TENTANG
SISTEM PELAPORAN BUDAYA KESELAMATAN
DI RSUD KABUPATEN SUMEDANG
MEMUTUSKAN
KEEMPAT : Segala biaya yang timbul akibat ditetapkannya Surat Keputusan ini
dibebankan pada Anggaran Biaya RSUD Kabupaten Sumedang;
KELIMA : Surat Keputusan ini berlaku selama 3 (tiga) tahun terhitung mulai
dari tanggal ditetapkan, dengan ketentuan bahwa apabila di
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapannya,
akan dilakukan perbaikan kembali sebagaimana mestinya;
DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN SUMEDANG
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Dalam mewujudkan rumah sakit yang berdaya saing maka peningkatan mutu dan
keselamatan pasien menjadi hal utama yang harus dilakukan rumah sakit secara
berkesinambungan. Namun perlu diingat bahwa dalam menyelenggarakan pelayanan
kesehatan juga harus berlandaskan pada etika dan moral serta bersikap lebih
professional dan mematuhi peraturan perundang-undangan.
Undang-undang No 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, disebutkan bahwa dalam
upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara
berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1
(SNARS Edisi 1) ini yang mulai dipergunakan pada tahun 2018 lebih mendorong
peningkatan mutu, keselamatan pasien dan manajemen risiko.
Mutu dan keselamatan berkembang dalam suatu lingkungan yang mendukung
kerjasama dan rasa hormat terhadap sesama tanpa melihat jabatan mereka dalam Rumah
Sakit. Pimpinan Rumah Sakit menunjukkan komitmennya tentang budaya keselamatan
dan mendorong budaya keselamatan untuk seluruh staf Rumah Sakit. Dalam Standar
Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 (TKRS 13 dan TKRS 13.1) mendefinisikan
budaya keselamatan sebagai berikut ”Budaya keselamatan di Rumah Sakit adalah
sebuah lingkungan yang kolaboratif karena 1) staf klinis memperlakukan satu sama lain
secara hormat dengan melibatkan serta 2) memberdayakan pasien dan keluarga.
Pimpinan mendorong 3) staf klinis pemberi asuhan bekerja sama dalam tim yang efektif
dan mendukung proses kolaborasi interprofesional dalam 4) asuhan berfokus pada
pasien”.
Budaya keselamatan juga merupakan hasil dari nilai-nilai, sikap, persepsi,
kompetensi dan pola prilaku individu maupun kelompok yang menentukan komitmen
terhadap, serta kemampuan manajemen pelayanan kesehatan maupun keselamatan.
Budaya keselamatan dicirikan dengan komunikasi yang berdasar atas rasa saling
percaya dengan persepsi yang sama tentang pentingnya keselamatan dan dengan
keyakinan akan manfaat langkah-langkah pencegahan.
Selama ini masih banyak rumah sakit yang memiliki budaya untuk menyalahkan
suatu pihak yang akhirnya merugikan kemajuan budaya keselamatan. Sebagai upaya
memecahkan masalah tersebut dan mewujudkan pelayanan kesehatan yang lebih aman
diperlukan suatu perubahan budaya dalam pelayanan kesehatan dari budaya yang
menyalahkan individu menjadi suatu budaya di mana insiden dipandang sebagai
kesempatan untuk memperbaiki sistem (IOM, 2000).
Sistem pelaporan yang mengutamakan pembelanjaran dari kesalahan dan
perbaikkan sistem pelayanan merupakan dasar budaya keselamatan (Reason, 1997).
Meningkatnya kesadaran pelayanan kesehatan mengenai pentingnya mewujudkan
budaya keselamatan pasien menyebabkan meningkatnya pula kebutuhan untuk
mengukur budaya keselamatan.
Perubahan budaya keselamatan dapat dipergunakan sebagai bukti keberhasilan
implementasi program keselamatan pasien. RSUD Kabupaten Sumedang telah memulai
gerakan keselamatan pasien pada tahun 2013 dengan dibentuknya Tim keselamatan
Pasien RS, namun sampai tahun 2017 baru ada 38 kasus data yang pasti mengenai
jumlah KTD. Padahal dengan besarnya jumlah kapasitas tempat tidur (397 bed),
tingginya Bed Occupying Rate (BOR) dengan rata-rata 76,5% per tahun dan tingginya
kompleksitas pelayanan kesehatan sangat memungkinkan terjadinya cedera atau insiden
yang merugikan pasien. Minimnya data insiden mengakibatkan rendahnya proses
pembelajaran yang berdampak buruk pada usaha pencegahan dan pengurangan cedera
pada pasien. Akibatnya, rumah sakit mengalami kesuitan untuk mengidentifikasi potensi
bahaya atau risiko yang dihadapi dalam sistem pelayanan kesehatan.
Rendahnya sistem pelaporan dan pembelajaran insiden di RSUD Kabupaten
Sumedang selama kurun waktu 5 tahun tersebut merupakan bukti nyata bahwa
kesadaran staf dan rumah sakit akan potensi timbulnya kesalahan-kesalahan masih
rendah, masih tingginya budaya menyalahkan (blamming culture) dan rasa takut untuk
terbuka dalam pelaporan jika terdapat insiden. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu upaya
untuk meningkatkan keberhasilan sistem pelaporan dan pembelajaran yang berfokus
pada sistem mengurangi terjadinya cedera pasien di RSUD Kabupaten Sumedang.
Langkah penting yang harus dilakukan adalah membangun budaya keselamatan.
Langkah pertama dalam membangun budaya keselamatan adalah melakukan survey
budaya keselamatan pasien rumah sakit. Survey budaya bermanfaat untuk mengetahui
tingkat budaya keselamatan rumah sakit sebagai acuan menyusun program kerja dan
melakukan evaluasi keberhasilan program keselamatan pasien (Nieva, Sorra, 2003).
Assesmen dalam survey ini menggambarkan tingkat budaya keselamatan pasien dalam
satu waktu tertentu saja sehingga membutuhkan pengulangan assesmen secara berkala
untuk menilai perkembangannya.
Agar budaya keselamatan dapat dikaji dengan memadai, perlu diperhatikan
kontribusi tiap unit kerja / pelayanan yang berpengaruh terhadap hal ini. Oleh karena
itu, selagi mengkaji budaya keselamatan terhadap organisasi pelaksana, setidaknya
perlu dibuatkan panduan budaya keselamatan di RSUD Kabupaten Sumedang.
B. Tujuan
a. Terciptanya keselamatan pasien dan staf di rumah sakit, dengan pendekatan untuk
mengurangi kerugian yang harus diintegrasikan dan diterapkan pada tingkat sistem
b. Meningkatnya mutu dan keselamatan melalui visi yang inspiratif dan penguatan
positif, bukan melalui kesalahan dan hukuman
c. Meningkatnya keterlibatan pasien dan staf dalam keselamatan sebagai bagian dari
solusi, tidak hanya sebagai korban atau pelaku kejahatan
d. Terciptanya budaya pelaporan insiden keselamatan di rumah sakit, dengan intervensi
yang didasarkan pada bukti yang kuat
a. Budaya
Adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok
orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur
yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian,
bangunan dan karya seni (Wikipedia Bahasa Indonesia)
b. Kesadaran Budaya (Culturel Awareness)
Adalah kemampuan seseorang untuk melihat ke luar dirinya sendiri dan menyadari akan
nilai-nilai budaya, kebiasaan budaya yang masuk. Dapat menilai apakah hal tersebut
normal dan dapat diterima pada budayanya atau mungkin tidak lazim atau tidak dapat
diterima di budaya lain. Perlu memahami budaya yang berbeda dari dirinya dan
menyadari kepercayaannya dan adat istiadatnya serta mampu untuk menghormatinya
c. Kompetensi Budaya
Adalah tingkat tertinggi dari kesadaran budaya. Kompetensi budaya berfungsi untuk
dapat menentukan dan mengambil suatu keputusan dan kecerdasan budaya.
Kompetensi budaya merupakan pemahaman terhadap kelenturan budaya (culture
adhesive). Penting karena dengan kecerdasan budaya seseorang memfokuskan
pemahaman pada perencanaan dan pengambilan keputusan pada suatu situasi
tertentu.
Adalah suatu perangkat kesamaan perilaku, sikap dan bersama secara harmonis
dalam suatu system, badan atau para profesi untuk bekerja secara efektif dalam
situasi yang lintas budaya / cross-cultural. Suatu proses pertumbuhan yang
berkembang melampaui suatu kerangka waktu yang lama.
d.Budaya Keselamatan
Adalah sebuah lingkungan yang kolaboratif karena staf klinis memperlakukan satu
sama lain secara hormat dengan melibatkan serta memberdayakan pasien dan
keluarga. Pimpinan mendorong staf klinis pemberi asuhan bekerja sama dalam tim
yang efektif dan mendukung proses kolaborasi interprofesional dalam asuhan
berfokus pada pasien.
Merupakan hasil dari nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi dan pola perilaku
individu maupun kelompok yang menentukan komitmen terhadap, serta kemampuan
manajemen pelayanan kesehatan maupun keselamatan. Budaya keselamatan
dicirikan dengan komunikasi yang berdasar atas rasa saling percaya dengan persepsi
yang sama tentang pentingnya keselamatan dan dengan keyakinan akan manfaat
langkah-langkah pencegahan.
Prilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan adalah:
(1) Perilaku yang tidak layak (inappropriate) seperti kata-kata atau bahasa tubuh
yang merendahkan atau menyinggung perasaan sesama staf, misalnya
mengumpat dan memaki
(2) Perilaku yang mengganggu (disruptive) antara lain perilaku tidak layak yang
dilakukan secara berulang, bentuk tindakan verbal atau nonverbal yang
membahayakan atau mengintimidasi staf lain
(3) Perilaku yang melecehkan (harassment) terkait dengan ras, agama dan suku
termasuk gender
(4) Pelecehan seksual
Hal-hal penting menuju budaya keselamatan adalah:
(1) Staf rumah sakit mengetahui bahwa kegiatan operasional rumah sakit berisiko
tinggi dan bertekad untuk melaksanakan tugas dengan konsisten serta aman
(2) Regulasi serta lingkungan kerja mendorong staf tidak takut mendapat hukuman
bila membuat laporan tentang kejadian tidak diharapkan (KTD) dan kejadian
nyaris cedera (KNC)
(3) Direktur rumah sakit mendorong tim keselamatan pasien melaporkan insiden
keselamatan pasien ke tingkat nasional sesuai dengan peraturan perundang-
undangan
(4) Mendorong kolaborasi antar staf klinis dengan pimpinan untuk mencari
penyelesaian masalah keselamatan pasien
Komponen budaya keselamatan ada empat (4) yaitu:
(1) Budaya pelaporan
Organisasi yang aman tergantung pada kesediaan karyawan untuk melaporkan
kejadian cedera dan nearmiss (learning culture)
(2) Budaya adil
Kerelaan karyawan dalam melaporkan insiden karena kepercayaan bahwa
manajemen akan memberikan support dan penghargaan terhadap pelaporan
insiden dan tindakan disiplin diambil berdasarkan akibat dari resiko (risk taking)
(3) Budaya fleksibel
Kerelaan karyawan untuk melaporkan insiden karena atasan bersikap tenang
ketika informasi disampaikan sebagai bentuk penghargaan terhadap pengetahuan
petugas
(4) Budaya pembelajaran
Kerelaan karyawan untuk melaporkan insiden karena kepercayaan bahwa
organisasi akan melakukan analisa informasi insiden untuk kemudian dilakukan
perbaikan system
Tahap-tahap membangun budaya keselamatan ada tiga (3) yaitu:
(1) Tahap 1:
Assesmen awal dengan assesmen sarana-prasarana, sumber daya, dan
lingkungan keselamatan pasien rumah sakit, serta survey budaya keselamatan
dan pengukuran data. Berdasarkan pengukuran, apakah rumah sakit siap? Jika
belum, menuju pengembangan iklim keselamatan dan kembali ke survey budaya
awal. Jika assesmen awal sudah dilakukan, langsung ke tahap 2.
(2) Tahap 2:
Perencanaan, pelatihan, dan implementasi. Pelatihan diselenggarakan untuk
mendukung pelaksanaan intervensi. Intervensi termasuk uji coba dan kemudian
dilanjutkan ke tahap ke-3
(3) Tahap 3:
Mempertahankan atau memelihara. Tahap ini termasuk mengintegrasikan,
monitoring perencanaan (dengan survey ulang) dan pengembangan
berkelanjutan. Pengembangan berkelanjutan termasuk pelatihan kembali untuk
mewujudkan perubahan menuju budaya keselamatan yang lebih baik.
e. Just Culture
Adalah model terkini mengenai pembentukan suatu budaya yang terbuka, adil dan
pantas, menciptakan suatu budaya belajar, merancang sistem-sistem yang aman dan
mengelola perilaku yang terpilih (human error, at risk behavior dan reckless
behavior). Model ini melihat peristiwa-peristiwa bukan sebagai hal-hal yang perlu
diperbaiki, tetapi sebagai peluang-peluang untuk memperbaiki pemahaman baik
terhadap risiko dari sistem maupun risiko perilaku.
Budaya keselamatan mencakup mengenali dan menujukan masalah yang terkait
dengan sistem yang mengarah pada perilaku yang tidak aman. Pada saat yang sama,
RS harus memelihara pertanggungjawaban dengan tidak mentoleransi perilaku
sembrono. Pertanggungjawaban membedakan kesalahan unsur manusia (seperti
kekeliruan), perilaku yang berisiko (contohnya mengambil jalan pintas) dan perilaku
sembrono (seperti mengabaikan langkah-langkah keselamatan yang sudah ditetapkan
f. Kode Etik Perilaku
Merupakan seperangkat peraturan yang dijadikan pedoman perilaku di RS. Kode
etik perilaku bertujuan membantu menciptakan lingkunan kerja yang aman, sehat,
nyaman dan dimana setiap orang dihargai dan dihormati martabatnya setara sebagai
anggota tim asuhan pasien
Perilaku yang pantas adalah perilaku yang mendukung kepentingan pasien,
membantu asuhan pelaksanaan asuhan pasien dan ikut serta berperan mendukung
keberhasilan pelaksanaan kegiatan perumahsakitan. Setiap tenaga kesehatan yang
bekerja di RS harus mengikuti kode etik perilaku yg tercantum dalam peraturan
internal RS / corporate bylaws.
Tenaga kesehatan tidak dapat dikenakan sanksi jika berperilaku, sebagaimana
contoh-contoh di bawah ini :
(1) Penyampaian pendapat pribadi atau profesional pada saat diskusi, seminar, atau
pada situasi lain :
- Penyampaian pendapat utk kepentingan pasien kepada pihak lain (dokter,
perawat, atau direksi RS) dengan cara yang sopan dan pantas
- Pandangan Profesional
- Penyampaian pendapat pada saat diskusi kasus
(2) Penyampaian ketidaksetujuan atau ketidakpuasan atas kebijakan melalui tata cara
yang berlaku di Rumah Sakit
(3) Menyampaikan kritik konstruktif atau kesalahan pihak dengan cara yg tepat,
tidak bertujuan utk menjatuhkan atau menyalahkan pihak tersebut
Perilaku yang tidak pantas adalah perilaku yang tidak mendukung kepentingan
pasien, tidak membantu asuhan pelaksanaan asuhan pasien dan tidak ikut serta
berperan mendukung keberhasilan pelaksanaan kegiatan perumahsakitan. Tenaga
kesehatan dapat dikenakan sanksi jika berperilaku tidak pantas, sebagaimana contoh-
contoh dibawah ini :
(1) Merendahkan atau mengeluarkan perkataan tidak pantas kepada pasien dan atau
keluarganya
(2) Dengan sengaja menyampaikan rahasia, aib, atau keburukan orang lain
(3) Menggunakan bahasa yg mengancam, menyerang, merendahkan, atau menghina
g. Budaya Keselamatan Pasien
Adalah produk dari individu dan kelompok yang merupakan nilai dari sikap,
persepsi, kompetensi dan perilaku yang menimbulkan komitmen dan pola dari suatu
manajemen kesehatan mengenai keselamatan pasien. Organisasi dengan budaya
keselamatan pasien yang positif mempunyai karakteristik komunikasi saling terbuka
dan percaya, serta persepsi yang sama mengenai pentingnya keselamatan pasien dan
kenyamanan dalam pengukuran guna pencegahan.
Fitur budaya keselamatan pasien yang positif adalah sebagai berikut:
- Semua karyawan mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah keselamatan
- Karyawan mencari kesempatan untuk membantu orang lain dan melakukan
intervensi bila diperlukan
- Penguatan perilaku yang lebih aman oleh semua orang
- Karyawan menerima akuntabilitas untuk keselamatan pasien
- Keterbukaan karyawan terhadap pembinaan dan umpan balik
- Keinginan untuk menyediakan sumber daya untuk meningkatkan keselamatan
pasien
- Kesediaan untuk berbagi, berkomunikasi dan belajar
- Karyawan didorong untuk mengangkat isu dan saran
Karakter budaya keselamatan pasien yang kurang diinginkan adalah sebagai
berikut:
- Kekhawatiran tentang keselamatan secara konsisten tidak ditangani
- Tidak ada pembelajaran yang dicapai dari kejadian tidak diharapkan
- Karyawan enggan melaporkan insiden keselamatan pasien
- Tidak ada yang akuntabel tentang tanggung jawab keselamatan mereka
- Representasi manajemen keselamatan berada diluar proses pengambilan
keputusan utama
BAB III
RUANG LINGKUP
Budaya keselamatan yang kuat adalah kombinasi dari sikap dan perilaku yang
paling baik dalam mengelola bahaya tak terelakkan yang tercipta saat manusia, yang secara
inheren tidak dapat diterima, bekerja di lingkungan yang sangat kompleks. Dalam setiap
organisasi pelayanan kesehatan, prioritas utama kepemimpinan adalah bertanggung jawab
atas asuhan yang efektif sekaligus melindungi keselamatan pasien, karyawan dan
pengunjung.
Direktur Rumah Sakit melakukan evaluasi rutin dengan jadwal yang tetap dengan
menggunakan beberapa metoda, survei resmi, wawancara staf, analisis data dan diskusi
kelompok. Ruang lingkup budaya keselamatan di RSUD Kabupaten Sumedang meliputi
kegiatan sebagai berikut:
3.1. Survey Karyawan
Survey karyawan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sumedang meliputi:
1. Kuesioner
a. Kuesioner Tertutup
Metode pengambilan data yang paling sering dipergunakan dalam suatu survey
Pengambilan relatif mudah dalam pengisiannya
Menggambarkan jawaban dengan jelas sehingga dapat dianalisa dengan cepat
Identitas responden tidak diketahui
Hasil survey dapat menyesatkan bila pertanyaan tidak dirancang dengan baik
Tidak efektif bila ingin menjajagi masalah yang komplek
b. Kuesioner Terbuka
Memperoleh informasi pada masalah-masalah yang lebih kompleks
Isi dan bentuk jawaban responden diluar kendali kita yang dapat menyulitkan
proses analisis
Memperkecil semangat responden untuk mengisi karena membutuhkan upaya
yang besar untuk menjawab secara naratif
2. Wawancara
a. Face-To-Face Interviews
Biasanya dipergunakan sebagai salah satu bagian dari sesuatu proses survey
untuk memperoleh data lebih mendalam dari item yang telah ditulis dalam
kuesioner
Merupakan cara yang relative efisien untuk memperoleh informasi yang
kompleks yang berkaitan dengan sikap dan persepsi individual
Isi jawaban responden sulit dianalisis secara kuantitatif
Kurang efisien bila populasi survey sangat besar
Identitas responden diketahui dengan jelas
b. Group Interviews
Interaksi kelompok dapat memperlancar diskusi
Memberi kemungkinan dapat diperolehnya informasi baru diluar yang telah
ditentukan
Sangat bermanfaat pada tahap awal survey dan pada tahap akhir survey untuk
lebih memahami masalah yang relevan. Group discussions
Kecil kendali terhadap bentuk, isi dan perkembangan perkembangan diskusi
kelompok
Identitas responden diketahui
Analisis hasil diskusi cukup sulit
BAB IV
TATA LAKSANA
4.1. Proses Survey Budaya Keselamatan
Penyusunan
Instrumen
Uji-Coba
Pelaksanaan
Survey
Interpretasi
dan Analisis
Umpan Balik
Tindak Lanjut
Kegiatan
A. Tujuan
Kenapa survey perlu dilakukan?
Informasi apa yang ingin diperoleh?
Kenapa informasi tersebut tidak tersedia di organisasi?
Apakah dengan tersedianya informasi tersebut organisasi akan beroperasi lebih
efektif?
Jenis survey apa yang ingin dilakukan?
Kemungkinan dampak positif apa yang dapat timbul di organisasi dengan
dilaksanakannya survey
Kemungkinan dampak negatif apa yang dapat timbul di organisasi dengan
dilaksanakannya survey
B. Biaya Survey
(1) Biaya Langsung
Konsultasi (bila ada)
Penggandaan kuesioner
Penggandaan lain-lain
Biaya pos (bila ada)
Biaya komputer untuk oleh data
Dan lain-lain
(2) Biaya Tidak Langsung
Hilangnya waktu kerja eksekutif yang terlibat dalam survey
Hilangnya waktu kerja karyawan dalam survey (pengumpulan data awal, uji-
coba, survey, umpan balik dan tindak lanjut)
Hilangnya waktu kerja tenaga administratif untuk menyiapkan materi survey
(3) Biaya Potensial
Biaya yang mungkin akan dikeluarkan organisasi sehubungan dengan temuan
survey
C. Manfaat
Meningkatnya pemahaman mengenai budaya keselamatan di organisasi
Meningkatnya pemahaman mengenai apa yang menjadi perhatian, kebutuhan,
harapan dan motivasi karyawan
Diketahuinya hambatan atau motivasi untuk peningkatan kinerja
Diketahuinya hambatan atau motivasi untuk melakukan perubahan
Kejelasan pendapat karyawan mengenai hal-hal tertentu yang penting
Kemampuan mengkaji status kemajuan-kemajuan organisasi dilihat dari kerangka
waktu maupun bila dibandingkan dengan organisasi lain yang setara
Teridentifikasinya kelemahan dan kekuatan organisasi dalam bidang manajemen
sumber daya manusia dan komunikasi
D. Komitmen
Seringkali survey dipersepsikan sebagai suatu yang mengancam oleh banyak orang
Dukungan manajemen tingkat atas
Dukungan manajemen tingkat menengah
Dukungan manajemen seluruh karyawan
Setiap orang memahami tujuan dan manfaat survey
E. Pra Survey
Memastikan bahwa tujuan survey sesuai dengan kebutuhan organisasi
Penting untuk memahami konteks dimana survey akan dilakukan
Memahami kemungkinan yang mungkin timbul dengan adanya survey
F. Penyusunan Instrumen
Instrumen harus valid dan reliabel
Valid mengukur apa yang hendak diukur
Instrumen mengukur aspek budaya keselamatan sesuai dengan model atau konsep
yang dipergunakan
Tentukan alatnya : kuesioner, interview dll. dengan mempertimbangkan situasi
populasi
Reliabilitas dapat dilakukan dengan uji statistik
Keterlibatan manajemen tingkat atas sangat diperlukan
G. Uji Coba
Uji coba merupakan hal yang perlu dilakukan
12 sampai 15 orang yang mewakili populasi survey
Dapat mengetahui kelemahan instrumen atau kuesioner, misalnya pertanyaan yang
membingungkan, tak jelas, dll. Kalau lebih dari 30 bisa uji reliabilitas kuesioner
Dapat diketahui hal-hal lain
H. Pelaksanaan Survey
Survey dapat pada seluruh populasi atau dengan mengambil sampel
Sampel harus representatif sesuai dengan teknik sampling yang dipilih
Tentukan cara penyebaran kuesioner dan pengumpulannya. Apakah pada saat waktu
kerja atau tidak?
I. Interpretasi dan Analisis
Sesuai dengan tujuan survey
Kuantitatif, kualitatif
Deskriptif
Analitik
J. Umpan Balik
Hasil survey hendaknya dikomunikasikan kepada pegawai dengan segera
Temuan-temuan pokok lebih penting untuk umpan balik bagi pegawai daripada
temuan survey secara rinci
Umpan balik bagi karyawan sangat penting agar mereka benar-benar memahami
hasil survey dan untuk menunjukkan bahwa keseluruhan proses dan hasil survey
merupakan kontribusi mereka
K. Tindak Lanjut
Tindak lanjut perlu dilakukan untuk lebih memahami hasil survey
Seringkali tindak lanjut dilakukan dengan cara melakukan kelompok diskusi terfokus
(fokus group discussion) untuk menjajagi hal yang masih dipertanyakan
Kelompok diskusi terfokus bermanfaat juga untuk mencari alternatif
BAB V
DOKUMENTASI
Keselamatan pasien merupakan komponen terpenting dalam mutu pelayanan
kesehatan. Rumah sakit sebagai organisasi pelayanan kesehatan harus mampu
meningkatkan keselamatan pasien dengan mengusahakan terwujudnya budaya
keselamatan. Dalam membangun budaya keselamatan, sangat penting bagi rumah sakit
untuk mengukur perkembangan budaya dengan melakukan pengukuran budaya secara
berkala. Pengukuran pertama sangat penting sebagai data dasar yang akan dipergunakan
sebagai acuan penyusunan program.
Survey Budaya Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Hospital Survey on Patient
Safety Culture), dikeluarkan oleh AHRQ (American Hospital Research and Quality) pada
bulan November 2004, didesain untuk mengukur opini staf rumah sakit mengenai isue
keselamatan pasien, medical errors, dan pelaporan insiden. Survey ini terdiri atas 42 item
yang mengukur 12 dimensi keselamatan pasien.
Survey ini juga mengandung dua pertanyaan kepada responden mengenai tingkat
budaya keselamatan di unit kerja masing-masing dan banyaknya jumlah insiden yang telah
mereka laporkan selama satu tahun terakhir. Sebagai tambahan, responden juga ditanyai
mengenai latar belakang responden (unit kerja, jabatan staf, apakah mereka berinteraksi
langsung dengan pasien atau tidak.
Berikut ini form kuesioner untuk mengukur budaya keselamatan dan form
wawancara kegiatan ronde keselamatan pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Sumedang:
PETUNJUK UMUM
Survei ini meminta pendapat anda mengenai isu-isu seputar keselamatan pasien, kesalahan
medis dan pelaporan kejadian di rumah sakit tempat anda bekerja dan survey
membutuhkan waktu sekitar 10 hingga 15 menit untuk mengerjakannya.
Suatu event didefinisikan sebagai suatu tipe kesalahan, insiden, kecelakaan atau
penyimpangan, yang dapat ataupun tidak dapat mengakibatkan kerugian/cedera pasien
Kesalahan dapat berupa : kesalahan diagnosis, kesalahan informasi, kesalahan
pengobatan, kegagalan pengobatan, kegagalan peralatan,kesalahan komunikasi, dsb
Patient Safety didefinisikan sebagai suatu sistem yang membuat asuhan pasien dirumah
sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil.
PETUNJUK KHUSUS
Pada masing-masing bagian kuisioner, akan dijelaskan petunjuk pengisian. Anda diminta
untuk membaca dan memahami petunjuk pengisian tersebut sebelum mengisi kuisioner.
Setelah selesai mengerjakan, periksalah kembali kelengkapan jawaban agar tidak ada
pertanyaan yang terlewatkan/tidak diisi.
Selamat mengerjakan
1. Nama :
3. Pendidikan terakhir
SMP
SMA
D3
S1
S2
Lainnya, sebutkan…………………………………
4. Berapa lama anda bekerja di RSUD Sumedang
Dokter
Perawat
Pekarya Kesehatan
Lain – lain
BAGIAN D: Komunikasi
Pikirkan tentang unit kerja area anda saat ini. Berikan tanda (X) pada pernyataan yang
menurut anda paling tepat
Keterangan :
1 : Sangat Tidak Setuju 3 : Setuju
2 : Tidak Setuju 4 : Sangat Setuju
No Pernyataan 1 2 3 4
1 Kami diberikan feedback (upaya baik) mengenai perubahan yang
terjadi berdasarkan laporan dari suatu event
2 Staf dapat secara bebas berpendapat ketika melihat sesuatu yang
memberikan dampak negative terhadap perawatan pasien
3 Kami diberitahukan kesalahan-kesalahan apapun yang terjadi
dalam unit ini
4 Setiap staf memiliki hak yang sama untuk bebas bertanya
mengenai keputusan atau tindakan mengenai patient safety
(keselamatan pasien)
5 Dalam unit ini kami mendiskusikan langkah-langkah yang dapat
dilakukan untuk mencegah suatu kesalahan terjadi lagi
6 Staf takut untuk bertanya ketika mereka merasakan ada suatu hal
yang tidak benar sedang terjadi
No Pernyataan 1 2 3 4
1 Pihak manajemen rumah sakit menciptakan iklim kerja yang
berorientasi pada patient safety (keselamatan pasien)
2 Antar unit dalam rumah sakit tidak terkoordinasi dengan baik
3 Hal-hal buruk yang tidak diinginkan (seperti pasien jatuh,
keslahan mengimformasikan keadaan pasien, dsb) sering
terjadi ketika memindahkan pasien dari IRD ke unit lain
seperti unit perawatan, ICU, dsb
4 Ada kerja sama yang baik diantara unit-unit di rumah sakit
dalam melaksanakan pekerjaan yang harus dilakukan bersama-
sama
5 Informasi penting yang berkaitan dengan perawatan pasien
sering hilang disaat pergantian shift kerja
6 Sering terasa kurang nyaman (misalnya: dalam berkomunikasi,
pembagian tugas, dsb) apabila bekerjasama dengan staf dari
unit lain
7 Sering muncul masalah saat melakukan pertukaran informasi
antara unit
8 Tindakan-tindakan yang dilakukan pihak manajemen rumah
sakit menunjukan bahwa patient safety (keselamatan pasien)
merupakan prioritas utama
9 Pihak manajemen rumah sakit memperhatikan masalah patient
safety (keselamatan pasien) hanya setelah kejadian yang tidak
diinginkan terjadi
10 Unit-unit kerja dalam rumah sakit bekerjasama dengan baik
untuk memberikan perawatan terbaik kepada pasien
11 Pergantian shif menimbulkan masalah bagi pasien di rumah
sakit ini
Tanggal Ronde :
Panduan budaya keselamatan ini dibuat untuk menjadi acuan Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Sumedang dalam melakukan pengkajian diri terhadap budaya
keselamatan. Mereka harus pula melakukan ini sebagai acuan dalam melaksanakan tinjauan
seksama mengenai pengkajian diri organisasi yang dilaksanakan melalui misi AHRQ
(American Hospital Research and Quality). Semoga dengan adanya panduan ini dapat
meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien di RSUD Kabupaten Sumedang
Mengesahkan