruang bebas disekitarnya.
• Untuk penyandang cacat disediakan ramp trotoar.
• Diberi rambu penyandang cacat yang bisa membedakan untuk mempermudah dan
membedakan dengan fasilitas parkir bagi umum.
• Parkir dasar (basement) dilengkapi dengan exhauster yang memadai untuk
menghilangkan udara tercemar di dalam ruang dasar (basement), dilengkapi
petunjuk arah dan disediakan tempat sampah yang memadai serta pemadam
kebakaran.
16.. Pemandangan (Landscape) : Jalan, Taman
• Akses jalan harus lancar dengan rambu-rambu yang jelas.
• Saluran pembuangan yang melewati jalan harus tertutup dengan baik dan tidak
menimbulkan bau.
• Tanam-tanaman tertata dengan baik dan tidak menutupi rambu-rambu yang ada.
• Jalan dalam area Rumah Sakit pada kedua belah tepinya dilengkapi dengan kansten
dan dirawat.
• Harus tersedia area untuk tempat berkumpul (public corner).
b. Standar teknis prasarana
1. Penyediaan listrik :
• Untuk rumah sakit yang memiliki kapasitas daya listrik tersambung dari PLN
minimal 200 KVA disarankan agar sudah memiliki sistem jaringan listrik
Tegangan Menengah 20 KV (jaringan listrik TM 20 KV), sesuai pedoman bahwa
rumah sakit kelas B mempunyai Kapasitas daya listrik ± 1 MVA (1000 KVA)
• Kapasitas dan instalasi listrik terpasang memenuhi standar PUIL.
• Untuk kamar bedah, ICU, ICCU menggunakan catu daya khusus dengan sistem
catu daya cadangan otomatis dua lapis (generator dan UPS/Uninteruptable Power
Supply).
• Harus tersedia ruang UPS minimal 2 x 3 m2 (sesuai kebutuhan) terletak di gedung
COT, ICU, ICCU, dan diberi pendingin ruangan.
Kapasitas UPS disesuaikan dengan kebutuhan.
17
• Kapasitas generator (Gen set) disediakan minimal 40% dari daya terpasang dan
dilengkapi AMF dan ATS system.
• Grounding System harus terpisah antara grounding panel gedung dan panel alat.
Nilai grounding peralatan tidak boleh kurang dari 0,2 Ohm.
18
• Kelengkapan sentral gas berupa gas oxigen (O2), gas nitrous oxida (NO2), gas tekan
dan vacum.
6. Limbah cair
Tersedianya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan perizinannya.
7. Pengolahan limbah padat
• Tersedianya tempat/kontainer penampungan limbah sesuai dengan kriteria
limbah.
• Tersedia incinerator atau yang sejenisnya, terpelihara dan berfungsi dengan baik.
• Tersedia tempat pembuangan limbah padat sementara, tertutup dan
berfungsi dengan baik.
19
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
Rumah Sakit merupakan salah satu tempat kerja, yang wajib melaksanakan Program
K3RS yang bermanfaat baik bagi SDM Rumah Sakit, pasien, pengunjung/pengantar pasien,
maupun bagi masyarakat di lingkungan sekitar Rumah Sakit.
Pelayanan K3RS harus dilaksanakan secara terpadu melibatkan berbagai komponen
yang ada di Rumah Sakit. Hal tersebut dapat berjalan dengan baik jika seluruh komponen
rumah sakit, mulai dari pimpinan sanpai dengan staf pelaksana mempunyai komitmen,
pemahaman, perhatian dan kesadaran, yang menjadi budaya dalam melaksanakan kesehatan
dan keselamatan kerja di rumah sakit.
Pelayanan K3RS sampai saat ini dirasakan belum maksimal. Hal ini dikarenakan
masih banyak Rumah Sakit yang belum menerapkan Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (SMK3).
Adapun standar pelayana K3RS yang perlu diberikan adalah sebagai berikut:
A. Program Pelayanan Kesehatan
1. Pemeriksaan Kesehatan Karyawan
a. Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja bagi SDM Rumah Sakit :
• Pemeriksaan fisik lengkap;
• Kesegaran jasmani;
• Rontgen paru-paru (bilamana mungkin);
• Laboratorium rutin;
• Pemeriksaan lain yang dianggap perlu;
• Pemeriksaan yang sesuai kebutuhan guna mencegah bahaya yang
diperkirakan timbul, khususnya untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu.
4. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi SDM Rumah Sakit yang
menderita sakit
• Memberikan pengobatan dasar secara gratis kepada seluruh SDM Rumah Sakit.
B. Standar Keselamatan
• Memberikan pengobatan dan menanggung biaya pengobatan untuk SDM Rumah
Sakit yang terkena Penyakit Akibat Kerja (PAK)
• Menindak lanjuti hasil pemeriksaan kesehatan berkala dan
pemeriksaan kesehatan khusus
• Melakukan upaya rehabilitasi sesuai penyakit terkait.
5. Melakukan koordinasi dengan tim Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
mengenai penularan infeksi terhadap SDM Rumah Sakit dan pasien.
• Pertemuan koordinasi
• Pembahasan kasus
21
• Penanggulangan kejadian infeksi nosokomial
6. Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kerja
• Melakukan pemetaan (mapping) tempat kerja untuk mengidentifikasi jenis bahaya
dan besarnya risiko
• Melakukan identifikasi SDM Rumah Sakit berdasarkan jenis
pekerjaannya, lama pajanan dan dosis pajanan
• Melakukan analisa hasil pemeriksaan kesehatan berkala dan khusus
• Melakukan tindak lanjut analisa pemeriksaan kesehatan berkala dan
khusus. (dirujuk ke spesialis terkait, rotasi kerja, merekomendasikan
pemberian istirahat kerja)
• Melakukan pemantauan perkembangan kesehatan SDM Rumah Sakit
7. Melaksanakan pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang berkaitan dengan
kesehatan kerja Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi, psikososial
dan ergonomi).
8. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan K3RS yang disampaikan kepada
Direktur Rumah Sakit dan Unit teknis terkait di wilayah kerja Rumah Sakit
22
• Peralatan kesehatan meliputi peralatan medis dan nonmedis dan harus memenuhi
standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan laik pakai.
• Membuat program pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan, pera -
latan kesehatan harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengujian
Fasilitas Kesehatan dan/atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang
berwenang.
• Peralatan kesehatan yang menggunakan sinar pengion harus memenu -
hi memenuhi ketentuan dan harus diawasi oleh lembaga yang berwenang.
• Melengkapi perizinan dan sertifikasi sarana dan prasarana serta perala- latan
kesehatan.
2. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap SDM Rumah
Sakit
• Melakukan identifikasi dan penilaian risiko ergonomi terhadap peralatan kerja
dan SDM Rumah Sakit
• Membuat program pelaksanaan kegiatan, mengevaluasi dan mengendalikan risiko
ergonomik.
3. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
• Manajemen harus menyediakan dan menyiapkan lingkungan kerja yang memenuhi
syarat fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial.
• Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi, ergono-
nomi dan psikososial secara rutin dan berkala.
• Melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan lingkungan
kerja.
4. Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitair
Manajemen harus menyediakan, memelihara, mengawasi sarana dan prasarana
sanitair, yang memenuhi syarat, meliputi :
• Penyehatan makanan dan minuman
• Penyehatan air
• Penyehatan tempat pencucian
• Penanganan sampah dan limbah
• Pengendalian serangga dan tikus
• Sterilisasi/desinfeksi
• Perlindungan radiasi
• Upaya penyuluhan kesehatan lingkungan.
24
BAB V
PENCATATAN DAN PELAPORAN
25
BAB VI
PENGENDALIAN MUTU
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang akan
ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk
mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit yaitu :
Defenisi Indikator adalah:
Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator
merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator yang baik
adalah yang sensitif tapi juga spesifik.
Kriteria :
Adalah spesifikasi dari indikator.
Standar :
• Tingkat performance atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang
berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab untuk
mempertahankan tingkat performance atau kondisi tersebut.
• Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik.
• Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.
Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus memperhatikan prinsip
dasar sebagai berikut:
1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan
• Keprofesian
• Efisiensi
• Keamanan pasien
• Kepuasan pasien
• Sarana dan lingkungan fisik
2. Indikator yang dipilih
a. Indikator lebih diutamakan untuk menilai output daripada input dan proses
b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok daripada untuk
perorangan.
c. Dapat digunakan untuk membandingkan antar daerah dan antar Rumah Sakit
d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk
dimonitor
e. Didasarkan pada data yang ada.
3. Kriteria yang digunakan
26
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai indikator,
sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik dan mutu tidak baik.
4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :
a. Acuan dari berbagai sumber
b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan
27
BAB VII
PENUTUP
28