Anda di halaman 1dari 24

PERATURAN DIREKTUR

RUMAH SAKIT KHUSUS IBU DAN ANAK PERMATA BUNDA


NOMOR:197/SK-DIR/PB/III/2022

TENTANG
PEMBERLAKUAN PANDUAN BUDAYA KESELAMATAN

DIREKTUR RUMAH SAKIT KHUSUS IBU DAN ANAK PERMATA


BUNDA

Menimbang : a. bahwa dalam rangka tercapainya organisasi sesuai


dengan visi dan misi rumah sakit, maka perlu
dibentuk Panduan Budaya Keselamatan di Rumah
Sakit Khusus Ibu dan Anak Permata Bunda;
b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dalam Peraturan
Direktur RSKIA Permata Bunda
Mengingat : 1. Undang-Undang No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
2 Undang-Undang No 29 tahun2004 tentang Praktek
Kedokteran
3 Undang-Undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
4 Undang-Undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit
5 Undang-Undang No 36 tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan
6 Undang-Undang No 38 tahun 2014 tentang
keperawatan
7
Peraturan Menteri Kesehatan RI No
8 2052/MENKES/PER/X/2011 tentang izin praktik dan
pelaksanaan praktik kedokteran
9 Peraturan Menteri Kesehatan RI No 32 tahun 2013
tentam penyelenggaraan pekerjaan sanitasi
10 Peraturan Menteri Kesehatan No 42 tahun 2015 tentan
penyelenggaraan praktik ahli teknologi laboratorium
11 medik
Peraturan Menteri Kesehatan RI No 28 tahun 2017
12 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan
Peraturan Menteri Kesehatan RI No 4 tahun 2018
13 tentang kewajiban rumah sakit dan kewajiban pasien
Keputusan Menteri Kesehatan RI No
129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : PEMBERLAKUAN PANDUAN BUDAYA
KESELAMATAN
Kedua : Panduan Budaya Keselamatan Rumah Sakit Khusus Ibu
dan Anak Permata Bunda sebagaimana terlampir dalam
keputusan ini
Ketiga : Pedoman Budaya Keselamatan Rumah Sakit Khusus Ibu
dan Anak Permata Bunda sebagaimana dimaksud dalam
Diktum Kedua harus dijadikan acuan dalam memberikan
pelayanan di Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Permata
Bunda
Keempat : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya dan
apabila kemudian hari terdapat kekeliruan dalam
penetapan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya
Ditetapkan : Yogyakarta

Tanggal : 14 Maret 2022

DIREKTUR UTAMA

Drg. Wiwik Lestari, MPH


Lampiran I : Peraturan Direktur RSKIA Permata Bunda
Nomor : 197/SK-DIR/PB/III/2022
Tentang : Pemberlakuan Panduan Budaya Keselamatan

PANDUAN BUDAYA KESELAMATAN

RUMAH SAKIT KHUSUS IBU DAN ANAK

PERMATA BUNDA

EDISI 1

RUMAH SAKIT KHUSUS IBU DAN ANAK PERMATA BUNDA

JL. Ngeksigondo No.56, Prenggan, Kec. Kotagede, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa
Yogyakarta 55172
Telp: (0274) 376092/081285653664 email: rskiapermatabunda@gmail.com

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan Pasien/KP (Patient Safety) merupakan issue Global dan Nasional bagi rumah
sakit dan merupakan komponen penting dari mutu pelayanan kesehatan, serta merupakan
prinsip dasar dalam pelayanan pasien dan komponen kritis dalam manajemen mutu (WHO,
2004). Perhatian dan Fokus terhadap Budaya Keselamatan Rumah Sakit ini didorong oleh
masih tingginya keluhan pelanggan terhadap sikap dan perilaku tenaga kesehatan dan
tenaga medis, angka kejadian tak diinginkan (KTD) atau Adverse Event (AE) di rumah
sakit baik secara global maupun nasional. Adanya KTD tersebut selain berdampak pada
peningkatan biaya pelayanan juga dapat membawa rumah sakit ke area blamming,
menimbulkan konflik antara dokter/petugas kesehatan lain dan pasien, dan tidak jarang
berakhir dengan tuntutan hukum yang dapat merugikan bagi rumah sakit (Depkes RI,
2006).
Dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang lebih aman diperlukan suatu
perubahan budaya dalam pelayanan kesehatan, dari budaya yang menyalahkan individu
menjadi suatu budaya dimana insiden dipandang sebagai kesempatan untuk memperbaiki
sistem (IOM, 2000). Sistem pelaporan yang mengutamakan pembelanjaran dari kesalahan
dan perbaikan sistem pelayanan merupakan dasar budaya keselamatan (Reason, 1997).
Perubahan budaya keselamatan dapat dipergunakan sebagai bukti keberhasilan
implementasi program budaya keselamatan pasien di RSKIA Permata Bunda.

B. Definisi
a. Keselamatan Pasien (Patient Safety) Rumah Sakit adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi:
assesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem
tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh

5
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan yang
seharusnya dilakukan.
b. Budaya Organisasi adalah suatu pola keyakinan, nilai-nilai perilaku, norma-norma
yang disepakati/diterima dan melingkupi semua proses sehingga membentuk
bagaimana seseorang berperilaku dan bekerja bersama. Budaya organisasi
merupakan kekuatan yang sangat besar dan sesuatu yang tetap ada walaupun terjadi
perubahan tim dan perubahan personal.
c. Budaya keselamatan rumah sakit adalah produk dari nilai, sikap, kompetensi, dan
pola perilaku individu dan kelompok yang menentukan komitmen, style dan
kemampuan suatu organisasi pelayanan kesehatan terhadap program Patient Safety.
d. Budaya keselamatan dapat diartikan sebagai berikut: “Budaya keselamatan di
rumah sakit adalah sebuah lingkungan yang kolaboratif karena staf klinis
memperlakukan satu sama lain secara hormat dengan melibatkan serta
memberdayakan pasien dan keluarga.

C. Tujuan
Panduan Budaya Keselamatan Rumah Sakit RSKIA Permata Bunda ini disusun
dengan tujuan sebagai berikut:
a. Semua karyawan khususnya staf klinis RSKIA Permata Bunda memahami
dan mengerti tentang perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan
rumah sakit.
b. Semua karyawan khususnya staf klinis RSKIA Permata Bunda tidak
melakukan perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan rumah
sakit.
c. Terciptanya budaya keselamatan rumah sakit di RSKIA Permata Bunda.

6
BAB II

RUANG LINGKUP

1. Keselamatan pasien (Patient Safety) rumah sakit.


2. Tujuh (7) langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
3. Prinsip terbuka dan adil.
4. Budaya keselamatan rumah sakit.
5. Sistem pelaporan insiden budaya keselamatan pasien.
6. Prinsip kerahasiaan.
7. Penanganan laporan insiden budaya keselamatan rumah sakit.
8. Perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan rumah sakit.
9. Just culture.
10. Tahap-tahap membangun budaya keselamatan rumah sakit.

7
BAB III
TATA LAKSANA

A. Keselamatan Pasien (Patient Safety) Rumah Sakit


Rumah sakit semakin dituntut untuk memberikan pelayanan dengan fokus pada pasien. Sejak
awal tahun 1900 institusi rumah sakit selalu meningkatkan mutu pada 3 (tiga) elemen, yaitu
struktur, proses dan outcome dengan bermacam-macam konsep dasar, program regulasi yang
berwenang misalnya antara lain penerapan standar pelayanan rumah sakit, penerapan quality
assurance, total quality management, continuos quality improvement, perizinan, akreditasi,
kredensialing, audit medis, indikator klinis, clinical governance, sistem manajemen mutu
ISO, dan lain-lainnya. Program-program tersebut telah meningkatkan mutu pelayanan rumah
sakit baik pada aspek struktur, proses maupun output ataupun outcome. Namun harus diakui
bahwa walaupun pelayanan telah berkualitas tetapi masih saja terjadi kejadian yang tidak
diharapkan (KTD) yang menyebabkan ketidakpuasan masyarakat akan pelayanan kesehatan
yang diterimanya dan tidak jarang yang berakhir dengan tuntutan hukum. Dalam
mengantisipasi hal tersebut diperlukan program untuk memperbaiki proses pelayanan karena
KTD sebagian dapat merupakan kesalahan dalam proses pelayanan yang sebetulnya dapat
dicegah melalui rencana pelayanan yang komprehensif dengan melibatkan pasien
berdasarkan haknya. Dengan demikian maka rumah sakit perlu bahkan harus melaksanakan
program keselamatan pasien (Patient Safety).
Dengan meningkatnya keselamatan pasien rumah sakit diharapkan kepercayaan masyarakat
terhadap rumah sakit dapat meningkat, selain juga dapat mengurangi KTD. Apabila terjadi
KTD, selain berdampak terhadap peningkatan biaya pelayanan juga dapat membawa rumah
sakit ke arena salah (blaming), menimbulkan konflik antara dokter/petugas kesehatan dan
pasien, menimbulkan sengketa medis, tuntutan dan proses hukum, tuduhan malpraktek, blow
up ke mass media yang akhirnya menimbulkan opini yang negatif terhadap pelayanan rumah
sakit. Disisi lain rumah sakit dan dokter bersusah payah melindungi dirinya dengan asuransi,
pengacara dan sebagainya, tetapi pada akhirnya tidak ada pihak yang menang bahkan
menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit.

B. Tujuh (7) Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit

8
Mengacu pada standar keselamatan pasien, maka rumah sakit harus merancang proses baru
atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, menganalisis secara intensif kejadian tidak diharapkan (KTD), dan
melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Proses
perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien,
petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor
lain yang berpotensi risiko bagi pasien, dengan cara menerapkan langkah-langkah secara
bertahap, yaitu “tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit”.
Ketujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, ciptakan kepemimpinan dan budaya
yang terbuka dan adil.
2. Pimpin dan dukung staf anda, bangunlah komitmen dan fokus yang kuat serta jelas tentang
keselamatan pasien di rumah sakit.
3. Integrasikan aktifitas pengelolaan risiko, kembangkan sistem dan proses pengelolaan
risiko, serta lakukan identifikasi dan assessment hal yang potesial bermasalah.
4. Kembangkan sistem pelaporan, pastikan staf anda agar dengan mudah dapat melaporkan
kejadian/insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada sub komite keselamatan
pasien rumah sakit.
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, kembangkan cara-cara komunikasi yang
terbuka dengan pasien.
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien, dorong staf untuk melakukan
analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul.
7. Cegah cidera melalui implementasi sistem keselamatan pasien, gunakan informasi yang
ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan.

C. Prinsip Terbuka dan Adil


Menurut NPSA (National Patient Safety Agency) (2006), bagian yang fundamental dari
organisasi dengan budaya keselamatan adalah menjamin adanya keterbukaan dan adil.
Keterbukaan dan adil berarti semua pegawai/staf berbagi informasi secara bebas dan
terbuka mengenai insiden yang terjadi.

9
Bagian yang paling mendasar dari organisasi dengan budaya keselamatan (culture of
safety) adalah meyakinkan bahwa organisasi memiliki “keterbukaan dan adil” (being
open and fair). Ini berarti bahwa (NSPA, 2004):
a. Staf yang terlibat dalam insiden merasa bebas untuk menceritakan insiden tersebut
atau terbuka tentang insiden tersebut.
b. Staf dan organisasi bertanggung jawab untuk tindakan yang diambil.
c. Staf merasa bisa membicarakan semua insiden yang terjadi kepada teman sejawat
dan atasannya.
d. Organisasi kesehatan lebih terbuka dengan pasien-pasien. Jika terjadi insiden, staf
dan masyarakat akan mengambil pelajaran dari insiden tersebut.
e. Perlakuan yang adil terhadap staf jika insiden terjadi.

Untuk menciptakan lingkungan yang terbuka dan adil kita harus menyingkirkan dua mitos
utama:

a. Mitos kesempurnaan: jika seseorang berusaha cukup keras, mereka tidak akan
berbuat kesalahan.
b. Mitos hukuman: jika kita menghukum seseorang yang melakukan kesalahan,
kesalahan yang terjadi akan berkurang; tindakan remedial dan disipliner akan
membawa perbaikan dengan meningkatnya motivasi.

Terbuka dan adil sangat penting diterapkan karena staf tidak akan membuat laporan insiden
jika mereka yakin kalau laporan tersebut akan menyebabkan mereka atau koleganya kena
hukuman atau tindakan disiplin. Lingkungan yang terbuka dan adil akan membantu staf
untuk yakin membuat laporan insiden yang bisa menjadi pelajaran untuk perbaikan.

D. Budaya Keselamatan Rumah Sakit


Budaya keselamatan juga merupakan hasil dari nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi, dan
pola perilaku individu maupun kelompok yang menentukan komitmen terhadap, serta
kemampuan manajemen pelayanan kesehatan maupun keselamatan. Budaya keselamatan
dicirikan dengan komunikasi yang berdasar atas rasa saling percaya dengan persepsi yang
sama tentang pentingnya keselamatan dan dengan keyakinan akan manfaat langkah-
langkah pencegahan.

10
Direktur RSKIA Permata Bunda mendorong staf klinis pemberi asuhan bekerja sama
dalam tim yang efektif dan mendukung proses kolaborasi interprofesional dalam asuhan
berfokus pada pasien. Tim atau staf klinis harus belajar dari kejadian tidak diharapkan dan
kejadian nyaris cedera. Staf klinis pemberi asuhan harus menyadari keterbatasan kinerja
manusia dalam sistem yang kompleks dan ada proses yang terlihat dari belajar serta
menjalankan perbaikan melalui brifing. Lingkungan RSKIA Permata Bunda harus
menjamin berkembangnya keselamatan dan mutu yang mendukung kerja sama dan rasa
hormat terhadap sesama tanpa melihat jabatan mereka dalam rumah sakit. Direktur rumah
sakit menunjukkan komitmennya tentang budaya keselamatan dan medorong budaya
keselamatan untuk seluruh staf rumah sakit.
Hal-hal penting menuju budaya keselamatan.
1. Karyawan RSKIA Permata Bunda harus mengetahui bahwa kegiatan operasional
rumah sakit berisiko tinggi dan bertekad untuk melaksanakan tugas dengan konsisten
serta aman.
2. Direktur menjamin bahwa regulasi serta lingkungan kerja mendorong staf tidak takut
mendapat hukuman bila membuat laporan tentang kejadian tidak diharapkan dan
kejadian nyaris cedera.
3. Direktur mendorong sub komite keselamatan rumah sakit RSKIA Permata Bunda
melaporkan insiden keselamatan rumah sakit ke tingkat nasional sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
4. Diektur mendorong kolaborasi antara staf klinis dengan pimpinan untuk mencari
penyelesaian masalah keselamatan rumah sakit.

RSKIA Permata Bunda memiliki komitmen organisasi untuk menyediakan sumber daya,
seperti staf, pelatihan, metode pelaporan yang aman, dan sebagainya untuk menangani
masalah keselamatan. Budaya untuk menyalahkan suatu pihak yang akhirnya merugikan
kemajuan budaya keselamatan harus dihilangkan.

Direktur RSKIA Permata Bunda melakukan evaluasi rutin dengan jadwal yang tetap yaitu
setiap 3 bulan sekali, dapat dengan menggunakan beberapa metode, survei resmi,
wawancara staf, analisis data, dan diskusi kelompok. Direktur juga mendorong agar dapat

11
terbentuk kerja sama untuk membuat struktur, proses, dan program yang memberikan jalan
bagi perkembangan budaya positif ini.

Direktur RSKIA Permata Bunda harus menanggapi perilaku yang tidak terpuji dari semua
individu dari semua jenjang rumah sakit, termasuk manajemen, staf administrasi, staf
klinis, dokter tamu atau dokter part time, serta anggota representasi pemilik.

Memiliki budaya keselamatan akan mendorong terciptanya lingkungan yang


mempertimbangkan semua komponen sebagai faktor yang ikut berkontribusi terhadap
insiden yang terjadi. Hal ini menghindari kecenderungan untuk menyalahkan individu dan
lebih melihat kepada sistem di mana individu tersebut bekerja.

Dengan demikian harus dipenuhi hal-hal sebagai berikut:

1. Direktur RSKIA Permata Bunda mendukung terciptanya budaya keterbukaan yang


dilandalasi akuntabilitas.
2. Direktur RSKIA Permata Bunda mengidentifikasi, mendokumentasikan, dan
melaksanakan perbaikan perilaku yang tidak dapat diterima.
3. Direktur RSKIA Permata Bunda menyelenggarakan pendidikan dan menyediakan
informasi (seperti bahan pustaka dan laporan) yang terkait dengan budaya
keselamatan rumah sakit bagi semua individu yang bekerja dalam rumah sakit.
4. Direktur RSKIA Permata Bunda bisa menjelaskan bagaimana masalah terkait
budaya keselamatan dalam rumah sakit dapat diidentifikasi dan dikendalikan.
5. Direktur RSKIA Permata Bunda menyediakan sumber daya untuk mendukung dan
mendorong budaya keselamatan di dalam rumah sakit.

E. Sistem Pelaporan Insiden Budaya Keselamatan Rumah Sakit


1. Semua karyawan yang mengetahui, menyaksikan, atau mendengar langsung
adanya karyawan yang melakukan perilaku yang tidak mendukung budaya
keselamatan rumah sakit wajib melaporkan kepada atasan langsung dalam waktu
1x24 jam, kemudian atasan langsung mencatat dalam form pemantauan perilaku
tidak mendukung budaya keselamatan Rumah Sakit, saat itu juga.
2. Laporan berisi tanggal dan jam kejadian, nama pelaku, nama sasaran, katagori
perilaku, rincian perilaku.

12
3. Atasan langsung (kepala gugus tugas) wajib meneruskan laporan tersebut ke bagian
kepegawaian dalam waktu 2x24 jam.
4. Bagian kepegawaian mencatat dan menyampaikan kepada Direktur dalam waktu
2x 24 jam sejak menerima laporan dari kepala gugus tugas.
5. Setiap bulan bagian kepegawaian membuat laporan rekapitulasi kejadian perilaku
tidak mendukung budaya keselamatan rumah sakit dan melaporkan kepada
Direktur.

F. Prinsip Kerahasiaan
1. Pelapor, atasan pelapor (kepala gugus tugas), dan bagian kepegawaian wajib
menjaga rahasia pelaku maupun korban/ sasaran tindakan tidak mendukung budaya
keselamatan rumah sakit tersebut.
2. Pembukaan identitas pelaku dan korban/sasaran tindakan perilaku tidak
mendukung budaya keselamatan pasien hanya boleh dilakukan dalam rapat
pimpinan dan atau rapat yang diperuntukkan dalam proses pembinaan.
3. Setiap karyawan wajib mencegah tersebarnya informasi tentang pelaku terjadinya
perilaku tidak mendukung budaya keselamatan rumah sakit di RSKIA Permata
Bunda.
4. Dalam rangka penilaian staf terkait budaya keselamatan rumah sakit, maka jika
menyebut nama pelaku maka tidak diperkenankan menyebutkan perilakunya secara
detail.
5. Sebaliknya jika menyebut perilakunya secara detail maka tidak diperkenankan
menyebut nama pelaku, cukup menyebut (kalau harus) profesi atau bagian/gugus
tugasnya saja.

G. Penanganan Laporan Insiden Budaya Keselamatan Rumah Sakit


1. Semua laporan terkait dengan budaya keselamatan rumah sakit harus dilakukan
investigasi dalam waktu 2 minggu setelah kejadian.
2. Direktur bertanggungjawab atas pelaksanaan investigasi tersebut, dengan tetap
memegang kerahasiaan terduga pelaku.

13
3. Direktur segera melakukan identifikasi masalah pada sistem yang menyebabkan
tenaga kesehatan melakukan perilaku yang berbahaya.
4. Direktur menggunakan pengukuran/indikator mutu untuk mengevaluasi dan
memantau budaya keselamatan dalam rumah sakit.
5. Direktur wajib melaksanakan perbaikan berdasarkan hasil identifikasi dari
pengukuran dan evaluasi tersebut.
6. Direktur menerapkan sebuah proses untuk mencegah kerugian/dampak terhadap
individu yang melaporkan masalah terkait dengan budaya keselamatan tersebut.
7. Individu yang melaporkan wajib mendapat perlindungan dari Direktur akan
kemungkinan adanya ancaman dan atau perbuatan yang merugikan.

H. Perilaku Yang Tidak Mendukung Budaya Keselamatan Rumah Sakit


Budaya keselamatan rumah sakit tidak akan terwujud jika karyawan RSKIA Permata
Bunda sering melakukan perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan . Sebaliknya
Budaya Keselamatan Pasien akan terwujud jika seluruh karyawan tidak melakukan
perilaku yang tidak mendukung Budaya Keselamatan Pasien. Perilaku tidak mendukung
budaya keselamatan pasien bisa terjadi antar staf di RSKIA Permata Bunda maupun antara
staf dengan pasien.

Perilaku Antar Staf yang tidak mendukung Budaya Keselamatan


No Jenis Perilaku Contoh
Perilaku yang tidak layak (inappropriate)
1 Kata-kata yang merendahkan atau Kalau cuma CS, dengar kalau saya
menyinggung perasaan sesama staf. omong…
2 Bahasa tubuh yang merendahkan Tidak mau menjawab pertanyaan
atau menyinggung perasaan sesama rekan kerja dengan sengaja, dan
staf. mengarahkan wajah tempat lain.
Perilaku yang mengganggu (disruptive)
3. Perilaku tidak layak yang dilakukan Memberikan barang dengan dilempar
secara berulang

14
4. Tindakan verbal atau nonverbal yang Awas kau e, kalau saya dapat.. ko mati
membahayakan atau mengintimidasi dari saya.
staf lain.
5. “celetukan maut” adalah komentar Bisa mati orang kalau kamu punya cara
sembrono di depan pasien yang suntik orang kayak begitu…
berdampak menurunkan kredibilitas
staf klinis lain.
6. Melarang perawat untuk membuat Kesalahan pemberian obat : nona tidak
laporan tentang kejadian tidak usah lapor sudah kalau tadi ada salah kasi
diharapkan obat, kita diam-diam saja… kan pasien
aman-aman.
7. Memarahi staf klinis lainnya di depan Kamu ini bodoh sekali, bukan begitu cara
pasien tensi.. masa tensi saja tidak bisa..
8. Kemarahan yang ditunjukkan dengan
melempar alat bedah di kamar operasi.
9. Kemarahan yang ditunjukkan dengan
membuang rekam medis di ruang
rawat.
Perilaku yang melecehkan (harassment)
10. Terkait dengan ras, agama, dan suku Bapak/Ibu orang (menyebut
termasuk gender. suku/ras/agama. Contoh : kamu itu
perempuan tidak kuat, biar sini laki-laki
saja yang angkat!
Pelecehan seksual
11. Melakukan tindakan pelecehan Memegang/meraba bagian tubuh sensitif
seksual. tanpa indikasi medis.
Sengaja menyentuh bagian tubuh sensitif
tanpa indikasi medis.
12. Berkata yang mengarah pada Jalan itu jangan terlalu basorong, bikin
pelecehan seksual. orang tidak kuat saja..

15
Perilaku staf terhadap pasien yang tidak mendukung budaya keselamatan

No Jenis Perilaku Contoh


Perilaku yang tidak layak (inappropriate)
1 Kata-kata yang merendahkan atau Mengumpat dan memaki: Ibu mau mati
menyinggung perasaan pasien. ya… kenapa nggak minum obat ini?
2 Bahasa tubuh yang merendahkan Tidak mau menjawab pertanyaan
atau menyinggung perasaan pasien pasien/keluarga.
Perilaku yang mengganggu (disruptive)
3. Perilaku tidak layak yang dilakukan Memberikan obat pada pasien tanpa
secara berulang senyum dan tidak memberikan edukasi
terkait obat yang diberikan “ hanya
menyimpan obat di meja pasien”
4. Tindakan verbal atau nonverbal yang
membahayakan atau mengintimidasi
pasien.
5. “celetukan maut” adalah komentar
sembrono terhadap pasien yang
berdampak menyakiti pasien,
menyinggung pasien.
Perilaku yang melecehkan (harassment)
6. Terkait dengan ras, agama, dan suku Bapak/Ibu orang (menyebut
termasuk gender. suku/ras/agama
Pelecehan seksual
7. Melakukan tindakan pelecehan Memegang/meraba bagian tubuh sensitif
seksual. tanpa indikasi medis.
Sengaja menyentuh bagian tubuh sensitif
tanpa indikasi medis.

16
8. Berkata yang mengarah pada Waktu buat enak, giliran sekarang
pelecehan seksual. berteriak-berteriak!

Untuk mencegah dan atau mengurangi perilaku yang tidak mendukung budaya
keselamatan, maka Direktur menyediakan sumber daya (seperti staf), menyelenggarakan
pelatihan/ sosialisasi, metode pelaporan yang aman, dan sebagainya untuk menangani
masalah keselamatan.

I. Just Culture
Just culture adalah model terkini mengenai pembentukan suatu budaya yang terbuka, adil
dan pantas, menciptakan budaya belajar, merancang sistem-sistem yang aman, serta
mengelola perilaku yang terpilih (human error, at risk behavior, dan reckless behavior).
Model ini melihat peristiwa-peristiwa bukan sebagai hal-hal yang perlu diperbaiki, tetapi
sebagai peluang-peluang untuk memperbaiki pemahaman baik terhadap risiko dari sistem
maupun risiko perilaku.
Manajemen RSKIA Permata Bunda menyadari, bahwa ada saat-saat individu seharusnya
tidak disalahkan atas suatu kekeliruan; sebagai contoh, ketika ada komunikasi yang buruk
antara pasien dan staf dalam kondisi darurat, ketika perlu pengambilan keputusan secara
cepat, dan ketika ada kekurangan tenaga dalam pola proses pelayanan, serta dalam kejadian
luar biasa. Namun, terdapat juga kesalahan tertentu yang merupakan hasil dari perilaku
yang sembrono dan hal ini membutuhkan pertanggungjawaban. Contoh dari perilaku
sembrono mencakup kegagalan dalam mengikuti pedoman kebersihan tangan, tidak
melakukan time-out sebelum mulainya operasi, atau tidak memberi tanda pada lokasi
pembedahan.
Budaya keselamatan mencakup mengenali dan menunjukan masalah yang terkait dengan
sistem yang mengarah pada perilaku yang tidak aman. Pada saat yang sama, RSKIA
Permata Bunda harus meminta pertanggungjawaban sesuai dengan undang-
undang/peraturan pemerintah/peraturan menteri/keputusan menteri yang berlaku,
peraturan kepegawaian RSK Lindimara dan peraturan dan etik serta hukum lainnya yang
brelaku di RSKIA Permata Bunda dengan tidak mentoleransi perilaku sembrono.
Pertanggungjawaban membedakan kesalahan unsur manusia (seperti kekeliruan), perilaku

17
yang berisiko (contohnya mengambil jalan pintas seperti : seharusnya dilakukan observasi
tanda-tanda vital, namun petugas mencantumkan data tanda-tanda vital pasien, tanpa
dilakukan observasi terlebih dahulu), dan perilaku sembrono (seperti mengabaikan
langkah-langkah keselamatan yang sudah ditetapkan seperti : Tidak melakukan prinsip 6
benar saat memberikan obat ke pasien. Tidak melakukan komunikasi SBAR).

J. Tahap-Tahap Membangun Budaya Keselamatan


1. Tahap 1:
a. Pengenalan Budaya Keselamatan.
b. Sosialisasi perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan.
c. Mendata kejadian perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan
(retrospekstif).
2. Tahap 2:
a. Melakukan pemantauan insiden budaya keselamatan.
b. Melakukan pelaporan insiden budaya keselamatan.
c. Melakukan pembinaan terhadap pelaku perilaku insiden budaya
keselamatan.
3. Tahap 3:
a. Mengupayakan agar insiden budaya keselamatan semakin berkurang
akhirnya nihil.
b. Mempertahankan dan memelihara kondisi budaya keselamatan dalam
pelayanan di RSKIA Permata Bunda.

Survey budaya keselamatan

Survei budaya keselamatan dilakukan 1 (satu) tahun sekali. Pengukuran budaya keselamatan
pasien dengan menggunakan instrument AHRQ ( Agency for Healthcare Research and Quality )
dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Populasi, Sampel, Kriteria inklusi dan Eksklusi


a. Populasi
Semua karyawan pemberi pelayanan pasien yang meliputi :
 Tenaga medis ( Dokter umum dan dokter spesialis)

18
 Tenaga keperawatan
 Tenaga kesehatan lain
 Non medis
b. Sampel
Diambil perwakilian dari masing – masing unit tergantung banyaknya jumlah yang
memenuhi kriteria inklusi dan tidak terdapat kriteria eksklusi Healthcare Research and
Quality (AHRQ) , merupakan kuesioner yang paling banyak direkomendasikan untuk
mengukur budaya keselamatan pasien karena telah terjamin validitas dan reabilitasnya.
Terdapat 12 elemen yang terdapat dalam kuesioner tersebut, yaitu sebagai berikut:

19
No Elemen Budaya Definisi Alat Ukur Hasil Ukur
1 Keterbukaan Komunikasi Staf bebas berbicara bila melihat sesuatu yang Kuesioner - Baik : jika persepsi positif 75 %
berdampak negatif pada pasien, dan merasa AHRQ - Sedang : jika persepsi positif antara
bebas bertanya kepada mereka yang memiliki >50% dan <75%
otoritas lebih tinggi. - Kurang: jika persepsi positif <50%
2 Umpan balik dan Staf diinformasikan tentang kesalahan yang Kuesioner - Baik : jika persepsi positif 75 %
komunikasi tentang terjadi, diberikan umpan balik tentang AHRQ - Sedang : jika persepsi positif antara
insidens keselamatan implementasi perubahan, dan mendiskusikan >50% dan <75%
pasien. cara untuk mencegah kesalahan. - Kurang: jika persepsi positif <50%
3 Dukungan manajemen Manajemen RS menyediakan iklim kerja yang Kuesioner - Baik : jika persepsi positif 75 %
terhadap keselamatan mempromosikan keselamatan pasien dan AHRQ - Sedang : jika persepsi positif antara
pasien menunjukkan bahwa keselamatan pasien >50% dan <75%
adalah prioritas utama. - Kurang: jika persepsi positif <50%
4 Respon non – punitive Staf merasa bahwa kesalahan dan laporan Kuesioner - Baik : jika persepsi positif 75 %
terhadap kesalahan kejadian tidak dipakai untuk menyalahkan AHRQ - Sedang : jika persepsi positif antara
mereka dan tidak dicatat dalam dokumen >50% dan <75%
pribadi mereka. - Kurang: jika persepsi positif <50%
5 Pembelajaran organisasi Terdapat budaya belajar dimana kesalahan Kuesioner - Baik : jika persepsi positif 75 %
dan perbaikan membawa perubahan positif dan dilakukan AHRQ - Sedang : jika persepsi positif antara
berkelanjutan evaluasi terhadap efektivitas perubahan. >50% dan <75%
- Kurang: jika persepsi positif <50%

20
6. Staffing Terdapat staf dalam jumlah yang cukup untuk Kuesioner - Baik : jika persepsi positif 75 %
menangani beban kerja dan jumlah jam kerja AHRQ - Sedang : jika persepsi positif antara
yang sesuai untuk menyediakan pelayanan >50% dan <75%
terbaik bagi pasien - Kurang: jika persepsi positif <50%
7 Harapan staf terhadap Sikap positif atau negatif dari Kuesioner - Baik : jika persepsi positif 75 %
sikap dan tindakan supervisor/manajer terhadap upaya AHRQ - Sedang : jika persepsi positif antara
supervisor/manajer dalam keselamatan pasien >50% dan <75%
mendorong KP - Kurang: jika persepsi positif <50%
8 Kerjasama dalam unit Staf saling mendukung, saling menghargai Kuesioner - Baik : jika persepsi positif 75 %
dan bekerja sebagai sebuah tim. AHRQ - Sedang : jika persepsi positif antara
>50% dan <75%
- Kurang: jika persepsi positif <50%
9 Frekuensi pelaporan Tipe kesalahan yang dilaporkan : Kuesioner - Baik : jika persepsi positif 75 %
kejadian 1. Kesalahan ditemukan dan dikoreksi AHRQ - Sedang : jika persepsi positif antara
sebelum mempengaruhi pasien. >50% dan <75%
2. Kesalahan tanpa potensi mencederai - Kurang: jika persepsi positif <50%
pasien.
3. Kesalahan yang dapat mencederai
pasien namun tidak terjadi cidera.
10 Persepsi keseluruhan Persepsi staf terhadap prosedur dan system Kuesioner - Baik : jika persepsi positif 75 %
tentang keselamatan dalam mencegah terjadinya kesalahan dan AHRQ - Sedang : jika persepsi positif antara
mengurangi masalah keselamatan pasien >50% dan <75%

21
- Kurang: jika persepsi positif <50%
11 Serah terima dan transisi Informasi penting tentang asuhan pasien Kuesioner - Baik : jika persepsi positif 75 %
disampaikan pada saat transfer pasien antar AHRQ - Sedang : jika persepsi positif
satu unit ke unit lain dan atau selama antara >50% dan <75%
pergantian shift - Kurang: jika persepsi positif
<50%
12 Kerjasama antar unit Unit-unit di RS bekerjasama dan Kuesioner - Baik : jika persepsi positif 75 %
berkoordinasi satu sama lain untuk AHRQ - Sedang : jika persepsi positif
menghasilkan pelayanan yang terbaik bagi antara >50% dan <75%
pasien - Kurang: jika persepsi positif
<50%

22
Instrumen

Pengukuran terhadap budaya keselamatan pasien menggunakan kuesioner Agency Healthcare


Research and Quality (AHRQ) yang mana merupakan kuesioner yang paling banyak
direkomendasikan untuk mengukur budaya keselamatan pasien karena telah terjamin validitas dan
reabilitasnya. Terdapat 12 elemen yang terdapat dalam kuesioner tersebut, yaitu sebagai berikut:
Dalam kuesioner AHRQ, keduabelas elemen tersebut diurai menjadi kuesioner yang terdiri atas
50 pertanyaan, yang mencakup 29 pertanyaan untuk dimensi tingkat unit, 11 pertanyaan untuk
dimensi tingkat rumah sakit, 4 pertanyaan untuk dimensi output dan 6 pertanyaan untuk variabel
latar belakang responden. Kuesioner ini menggunakan skala Likert untuk 5 pilihan jawaban mulai
dari “sangat tidak setuju” sampai “sangat setuju” atau mulai dari “tidak pernah” sampai “selalu”.

Pengolahan Data

Pengelolaan data dilakukan dengan cara memeriksa kelengkapan isi kuesioner (editing) dan
apabila dijumpai adanya ketidaklengkapan maka akan dikembalikan kepada responden untuk
dilengkapi, kemudian dilakukan pembuatan kode (coding) dari setiap nilai jawaban responden
pada setiap variabel. Hasil skala likert dalam kuesioner dibagi atas pernyataan positif (“setuju”
dan “sangat setuju” atau “selalu” dan “sering”) serta pernyataan negatif (“sangat tidak setuju” dan
“tidak setuju” atau “tidak pernah” dan “jarang”). Data dimasukan ke dalam komputer dan
dilakukan pengecekan kembali kebenaran data yang sudah dientry, dan kemudian dilakukan
analisis data dan hasilnya dilaporkan untuk dilakukan tindakan selanjutnya.

Evaluasi

Hasil pengolahan data budaya keselamatan pasien akan menjadi dasar untuk dilakukannya
evaluasi dan perbaikan selalu terhadap budaya keselamatan pasien yang ada di RSKIA Permata
Bunda.

23
BAB IV

DOKUMENTASI

Dokumentasi adalah mengumpulkan data dengan cara mengambil data-data dari catatan,
dokumentasi, administrasi yang sesuai dengan masalah yang diteliti. Dalam hal ini dokumentasi
diperoleh melalui dokumen-dokumen:

a. Kuesioner yang telah diisi oleh personil RSKIA Permata Bunda


b. Laporan hasil pengolahan data budaya keselamatan
c. Laporan evaluasi budaya keselamatan.

24

Anda mungkin juga menyukai